Anda di halaman 1dari 4

Silvikultur Intensif untuk

Produktivitas Hutan yang Optimal

Apa dan mengapa Silvikultur Intensif?


Silvikultur Intensif (selanjutnya disingkat SILIN) merupakan salah satu teknik budidaya dalam pengelolaan
hutan, khususnya hutan produksi (baik hutan alam maupun hutan tanaman). SILIN disebut sebagai teknik
budidaya yang tidak hanya menyederhanakan pemeliharaan tutupan hutan namun juga meningkatkan
nilai atau volume tebangan [1]. Di Indonesia, SILIN muncul pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.65
Tahun 2014 (perubahan atas P.11 Tahun 2009) tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Peman-
faatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Peraturan ini kemudian dicabut dengan berlakunya Peratur-
an Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. SILIN disebut
sebagai solusi yang dapat meningkatkan produktivitas agar bisnis kehutanan normal dan berkelanjutan,
setara dengan bisnis lain dalam hal menggaji karyawan dengan layak dan penyerapan tenaga kerja, serta
menciptakan produk hasil hutan baru [2].

Kondisi hutan alam produksi yang cenderung semakin rusak [3] serta pelaksanaan sistem budidaya yang
dianggap belum mampu mengimbangi peningkatan laju kebutuhan kayu akibat penurunan produksi serta
penurunan luas dan kualitas hutan produksi [4] disebut menjadi latar belakang penerapan SILIN. Sebagai
contoh, petani Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencoba
memenuhi peningkatan permintaan pasar terhadap kayu Jati (Tectona grandis) dengan meningkatkan luas
dan produksi hutan rakyat. Namun teknik budidaya konvensional yang digunakan petani Hutan Rakyat
menyebabkan kualitas dan harga jual kayu yang dihasilkan masih jauh lebih rendah dibandingkan kayu jati
dari Perum Perhutani [5]. SILIN menggabungkan 3 (tiga) elemen utama dalam teknik budidaya hutan yaitu:
1 Penggunaan bibit unggul;
2 Manipulasi lingkungan (untuk menyediakan sinar matahari yang optimal dan tanah yang subur); serta
3 Pengendalian hama terpadu [6].

Penggunaan bibit yang bergenetik unggul dan ditanam pada kondisi yang optimal mampu menghasilkan
produk hutan dengan kualitas unggul, harga kompetitif, serta penggunaan lahan hutan yang efisien dan
berkelanjutan [7].
Gambar 1. Ilustrasi penerapan teknik Silvikultur Intensif

Bibit Unggul

SILIN

Manipulasi Pengendalian
Lingkungan Hama Terpadu

Manfaat dan Kendala


Sejak tahun 2005, SILIN telah diuji coba di 6 (enam) perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur [4].
Evaluasi terhadap pelaksanaan uji coba teknik SILIN menunjukkan bahwa, meskipun membutuhkan biaya
yang lebih besar untuk kegiatan awal pembangunan hutan yang intensif, namun teknik budidaya ini dapat
meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman [3]. Biaya investasi dalam pelaksanaan sistem budidaya
menggunakan teknik SILIN masih dalam nilai wajar karena biaya per hektarnya mampu memenuhi biaya
operasional, tenaga kerja, dan pemeliharaan tanaman [4].

Penggunaan teknik SILIN di perusahaan juga berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja dan
pendapatan masyarakat lokal, baik yang terlibat langsung dalam kegiatan teknik budidaya maupun yang
menyediakan fasilitas bagi pekerja pendatang [4]. Penyerapan tenaga kerja dan kegiatan yang intensif di
sekitar hutan menyebabkan menurunnya kegiatan penebangan liar di areal izin perusahaan [3]. Selain itu,
penelitian terhadap komunitas burung bawah tajuk di areal perusahaan yang menerapkan SILIN menunjuk-
kan kemampuan lebih baik dalam menopang keragaman jenis burung dibanding areal yang tidak menerap-
kan SILIN [8].

Dalam pelaksanaan budidaya tanaman hutan dengan teknik SILIN diperlukan panduan untuk membantu
pengelola atau petani hutan. Beberapa panduan budidaya tanaman hutan dengan teknik SILIN telah
disusun, misalnya panduan teknik SILIN pada Hutan Rakyat dengan jenis utama Jati [9]. Panduan tersebut
menjadi penting terutama untuk membantu petani pengelola hutan dalam meningkatkan mutu dan jumlah
kayu yang dihasilkan. Panduan teknik SILIN secara umum sudah tersedia, namun diperlukan panduan
khusus untuk jenis tanaman tertentu. Selain itu, kendala utama dalam pelaksanaan teknik SILIN dengan
skala luas antara lain adalah tersedianya sumber daya manusia yang terampil, dana yang cukup, serta
dukungan riset yang berkelanjutan. Termasuk riset berkelanjutan mengenai pemuliaan jenis tanaman
untuk menghasilkan benih unggul, formula yang tepat dalam manipulasi lingkungan, serta pengendalian
hama terpadu agar terjadi keseimbangan antara hama dan predatornya [2].
Silvikultur Intensif di HTR dan kaitannya dengan SVLK

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) pada dasarnya bertujuan untuk penyerapan tenaga kerja dan
mendukung industri kayu dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan kayu yang tidak dapat dipenuhi oleh
IUPHHK-HA. Pembangunan HTR harus menerapkan sistem silvikultur dengan menerapkan serangkaian
perlakuan yang terencana terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Ditambah lagi dengan
menerapkan teknik Silvikultur Intensif yaitu menanam tanaman yang berasal dari benih unggul, melakukan
manipulasi lingkungan, dan pengendalian hama terpadu akan menghasilkan kayu yang berkualitas,
produktivitas tinggi, dan kontinuitas hasil yang jelas. Hasil kayu HTR yang berkualitas tentunya akan disam-
but baik oleh pasar, baik pasar dalam negeri atau pasar luar negeri.

Selanjutnya dalam penjualan produk hasil hutan khususnya kayu, petani HTR perlu memiliki Sertifikat
Legalitas (S-Legalitas) sebagai bukti bahwa produk kayu yang dihasilkan telah memenuhi standar legalitas
dan kelestarian hasil hutan. S-Legalitas didapatkan melalui penilaian Sistem Verifikasi Legalitas dan Kele-
starian (SVLK) dimana pedoman, standar, dan tata cara penilaiannya diatur oleh Men-LHK melalui Keputu-
san Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Dirjen PHPL) No. SK 62 Tahun 2020. Petani HTR
perlu memenuhi 5 (lima) prinsip standar penilaian dimana pada prinsip kedua disebutkan bahwa petani
HTR perlu memenuhi sistem dan prosedur penebangan yang sah. Kriteria dan indikator yang digunakan
dalam penilaian prinsip ini adalah adanya Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) dan Rencana
Kerja Tahunan (RKT) yang disahkan oleh pihak berwenang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam aturan yang berlaku saat ini yaitu peraturan
Men-LHK No.8 Tahun 2021, SILIN menjadi teknik budidaya yang digunakan dalam penerapan Sistem
Silvikultur serta rencana pelaksanaannya perlu dicantumkan dalam RKUPH. Kemudian RKUPH menjadi
salah satu indikator penilaian SVLK. Oleh karena itu, untuk memenuhi prinsip penilaian SVLK, petani HTR
perlu menerapkan teknik SILIN dalam pengelolaan hutan. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa aturan
yang berlaku saat ini mencoba untuk mengharmonikan tata cara pelaksanaan pengelolaan hutan dengan
prinsip penilaiannya untuk mencapai kelestarian produksi hasil hutan.
Silvikultur Intensif
dan Sertifikasi Kelompok
Pedoman mengenai penerapan teknik SILIN dilampirkan
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. 8 Tahun 2021. Ruang lingkup pedoman teknik SILIN dian-
taranya meliputi penerapan tapak, pengadaan bibit, penyia-
pan lahan dan pembuatan lubang tanam, penanaman, peme-
liharaan, pengelolaan organisme pengganggu tanaman
berbasis ekosistem, serta pemanenan tanaman. Yang mem-
bedakan teknik SILIN dengan teknik budidaya konvensional
terutama adalah penggunaan bibit unggul melalui pemuliaan
pohon, manipulasi lingkungan, dan pengelolaan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) berbasis ekosistem. Pemuliaan
pohon merupakan strategi untuk memperoleh benih unggul
melalui seleksi genetik pohon yang memerlukan serangkaian
proses penelitian. Manipulasi lingkungan dilakukan untuk
memberikan kondisi pemungkin tanaman tumbuh optimal
melalui pengaturan jarak tanam yang sesuai, penyiangan,
pemupukan, pendangiran, pembebasan, dan penjarangan. Pengelolaan OPT dilakukan dengan meminimal-
isir ancaman kerusakan hutan akibat OPT dengan memperhatikan kelestarian ekosistem. Hal ini juga
memerlukan serangkaian kegiatan pengamatan dan penelitian.

Penerapan teknik SILIN tentunya memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan teknik budi-
daya konvensional yang terkadang tidak perlu menggunakan bibit unggul dan perawatan tanaman yang
tidak intens. Namun hal ini sebanding dengan peningkatan produktivitas dan kualitas tanaman [3]. Oleh
karena itu, petani HTR yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) dapat bersama-sama dengan KTH
yang lain membentuk suatu lembaga atau kelompok gabungan antar KTH, seperti yang tengah dimulai di
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dan difasilitasi oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan
Produksi (KPHP) Unit XXII dan XXVI Kotawaringin Barat, PT. Korintiga Hutani, dan Yayasan Inobu. Selain
untuk memudahkan dalam proses sertifikasi termasuk SVLK, baik dalam hal teknis dan biaya, diharapkan
juga dengan bergabungnya KTH dapat memudahkan petani dalam hal akses modal dan pelatihan yang
berkaitan dengan penerapan SILIN. Misalnya pelatihan dan bantuan modal dalam pengadaan bibit unggul,
bantuan alat untuk perawatan tanaman seperti hand tractor untuk penggemburan tanah, pelatihan menge-
nai teknik penjarangan serta pengadaan alat misalnya gergaji dan gunting tanaman, bantuan pupuk organ-
ik, dan pelatihan pengelolaan OPT.

Daftar Pustaka
[1] Natural Resources Canada, Canadian Forestry Service. 1995. Silvicultural Terms in Canada (Second Edition (revised)), ISBN
0-662-61680-4 Cat. No. Fo42-170/1995 dalam Neil, S. An Argument for Intensive Forest Management. FAO (Internet akses: An
Argument for Intensive Forest Management (fao.org)).
[2] Soektjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif. Naskah Malam Orasi Penerima Anugerah Hamengku Buwono IX Dies Natalis ke-60 Univer-
sitas Gadjah Mada. (Internet akses: TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIVE : (ugm.ac.id)).
[3] Yuniati, D. 2011. Analisis Finansial dan Ekonomi Pembangunan Hutan Tanaman Dipterokarpa dengan Teknik SILIN (Studi Kasus PT.
Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Barat). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.8 No.4, Oktober 2011, 239-249.
[4] Karmilasanti., & Tien, W. 2018. Evaluasi Kegiatan Penerapan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dengan Teknik
Silvikultur Intensif (SILIN) di Kalimantan. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol.4 No.2, Desember 2018, 83-94.
[5] Wiyono., Puji, L., Rochmat, H., Silvi, N. O., Singgih, U., Eko, P., Agus, N., Prasetyo, N. Penerapan Teknik Silvikultur Intensif pada Penge-
lolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Pengabdian Masyarakat. Universitas Gadjah Mada. (Internet akses: (PDF) Pener-
apan Teknik Silvikultur Intensif Pada Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul (researchgate.net)).
[6] Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[7] Naiem, M. 2005. Upaya Peningkatan Kualitas Hutan Jati Rakyat dalam Mahfudz, Mirsatmanto A, dan Fauzi MA (eds). Prosiding
Pertemuan Forum Komunitas Jati IV: Pengembangan Benih Jati Unggul untuk Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat.
[8] Susilo, A.& Indra, A. S. L. P. Putri. 2016. Dampak Sistem Silvikultur Intensif (SILIN) terhadap Komunitas Burung Bawah Tajuk di PT.
Triwira Asta Bharata, Kaltim. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol.5 No.2, Agustus 2016: 135-149.
[9] Turchetto, F., Araujo, M. M., Tabaldi, L. A., Griebeler, A. M., Rorato, D. G., Berghetti, Á. L. P., ... & Sasso, V. M. 2020. Intensive silvicul-
tural practices drive the forest restoration in southern Brazil. Forest Ecology and Management, 473, 118325. (https://doi.org/10.1016/j.-
foreco.2020.118325).

Brief ini dibuat dengan dukungan Program FAO-EU FLEGT. Program ini didanai oleh
Badan Kerjasama Internasional Swedia, Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan
Pembangunan Inggris, dan Uni Eropa. Apapun yang dinyatakan disini tidak
mencerminkan pendapat resmi FAO, Badan Kerjasama Internasional Swedia, Kantor
Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris, atau Uni Eropa.

Anda mungkin juga menyukai