Anda di halaman 1dari 21

Hutan Tanaman

Rakyat
Hello!
Perkenalkan Kelompok Kami

Nuranisya L13119128 Moh. Rezky F L13119095


Putri L13119143 Suardi L13119115
Sri Wulandari L13119148 Riki M L13119182
Ariska Ayudiba L13119124 Hamzah L13119117
Sanrah A. Ekawaty AR L13119112
Beyantri Yohana L13119173
Zulkifli L13119178
Frizkiawan I. Sompalele L13119150

KELOMPOK 5
1. KONSEP
Hutan Tanaman Rakyat

Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya
disingkat HTR adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh
kelompok masyarakat untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumber daya hutan.

(PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK


INDONESIA
NOMOR P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 TENTANG HUTAN TANAMAN RAKYAT
PASAL 1 AYAT 1)

2
Luas hutan alam Indonesia terus
mengalami penurunan selama 3 dekade
terakhir. Penurunan yang terbesar terjadi
pada periode 1998-2000 yang disebabkan
oleh perubahan sistem politik di Indonesia.

Implikasi dari penurunan luas hutan alam


tersebut adalah semakin menurunnya
pasokan kayu bulat sebagai bahan baku
industri pengolahan kayu. Pemerintah
mengeluarkan opsi revitalisasi industri
kehutanan untuk menambah pasokan
bahan baku kayu bagi industri kehutanan
dalam bentuk pembangunan HTR. Kinerja Perhutanan Sosial per 31 Desember 2019

3
Tujuan Program HTR

1 2 3

Meningkatkan
pendapatan Menyediakan pasokan Sebagai upaya
masyarakat sekitar bahan baku kayu bagi rahabilitasi kawasan
hutan kepentingan industri hutan

4
Pengembangan HTR

Pendekatan Pasar Pendekatan Sosial


Pendekatan ini akan efisien dan akan mendorong Pendekatan ini mendorong terwujudnya prinsip
pelaku HTR untuk mencapai skala keadilan kepada semua pelaku usaha, karena
keekonomiannya, namun dapat mendorong pemberian akses yang lebih besar kepada
penguasaan aset oleh pemilik modal besar saja. masyarakat. Namun, pendekatan ini akan
menghadapi tantangan yang berat untuk mencapai
skala keekonomian karena kemampuan
masyarakat yang terbatas terhadap akses
informasi maupun pendanaan

Agar pembangunan HTR berjalan secara efektif dan efisien, diperlukan pendekatan yang
mengkombinasikan kedua pendekatan di atas yaitu pasar dan sosial (pembangunan HTR yang
inklusif). 5
Kerangka Pikir Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat
Sumber : Buku Bersama Membangun Perhutanan Sosial
6
Siapa Saja Pemeran dalam Pengelolaan HTR ?
KELOMPOK TANI HUTAN/KTH
Kelompok yang dibentuk oleh anggota
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama
dalam mengusahakan atau memanfaatkan
hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu
1 atau jasa lingkungan hutan secara lestari dan
berada/tinggal di desa atau beberapa desa di
GABUNGAN KELOMPOK sekitar atau di dalam kawasan hutan negara
TANI HUTAN/GAPOKTAN dan kelembagaannya disahkan oleh Kepala
Desa
Organisasi yang dibentuk oleh
beberapa KTH untuk mencapai tujuan
bersama dalam mengusahakan atau 2
memanfaatkan hasil hutan yang KOPERASI TANI
apabila berada di dalam beberapa
wilayah desa disahkan oleh Camat. HUTAN/KOPTANHUT
Badan usaha koperasi yang dibentuk
oleh perorangan yang merupakan
petani hutan untuk bersama-sama
3
mengusahakan atau memanfaatkan
hasil hutan kayu atau hasil hutan
bukan kayu atau jasa lingkungan
secara lestari.

Dalam melaksanakan usaha pemanfaatan hutan


tersebut diperlukan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). 7
9,000,000 ha
Kawasan hutan produksi yang sudah dialokasikan untuk membangun HTI.

6,000,000 ha
Kawasan belum ditanami atau tidak berhasil penanamannya dan 60% dari luas kawasan
tersebut (sekitar 3,6 juta hektar) disediakan bagi masyarakat.

2,400,000 ha
Kawasan ditawarkan kembali kepada perusahaan untuk membangun HTI.

8
2
Bagaimana
Implementasi Hutan
Tanaman Rakyat di
Indonesia ?

9
Di tingkat tapak, implementasi HTR di Provinsi Lampung memberikan kontribusi pendapatan rata-rata
sebesar

8,036,507 /KK/Bulan
atau sebesar 67,72% terhadap pendapatan total dengan luasan antara 1,5-2 hektar per KK
(Faradhana, Herwanti, & Kaskoyo, 2019).
Tingginya kontribusi pendapatan ini seharusnya menjadi pendorong untuk percepatan pembangunan HTR di
Indonesia.

10
Lambatnya kinerja pembangunan HTR dapat dilihat dari realisasi
pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
HTR yang baru mencapai 15,7% dari total keseluruhan skema
perhutanan sosial dan 4,9% dari areal kawasan hutan produksi
yang dicadangkan dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial
(PIAPS) per September 2018. Realisasi luas areal perhutanan
sosial HTR sampai akhir 2017 tersebar di 113 kabupaten.

Lambatnya realisasi pemberian IUPHHK-HTR ini juga terjadi di


Kabupaten Sarolangun.

11
Pada Jurnal "Strategi Implementasi Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten
Sarolangun, Jambi" tertulis bahwa lokasi pencadangan HTR Kabupaten Sarolangun
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 386/KPTS-II/2008 tanggal
7 November 2008 seluas 18. 840 ha.
Namun perkembangan penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan
Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) di Kabupaten Sarolangun sangat lambat. Hingga Mei 2011
atau dalam kurun waktu 2,5 tahun sejak dikeluarkannya SK pencadangan, baru 0,82% dari
keseluruhan areal tersebut yang sudah diterbitkan izinnya oleh Bupati.

Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan diketahui bahwa realisasi IUPHHK-HTR di


Kabupaten Sarolangun pada bulan Maret 2009 seluas 44 ha dan 110,66 ha pada bulan Maret
2010. IUPHHK-HTR tersebut diberikan kepada empat kelompok tani hutan (KTH), yaitu:
52,72 ha untuk KTHMaju Jaya, 31,09 ha untuk KTH Usaha Tani, 50 ha untuk KTH Bukit
Lintang, dan 20,85 ha untuk KTH Sumber Rejeki.

12
Hal yang patut disayangkan adalah berhentinya proses implementasi HTR
setelah dikeluarkannya SK IUPHHK HTR, karena ketidakmampuan
masyarakat dalam mengelola lahan yang telah menjadi haknya. Namun
demikian, upaya pemerintah daerah untuk mengimplentasikan kebijakan
HTR terus berlanjut dengan dilaksanakannya penyuluhan dan
pendampingan dalam rangka percepatan HTR.
Hingga saat ini, disamping masyarakat Desa Taman Bandung yang telah
memiliki IUPHHK-HTR, beberapa desa lain baru memulai proses
implementasi kebijakan ini dengan membentuk kelompok tani hutan dan
mengumpulkan persyaratan guna mendapatkanIUPHHK-HTR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54,32% responden memutuskan
untuk ikut serta dalam kegiatan HTR. Ikut serta yang dimaksud adalah
mereka yang telah memiliki izin pengelolaan HTR atau sedang dalam
proses pengurusan ijin HTR. Namun keputusan masyarakat untuk ikut
serta dalam kegiatan HTR bukan berarti mereka berpartisipasi aktif dalam
kegiatan implementasi HTR. Oleh karena itu tingkat partisipasi perlu
mendapatkan perhatian, karena seringkali terjadi partisipasi palsu dan
program tetap dilaksanakan secara top down.

13
Kemampuan masyarakat yang rendah

Ketidaksesuaian lokasi dengan tanaman Ketidakpastian pasar dan harga jual


Masalah dalam Pembangunan HTR

2 4 6

1 3 5 7

Tidak menjamin kepastian usaha Lemahnya kelembagaan masyarakat

Rendahnya minat masyarakat Serangan hama dan penyakit

14
“ Akses pembiayaan pembangunan HTR yang terbatas bagi petani menjadi isu yang
perlu diperhatikan. Isu ini dapat diatasi dengan program pembiayaan yang
dikeluarkan oleh pemerintah melalui pinjaman dana bergulir (PDB) dari Badan
Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiyaan Pembangunan Hutan (PPPH) (Herawati, 2011).
BLU PPPH menyediakan pinjaman dengan suku bunga rendah dibandingkan dengan
suku bunga komersial.

Pendanaan menjadi common problem bagi pemegang izin HTR yang perlu mendapat
perhatian secara khusus, seperti masalah agunan, rendahnya komoditas kayu produk
HTI, lemahnya administrasi keuangan, panjangnya masa tenggang (grace period)
yaitu selama delapan tahun yang belum diimbangi dengan pendapatan jangka pendek
untuk memperkuat arus kas, dan belum adanya penjaminan risiko dari lembaga
asuransi.

15
Untuk mendapatkan dana pinjaman dari BLU PPPH, pertama-tama pemohon
harus mengajukan proposal. Bagi petani yang akan mengajukan pinjaman,
misalnya untuk pengajuan kredit tunda tebang, harus menjadi anggota
kelompok tani dan mempunyai bukti kepemilikan lahan pribadi. Pengajuan
kredit tunda tebang hanya diberikan kepada kelompok tani.
Tanaman yang dapat dibiayai dengan kredit tunda tebang adalah tanaman
hutan rakyat yang belum mencapai masak tebang sehingga tanaman yang
sudah masuk ke masak tebang tidak dapat dijadikan sebagai agunan. Jumlah
dana pinjaman ditetapkan sebesar 60-80% saat diinventarisasi. Setelah
disetujui oleh BLU maka pinjaman akan dikucurkan melalui Dinas Kehutanan,
penyuluh, kelompok tani, dan petani. Pengalaman di Wonosobo, penyusunan
proposal untuk pengajuan Kredit Tunda Tebang, bisa mencapai 4 bulan
(Djaenudin et al., 2018).

16
Rancangan Pola Pengembangan HTR

Pola Pengembangan HTR Tantangan Pengembangan


Pola HTR

1) HTR Pola Mandiri 1) Kebijakan RKT

2) Berkurangnya sumber
2) HTR Pola Kemitraan
bahan baku dari hutan alam

3) Pengelolaan HTI beda


3) HTR Pola Developer
dengan HTR

17
Sumber Materi
Thanks!
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai