Anda di halaman 1dari 11

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian

Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

KONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK TUMBUHAN HUTAN (KSDGTH) SEBAGAI PROGRAM MENDESAK 1


Oleh: Lukman Hakim 2 I. Pengantar

UNEP WCMC (2003), mengungkapkan hutan alam tropis di Sumatera telah kehilangan 182 species pohon dan di Kalimantan 210 species pohon telah masuk dalam daftar yang terancam punah (treatened). Dengan keadaan seperti ini, maka Indonesia terancam kehilangan sumberdaya genetik pohon hutan yang sangat bermanfaat untuk generasi yang akan datang. Laju kerusakan hutan tropis dimulai dari kerusakan ekosistem hutan (degradasi) dan penggundulan dan perombakan hutan (deforestasi). Dengan demikian, upaya mempertahankan keberadaan hutan alam dari berbagai gangguan menjadi tujuan yang sangat mendesak (Sumitro, 2005). Degradasi dan deforestasi mengarah pada kemungkinan kepunahan suatu jenis, atau pengurangan jumlah individu penyusun vegetasi di areal yang hilang. Oleh karena itu, program konservasi sumberdaya genetik tumbuhan hutan ditempatkan pada prioritas yang tinggi dan mendesak, untuk penyelamatan tumbuhan hutan yang terancam punah dan sekaligus untuk menunjang program pemuliaan tanaman hutan untuk mendukung program rehabilitasi kawasan hutan.

II.

Hutan Indonesia

Menurut Simon (2004), sebelum penjajahan Belanda, hutan jati di Jawa masih bagus karena intensitas penebanganya masih di bawah kemampuan permudaan secara alami. Pada kurun waktu tahun 1650-1800 praktek timber extraction oleh VOC meninggalkan kerusakan hutan di Jawa yang sangat serius. Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1808 berhasil meletakan dasar-dasar pengelolaan hutan jati dengan mengadopsi timber management yang telah berhasil diimplementasikan di Jerman. Pembangunan hutan monokultur dengan teknologi timber management dengan jati sebagai tanaman pokok telah menjadi warisan yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia setelah era kemerdekaan. Namun praktek timber extraction berulang pada tahun 1970-an dengan dikelurkanya kebijakan modal asing dan modal dalam negeri dalam pengelolaan pada hutan alam di luar jawa. Sekitar 20 tahun pengelolaan hutan dengan sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah menghancurkan kurang lebih 60 juta hektar kawasan hutan produksi. Hal ini diperparah dengan terbuka lebarnya pasar kayu internasional yang menyebabkan alat-alat modern pada kegiatan ekstraksi kayu di hutan maupun pangolahan kayu di industri kayu baik produk kayu olahan, playwood, maupun pulp dan kertas.

Paper dipresentasikan pada Gelar teknologi di Pekanbaru, Riau dalam rangka Pemasyarakatan Hasil Litbang Kehutanan tanggal 21 Agustus 2008 2 Peneliti pada Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta
1

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Pertumbuhan Manusia & IPTEK


+ +

Kebutuhan Manusia
+ +

SektorSektor Kehidupan
+

Konservasi & Rehabilitasi SDH


+

Pemanfaatan Hutan Degradasi Hutan

Fungsi Hutan
-

Gambar 1. Sistem Fungsi Hutan

Data Jumlah Penduduk Pulau Jawa

140000000 120000000 Jumlah Penduduk 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 1750 1800 1850 1900 Tahun 1950 2000 2050 Series1

Grafik 1.Pertumbuhan Penduduk Pulau Jawa, Sumber :Simon (1999) Menurut Simon (1999), kerusakan hutan terjadi seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kemajuan ilmu dan teknologi. Berdasarkan data pada grafik 1, dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah penduduk di Pulau Jawa sejak tahun 1785 sampai dengan 2005 berbentuk eksponensial. Dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan luasnya pemanfaatan kawasan hutan, maka menuntut pengelolaan hutan yang efisien untuk mendapatkan manfaat hutan baik secara ekologis, ekonomis, dan sosial yang optimal dan lestari. Kerusakan hutan di beberapa negara berkembang disebabkan karena masalah sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Sejalan dengan euforia era reformasi pada kurun waktu tahun 1998-2004 terjadi eksploitasi hutan di pulau Jawa secara

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

masif. Hal ini menyebabkan hutan Jati di Jawa mengalami kemerosotan baik kualitas maupun kuantitas tegakan (Ekawati, S. dkk, 2005). Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kebutuhan manusia baik primer, skunder, maupun tersier meningkat. Salah satu sumber materi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut salah stunya dari hutan. Sumber daya hutan yang dibutuhkan manusia secara umum berupa kayu dan bukan kayu. Kebutuhan pangan manusia yang bersumber dari hutan berupa tanaman yang menghasilkan makanan untuk masyarakat sekitanya, plasmanutfah sebagai sumber material domestikasi dan introduksi sebagai tanaman budidaya, lahan pertanian dan perkebunan. Kebutuhan papan manusia berupa lahan transmigrasi, kayu, hasil tambang yang menghasilkan material untuk bahan bangunan (bahan baku marmer, besi, getah/resin). Kebutuhan sandang berupa bahan baku untuk pembuatan sandang seperti sutra, rayon. Sedangkan kebutuhan skunder dan tersier seperti bahan baku pulp, kertas, pensil, tinta untuk pendidikan; sumber-sumber tambang, minyak dan gas; bahan-bahan industri seperti kosmetik, farmasi; kebutuhan estetika, pengatur tata air dan tata udara, kebutuhan keamanan dari bencana alam yang berkaitan dengan fungsi hutan seperti banjir, longsor, kekeringan, elnino, dan lain-lain. Sebagai konsekuensi logis dari upaya pemenuhan kebutuhan manusia, maka dilakukan pemanfaatan sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu yang intensitasnya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan manusia dan perkembangan IPTEK di segala bidang, termasuk IPTEK dalam pengelolaan hutan maupun alat-alat berat untuk pemanfaatan hutan seperti traktor, truck, chainshaw, serta peralatan pabrik untuk mengolah bahan baku industri seperti pulp, kertas, kayu lapis, mebeler, dan lain-lain. Kegiatan pemanfaatan dalam bentuk pengusahaan hutan (HPH maupun HTI) dan konversi lahan untuk transmigrasi, perambahan hutan, pembukaan lahan hutan untuk pertanian dan perkebunan baru, eksplorasi dan eksplotasi sumber-sumber tambang, miyak, dan gas di areal hutan, serta semaraknya penebangan liar (illegal logging). Semua aktifitas pemanfaatan hutan yang tidak mengindahkan daya dukung lingkungan dan tidak berdasarkan pengelolaan yang berazaskan kelestarian dapat menyebabkan degradasi hutan dan sekaligus stabilitas hutan menurun. Dengan demikian, hutan tidak dapat lagi menangulangi bahaya dari hama, penyakit, kebakaran yang sangat merugikan dari aspek ekologi maupun ekonomi mikro dan makro. Gangguan fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan tata udara, menyebabkan bencana alam seperti longsor dan banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta iklim yang ekstrem.

III.

Program KSGTH

Departemen Kehutanan sebagai penyelenggara pengurusan hutan Indonesia untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan, memutuskan 5 kebijakan prioritas, meliputi: 1).Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu illegal, 2). Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan, 3). Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan, 4). Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, dan 5). Pemantapan kawasan hutan (Anonim, 2005). Pemanfaatan dan pembudidayaan suatu jenis (domestifikasi) yang berasal dari alam, maka eksplorasi jenis harus dilakukan untuk kemaslahatan manusia, termasuk untuk genetic improvement dalam rangka peningkatan produktifitas dan menghindari dampak negatif geopolitik pelestarian plasma nutfah (Marsono, 2004). Program konservasi dapat dilakukan bagi sebagian kecil jenis-jenis yang ada di hutan tropis yang memiliki kekayaan jenis yang sangat tinggi. Pemilihan prioritas jenis didasarkan pada pentinya suatu populasi, jenis atau kelompok jenis, dan tingkat bahaya dari sumberdaya genetik tersebut. Jenis-jenis prioritas dipilih untuk dikonservasi karena memegang peran kunci dalam ekosistem (keystone species) atau memiliki prospek secara ekonomis yang tinggi (Finkeldey, 2005). Kegiatan konservasi sumber daya genetik jenis sasaran yang terancam punah dan sekaligus akan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang baik produk kayu maupun non kayu mendesak untuk dilakukan. Sumber daya genetik dengan keragaman yang luas untuk program jangka panjang sangat menentukan efisiensi dan keluwesan kegiatan pemuliaan pohon pada masa yang akan datang. Strategi konservasi sumberdaya genetik meliputi konservasi di dalam habitat (in-situ) dan di luara habitat (exsitu). Strategi konservasi sumberdaya genetik secara in-situ dan ex-situ saling melengkapi, konservasi ex-situ merupakan back-up bagi konservasi in-situ, apalagi jika genetik maupun jenis target disebaran alamnya terancam punah. Materi genetik yang dikoleksi dari areal konservasi in-situ dapat berfungsi ganda yaitu selain
3

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

untuk materi pembangunan konservasi ex-situ juga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk keperluan pemuliaan. Menurut Soekotjo (2004), era konservasi ex situ di Indonesia dapat digolongkan menjadi: 1). Era introduksi pohon, baik jenis asli maupun kayu asing, lazimnya dengan genetik base yang sangat terbatas, 2). Era program breeding, dan 3). Era konservasi yang pemanfaatanya dirancang lebih efisien. Era konservasi ex-situ di Indonesia dimulai tahun 1817 dengan dibangunya Kebun Botani Bogor (KBB). Kegiatan introduksi tumbuhan hutan telah dimulai di Indonesia yang berdampak luas pada bidang perkebunan dan kehutanan baik di Inonesia maupun di luar negeri. Khaya spp yang berasal dari Hutan Humida Tropis Afrika dan mahoni yang berasal dari Hutan Humida Tropis Amerika yang ditanam di KBB, kemudian dikembangkan di berbagai tempat di Jawa dan luar Jawa berasal dari KBB. Eucalyptus urophylla dari NTT yang ditanam di KBB, kemudian orang Brazil mengambil biji dari KBB berhasil dikembangkan di Brazil. Pusat Penelitian Kehutanan pada tahun 1922 membangun 3 arboretum, yaitu Arboretum Bogor, Arboretum Kaliurang, dan Arboretum Watusipat di Gunung Kidul sebagai sarana pendidikan, terutama untuk peragaan dendrologi. Arboretum Bogor terdapat 50 famili, 136 genera, 234 species yang terdiri dari 167 species lokal dan 67 species asing. Arboretum Kaliurang seluas 10 ha terdapat 18 species yang mewakili flora pegunungan. Sedangkan Arboretum Watusipat seluas 10 ha terdapat 36 species yang mewakili flora daerah kritis. Lembaga Penelitian Hutan Bogor pada tahun 1937 sampai 1955 membangun 11 Kebun Percobaan Kayu Asing yang tersebar di beberapa tempat di Jawa, yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Kebun Percobaan Kayu Asing
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Pasirhantap Cikampek Sumberwaringin Pasirawi Cirendeng Haurbentes Pandekanmalang Yanlapa Arcamanik Cikole Carita Lokasi Tahun Pembangunan 1937 1937 1937 1938 1939 1940 1952 1953 1954 1954 1955 Luas (ha) 35,00 45,00 23,60 14,25 7,65 100,00 21,00 46,00 16,27 39,80 50,00 Jumlah Species 78 61 64 47 9 70 25 44 15 45 54

Coster dan Eidman pada tahun 1932 membangun uji provenan jati dari India, Myanmar, Thailand , Vietnam, Laos, 4 provenan Jawa dan 1 provenan Muna, Sulawesi Tengara. Pada tahun 1976, UGM melakukan pembunan uji jenis Pinus merkusii yang merupakan kombinasi uji keturunan dan provenan yang dibangun di 3 lokasi yaitu di Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur masing-masing berasal dari 200 famili (pohon induk) dan seluas 100 ha. Pada tahun 2003, UGM melaksanakan proyek yang didanai oleh ITTO dengan judul : Ex-Situ Conservation of Shorea leprosula and Lophopetalum multinervium and their use for future breeding and biotecnology. Proyek ini membangun uji jenis dan uji tanaman di 6 lokasi yang dirancang sebagai acuan pembangunan hutan tanaman meranti.

IV.

Peran BBPBPTH dalam Program KSDGTH

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2PBPTH) merupakan institusi pemerintah dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan berdasarkan Permenhut P.38/Menhut-II/2006 mempunyai tugas untuk melaksanakan penelitian di bidang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Kelompok penelitian Konservasi Sumberdaya Genetik bertanggung jawab melaksanakan kegiatan penelitian
4

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

yang secara teknis berhubungan dengan usaha-usaha konservasi; mempertahankan dan mengamankan keragaman genetik suatu populasi, sebagai penyedia materi genetik dalam program pemuliaan tanaman hutan dan sebagai upaya perlindungan jenis yang terancam punah. Program konservasi dapat dilakukan dengan pemilihan jenis-jenis target prioritas yang memegang peran kunci dalam ekosistem atau memiliki potensi secara ekonomi yang tinggi baik untuk produk kayu maupun non kayu (biofuel, biofarmaka). Konservasi sumberdaya genetik jenis prioritas baik in-situ maupun ex-situ merupakan modal utama penyedia materi genetik (genetic base) dalam program pemuliaan. Beberapa jenis prioritas yang mendesak untuk dikonservasi oleh B2PBPTH yaitu seperti pada tabel 2 di bawah. Tabel 2. Jenis target prioritas konservasi dan hasil yang sudah dicapai
No Jenis Prioritas Kegiatan Hasil

1. Cendana (Santalum album) 2. Araukaria (Araucaria cuninghamii) 3. Merbau bijuga) (Instia

Pembangunan Plot konservasi ex-situ Pembangunan Plot konservasi ex-situ

Lokasi di Hutan Penelitian Watusipat, Gunung Kidul, DIY. Tahun tanam 2002, 2003, dan 2005. Luas 3,5 ha. Berasal dari 26 provenans (NTT dan Jawa) Lokasi di Hutan Penelitian Sumberwaringin, Bondowoso, Jawa Timur. Tahun tanam 2002. Luas 0,5 ha. Berasal dari beberapa provenans Papua (Nerwah, Tuan, Tumbii, Anjai, Dakrau, Morepem, Anggresi, Serui, Wamena). Lokasi di Hutan Penelitian Sumberwaringin, Bondowoso, Jawa Timur, tahun tanam 2005, 2006, luas 3,25 ha. Lokasi di Hutan Penelitian Watusipat, Gunung Kidul, DIY, tahun tanam 2007 seluas 3 ha. Berasal dari beberapa provenans Papua, Maluku, maluku Utara. Lokasi di Hutan Penelitian Sumberwaringin, Bondowoso, Jawa Timur. Tahun tanam 2004, 2005, dan 2006. Luas 1,8 ha. Berasal dari provenans Kalimantan Timar, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, dan Jambi. Penelitian dilakukan sejak tahun 2005, lokasi di petak TTT 23 seluas 100 ha, di areal PT. SJM, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang (Shorea macrophylla, S. pinanga, S. stenoptera, S. seminis. S compressa).

Pembangunan Plot konservasi ex-situ

4. Ulin (Eusideroxylon zwageri)

Pembangunan Plot konservasi ex-situ

5. Sorea spp Penghasil Tengkawang

Pembangunan Plot konservasi in-situ

Banyaknya stakeholder yang terlibat dengan program konservasi sumberdaya genetik dan pemuliaan tananam hutan membutuhkan jejaring kerja. Peran antar lembaga teknis, balai penelitian, perguruan tinggi, pemerintah daerah, pengada bibit, perusahaan swasta dan masyarakat perlu ditingkatkan sehingga terkoordinasi dengan baik sehingga diharapkan mampu menjawab berbagai permasalan yang saat ini tengah dihadapi. Secara skematis langkah-langkah pekerjaan konservasi dan pemuliaan SDGTH dapat dilihat pada flowchart dan jalinan kerjasama kelembagaan konservasi dan pemuliaan tanaman hutan B2PBTH dengan stakeholders terkait dapat dilihat pada tabel 3.

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Deskripsi, identifikasi, & klasifikasi jenis target

Survey & Koleksi Jenis Target Populasi Dasar (Areal konservasi In-Situ) Plot Kons ex-situ (Alboretum, Kebun Raya, Bank genetik) Pengelolaan & Evaluasi

Populasi Pemuliaan (Uji Jenis, Uji Provenan, Uji Genetik)

Koleksi materi Infusi

Kegiatan Pemuliaan

Seleksi & koleksi materi phn plus

Populasi Perbanyakan
(SSO, CSO, Kebun Pangkas)

Produksi benih unggul

Populasi Produksi
(HTI, HTR, GERHAN, SILIN)

Tabel 3. Kelembagaan dalam program konservasi dan pemuliaan tanaman hutan.


No 1. Aspek Kegiatan Deskripsi, identi -fikasi, dan klasifi kasi jenis target Output 1. Kel jenis target prioritas utk dimuliakan, karakteristik, sebaran populasi dasar/sumber benih 2. Kel jenis target prioritas utk diselamatkan, karakteristik, sebaran populasi dasar/sumber benih 1. Populasi Dasar (alam) memenuhi persyaratan ditetapkan sbg areal konservasi In-Situ) 2. Populasi Pemuliaan (Pertanaman Uji: jenis, provenans, genetik) 3. Plot Kons ex-situ (Arboretum, Kebun Raya, Kebun Botani, Bank genetik 3. Kegiatan pemuliaan (seleksi, persilangan, uji multilokasi, uji klonl, dll) Pengelolaan plot kons ex-situ Populasi Perbanyakan o Kebun benih semai (SSO) o Kebun benih klon (CSO) o Kebun pangkas Plot Kons ex-situ terkelola dengan baik (terpelihara, data evaluasi) Stakeholder B2PBPTH, Tim pakar, PHKA, Pemda (Dishut), Perguruan Tinggi (PT), BUMN, Swasta, Masyarakat. Keterangan Awal pertama kegiatan dimulai

2.

Survey, koleksi dan domestifikasi

B2PBPTH (Kelti KSDG, Kelti Bioteknologi), Pemangku kawasan (TN, Dishut, BUMN, Swasta, Masyarakat) B2PBPTH (Kelti Pemuliaan, Kelti Bioteknologi), Users (Derektorat lain, Dishut, BUMN, Swasta, Masyarakat) B2PBPTH (Kelti KSDG) dan Pemangku kawasan (Kebun Raya) B2PBPTH (Kelti Pemuliaan, Kelti Bioteknologi), Users (Derektorat lain, Dishut, BUMN, Swasta, Masyarakat) B2PBPTH (Kelti KSDG) dan Pemangku kawasan (Kebun Raya)

Hasil inventarisasi & analisis DNA menjadi bahan rencana kegiatan penelitian multi years Kerjasama dgn users (dana, areal uji, tool, SDM) Kerjasama dgn users (dana, areal uji, tool, SDM) Kerjasama dgn users (dana, areal uji, tool, SDM)

4.

Kerjasama dgn users (dana, areal uji, tool, SDM)

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

No 5. 6. 7.

Aspek Kegiatan Seleksi & koleksi materi pohon plus Koleksi materi Infusi Produksi Benih Uggul

Output Populasi Pemuliaan Lanjut (Uji Genetik F2 dst)

Stakeholder B2PBPTH (Kelti Pemuliaan, Kelti KSDG), User (Derektorat lain, Dishut, BUMN, Swasta, Masyarakat) Users (Derektorat lain, Dishut, BUMN, Swasta, Masyarakat)

Keterangan Kerjasama dgn users (dana, areal uji, tool, SDM)

Populasi Produksi benih untuk kebutuhan HTI, HTR, GERHAN, SILIN

B2PBPTH berkonstribusi dalam Program konservasi dan rehabilitasi Nasional

DAFTAR PUSTAKA Ekawati, S., Indrawati, D.R., dan Yuliantoro, D. 2005. Peningkatan Keamanan Hutan Melalui Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus di BKPH Cabak, KPH Cepu). Proseding Seminar Nasional Dengan IPTEK Membangun Hutan Tanaman Demi Kemakmuran Bangsa dan Terciptanya Kelestarian Lingkungan. P3HT. Yogayakarta. Finkeldey, R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Alih bahasa oleh Djamhuri, E., Siregar, I.Z., Siregar, U.J., Kertadikara, A.W. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Marsono, D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. BIGRAF Publishing dan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH Yogyakarta. Simon,H, 1999, Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat, Teori dan Aplikasi pada Hutan Jati di Jawa, Biagraf Publishing, Yogyakarta. Simon,H, 2000, Hutan Jati dan Kemakmuran, Problematika dan Pemecahannya, Biagraf Publishing, Yogyakarta. Sumitro, A. 2005. Ekonomi Sumberdaya Hutan. Analisis Kebijakan Revitalisasi Hutan di Indonesia. Debut Press. Yogyakarta. Soekotjo. 2004. Status Riset Konservasi Genetik Tanaman Hutan Indigenous Species di indonesia. Prosiding Whorkshop Nasional Konservasi, Pemanfaatan, dan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan. P3BPTH, Yogyakarta. Soekotjo. 2005. Konservasi. Materi Kuliah Silvikultur Lanjut. Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pasca Sarjana, UGM. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan). UNEP-WCMC. 2003. UNEP World Conservation Monitoring Center. <http://www.inep-wcmc.org/laternews/emergency/fire 1997/ecos.htm revision> diakses pada tanggal 8 Mei 2003.

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Lampiran. Langkah-Langkah Pemilihan Jenis-Jenis Target Prioritas Menurut Soekotjo (2005), banyak variabel yang harus dipertimbangkan untuk menentukan jenis-jenis pohon hutan prioritas sebagai target program konservasi sumberdaya genetik untuk pemuliaan pohon hutan, misalnya nilai ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang umum dilakukan dalam pemilihan jenis-jenis pohon hutan prioritas sebagai target program konservasi sumberdaya genetik untuk pemuliaan pohon hutan adalah sebagai berikut:

TAHAP I

ITEM Menentukan attribute yang digunakan sebagai alat penilaian bagi species prioritas (lazimnya attribute dibatasi maksimal 6). Jenis tersebut harus memiliki nilai komersial yang tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat dalam jumlah yang banyak. Bernilai tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat (ukuran ini dapat pada volume perdagangan dan tujuan dari Negara yang mengimpor). Jenis yang bernilai komersial tinggi tersebut dalam kondisi beresiko tinggi karena materi genetiknya telah tererosi yang dapat membahayakan (misalnya akibat eksploitasi yang berlebihan dan tidak terkendali dan adanya kebakaran hutan). Jenis yang bernilai tinggi mudah dibudidayakan dan memiliki potensi untuk dimuliakan (karena memiliki variasi genetik yang tinggi). Jenis yang bernilai tinggi dan memiliki riap yang tinggi dan memiliki respon yang tinggi dalam manipulasi lingkungan. Berdasarkan langkah I, disusun matrik dengan 2 pembuka, yaitu baris merupakan susunan jenis dan kolom merupakan attribute yang dipilih. Jenis yang akan disusun informasinya pada tahap awal dapat diperoleh dari informasi pada monografi genus/genera, sumber herbarium, Flora Malesiana, data inventarisasi hutan, data perdagangan kayu, buku-buku PROSEA, dan informasi lainya. Attribute dapat diperoleh dari beberapa sumber yang telah tersedia pada saat ini. Misalnya informasi tentang riap bisa diperoleh dari publikasi/laporan penelitian, nilai perdagangan dari harga kayu saat ini. Kombinasi antara riap dan harga kayu sangat penting dan memudahkan untuk merengking.

II

III

Perlu diketahui atau ditentukan terlebih dahulu pusat-pusat pembangunan pertanaman dengan kepastian hukumnya sehingga tidak akan ada alih fungsi dikemudian hari. Setelah diketahui pusat-pusat pertanaman, kemudian dapat dilakukan pemilihan jenis. Karena ada interaksi antara jenis X dengan tempat tumbuh, sehingga memungkinkan informasi yang diperoleh dari langkah ke 2 untuk beberapa lokasi bisa berbeda. Uji jenis perlu dilakukan di beberapa lokasi pada pusat pertanaman yang dirancang. Informasi yang diperoleh dari uji jenis bermanfaat untuk mengkoreksi data yang diperoleh dari langkah ke 2. Namun, program pertanaman dapat dilakukan dengan mengacu pada langkah ke 2 (karena uji jenis memerlukan waktu, untuk tujuan operasional tidak perlu menunggu hasil uji jenis).

IV

Perlu dibuatkan database jenis prioritas setelah langkah ke 2 diselesaikan (sehingga jenis prioritas dapat diketahui, walaupun masih harus disempurnakan, seperti pada langkah ke 4. Database berisi nama ilmiah, nama daerah, tebaran geografik, sifat kayu, silvika, silvikultur, nilai
8

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

TAHAP

ITEM perdagangan, dan lain-lainya (selalu disempurnakan jika ada perkembangan/tambahan informasi jenis prioritas tersebut).

VI

Data dan informasi tentang tebaran masing-masing jenis prioritas yang terdapat di database merupakan populasi dari jenis yang bersangkutan. Sumber materi genetik untuk tindakan konservasi ex-situ dan uji provenansi dari masing-masing jenis target sudah dapat diketahui. Kegiatan konservasi ex-situ dan uji provenansi memerlukan biaya yang cukup besar dan tenaga yang cukup banyak, maka tidak semua jenis target memerlukan tindakan konservasi ex-situ maupun uji provenansi, maka jenis-jenis target yang mengalami erosi genetik menjadi prioritas untuk ditangani. Merancang untuk membangun konservasi in-situ dan ex-situ bagi jenis-jenis target prioritas, yaitu jenis-jenis yang program breedingnya sudah cukup mendesak. Konservasi ex-situ dilakukan pada jenis yang sudah diketahui tebaran geografisnya dengan baik, variasi genetic dapat diketahui dengan metode DNA. Struktur genetic dapat digunakan sebagai rekomendasi kegiatan konservasi in-situ yang lokasinya di pusat-pusat tebaran dan di daerah ekoton, dengan luas areal yang relative kecil, namun tersebar merata dan dalam jumlah yang dapat mewakili sebaran alamnya. Setiap lokasi konservasi in-situ dibuat petak ukur monitoring untuk mengamati perubahan dan kecenderungan yang mungkin terjadi pada variasi dan struktur genetic. Secara simultan dilakukan pengumpulan materi genetic sebagai bahan konservasi ex-situ. Beberapa persyaratan dalam pembangunan konservasi ex-situ: 1). Ulangan minimal 2 lokasi, untuk mengantisipasi jika terjadi bencana alam yang dapat menghilangkan koleksi di satu lokasi. 2). Jalur isolasi yang dapat memisahkan populasi satu dengan populasi lainya, agar tidak terjadi persilangan antar populasi, 3). Luas minimal masing-masing populasi yang tergantung pada jenis yang dikonservasi (contoh pada jenis pinus ditentukan luas minimal 10 ha agar mampu membentuk kabut pollen, sehingga pollen yang berasal dari luar kawasan tidak dapat menyerbuki pohon-pohon yang berada di populasi konservasi ex-situ.

VII

VIII

Secara simultan dilakukan pembangunan kebun benih pada beberapa jenis target untuk menghasilkan materi dengan genetic unggul dengan peningkatan kualitas dari generasi ke generasi.

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

JENIS LOKAL RIAU (ATLAS KAYU INDONESIA) NAMA JENIS Giam Cotylelobium spp (C. burckii, C.flavum, C. malayanum, C. melanoxylon) DAERAH SEBARAN Riau, Kalbar, Kaltim Kalsel, HABITUS Tinggi 35-40 m, panjang bbc 10-25 m, diameter bisa 80 cm, tinggi banir 1,5-3 m (C. Burckii hanya sampai 60 cm dan tidak berbanir), kulit luar kelabu, kelabu-coklat, coklat muda, coklat sampai tua atau merah, beralur dangkal, sedikit mengelupas (C. Melanoxylon mengelupas banyak). C. Burckii mengeluarkan damar berwarna coklat muda sampai merah tua. Tinggi sampai 36 m, panjang bbc 20 m, diameter sampai 60 cm, kulit luar berwarna kelabu-coklat atau merahcoklat, beralur dangkal dan mengelupas banyak, kecil-kecil tipis. SILVIKULTUR Tumbuh di hutan rawa dengan tanah berpasir atau tanah liat yang digenagi air tawar. Dapat tumbuh di daerah bertipe hujan A pada dataran rendah sampai 100 m dpl. Permudaan alam tersebar di dalam hutan primer bercampur dengan meranti, nyatoh, kapur, kempas, dll. Pertumbuhanya lambat. Buah berbentuk bulat dan bersayap panjang. Musim berbuah umumnya seperti pada jenis Dipterocarpaceae lainya. Hama dan penyakit belum ada data dan informasi. Tumbuh di hutan hujan tropis primer, pada tanah kering dan liat atau berpasir sampai ketinggian 300 m dpl. Permudaan alam cukup banyak yang membutuhkan tempat agak terbuka. Biji bisa langsung ditanam di lapangan atau disemaikan, sedalam 1 cm di bawah permukaan tanah tanpa perlakuan pendahuluan. Buah besar, bulat, berdaging, dan berbiji satu. Sebelum disimpan, biji dijemur 10 hari sehingga daya kecambah 80% dengan persen tumbuh 80%. Tumbuh pada tanah datar dan sarang atau tidak terlalu lama tergenag air, pada tanah pasir atau tanah liat berpasir. Iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A sampai B, pada ketinggian 0-500 m dpl. Permudaan alam mudah dan banyak tumbuh berkelompok pada tempat KEGUNAAN Karena keawetan dan kekuatanya tinggi, maka banyak digunakan untuk bahan baku perumahan, terutama untuk tiang atas maupun bawah, di air tawar atau air laut. Bahan baku kayu perkapalan (lunas, gading-gading, papan, pendayung). Cocok untuk konstruksi berat, pertambangan, lantai, balok-balok kecil pada gerbong, tiang listrik, bantalan, rangka pintu dan jendela.

Kulim (Scorodocarpus borneensis)

Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalsel, Kaltim.

Banyak digunakan untuk tiang jembatan, bantalan, tiang listrik dan telpon, lunas perahu dan bangunan perumahan (balok, tiang, papan, dan lantai)

Tembesu Fagrea spp. (F. fragrans, F. sororia)

Sumut, Kalimantan, Sulawesi, Jabar, Maluku, dan Irian.

Tinggi sampai 40 m, panjang bbc 25 m, diameter sampai 80 cm atau lebih, batang tegak, tidak berbanir. Kulit luar berwarna coklat sampai hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas.

Banyak digunakan untuk konstruksi berat di tempat terbuka maupun berhubungan dengan tanah, balok jembatan atau tiang rumah, lantai dan barang bubutan.

10

Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi Riau dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

NAMA JENIS

DAERAH SEBARAN

HABITUS

SILVIKULTUR terbuka, bekas tebangan atau perladangan. Biji disemaiakan di bak kecambah di bawah naungan dan berkecambah pada 15-25 hari. Berbuah dan berbuah setiap tahun pada bulan MeiAgustus, dan November-Januari. Buah melimpah dan mengandung biji yang berukuran kecil. Tanaman muda disukai kijang, sedangkan pada pohon yang besar dapat terserang jamur upas.

KEGUNAAN

11

Anda mungkin juga menyukai