A . Pengertian
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah kawasan hutan produksi yang dikelola dan
diusahakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kehutanan. HTI merupakan
hutan tanaman yang ditanami dengan tanaman industri sejenis, terutama kayu.
HTI dibangun untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur intensif. HTI dikelola berdasarkan prinsip pemanfaatan yang
optimal, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alamiah. HTI
menjadi tumpuan produksi hasil hutan masa depan karena hutan produksi alam semakin
langka. HTI merupakan perkebunan kayu monokultur skala besar yang ditanam dan
dipanen untuk produksi bubur dan bubur kertas. Pohon-pohon seperti Eucalyptus dan
Akasia ditanam melebihi batas produktivitas alami. HTI juga mencegah pengambilan
kayu dari hutan alam yan dapat merusak lingkungan
Jika HTI adalah hutan produksi yang dikelola dan diusahakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri kehutan dan merupakan hutan tanaman yang ditanami
dengan tanaman industri sejenis, terutama kayu. Sedangkan hutan alam adalah hutan
yang vegetasinya telah tumbuh mencapai klimaks, tanpa atau sedikit campur tangan
manusia serta jenis tanaman yang beragam usia dan jenisnya.
Untuk waktu panen pohom akasia khusus untuk pabrik kertas sehingga pohon
yang baru berumur 3-5 tahun pun (diameter 15-20cm) sudah bisa ditebang. Pada 10 tahun
terakhir kayu Akasia sebagai bahan baku furniture atau dengan umur di atas 5 tahun.
Dan umtuk Eucalyptus dalam usia 5 tahun bisa dipanen dengan hasil kayu rata-rata
perpohon minimal 0,7 m3 atau diameter batang 30-35cm. Dalam 1 hektar bisa
menghasilkan kayu antara 430 s/d 440 m3.
Hasil industri dari hutan ini digunakan untuk membantu, menyediakan, dan memudahkan
manusia dalam berbagai lini bidang. HTI diberdayakan sebagai upaya untuk mencapai
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Secara spesifik, Direktorat Bina
Pembangunan Hutan Tanaman pada tahun 2009 menyatakan tujuan dibangunnya HTI
sebagai berikut:
F . Izin Pembentukan
Pihak yang ingin membentuk hutan tanaman industri pun harus memiliki izin dari
lembaga terkait.
Setelah mendapat izin pembentukan, pihak ini bisa mendapat hak pengusahaan sesuai
dengan PP No. 7 Tahun 1990 BAB V pasal 7-10 tentang Pemberian Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri.
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh kementerian LHK menyatakan bahwa pihak
yang dapat mendapatkan izin adalah badan usaha negara, swasta, dan koperasi. Pihak
yang telah mendapatkan izin oleh menteri akan mendapat jangka waktu selama 35 tahun
untuk mengusahakan hutan ini. Jangka waktu tersebut diperkirakan sudah sesuai dengan
daur tanaman pokok yang diusahakan. Adapun persyaratan mengenai izin pembentukan,
pengusahaan, atau perluasan HTI secara lengkap beserta alur, prosedur, waktu, dan biaya
dapat Anda akses pada link ini.
Persyaratan tersebut berupa persyaratan administrasi dan teknis atau proposal yang secara
singkat dijelaskan pada poin-poin berikut:
1 . Persyaratan Administrasi
Berikut ini persyaratan administrasi yang diperlukan:
2 . Persyaratan Teknis
Berikut ini persyaratan teknis yang diperlukan:
G . Dampak Lingkungan
Lebih dari sekadar memperkaya negara dengan hasil jumlah produksi yang meningkat,
hutan ini memiliki manfaat yang sangat banyak. Di antaranya adalah membantu
konservasi hutan, memperbaiki lahan dengan hutan produktif, dan membantu masyarakat
sekitar untuk meningkatkan perekonomiannya. Dampak lingkungan yang ditimbulkan
dari adanya hutan ini adalah semakin meningkatnya koleksi keanekaragaman hayati di
Indonesia. Tidak hanya memberi dampak positif bagi lingkungan, sayangnya kehadiran
HTI juga memberi dampak negatif salah satunya melalui fragmentasi hutan.
Melalui program kerja sama tersebut KPH Malang mendapatkan keuntungan 10 % dari
petani yang melakukan kegiatannya,selain itu KPH Malang juga masih melakukan riset
terhadap jenis tanaman yang dapat Tumbuh di bawah tegakan tersebut, untuk sekarang
Getah pinus merupakan penunjang ke 2 setelah kayu jati yang menjadi produk unggulan
,dan di dapat dengan cara di sadap.
Metode yang digunakan dalam penyadapan getah pinus di KPH Malang ada 2 yaitu
Metode quare dan metode sadapan bor.
Metode quare dan metode sadapan bor adalah dua teknik yang berbeda dalam
penyadapan getah pinus. Metode quare melibatkan pemasangan alat penyadap pada
batang pohon dan menunggu getah keluar secara alami.
Sementara itu, metode sadapan bor melibatkan penggunaan bor untuk membuat lubang
pada batang pohon dan menempatkan tabung di dalamnya untuk menampung getah.
Metode quare lebih ramah lingkungan karena tidak merusak pohon, sementara metode
sadapan bor dapat merusak pohon jika tidak dilakukan dengan benar.
a. Setelah batang pinus yang akan disadap bersih dari semak belukar, kemudian dilukai
dengan alat sadap yang disebut kedukul/pethel/kadukul dengan ukuran koakan
lebar ± 5 cm,tinggi 20-30 cm dan tebal ± 3 mm atau sampai menyentuh kayu bagian
dalam. Arah koakan vertikal sehingga getah dapat mengalir kebawah menuju
tempat penampungan getah.
Ada 2 metode Metode quare, real,dan sadapan bor Metode yg efektif adalah
metode quare yang dibuat 20 cm dari permukaan tanah Tujuan nya meminim getah dari
debu dalam satu tahun 60 cm dalam satu bulan maksimal 4 quare. Sedangkan,
Stimulan: merangsang getah pinus agar tidak beku dan getah bisa lancar mengalir
Bekerja sama dengan Imdh Kondurugem (gelah di olah menjadi bahan terpentim
(minyak cat) dan kondurupem (Kosmetik,sabun, bahan pembersih).
Beberapa singkatan dalam pengelolaan hutan