Anda di halaman 1dari 10

Paper Komunikasi dan Informasi Kehutanan Medan, Mei 2020

PENYULUHAN PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL

Dosen penangjawab:
Oding Affandi, S.Hut, M.Si

Disusun Oleh:
Rahma Dewi Harahap
171201042
MNH6

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadieat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan
penulisan paper ini. Paper yang berjudul “ Penyuluhan Pengembangan Perhutanan
Sosial” ini dibuat untuk memenuhi syarat tugas sebagai mahasiswa di Program Studi
Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Paper ini membuat keterangan mengenai Penyuluhan Kehutanan Tentang
Pengembangan Perhutanan Sosial. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah Komunikasi dan Informasi Kehutanan, Bapak Oding Affandi, S.Hut,
M.Si serta teman-teman dilingkungan kampus yang telah ikut serta membantu dalam
penyelesaian makalah ini dengan memberikan ide dan dorongan semangat.
Penulisan menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan oleh penulis.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................iii
BAB I
I.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
I.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II
II.1 Metode Penyuluhan........................................................................................ 3
BAB III
III.1 Pengembangan perhutanan social.................................................................. 4
III.2 Alternatif strategi dan arah kebijakan yang lebih tepat untuk mengembangkan
perhutanan social............................................................................................ 5
BAB IV
IV.1 Kesimpulan.................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAK

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan “ bumi dan air
dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hak tersebut berarti negara mempunyai
tanggung jawab atas kemakmuran rakyat dengan mengelola sumberdaya yang ada di
bumi Indonesia secara bijaksana. Saat ini banyak masalah lingkungan yang timbul di
sekitar kita terlebih kerusakaan tersebut diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Padahal manusia merupakan makhluk yang seharusnya melestarikan sumber daya
alam yang ada disekitar nya salah satunya dengan cara memanfaatkan sumber daya
alam itu sebaik-baiknya. Namun kenyataan nya manusia sering melebihi ambang
batas pemanfaatan itu sehingga banyak kejadian kerusakan sumberdaya alam
terkhusus dalam masalah hutan. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang
mampunyai nilai ekonomi yang tinggi, melihat kondisi hutan saat ini mengalami
perubahan yang cepat dan dinamis sesuai perkembangan pembangunan dan
perjalanan waktu.
Untuk melestarikan sumber daya alam itu sendiri terutama dalam lingkup
lingkungan hidup yaitu di hutan, maka Pemerintah mempunyai Program yaitu
Perhutanan Sosial. Karena program ini dianggap efektif sebagai pelestarian hutan,
seperti hutan yang sudah gundul ataupun yang rusak dapat ditanami kembali oleh
masyarakat sekitar hutan. Selain itu perhutanan sosial juga bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat pinggiran ( masyarakat hutan ) sebagai pelaku utama
melalui aspek kelestarian hutan. Program ini mempunyai tiga pilar yaitu lahan,
kesempatan berusaha, dan sumber daya manusia. Berdasarkan hal tersebut maka
program ini dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan agar dapat
mengelola dan memberdayakan lahan hutan.
Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial yang selanjutnya disebut IPHPS
adalah usaha dalam bentuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan kayu
2

dalam hutan tanaman, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman,
pemanfaatan air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa wisata alam, pemanfaatan
sarana wisata alam, pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan
lindung dan pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan lindung dan hutan produksi.
Perhutanan sosial dapat diberikan pada wilayah kerja dengan tutupan lahan yang
terbuka atau terdapat tegakan hutan kurang dari atau sama dengan 10% (sepuluh
perseratus) secara terus menerus dalam kurun waktu 5 (lima) tahun atau lebih
Kegiatan Perhutanan Sosial (social forestry) didefinisikan sebagai bentuk
kehutanan industrial (konvensional) yang dimodifikasi untuk memungkinkan
distribusi keuntungan kepada masyarakat local. Konsep perhutanan sosial dapat
dilaksanakan pada lahan hutan tradisional, yaitu kawasan hutan negara maupun
lahan-lahan lainnya, seperti pekarangan, tegalan, atau kebun. Tujuan pengembangan
perhutanan sosial adalah melibatkan masyarakat yang mendiami sekitar dan di dalam
kawasan hutan untuk turut serta memberdayakan sumber daya hutan yang ada. Jika
mengacu pada data yang ada, di mana luas hutan rakyat (HR) diperkirakan 1.265.460
ha, hutan kemasyarakatan sampai tahun 2006 seluas 33.576 ha dan akan ditingkatkan
sampai tahun 2015 menjadi 2,1 juta ha, sementara untuk program Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) sampai tahun 2006 seluas 551.739 ha untuk
reboisasi, 618.261 untuk hutan rakyat, 5.602 ha untuk hutan kota, dan 4.963 ha untuk
hutan bakau, maka menampakkan kecenderungan peningkatan kemampuan
pemerintah untuk mengelola model-model perhutanan sosial yang ada
(Sumanto, 2009)
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan perhutanan social ?
2. Apa alternatif strategi dan arah kebijakan yang lebih tepat untuk
mengembangkan perhutanan social?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara Pengembangan perhutanan social
2. Untuk mengetahui alternatif strategi dan arah kebijakan yang lebih tepat untuk
mengembangkan perhutanan social
3

BAB II
METODE

II.1 Metode Penyuluhan


Adapun metode yang digunakan pada penyuluhan yang bertema “
Penyuluhan Pengembangan Perhutanan Sosisal” yaitu
1. Dilakukan pendekatan terhadap masyarakat
2. Dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar dan menjelaskan bagaimana
cara untuk mengembangkan perhutanan sosial dan strategi ke arah kebijakan
yang lebih tepat untuk mengembangkan perhutanan social
4

BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Pengembangan perhutanan social


Pengembangan model perhutanan sosial di Indonesia tidak terlepas dari
kendala dan persoalan serius yang mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Pada
berbagai aras dan tujuan, aktor pengelola dan masyarakat justru saling klaim ketidak
mampuan serta saling berhadapan sebagai dua aktor yang saling memperebutkan
sumber daya hutan. Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang semula ditujukan
sebagai reduksi bagi konflik perambahan kawasan hutan, justru memunculkan jenis
konflik baru, akibat adanya konflik kepentingan antara pengelolanya, perijinan dan
prosedur pengurusannya, serta kewajiban membayar provisi sumberdaya hutan oleh
masyarakat. Demikian pula halnya yang terjadi pada pengelolaan hutan rakyat (HR),
berbagai persoalan juga turut berperan, di antaranya akses pengelolaan yang sangat
tergantung pada pemilik lahan, persoalan teknis penanaman dan pemeliharaan, serta
pengendalian eksploitasi/penebangan hasil hutan oleh masyarakat.
Pengembangan perhutanan sosial misalnya melalui GNRHL di Kota Kupang
ternyata menjadi faktor pendorong (accelerator) terjadinya konflik akibat tumpang
tindih berbagai kepentingan. Akumulasi kondisi struktural masyarakat dan kebijakan-
kebijakan politik dan ekonomi di daerah, menjadi faktor yang signifikan bagi
terciptanya konflik. Akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap hasil kinerja
pengelola kehutanan dalam jangka panjang menyebabkan suatu kondisi depresi relatif
nyata, yang pada akhirnya apabila didorong oleh suatu gerakan kekecewaan bersama
oleh masyarakat dapat memicu timbulnya konflik melalui tahapan-tahapan yang
linear atau sebaliknya melalui tahapan yang sulit diprediksi sama sekali. Namun, pada
intinya konflik terjadi manakala ada suatu kondisi struktural yang
melatarbelakanginya. Adanya kondisi depresi relatif dalam masyarakat terhadap hasil
pengelolaan kawasan hutan selama dekade tertentu, pada beberapa kasus menjadi
sumber konflik itu sendiri. Menilik gambaran di atas, dapat diasumsikan bahwa pada
dasarnya setiap kebijakan penerapan program pembangunan tertentu memiliki potensi
5

konflik. Besar atau kecilnya konflik yang terjadi, jumlah aktor yang terlibat maupun
tingkat eskalasi konflik sangat ditentukan oleh seberapa besar kondisi struktural yang
mempengaruhi konflik, adanya faktor pendorong (accelerator) dan faktor pemicu
terjadinya konflik.

III.2 Alternatif strategi dan arah kebijakan yang lebih tepat untuk
mengembangkan perhutanan social
Perhutanan sosial sebagai salah satu model pemberdayaan yang ditawarkan
Departemen Kehutanan setidaknya merupakan langkah maju dalam mengatasi
persoalan konflik pengelolaan hutan antara pihak departemen dengan masyarakat,
sebab persoalan konflik terjadi setelah implementasi program tersebut di lapangan.
Adanya perbedaan kepentingan antara aktor-aktor yang terlibat program, persoalan
teknis dan non teknis (administrasi, perijinan, dan lain-lain) di lapangan hingga
persoalan hak-hak masyarakat menjadi sumber konflik baru dalam pengelolaan
kawasan hutan.
Strategi pemberdayaan masyarakat, misalnya melalui program perhutanan
sosial, sudah langkah-langkah yang fleksibel, menghargai proses alamiah yang terjadi
dalam masyarakat serta berjalan dalam tujuan dan peran yang berimbang. Tahapan
proses belajar bersama (learning together), membangun komunikasi yang efektif,
melakukan strategi bagi tindakan, pembuatan perangkat-perangkat aturan atau sarana,
pemantauan dan evaluasi serta pemberlakuan sanksi-sanksi yang membangun,
merupakan beberapa langkah yang mungkin dapat ditawarkan. Proses belajar
bersama dapat melalui pengertian terhadap proses-proses tradisional/lokal yang
berkembang, penghargaan terhadap setiap individu/kelompok yang terlibat, dan
pemilihan isu atau strategi yang dapat mewakili semua kelompok/individu yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Sebab pada intinya, program
perhutanan sosial memiliki tujuan yang baik, meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat sekitar hutan menjadi lebih baik dengan bersama-sama memanfaatkan
sumberdaya hutan yang ada, sekaligus juga mereduksi gejolak dan ketimpangan
sosial yang ada sehingga perselisihan atau konflik pengelolaan hutan dapat dihindari.
6

BAB IV
PENUTUPAN

IV.1 Kesimpulan

Perhutanan sosial dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-


II/2004 didefinisikan sebagai sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan
hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat
setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Perhutanan sosial juga
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pinggiran ( masyarakat hutan ) sebagai
pelaku utama melalui aspek kelestarian hutan. Program ini mempunyai tiga pilar
yaitu lahan, kesempatan berusaha, dan sumber daya manusia. Berdasarkan hal
tersebut maka program ini dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan
agar dapat mengelola dan memberdayakan lahan hutan.
7

DAFTAR PUSTAKA

Nurhikmah, A S Mahbub, dan Supratman. 2018. Strategi Pengembangan Program


Pemberdayaan Masyarakat Hutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Jurnal Hutan dan Masyarakat.
10(2): 246-256

Sumanto, S E. 2009. Kebijakan pengembangan perhutanan sosial dalam perspektif


resolusi konflik. Balai Penelitian Kehutanan: Kupang. 1 – 13.
Suryandari, E. Y. dan T. Puspitojati. 2003. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ;
Keragaman dan Kelestarian. Buletin Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. 4 (2): 1-14.

Anda mungkin juga menyukai