Anda di halaman 1dari 12

BUKU KERJA PRAKTIKUM DENDROLOGI

Nama : Agus Pamungkas


NIM : 20 / 464035 / SV / 18354
Shift : Jum’at, 08.00 WIB – Selesai.
Co.ass : Aulia Ekhasanti

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


PENGELOLAAN HUTAN SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH
MADA YOGYAKARTA

2020
ACARA IX
FAMILY DIPTEROCARPACEAE

I. HASIL PENGAMATAN
1. Gambar Daun

a. Dipterocarpus b. Hopea mangarawan c. Shorea selanica d. Shorea platyclados


2. Gambar Bunga

a. Dipterocarpus b. Hopea mangarawan c. Shorea selanica d. Shorea platyclados


3. Gambar Buah

a. Dipterocarpus b. Hopea mangarawan c. Shorea selanica d. Shorea platyclados


4. Gambar Kulit

a. Dipterocarpus b. Hopea mangarawan c. Shorea selanica d. Shorea platyclados


5. Gambar Organ tambahan

a. Dipterocarpus b. Hopea mangarawan c. Shorea selanica d. Shorea platyclados


II. PEMBAHASAN
Pada praktikum acara kedelapan ini membahas ciri ciri dan karakteristik dari
family Dipterocarpaceae seperti Dipterocarpus sp., Hopea mangarawan, Shorea
selanica, Shorea platyclados. Famili Dipterocarpaceae menyebar mulai dari Afrika,
Seychelles, Ceylon hingga Semenanjung India, selanjutnya di India Timur, Bangladesh,
Burma, Tahiland, Indocina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Philipina (Ashton,1982). Menurut Alrasyid (1991), secara alami jenis-jenis
Dipterocarpaceae merupakan hutan alam campuran yang tersebar luas pada berbagai
topografi pada ketinggian dibawah 80 m dpl dan jarang ditemukan hutan-hutan
Dipterocarpaceae murni atau berkelompok pada ketinggian 800 m dpl. Berikut ini
adalah beberapa contoh spesies dari Family Dipterocarpaceae pada praktikum acara
kedelapan.
Dipterocarpus sp atau mempunyai nama lokal keruing. Pohon keruing
merupakan marga pepohonan yang tersebar di beberapa daerah Asia Tenggara seperti
India, Burma, Sri Lanka, Cina, Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Keruing di
Indonesia banyak ditemukan di wilayah Kalimantan, Sumatera, Lombok, Sumbawa,
Bali dan Jawa. Pohon ini umumnya tumbuh di hutan primer dan memiliki sifat musim
perbungaan raya seperti halnya pohon meranti, sehingga keruing akan berbunga dan
berbuah dalam jumlah banyak pada musim tertentu. Keruing dapat tumbuh diketinggian
400 mdpl dan kayunnya sering digunakan sebagai bahan mebel, industri perkapalan
serta industri kayu lapis. Daun keruing berbentuk jorong dengan ukuran panjang 35 cm
dan lebarnya 20 cm serta tersusun secara berseling pada cabang. Ujung pada daunnya
berbentuk tumpul dengan tepi beringgit. Ciri khas pada daun keruing yaitu pada bagian
bawah daunnya terlihat jelas pertulangan daun primer dan sekundernya dengan
membentuk sudut 45 derajat serta diantara tulang daun sekundernya terdapat lipatan
tepat ditengah. Pada bagian daun keruing terdapat organ tambahan berupa stipula yang
berbentuk bumbung dan ketika meluruh akan meninggalkan bekas seperti cincin. Bunga
keruing bertipe majemuk dan tersusun dalam karangan berbentuk tandan serta terletak
di ketiak daun (floss aksilaris). Kelopak dan mahkota bunganya ada 5 helai dengan
benang sari 15 sampai 36 tangkai serta 1 putik ditengahnya. Buah keruing bertipe
samara atau biasa disebut dengan buah bersayap. Sayap pada buahnya berjumlah 5 yaitu
terdiri dari 2 sayap besar dan 3 sayap kecil, sayap tersebut merupakan perkembangan
dari calix. Buah keruing memiliki diameter sekitar 2,5 cm. Batang pohon keruing lurus
berbentuk bulat gilig dan gemangnya biasanya berukuran lebih dari 150 cm hingga 260
cm serta memiliki tipe percabangan monopodial. Permukaan kulit batangnya kasar dan
berwarna kecoklatan. Karena batang pohonnya yang besar dan tinggi, kayu pohon
keruing banyak dimanfaatkan dalam dunia pertukangan dan cocok untuk konstruksi.
Ketahanan kayu keruing cukup tinggi dan termasuk ke dalam kayu kelas awet tingkat
II dan kelas kuat tingkat II. Selain dimanfaatkan kayunya, bagian lain dari tumbuhan
keruing juga bisa dimanfaatkan untuk minyak resin seperti dari getahnya.
Hopea mangarawan atau mempunyai nama lokal merawan. Merawan tersebar
luas diwilayah Indonesia umumnya didaerah Kalimantan, Sumatra, tetapi sudah banyak
juga ditanam di Jawa. Kayu merawan termasuk jenis langka dan sulit dicari. Kayu jenis
ini sekelas kayu tembesu dan kayu jati. Usianya dapat mencapai ratusan tahun dan
tahan terhadap rayap. Pada zaman dahulu, kayu ini digunakan untuk rumah panggung
oleh raja-raja Kesultanan Palembang. Saat ini kayu merawan banyak digunakan untuk
furnitur kelas satu. Teksturnya yang lembut membuat kayu merawan mudah diproses
dan diukir. Daun merawan bertipe tunggal dengan ukuran panjang 18 cm dan lebar 5
cm sehingga daunnya dapat dikatakan berbentuk bulat telur serta tersusun secara
berseling pada cabang. Ujung daunnya berbentuk runcing dan tepinya bergelombang.
Pangkal daunnya berbentuk membulat serta pada permukaan atas dan bawah daunnya
berwarna hijau mengkilap. Memiliki pertulangan daun menyirip dan disudut pertemuan
antara tulang daun primer dan sekundernya terdapat domatia ( rongga kecil pada daun
yang terbentuk secara alami dan biasanya ditempati oleh serangga). Pada merawan juga
terdapat organ tambahan berupa stipula. Bunga merawan bertipe majemuk dan tersusun
dalam karangan berbentuk malai serta terletak di ketiak daun (floss aksilaris). Bunganya
memiliki mahkota dan kelopak yang sama yaitu 5 helai serta memiliki benang sari
berjumlah 10 tangkai dan 1 putik ditengahnya. Buah merawan sama seperti buah
keruing, bertipe samara atau biasa disebut dengan buah bersayap. Sayap pada buahnya
berjumlah 5 yaitu terdiri dari 2 sayap besar dan 3 sayap kecil, sayap tersebut merupakan
perkembangan dari calix dengan ukuran diameter 0,5 cm. Batang merawan berbentuk
silindris dengan tipe percabangan monopodial serta dapat tumbuh hingga 50 meter
dengan diameter lebih dari 1 meter. Permukaan kulitnya kasar serta memiliki retakan
panjang berbentuk longitudinal. Pada bagian dalam batangnya berwarna coklat
kemerahan dan bagian luarnya berwarna keabuan. Pohon merawan memiliki organ
tambahan berupa akar banir besar yang berukuran 1 hingga 3 meter. Merawan memiliki
kayu yang kuat sehingga sering digunakan sebagai bahan bangunan, di industry
perkapalan serta furniture.
Shorea selanica atau mempunyai nama local yaitu meranti merah. Meranti
merah biasanya terdapat di hutan primer atau hutan yang masih perawan di daerah
Kalimantan. Jenis meranti merah cukup adaptif dan tidak memerlukan tempat khusus
untuk tumbuh, namun pertumbuhan tidak akan maksimal pada jenis tanah liat.
Ketinggian yang cocok adalah 0 sampai 800 mdpl pada tipe iklim A hingga D.
Pertumbuhan bunga dan buah meranti merah terjadi sepanjang tahun dan akan masak
sekitar bulan Mei sampai Desember. Daun meranti merah berbentuk bulat telur hingga
jorong dengan ukuran panjang 15 cm dan lebarnya 7,5 cm serta tersusun secara
berseling pada cabang. Ujung pada daunnya berbentuk meruncing dengan tepi rata.
Pangkal daunnya berbentuk membulat serta pertulangan daunnya menyirip. Bunga
meranti merah juga bertipe majemuk dan tersusun dalam karangan berbentuk tandan
serta terletak di ketiak daun (floss aksilaris). Bunganya berwarna kekuningan dan
memiliki mahkota dan kelopak yang sama yaitu 5 helai. Buah meranti merah bertipe
samara atau biasa disebut dengan buah bersayap. Buah meranti merah agak berbeda
dengan buah keruing dan merawan, sayap pada buahnya berjumlah 5 tetapi terdiri dari
3 sayap besar dan 2 sayap kecil. Batang meranti merah berbentuk silindris dengan tipe
percabangan monopodial. Meranti merah umumnya tumbuh hingga ketinggian 5 meter
dengan diameter batang 100 cm dan batang bebas cabang sekitar 30 meter. Batang
pohonnya berbanir kisaran 2,5 meter dari permukaan tanah dengan kulit pohon
berwarna kelabu cokelat setebal 0,5 cm. Permukaan kulit batangnya terdapat retakan
longitudinal, bersisik serta beralur dangkal. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti
merah dapat digolongkan dalam kelas kuat II-IV; sedangkan keawetannya tergolong
dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak
dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah.
Namun kayu meranti merah cukup mudah diawetkan dengan menggunakan campuran
minyak diesel dengan kreosot. Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panil
kayu untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel, perabot rumah tangga, mainan,
peti mati dan lain-lain. Kayu meranti merah-tua yang lebih berat biasa digunakan untuk
konstruksi sedang sampai berat, balok, kasau, kusen pintu-pintu dan jendela, papan
lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu. Meranti merah baik pula untuk
membuat kayu olahan seperti papan partikel, harbor, dan venir untuk kayu lapis. Selain
itu, kayu ini cocok untuk dijadikan bubur kayu, bahan pembuatan kertas. Di samping
menghasilkan kayu, hampir semua meranti merah menghasilkan damar, yakni sejenis
resin yang keluar dari batang atau pepagan yang dilukai. Damar keluar dalam bentuk
cairan kental berwarna kelabu, yang pada akhirnya akan mengeras dalam warna
kekuningan, kemerahan atau kecoklatan, atau lebih gelap lagi.
Shorea platyclados atau biasa disebut dengan meranti batu. Ada banyak
sebutan dari tumbuhan ini seperti meranti batu karena jika batangnya ditaruh diair tidak
akan langsung mengapung tetapi masih melayang di dalam air lalu juga disebut dengan
meranti bukit karena sering ditemui dibukit bukit kemudian ada juga yang menyebutnya
dengan meranti merah tua karena berwarna merah tua, warna merahnya melibihi warna
meranti merah. Kayu dari meranti batu ini sangat kuat sehingga sering digunakan dalam
industry perkapalan dan bahan bangunan. Daun meranti batu bertipe tunggal dengan
ukuran panjang 12,5 cm dan lebar 3,5 cm sehingga daunnya berbentuk lanset. Daun
tersusun secara berseling dengan pangkal daun berbentuk tumpul. Ujung daunnya
berbentuk runcing dan bertepi rata serta memiliki pertulangan daun menyirip. Ciri khas
daun meranti batu adalah tulang daun primernya menonjol tajam keluar sehingga sangat
terlihat serta cabangnya berbentuk pipih. Pada meranti batu juga terdapat daun
penumpu atau biasa disebut dengan stipula. Bunga meranti batu u bertipe majemuk dan
tersusun dalam karangan berbentuk malai serta terletak di ketiak daun (floss aksilaris).
Bunganya memiliki mahkota dan kelopak yang sama yaitu 5 helai. Buah meranti batu
hampir sama dengan dengan buah meranti merah yaitu sayap pada buahnya berjumlah
5 tetapi terdiri dari 3 sayap besar dan 2 sayap kecil. Batang meranti merah berbentuk
silindris dengan tipe percabangan monopodial. Batangnya dapat mencapai diameter 140
cm dengan akar banir besar berukuran 80 cm. Permukaan kulitnya berwarna coklat
kehitaman serta memiliki alur dangkal.
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa family
Dipterocarpaceae memiliki kayu yang kuat sehingga sering digunakan diindustri
perkapalan, bahan bangunan, mebel. kemudian ciri umum pada keempat spesies diatas
yaitu bertipe daun tunggal, duduk daunnya berseling, buahnya bertipe samara, memiliki
kelopak bunga 5 dan mahkota bunga 5, batangnya lurus.
III. JENIS LAINNYA
• Resak Rawa (Vatica pauciflora)
• Chengal Kampung (Hopea odorata)
• Cengal (Neobalanocarpus heimii)
• Kapur (Dryobalanops aromatica)
FAMILY DIPTEROCARPACEACE
No Sifat Morfologis
Keruing Merawan Meranti Merah Meranti Batu Resak Rawa Chengal Kampung Cengal Kapur
Nama Ilmiah Dipterocarpus sp. Hopea mangarawan Shorea selanica Shorea platyclados Vatica pauciflora Hopea odorata Neobalanocarpus heimii Dryobalanops aromatica
1 Daun
Tipe (tunggal/majemuk) Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal
Bentuk Jorong Bulat telur Bulat telur hingga jorong Lanset Lanset Bulat telur Bulat telur sampai oblong Bulat telur hingga Jorong
Susunan tulang daun
Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip Menyirip
sekunder
Bentuk ujung daun Tumpul Runcing Meruncing Runcing Meruncing Runcing Meruncing Meruncing
Tepi daun Beringgit Bergelombang Rata Rata Rata Rata Rata Rata
Duduk daun Berseling Berseling Berseling Berseling Berseling Berseling Berseling Berseling
Ukuran helaian daun
Panjang (cm) 35 cm 18 cm 15 cm 12,5 cm 20 cm 10 cm 8-15 cm 10 cm
Lebar (cm) 20 cm 5 cm 7,5 cm 3,5 cm 6 cm 4 cm 2-5 cm 5 cm
Tipe daun majemuk
(menyirip/menjari)
Jumlah pasangan sirip
(bila ada)
Susunan anak daun
(berseling/berhadapan)
Jumlah anak daun
Duduk daun pada anak
cabang
2 Perbungaan dan Susunan
Bunga
Tipe perbungaan Majemuk Majemuk Majemuk Majemuk Majemuk Majemuk Majemuk Majemuk
Bentuk karangan bunga Tandan Malai Rata Tandan Malai Malai Malai Malai Malai
Letak perbungaan Axsilaris Axsilaris Axsilaris Axsilaris Axsilaris Axsilaris Axsilaris Axsilaris
Simetri Aktinomorf Asimetris Aktinomorf Aktinomorf Aktinomorf Asimetris Asimetris Asimetris
Jumlah kelopak 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar
Jumlah mahkota 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar 5 lembar
jumlah benang sari 15-36 tangkai 10 tangkai Tidak terhingga Tidak terhingga Tidak terhingga 10 tangkai Tak terhingga 30 tangkai
Jumlah putik 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai 1 tangkai
Rumus bunga ♂♀Ca5Co5A36G1 ♂♀Ca5Co5A10G1 ♂♀Ca5Co5A∞G1 ♂♀Ca5Co5A∞G1 ♂♀Ca5Co5A∞G1 ♂♀Ca5Co5A10G1 ♂♀Ca5Co5A∞G1 ♂♀Ca5Co5A30G1
3 Buah
Tipe buah Samara Samara Samara Samara Nux Samara Nux Samara
Ukuran buah
Panjang (cm) 2,5 cm 7 mm 1 cm 1 cm 3 cm 1 cm 1 cm 1 cm
Lebar (cm) 2,5 cm 0,5 mm 1 cm 1 cm 3 cm 1 cm 1 cm 1 cm
4 Kulit Pohon
Permukaan kulit Kasar, ada bekas-bekas daun
Kasar, retakan longitudinal Kasar, retakan longitudinal Kasar, bersisik Kasar Kasar, retakan longitudinal Kasar, retakan longitudinal Kasar, bersisik
penumpu
Pengelupasan kulit Tidak mengelupas Tidak mengelupas Tidak mengelupas Kotak-kotak Tidak mengelupas Tidak mengelupas Tidak mengelupas Kotak-kotak
Alur Tidak beralur Tidak beralur Dangkal Dangkal memanjang Tidak beralur Tidak beralur Dangkal Dangkal
5 Organ tambahan Ada stipula (daun penumpu) Batang banir (1-3 m) Batang banir Batang banir Ada stipula (daun penumpu) Ada stipula (daun penumpu)
Sayap pada biji berjumlah 5 Ada stipula (daun penumpu) Sayap pada biji berjumlah 5 Sayap pada biji berjumlah 5
Ada domatia pada permukaan
bawah daun ada stipula
Sayap pada biji berjumlah 5
IV. DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid H, Marfuah, Wijaya Kusuma dan Hendarsyah. 1991. Vamedicum
Dipterocarpaceae. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan, Departemen
Kehutanan, Jakarta.

Ashton, P.S. 1982. Dipterocarpaceae. Flora Malesiana Series I-


Spermathopyta, Vol.9, Part 2. Sijthoff & Noordhoff International Publishers, Alphen
aan den Rijn. The Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai