Anda di halaman 1dari 30

BAHAN AJAR

KEWIRAUSAHAAN

Disampaikan pada
Diklat Pembentukan Penyuluh Kehutanan Ahli

DISUSUN OLEH :

TIM WIDYAISWARA

BALAI DIKLAT LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


MAKASSAR KERJASAMA DENGAN DINAS KEHUTANAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2019

0
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan).
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, peran-peran penyuluh
kehutanan yaitu sebagai pendamping masyarakat, sebagai penggerak
masyarakat, sebagai pengawal keberhasilan pembangunan masyarakat dan
sebagai pengaman asset Negara berupa hutan. Salah satu upaya dalam
pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kesadaran dan
membangun semangat masyarakat dalam hal kewirausahaan dan kemitraan
usaha terutama yang berkaitan dengan bidang kehutanan. Kegiatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari suatu produk yang pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
sekaligus meningkatkan kesadaran dalam kelestarian hutan.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Penyuluh Kehutanan
diharapkan mampu bermitra dengan masyarakat. Untuk membangun
kemitraan, Penyuluh Kehutanan memerlukan kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan memahami kebutuhan masyarakat.
B. Deskripsi Singkat
Mata diklat ini membekali para penyuluh kehutanan ahli terkait dengan
keterampilan dalam menumbuhkembangkan semangat kewirausahaan dan
kemitraan usaha, penyuluh kehutanan harus mampu mengidentifikasi pelaku
utama dan pelaku usaha serta permasalahan usaha dibidang kehutanan,

1
system agribisnis usaha bidang kehutanan, prinsip-prinsip kemitraan usaha
serta cara membangun dan menguatkan kemitraan.
C. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta mampu
menumbuhkan kembangkan semangat kewirausahaan dan kemitraan dalam
pelaksanaan kegiatan usaha di bidang kehutanan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.
D. Indikator Keberhasilan
Setelah selesai mengikuti mata diklat peserta dapat :
1. Mengidentifikasi pelaku utama dan pelaku usaha serta permasalahan
usaha dibidang kehutanan.
2. Menjelaskan sistem agribisnis usaha bidang kehutanan.
3. Menjelaskan prinsip-prinsip kemitraan usaha.
4. Menjelaskan cara membangun dan menguatkan kemitraan.
5. Menjelaskan cara menyususn proposal pembangunan kehutanan.

2
BAB II. PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA
DI BIDANG KEHUTANAN
A. Pelaku Utama dan Pelaku Usaha
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disebutkan bahwa pelaku
utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani,
pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta
keluarga intinya. Pelaku usaha adalah perorangan warganegara Indonesia
atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola
usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan. Pelaku usaha dalam bidang
Kehutanan adalah badan usaha (pemerintah dan swasta), kelompok
masyarakat dan perorangan yang melakukan bisnis di bidang kehutanan.
Pada umumnya pelaku usaha dalam bidang kehutanan pada kawasan
hutan negara melalui pemberian ijin usaha di bidang kehutanan diberikan
oleh pemerintah kepada perusahaan berbadan hukum seperti BUMN, BUMD,
Badan Usaha Milik Desa (BUM Des), Koperasi, Swasta dalam negeri ataupun
luar negeri, bahkan kelompok tani atau perorangan terutama yang ada di
sekitar hutan yang mempunyai peran penting dalam kelestarian hutan.
Pengembangan usaha bidang kehutanan ada tiga yaitu usaha
pengelolaan hasil hutan berupa kayu, hasil hutan non kayu serta
pengembangan usaha jasa lingkungan. Pengelolaan usaha hasil hutan kayu
dan non kayu serta jasa lingkungan dihasilkan dari hutan negara (hutan
produksi dan hutan lindung) maupun hutan milik (hutan rakyat, hutan adat).
Pengembangan usaha hasil hutan kayu dilakukan dengan pemberian ijin
kepada pelaku usaha bidang kehutanan untuk memproduksi kayu terutama
pada kawasan hutan produksi baik berupa hutan alam maupun hutan
tanaman. Sedangkan pemberian ijin untuk mengelola hasil hutan bukan kayu
dapat dilakukan pada hutan produksi dan hutan lindung. Pemberian ijin
untuk jasa lingkungan berupa pemanfaatan sumber air dan untuk pariwisata

3
dapat diberikan pada hutan konservasi (taman nasional, taman wisata,
taman buru) atau hutan lindung.
Pengelolaan hasil hutan non kayu yang dilakukan oleh masyarakat,
kelompok masyarakat atau badan usaha sangat banyak ragam jenisnya atau
dikenal dengan nama aneka usaha kehutanan. Beberapa contoh usaha
bidang kehutanan yang menghasilkan hasil hutan non kayu antara lain
budidaya lebah madu, budidaya jamur kayu, budidaya kutu lak, persuteraan
alam, budaya tanaman hias, budidaya tanaman langka, sarang burung walet,
tanaman obat, gaharu, minyak atsiri, bambu aren dan lain-lain.
B. Permasalahan Usaha di Bidang Kehutanan
Permasalahan usaha di bidang kehutanan yaitu waktu untuk
memproduksi hasil hutan yang lama, perlu permodalan yang relatif besar,
memiliki resiko usaha yang besar (karena hama dan penyakit, kebakaran,
pencurian hasil hutan). Permasalahan yang lain yaitu hutan menghasilkan
multi produk seperti kayu, rotan, madu, kutu lak dan lain-lain sehingga
dalam pengelolaanya memerlukan banyak perlakuan disesuaikan dengan
produk yang akan dikelola.
Usaha di bidang kehutanan dapat dilihat dalam sebuah sistem yang
meliputi input, proses dan output. Permasalahan dalam Input antara lain
pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengelolaan usaha di bidang
Kehutanan masih rendah, permodalan yang kurang karena informasi
tentang permodalan banyak yang belum tahu dan perijinan usaha yang
terasa masih berbelit-belit. Permasalahan dalam proses antara lain
keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya pada kegiatan
usaha kehutanan, manajemen produksi, pengolahan hasil serta teknologi
yang digunakan dan pengemasan hasil yang belum memadai.
Permasalahan dalam output antara lain pemasaran dan promosi. Hal ini
antara lain disebabkan kurang memadai aksesibitas berupa sarana
transportasi yang sulit sehingga biaya produksi maupun pemasaran tinggi.

4
Masalah lain yang berkaitan dengan usaha bidang kehutanan yakni
pemanfaatan teknologi informasi yang masih rendah.

BAB III. SISTEM AGRIBISNIS USAHA BIDANG KEHUTANAN

A. Sistem Agribisnis Usaha Bidang Kehutanan

Sistem agribisnis adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas


subsistem pengadaan dan distribusi input, budidaya tanaman dan atau
hewan (termasuk perikanan), pengolahan hasil, pemasaran hasil dan
kegiatan pendukungnya (yang mencakup penyuluhan, penelitian,
perkreditan, pengangkutan, konstruksi dan lain-lain) yang saling kait-
mengkait dan mempengaruhi satu sama lain dalam upaya pencapaian tujuan
pengembangan usaha di bidang kehutanan.
Dalam pembangunan kehutanan, peningkatan agribisnis secara utuh
dan berdaya saing terus dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai
tambah/ pendapatan masyarakat sekitar hutan/petani. Sejalan hal ini
peningkatan pemberdayaan petani di bidang kehutanan terus dikembangkan
dengan tujuan agar petani memiliki kemampuan dan kekuatan berusaha,
memiliki kemandirian mengembangkan usaha serta memiliki kreativitas
secara mandiri dalam mengembangkan usaha yang selama ini telah
dilaksanakan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Nomor 3 tahun
2008 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengeolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan disebutkan bahwa agribisnis usaha di bidang
kehutanan antara lain berupa pemanfaatan hutan dan atau perizinan bisnis
kehutanan yang diberikan oleh pemerintah, yaitu pemanfaatan hutan
adalah kegiatan memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa
lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu, secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.

5
Tujuan dari pemanfaatan hutan adalah untuk memperoleh manfaat
hasil dan jasa dari sumber daya hutan secara optimal, adil dan lestari bagi
kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pemanfaatan hutan antara lain :
➢ Pemanfaatan kawasan hutan, meliputi : budidaya tanaman obat,
budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah madu,
penangkaran satwa, budidaya tanaman langka dan budidaya sarang
burung wallet.
➢ Pemanfaatan kawasan hutan untuk hutan kemasyarakatan, hutan desa,
hutan tanaman rakyat maupun hutan adat.
➢ Pemanfaatan jasa lingkungan, meliputi : pemanfaatan jasa aliran air,
pemanfaatan sumber air, wisata alam, wisata religius, wisata budaya,
pemanfaatan keanekaragaman hayati, jasa penelitian, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, obyek olah tantangan dan penyerapan
dan/atau penyimpanan karbon.
➢ Pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi meliputi :
• Pada hutan alam : pemanfaatan hasil hutan kayu dan pemanfaatan
hasil hutan kayu hasil restorasi.
• Pada hutan tanaman : Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Hasil Reboisasi (HTHR).
➢ Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu : pada hutan alam dan hutan
tanaman pada hutan produksi.
➢ Pemungutan hasil hutan kayu
➢ Pemungutan hasil hutan bukan kayu
➢ Pemanfaatan lahan milik untuk hutan rakyat.
Berdasarkan atas pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka sesuai
dengan PP No.6 Tahun 2007, bentuk-bentuk izin pemanfaatan hutan pada
hutan produksi dapat direkomendasikan sebagai berikut :
1. Izin usaha pemanfaatan kawasan (IUPK) adalah izin untuk
memanfaatkan kawasan hutan produksi untuk usaha selain kayu, seperti

6
untuk usaha budidaya jamur, budidaya anggrek, empon-empon dan lain-
lain;
2. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL) adalah izin untuk
memanfaatkan kawasan hutan untuk usaha yang berkaitan dengan
bidang lingkungan, misalnya usaha wisata alam;
3. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) adalah izin usaha
untuk pemanfaatan areal hutan produksi untuk usaha pemanfaatan
kayu; Bentuk usaha ini adalah 2 macam, yaitu : IUPHHK pada hutan
alam (dulu disebut HPH), dan pada hutan tanaman (dulu disebut
HPHTI);
4. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHHBK) adalah izin
untuk memanfaatkan areal hutan produksi untuk usaha pemanfaatan
hasil hutan selain kayu, seperti : rotan, damar, minyak kayu putih, dan
lain-lain;
5. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) adalah izin untuk memanfaatkan kayu; Izin
usaha ini diberikan atas areal/ kawasan hutan yang sudah dilepaskan
dan digunakan untuk keperluan lain, seperti untuk transmigrasi,
perkebunan, pembuatan jalan dan lain-lain;
6. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah izin untuk memungut
kayu yang diberikan kepada masyarakat setempat/ masyarakat disekitar
hutan untuk keperluan sendiri, terutama untuk fasilitas umum, seperti
balai desa, tempat ibadah, puskemas, dan lain-lain dan tidak boleh untuk
diperdagangkan. Izin ini diberikan untuk volume terbatas dan dalam
waktu maksimal 6 bulan;
7. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHKB). Sama seperti pada
IPHHK, tetapi untuk hasil hutan bukan kayu dan dapat diperdagangkan;
8. Izin Hutan Tanaman Rakyat (IHTR), adalah izin yang diberikan kepada
lembaga/ organisasi masyarakat disekitar hutan untuk membangun
hutan secara profesional, terorganisir dan tetap berpegang pada kaidah
kelestarian hutan;

7
9. Izin Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (IHTHR), adalah sama pada HTR,
tetapi dalam rangka rehabilitasi lahan/ hutan, yaitu meningkatkan
potensi pada areal yang kurang produktif;
B. Wirausaha dan Kewirausahaan
Wirausaha adalah orang yang menjalankan usaha atau perusahaan
dengan kemungkinan untung dan rugi. Oleh karena itu, wirausaha perlu
memiliki kesiapan mental, baik untuk menghadapi keadaan merugi maupun
untung besar. Sehingga seorang wirausaha harus memiliki karakteristik
khusus yang melekat pada diri seorang wirausaha misalnya percaya diri,
mempunyai banyak minat, bisa bersepakat, mempunyai ambisi, berjiwa
penjelajah, suka mencoba sesuatu, dll.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian kewirausahaan sebagai
berikut (Hadi, 2010):
1. Richard Cantillon (1975): bekerja sendiri (self-employment). Definisi ini
menekankan pada keberanian menghadapi risiko atau ketidakpastian.
2. Penrose (1963): kegiatan kewirausahaan mencakup identfikasi peluang-
peluang di dalam sistem ekonomi.
3. Harvey Leibenstein (1968, 1979): kegiatan menciptakan atau menjalankan
perusahaan pada saat pasar belum terbentuk atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
4. Peter Drucker: kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
Jika kita perhatikan dari berbagai makna yang disampaikan di atas,
maka pada dasarnya “Kewirausahaan” merupakan kemauan dan kemampuan
untuk bekerja sendiri melalui identifikasi peluang-peluang di dalam sistem
ekonomi dengan keberanian menghadapi risiko atau ketidakpastian untuk
menciptakan atau menjalankan perusahaan pada saat pasar belum terbentuk
atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya . dengan
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

8
Memperhatikan definisi dan makna dari kewirausahaan tersebut di atas,
maka pelaku kewirausahaan memerlukan ciri-ciri yang meliputi:
1. Kreatif
2. Ulet, tangguh dan pantang menyerah
3. Mampu membaca kesempatan/peluang
4. Mampu memperhitungkan resiko
5. Berani mengambil risiko
6. Percaya diri
7. Berorientasikan tugas dan hasil
8. Kepemimpinan
9. Keorisinilan
10. Berorientasi ke masa depan
11. Jujur dan tekun
Berdasarkan ciri-ciri yang ditunjukkan seperti tersebut di atas, maka
untuk mendukung keberhasilan kewirausahaan diperlukan adanya sifat-sifat
yang meliputi :
1. Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
2. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki
ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras,
energik dan memiliki inisiatif.
3. Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
4. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan
suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
5. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas.
6. Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.
7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.

9
BAB IV. PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN USAHA

A. Pengertian Kemitraan

Kemitraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 749): adalah


teman; sahabat, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya:
perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Dalam Undang-
Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha kecil disebutkan bahwa kemitraan
adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau
usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah
atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memeperkuat dan saling menguntungkan.
Berdasarkan pendapat Hafsah (1999) disebutkan bahwa kemitraan
adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi
bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam
kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami
bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan
kemitraan. Hal ini erat kaitannya dengan peletakan dasar-dasar moral
berbisnis bagi pelaku-pelaku kemitraan.
Pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan
diatur melalui Permenhut No. 39 Tahun 2013. Kemitraan Kehutanan dalam
peraturan tersebut adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan
pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin
usaha industri primer hasil hutan, dan/atau kesatuan pengelolaan hutan
(KPH) dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip
kesetaraan dan saling menguntungkan.
Maksud pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan
adalah mengembangkan kapasitas dan memberikan akses masyarakat
10
setempat dalam rangka kerjasama dengan Pemegang Izin pemanfaatan
hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha industri primer hasil
hutan, dan/atau KPH wilayah tertentu untuk meningkatkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat setempat.
Tujuan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan
kehutanan adalah terwujudnya masyarakat setempat untuk mendapatkan
manfaat secara langsung, melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses,
ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap
dapat berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri,
bertanggung jawab dan profesional.
Pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan
harus menggunakan prinsip-prinsip:
a. Kesepakatan: semua masukan, proses dan keluaran kemitraan
kehutanan dibangun berdasarkan kesepakatan antara para pihak dan
bersifat mengikat.
b. Kesetaraan: para pihak yang bermitra mempunyai kedudukan hukum
yang sama dalam pengambilan keputusan.
c. Saling menguntungkan: para pihak yang bermitra berupaya untuk
mengembangkan usaha yang tidak menimbulkan kerugian.
d. Lokal spesifik: kemitraan kehutanan dibangun dan dikembangkan
dengan memperhatikan budaya dan karakteristik masyarakat setempat,
termasuk menghormati hak-hak tradisional masyarakat adat.
e. Kepercayaan: kemitraan kehutanan dibangun berdasarkan rasa saling
percaya antar para pihak.
f. Transparansi: masukan, proses dan keluaran pelaksanaan kemitraan
kehutanan dijalankan secara terbuka oleh para pihak, dengan tetap
menghormati kepentingan masing-masing pihak.
g. Partisipasi: pelibatan para pihak secara aktif, sehingga setiap keputusan
yang diambil memiliki legitimasi yang kuat.

11
Pendekatan kemitraan merupakan salah satu model resolusi konflik
yang sangat potensial untuk diterapkan dalam penyelesaian konflik lahan di
areal IUPHHK, antara lain karena mengakomodasi kepentingan pemegang
IUPHHK maupun masyarakat/penggarap (win-win solution).
Kemitraan usaha pertanian atau kehutanan merupakan salah satu
instrumen kerjasama yang mengacu kepada terciptanya suasana
keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari saling percaya
antara perusahaan mitra dan kelompok melalui perwujudan sinerji
kemitraan, yaitu terwujudnya hubungan yang saling membutuhkan, saling
menguntungkan dan saling memperkuat. Saling membutuhkan berarti
pengusaha memerlukan pasokan bahan baku dari petani dan petani
memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. Saling menguntungkan
berarti petani ataupun pengusaha memperoleh peningkatan
pendapatan/keuntungan di samping adanya kesinambungan usaha. Saling
memperkuat berarti petani dan pengusaha sama-sama melaksanakan etika
bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak, dan saling membina
sehingga memperkuat kesinambungan bermitra.
Kemitraan usaha bersama bertujuan untuk meningkatkan pendapatan,
kesinambungan usaha, jaminan suplai jumlah, kualitas produksi,
meningkatkan kualitas kelompok mitra, peningkatan usaha dalam rangka
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang
mandiri. Pelaku kemitraan usaha meliputi petani, kelompok tani, gabungan
kelompok tani, koperasi, dan usaha kecil. Sedangkan perusahaan mitra
meliputi perusahaan menengah pertanian, perusahaan besar pertanian.
Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
dalam pasal 26, konsep kemitraan dirumuskan sebagai berikut :
1. Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan
dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki
keterkaitan usaha.

12
2. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud di atas
diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan
dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
4. Dalam melaksanakan hubungan ke dua belah pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara namun, kemitraan sering juga dilakukan
antara kelompok kecil masyarakat yang dinilai lebih kuat dan kelompok
besar masyarakat yang dinilai lebih lemah, terutama di bidang ekonomi.
Kemitraan muncul juga dalam rangka mengurangi persaingan usaha,
pemerataan pendapatan secara adil serta mengurangi adanya konflik dalam
penggunaan/pemanfaatan sumberdaya alam hayati.
B. Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah ”Win-win
Solution Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak
berarti pada para pihak dalam kemitraan tersebut harus memiliki
kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah
adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari
kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh –
majikan atau atasan – bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan
keuntungan yang proporsional, disinilah kekuatan dan karakter kemitraan
usaha.
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
kemitraan secara lebih konkret adalah:
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat,
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha
kecil,
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional,
5. Memperluas kesempatan kerja, dan

13
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Adapun tujuan kemitraan yaitu membangun pemahaman melalui
peningkatan pertukaran informasi dan gagasan antara lembaga pemerintah,
organisasi dan publik serta memberikan suatu mekanisme untuk
penyelesaian ketidakpastian. Dengan demikian konflik yang terjadi dapat
diminimalisir. Agar tujuan dapat tercapai, pola hubungan kerja yang
bercirikan kemitraan usaha perlu ditumbuhkembangkan dengan
menumbuhkan kesetaraan di antara pelaku kemitraan.
C. Pola Kemitraan
Pola kemitraan merupakan kerjasama antar petani dengan
pengusaha/perusahaan yang saling menguntungkan dan saling
ketergantungan atas dasar kesepakatan bersama. Dalam pola kerjasama ini,
pada umumnya pengusaha/perusahaan melakukan pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan pada petani dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Pola kemitraan juga merupakan sebuah proses pembelajaran bagi para
petani untuk dapat berupaya secara efektif dan efisien atas usaha taninya.
Para petani dapat belajar kepada para pengusaha/perusahaan, baik
pengusaha/perusahaan menengah ataupun besar, yang telah sukses dan
berhasil tentang bagaimana menjadi petani yang sukses melalui pola
kemitraan.
Menurut Veronica (2001) kemitraan agribisnis berdasarkan pada
persamaan kedudukan, keselarasan, dan peningkatan keterampilan petani
mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu
hubungan yang:
1. Saling membutuhkan, yaitu pengusaha dapat memperoleh pasokan bahan
baku yang dibutuhkannya dari petani, sementara petani meperoleh pasar
serta arahan dan bimbingan.

14
2. Saling menguntungkan, yaitu baik petani maupun pegusaha/perusahaan
memperoleh peningkatan pendapatan/keuntungan, disamping adanya
kesinambungan usaha.
3. Saling memperkuat. Baik petani maupun pengusaha/perusahaan, sama-
sama, melkasnakan etika bisnis, artinya adanya kesamaan hak secara
proporsional, adanya pembagian kewajiban/pekerjaan sehingga saling
memperkuat satu sama lainnya.
Terdapat beberapa pola kemitraan yang dapat dilakukan. Satu atau
beberapa pola dengan bantuan penyuluh kehutanan yang berfungsi sebagai
fasilitator dan mediator maupun katalisator dapat ditawarkan kepada petani.
Yang paling utama adalah bagaimana para penyuluh dapat mempersuasi
para pengusaha/perusahaan agar mau menjalin kemitraan dengan petani.
Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen
Pertanian, 2002), yakni:
1. Pola Inti Plasma
Yang dimaksud dengan inti adalah usaha menengah/usaha besar,
sedangkan plasma adalah usaha kecil/petani. Dalam pola ini
pengusaha/perusahaan (inti) membina plasma (usaha kecil/petani), mulai
dari bimbingan teknis, sarana produksi, sampai pemasaran hasilnya.
Artinya, pengusaha/perusahaan (inti) turut membantu dalam penyediaan
modal dan sarana produksi, serta membantu membina dan mendidik
petani sampai dengan membantu dalam pemsaran hasil.
Salah satu contoh kemitraan ini adalah pola Perusahaan Inti Rakyat
(PIR), dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi,
bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan
hasil produksi, disamping itu perusahaan inti tetap memproduksi
kebutuhan perusahaan. Sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi
kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai
jual yang tinggi.

15
2. Pola Sub Kontrak
Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara
perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi
kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari
komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan ini adalah
membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan
waktu.
Kemitraan pola subkontrak ini mempunyai keuntungan yang dapat
mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan keterampilan serta
menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Adapun kelemahan
yang dijumpai dalam pelaksanaan kemitraan subkontrak seperti penelitian
Erna (1994), adalah hubungan subkontrak cenderung mengisolasi
produsen kecil sebagai subkontrak pada satu bentuk hubungan monopoli
dan monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran
yaitu terjadinya penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga
produk yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat dan sistem
pembayaran yang sering terlambat serta sering juga timbul adanya gejala
eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi.
3. Pola Dagang Umum
Merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang memasarkan
hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan
oleh perusahaan. Ilustrasi dari pola dagang umum, misalnya adalah
beberapa kelompok tani yang bergabung dalam bentuk koperasi maupun
badan usaha lainnya bermitra dengan Toko Swalayan atau mitra usaha
lainnya untuk memenuhi atau mensuplai kebutuhannya sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan mitra usaha. Oleh karena
itu pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari
pihak yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun perusahaan mitra
usaha kecil, membiayai sendiri-sendiri dari kegiatan usahanya karena sifat

16
dari kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli dan menjual
terhadap produk yang dimitrakan.
4. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan
dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa
dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Usaha
menengah atau usaha besar sebagai perusahaan mitra usaha
bertanggung jawab terhadap produk (barang dan jasa) yang dihasilkan
sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi kewajiban untuk
memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan target-
target yang harus dipenuhi, sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
5. Pola Waralaba
Waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak
lisensi, merek dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok
mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan
bimbingan manajemen. Oleh karena itu perusahaan mitra usaha sebagai
pemilik waralaba, bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan,
program pemasaran, merek dagang dan hal-hal lainnya, kepada mitra
usahanya sebagai pemegang usaha yang diwaralabakan. Sedangkan
pemegang usaha waralaba hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan
oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya
berupa royalty dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha
tersebut.

D. Prinsip-Prinsip Kemitraan
Kemitraan yang ideal yaitu kemitraan yang saling menguntungkan dan
berlandaskan ekonomi, bukan berdasarkan belas kasihan. Kemitraan antara
yang usaha skala kecil dan usaha skala besar harus dilakukan dalam kaitan
bisnis yang saling menguntungkan. Permenhut No. 39 Tahun 2013
17
menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat melalui
Kemitraan Kehutanan harus menggunakan prinsip-prinsip:
1) Kesepakatan: semua masukan, proses dan keluaran Kemitraan
Kehutanan dibangun berdasarkan kesepakatan antara para pihak dan
bersifat mengikat.
2) Kesetaraan: para pihak yang bermitra mempunyai kedudukan hukum yang
sama dalam pengambilan keputusan.
3) Saling menguntungkan : para pihak yang bermitra berupaya untuk
mengembangkan usaha yang tidak menimbulkan kerugian.
4) Lokal spesifik : Kemitraan Kehutanan dibangun dan dikembangkan dengan
memperhatikan budaya dan karakteristik masyarakat setempat, termasuk
menghormati hak-hak tradisional masyarakat adat.
5) Kepercayaan : Kemitraan Kehutanan dibangun berdasarkan rasa
saling percaya antar para pihak.
6) Transparansi: masukan, proses dan keluaran pelaksanaan Kemitraan
Kehutanan dijalankan secara terbuka oleh para pihak, dengan tetap
menghormati kepentingan masing-masing pihak.
7) Partisipasi : pelibatan para pihak secara aktif, sehingga setiap
keputusan yang diambil memiliki legitimasi yang kuat.
Menurut Gumbira-Sa’id dan Intan (2000) dalam Veronica (2001),
prinsip-prinsip kemitraan yang harus ada agar menjamin suksesnya
kemitraan antara lain prinsip saling ketergantungan dan saling
membutuhkan, saling menguntungkan, memiliki transparansi, memiliki azas
formal dan legal, melakukan alih pengetahuan dan pengalaman, melakukan
pertukaran informasi, penyelesaian masalah dan pembagian keuntungan
yang adil. Prinsip kemitraan memerlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Saling pengertian (common understanding)
Prinsip saling pengertian ini dikembangkan dengan cara
meningkatkan pemahaman yang sama mengenai lingkungan,
permasalahan lingkungan, serta peranan masing-masing komponen.

18
Selain aspek lingkungan yang mungkin sangat baru bagi para pelaku
pembangunan, juga pemahaman diri mengenai fungsi dan peranan
masing-masing aktor penting. Artinya masing-masing aktor harus dapat
memahami kondisi dan posisi komponen yang lain, baik pemerintah,
pengusaha, maupun masyarakat.
2. Kesepakatan bersama (mutual agreement)
Kesepakatan adalah aspek yang penting sebagai tahap awal dari
suatu kerjasama yang baik antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Kesepakatan ini hanya dapat diraih dengan adanya saling pengertian
seperti yang disebutkan di atas. Hal ini merupakan dasar-dasar untuk
dapat saling mempercayai dan saling memberi diantara para pihak yang
bersangkutan.
3. Tindakan bersama (collective action)
Tindakan bersama ini adalah tekad bersama-sama untuk
mengembangkan kepedulian lingkungan. Cara yang dilakukan tentu
berbeda antara pihak yang satu dengan pihak yang lain tetapi tujuannya
sama yaitu melindungi lingkungan dari kerusakan. Hal ini merupakan
tujuan dari penggunaan prinsip-prinsip kemitraan. Pendekatan kemitraan
ini memberikan peluang bagi masing-masing pihak untuk saling
memanfaatkan keuntungan yang didapat dari upaya perlindungan
lingkungan. Masing-masing pihak dapat mengambil manfaat dari
perlindungan lingkungan adalah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan cara membangun kualitas hidup yang baik dan
membina daya dukung alam mampu menopang keberlanjutan
pembangunan.

19
BAB V. MEMBANGUN DAN MENGUATKAN KEMITRAAN

A. Proses Pengembangan Kemitraan


Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan
mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus
memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses ini
harus benar-benar dicermati sejak awal sehingga permasalahan yang timbul
dapat diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang
perlu diambil.
Disamping itu perubahan peluang dan pangsa pasar yang timbul dapat
segera diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami
perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan
suatu urutan tangga yang ditapaki secara berurutan dan bertahap untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Memulai Membangun Hubungan dengan Calon Mitra
Memilih mitra yang tepat memerlukan waktu sehingga dibutuhkan
informasi yang lengkap dan diyakini benar.
2. Mengerti Kondisi Bisnis Pihak yang Bermitra
Kondisi bisnis calon mitra harus benar-benar diperhatikan terutama
kemampuan dalam manajemen, penguasaan pasar, teknologi, permodalan
dan sumberdaya manusianya. Pemahaman akan keunggulan yang ada
akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya
produksi dan sebagainya. Saling mengenal kondisi bisnis dari pihak yang
bermitra sangat penting untuk menyusun suatu strategi yang akan
dilakukan. Kondisi bisnis pihak yang bermitra harus dinilai secara jujur dan
realistis terutama dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang
membawa sukses.
3. Mengembangkan Strategi dan Menilai Detail Bisnis

20
Strategi yang direncanakan bersama meliputi strategi dalam pemasaran,
distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun berdasarkan
informasi mengenai keunggulan dan kelemahan bisnis dari pihak yang
bermitra. Disamping itu harus dilakukan penilaian secara detail terhadap
rencana penjualan dan keuntungan yang akan dicapai. Penilaian ini erat
terkait dengan besarnya produk yang dihasilkan, sasaran pembelinya,
pangsa pasarnya serta metode distribusinya.
4. Mengembangkan Program
Penyusunan suatu rencana yang taktis dan strategis yang akan
diimplementasikan termasuk didalamnya adalah menentukan atau
membatasi nilai tambah (dengan berbagai pertimbangan) yang ingin
dicapai. Rencana yang telah disepakati selanjutnya dikomunikasikan
dengan setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan.
5. Memulai Pelaksanaan
Kemitraan mulai dilaksanaan berdasarkan ketentuan yang disepakati.
Pada tahap awal yang perlu dilakukan adalah memonitor kemajuan-
kemajuan yang dialami. Pada tahap ini akan timbul berbagai masalah dan
ini harus dicarikan jalan keluarnya. Penyelesaian dilakukan dengan
mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap perlu.
6. Memonitor dan Mengevaluasi Perkembangan
Monitor dan evaluasi perlu dilakukan terus untuk perbaikan pada
pelaksanaan berikutnya.
B. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha
Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu
memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran
masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan
demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah
menjalankan tugas dan peranannya secara baik. Berbagai peran dari pelaku
kemitraan usaha tersebut adalah :
1.Peranan Pengusaha besar

21
Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada
pengusaha kecil/koperasi dalam hal :
➢ Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM
pengusaha kecil/koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan dan
pemagangan dalam bidang kewirausahaan, manajemen dan
keterampilan teknis produksi.
➢ Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil/koperasi mitranya
untuk disepakati bersama.
➢ Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk
permodalan pengusaha kecil/koperasi mitranya.
➢ Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil/koperasi.
➢ Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk
keperluan usaha bersama yang disepakati.
➢ Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil/koperasi sesuai
dengan kesepakatan bersama.
➢ Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.
➢ Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha
dan keberhasilan kemitraan.
2. Peranan Pengusaha Kecil/Koperasi
Dalam melaksanakan kemitraan usaha pengusaha kecil/koperasi
didorong untuk melakukan :
➢ Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan
penyusunan rencana usaha untuk disepakati.
➢ Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai
kesepakatan dengan pengusaha besar mitranya.
➢ Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang
memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi
untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha
besar mitranya.

22
➢ Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan
atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

3.Peran Pembina
Pembina disini bukan hanya pemerintah, tetapi dapat pula berasal
dari unsur-unsur lembaga non-pemerintah/LSM maupun lembaga lainnya.
Peranan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya
kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak
yang bermitra. Peran lembaga pembina tersebut adalah :
➢ Meningkatkan pembinaan dan kemampuan kewirausahaan dan
manajemen pengusaha kecil atau koperasi.
➢ Membantu penyediaan fasilitas permodalan dengan skim-skim kredit
lunak dengan prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap
dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil.
➢ Mengadakan penelitian, pengembangan dan penyuluhan teknologi
baru yang dibutuhkan oleh dunia usaha khususnya usaha yang
dikembangkan dengan kemitraan usaha.
➢ Melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha,
pelayanan, penyediaan informasi bisnis, promosi peluang pasar dan
peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.
➢ Meningkatkan kualitas SDM baik dari aparat maupun pengusaha kecil
melalui pendidikan, pelatihan, inkubator, magang, studi banding dan
sebagainya.
➢ Bertindak sebagai arbitrase dalam pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan kemitraan usaha di lapangan agar berjalan
sebagaimana yang diharapkan.

23
BAB. VI CARA MENYUSUN PROPOSAL
PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Dalam membangun satu bisnis baik itu bisnis rumahan, usaha


sampingan maupun usaha kecil menengah anda tentunya membutuhkan modal
baik untuk modal awal maupun modal pengembangan bisnis anda. Tak dapat di
pungkiri bahwa modal merupakan faktor pendukung meskipun bukan yang
paling utama namun modal bisa jadi kekuatan yang mampu mendongkrak
bisnis anda agar lebih berkembang.
Ketika anda ingin mendapatkan modal namun anda terkendala dengan
peraturan dari bank atau anda takut untuk meminjam dari kredit bank atau
pinjaman lain maka salah satu cara yang dapat anda lakukan dan terbukti
berhasil adalah dengan cara menjalin kerjasama dengan investor. Namun
dalam menjalin kerjasama tersebut maka anda perlu mempersiapkan proposal
usaha untuk mencari modal dengan cara investasi. Namun demikian, kendala
paling umum adalah ketidaktahuan bagaimana cara membuat proposal yang
baik dan benar. Berikut ini disampaikan unsur yang terdapat dalam proposal.

Berikut unsur - unsur dalam proposal usaha


1. BAB Pendahuluan
Bab pendahuluan merupakan bab perkenalan dimana anda menguraikan latar
belakang usaha anda, visi dan misi bisnis anda, dan gambaran usaha yang
ingin anda jalankan termasuk juga bagaimana keadaan pasar saat ini.

2. Profil Badan Usaha

• Jenis usaha

24
uraikan tentan jenis usaha apa yang ingin anda jalankan secara singkat. Anda
bisa menjelaskannya dengan bentuk list atau uraian singkat. Kemudian
sebutkan secara singkat model bisnisnya.

• Nama perusahaan
Nama perusahaan merupakan branded yang akan di ingat oleh pelanggan
anda. Maka tentukan nama perusahaan anda dan tulis dalam proposal usaha.

• Lokasi
Salah satu hal yang sangat penting dalam berbisnis adalah pemilihan lokasi
terlebih jika anda menjualnya secara langsung maka pemilihan lokasi adalah
hal mutlak yang harus anda perhatikan, tulislah lokasi perusahaan anda,
kemudian buat peta atau denah. Anda bisa menggunakan google maps yang
kini sangat memudahkan kita dalam membuat denah lokasi.

3. Struktur Organisasi Perusahaan

Setiap perusahaan memiliki struktur organisasinya masing - masing, apakah


anda berdiri sendiri atau anda membentuk satu sistem yang membuat
perusahaan anda berjalan dengan satu sistem kerjasama antara owner dengan
karyawan, Jika perusahaan anda memiliki sistem manajerial keorganisasian
maka sebutkan mulai dari Pemilik usaha, manager atau pengelola, marketing,
HRD dll.

4. Produk Perusahaan

• Jenis produk
Produk adalah nyawa bisnis, jika anda tidak memiliki produk yang anda jual
maka anda jelas tidak dapat menjalankan bisnis. Untuk itu sebutkan jenis
produk apa yang anda produksi.

• Pembuatan produk
Pembuatan produk merupakan bagaimana cara pembuatan produk anda

25
• Keunggulan produk
Cobalah anda sebutkan keunikan produk anda, keunggulan produk hingga nilai
plus produk anda.

5. Target Pasar
Sebagai tambahan anda harus menyebutkan siap yang anda jadikan target
pasar anda. Warga di daerah mana serta umur berapa dan kalangan yang
mana. Misalkan adalah daerah kota X, untuk usia anak anak dari kalangan
menengah ke bawah.

6. Promosi dan Pemasaran

Pada BAB ini anda menjelaskan tentang strategi pemasaran yang anda lakukan
serta promosinya. Anda bisa membaca artikel tentang strategi pemasaran dan
promosi di sini.

7. Laporan Keuangan

• Alokasi dana
Merupakan rancangan kebutuhan dana serta pengeluaran dana yang akan
anda gunakan untuk usaha anda.

• Perhitungan laba
Buat perhitungan secara logis dan realistis mengenai keuangan anda, target
laba rugi, ancaman resiko dll.

• Perhitungan bagi hasil


Setelah semua unsur diatas selesai, maka anda tinggal menentukan berapa
rasio bagi hasil yang akan anda tetapkan. bagaimana menentukan rasio bagi
hasil tergantung dari resiko usaha, semakin kecil resiko usaha maka semakin
kecil pula pendapatan yang diberikan kepada investor dan sebaliknya.

8. Penutup
Penutup berisi kata kata terakhir anda untuk meyakinkan investor anda,
mengetuk hati investor anda agar lebih tertarik serta doa dan harapan anda

26
atas proposal anda. Jangan lupa ucapkan terima kasih atas kesediaanya
membaca proposal anda.

9. Lampiran

Biodata pemiliki usaha


• Surat perjanjian
• Surat Ijin Usaha
• Sertifikat Usaha atatu kepelatihan

Unsur - unsur diatas adalah unsur pokok yang biasanya di gunakan untuk
membuat proposal usaha yang baik dan benar.

Selain itu, buatlah proposal anda dengan acuan

1. Ukuran tulisan 12 pt

2. Spasi 1,5

3. Kertas A4

4. Cover

27
DAFTAR RUJUKAN

Direktorat Pengembangan Usaha Deptan. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha


Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian.

Hadi, S. 2010. Modul 2 Konsep Dasar Kewirausahaan. Retrieved Februari

Hafsah, Mohammad Jafar. 1999. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.


Jakarta: Departemen Pertanian.

Permenhut No. 39 tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat


Melalui Kemitraan Kehutanan

Veronica, Natalia. 2001. Formulasi Pola Kemitraan Agribisnis Pada PT. Agrobumi
Puspa Sari dengan Petani Krisan. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

https://www.usaharumahan19.com/2014/05/cara-membuat-proposal-usaha-yang-baik.html,
diunduh tanggal 8 April 2019

28
E. Syarat Kredit BRI Pedesaan ( KUPEDES )
1. Menyertakan Legalitas Usaha
Calon nasabah menyertakan surat keterangan usaha atau sejenisnya yang
dapat diminta kepada pihak pemerintah setempat seperti Kepala Desa atau
Lurah. Selain dari pihak pemerintah, nasabah juga dapat meminta legalitas
usaha dari pihak pengelola tempat usaha seperti pengelola pasar.

2. Memiliki pengalaman usaha minimal selama 1 tahun


Sangat ditekankan bahwa dana pinjaman modal usaha diperuntukkan untuk
pengembangan bisnis. Jadi bukan perintisan bisnis dari nol. Untuk anda yang
baru mengawali bisnis dari nol maka anda bisa mengajukan jenis pinjaman
tanpa agunan BRI berupa KUR BRI.

3. Melampirkan dokumen lain seperti KTP / SIM

29

Anda mungkin juga menyukai