Anda di halaman 1dari 9

NOTULA

Nama Kegiatan : Diskusi Pojok Iklim “Ekonomi Hijau melalui Perhutanan Sosial”
Waktu : Rabu, 17 Mei 2023 pukul 13.30 s/d 15.30 WIB
Media Diskusi : Zoom Meeting (ID: 972 7914 2293, Passcode: Poklim 2023)

1. Keynote Speaker oleh Bapak Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc – Direktur Jenderal Perhutanan Sosial
dan Kemitraan Lingkungan
• Dalam perkembangan ekonomi global, dari hasil UNFCCC COP 27 telah dicetuskan inisiatif pembangunan
rendah karbon dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau.
• Ekonomi hijau adalah sebuah gagasan mengenai ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan kesetaraan sosial sekaligus mengurangi resiko kerusakan lingkungan
secara signifikan. Dapat juga diartikan sebagai perekenomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi
karbon dioksida terhadap lingkungan, hemat sumber daya alam, dan berkeadilan sosial.
• Program perhutanan sosial adalah program reforma agraria, Kampung, Desa, Fasos yang berada di dalam
kawasan hutan diselesaikan dengan TORA, sedangkan mengenai akses masyarakat bagi 25.863 Desa
dan 36,7% nya miskin diberikan akses 35 tahun dalam bentuk perhutanan sosial.
• Harapannya dengan pendampingan, pengetahuan masyarakat dapat ditingkatkan, akses pemodalan dan
pasar ditingkatkan sehingga nilai tambah bagi petani itu dimungkinkan dengan kemanfaatan yang
berkelanjutan maka otomatis masyarakat akan menjada sumber dayanya.
• Perhutanan sosial menjadi salah satu jalan mewujudkan ekonomi hijau melalui pengelolaan sektor
kehutanan yang mampu menjadi salah satu pilar dalam mewujudkan berbagai target pembangunan
nasional maupun global yang berkelanjutan mulai dari SDGs.
• Melalui perhutanan sosial dalam jangka panjang akan mewujudkan peningkatan ekonomi desa, menjaga
kestabilan sosial, berperan untuk menjaga lingkungan khususnya sektor lahan dan hutan.
• Untuk mewujudkan tujuan di atas dalam implementasinya pehutanan sosial melalui menyeimbangkan 3
tata kelola: 1) tata kelola kelembagaan, 2) tata kelola kawasan, dan 3) tata kelola usaha.
• 3 hal yang harus dilakukan oleh pemerintah terkait 3 tata kelola tersebut, yaitu :
1) Kebijakan pemberian alokasi lahan sebanyak 12,7 juta hektar hutan negara berupa aspek legal izin
pengelolaan hutan untuk menggarap lahan perhutanan social. Masyarakat akan mendapatkan insentif
berupa dukungan teknis dari Pemerintah dalam mengelola areal perhutanan sosial sesuai dengan
area yang diajukan.
2) Pola pendampingan dan keterlibatan peran pihak terkait. Pola pendampingan dapat dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, Swasta, Offtaker, Perbankan, dan akademisi.
3) Akses pembiayaan. Harapannya saat izin/persetujuan sudah diberikan, dilakukan pendampingan
untuk membuat rencana kerja, kemudian diberikan insentif. Untuk keberlanjutannya diperlukan modal,
dalam bentuk kerjasama perbankan.
• Capaian perhutanan sosial sampai dengan Mei 2023 telah mencapai 5,383 juta hektar yang tersebar di
Indonesia. Ada hampir 10 ribu kelompok usaha perhutanan sosial dengan klasifikasi yang masih awal
(baru menerima SK kemudian dengan pendampingan) baru 46,72%. Kemudian yang sudah membuat
rencana RKPS dan sudah melaksanakan programnya sebanyak 43,41%, yang sudah berhasil sebanyak
9,37%, dan sudah diekspor sekitar 1%.
• Setelah mendapatkan akses kelola, kelompok perhutanan sosial mendapatkan fasilitasi pengembangan
usaha perhutanan sosial diantaranya:
1) Penguatan kelembagaan (pemetaan areal, penyusunan rencana perhutanan sosial, dan pembentukan
Kelompok Usaha Perhutana Sosial),
2) Optimalisasi pemanfaatan hutan (agroforesti, silvofishery, dan silvopastura),
3) Kerjasama pengembangan usaha (fasilitasi pemodalan, fasilitasi pemasaran, dan Kerjasama
operasional), dan
4) Integrated Area Development. Tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi dan integrasi
program perhutanan social menjadi program kewilayahan.
• Jika skala ekonomi sudah terpenuhi untuk bahan baku industri, maka lapangan pekerjaan akan tercipta,
ekonomi akan meningkat, dan menumbuhkan sentra industri baru
• Kontribusi Perhutanan Sosial dapat didekati dengan perhitungan Nilai Ekonomi. 4 bulan terakhir yang telah
tercatat dari 5,93% kelompok sudah mencapai 117 Milyar.
• Jika masyarakat mendapatkan kemanfaatan dari hutan, maka hutan tersebut akan dijaga dari kebakaran
hutan, illegal logging, dan perambahan lainnya. Hal ini akan memberikan kontribusi dalam FOLU NET Sink
2030.
• Harapannya melalui pojok iklim dapat tersosialisasi pembangunan ekonomi hijau melalui perhutanan sosial
yang dapat mendorong pemberdayaan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, mewujudkan berbagai
target pembangunan nasional maupun global yang berkelanjutan .

2. Penyampaian Materi “Inisiator Kerjasama & Desa Kawasan Denbukit” oleh Bapak I Gusti Armada –
Inisiator Integrated Area Development (IAD) Buleleng
• Wilayah kami berada di Utara Bali dan wilayah Buleleng hampir seperempat dari Pulau Bali yang terdiri
dari 129 Desa dan 19 Kelurahan. Jadi, wilayah kami hampir sebagian besar memiliki Kawasan hutan
lindung yang berada diatas atau ditengah-tengah dan memanjang dari barat sampai timur.
• Cerita Integrated Area Development tidak lepas dari posisi saya sebagai kepala desa. Tahun 2018 saya
diminta berbicara oleh teman-teman dari kehutanan, dimana saya salah satu kepala desa yang tidak
memiliki hutan, tetapi sangat menerima dampak dari tata kelola hutan yang tidak baik.
• Hal ini dimulai ketika Pemerintah mengeluarkan program perhutanan sosial, adanya kesempatan yang
diberikan kepada desa-desa dalam mengelola hutan.
• Kementerian LHK, memberikan ruang memberikan akses pengelolaan hutan.
• Kami berada ditengah Kabupaten Buleleng yang terdiri dari 8 Desa (Desa Wanagiri, ambengan,
sambangan, panji, panjianom, tegal linggah, selat, baktiseraga) diberikan akses untuk mengelola
perhutanan sosial melalui hutan desa.
• Dari 8 desa tersebut terdapat 6 desa yang mendapatkan izin kelola hutan desa seluas 1.500 ha.
• Kerjasama antar desa di Buleleng dimulai dari 8 desa yang kemudian diperluas ke desa desa lainnya. Dari
8 Desa diperluas menjadi 1 Kabupaten Buleleng dan hal ini tidak mudah, harus ada komunikasi dan
kolaborasi untuk menjalankan gerakan tersebut.
• Sebelumnya terdapat problem/konflik seperti perebutan debit air. Hal ini memunculkan ide untuk
melakukan kerjasama antar pemangku kepentingan. Persoalan tersebut dapat diatasi.
• Yang dirasakan dari Integrated Area Development adalah adanya kesamaan pandangan di wilayah kami
bahwa hutan lindung di wilayah kami harus dijaga.
• Beberapa Faktor pendukung IAD:
1) Difasilitasi oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat
2) Pembentukan badan kerjasama antar desa (BKAD)
3) Pembentukan Lembaga pengelola hutan desa (LPHD) dan terhubung ke BUMDes
4) Terdapat local champion
5) Terdapat local wisdom yang bisa dikembangkan
• Manfaat IAD
1) Penyelesaian konflik
2) Pemerataan air untuk segala aspek
3) Tidak lagi kesulitan air apada musim kering
4) Persoalan banjir pada musim hujan mulai teratasi
5) Beberapa BUMDes sudah produktif dan berkembang
• Persoalan yang terjadi tidak dapat diselesaikan secara parsial, penyelesaian dilakukan dengan kerjasama
dan kolaborasi antar stakeholder baik desa, kabupaten, provinsi, maupun pusat/kementerian.
3. Penyampaian Materi “Pengelolaan Karet Berkelanjutan dan Berbasis Perhutanan Sosial” oleh Vincent
Rajasa Luhur (Direktur Utama PT. Hevea Eka Asia – Aplikasi TANIYUK)
• Ide atau konsep aplikasi TANIYUK ketika produser sarung tangan terbesar harus import bahan baku dari
Vietnam atau Thailand karena terbatasnya bahan baku di Indonesia. Banyak lahan karet yang
dialihfungsikan menjadi lahan sawit atau persawahan.
• Visi TANIYUK : mensejahterahkan dan menaikkan taraf hidup petani. TANIYUK merupakan wadah
sekaligus jembatan penghubung antara petani dan industri. Petani dan Industri dihubungkan melalui smart
koperasi. TANIYUK memiliki 3 nilai utama yaitu mudah, jujur, dan transparan. Fitur TANIYUK membantu
untuk memfasilitasi petani untuk menjual lateks dan lump dengan cara yang mudah, petani menerima
pembayaran dan dapat menarik uang dengan cepat dan mudah, memberi keuntungan ke petani melalui
poin dalam setiap penjualan lateks, serta memudahkan petani membeli peralatan pertanian lainnya
dengan cara kredit.
• Petani diberikan poin penilaian terhadap kinerja yang baik berdasarkan frekuensi, kuantitas dan kualitas
produksi. Poin dapat ditukar dengan hadiah. Dengan penilaian, kita mengetahui petani mana yang perlu
untuk dilakukan peremajaan.
• Aplikasi TANIYUK ini merupakan wujud digitalisasi, untuk kemajuan sektor pertanian yang maju, mandiri,
dan modern. Digitalisasi dapat menjadi solusi permasalahan yang dihadapi petani karet dalam mengatasi
: lambatnya akses informasi, panjangnya rantai tata niaga yang membuat rendahnya harga jual karet,
kurangnya transparasi dan kurangnya akses pelacakan.
• Menurut Pusat Penelitian Karet bahwa 1,2 ton karet kering berkontribusi menangkap 35 ton CO2 di
atmosfer. Jadi, jika tanaman karet dikonversi menjadi tanaman non hutan kita bisa kehilangan potensi
tersebut. Kondisi di lapangan, mayoritas pohon karet merupakan tanaman tua dan produksinya sudah
menurun. Banyak kendala yang dihadapi. Atas dasar hal tersebut, TANIYUK ingin merancang sebuah
modul TANIYUK Invest yang bertujuan untuk membuat program peremajaan atau replanting sehingga
pohon-pohon karet dapat berproduksi lebih optimal.
• Perlu kerjasama antar pihak dari pemerintah hingga lembaga dunia dalam menjaga hutan. Tahun 2022
kami sudah membuat rencana dan membuat program replanting seluas 50 Ha, namun terkendala banyak
hal salah satunya akses jalan yang mempersulit mobilisasi ke dalam kebun karet. Selain itu banyak lahan
yang terendam banjir sepanjang tahunnya.
• TANIYUK mendukung perempuan untuk ikut bertani. 30% dari total petani TANIYUK adalah perempuan.
• Sejak didirikan pada November 2021, TANIYUK berhasil menghidupi 1.359 petani dengan produksi harian
mencapai 15 ton/hari yang tersebar ke dalam 12 regional lokasi. Wilayah jangkauan TANIYUK meliputi
Kabupaten Banyuasin (9 desa), dan Kabupaten OKI (HTR MoU dengan KLHK) di Kabupaten Sumatera
Selatan.
• TANIYUK sebagai solusi untuk petani:
1) Harga karet rendah dan stabil
2) Rendahnya produktivitas dan nilai hasil produk
3) Panjangnya rantai tata niaga
4) Minimnya akses ke dunia perbankan
5) Konversi lahan dari hutan ke non hutan.
• TANIYUK merupakan sebuah terobosan yang menjadi salah satu model bisnis yang tidak hanya
mengoptimalisasi bidang bisnis tersebut tapi kita membuka ekosistem yang lebih luas bagi petani, seperti
terbukanya lapangan kerja untuk mandor atau admin, dari sisi transportasi/logistik, ada warung-warung
yang bisa menjadi agen, dan tentunya meningkatkan ekonomi daerah. TANIYUK bisa menjadi sebuah
contoh yang membuta Indonesia bangga. Terobosan ini sifatnya wajib dan merupakan evolusi permanen
untuk keberlanjutan petani Indonesia bahkan global.

4. Penyampaian Materi “Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Berkelanjutan pada Area
Perhutanan Sosial” Sudarmi – Ketua Kelompok Wanita Tani HKm Sedyo Lestari, Yogyakarta
• Target Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan penguatan tata Kelola hutan di lingkungan melalui
FOLU Net Sink 2023, yang membutuhkan keterlibatan berbagai pihak salah satunya perempuan di tingkat
tapak. Perempuan memiliki pemahaman dan pengatahuan untuk merawat hutan dan sumber daya alam
seperti layaknya perannya sebagai seorang ibu.
• Perhutanan Sosial DIY terdiri dari HKm dan HTR dan termasuk kelompok pemegang ijin HKm yang
pertama di Indonesia, karena pengelolaan hutan masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 1995 hingga
mendapat ijin sementara tahun 2003, kemudian kepastian ijin tetap diperoleh tahun 2007, yang meliputi
35 HKm dan 3 HTR.
• Dalam Hutan Lindung dimanfaatkan sebagai Wisata geoforest Watu paying, pengelolaan bawah tegakan,
jenis tanaman jati. Pada Hutan Produksi pemanfaatan untuk produksi kayu, pengelolaan bawah tegakan,
jenis tanaman jati, akasia dan sono. Untuk HTR tanamanya adalah Kayu, NK, BTH dan Wisata
• Capaian pemanfaatan kawasan hutan yaitu pengelolaan hutan berkelanjutan mulai dari persemaian
hingga panen sendiri. Dalam pengelolaan hutan terdapat tiga kelola diantaranya:
1) Kelola Kelembagaan yang meliputi:
a. Administrasi kelembagaan dilengkapi degan kepengurusan anggota, aturan internal, dan RKU-
RKT.
b. Organsiasi Kelembagaan dapat berjalan dengan aturan internal yang ditaati bersama
2) Kelola Kawasan
a. Tahun Tanam 2003 dengan jenis tanaman jati
b. Budidaya pertanian 5 tahun pertama dengan jenis jagung, kedelai, kacang dan ketela
c. Pengembangan HHBK tahun ke – 6 dst dengan jenis garut, jahe, dan ternak kambing dan sapi
d. Pengembangan bawah tegakan porang mulai tahun 2016
e. Pemanfaatan hasil kayu mulai tahun 2019 - sekarang
3) Kelola Usaha
a. Jasa wisata alam, sebagai taman bermain/ruang publik, dan edukasi budidaya layan dan ternak
b. KUPS olahan empon-empon jahe, kunir, garut dan porang. Jenis komoditas ini kemudian diolah
menjadi produk. Total komoditas empon-empon dengan kapasitas 150 kg/bulan
c. Budidaya hijauan untuk penyediaan pakan ternak terdiri dari tanaman Indigofera dan kolonjono.
• Adapun Total data panen HKM tahun 2019 – 2022 adalah sebesar 7929,50 M3
• Tahun 1 dan 2 masih menggunakan Offtaer dari luar dengan syarat Offtaker memiliki SIPUHH. Selanjutnya
tahun 2020 dibentuklah Koperasi KWML, yaitu sebagai wadah/ offtaker untuk mebeli kayu pada HKm
meskipun belum maksimal dapat dibeli. KWML bekerjasama dengan IBI, melalui program MFP4 untuk
mendukung pasar, sebagai market akses player pada pasar produk perhutanan sosial. Salah satu manfaat
dari Kerjasama ini salah satunya fasilitasi terkait SIPUHH.
• Peran perempuan dalam tata Kelola perhutana sosial dan peningkatan nilai ekonomi masyarakat, meliputi:
1) Kesetaraan, dimana dalam mengelola hutan akan memperkuat peran perempuan pada sumber daya
hutan.
2) Keadialan, dimana perempuan mampu meningkatkan sensifikan dan memiliki peran dalam pengelolaan
hutan yang meliputi perencanaan, pengordinasisian, pelaksanaan dan pengawasan.
3) Ketahan Malangan, dimana perempuan mampu mengidentifikasi pengetahuan hutan yang
berkelanjutan dengan pengelolaan hutan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan.
4) Pemberdayaan, dimana telah melibatkan kaum perempuan secara aktif dalam pengelolaan hutan.
• Inovasi dan peran perempuan telah dilakukan dalam pengelolaan kawasan hutan, sehingga antara
perempuan dan laki – laki bisa saling menghargai, memberikan kesempatan yang sama mulai dari
penanaman, penebangan, dan pelelangan. Dan saat pasca panen sehingga kembali mereboisasi untuk
capaian ekonomi hijau, melalui perhutanan sosial. Secara Umum pengelolaan hutan telah mampu
dilakukan oleh perempuan dalam kesetaraan gender.
• Tantangan meliputi:
a. Membangun manajemen bisnis bagi kelompok, untuk dapat melakukan efesiensi operasional maupun
penjualan yang optimal.
b. Pasar kayu dari hutan negara yang terbatas pada industri berizin dan be-SIPUHH, sehingga potensi
monopoli harga dapat terjadi.
c. Meningkatkan industry primer tingkat pemegang izin, bekerjasama dengan industry besar maupun
lanjutan.
• Peluang meliputi:
a. Sertifikasi apapun bagi kelompok akan bermandaat dalam rangka perbaikan produk standar dan tata
kelola hutan. Karena ada kegaiatan dan persyaratan bagi pengelola sehingga dapat bejalan dengan
tertib.
b. Potensi karbon dalam pengelolaan HKm pernah diperhitungakan. Saat itu dengan model rencana
Kelola yang disusun HKm didapatkan serapan karbon sebesar 31 tonCO2/Ha.
• Jika karbon sudah bisa diberikan intensif maka akan menambah dan memotivasi kelompok dalam
pengelolaan HKm sehingga dapat semakin baik dan dapat mewujudkan kesejahteraan petani.

5. Diskusi
1) Mohon penjelasan tentang lokal wisdom apa yang bisa diadopsi di daerah lain? Jawab: Situasi di Bali
tentu beda dengan di daerah lainnya, di Bali ada kearifan lokal sejak dahulu seperti adanya Subak, adanya
Desa Adat, komunitas-komunitas, dll. Sehingga dalam konteks kami melakukan IAD, maka kami tentu
saja harus melibatkan para pihak, contoh Subak ketika membicarakan akses air tentu keterlibatan subak
harus diajak, contoh Desa Adat (mengatur ada budaya dan keagamaan) dan Desa Dinas (mengatur
pelayanan masyarakat) ini harus dilakukan kolaborasi sehingga terjadi harmoni di tingkat tapak. Ketika
kita berbicara sebuah IAD, para pihak kita ajak duduk bareng agar tidak menimbulkan persoalan di
kemudian hari.
2) Apa bentuk konkrit yang disumbangkan oleh kelompok masyarakat di hilir terhadap upaya pelestarian
kawasan hutan di daerah hulu? Jawab: IAD yang dibangun di Denbukit Buleleng ini mulanya dibangun
karena persoalan air dan kebencanaan. Kami di hilir merasakan dampak yang sangat besar, karena itulah
kami membuat model dan model ini nyambung dengan yang Namanya IAD tersebut. Kami setiap desa
tidak boleh individual, kami perkuat dengan kelembagaan yang disini namanya BKAD (Badan Kerjasama
Antar Desa), bahwa kita semua bersepakat untuk membangun IAD tersebut.
3) Saran untuk pak armada, teman-teman di hulu perlu menikmati manfaat, bisa dilakukan budidaya pola
agroforesti (HHBK/MPTS) pola ketahanan pangan dan penyedia bahan baku.
4) Apakah TANIYUK telah mendapatkan support dari berbagai pihak, khususnya dari unsur pemerintah dan
lembaga non pemerintah? Jawab: TANIYUK masih dibawah shamerock group (salah satu offtacker utama
dari latex yang dihasilkan/pabrik sarung tangan latex). Saat ini masih eksplore kerjasama dengan
berbagai pihak.
5) Apakah TANIYUK dapat diakses oleh publik? Jawab: Saat ini aplikasi TANIYUK dikhususkan pada petani
karet dan masih pengembangan di wilayah Sumatera Selatan. Untuk publik dapat melihat kontek kami di
medias sosial.
6) Aplikasi TANIYUK sangat menarik, saran agar aplikasi tersebut dapat dikembangkan dengan fungsi
traceability yaitu asal karet. Hal ini penting untuk antisipasi aturan baru EUDR. Jawab: TANIYUK sudah
memiliki fungsi traceability.
7) Untuk pengembangan usaha selalu terkendala pasar. Bagaimana Kelola budidaya porang dan
bagaimana pasarnya? Jawab: untuk saat ini tanaman porang dalam kelompok tani belum sampai
penjualan, baru sebatas budidaya untuk pengembangan, karena porang yang ditanam di dalam kawasan
bawah tegakan itu tidak sesubur dengan yang ditanam di hamparan sehingga belum pemasaran.
8) Seberapa jauh kesetaraan gender telah efektif diterapkan dan dirasakan secara nyata dalam pelaksanaan
pengelolaan hasil hutan kayu? Jawab: Ada 4 indikator, salah satunya adalah keadilan. Jadi disitu peran
perempuan dirasakan secara nyata bahwa perempuan di dalam pengelolaan hutan sudah mempunyai
keadilan atau sudah setara dengan laki-laki dimana perempuan membuat keputusan dan merencanakan
di dalam pengorganisasian serta melaksanakan pengawasan.
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai