Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau teknik bercocok tanam hutan yang
dimulai dari pemilihan bibit, pembuatan tanaman, sampai pada pemanenan atau
penebangannya (SK Menteri Kehutanan No.309/Kpts-II/1999). Sistem silvikultur
merupakan serangkaian kegiatan terencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi
penebangan, peremajaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian
produksi kayu dan hasil hutan lainnya. (Ngadiono 2004)
Tiga hal penting yang menjadi fokus dalam sistem silvikultur adalah metode regerasi
dari suatu tegakan yang membentuk hutan, bentuk dari hasil yang akan diproduksi, dan
pengaturan dari pohon-pohon dari suatu tegakan hutan, dimana mengacu pada
pertimbangan silvikultur dan perlindungan serta kemudahan dalam pemanenan.
BAB II
PEMBAHASAN
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
Menurut Keputusan Mentri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 309/kpts-II/1999
tentang Sistem Silvikultur dan Daur Tanam Pokok dalam Pengelolaan Hutan Produksi,
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih
dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti permudaan buatan dalam jalur. Pengertian
lain dari sistem silvikultur TPTJ adalah sistem silvikultur hutan alam yang mengharuskan
adanya penanaman pengayaan pada areal bekas tebangan secara jalur sesuai dengan aturan
yang ditetapkan yaitu 25 meter antar jalur dan 5 meter dalam jalur tanam, tanpa
memperhatikan cukup tidaknya anakan alam yang tersedia pada tegakan tinggal. Tujuan
TPTJ adalah meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak seumur melalui tebang
pilih dan memanfaatkan ruang tumbuh dalam jalur untuk meningkatkan riap dalam rangka
memperoleh panenan yang lestari. Sedangkan sasaran TPTJ adalah pada hutan alam
produksi bekas tebangan di areal IUPHHK atau KPHP. Ruang antar jalur bertujuan untuk
memperkaya keanekaragaman hayati. Kelebihan sistem TPTJ dibandingkan TPTI yaitu
pada TPTJ kelestarian produksi akan terjamin karena mekanisme kontrol dapat dilakukan
dengan optimal.
Manfaat lain sistem TPTJ teknik SILIN (Silvikultur Intensif) pada IUPHHK HA adalah
menyerap dan menyimpan karbon jauh lebih tinggi daripada sistem TPTI; status lahan yang
ditanami akan mendapat pengakuan dari hukum adat, sedangkan hutan alam dianggap milik
siapa saja, sehingga areal hutan alam produksi yang ada kegiatan budidaya intensif
mempunyai kepastian akan hak terhadap kawasannya menyerap tenaga kerja 4 kali lebih
besar daripada sistim TPTI; serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Hasil Kegiatan Sistim TPTJ Teknik Silin Teknis Pengadaan Bibit Pengadaan Bibit :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang meliputi cara
tebang pilih dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti permudaan buatan dalam jalur.
Kelebihan sistem TPTJ dibandingkan TPTI yaitu pada TPTJ kelestarian produksi
akan terjamin karena mekanisme kontrol dapat dilakukan dengan optimal.
Sasaran TPTJ adalah pada hutan alam produksi bekas tebangan di areal IUPHHK
atau KPHP.
SUMBER PUSTAKA
http://docplayer.info/65949-Kenapa-perlu-menggunakan-sistem-tebang-pilih-tanam-jalur-
tptj-teknik-silvikultur-intensif-silin-pada-iuphhk-ha-hph-oleh-pt.html
http://ghinaghufrona.blogspot.co.id/2011/08/sistem-silvikultur.html
http://ilmuhutan.com/sistem-silvikultur-pada-hutan-produksi/
http://mohaki.blogspot.co.id/2013/09/sistem-tabang-pilih-jalur-dan-sistem.html
SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SILVIKULTUR DI
INDONESIA1
Oleh:
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan 2
Pendahuluan
1967 tentang penanaman modal asing dan undang-undang no. 6 tahun 1968
tentang penanaman modal dalam negeri.
Merosotnya luas dan kualita sumberdaya hutan baik karena Illegal Logging,
Perladangan, Illegal Mining, Okupasi masyarakat dan kebakaran hutan, menyebabkan
terganggunya cyclus2 pendukung kehidupan (Siklus Energi, siklus O2 dan Co2 Siklus
Hidrologi dan Siklus Nitrogen) yang dapat mengakibatkan kelestarian Ekosistem
hutan (Sustained Forest Management) yang diharapkan tidak akan dapat dicapai.
Ekosistem hutan juga berfungsi sebagai tempat hidup dan mencari makan
Masyarakat di sekitar hutan (local people), habitat berbagai jenis satwa liar dan
1
Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan
Hutan
Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. Bogor, 23
Agustus
2008
2
Guru Besar Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB.
tumbuh2an, konservasi biodiversity, konservasi plasma nutfah, Hidro-orologi dan
perlindungan alam lingkungan.
Eforia reformasi 1998 dan penebangan liar (illegal Loging) sampai saat ini
menyebabkan degradasi pada sumber daya hutan, sasaran penabangan liar
(illegal Loging) bukan hanya pada kawasan hutan produksi saja, tetapi sudah masuk
kedalam kawasan konservasi (taman nasional, hutan lindung, dan kawasan konservasi
lainnya).
Untuk menjaga kelestarian hutan alam produksi di luar Jawa tebang pilih dapat
dilakukan dengan rotasi tebang 60 tahun (Direktorat Pengusahaan Hutan, 1968).
Limit Diameter)
Pohon inti adalah pohon-pohon yang akan membentuk tegakan utama pada rotasi
tebang berikutmya Jadi pada rotasi tebang berikutnya, pohon-pohon intilah yang akan
dipungut hasilnya (ditebang). Pohon inti juga berfungsi untuk pohon biji (Seed Tree)
yang menghasilkan biji untuk regenerasi hutan. Tim penyusun Tebang Pilih Indonesia
telah mengantisipasi bervariasinya hutan pada hutan-hutan alam di Indonesia
khususnya pada hutan Dipterocarpaceae campuran yang kaya akan berbagai jenis
pohon.
Tabel 1. Jumlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter yang Boleh
Batas Diameter Rotasi Tebang Jumlah Pohon Inti Diameter Pohon Inti
( cm ) (tahun) (batang) (cm)
50 35 25 35
40 45 25 > 35
30 55 40 > 20
Keterangan :
Alternatif kedua adalah batas diameter yang boleh ditebang diturunkan menjadi
Pada Tabel 1 diatas TPI telah memikirkan bervariasinya hutan kita sehingga
mengajukan tiga alternatif untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan.
Pada waktu itu rotasi tebang yang digunakan di Indonesia khususnya untuk
penentuan jatah penebangan tahunan (JPT) adalah 35 tahun dengan riap diameter 1
cm/tahun sehingga alternatif pertamalah yang dianut.
Oleh karena itu Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi pada tahun 1980
mengadakan penyempurnaan Pedoman Tebang Pilih Indonesia sebagai berikut.
. Tabel 2. Jumlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter yang Boleh
3. Hutan Ramin
35 Campuran 35 15 20
20 cm keatas dengan jumlah pohon inti 25 batang per ha (tidak 40 batang per ha
lagi seperti Tabel 1 sebelumnya).
Rotasi tebang ditetapkan 35 tahun dan batas diameter yang boleh ditebang
adalah
Pada areal HPH diatas, pada hutan2 bekas tebangan jumlah pohon inti per ha
dari
diameter 20 cm keatas cukup yaitu lebih besar dari 25 pohon per ha demikian pula
tingkat permudaan, tiang, pancang dan semai mencukupi yang berarti
kelestarian hutan pada rotasi ke 2 (dua), dst akan terjamin.
4. Petunjuk TeknisPenebangan
Sehubungan dengan uraian diatas kita tinjau jumlah pohon inti menurut Tebang
Pilih Tanam Indonesia, pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Jumlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter yang Boleh
No Batas Diameter Rotasi Tebang Jml Pohon Inti Diameter Pohon Inti
50 35 25 KD 20 - 49 cm
KTD > 50
2. Hutan rawa
35 35 25 > 15
Pada Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa bila dibandingkan dengan Tabel 2
mengenai syarat-syarat pelaksanaan TPI (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan, 1980) untuk hutan campuran syarat-syarat pelaksanaannya sama, hanya
untuk pohon inti terdapat uraian yang lebih rinci dalam TPTI sebagai berikut : bila
jenis komersil ditebang (KD) yang berdiameter 20-49 cm kurang dari 25 pohon/ha
dapat diambilkan dari jenis komersial tidak ditebang (KTD) yang berdiameter 50 cm
keatas. Sedangkan untuk hutan rawa (hutan ramin campuran) khusus untuk jenis
ramin jumlah pohon inti menjadi 25 pohon/ha yang harus ditinggalkan dan diameter
pohon inti diturunkan menjadi > 15 cm.
Sistem silvikultur TPTJ diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
a. Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur dengan tebang
persiapan dengan menebang pohon pada areal LOA TPTI, dan dilakukan
dengan Tebang Pilih dengan Limit diameter 40 cm diikuti dengan pembuatan
jalur bersih, dengan lebar jalur 3 (tiga) meter dan lebar jalur kotor 22 m. Pada
poros jalur bersih dilakukan penanaman jenis2 pohon komersial. Dengan
jarak tanam 5 m. Sehingga jarak tanaman menjadi 5 x 25 m.
b. Pengadaan bibit dapat berasal dari biji/benih (biji dan cabutan anakan
alam), serta dari stek, baik stek pucuk jenis-jenis pohon dari famili
Dipterocarpaceae maupun stek sungkai (Peronema canestens).
Sk Menhutbun. 201/Kpts-II/1998 tgl 27 Februari 1998, tentang pemberian Hak
Pengusahaan Hutan dengan Sistem Silvikultur TPTJ kepada PT. Sari Bumi Kusuma.
Pengusahaan Hutan dengan Sistem Silvikultur TPTJ kepada PT. Erna DJuliawati.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, S. 1995. Pelaksanaan Sistem Sillvikultur Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI)
ditinjau dari aspek keanekaragaman Hayati dan Erosi Tanah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Soekotjo, A. Subiakto dan S. Warsito 2005. Project Completion Report ITTO. PD 41.