Anda di halaman 1dari 9

Tugas Paper Lima Review

Jurnal Produktivitas Hutan


Oleh :
Anggi Nurhafizhah Alang (M012212007)

Analisis Produktivitas Sebagai Salah Satu


Indicator Kesehatan Hutan
Oleh : Siti Fauziah Rocjmah, Rhamat Safea, Afif Bintoro, Hari Kaskoyo. 2020. Vol.4(2).

Salah satu tanaman yang sangat diminati dalam industry perkayuan


adalah jati (Tectona grandis), tegakan jati adalah salah satu tegakan yang di

budidayakan oleh masyarakat provinsi lampung pada areal Hutan Rakyat.


Hutan Rakyat di daerah tersebut memiliki produktivitas sangat tinggi

apabila dilihat dari pertumbuhan diameter dan tinggi pohonnya. Tingginya


produktivitas hutan rakyat jati di kecamatan Natar, Lampung dikarenakan

bibit yang diperoleh berasal dari permudaan Vegetatif berupa stek pucuk,
yang diperoleh dari kebun benih atau hutan kulon di Jawa Tengah

(Perhutani). Bibit yang di peroleh dari variasi bibit yang unggul akan
membawa variasi genetic total untuk meningkatkan produksi, karena

kinerja genotype yang baik dari induknya akan dapat diulangu secara
konsisten pada keturunan selanjutnya.

Page | 1
Tinggi rendahnya produktivitas hutan rakyat jatu menunjukan tingkat

keberhasilan pengelolaan hutan rakyat. Pemantauan kondisi Kesehatan


ekosistem hutan menggunakan Forest Health Monitoring (FHM), selain dari

pada itu Kesehatan hutan dapat dijadikan sebagai bentuk pengendalian


untuk menjalankan fungsi utama hutan. Hutan Rakyat Jati menerapkan pola

penanaman monokultur tanpa adanya serasa hutan.

Produktivitas Penebangan dan Penyaradan


Kayu di Hutan Alam
Oleh : Sona Suhartana dan Yuniawati, 2019. Vol.7(3)

Pemanfaatan kayu di hutan produksi alam bertujuan untuk


memanfaatkan hasil hutan kayu sehingga diperoleh manfaat bagi

kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.


Pemanfaatan kayu tersebut sampai saat ini diserahkan pengelolaannya oleh

pengusahaan hutan alam dengan perolehan ijin pengelolaan IUPHHK-HA,


tetapi dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan luasan izin yang

diikuti oleh penurunan produksi kayu dari hutan alam. Hal ini
mengindikasikan bahwa belum maksimalnya pemanfaatan hasil hutan

berupa kayu.
Pengelolaan hutan di Indonesia menganut prinsip kelestarian dengan

mengusahakan agar perolehan hasil tetap maksimal. Prinsip kelestarian

Page | 2
tersebut menghendaki adanya hasil yang terus menerus dan sedapat

mungkin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan prinsip


maksimal merupakan dasar yang dipakai untuk memanfaatkan sumberdaya

hutan secara optimal. Prinsip kelestarian dapat terjamin, jika volume yang
ditebang selama waktu tertentu harus sama dengan volume kayu yang

tumbuh dalam waktu yang sama.


Peningkatan pemanenan kayu dapat meningkat secara berkala

apabila memiliki produktivitas tinggi sehingga biaya pemanenan kayu


menjadi rendah. Dengan serangkaian produksi yaitu penyaradan,

penebangan, muat bongkar dan pengangkutan. Tahapan tersebut


kemudian harus bersinergi, jika tidak akan mengakibatkan kayu putus

ditengah jalan dan mengakibatkan terhambatnya kegiatan produksi


dibarengi bertambahnya biaya produksi.

Produktivttas merupakan hasil kerja suatu kegiatan dalam waktu


tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dimensi kayu,

waktu kerja, jarak sarad, keterampilan kerja, dan kondisi lapangan.


Produktivitas kerja pemanenan kayu erat kaitannya dengan biaya

pemanenan. Semakin besar produktivitas, semakin rendah biaya


pemanenan, demikian juga sebaliknya

Page | 3
Analisis Produktivitas dan Efisiensi Hutan
Tanaman Industri dalam Produksi Kayu
Bulat di Indonesia
Oleh : Ahmad Yani, 2019. Vol.4(2).

Produktivitas dan efisiensi merupakan masalah penting dalam


sebuah kegiatan usaha, begitu juga dalam kegiatan industri kehutanan.

erdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, produksi kayu bulat yang
dihasilkan perusahaan HTI terus meningkat setiap tahunnya. Tahun

2017 produksinya mencapailebih dari 36 juta meter kubik.


Tujuan dari penulisan untuk melihat bagaimana luas lahan yang

digunakan untuk budidaya tanaman kehutanan dan jumlah tenaga


kerja lapangan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi terhadap

produksi yang dihasilkan. Produksi sejak 2002 produksi kayu bulat terus
meningkatjumlahnya. Tahun 2002 produksinya hanya sekitas 4 juta

meter kubin lebih. Sekarang Pada 2017 mencapai kurang lebih 36,24
juta meter kubik. Dibanding produksi tahun 2016 meningkat sebesar

29 persenlebih .
Produksi kayu bulat mengalami lonjakan yang signifikan mulai dari

tahun 2014, yaitu dari 16,8 juta meter kubik menjadi 36 jutalebih meter
kubik, naik 100 persen lebih. (115,62 %).Kenaikan produksi kayu bulat.

Seiring dengan naiknya jumlah luas lahan yang dikuasai perusahaan

Page | 4
HTI untuk membudidayakan tanaman. Secara parsial, uji statistik dengan

tingkat kepercayaan 5 persen menunjukkan bahwa :


 Faktor luas lahan budidaya berpengaruh secara nyata dan positif

terhadap jumlah produksi kayu bulat.


 Faktor tenaga kerja lapangan berpengaruh positif akan tetapi

tidak signifikan terhadap jumlah produksi kayu bulat.


Temuan dari hasil analisis regresidi atas menunjukkan bahwa

produktivitas dan efisiensi produksi kayu bulat mengalami


peningkatan.Dari sisi tenaga kerja lapangan, dimana 1 orang akan

meningkatkan lebih 256 meter kubik kayu bulat.

Produktivitas, Efisiensi dan Biaya


Penebangan Silvikultur Intensif Pada Satu
Perusahaan di Kalimantan Timur
Oleh : Dulsalam, Sukadaryati & Yuniawati, 2018. Vol.36(1)

Potensi hutan alam di Indonesia cenderung menurun ditinjau dari

segi produksi kayu dan keragaman hayati. Untuk meningkatkan produksi


hasil hutan terutama kayu dari hutan tersebut diperlukan efisiensi dalam

pemanenan kayu. Upaya untuk meningkatkan produksi kayu telah


dilakukan sejak tahun 2005 ketika Kementerian Kehutanan mengenalkan

sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).

Page | 5
Sistem ini menerapkan penebangan dengan sistem tebang pilih dan

penanaman pengayaan (enrichment planting) dengan penanaman jalur


(strip planting) dengan teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Metode ini

dilakukan dengan cara membuka jalur tanam selebar tiga meter (menebang
tanaman dengan sistem lorong/jalur untuk kegiatan penanaman) dengan

jarak tanam dalam jalur untuk Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan
TPTII/TPTJ dengan teknik SILIN masing-masing 5 m dan 2,5 m, dan jarak

antar jalur untuk TPTJ dan TPTII/ TPTJ Intensif masing-masing 25 m dan 20
m.

Potensi pertumbuhan riap dengan menggunakan teknik SILIN relatif


tinggi sehingga produksi kayu bulat dapat meningkat. Mengingat

produktivitas pemanenan kayu beragam menurut sistem silvikultur yang


diterapkan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan

pemanenan kayu terutama penebangan pohon pada sistem TPTII. Evaluasi


efektivitas pelaksanaan pemanenan kayu terutama meliputi aspek

produktivitas, efisiensi dan biaya penebangan. Ketiga aspek ini cukup


penting artinya bagi pencapaian target produksi kayu dalam kegiatan

penebangan.
Efisiensi penebangan merupakan indikator besarnya nilai faktor

eksploitasi. Makin tinggi efisiensi penebangan makin tinggi pula nilai faktor
eksploitasi demikian juga sebaliknya. Produktivitas rata-rata penebangan

secara konvensional (36,24 m3 /jam) lebih tinggi dibandingkan dengan


produktivitas rata-rata penebangan berdampak rendah (32,8 m3 / jam).

Page | 6
Biaya penebangan rata-rata pada teknik penebangan secara konvensional

(Rp 1.893,-/ m3 ) lebih rendah bila dibandingkan dengan biaya rata-rata


penebangan berdampak rendah (Rp 2.104,-/m3 ). Efisiensi rata-rata

penebangan dengan teknik penebangan berdampak rendah (89,36%) lebih


tinggi dibandingkan dengan efisiensi rata-rata penebangan secara

konvensional (86,56%). Rendahnya produktivitas dan tingginya biaya


penebangan berdampak rendah dapat dikompensasi melalui pertambahan

nilai yang diperoleh dari peningkatan efisiensi pemanfaatan kayu. Teknik


penebangan berdampak rendah disarankan untuk dapat

diimplementasikan di lapangan.

Analisis Biaya Pemanenan dan


Produktivitas Produksi Kayu Ekaliptus
Oleh : Jesica Santa Ferma, Emy Sadjati dan Muhammad Ikhwan. 2019. Vol.14(2).

Hutan tanaman industri (HTI) adalah hutan produksi yang memiliki


jenis tanaman monokultur (1 jenis), dimana membutuhkan waktu hingga 5

tahun sampai tanaman tersebut siap untuk dipanen. Sebelum kegiatan


pemanenan dilakukan maka perlu analisis biaya pemanenan, dimana

tujuannya untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh oleh


perusahaan. Pengelolaan hutan tanaman industri memiliki tahapan yang

sama dengan hutan tanaman pada umumnya, yaitu dimulai dari penyiapan
benih sampai pada akhirnya kayu tersebut dipanen. Pemanenan hasil hutan

Page | 7
merupakan suatu usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan

pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan dikeluarkan dari hutan
untuk kemudian dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.

Dalam kegiatan pemanenan kayu, hal yang perlu diperhatikan adalah


arah rebah yang benar sehingga pemanfaatan kayu lebih efisien dan biaya

yang dikeluarkan menjadi lebih rendah. pengambilan contoh dilakukan


pada tegakan ekaliptus pada umur 5 tahun yang sedang dipanen. Pada

pengambilan unit contoh yang terpilih akan dilakukan pengamatan serta


penghitungan volume kayu, lamanya waktu kerja alat serta lama kerja

pemanenan yang dimulai dari penebangan sampai pada pengangkutan.


Penentuan contoh pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling. Data yang diperoleh pada kegiatan pemanenan di lapangan


seperti diameter pangkal sampai ujung kayu dan panjang kayu untuk

menghitung produktivitas produksi kayu ekaliptus.


Hasil pengamatan di lapangan dan hasil perhitungan yang telah

peneliti lakukan di HTI PT. PSPI Distrik Petapahan, ada 7 komponen yang
diperhatikan dalam aspek produktivitas pemanenan yaitu penebangan,

pembagian batang. penumpukan, pengupasan, penyaradan, bongkar muat


sarad dan pemuatan ke truk. Dari 7 kegiatan dalam pemanenan, waktu

tercepat adalah pada saat bongkar muat sarad dimana waktu yang
diperlukan sekitar 13 menit 54 detik. Untuk produktivitas dari kegiatan

pemanenan, total keseluruhan produktivitas adalah 197,06 m3 /jam,

Page | 8
dimana produktivitas tertinggi sebesar 49,61 m3 /jam (bongkar muat sarad)

dan terendah sebesar 12,40 m 3 /jam (pemuatan ke truk).

Page | 9

Anda mungkin juga menyukai