Anda di halaman 1dari 166

MODUL

SEKOLAH LAPANG
PENCEGAHAN KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN

PUSAT PENYULUHAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
TAHUN 2017
Diperuntukkan Bagi Penyuluh Kehutanan

Modul Sekolah Lapang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Pengarah : Kepala Pusat Penyuluhan


Penanggung Jawab : Kepala Bidang Pengembangan Penyuluhan
Penyusun : Tim Pusat Penyuluh
Design Cover : Jaya Suhendi
Pencetakan Ulang : 2017

Catatan : Tulisan ini bukan hasil karya sendiri, melainkan diambil dari berbagai
tulisan dan hasil pengamatan lapangan, selanjutnya diperuntukkan
bagi Penyuluh Kehutanan

ii

ii
KATA PENGANTAR

Kebakaran hutan dan lahan menjadi permasalahan serius dalam


pembangunan lingkungan di Indonesia. Dampak negatif kebakaran
hutan dan lahan bukan saja terhadap kerusakan hutan dan lahan, tetapi
juga dampak lingkungan sosial dan ekonomi.
Solusi masalah kebakaran hutan dan lahan jangka panjang
perlu lebih difokuskan kepada upaya pencegahan. Salah satu upaya
pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah penyadaran masyarakat
desa sekitar hutan dan peningkatan kapasitas SDM masyarakat desa
dalam berusaha alternatif di luar usahatani berbasis api. Pusat Penyuluhan
sebagai supporting system dalam pembangunan lingkungan hidup dan
kehutanan mempunyai peran dalam upaya pemberdayaan masyarakat
tersebut.
Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu alternatif metode
penyuluhan yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kesadaran dan
kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam upaya pencegahan
kebakaran hutan dan lahan. Metode Sekolah Lapang ini merupakan
metode yang belum cukup familiar dalam penyuluhan kehutanan di
Indonesia. Oleh karena itu penting sekali menyamakan persepsi berbagai
pihak untuk pelaksanaan metode ini di lapangan.
Modul Sekolah Lapang ini merupakan salah satu media penyampaan
persepsi dan sebagai panduan untuk membekali Penyuluh Kehutanan/
pendamping dalam memandu kegiatan SL di lapangan. Modul ini
merupakan langkah awal, dan masih perlu penyempurnaan. Oleh karena
itu diperlukan masukan dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan
dan penyempurnaan di waktu mendatang. Semoga buku ini bermanfaat.

Pusat Penyuluhan

iii

iii
iv

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ iii


DAFTAR ISI ........................................................................... v
I. PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................. 3
II. SEKOLAH LAPANG SEBAGAI METODE PENYULUHAN ..... 4
2.1. Ciri-ciri Khusus ........................................................ 4
2.2. Prinsip-prinsip ......................................................... 4
2.3. Proses Belajar ......................................................... 5
III. SEKOLAH LAPANG PENCEGAHAN KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN ..................................................... 7
3.1. Topik dan Materi Pembelajaran Sekolah Lapang ......... 7
3.2. Metode Pembelajaran .............................................. 9
3.3. Waktu Pelaksanaan SL ............................................. 11
3.4. Pelaku SL ................................................................ 11
3.5. Tahapan SL ............................................................. 12
3.6. Keluaran/Output ...................................................... 13
3.7. Manfaat .................................................................. 14
3.8. Syarat Keberhasilan SL ............................................. 13
IV. TOPIK DAN MATERI SEKOLAH LAPANG ..................... 15
4.1. Topik I .................................................................... 15
4.2. Topik II ................................................................... 19
4.3. Topik III ................................................................. 46
4.4. Topik IV .................................................................. 63
4.5. Topik V ................................................................... 73
4.6. Topik VI .................................................................. 97
4.7. Topik VII ................................................................. 108
4.8. Topik VIII ............................................................... 118
4.9. Topik IX .................................................................. 121
4.10. Topik X .................................................................... 147
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 159

v
vi

vi
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebakaran hutan dan lahan menjadi permasalahan serius
dalam pembangunan kehutanan di Indonesia. Dampak negatif
kebakaran hutan dan lahan bukan saja terhadap kerusakan
lingkungan hutan dan lahan, tetapi juga dampak ekonomi serta
dampak lingkungan sosial dan penderitaan manusia. Data World
Bank menyebutkan kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan
di Indonesia tahun 2015 senilai $16 milyar, setara dengan 1.8%
Produk Domestik Brutto (PDB). Estimasi ini mencakup kerugian
pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan, industri,
pariwisata, lingkungan hidup dan sektor-sektor lainnya. Sebagian
dari kerugian itu akibat kerusakan dan kerugian langsung terhadap
hasil panen, kehutanan, perumahan dan infrastruktur, dan biaya
yang ditimbulkan untuk menangani api.

Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kualitas udara


di desa-desa di sekitar kebakaran lahan seringkali melampaui
angka 1.000 pada Indeks Standar Polutan (PSI). Angka ini lebih
dari tiga kali lipat tingkat berbahaya. Racun yang dibawa oleh
asap menyebabkan gangguan pernafasan, mata dan kulit, serta
terutama sangat berbahaya bagi balita dan kaum lanjut usia; udara
yang beracun tersebut mengandung karbondioksida sianida dan
amonium. Pada saat kebakaran dan hutan tahun 2015 kegiatan
perdagangan dan sekolah di wilayah terpaksa dihentikan, akibatnya
sekitar 5 juta siswa kehilangan waktu belajarnya.

Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan


antara lain: hilangnya kayu atau produk non-kayu, menambah
lebih dari 1 miliar ton karbon ke dalam beban emisi Indonesia,
hilangnya banyak spesies tumbuhan dan hewan, termasuk populasi
orangutan tersisa yang jumlahnya sekitar sepertiga orangutan liar
yang tersisa di dunia. kerugian lingkungan terkait keanekaragaman
hayati diperkirakan bernilai sekitar $295 juta pada tahun 2015.

1
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bukan disebabkan
oleh faktor tunggal tetapi merupakan hasil aktivitas beragam
jejaring aktor masyarakat, pemerintah, non-pemerintah, dan sektor
swasta. Kelompok-kelompok tersebut beroperasi di beberapa jenis
lahan: konsesi perusahaan, lahan negara dan privat/komunal.
Dalam banyak kasus, tidak jelas siapa pemilik hak lahan. Akar
masalah kebakaran di Indonesia terletak pada kemiskinan dan
lemahnya tata kelola. Mereka tidak, secara langsung, menjadi
masalah lingkungan hidup tetapi jadi masalah kemanusiaan.

Masalah kebakaran hutan dan lahan tidak cukup diatasi


dengan pemadaman kebakaran saja, tetapi perlu dicari solusi
jangka panjang yang meliputi upaya menghindari konversi hutan,
mengurangi ketergantungan pada api, serta menjauhi kultivasi
lahan gambut, mengubah kebutuhan penggunaan lahan alternatif,
menciptakan lapangan kerja lokal, penyediaan dukungan fiskal
pada masyarakat miskin desa sekitar hutan serta alternatif usaha
yang mampu bersaing dengan pertanian berbasis-api.

Solusi masalah kebakaran hutan dan lahan jangka panjang


perlu lebih difokuskan kepada upaya pencegahan. Salah satu
upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah penyadaran
masyarakat desa sekitar hutan dan peningkatan kapasitas SDM
masyarakat desa dalam berusaha alternatif di luar usahatani
berbasis api. Pusat Penyuluhan sebagai supporting system
dalam pembangunan kehutanan mempunyai peran dalam upaya
pemberdayaan masyarakat tersebut.

Sekolah Lapang merupakan salah satu alternatif metode


penyuluhan yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
kesadaran dan kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam
upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Metode Sekolah
Lapang ini merupakan metode yang belum cukup familiar dalam
penyuluhan kehutanan di Indonesia. Oleh karena itu penting sekali
menyamakan persepsi berbagai pihak untuk pelaksanaan metode
ini di lapangan. Penyediaan modul Sekolah Lapang merupakan

2
salah satu media penyampaan persepsi dan sebagai upaya untuk
membekali Penyuluh Kehutanan dalam memandu kegiatan ini di
lapangan.

1.2. Maksud dan Tujuan

Modul Pendampingan Sekolah Lapang Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan disusun sebagai panduan untuk Penyuluh
Kehutanan melakukan kegiatan pendampingan Sekolah Lapang
Kebakaran Hutan dan Lahan. Modul ini juga sebagai bagian
kontribusi Pusat Penyuluhan dalam upaya meningkatkan kesadaran
dan kemandirian masyarakat sehingga dapat berperan aktif dalam
pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

3
II. SEKOLAH LAPANG SEBAGAI METODE PENYULUHAN

Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali


pada tahun 1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan
pertanian. Sekolah Lapang telah menghasilkan perubahan yang luar
biasa dalam meningkatkan kapasitas dan partisipasi petani khususnya
dalam pengendalian hama terpadu. SL bukanlah sekolah formal, yang
pembelajaran dilakukan di ruang kelas dengan jadwal waktu yang ketat
dan ruang gerak yang terbatas. SL sebagai salah satu metode penyuluhan
atau pembelajaran dan pendidikan petani memiliki ciri khusus, prinsip,
azas, tahapan yang membedakannya dengan metode penyuluhan dan
pembelajaran lainnya. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan SL ialah
menghasilkan petani yang sadar lingkungan, kritis dan mandiri dalam
mengembangkan usaha tani bidang kehutanan secara berkelanjutan.

2.1. Ciri Khusus

Sekolah Lapang yang dikenal dengan ciri khusus “Sekolah tanpa


dinding” memiliki pengertian terbuka dan tidak kaku. Pembelajaran
dilakukan secara partisipatif, dengan memberikan kesempatan
bagi masyarakat untuk menetapkan materi pembelajaran khusus
yang berkaitan dengan permasalahan nyata yang dihadapinya di
lapangan. Proses pembelajaran SL didasarkan pada Pendidikan
Orang Dewasa (POD) yang dikemas dalam metode pembelajaran
yang praktis, sistematis dan menarik (tidak kaku).

2.2. Prinsip-Prinsip

1. Proses belajar pada siklus belajar lewat ”pengalaman”;


2. Kurikulum belajar terpadu dengan kebutuhan dan sesuai
dengan kompetensi masyarakat;
3. Sarana belajar utama adalah realitas alam dan terkait aktivitas
masyarakat;
4. Waktu belajar sesuai dengan satu periode pengelolaan usaha
secara berkala;

4
5. Metode belajar praktis dengan satu periode dan terjangkau
masyarakat setempat;
6. Menggunakan metode belajar Pendidikan Orang Dewasa
(andragogi), tidak ada “guru”, yang ada “fasilitator” sebagai
pendamping yang membantu melancarkan proses belajar;
7. Pembahasan topik-topik tematik yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi masyarakat.

2.3. Proses Belajar


Proses belajar dengan alam lebih ditekankan untuk
membangun kecerdasan dan mengembangkan daya kritis. Metode
SL bukan merupakan pengalihan (transfer) teknologi atau informasi
tetapi mengutamakan kajian pengalaman untuk memperoleh
ilmu pengetahuan. Setiap warga belajar didorong untuk mampu
mengamati realitas, mengungkapkan pengalaman dan gagasan,
menganalisa fakta, mengambil keputusan, dan melakukan aktivitas
secara bersama. Mereka berposisi sebagai subyek untuk memimpin
sendiri dan memotori proses belajar dan aksi bersama secara
bertahap dan berkelanjutan.

Proses belajar dalam Sekolah Lapang erat kaitannya dengan


pandangan terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup
yang aktif dan kreatif yang senantiasa ‘haus’ akan pengertian
tentang arti dan maksud hidup. Pola SL dirancang sedemikan
rupa sehingga kesempatan belajar petani terbuka selebar-
lebarnya agar para petani berinteraksi dengan realita mereka
secara langsung, serta menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang
terkandung di dalamnya. Sekolah Lapang bukan sekedar “belajar
dari pengalaman”, melainkan suatu proses sehingga peserta didik
yang kesemuanya adalah orang dewasa, dapat menguasai suatu
proses “penemuan ilmu” (discovery learning) yang dinamis dan
dapat diterapkan dalam manajemen lahan usahataninya maupun
dalam kehidupan sehari-hari.

5
Secara garis besar, siklus belajar dalam metode SL ialah:
1. Mengalami/Melakukan,
Peserta SL mencoba mengamati kegiatan yang merupakan
aktivitas mereka sehari-harinya
2. Mengungkapkan
Peserta SL menggambarkan kondisi yang ada.
3. Menganalisa
Peserta berdiskusi bersama tentang topik yang dibahas dan
mencoba menganalisanya.
4. Menyimpulkan
Peserta memutuskan tindakan yang perlu dilakukan dari hasil
pembahasan.
5. Menerapkan
Peserta melakukan dan menerapkan ilmu yang diperoleh di
lahan belajar dan lahan sendiri.

Gambar 1 : Siklus Belajar Lewat Pengalaman (Experience


Learning Cycle)

6
III. SEKOLAH LAPANG
PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

3.1. Topik dan Materi Pembelajaran Sekolah Lapang

Topik dan materi pembelajaran SL Pencegahan Kebarakan


Hutan disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat, berikut ini contoh topik dan materi
pembelajaran SL Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Tabel 1. Topik dan materi pembelajaran dalam Sekolah Lapang


Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

No Topik Materi Pembelajaran


1. Persiapan a. Penjelasan singkat Pencegahan
Kebakaran Hutan dan Lahan serta
Metode Sekolah Lapang
b. Dinamika Kelompok
c. Kontrak Belajar
d. Pretest
2. Pengenalan Karhutla a. Pengertian, Konsep Kebakaran,
Perilaku api
b. Faktor-faktor penyebab karhutla
c. Peraturan dan sanksi hukum karhutla
a. Atribut-atribut karhutla
b. Pengalaman dalam pecegahan
Kebakaran Hutan dan lahan
3. Identifikasi Potensi a. Pengertian Identifikasi Potensi
Kebakaran Hutan dan b. Teknik-Teknik Identifikasi Potensi
lahan c. Merencanakan Identifikasi Potensi
d. Melaksanakan Identifikasi Potensi
e. Menganalisis Hasil Identifikasi Potensi
f. Pemetaan Hasil Identifikasi secara
Partisipatif

7
No Topik Materi Pembelajaran
4. Penataan Lahan a. Perencanaan Penataan Lahan secara
partisipatif :penataan vegetasi, sekat
bakar, lubang serasah, jalur evakuasi
b. Tahap-tahap Penataan Lahan
c. Pembuatan kesepakatan/aturan
penataan lahan terkait penataan
lahan dalam rangka pencegahan
kebakaran hutan dan lahan
5. Deteksi Dini, Pelaporan a. Deteksi dini kebakaran hutan dan
Dan Pemadaman Dini lahan
Kebakaran Hutan Dan b. Uji tingkat bahaya kebakaran hutan
Lahan c. Mekanisme pelaporan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan
d. Pengenalan peralatan sederhana
pemadam kebakaran dan cara
penggunaannya
e. Pemadaman dini kebakaran hutan
dan lahan
6. Teknik Pembukaan Lahan a. Tujuan dan Manfaat PLTB
Tanpa Bakar b. Penyiapan dan Pengolahan
c. Pemanfaatan Gulma
7. Teknik Konservasi Tanah a. Teknik KTA metode Vegetatif
Dan Air (Penanaman tanaman kayu-kayuan);
b. Teknik KTA metode Agronomi
c. Teknik KTA metode Sipil Teknis
(Pembuatan Dam Penahan
8. Pengolahan Limbah a. Pembuatan dan manfaat kompos;
Organik Menjadi Kompos b. Pembuatan dan manfaat cuka kayu.
9. Pelatihan Usaha Produktif a. Teknik budidaya lebah madu
Masyarakat b. Teknik budidaya jamur
c. Pengolahan aren
d. Kerajinan bambu
(*Disesuaikan dengan kebutuhan)

8
No Topik Materi Pembelajaran
10. Monitoring, Evaluasi Dan a. Monitoring dan evaluasi Pencegahan
Pelaporan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Karhutla b. Laporan Dan Publikasi Sederhana

Pada setiap pembelajaran juga mencakup tema umum lainnya


seperti manajemen kelompok, komunikasi, penguatan kerja sama
dan kebersamaan.

3.2. Metode pembelajaran


Pembelajaran dalam Sekolah Lapang menggunakan
berbagai metode penyuluhan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pembelajaran, antara lain:

(a) Pertemuan Kelompok


Pertemuan kelompok dalam kegiatan SL diisi dengan kegiatan
yang mendorong setiap peserta aktif dalam kegiatan praktek,
maupun diskusi. Penyampaian materi dengan metode ceramah
yang bersifat satu arah sedapat mungkin dikurangi. Fasilitator
dan Kader SL perlu peka dalam mengamati situasi dan kondisi
yang kondusif untuk pembelajaran, sehingga setiap peserta
SL dapat aktif daam kegiatan pembelajaran.

Pada pertemuan kelompok, diupayakan aktivitas sebagai berikut;


(1) Pengamatan dan pengambilan data/informasi di tempat
praktek/ lokasi salah satu anggota atau lokasi lainnya terkait
dengan topik pembelajaran pada pertemuan hari tersebut;
(2) Diskusi hasil pengamatan dan evaluasi/analisa kondisi,
permasalahan terkait obyek pengamatan dan pengambilan
kesimpulan;
(3) Presentasi hasil diskusi dan perumusan;
(4) Dinamika kelompok;
(5) Penyampaian dan pembahasan materi pembelajaran;
(6) Praktek di lokasi percontohan/lokasi salah satu anggota
kelompok.

9
Pada setiap awal pertemuan SL selalu diupayakan kegiatan
evaluasi atau presentasi kegiatan hasil kerja/praktek kelompok
terkait materi pembelajaran sebelumnya. Kelompok lain dan
semua peserta diminta aktif mengidentifkasi faktor yang
menyebabkan kegagalan atau keberhasilan praktek yang
telah dilakukan oleh kelompok serta saran tindak lanjutnya.
Fasilitator dan peserta bersama-sama membuat kesimpulan
hasil evaluasi terkait topik evaluasi.

(b) Praktek
Kegiatan praktek hasil pembelajaran dilakukan secara bersama-
sama di kelompok kecil maupun perorangan. Kelompok kecil
ditentukan oleh Fasilitator/Pendamping dan Ketua KTH/
Kader SL. Kegiatan pembelajaran akan lebih baik bila praktek
di kelompok kecil ditindaklanjuti dengan praktek secara
perorangan di lahan/tempat tinggal masing-masing. Sebagai
contoh: setelah semua peserta SL mendapatkan pembelajaran
bersama praktek pembuatan kompos, maka setiap kelompok
kecil mempraktekkan pembuatan kompos di lokasi salah satu
anggota kelompok kecil. Hasil dan perkembangan kegiatan
praktek pembuatan kompos tersebut dipantau oleh anggota
kelompok kecil, dan hasilnya dipresentasikan pada pertemua
SL berikutnya.

(c) Studi Banding dan Magang;


Obyek studi banding adalah lokasi atau kelompok yang sudah
maju dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan atau
kegiatan usaha produktif lainnya. Studi banding bertujuan
untuk :
- meningkatkan motivasi peserta SL untuk lebih giat
dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan;
- merintis jejaring kemitraan dengan kelompok lain atau
pihak lain terkait kegiatan kelompok;
- rekreasi dan meningkatkan semangat kebersamaan
dan kekeluargaan antar peserta SL dan fasilitator.

10

10
Magang di kelompok atau tempat kegiatan/usaha produktif
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau ketrampilan
peserta dalam kegiatan atau usaha produktif dalam rangka
pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Magang biasanya
dilakukan secara intensif selama beberapa hari (sesuai
ketrampilan yang akan ditingkatkan) dan hanya melibatkan
beberapa peserta SL yang memiliki kemauan tinggi untuk
memperdalam ketrampilan dimaksud.

(d) Hari Temu Lapang (Field Day)


Merupakan kegiatan yang dilakukan di akhir periode SL
untuk mengevaluasi sekaligus sosialisasi hasil SL Pencegahan
Kebakaran Hutan dan Lahan kepada berbagai pihak. Pada
kesempatan tersebut diundang berbagai pihak dengan tujuan
menjaring mitra untuk pengembangan kegiatan dan usaha
SL selanjutnya. Kegiatan ini dalam penyuluhan mirip dengan
kegiatan Temu Usaha.

3.3. Waktu Pelaksanaan SL


Tema SL tersebut diuraikan ke dalam pembagian kurikulum/
topik. SL biasanya dilaksanakan 10-14 kali pertemuan (sesuai
dengan kebutuhan, dan perkembangan kemampuan belajar
peserta SL). Dalam satu bulan dapat dilaksanakan 2 kali pertemuan
kelompok dan 2 kali pembelajaran/praktek di kelompok kecil secara
bergantian, sehingga total pelaksanaan SL dapat diselesaikan
kurang lebih selama 5-7 bulan.

3.4. Pelaku SL
1. Peserta
Peserta SL adalah masyarakat di lokasi rawan kebakaran hutan,
yang terkait dengan upaya pencegahan kebakaran hutan dan
lahan. Keterlibatan kaum perempuan perlu diperhatikan untuk
memberi ruang keseimbangan antara laki-laki dan perempuan.
Diupayakan jumlah peserta SL perempuan minimal 20% dari
jumlah peserta. Jumlah peserta dibatasi 25-30 orang untuk
menghasilkan proses belajar yang baik.

11

11
2. Kader SL
Kader SL adalah ketua KTH atau pengurus yang memilliki jiwa
kepemimpinan, semangat gotong royong/kebersamaan dan
kepedulian tinggi dan pengalaman dalam upaya pencegahan
kebakaran hutan dan lahan. Sebelum menjadi Kader SL harus
mengikuti Pelatihan/Training of Trainer (ToT) Sekolah Lapang
Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan. Pelatihan ToT
dimaksudkan untuk membangun kapasitas Kader SL dalam
mengelola SL, mengembangkan kapasitas dalam membangun
jaringan kerja dengan para pihak serta meningkatkan
pemahaman mengenai pencegahan kebakaran hutan dan
lahan.

3. Pendamping/Fasilitator
Pendamping/fasilitator adalah penyuluh kehutanan atau pihak
lain yang ditugaskan untuk mendampingi kegiatan SL di lokasi
tertentu. Pendamping bertugas untuk mendampingi Kader
SL dan peserta agar proses pembelajaran SL dapat berjalan
dengan baik. Agar proses pembelajaran berjalan efektif
dan efisien, Pendamping SL harus mengikuti Pelatihan/ToT
Sekolah Lapang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan.

4. Narasumber
Untuk meningkatkan pemahaan peserta, dalam beberapa
kesempatan pertemuan kelompok dapat mengundang
narasumber yang ahli di bidangnya, sesuai dengan topik
pembelajaran SL. Oleh karena itu Pendamping dan Kader
SL perlu aktif melakukan komunikasi untuk merintis jejering
kerja dengan berbagai pihak.

3.5. Tahapan SL
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan (a) Pemilihan lokasi; (b)
Sosialisasi/Pertemuan dengan berbagai pihak terkait; (c)
Pelatihan Pendamping dan Kader SL (Training of Trainer); (d)
Penetapan Peserta;

12

12
2. Perencanaan
Dilakukan identifikasi kebutuhan dan permasalahan berkaitan
dengan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan
hasil identifikasi tersebut, peserta didampingi Kader SL
menetapkan bersama materi dan kurikulum SL;

3. Pelaksanaan SL
Pelaksanaan SL sangat tergantung dari komitmen bersama
fasilitator, Kader SL dan kesiapan belajar dari seluruh peserta.
Pembelajaran dalam pertemuan kelompok penting ditindaklanjuti
dengan pembelajaran dalam kelompok kecil. Kelompok kecil
berfungsi sebagai media pendalaman materi yang didapatkan
dalam pertemuan kelompok. Insiatif dan kreativitas fasilitator
dan Kader SL akan menciptakan pembelajaran SL dinamis,
menarik dan bermanfaat bagi seluruh peserta SL, bahkan
menjadi aktivitas yang dinantikan setiap minggu.

4. Pengembangan SL
Program SL biasanya terbatas, untuk keberlanjutan dan
pengembangannya menjadi kelembagaan yang mandiri dan
dinamis perlu: (1) Penguatan kelembagaan tingkat desa
(BUMDES dll); dan (2) Penguatan Jejaring Kerja/Kemitraan.

3.6. Keluaran/Output
1. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani dalam
melakukan kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan
serta usaha produktif bidang kehutanan;
2. Meningkatnya kesadaran petani dalam menjaga kelestarian
lingkungan;
3. Terbangunnya pola pikir petani tentang pelestarian lingkungan
melalui proses pembelajaran sekolah lapang;
4. Terbangunnya kemandirian masyarakat tani dalam pengelolaan
sumberdaya alam/hutan secara berkelanjutan;
5. Meningkatnya kebersamaaan dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.

13

13
3.7. Manfaat
1. Berkurangnya kejadian kebakaran hutan dan lahan melalui
upaya-upaya pencegahan seperti pembukaan lahan tanpa
bakar dan peningkatan usaha produktif petani sekitar hutan
yang tidak berbasis lahan;
2. Berkurangnya dampak kebakaran hutan dan lahan yang
lebih luas melalui upaya pemadaman dini kebakaran hutan
dengan mengenal cara dan peralatan sederhana serta system
pelaporan dini kebakaran.

3.8. Syarat Keberhasilan SL


Berdasarkan pengalaman pelaksanaan SL khususnya dalam bidang
pertanian, didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan SL sebagai metode pembelajaran petani, antara lain:
1. Kuantitas dan kualitas peserta
2. Kurikulum berbasis kondisi spesifik lokasi
3. Kompetensi Kader dan Pendamping SL
4. Pendampingan intensif
5. Ketersediaan sarana pendukung pembelajaran
6. Program berkelanjutan.

14

14
IV. TOPIK DAN MATERI SEKOLAH LAPANG

4.1. Topik I

Topik I : PERSIAPAN SEKOLAH LAPANG


KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Tujuan : 1. Peserta memahami tujuan dan manfaat
SL Pencegahan Karhutla
2. Peserta memiliki kesadaran dan kemauan
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL
Karhutla
3. Peserta membuat kesepakatan dan
kontrak belajar
Materi : Metode Penyuluhan Sekolah Lapang
- Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
(Penjelasan singkat)
- Dinamika Kelompok : Perkenalan dan
Kerjasama pencegahan Karhutla
- Kontrak Belajar
Metode : - Pemutaran film (Kebakaran hutan dan
bahayanya)
- Power Point data kebakaran hutan di
wilayah
- Permainan
- Diskusi Kelompok
- Praktek
Bahan dan Alat : - Film, LCD
- Kertas plano, spidol, selotape/lakban
- Kertas karton
- bahan ballot box: guntingan kertas, tali,
kotak kecil
Waktu : 180 menit
Tempat : Halaman Sekretariat atau rumah salah satu
anggota yang memiliki halaman luas

15

15
Langkah-langkah: 1. Penyuluh pendamping mengajari peserta
menyanyikan lagu/yel SALAM ES-EL
(PEMBUKA DAN SELAMAT JUMPA)
2. Penyuluh memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan kegiatan secara
singkat kemudian memutarkan film
tentang Bahaya Kebakaran Hutan.
Sajikan juga data-data terkait kebakaran
di wilayah SL.
3. Tanyakan pada peserta apa yang bisa dan
sudah mereka perbuat untuk pencegahan
kebakaran hutan? Minta kesediaan 2-3
orang menceritakan apa yang sudah
mereka alami, serta upaya pencegahan
yang bisa dan sudah dilakukan terkait
kebakaran hutan dan lahan.
4. Penyuluh menjelaskan lebih detail tentang
metode SL dan pentingnya pencegahan
Kebakaran Hutan dan Lahan;
5. Penyuluh menawarkan kesediaan dan
konsekuensi mengikuti SL kepada
peserta. Penyuluh mencatat peserta SL;
6. Penyuluh membagi peserta ke dalam 4-5
kelompok (paling banyak 1 kelompok 5
orang), dilanjutkan dengan permainan
PERKENALAN (dapat dipilih dari bab
PERMAINAN). Masing-masing kelompok
memilih ketua. Berikan waktu untuk
istirahat dan peserta saling mengenal
satu dengan lainnya;
7. Penyuluh dan Peserta bersama-sama
membuat dan menyepakati kontrak
belajar. Misalnya waktu, tempat dan
lainnya terkait dengan kelancaran
prosese belajar. Kontrak belajar dituliskan

16

16
di kertas karton, dan ditempelkan di
ruangan pertemuan agar dapat dibaca
oleh semua peserta setiap saat;
Contoh Kontrak Belajar
1. jam Belajar 08.00 – 15.00
2. Istirahat 12.00-13.00
3. Bila berhalangan hadir harus melapor
pada Ketua Kelas
4. Bila terlambat hadir akan dapat
“hukuman” menyanyi...dst
9. Di ruang terbuka, peserta mengidentifikasi
kebutuhan belajar: Peserta mengisi
ballot box / form isian (pre test) dan
tentang kebakaran hutan dan lahan.
Penyuluh bersama Peserta membuat
resume hasil identfikasi dan pre-test
(Catatan: Penyuluh jangan sekali-kali
mencela hasil pre-test, karena akan
menyinggung peserta dan menurunkan
semangat belajarnya);
Contoh Pre test:
a. Apa yang dimaksud dengan deteksi
dini kebakaran hutan dan lahan
b. Sebutkan sifat api
c. Sebutkan sumber-sumber api
d. Kepada siapa kita melaporkan bila
terjadi kebakaran di wilayah saudara?
10. Penyuluh dan peserta bersama-sama
menyepakati kebutuhan belajar dan
jadwal SL (untuk 10-12 kali pertemuan);
11. Penyuluh menutup pertemuan dan
mengingatkan jadwal pertemuan
berkutnya.
Bahan bacaan : Etika Pendamping
Prinsip belajar orang dewasa

17

17
Lagu2:
SALAM “ES-EL” (PEMBUKA/PENUTUP)
Di sinilah, di sini kita bertemu lagi (tepuk tangan 2x)
Di SL lah, di SL kita bertemu lagi
Salam, (tepuk tangan 2x),
salam, (tepuk tangan 2x)
Salam, salam, salam HEEY...(angkat tangan)
(Tepuk tangan 3x) KAMI BISAAA (sambil kepal dan angkat tangan
kanan)
(Hentakan kaki 3x) KAMI MAJUU (sambil kepal dan angkat tangan
kanan)
EEEESSS EEEELLLL...... LUUUUAAAAR BIASAAAA!!
(ditutup dengan tepuk tangan dan hentakan kaki yang panjang, atau
gerakan kreasi lainnya)

SELAMAT JUMPA
Selamat jumpa, selamat jumpa, selamat jumpa kawanku
Apa kabar, apa kabar, apa kabar kawanku
Senangnya....(tepuk tangan 3x), senangnya (tepuk tangan 3)
Dung dung ecek ecek 2x (sambil pinggul digoyang)
Ole...ole...ole....ole....ole... 2x (tangan kanan diangkat, badan
berputar)

18

18
4.2. Topik II

Topik : PENGENALAN KEBAKARAN HUTAN DAN


LAHAN
Tujuan : Peserta memahami konsep segitiga api dan
proses terjainya kebakaran
1. Peserta memahami faktor-faktor penye-
bab terjdinya karhutla
2. Peserta memahami pentingnya pence-
gahan kebakaran hutan
3. Peserta memahami atribut-atribut
karhutla dan sanksi hukum karhutla
4. Peserta memiliki komitmen untuk
berpartisipasi dalampencegahan karhutla
Materi : Pengertian, Konsep Kebakaran, Perilaku api
- Faktor-faktor penyebab karhutla
- Peraturan dan sanksi hukum karhutla
- Atribut-atribut karhutla
- Pengalaman dalam pecegahan Kebakaran
Hutan dan lahan

Metode : - Pemutaran film dokumenter tentang


karhutla
- Studi kasus
- Diskusi kelompok
- Praktek
- Sharing pengalaman

Bahan dan Alat : - VCD film kebakaran hutan


- Kliping koran tentang berita kebakaran
hutan dan lahan
- Kertas plano, spidol, lakban
- atribut manggala agni dan karhutla
- kotak dari kayu, jerami, puntung roko,
korek api
- lilin, toples kaca, korek api
Waktu : 180 menit (teori dan praktek)

19

19
Tempat : Teori : Sekretariat KTH
Praktek : Demplot Pencegahan Karhutla
Langkah-langkah : Pendamping melakukan pemutaran film
hutan/ kebakaran hutan untuk disimak oleh
para peserta. Setelah film selesai peserta
diminta untuk menyampaikan kesimpulan isi
film tersebut.
1. Peserta dibagi ke dalam 2-3 kelompok
kecil. Pendamping membagikan koran
tentang berita kebakaran. Peserta
membuat kliping faktor pemicu
kebakaran hutan dan dampaknya dari
koran yang sudah dibagikan. Diskusikan
bersama kelompok selama 15-20 menit.
Masing-masing perwakilan kelompok
kecil menceritakan hasil kliping tersebut;
2. Pendamping menyimpulkan hasil cerita
kliping dari masing-masing kelompok
dan menjelaskan materi tentang:
- Pengertian, Konsep Kebakaran,
Perilaku api
- Faktor-faktor penyebab karhutla
- Peraturan dan sanksi hukum karhutla
- Atribut-atribut karhutla
- Pengalaman dalam pecegahan Keba-
karan Hutan dan lahan
3. Sambil menjelaskan materi pertama,
pendamping menyiapkan alat peraga
munculnya api (segitiga api). Lilin yang
dinyalakan ditutup dengan toples kaca.
Peserta diminta untuk mengamati apa
yang akan terjadi pada lilin tersebut.
4. Pendamping menyiapkan 2 kotak berisi
jerami. Satu kotak jerami di taruh
puntung roko bersap dan kotak jerami
lain disulut korek api. Peserta diminta
untuk mengamati apa yang terjadi di
kedua kotak jerami tersebut.

20

20
5. Peserta dalam kelompok kecil
mendiskusikan kesimpulan hasil setiap
peragaan tersebut. Perwakilan kelompok
menyampaikannya di depan forum
kepada seluruh peerta SL.
6. Pendamping mempersilahkan peserta
untuk berbagi pengalaman mengenai
kejadian kebakaran hutan dan lahan di
sekitar tempat tinggalnya. Isi sharing
pengalaman: penyebab kebakaran,
awal munculnya api, bagaimana
cara menangani kebakaran dan
memadamkannya.
Bahan bacaan :

KONSEP KEBAKARAN

A. Pengertian

Kebakaran hutan di Indonesia bias dipastikan hampir 99%


disebabkan oleh ulah manusia baik disengaja maupun tidak
disengaja yang diawali dengan proses pembakaran. Kebakaran
hutan dapat diartikan sebagai proses pembakaran yang penjalaran
apinya bebas tidak terkendali, baik di lahan maupun di kawasan
hutan, yang membakar atau mengkonsumsi semua bahan bakaran
yang dilewatinya baik yang hidup atau yang mati.
Pembakaran terjadi melalui suatu proses yang begitu cepat.
Sebagai contoh, batang korek api yang sudah dinyalakan, api yang
menyala akan dengan sangat cepat merambat melewati batang
hingga menjadi abu. Kayu batang korek api yang terbakar dan
menjadi abu tersebut melewati tiga fase sebagai berikut:
1. Fase penguapan kadar air bahan bakar
Kandungan air bebas diuapkan segera setelah suhu permukaan
batang korek mencapai suhu 100OC. Beberapa dari kandungan
air ini keluar dari kayu sebagai uap air.

21

21
2. Fase penguapan gas
Setelah suhu semakin meningkat, beberapa gas baik yang
mudah menyala maupun yang tidak menyala keluar. Pada
saat ini munculah lidah api.
3. Fase pengabuan
Fase terakhir yang ditinggalkan setelah lidah api adalah
terjadinya perubahan fisik dari kayu menjadi abu.

Dalam proses pembakaran akan terpisahkan jaringan-jaringan


tanaman menjadi unsur kimia serta dibarengi dengan pelepasan
energi panas dalam satu benda. Penyalaan tersebut kemudian
terus merambat dan kebakaran akan terus berlangsung selama
bahan bakar masih tersedia. Dalam proses perpindahan tersebut
terjadilah proses perpindahan energi panas yang dikenal dengan
istilah konduksi radiasi dan konveksi.

B. Perpindahan Panas
1. Konduksi
• Pemindahan panas melalui molekul-molekul dalam
bahan bakaran
• Mempunyai pengaruh terkecil jika dibandingkan dengan
radiasi dan konveksi karena kayu adalah penghantar
panas yang jelek
2. Radiasi
• Panas dipindahkan melalui udara dari suatu bahan
bakaran ke bahan bakaran terdekat
• Selanjutnya mengikuti 3 fase pembakaran
• Sangat penting dalam pembuatan ilaran api
3. Konveksi
• Panas dipindahkan oleh pergerakan udara panas dan
asap yang timbul dan memanaskan bahan bakar di
atasnya.

22

22
C. Segitiga Api

Apa yang menjadi penyebab kebakaran hutan? Mengapa


kebakaran hutan bisa terjadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
tentunya terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
kebaran hutan. Dengan mengetahui faktor penyebab terjadinya
kebakaran hutan, maka kita dapat melakukan tindakan antisipasi
pencegahan kebakaran hutan baik dengan cara mencegah
timbulnya api maupun dengan cara mengendalikan api hingga
tidak menimbulkan kebakaran yang lebih besar dan membahayakan
keselamatan manusia.
Untuk mengetahui penyebab kebakaran, sebaiknya kita
memahami konsep segitiga api. Segitiga api adalah konsep
sederhana untuk menggambarkan proses terjadinya nyala
api. Dalam segitiga api, terdapat 3 faktor penyebab terjadinya
penyalaan. Ketiga faktor tersebut yaitu:
1. Adanya benda yang dapat terbakar (bahan bakar)
2. Pemanasan (sumber panas)
3. Oksigen
Kandungan oksigen di udara sebanyak 21%, apabila di udara
kandungan oksigen kurang dari 15% maka kondisi ini akan
membantu proses pemadaman api.
(1) Bahan bakar + (2) sumber panas + (3) oksien/udara =
pembakaran
(1) Bahan bakar + (2) sumber panas + (3) oksien/udara = pembakaran
3

1 2

Gambar 1. Konsep Segitiga Api


Gambar 1. Konsep Segitiga Api

Hubungan ketiga faktor penyebab kebakaran


23 sering disebut ―segitiga api‖. Jika
salah satu dari faktor/unsur tersebut tidak tersedia, maka tidak akan terjadi proses
pembakaran (api tidak menyala). Dalam23 kejadian kebakaran hutan, yang menjadi
bahan bakar yaitu serasah kering, ranting kering, ilalang, pohon, dan sebagainya.
Sumber panas yang menjadi penyebab dalam kebakaran hutan yaitu terdiri dari
sumber panas disengaja seperti korek api dan sumber panas dari alam seperti badai
1
panas, cuaca kering yang ekstrim, tersedianya batu bara, 3
da sebagainya. Pembakaran 2
(1) Bahan bakar + (2) sumber panas + (3) oksien/udara = pembakaran
3

Hubungan ketiga faktor penyebab kebakaran sering


disebut “segitiga api”. Jika salah satu dari faktor/unsur tersebut
1 2
tidak tersedia, maka tidak akan terjadi proses pembakaran (api
tidak menyala). Dalam kejadian kebakaran hutan, yang menjadi
Gambar 1. Konsep Segitiga Api
bahan bakar yaitu serasah kering, ranting kering, ilalang, pohon,
dan sebagainya.
Hubungan Sumber
ketiga faktor panaskebakaran
penyebab yang menjadi penyebab
sering disebut dalam
―segitiga api‖. Jika
kebakaran hutan yaitu terdiri dari sumber panas disengaja seperti
salah satu dari faktor/unsur tersebut tidak tersedia, maka tidak akan terjadi proses
korek api
pembakaran (apidan sumber
tidak panasDalam
menyala). dari alam seperti
kejadian badai panas,
kebakaran hutan, cuaca
yang menjadi
kering yang ekstrim, tersedianya batu bara, da sebagainya.
bahan bakar yaitu serasah kering, ranting kering, ilalang, pohon, dan sebagainya.
Pembakaran
Sumber panas yangyang tidakpenyebab
menjadi mencapaidalam
titik nyala yang hutan
kebakaran berkisar antara
yaitu terdiri dari
220-250
sumber derajat celcius,
panas disengaja maka api
seperti korek tidak
danakan terjadi
sumber kebakaran.
panas dari alam seperti badai
panas, cuaca kering yang ekstrim, tersedianya batu bara, da sebagainya. Pembakaran
D.
yang Limas Kebakaran
tidak mencapai titik nyala yang berkisar antara 220-250 derajat celcius, maka
tidak akanPenyalaan
terjadi kebakaran.
timbul karena bertemunya 3 faktor/unsur dari
segitiga api, kemudian mengalami proses perpindahan panas dari
D. Limas Kebakaran
bahan bakar yang satu ke bahan bakar lainnya sehingga terjadilah
reaksi berantai
Penyalaan timbul dengan penyalaan dimana-mana
karena bertemunya 3 faktor/unsur sehingga terjadilah
dari segitiga api, kemudian
mengalamiapi yang
proseslebih besar danpanas
perpindahan kebakaran. Dalam
dari bahan konsep
bakar yanglimas
satu kebakara
ke bahan bakar
ini terjaditerjadilah
lainnyasehingga reaksi berantai
reaksi mulai daridengan
berantai salah satu benda dimana-mana
penyalaan yang terbakarsehingga
terjadilah api yang lebih besar dan kebakaran. Dalam konsep
ke benda lain sehingga menjadi kebakaran yang melibatkan limas kebakara
banyakini terjadi
reaksi berantai mulai dari salah satu benda yang terbakar ke benda lain sehingga menjadi
benda (bahan bakar).
kebakaran yang melibatkan banyak benda (bahan bakar).

Reaksi berantai

panas

bahan bakar oksigen


Gambar 2. Konsep Limas Kebakaran
Gambar 2. Konsep Limas Kebakaran

24
17

24
E. Segiempat GALAAG

Dalam konsep Bujur Sangkar GALAAG ini dinyatakan bahwa:


1. Ada 4 faktor terjadinya api yaitu bahan bakaran, oksigen,
panas dan manusia.
2. Kedudukan keempat faktor tersebut tidak digambarkan secara
E. Segiempat GALAAG
jelas dan berurutan di dalam segi empat tersebut untuk
Dalam konsep Bujur Sangkar GALAAG ini dinyatakan bahwa:
menunjukkan
1. Ada 4 faktor terjadinya api yaitu bahwa keempat
bahan bakaran, faktorpanas
oksigen, mempunyai pengaruh
dan manusia.
yang saa besar untuk terjadinya api/pembakaran.
2. Kedudukan keempat faktor tersebut tidak digambarkansecara jelas dan berurutan di
dalam segi3.empat
Bidang segiuntuk
tersebut empat melambangkan
menunjukkan bahwa perisai sebagai
keempat faktorungkapan
mempunyai
harapan
pengaruh yang saa bahwa
besar untuk Brigadir
terjadinya Pengendalian Kebakaran menjadi
api/pembakaran.
3. Bidang segi empatperisai inti atauperisai
melambangkan kekuatan
sebagaiterdepan
ungkapan terhadap
harapan bahwaancaman
Brigadir
kebakaranmenjadi
Pengendalian Kebakaran hutan. perisai inti atau kekuatan terdepan terhadap
ancaman kebakaran hutan.

BAHAN BAKAR + OKSIGEN + PANAS + MANUSIA = KEBAKARAN


BAHAN BAKAR + OKSIGEN + PANAS + MANUSIA = KEBAKARAN
Panas oksigen

Bahan bakar manusia


Gambar 3. Konsep Segiempat GALAAG
Gambar 3. Konsep Segiempat GALAAG
F. Jenis-jenis Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan Terjadinya
F. Jenis-jenis lahan yang terjadi di Indonesia
Kebakaran Hutan selama
daniniLahan
menurut kejadian
dan proses penyebarannya dapat digolongkan menjadi 3 yakni:
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia selama
1. Pembakaran terkendali
ini menurut
Terjadinya kejadian
pembakaran ini dan proses
karena penyebarannya
ada tujuan jelas yang dapat digolongkan
ingin dicapai misalnya
penyiapanmenjadi
lahan, pengelolaan
3 yakni: habitat satwa, pemusnahan hama dan penyakit dan
sebagainya yang dilakukan pada areal tertentu yang telah disiapkan. Api dapat
1. Pembakaran terkendali
diarahkan sepenuhnya, ditahan pada batas tertentu, terencana, intesitas panas seperti
yang dikehendaki,Terjadinya pembakaran
dan lamanya pembakaraninitelah
karena ada tujuan
ditentukan. jelas
Pada jenis yang
pembakaran
ingin dicapai misalnya penyiapan lahan, pengelolaan
ini waktu dan cuaca harus dapat diperkirakan dan diperhitungkan dengan matang habitat
karena cuaca yang panas dan kering dapat menyulitkan pembakaran terkendali,
sehingga dikhawatirkan terjadi kebakaran yang
25 tidak dikehendaki.

2. Pembakaran tak terkendali


pembakaran tidak terkendali terjadi25 karena disengaja dengan tujuan tertentu
namun tidak mengindahkan kaidah seperti pada pembakaran terkendali. Api
dibiarkan menjalar ke segala arah, tidak ada perencanaan dan tidak memperdulikan
dampak buruk yang akan terjadi. Hal ini cenderung merupakan tindakan kriminal dan
menjadi penyebab utama banyak terjadinya musibah kebakaran di Indonesia akhir-
satwa, pemusnahan hama dan penyakit dan sebagainya
yang dilakukan pada areal tertentu yang telah disiapkan. Api
dapat diarahkan sepenuhnya, ditahan pada batas tertentu,
terencana, intesitas panas seperti yang dikehendaki,
dan lamanya pembakaran telah ditentukan. Pada jenis
pembakaran ini waktu dan cuaca harus dapat diperkirakan dan
diperhitungkan dengan matang karena cuaca yang panas dan
kering dapat menyulitkan pembakaran terkendali, sehingga
dikhawatirkan terjadi kebakaran yang tidak dikehendaki.

2. Pembakaran tak terkendali


pembakaran tidak terkendali terjadi karena disengaja dengan
tujuan tertentu namun tidak mengindahkan kaidah seperti
pada pembakaran terkendali. Api dibiarkan menjalar ke
segala arah, tidak ada perencanaan dan tidak memperdulikan
dampak buruk yang akan terjadi. Hal ini cenderung merupakan
tindakan kriminal dan menjadi penyebab utama banyak
terjadinya musibah kebakaran di Indonesia akhir-akhir ini.

3. Kebakaran liar
Kebakaran liar dapat terjadi akibat keberlanjutan pembakaran
tak terkendali. Apabila lahan yang dibakar merupakan lahan
mineral maka waktu bakar akan relatif lebih cepat dibandingkan
dengan lahan gambut. Dampak yang ditimbulkan juga tidak
separah di lahan gambut seperti terjadinya akumulasi asap
selama berbulan- bulan.
Penyebab lain dari kebakaran liar dpat terjadi karena unsur
ketidaksengajaan seperti kebakaran akibat sisa memasak/
tungku api, pembuatan arang, pengasapan ikan, sisa obor
pencari madu, pencari ikan dalam hutan, api unggun pendaki
gunung dan sebagainya.
Pada kedua kejadian tersebut api tidak dapat diarahkan, api
akan berjalan sesuai dengan jenis bahan bakaran, topografi
dan angin serta kedalaman gambut.

26

26
PERILAKU API

A. Pengertian

Perilaku api menggambarkan bagaimana bahan bakar


menyala, penyalaan akan berkembang, api akan menjalar serta
fenomena lain yang berkembang dalam proses kebakaran. Kondisi
lingkungan berpengaruh terhadap bagaimana api bereaksi dan
berperilaku. Pengetahuan perilaku api penting diketahui baik
bagi regu pemadam kebakaran hutan (manggala agni)maupun
masyarakat yang juga berpartisipasi dalam pemadaman kebakaran
hutan. Pengetahuan ini diperlukan untuk mengoptimalkan proses
pemadaman, pekerjaan menjadi efisien dan efektif serta unsur
keselamatan dapat terjaga.

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan


pemadaman kebakaran hutan:
1. Kebakaran akan cepat menjalar dalam hitungan menit
2. Cuaca kebakaran dapat berubah menjadi ekstrim
3. Api menjadi liar dan sebaiknya regu pemadam menghindar
4. Diperlukan beberapa regu pemadam lain untuk membantu
5. Menetapka strategi dan metode pemadaman

B. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perilaku


Api
Terdapat 4 faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku
api yaitu cuaca, topografi bahan bakar, dan waktu.
1. Cuaca
Pada kondisi yang sangat panas, kering dan berangin, bahan
bakar akan terbakar dengan cepat dan sulit dikendalikan.
Dalam kebakaran hutan, unsur cuaca yang dominan adalah
suhu, angin, dan kelembaban relatif.
a. Suhu
Pengaruh suhu penting diketahui karena bahan bakar
yang telah kering karena panas matahari akan terbakar
lebih cepat dari pada bahan bakar yang masih basah. Pra

27

27
pemanasan juga mengurangi kelembaban bahan bakar
dan hanya diperlukan sedikit panas untuk membakar
bahan bakar. Sekali bahan bakar tersebut terbakar,
maka bahan bakar yang mengalami pra pemanasan
akan terbakar lebih cepat.
Permukaan tanah juga akan mengalami pra pemanasan
oleh matahari. Suhu permukaan tanah mempengaruhi
pergerakan aliran udara. Begitu panas matahari
menghangatkan permukaan tanah, maka udara yang
berdekatan dengan permukaan tanah akan menjadi
panas dan udara di permukaan tanah naik ke atas. Hal
ini menyebabkan pergerakan aliran udara menaiki lereng
dan lembah.
b. Angin
Angin memicu pembakaran dan penjalaran api melalui:
1) Peningkatan suplai oksigen
2) Pengaruh arah penjalaran api
3) Pengeringan bahan bakar
4) Mengubah menjadi bara api (api loncat)
5) Menggerakkan udara yang dipanaskan ke bahan
bakar di sekitarnya
Angin akan mempengaruhi laju maupun arah kebakaran
hutan. Hal ini terjadi karena angin akan mensuplai
oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran lebih
intensif. Angin dapat membelokkan arah kebakaran
untuk mendekatkan bahan bakar yang belum terbakar
dan memindahkan panas ke arah depan yang bisa
memberikan pra pemanasan terhadap bahan bakar yang
ada di depannya. Angin membawa bara api jauh dari
sumbernya, hal ini yang akan menyebabkan munculnya
bara api baru.
Angin pada umumnya bertiup ke atas lereng pada siang
hari sehingga udara panas bergerak ke atas. Pada
malam hari angin pada umumnya bergerak ke lembah,
sehingga udara dingin turun ke lembah. Angin malam

28

28
pada umumnya tidak sekuat angin siang. Arah angin
dari lembah dan lereng harus diingat-ingat karena hal
ini penting untuk perencanaan pemadaman kebakaran
hutan.
Kadang-kadang angin gunung dan angin lembah
tersebut terkalahkan oleh angin musim yang lebih kuat.
Angin musim tersebut biasanya bertiup pada menjelang
siang hari sampe sore hari. Indikator kecepatan angin
dapat dilihat melalui arah asap.
c. Kelembaban Relatif
Kelembaban dalam bentuk uap air selalu hadir di
udara. Ukuran kelembaban di udara adalah kelembaban
relatif yang dinyatakan dalam % (persen). Ini adalah
jumlah kelembaban yang ada di dalam ukuran tertentu
dibandingkan dengan jumlah maksimum kelembaban
yang dikandung oleh udara tersebut pada ukuran dan
temperatur yang sama. Begitu udara terpanaskan oleh
matahari, kelembaban relatif menurun dan begitu udara
menjadi dingin maka kelembaban relatif bertambah.
Kelembaban relatif akan mempengaruhi kelembaban
bahan bakar dan keberadaan air pada bahan bakar.
Udara biasanya menjadi lebih kering pada siang hari di
bandingkan malam hari, karena biasanya suhu udara
siang hari lebih panas. Begitu juga terhadap bahan
bakar akan lebih kering pada siang hari. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kebakaran akan lebih hebat pada
siang hari. Oleh karena setiap waktu udara bisa menjadi
lebih panas dan lebih sejuk maka perilaku api setiap
waktu juga akan berubah.
d. Curah Hujan
1) Kadar air bahan bakar dipengaruhi oleh jumlah
dan lamanya curah hujan
2) Bahan bakar harus dapat menyerap dan melepaskan
air dengan mudah
3) Curah hujan yang tinggi dalam waktu yang pendek
tidak meningkatkan kelembaban bahan bakar,

29

29
sebaliknya curah hujan rendah dalam waktu yang
panjang bahan bakar dapat menyerap lebih banyak
air.
2. Topografi
Dimanapun lokasi kebakaran terjadi (curam atau datar),
maka keadaan lapangan merupakan faktor yang penting yang
menentukan laju dan arah menjalarnya api. Topografi adalah
keadaan lapangan atau konfigurasi permukaan tanah.
Topografi biasanya dibagi menjadi 3 bagian yaitu lereng,
bentang alam dan aspek.
a. Lereng/ Kemiringan
Keterjalan lereng akan mempengaruhi laju arah
menjalarnya api. Umumnya api menjalar lebih cepat ke
arah puncak dibandingkan ke arah lembah. Semakin
curam lereng, maka semakin cepat api menjalar. Hal ini
dikarenakan:
1) Pada lereng yang naik, nyala api lebih dekat
dengan bahan bakar, sehingga bahan bakar akan
cepat kering dan memudahkan terbakar dari pada
tanah datar.
2) Aliran angin biasanya mengarah ke pucak, sehingga
menyebabkan terdorongnya panas dan lidah api ke
bahan bakar baru diatasnya.
3) Udara yang terpanasi secara konveksi dan naik
sepanjang lereng menyebabkan bertambahnya
kecepatan yang pada akhirnya mempercepat laju
penjalaran api.
4) Bara api mungkin akan menggelinding ke bawah
dan menimpa bahan bakar baru sehingga
mempercepat penjalaran serta menyulut sumber
api baru.
b. Bentang Alam
Bentang alam akan berpengaruh terhadap pola angin
setempat, sedangkan pola angin berpengaruh nyata

30

30
terhadap arah dan kecepatan penjalaran kebakaran.
Bentang alam dapat merupakan penghalang dan
merubah aliran udara yang pada akhirnya menyebabkan
turbulensi atau pusaran angin yang terbentuk di daerah
belakang daerah penghalang tersebut.
Pergerakan angin dapat lebih berbahaya di daerah yang
curam atau lereng berbentuk V. Di tempat ini dapat
menimbulkan pengaruh seperti cerobong asap, angin
mengalir ke atas dengan kuat seperti asap yang keluar
dari cerobong. Kebakaran hutan di tempat seperti ini
menjalar dengan kecepatan yang sangat tinggi dan
sangat berbahaya.
c. Aspek
Aspek adalah arah menghadapnya lereng terhadap
penyinaran matahari. Biasanya lereng yang pertama kali
mendapatkan penyinaran matahari akan mempengaruhi
cuaca setempat seperti suhu menjadi tinggi, kelembaban
rendah dan juga arah angin.
Di Indonesia, pada 20 Maret – 20 September matahari
berada di belahan bumi utara. Pada periode tersebut
lereng yang menghadap ke utara akan mendapatkan
radiasi matahari paling besar dan lereng yang menghadap
ke selatan akan lebih sedikit menerima cahaya matahari.
Aspek bagian barat dan timur menerima radiasi langsung
lebih banyak, sehingga tanah dan vegetasi menjadi lebih
kering. Kondisi ini mendukung tersedianya bahan bakar
yang potensial untuk terbakar. Semakin tinggi intensitas
matahari pada suatu daerah, maka angin lereng akan
terjadi lebih awal dan lebih kuat.
Pada lereng yang menghadap matahari maka akan
terjadi:
• Temperatur yang lebih tinggi
• Angin yang lebih kuat
• Kelembaban yang lebih rendah
• Kandungan air bahan bakar lebih rendah

31

31
Semua kondisi tersebut menyebabkan bahan bakar lebih
mudah tersulut dan laju penjalaran api menjadi lebih
cepat. Dengan demikian, angin mempunyai kontribusi
yang cukup besar terhadap perilaku api dan topografi
berpengaruh terhadap pola pergerakan udara.

3. Bahan Bakar
a. Kadar Air/Kelembaban Bahan Bakar
Kelembaban bahan bakar merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kemudahan bahan bakar terbakar dan
laju pembakarannya. Semakin lembab bahan bakar
semakin banyak panas yang diperlukan untuk dapat
membakar secara sempurna. Kelembaban tersebuut
harus diuapkan terlebih dahulu sebelum bahan bakar
tersebut mencapai titik bakarnya. Oleh karena itu bahan
bakar dengan kelembaban rendah akan terbakar lebih
mudah dan api akan menjalar di dalam bahan bakar
tersebut lebih cepat jika dibandingkan dengan apabila
bahan bakar lembab.
Apabila kelembaban bahan bakar tersebut rendah dapat
diketahui bahwa api akan menjalar dengan cepat dan
diperkirakan api akan meloncat dengan intensitas yang
tinggi. Bahan bakar yang masih hidup mempunyai
kelembaban yang lebih tinggi dari yang telah mati.
Jumlah kelembaban di udara juga dapat menggambarkan
perkiraan kelembaban bahan bakar. Api loncat terutama
terjadi pada bahan bakar yang telah mati dengan
kelembaban rendah. Jika ditemukan banyak api loncat
dalam suatu kejadian kebakaran maka dapat dipastikan
kondisinya sudah berbahaya.
b. Ukuran-halus-sedang-berat
Kemudahan penyalaan dan laju pembakaran dipengaruhi
oleh faktor lain yaitu ukuran bahan bakar. Bahan bakar
ringan akan menyala lebih cepat begitu juga dengan

32

32
penjalarannya. Dengan demikian bahan bakar ringan
akan lebih cepat habis dibandingkan dengan bahan
bakar berat. Bahan bakar berat membutuhkan waktu
lama untuk terbakar dan penjalaran api lebih lambat
namun mempunyai intensitas api yang besar.
c. Susunan-kesinambungan bahan bakar-vertikal-
horizontal
Kesinambungan bahan bakar menurut ruang horizontal
adalah hubungan bahan bakar yang satu dengan
yang lainnya di permukaan tanah. Keadaan ini akan
mempermudah pemindahan panas dari satu bahan
bakar ke bahan bakar lainnya. Bila bahan bakar tersebut
dipisah-pisahkan oleh adanya penghalang seperti
sungai, parit, tanah kosong, jurang maka penjalaran api
akan terhambat.
Metode pemadaman kebakaran hutan yang umum
dipakai adalah memisahkan ketersinambungan bahan
bakar tersebut dengan cara memisahkan bahan bakar
yang belum terbakar dari bahan bakar yang telah
terbakar. Inilah yang disebut aliran api. Kesinambungan
menurut ruang vertikal adalah hubungan bahan bakar
satu dengan lainnya secara vertikal. Apabila suatu
kawasan banyak dijumpai hal ini, maka jika terjadi
kebakaran api akan cepat merambat seperti proses
konveksi panas yang akan memanaskan dan membakar
bahan bakar yang ada diatasnya.
d. Volume (ton/ha)-mempengaruhi intensitas kebakaran
Berapa banyak bahan bakar terbakar atau akan terbakar
juga penting diketahui. Jumlah bahan bakar biasanya
berhubungan dengan volume atau kuantitasnya.
Semakin banyak bahan bakar terbakar, semakin tinggi
intensitas kebakaran yang terjadi.
e. Kandungan Resin Bahan Bakar-mempengaruhi
kecepatan penyalaan
Bahan bakar yang mengandung getah resin seperti

33

33
d. Volume (ton/ha)-mempengaruhi intensitas kebakaran
Berapa banyak bahan bakar terbakar atau akan terbakar juga penting diketahui.
Jumlah bahan bakar biasanya berhubungan dengan volume atau kuantitasnya.
Semakin banyak bahan bakar terbakar, semakin tinggi intensitas kebakaran yang
terjadi.
pinus
e. Kandungan Resin Bahan atau damar akan kecepatan
Bakar-mempengaruhi mempercepat proses penyalaan
penyalaan
Bahan bakar yang dan keawetangetah
mengandung untukresin
menyala.
seperti pinus atau damar akan
mempercepat proses penyalaan dan keawetan untuk menyala.
4. Waktu
4. Waktu Setelah jam 10.00 pagi, penyinaran matahari mulai meningkat
Setelah jam 10.00>> pagi, penyinaran
temperatur matahari>>
meningkat mulai meningkatudara
kelembaban >> temperatur
turun >>
meningkat >> kelembaban
kecepatan angin mulai meningkat >> kadar airmeningkat
udara turun >> kecepatan angin mulai >>
bahan bakar
kadar air bahan bakar
turun.turun.
InilahInilah
yangyang disebut
disebut dengan
dengan periodekritis
periode kritispada
padamasa
masa
terjadinya kebakaran hutan. kebakaran hutan.
terjadinya

Periode
kritis

Gambar 4. Periode Kritis pada Kejadian Kebakaran Hutan


Gambar 4. Periode Kritis pada Kejadian Kebakaran Hutan

C. Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan


C. Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan
1. Kebakaran Bawah1. Kebakaran Bawah
Kebakaran bawah adalah tipe kebakaran dimana api merayap di bawah lantai hutan.
Kebakaran bawah adalah tipe kebakaran dimana api merayap
Kebakaran bawah biasanya di tunjukkan dengan munculnya asap dari sela-sela lantai
di bawah lantai hutan. Kebakaran bawah biasanya di
hutan. Tipe kebakaran ini biasanya terjadi pada lahan gambut dan batubara.
tunjukkan dengan munculnya asap dari sela-sela lantai hutan.
Karakteristik kebakaran lahan gambut
Tipe kebakaran ini biasanya terjadi pada lahan gambut dan
a. Karakteristik gambut
batubara.
(1) Nilai kalori gambut lebih tinggi dari kayu yaitu 6.600 kcal/kg, sedikit
Karakteristik kebakaran lahan gambut
kandungan abu;
a. Karakteristik gambut
(2) Lapisan gambut sedalam 50 cm pada areal seluas 1m2 menghasilkan 165.000
(1) Nilai kalori gambut lebih tinggi dari kayu yaitu
kcal panas dalam pembakaran. Volume gambut seperti ini sangat cukup untuk
6.600 kcal/kg, sedikit kandungan abu;
menyebabkan terjadinya kebakaran bahkan dengan kondisi kelembaban
sampai dengan 500%; 34
(3) Pada saat terik matahari, kandungan air gambut akan menurun sampai dengan
40-50% yaitu pada tingkat dimana gambut dapat berubah menjadi debu
sehingga akan mudah terbakar. Oleh 34 karena itu, pada pembakaran yang
disertai dengan angin dapat menyebabkan penyebaran api yang sagat cepat.

23
(2) Lapisan gambut sedalam 50 cm pada areal seluas
1m2 menghasilkan 165.000 kcal panas dalam
pembakaran. Volume gambut seperti ini sangat
cukup untuk menyebabkan terjadinya kebakaran
bahkan dengan kondisi kelembaban sampai
dengan 500%;
(3) Pada saat terik matahari, kandungan air gambut
akan menurun sampai dengan 40-50% yaitu pada
tingkat dimana gambut dapat berubah menjadi
debu sehingga akan mudah terbakar. Oleh karena
itu, pada pembakaran yang disertai dengan angin
dapat menyebabkan penyebaran api yang sangat
cepat.
b. Watak kebakaran gambut
(1) Kebakaran gambut diklasifikasikan sebagai
kebakaran bawah yang diartikan sebagai kebakaran
pada sub lapisan berbahan bakar organik;
(2) Api membakar di bawah permukaan dengan cara
menyebarkan kebakaran tanpa adanya nyala api,
sedikit asap dan pada umumnya disebabkan karena
adanya kebakaran permukaan. Hal ini tergantung
pada kandungan air pada lapisan organik;
(3) Pada pembakaran lebih lanjut, api akan menembus
lapisan gambut, membakar habis dengan cara
membentuk terowongan (corong) dan kemudian
menyebar secara horizontal;
(4) Karena lapisan tanah yang menopang akar pohon
telah terbakar, pohon akan goyah dan kemudian
tajuk pohon biasanya akan jatuh di atas areal yang
terbakar;
(5) Kebakaran gambut mempunyai kecenderungan
untuk melakukan penetrasi sendiri secara konstan.
Ketika penetrasi pada lapisan gambut di bawahnya

35

35
terjadi, api sewaktu-waktu dapat menyebar
puluhan bahkan ratusan meter dari asal api,
muncul ke permukaan dibeberapa tempat.
c. Penggolongan kebakaran gambut
Berdasarkan kedalaman kebakaran, kebakaran gambut
dapat digolongkan menjadi 3 kelas, yaitu:
(1) lemah (kedalaman 25 cm)
(2) sedang (kedalaman 25-50 cm)
(3) kuat (kedalaman lebih dari 50 cm)
Berdasarkan pola penyebarannya digolongkan menjadi
2 yaitu:
(1) berbentuk lorong, karena didominasi gambut
mentah
(2) berbentuk sumur karena didominasi gambut
matang

Penjelasan Kebakaran Gambut


a. pada umumnya kebakaran gambut akan berlangsung dalam
kurun waktu lama dan bergerak secara perlahan di bawah
lantai hutan
b. gambut akan terbakar sedalam-dalamnya dan mencapai
lapisan mineral atau lapisan dengan kelembaban tinggi
dimana pembakaran tidak mungkin terjadi lagi
c. biasanya, nyala api di lahan gambut terjadi pada fase dimana
terjadi penambahan oksigen yang disebabkan terutama
karena oksigen masuk bersamaan dengan udara. Mengingat
suplai oksigen kurang maka laju pembakaran sangat lambat,
dari beberapa desimeter sampai 10 meter per hari.
d. Kemudian, karena kebakaran didominasi oleh pembakaran
smouldering, api akan bertahan sendiri pada tingkat rendah,
dalam hal ini organik tanah dapat terbakar selama beberapa
minggu: yaitu 1,5 gram/m2/ jam atau 0,025 cm pengurangan
kedalaman per jam.

36

36
KETIKA TERJADI KEBAKARAN GAMBUT, HENDAKNYA:
1. CEK WATER LEVEL (TINGKAT AIR), KONDISI INI MENGINDIKASIKAN
SEBERAPA DALAM API DAPAT MENEMBUS KEDALAMAN GAMBUT
2. CEK JENIS GAMBUT, MENTAH ATAU MATANG DENGAN CARA
MEREMAS DAN MENCELUPKAN KE AIR. GAMBUT MATANG BIASANYA
SEDIKIT MENYISAKAN BAHAN ORGANIK. PENGAMATAN KEDUA INI
UNTUK MENGETAHUI POLA PENYEBARAN API BERLORONG ATAU
MEMBENTUK SUMUR.

2. Kebakaran Permukaan
KETIKA TERJADI KEBAKARAN GAMBUT, HENDAKNYA:
1. CEK WATER LEVEL (TINGKAT AIR), KONDISI INI
Kebakaran permukaan yaitu kebakaran yang terjadi di atas
MENGINDIKASIKAN SEBERAPA DLAM API DAPAT
MENEMBUS KEDALAMAN GAMBUT
permukaan 2. CEKtanah dan MENTAH
JENIS GAMBUT, biasanya membakar
ATAU MATANG DENGAN rerumputan,
CARA MEREMAS DAN MENCELUPKAN KE AIR. GAMBUT
alang-alang,MATANG semak belukar hingga hutan sekunder. Di
BIASANYA SEDIKIT MENYISAKAN BAHAN
Indonesia, ORGANIK.
kasus PENGAMATAN
kebakaran yang
KEDUA sering terjadi biasanya
INI UNTUK
MENGETAHUI POLA PENYEBARAN API BERLORONG
diawali dengan jenis kebakaran ini. Pengaruh cuaca akan
ATAU MEMBENTUK SUMUR.
2. berpengaruh
Kebakaran Permukaan langsung terhadap pengeringan bahan bakar
di permukaan
Kebakaran permukaan yaitu sehingga
kebakaran yangbahan
terjadi dibakar permukaan
atas permukaan ini yang
tanah dan
biasanya membakar rerumputan, alang-alang, semak belukar hingga hutan sekunder.
pertama kali menyala apabila ada sumber panas. Selanjutnya
Di Indonesia, kasus kebakaran yang sering terjadi biasanya diawali dengan jenis
reaksi
kebakaran berantai
ini. Pengaruh cuacadan
akanterjadilah
berpengaruh kebakaran
langsung terhadappermukaan.
pengeringan Jenis
kebakaran ini selanjutnya dapat berubah menjadi kebakaran
bahan bakar di permukaan sehingga bahan bakar permukaan ini yang pertama kali
menyala apabila ada sumber panas. Selanjutnya reaksi berantai dan terjadilah
tajuk
kebakaran atau kebakaran
permukaan. bawah
Jenis kebakaran bergantung
ini selanjutnya dapat cuaca,
berubah ketersediaan
menjadi
bahan
kebakaran bakar
tajuk atau dan topografi
kebakaran lahan.
bawah bergantung cuaca, ketersediaan bahan bakar
dan topografi lahan.

7
5
6

8
2 3
1

1 5. Bentuk Umum Kebakaran Permukaan


Gambar 4 9

Gambar 5. Bentuk Umum Kebakaran Permukaan

37

37

25
Tabel 1. Sifat dan Bagian Kebakaran pada Kebakaran Permukaan

No Nama Sifat
1 Api utama Seluruh gambaran api, sebaiknya diketahui
bentuk penjalarannya untuk memudahkan
penyerangan
2 Ekor api Awal api, paling lambat penjalarannya
3 Pulau api tempat yang belum terbakar di tengah-
tengah, berbahaya untuk berlindung
4 Sayap kanan api Penjalaran api sedang, relatif mudah
5 Sayap kiri api dikontrol dan aman
6 Teluk api Tempat yang belum terbakar, sangat
berbahaya untuk pembuatan ilaran atau
berlindung
7 Jari-jari api Bagian depan yang karena sifat bahan
bakaran, topografi dan cuaca, api lebih
cepat menjalar ke arah depan dari bagian
lainnya. Apabila tidak terkendali dapat
meluas dan menciptakan api utama baru.
8 Kepala api Bagian depan dari kebakaran, sangat cepat
menjalar, berbahaya
9 Api loncatan Api terbang, jauh dari api utama. Sangat
berbahaya karena dapat menjadi api utama
baru. Segera cari dan padamkan.
Arah angin Menunjukkan arah angin bertiup.

3. Kebakaran Tajuk
Berikut ini petunjuk untuk menduga kebakaran tajuk:
a. Kondisi bahan bakar yang berkesinambungan secara
vertikal melimpah di hutan
b. Kerapatan tajuk:
- Lebih dari 250 pohon/ha
- Penutupan lebih dari 77%
- Jarak antar tajuk kurang dari 5 meter
c. Intensitas api di permukaan
d. Angin pada tingkat tajuk
e. Kadar air bahan bakar
38

38
f. Kelerengan
Kebakaran tajuk akan berlangsung lama jika kebakaran
terjadi pada lereng yang terjal dengan kondisi angin
yang cukup sehingga api akan mudah menghantarkan
panasnya dari tajuk ke tajuk.

39

39
ATRIBUT DAN SIMBOL KEBAKARAN HUTAN

A. Manggala Agni
Sesuai dengan pasal 47 dalam Undang- Undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, yang dimaksud dengan perlindungan
hutan dan kawasan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
• Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan
dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, KEBAKARAN, daya-daya alam, hama serta penyakit;
dan
• Mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat
dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan.
Berdasarkan undang-undang di atas, di mana perlindungan
hutan salah satunya adalah membatasi dan mencegah kerusakan
hutan akibat kebakaran serta kejadian kebakaran hutan setiap
tahunnya merupakan ancaman yang harus segera diselesaikan,
maka Departemen Kehutanan pada Tahun 2003 telah membentuk
Manggala Agni.
Manggala Agni adalah Brigade Pengendalian Kebakaran
Hutan Indonesia yang dibentuk dalam rangka melaksanakan
tugas pengendalian kebakaran hutan yang kegiatannya meliputi
pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca-kebakaran
hutan.
Manggala Agni berasal dari kata manggala yang berarti
panglima dan agni yang berarti api. Manggala Agni mengandung
pengertian bahwa sebagai panglima api, Manggala Agni mampu
mengendalikan api. Kata kunci “mengendalikan” mengandung arti
bahwa Manggala Agni melakukan langkah-langkah manajemen
yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan, tidak hanya pemadaman, tetapi juga pencegahan
dan penanganan pasca-kebakaran hutan.

40

40
Dalam perkembangannya, Manggala Agni juga melakukan
kegiatan pencarian dan penyelamatan (SAR) seperti yang telah
dilakukan pada Operasi Penanganan Bencana Gempa Bumi dan
Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam pada awal 2005. Dalam
operasi, Manggala Agni berasal dari Sumut, Riau dan jambi selama
40 hari (1 Januari s/d 10 Februari 2005) melakukan antara lain:
• Evakuasi lebih dari 2000 jenazah korban tsunami;
• Pembersihan fasilitas perkantoran dan rumah sakit;
• Membantu evakuasi amunisi POLRI
• Menyampaikan sumbangan dari Kem. Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
• Membantu Pengobatan korban baik dari jajaran kehutanan
maupun masyarakat umum.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan, kegiatan pengendalian kebakaran
hutan terdiri dari:
• Pencegahan
• Pemadaman
• Penanganan Pasca Kebakaran Hutan
Pengendalian kebakaran hutan pada dasarnya adalah suatu
rangkaian kegiatan yang dimulai dari pencegahan, yaitu upaya
untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, pemadaman yaitu
kegiatan untuk mematikan kebakaran hutan dan penanganan
paska kebakaran yaitu upaya untuk identifikasi, mengevaluasi,
rehabilitasi dan memantau lokasi kebakaran lahan dan hutan.
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukaan
kelembagaan yang jelas. Kegiatan pencegahan lebih diutamakan
karena kegiatan ini dilakukan sebelum terjadinya kebakaran sekecil
apapun kegiatannya.
1. Kelembagaan. Lembaga pengendalian kebakaran hutan
yang dibentuk berupa wadah struktural, operasional dan
fungsional koordinatif. Kegiatan kelembagaan meliputi hal-

41

41
hal yang menjadikan lembaga daerah operasi Manggala
Agni dalam keadaan siap untuk melaksanakan pengendalian
kebakaran hutan. Kegiatan tersebut meliputi antara lain :
administrasi, pembinaan personil, pemeliharaan peralatan
serta pengembangan kegiatan pengendalian kebakaran hutan.
2. Pencegahan. Kegiatan pencegahan adalah upaya yang
meliputi segala hal untuk mencegah terjadinya kebakaran
hutan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatannya
antara lain koordinasi dengan para pihak, penyuluhan,
kampanye, sistem informasi peringatan dini dan sebagainya.
3. Pemadaman. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan meliputi
upaya operasional dilapangan baik dalam rangka persiapan
pemadaman maupun kegiatan langsung pada setiap kebakaran
hutan. Kegiatannya antara lain : Patroli, pemadaman dini,
pemadaman mandiri, pemadaman gabungan.
4. Penanganan pasca kebakaran, Kegiatan penanganan pasca
kebakaran hutan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan
membantu penegakan hukum serta dalam rangka rehabilitasi
hutan dan lahan bekas kebakaran. Kegiatannya meliputi
antara lain pengumpulan bahan keterangan, identifikasi dan
evaluasi serta pemantauan kebakaran hutan dan lahan

B. Logo Brigadir Pengendalian Kebakaran Hutan


(BRIGDALKAR)

Logo BRIGDALKAR “Manggala Agni”


adalah segi empat bujur sangkar dengan
gambar didalamnya mascot Si Pongi dan
nyala api serta tulisan MANGGALA AGNI di
bawahnya.

42

42
1. Segi empat bujur sangkar melambangkan dua hal pokok
yaitu: Empat faktor terjadinya api yaitu bahan bakar, oksigen,
panas dan manusia. Kedudukan keempat faktor tersebut
tidak digambarkan secara jelas dan berurutan di dalam segi
empat tersebut untuk menunjukkan bahwa keempat faktor
mempunyai pengaruh sama besar untuk terjadinya api.
Bidang segi empat melambangkan perisai sebagai ungkapan
harapan bahwa BRIGDALKAR menjadi perisai inti atau
kekuatan terdepan terhadap ancaman kebakaran hutan.
2. Si Pongi adalah maskot nasional pengendalian kebakaran hutan
yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan
No 365/Kpts-ll/1996. Maskot tersebut mengambil gambar
Orang Utan yang memakai topi lapangan “Jagawana”.
“PONGI” diambil dari nama internasional Orang Utan yaitu
Pongo pygmaeus yang termasuk famili Pongoideaeu.
Adapun dasar pemilihan maskot diantaranya adalah:
o Orang Utan adalah jenis satwa liar yang dilindungi dan
termasuk kategori appendix I, penyebarannya terbatas
di Sumatera dan Kalimantan, dan sudah cukup popular
bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia.
o Satwa ini hidupnya sangat bergantung pada hutan hujan
tropis dan makanan utamanya adalah buah-buahan dan
dedaunan serta membuat sarang di atas pohon.
o Jenis hewan ini dikenal cukup cerdik dibandingkan
dengan primata lainnya. Habitatnya di Kalimantan Timur
pernah rusak berat akibat kebakaran hutan pada tahun
1982/1983, yaitu kurang lebih 3,6 juta Hektar selama 6
bulan.
o Telah menjadi isu internasional bahwa keberadaan
Orang Utan harus diselamatkan dari gangguan yang
salah satunya adalah akibat kebakaran.
3. Api di dalam bingkai menggambarkan bahwa selama api masih
dalam kendali ia aman dan bermanfaat bagi umat manusia dan
makhluk hidup lainnya. Oleh sebab itu BRIGDALKAR sebagai
kekuatan terdepan bersama seluruh komponen masyarakat
harus berupaya agar api selalu dalam pengendalian.

43

43
4. Tulisan MANGGALA AGNI di luar bawah segi empat
dengan panjang tulisan sama dengan lebar sisi segi empat
mengisyaratkan bahwa:
o BRIGDALKAR menyangga beban dan tanggung jawab
pengelolaan kebakaran hutan
o BRIGDALKAR berada di luar empat faktor penyebab
kebakaran, tetapi begitu dekat untuk menjadi pengarah
dan pengawas agar keempat factor tersebut selalu
dalam kendali
o BRIGDALKAR selalu bekerja sesuai batas-batas di dalam
aturan dan harus memahami persis keempat factor
tersebut diatas, tetapi tetap terbuka bagi masukan-
masukan dari luar.
o Warna hijau melambangkan air sebagai pemadam,
hijaunya hutan yang tetap di jaga dan dipertahankan,
keteduhan jiwa dan suasana yang selalu diciptakan oleh
BRIGDALKAR

Gambar 6. Brigadir Pengendalian Kebakaran Hutan MANGGALA AGNI

C. Masyarakat Peduli Api

Masyarakat Peduli Api (MPA) adalah masyarakat yang


secara sukarela peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan
dan lahan yang telah dilatih/diberi pembekalan serta dapat
diberdayakan untuk membantu kegiatan pengendalian kebakaran
hutan. Masyarakat Peduli Api (MPA) di bentuk dan ditetapkan
oleh Kementerian Kehutanan melalui Peraturan Direktur Jenderal

44

44
Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor : P. 2/Iv-Set/2014
Tentang Pembentukan Dan Pembinaan Masyarakat Peduli Api.

SANKSI PIDANA PADA KEBAKARAN HUTAN

Berikut adalah beberapa sanksi pidana yang dapat diterapkan


untuk menghukum para pelaku pembakaran hutan:
A. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 50 huruf d menyatakan:
Setiap orang dilarang melakukan pembakaran hutan
Ancaman pidana:
a. Pasal 78 ayat (3)
Barang siapa dengan sengaja membakar hutan, ancaman
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak
5 miliar rupiah
b. Pasal 78 ayat (4)
Barang siapa karena kelalaiannya, ancaman pidana penjara
paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah

B. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan


Pasal 48 ayat (1) menyatakan:
Bila dengan sengaja membuka dan atau mengolah lahan dengan
cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan
kerusakan fungsi lingkungan, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

C. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 108 menyatakan:
Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, diancam
pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling 10 tahun dan
denda paling sedikit 3 miliar rupiah dan paling banyak 10 miliar
rupiah.

45

45
4.3. Topik III

Topik : IDENTIFIKASI POTENSI KEBAKARAN


HUTAN DAN LAHAN
Tujuan : Peserta memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang Identifikasi Kebakaran
Hutan dan Lahan;
- Peserta terampil melakukan identifikasi
- Peserta mampu memetakan secara
sederhana hasil identifikasinya
Materi pertemuan : Pengertian Identifikasi Potensi
- Teknik-Teknik Identifikasi Potensi
- Merencanakan Identifikasi Potensi
- Melaksanakan Identifikasi Potensi
- Menganalisis Hasil Identifikasi Potensi
- Pemetaan Hasil Identifikasi secara
Partisipatif
Metode : Pendekatan kelompok melalui
- Diskusi, tanya jawab, curah pendapat;
- Pemutaran film dokumenter
- Praktek
Bahan & alat : Materi tentang Identifikasi Potensi dan
Pemetaan Partisipatif
- CD/DVD Film Dokumenter tentang
pemetaan partisipatif
- Instrumen Identifikasi
- Peralatan Pemetaan sederhana
- Alat tulis dan presentasi seperti kertas,
pensil, ballpoint, spidol, penghapus,
laptop, infokus, dll. (disesuaikan dengan
kondisi lapangan)
Waktu : 180 menit/pertemuan
Tempat : Balai Desa/ Rumah Petani/ Sekretariat KTH,
dll (disesuaikan dengan kondisi setempat)

46

46
Langkah kerja : A. Diskusi Materi
1. Penyuluh pendamping memberikan
penjelasan tentang tujuan pertemuan
hari itu : pokok bahasan, mekanisme
pembelajaran/praktek, target setelah
selesai pembelajaran dll
2. Penyuluh pendamping mempersilahkan
2 – 3 orang peserta untuk menyampaikan
pendapat/ pengetahuaan/
pengalamannya dalam mengidentifikasi
potensi kebakaran hutan dan lahan
serta bagaimana memetakannya secara
partisipatif
• Apa saja yang pernah dilakukan
• Dimana dilakukannya
• Kapan melakukannya
• Siapa saja yang ikut terlibat
• Bagaimana cara melakukannya
• Bagaimana memetakan hasil
identifikasi secara partisipatif
3. Penyuluh pendamping membahas dan
mendiskusikan hasil curah pendapat
tersebut dan menambahkan uraian
mengenai identifikasi potensi kebakaran
hutan dan lahan (Pengertian Identifikasi
potensi, teknik2 identifikasi , pelaksanaan
identifikasi dan pemetaan partisipatif)
4. Penyuluh mendamping menyimpulkan
hasil diskusi tentang identifikasi potensi
kebakaran hutan dan lahan
5. Penyuluh pendamping menjelaskan dan
mendampingi praktek sesuai materi yang
sedang dibahas
6. Bila diperlukan penyuluh pendamping
dapat menyelipkan permainan-

47

47
permainan terkait dengan materi yang
dibahas pada pertemuan
7. Penyuluh pendamping membuat simpulan
dan mendokumentasikan segala aspirasi,
saran dan masukan peserta pertemuan
serta hambatan di lapangan.
8. Penyuluh pendamping bersama-sama
dengan peserta pertemuan menyepakati
waktu dan tempat pertemuan selanjutnya
sebagai tindak lanjut pertemuan ini.

A. Praktek/Simulasi Identifikasi Potensi


1. Penyuluh pendamping mempersilahkan
peserta untuk berkelompok sesuai
dengan pengelompokan yang telah
dilakukan pada pertemuan awal sekolah
lapang
2. Penyuluh mempersilahkan 1-2 orang
untuk mengingat kembali bagaimana
mengidentifikasi potensi kebakaran
hutan dan lahan
3. Masing-masing kelompok diminta untuk
mensimulasikan identifikasi potensi
kebakarn hutan dan lahan di daerahnya
dengan membuat tabel :
• Identifikasi potensi karhutla yang
pernah terjadi : Lokasi rawan
kebakaran, waktu terjadinya, luas
dan kerugian yang ditimbulkan,
cuaca saat kejadian, penyebab
karhutla, frekuensi kejadian dll
• Identifikasi sumberdaya alam :
pohon/tanaman rawan terbakar,
mata air, sungai, lahan kritis,
camping ground dll

48

48
• Identifikasi sumberdaya manusia :
peladang berpindah, pengetahuan
tentang kebakaran hutan dan
lahan, kepedulian tentang karhutla,
keikutsertaan terhadap pencegahan
karhutla, kearifan lokal dalam
pencegahan karhutla, dll
4. Masing-masing kelompok diminta
menganalisa hasil identifikasi potensi dan
merumuskannya ke dalam tindakan-tindakan
yang diperlukan
5. Masing-masing kelompok diminta untuk
membuat sketsa/peta sederhana mengenai
potensi kebakaran hutan dan lahan
berdasarkan hasil identifikasi
6. Perwakilan tiap-tiap kelompok menyampaikan
hasil identifikasi dan pemetaannya kepada
seluruh peserta untuk didiskusikan dan
mendapat masukan dari para peserta
7. Penyuluh pendamping membuat simpulan
dan menutup pertemuan.
Bahan bacaan :

IDENTIFIKASI POTENSI

Pengertian
Identifikasi potensi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengenali
kondisi suatu wilayah secara menyeluruh. Identifikasi potensi kebakaran
hutan dan lahan. dimaksudkan untuk mengetahui kondisi apapun yang
ada dalam wilayah tersebut dalam kaitannya dengan kebakaran hutan dan
lahan. Potensi dimaksud mencakup potensi kebakaran hutan dan lahan
itu sendiri, potensi sumberdaya manusia maupun potensi sumberdaya
alam, serta identifikasi permasalahan dan kebutuhan. Identifikasi potensi

49

49
ini diperlukan sebagai bahan untuk menentukan strategi, kegiatan dan
langkah yang perlu diambil dalam pencegahan kebakaran hutan.

Identifikasi Potensi Karhutla


Potensi kebakaran hutan dan lahan didekati antara lain melalui lokasi,
penyebab dan frekuensi kebakaran yang terjadi. Hal-hal pokok yang
harus digali lebih jauh dalam identifikasi ini mencakup :
• Lokasi terjadinya kebakaran : mengidentifkasi lokasi-lokasi
terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayahnya
• Luas dan kerugian yang ditimbulkan : mencatat secara spesifik
dan terinci luas kebakaran yang terjadi di lokasi tersebut termasuk
kerugian yang ditimbulkan. Misalnya 5 ha hutan rakyat, 2 ha
tanaman kopi dan lain sebagainya.
• Waktu terjadinya kebakaran
• Kondisi cuaca saat terjadi kebakaran
• Penyebab terjadinya kebakaran yang spesifik : misalnya kebakaran
disebabkan oleh cuaca ekstrim, penyiapan lahan, pencari kayu,
pembuat arang dan sebagainya
• Frekuensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan

Identifikasi Potensi sumberdaya manusia

Potensi sumberdaya manusia diperlukan guna merencanakan kegiatan


pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Dalam hal ini data yang
dihimpun tidak cukup hanya sebaran usia, pendidikan dan jenis kelamin
namun perlu digali secara spesifik dengan focus terhadap pengetahuan,
sikap dan ketrampilan masyarakat terkait dengan kebakaran hutan dan
lahan.
Pengetahuan masyarakat tentang kebakaran hutan dan lahan dapat
didekati antara lain dengan pertanyaan-pertanyaan seperti :
• Apakah kebakaran hutan dan lahan
• Apa penyebab kebakaran hutan dan lahan
• Kapan biasanya terjadi kebakaran hutan dan lahan
• Dimana saja sering terjadi kebakaran hutan dan lahan
• Kerugian apa yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan
• Dll

50

50
Sedangkan sikap masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan dapat
didekati melalui penggalian informasi tentang :
• Kepedulian/awareness terhadap kebakaran hutan dan lahan
• Keikutsertaan terhadap pencegahan kebakaran hutan dan lahan
• Ide-ide/pemikiran terhadap pencegahan kebakaran hutan dan
lahan
• Apakah pernah atau masih tergabung dalam kelompok-kelompok
masyarakat peduli api
• Dll
Ketrampilan masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan :
• Apa yang pernah dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan
dan lahan
• Bagaimana melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan
• Bagaimana membuat jalur hijau, sekat bakar, dll

Identifikasi Potensi sumberdaya alam

Data/potensi sumberdaya alam diperoleh dari monografi setempat.


Namun data yang diperoleh dari monografi biasanya masih berupa
data dasar yang harus dikembangkan dengan lebih spesifik. Potensi
sumberdaya alam yang perlu digali dan di identifikasi terkait dengan
kebakaran hutan dan lahan utamanya adalah :
• Pemanfaatan lahan
• Lokasi lahan kritis
• Lokasi tanaman
• Lokasi rawan kebakaran
• Lokasi sumber/mata air, sungai, danau dan tempat-tempat
penampungannya
• Dll

Identifikasi Masalah dan Kebutuhan

Masalah merupakan kesenjangan antara apa yang diharapkan dan


apa yang riil terjadi. Masalah ini perlu dipecahkan melalui upaya-upaya
yang jelas dan terstruktur. Sedangkan kebutuhan merupakan sesuatu
yang harus ada/dimiliki guna melakukan sesuatu. Dengan kata lain
sesuatu tersebut tidak bias dilakukan tanpa adanya kebutuhan tersebut.

51

51
Identifikasi masalah diperlukan untuk menemukan pokok permasalahan
sebenarnya yang harus diselesaikan. Setelah ditemukannya permasalahan
yang sebenarnya baru dapat dilakukan identifikasi kebutuhan langkah-
langkah yang harus dilakukan guna memecahkan permasalahan tersebut.
Dalam identifikasi masalah kebakaran hutan dan lahan, harus dapat
menjawab hal-hal:
• Apa permasalahan kebakaran yang sebenarnya
• Apa akar permasalahan kebakaran yang potensial
• Apa penyebab masalah-masalah tersebut
• Apa masalah yang paling penting
• Apa kemungkinan penyelesaian masalah-masalah terebut
• Apa penyelesaian yang Terbaik
Dari identifikasi permasalahan dapat diidentifikasi kebutuhan guna
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Identifikasi
kebutuhan diharapkan dapat menjawab :
• Tindakan-tindakan apa saja yang harus diambil
• Apa saja yang dibutuhkan agar tindakan tersebut dapat dilakukan:
sarana, dana, personil dll

TEKNIK-TEKNIK IDENTIFIKASI POTENSI

Dalam identikasi potensi dikenal beberapa teknik yang biasa digunakan


sesuai dengan kebutuhan. Di antaranya adalah :
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai laporn, hasil
penelitian, data statistik maupun monografi wilayah. Data sekunder ini
dapat diperoleh dari instansi terkait, lembaga desa, lembaga masyarakat
dll. Contoh data sekunder yang diperlukan terkait dengan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan antara lain :
• Penggunaan lahan
• Lahan kritis
• Iklim dan curah hujan
• Lokasi rawan kebakaran

52

52
• Penyebab kebakaran
• Sumber/mata air, sungai, danau
• Kondisi masyarakat
Pengamatan
Pengamatan merupakan kegiatan langsung yang dilakukan untuk
mengetahui suatu kondisi, proses atau obyek yang diamati sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak. Cara pengamatan yang paling efektif
adalah melengkapinya dengan pedoman pengamatan menggunakan
format atau blanko pengamatan. Format yang disusun berisi item-item
tentang kebakaran hutan dan lahan. Pengamat tinggal membubuhkan
tanda check (v) atau mengisi pada kolom yang dikehendaki pada format
tersebut.
Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan pertemuan kelompok yang diselenggarakan
dimana semua peserta diundang untuk mengemukakan pendapat
mereka terkait permasalahan yang sedang dibicarakan., dalam hal ini
masalah-masalah terkait dengan kebakaran hutan dan lahan. Pertemuan
untuk diskusi ini perlu dirancang dan dipersiapkan dengan matang
sehingga akan diperoleh banyak informasi penting yang akan diolah dan
dirumuskan bersama dalam diskusi tersebut.
Salah satu materi penting yang harus disiapkan dengan baik adalah
daftar pertanyaan yang menjadi dasar untuk diskusi kelompok. Sebagai
contoh :
• Seberapa banyak terjadai kebakaran hutan dan lahan
• Dimana lokasinya
• Apa penyebabnya
• Kerugian apa yang ditimbulkannya
• Bagaimana kita akan mengatasinya
• Siapa yang akan terlibat
• Apa saja yang diperlukan untuk melakukannya, Dst
Pendekatan Informan Kunci
Pendekatan informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi
dari pemimpin, tokoh masyarakat atau pengambil keputusan guna
mengidentifikasi kebutuhan dan minat utama masyarakat. Seseorang

53

53
dapat menjadi informan kunci bila memiliki pengetahuan yang luas
tentang seluk beluk komunitas serta kegiatannya. Dalkam hal ini
informan kunci sebaiknya adalah tokoh masyarakat yang memahami
kebakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut. Informan kunci ini bisa
jadi telah mengalami kebakaran hutan dan lahan yang pernah terjadi,
berpartisipasi dalam pencegahan atau penanggulangannya dan mengerti
kebutuhan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Participatory Rural Appraisal (PRA)

PRA merupakan salah satu model pendekatan yang digunakan untuk


mendapatkan data potensi desa, kehidupan dan kondisi masyarakat agar
mereka dapat membuat rencana dan tindakan pembelajaran partisipatif.
Metode ini menekankan keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan
kegiatan.
PRA memiliki bermacam-macam teknik untuk melaksanakannya. Teknik-
teknik yang sesuai dengan pencegahan kebakaran lahan dan hutan
diantaranya :
1. Penyusunan Kalender Musim
Penyusunan Kalender Musim merupakan teknik PRA yang
memfasilitasi pengkajian kegiatan-kegiatan yang terjadi secara
berulang dalam suatu kurun waktu dalam kehidupan masyarakat
dan dituangkan dalam bentuk kalender kegiatan.
Dari kalender musim ini dapat diketahui gambaran keadaan dan
pola kegiatan masyarakat. Terkait dengan kebakaran hutan dan
lahan, dari kalender ini juga dapat diperoleh informasi kapan
secara umum banyak terjadi kebakaran sehingga dapat diantisipasi
pencegahan maupun penanggulangannya.
Jenis informasi yang dikaji melalui penyusunan kalender musim ini
dapat meliputi :
• Penanggalan atau system kalender yang dipakai masyarakat
• Iklim, curah hujan dan ketersediaan air
• Pola tanam dan panen
• Ketersediaan tenaga kerja
• Musim terjadinya kebakaran hutan dan lahan
• Dll

54

54
2. Pemetaan (Sketsa Desa )
Merupakan teknik PRA untuk memfasilitasi diskusi mengenai
keadaan wilayah beserta lingkungannya. Melalui teknik ini dapat
diungkapkan keadaan desa dan lingkungannya sendiri seperti lokasi
sumber daya dan batas-batas wilayahnya, lokasi rawan kebakaran,
lokasi sumber/mata air, keadaan jenis sumberdaya yang ada di
desa baik masalah maupun potensinya.
3. Pembuatan Bagan Peringkat
Merupakan teknik PRA untuk mengkaji sejumlah topic dengan
member nilai pada masing-masing aspek kajian berdasarkan
sejumlah kriteria pembanding yang merupakan hasil kesepakatan
masyarakat yang sesuai dengan keadaan setempat.
Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam penilaian mencakup :
• Manfaat pilihan
• Ketersediaan potensi untuk pengembangan (pelaksanaan
pilihan)
• Hambatan yang untuk pengembangan (dalam melaksanakan
pilihan)
Teknik ini berguna untuk mendorong dan merangsang pemikiran
masyarakat dalam menentukan pilihan berdasarkan keadaan
setempat.

MERENCANAKAN IDENTIFIKASI POTENSI

Kriteria Pemilihan Teknik Identifikasi


Pemilihan teknik identifikasi potensi kebakaran hutan dan lahan dapat
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
• Situasi dan kondisi spesifik setempat : dipilih teknik yang paling
sesuai dan mudah untuk dilaksanakan.
• Ketersediaan sarana, prasarana dan dana
• Pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan personil

Penetapan Teknik Identifikasi

Dalam menetapkan teknik identifikasi potensi perlu ditinjau kelebihan


dan kekurangan teknik yang dipilih. Kelebihan dan kekurangan terebut

55

55
didiskusikan bersama antara masyarakat dan para pemangku kepentingan
untuk mendapatkan masukan-masukan.

Persiapan Identifikasi

Setelah teknik identifikasi disepakati dilakukan persiapan identifikasi


yang meliputi :
• penentuan lokasi dan responden,
• waktu identifikasi,
• jenis data yang diperlukan,
• instrument dan bahan

MELAKSANAKAN IDENTIFIKASI POTENSI

Mengumpulkan data
Pengumpulan data potensi kebakaran hutan dan lahan serta potensi
lainnya seperti lokasi sumber/mata air, danau, sungai dan lokasi-
lokasi penampungan air dilakukan sesuai dengan teknik identifikasi
yang telah disepakati dan instrumen yang disusun. Pengambilan data
dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan responden secara aktif.
Pengambilan data secara partisipatif bertujuan agar diperoleh gambaran
kondisi kebakaan hutan dan lahan serta potensi untuk mengatasinya
dan kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan dari hasil analisis data
yang diperoleh.

Mengolah data

Data hasil identifikasi diolah dan dianalisa untuk memperoleh gambaran


tentang kebakaran hutan dan lahan serta potensi dan kebutuhan dalam
mengantisipasinya. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung
jumlah, rata-rata dan presentase nilai dari aspek-aspek yang diidentifikasi.
Dengan demikian dapat ditentukan strategi dan langkah-langkah yang
akan dilakukan guna pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan.

56

56
MENGANALISIS HASIL IDENTIFIKASI POTENSI

Analisis Potensi Karhutla, SDM, SDA dan SD Pendukung


Seluruh data hasil identifikasi yang telah diolah kemudian dianalisa
sebagai bahan penyusunan rancangan kegiatan dalam pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Contoh tabel analisa potensi

Aspek Potensi satuan Jumlah Lokasi


Kebakaran • Lahan kritis
hutan dan • Lahan rawan
lahan kebakaran
• Penyebab kebakaran
• dst
• sumber mata air
Sumberdaya • danau
alam • luas kawaasan hutan
• luas hutan rakyat
• dst
Sumberdaya • Jumlah penduduk
manusia • Jumlah kelompok
peduli api
• dst
Sumberdaya • penampungan air
pendukung • pemadam kebakaran
sederhana
• dst

Analisis Permasalahan dan Tindakan yang Diperlukan


Analisis permasalahan dan tindakan yang diperlukan terkait kebakaran
hutan dan lahan dilakukan secara partisipatif berdasarkan data potensi
yang telah diperoleh dan di analisa. Di dalamnya juga harus dilakukan
analisis penyebab terjadinya permasalahan dan ditetapkan strategi dan
tindakan yang perlu diambil guna mengatasi permasalahan tersebut.

57

57
Contoh tabel analisis permasalahan dan tindakan yang diperlukan

Tindakan yang
Aspek Permasalahan Penyebab
diperlukan
Kebakaran • Terjadinya • Penyiapan • Penyuluhan
hutan dan kebakaran lahan lahan dengan tentang
lahan menjelang musim pembakaran penyiapan lahan
tanam • ................ tanpa membakar
• ..................... • .....................

Sumberdaya
.......................... .......................... .......................
alam

Sumberdaya
.......................... .......................... ........................
manusia

Sumberdaya
.......................... .......................... ..........................
pendukung

PEMETAAN PARTISIPATIF

Pemetaan merupakan proses penggambaran informasi yang ada


dipermukaan bumi. Proses ini merupakan rangkaian kegiatan sejak
persiapan tim, pelaksanaan pengukuran, pengolahan data, pembuatan
peta/sket, penggambaran dan pengesahan peta. Partisipatif adalah turut
berperan dalam suatu kegiatan. Dengan demikian, pemetaan partisipatif
merupakan proses pembuatan peta dengan melibatkan masyarakat
untuk ikut serta di dalamnya. Dalam hal ini masyarakat dapat berperan
serta dalam proses pemetaan atau justru sebagai pelaku dalam kegiatan
pemetaan tersebut.
Dalam pemetaan partisipatif, informasi hasil diskusi dan kesepakatan
warga/anggota kelompok dituangkan dalam media dua dimensi atau
bahkan tiga dimensi. Informasi yang dituangkan dalam pemetaan
partisipatif haruslah berdasarkan kepada kesepakatan seluruh pihak.
Tema-tema dalam pemetaan partisipatif sangat tergantung dari tujuan
kegiatan. Namun apa pun tema atau inforamasi yang hendak dituangkan

58

58
di atas peta harus melalui kesepakatan dengan warga/anggota kelompok.
Dalam kaitannya dengan kebakaran hutan dan lahan, pemetaan
terutama dimaksudkan untuk mengetahui lokasi-lokasi rawan kebakaran
serta potensi sumberdaya yang dimiliki guna mengatasinya. Dengan
demikian, peta yang dibuat terutama adalah peta tematik kebakaran
hutan dan lahan.

Pengenalan Alat Ukur dan Peta


Alat Ukur
Beberapa alat ukur sederhana yang digunakan dalam pemetaan antara
lain adalah:
1. Kompas
Kompas adalah alat untuk mengetahui arah mata angin, biasanya
berbentuk seperti jam berjarum besi berani yang menunjuk arah
utara dan selatan. Dalam pemetaan, kompas merupakan alat
pengukur azimuth (sudut arah yang terbentuk oleh garis meridian
Utara-selatan bumi) magnetik
2. Clinometer
Clinoometer merupakan alat untuk mengukur/menentukan derajat
kemiringan atau kelerengan lahan. Clinometer memiliki jarum
yang terlihat hampir sama dengan kompas dengan derajat tulis
sekeliling. Bedanya adalah kompas berputar di bidang horisontal
sedangkan clinometer berputar di bidang vertikal.
3. Altimeter
Altimeter adalah alat untuk mengukur ketinggian suatu titik dari
permukaan laut. Penggunaan altimeter umumnya selalu diikuti
dengan penggunaan kompas.
4. Roll/Pita meter
Roll/pita meter adalah alat untuk mengukur jarak antara satu titik
tempat dengan titik tempat lainnya.
5. Global Positioning System (GPS)
GPS adalah sistem navigasi yang terdiri atas satelit di angkasa
dan instrumen atau reciever GPS yang digunakan di bumi untuk
menerima sinyal dari satelit tersebut. Reciever GPS kemudian

59

59
menggunakan informasi yang diterima dari sinyal tersebut untuk
menghitung atau menentukan lokasi yang pasti dari tempat GPS
tersebut diaktifkan di permukaan bumi. Jika kita menghidupkan
GPS di suatu tempat, maka satelit akan mengirim sinyal (data) yang
merupakan titik koordinat tempat kita berada. Saat ini, kebanyakan
telepon genggam telah memiliki aplikasi GPS ini di dalamnya.

Peta
Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang
datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu
dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain
yang diinginkan. Secara sederhana, peta adalah gambaran suatu wilayah
yang di dalamnya memuat berbagai informasi tentang wilayah tersebut.
Beberapa jenis peta di antaranya adalah:
1. Peta dasar, yang menyajikan data dan informasi keruangan
berbagai unsur rupa bumi. Peta dasar ini digunakan sebagai acuan
dalam pemetaan partisipatif untuk menggambarkan lokasi dengan
berbagai topik atau tema.
2. Peta tematik, merupakan peta yang menyajikan data dan
informasi tema tertentu yang kerangkanya menggunakan peta
dasar. Contohnya adalah peta tata guna lahan, peta lokasi rawan
kebakaran, peta pemanfaatan lahan dsb.
3. Peta topografi, peta yang menunjukkan posisi suatu tempat yang
dibuat dengan aturan baku oleh Badan Informasi Geospasial. Di
dalamnya terkandung informasi tentang ketinggian dan kemiringan
suatu tempat, tanda-tanda alam, dan batas-batas wilayah
administratif.

Berdasarkan cara penggambarannya, peta dapat dikelompokkan


menjadi:
1. Peta sketsa: dibuat secara bebas tanpa berdasarkan alat ukur dan
tidak menggunakan skala tetapi berdasarkan kondisi sebenarnya
dari suatu wilayah
2. Peta berskala : dibuat berdasarkan skala sehingga harus
menggunakan alat ukur dan metode tertentu

60

60
Teknis Pemetaan Partisipatif

Pemetaan Partisipatif dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :


1. Membangun kesepakatan dengan seluruh anggota kelompok dan
para pihak terkait
Dalam proses ini perlu dijelaskan mengenai tujuan dan kegunaan
pemetaan partisipatif yang akan dibuat. Dengan demikian
komunitas dapat ikut terlibat dalam menentukan informasi apa
yang sebaiknya ada dalam peta tersebut. Pada tahap ini juga
perlu dibuat kesepakatan bersama mengenai wilayah yang akan
dipetakan. Agar tahap ini dapat berjalan dengan baik, terlebih dulu
perlu dilakukan proses sosialisasi ide pemetaan dengan semua
pihak terkait.
2. Perencanaan pemetaan partisipatif
Dalam tahap ini dilakukan pembuatan rancangan tentang :
• kegiatan yang akan dilakukan : penetapan lokasi, penyusunan
instrument, pengambilan data/pengukuran, pengolahan data,
penggambaran peta dst
• personil yang akan melakukan kegiatan : misalnya seluruh
anggota kelompok dengan dibantu oleh pihak-pihak lain. Di
sini ditentukan pula petugas pencatat informasi, petugas
pengukuran, penggambar peta dlsb.
• waktu pelaksanaan : disepakati bersama waktu pelaksanaan
pemetaan sehingga semuanya dapat berpartisipasi
• alokasi sumberdaya : selain mengalokasikan petugas
pemetaan sesuai dengan bidang yang dikuasai, perlu juga
dirancang penggunaan sumberdaya seperti sarana dan dana.
3. Pelaksanaan pemetaan partisipatif
• Pengumpulan informasi dasar : Informasi dan data dasar
untuk pemetaan diperoleh dari pengukuran dilapangan.
Data dan informasi tersebut kemudian diolah dan dianalisa
menjadi data yang siap dipindahkan kedalam bentuk gambar
atau peta.
• Penggambaran informasi pada peta : Semua informasi yang
terkumpul kemudian digambarkan di atas media, baik dua

61

61
dimensi maupun tiga dimensi. Idealnya penggambaran
dilakukan di atas kertas millimeter blok untuk dapat
memasukkan satuan ukuran panjang dan lebar serta arahnya
dengan menggunakan skala atau perbandingan.Hasil
penggambaran ini akan menjadi peta sketsa, dalam hal ini
berupa sketsa lokasi rawan kebakaran atau rencana kegiatan
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
• Klarifikasi gambar : klarifikasi kembali perlu dilakukan atas
gambar yang telah dibuat. Klarifikasi dilakukan kepada semua
pihak untuk mendapatkan keyakinan bahwa informasi yang
ada di dalam gambar sudah sesuai atau mendekati keadaan
aslinya.
• Revisi peta : revisi peta dilakukan apabila dari hasil klarifikasi
diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan demikian perlu
dilakukan perbaikan-perbaikan
• Pengesahan peta : apabila sudah tidak ada lagi perbaikan
yang perlu dilakukan, langkah terakhir adalah pengesahan
peta oleh ketua kelompok dan pengurus kelompok setempat.

62

62
4.4. Topik IV

Topik : PENATAAN LAHAN

Tujuan : Peserta memahami teknik penataan lahan


dalam upaya pencegahan kebakaran hutan
dan lahan
1. Peserta mampu membuat kesepakatan/
peraturan terkait penataan lahan dalam
rangka pencegahan kebakaran hutan
dan lahan
Materi : Perencanaan Penataan Lahan secara
partisipatif :penataan vegetasi, sekat bakar,
lubang sersah, jalur evakuasi;
- Tahap-tahap Penataan Lahan;
- Pembuatan kesepakatan/aturan pena-
taan lahan terkait penataan lahan dalam
rangka pencegahan kebakaran hutan
dan lahan.
Metode : Diskusi kelompok, Wawancara, dialog,
praktek
Bahan dan Alat : Peta Kelompok (sudah diperoleh di Bab
III); ATK (Kertas manila/ plano, A4,spidol,
ballpoint,pensil), selotipe, lakban
Waktu : 180 menit/pertemuan
Tempat : Sekretariat/balai pertemuan KTH/rumah
petani
Langkah-langkah : Diskusi Materi
1. Penyuluh pendamping memberikan
penjelasan tentang tujuan pertemuan
hari itu : pokok bahasan, mekanisme
pembelajaran/praktek, target setelah
selesai pembelajaran dll
2. Penyuluh pendamping mempersilahkan
2 – 3 orang peserta untuk menyampaikan

63

63
pendapat/ pengetahuan/ penga-
lamannya dalam melakukan penataan
lahan berdasarkan hasil identifikasi
potensi
• Apa saja yang pernah dilakukan
• Dimana dilakukannya
• Kapan melakukannya
• Siapa saja yang ikut terlibat
• Bagaimana cara melakukannya
• Bagaimana memetakan penataan
lahan
3. Penyuluh pendamping membahas dan
mendiskusikan hasil curah pendapat
tersebut dan menambahkan uraian
mengenai penataan lahan dan
pemetaannya
4. Penyuluh mendamping menyimpulkan
hasil diskusi tentang identifikasi potensi
kebakaran hutan dan lahan
5. Penyuluh pendamping menjelaskan dan
mendampingi praktek sesuai materi yang
sedang dibahas
6. Bila diperlukan penyuluh pendamping
dapat menyelipkan permainan-
permainan terkait dengan materi yang
dibahas pada pertemuan
7. Penyuluh pendamping membuat
kesimpulan dan mendokumentasikan
segala aspirasi, saran dan masukan
peserta pertemuan serta hambatan di
lapangan.
8. Penyuluh pendamping bersama-sama
dengan peserta pertemuan menyepakati
waktu dan tempat pertemuan selanjutnya
sebagai tindak lanjut pertemuan ini.

64

64
A. Praktek/Simulasi Identifikasi Potensi
1. Penyuluh pendamping mempersilahkan
peserta untuk berkelompok sesuai
dengan pengelompokan yang telah
dilakukan pada pertemuan awal sekolah
lapang
2. Peserta bersama penyuluh pendamping
melakukan review terhadap hasil
identifikasi potensi yang telah dilakukan.
3. Praktek penataan lahan sesuai hasil
identifikasi potensi dengan membuat/
merencanakan penataan vegetasi, sekat
bakar, lubang serasah, jalur evakuasi;
4. Peserta di masing-masing kelompok
menyusun kesepakatan/aturan desa
mengenai penataan lahan dalam rangka
pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
5. Masing-masing kelompok mempresen-
tasikan rancangan aturan desa kepada
seluruh peserta
6. Penyuluh pendamping bersama seluruh
peserta membuat rancangan aturan desa
berdasarkan kesepakatan bersama dan
menutup pertemuan.
Bahan bacaan :

PENATAAN LAHAN

A. Perencanaan Penataan Lahan

Perencanaan penataan lahan dengan pembuatan Peta


Rencana Kelola Lahan merupakan alat efektif mencegah terjadinya
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sekaligus memberikan
manfaat fisik maupun ekonomi bagi anggota kelompok tani.

65

65
Peta Rencana Kelola Lahan adalah kelanjutan dari Peta Desa/
Peta Kelompok yang merupakan kumpulan informasi rencana
penggunaan lahan yang akan diusahakan/dikerjakan, disepakati
bersama dan dituangkan secara kartografis.
Latar belakang rencana penataan lahan adalah:
1. Faktor kondisi alam seperti: Kemarau panjang, konversi hutan
dan lahan gambut
2. Perilaku masyarakat yang membakar saat pembukaan lahan
3. Permasalahan penggunaan lahan yang tidak terencana,
konflik batas lahan dan konflik lainnya.

Adapun faktor pendukung dalam penyusunan rencana penataan


lahan adalah:
1. Terdapat kearifan lokal terkait dengan pengolahan lahan
misalnya: sekat bakar, pengawasan kegiatan pembukaan
lahan;
2. Kebutuhan masyarakat desa dalam pengamanan aset
(kebun,dll) dari bahaya kebakaran.
3. Masih tersedia sumberdaya lahan yang memungkinkan untuk
dikelola secara terencana atau bekelanjutan;
4. Otonomi Desa memberikan kewenangan kepada desa untuk
mengatur kepentingan masyarakat termasuk diantaranya
merencanakan penataan lahan (tata guna lahan).

Manfaat perencanaan tata guna lahan kelompok:


1. Menghasilkan sebuah perencanaan penggunaan lahan
kelompok berdasarkan pada kondisi lokal dan kebutuhan
kelompok
2. Penyusunan rencana secara partisipasi akan mendorong
pengakuan terhadap hak masyarakat untuk memanfaatkan
sumberdaya alam
3. Penggunaan lahan berdasarkan kesesuaiannya secara
terencana.

Perencanaan Tata Guna lahan ini dimaksudkan untuk menata


penggunaan lahan kelompok, dimana anggota kelompok menjadi
pelaku dalam proses merencanakan, mengambil keputusan,
melaksanakan, mengawasi dan mengembangkan tindaklanjutnya.

66

66
Tujuan dibuatnya perencanaan tata guna lahan
1. Merancang pengelolaan lahan kelompok secara berkelanjutan
dengan memperhatikan aspek kesesuaian lahan, manfaat
sosial ekonomi dan berlandaskan hukum.
2. Memberi kesempatan kepada anggota untuk kembali
memikirkan dan merencanakan pemanfaatan lahannya.
Tahapan pelaksanaan rencana penataan lahan:
1. Wawancara/diskusi Tata Kelola Lahan
a. Gunakan Peta Desa/Peta Kelompok sebagai dasar dalam
beberapa kegiatan PRA, yaitu wawancara dan FGD Tata
Ruang. PRA difokuskan untuk menyusun perencanaan
pembangunan dalam bentuk peta tata kelola lahan atau
tata ruang.
b. FGD Tata kelola lahan
• Undang peserta FGD antara lain: anggota
Kelompok Tani, Tokoh masyarakat (undangan
dapat disampaikan saat wawancara)
• FGD dapat dilakukan di sekretariat atau rumah
warga, tempat ibadah, kebun dll, tergantung
kesepakatan
• Siapkan peta kelompok, Daftar Hadir dan Daftar
Pertanyaan
• Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan:
kertas manila, A4, spidol, ballpoin, pensil, selotip
• Pembagian tugas: Narasumber (Peserta FGD);
Fasilitator/Notulen/ Motivator/Pemerhati dalam
proses (Tim Pendamping)
c. Topik Diskusi FGD Tata kelola lahan
• Keberadaan dan pengelolaan sumberdaya alam di
desa
• Perubahan-perubahan dalam status pemilikan,
penguasaaan, pemanfaatan lahan
• Tanggapan masyarakat atas berbagai masukan
• Masalah-masalah yang dihadapi dan berbagai
pengalaman masyarakat dalam mengatasi
permasalahan tersebut

67

67
• Kapan pertama kali membuka lahan
• Waktu dilakukan pembukaan lahan (hujan/kemarau)
• Bagaimana cara membuka lahan (bakar,manual,mekanis)
• Kapan terjadi kebakaran hutan dan lahan

2. Lokakarya Tata Kelola Lahan


Lokakarya Rencana Tata Kelola Lahan dapat dilaksanakan
beberapa kali tergantung kesepakatan yang dicapai.
Lokakarya dihadiri oleh seluruh komponen masyarakat, aparat
pemerintah desa, camat dan tim pelaksana
Pada kesempatan ini disepakati rencana tata kelola lahan,
peraturan kelompok dan rencana kelompok
a. Undang anggota kelompok untuk bersama-sama
membuat rencana kelola lahannya agar informasi lebih
lengkap dan muncul rasa memiliki
b. Siapkan tempat yang memadai, misalnya Balai Desa
c. Siapkan konsep Peta tata Kelola lahan hasil wawancara,
Daftar hadir dan Daftar Pertanyaan
d. Siapkan alat dan bahan: Kertas manila, A4, spidol,
ballpoint, pensil, selotip
e. Membagi tugas:
• Pembawa acara (aparat desa/tokoh)
• Narasumber (tokoh masyarakat/masyarakat)
• Fasilitator (Tim Pendamping)
• Notulen (Tim Pendamping)
• Motivator (Tim Pendamping)
• Pemerhati proses (Tim Pendamping)
f. Ajaklah peserta untuk meneliti kembali Konsep Peta tata
kelola lahan
g. Ajaklah peserta untuk melakukan perbaikan kalau
memang diperlukan
h. Topik Daftar Pertanyaan Lokakarya Tata Kelola Lahan
• Perencanaan kegiatan untuk pemanfaatan
sumberdaya dan mengatasi masalah kebakaran
lahan

68

68
• Peningkatan kapasitas masyarakat baik dari aspek
moral, manajerial, maupun teknis kegiatan usaha
• Pelaksanaan usaha masyarakat/kelompok
• Pengembangan lembaga keuangan mikro yang
berkelanjutan
• Pengarahan tata guna lahan dan rencana
pembukaan lahan tanpa bakar
• Pengurangan bahan mudah terbakar, misal melalui
pola integrasi ternak, SISKA, home industri Konsep
Peta Tata Kelola Lahan yang telah disepakati perlu
disahkan ketua kelompok
i. Konsep Peta Tata Kelola Lahan yang telah disepakati
perlu disahkan oleh Ketua Kelompok.

3. FGD Kebakaran Lahan dan Hutan


a. Kegiatan alternatif yang dapat disarankan sebagai
lanjutan FGD Perencanaan Penataan Lahan adalah
FGD Kebakaran. FGD Kebakaran dimaksudkan untuk
memperbaiki peta tata kelola lahan yang telah disepakati
dan merancang beberapa kegiatan lanjutan dalam
rangka pencegahan kebakaran lahan
b. Peserta,tempat,waktu,pembagian tugas serta alat dan
bahan untuk FGD Kebakaran Lahan dan Hutan sama
dengan FGD Tata kelola Lahan
c. FGD Kebakaran dapat dilakukan beberapa kali tergantung
kesepakatan
d. Contoh FGD kebakaran Desa Dayun, Kab Siak, Prov.Riau
telah berhasil menyusun 4 kegiatan, diantaranya:
• Pelatihan pembuatan pupuk kompos dari limbah
organik pelepah kelapa
• sawit dalam rangka pengembangan Perkebunan
Tanaman Rakyat

69

69
B. Penyusunan Aturan Kelompok Tentang Tata Kelola Lahan
Peraturan kelompok tentang tata kelola lahan merupakan
salah satu hal terpenting dalam upaya pencegahan kebakaran.
Banyak masyarakat tidak tahu dan tidak paham tentang peraturan
perundang-undangan terkait kebakaran baik berbentuk Undang-
undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah. Untuk
itu, dibutuhkan sebuah aturan kelompok yang jelas dan tertulis
tentang pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta mengikat.
Peraturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangan yang ada di atasnya.

Penyusunan peraturan kelompok harus melibatkan seluruh


anggota kelompok. Dengan cara seperti itu diharapkan anggota
paham, merasa memiliki dan patuh pada aturan yang telah disusun
dan ditetapkan.

Tujuan penyusunan aturan kelompok adalah agar kelompok


tani yang berada di daerah rawan kebakaran memiliki aturan
tentang pencegahan kebakaran.
Tahapan kegiatan dalam penyusunan aturan kelompok:
1. Pendekatan kepada Toko-tokoh Masyarakat
Siapa saja dan bagaimana? Pendekatan kepada kepala dusun,
ketua RW, ketua RW dan tokoh kunci masyarakat dengan
membawa bahan-bahan untuk membantu penyusunan
aturan kelompok. Lakukan juga wawancara mendalam
untuk menggali informasi tentang aturan adat, kearifan lokal
masyarakat yang pernah ada.
2. Diskusi Kelompok terarah
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan tokoh-tokoh
masyarakat tentang pentingnya aturan kelompok, kearifan
lokal dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup.
3. Menetapkan Tim Penyusun Aturan kelompok
Tim penyusun berasal dari pengurus yang notabene adalah
tokoh masyarakat tani dan sebagian anggota kelompok yang
dipandang mampu.

70

70
4. Penyusunan draft aturan kelompok
Pendampingan dapat dilakukan dalam penyusunan kata-kata,
struktur dan substansi yang ada dalam aturan kelompok.
Perhatikan semua pendapat, saran dan masukan dari
Tim Penyusun aturan kelompok. Pendamping membantu
merumuskan dalam bentuk kata-kata yang mereka pahami.
Kemudian sampaikan kembali kepada mereka, apakah yang
dimaksud sesuai dengan apa yang ditulis. Lakukan cek silang
kepada semua anggota Tim, hingga terja kesepakatan isi dari
aturan kelompok
Isi Aturan kelompok:
1) Cara-cara membuka lahan
2) Larangan pembukaan lahan dengan cara membakar
Contoh Aturan Desa :
a) Setiap orang adapat membuka lahan dan pekarangan
pada lokasi baru sesuai dengan hukum yang berlaku
dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Desa
b) Setiap orang dapat membuka lahan dan pekarangan
pada lahan yang pernah digarap sebelumnya, dibuktikan
dengan surat penguasan tanah atau hak-hak lainnya
yang diakui oleh masyarakat setempat
c) Pembukaan lahan dan pekarangan dilakukan dengan
cara PLTB (Pembukaan Lahan Tanpa Bakar). PLTB
dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Pembukaan lahan dengan melakukan penebangan
atau pembabatan belukar atau pohon-pohon kecil
secara manual dan hasilnya dimasukkan dalam alat
Blower (mesin pencacah) untuk dijadikan sebagai
pupuk organik
• Pembukaan lahan dengan sistem penumbangan
menggunakan sistem pancang dan tanam
(menggunakan alat beko). Pembukaan lahan
dengan cara ini disebut juga dengan sistem
pancang tanam
• Bertahap dalam membuka lahan baik secara
pribadi maupun bersama-sama dengan sistem
gotong royong/arisan

71

71
d) Setiap pemilik dan pengelola lahan yang memiliki lahan
0-2 ha, apabila melakukan pembukaan lahan memiliki
ijin tertulis dari kepala desa. Dalam pembukaan lahan
0-2 ha wajib melakukan penumpukan gulma sisa
pembukaan lahan dengan sistem lajur dan tidak boleh
dibakar.
e) Lahan gambut yang memiliki kedalaman >3 m tidak
boleh diusahakan atau dikelola karena tidak ekonomis
dan termasuk kawasan lindung gambut
f) Penerapan sanksi

5. Memperkenalkan Aturan Kelompok


Untuk memperkenalkan aturan kelompok pada seluruh
anggota kelompok, maka harus diadakan pertemuan kelompok
dengan mengundang juga tokoh-tokoh masyarakat, seperti
Ketua RT dan RW, Kepala Dusun, Kontak Tani. Pertemuan
ini berguna untuk memperkenalkan dan mendapat masukan
agar aturan Kelompok yang telah dibuat dapat dipahami dan
diketahui oleh anggota dan anggota masyakat lainnya.
6. Sosialisasi Aturan kelompok
Sosialisasi di tingkat RT, RW, Dusun bahkan di tingkat Desa.

72

72
4.5. Topik V

Topik : DETEKSI DINI, PELAPORAN DAN


PEMADAMAN DINI KEBAKARAN HUTAN
DAN LAHAN
Tujuan : Peserta SL memahami tentang tanda-tanda
bahaya kebakaran hutan dan lahan.
1. Peserta SL memahami dan terampil
melakukan deteksi dini kebakaran hutan
dan lahan.
2. Peserta SL memahami dan terampil
melaksanakan pelaporan dan
pemadaman dini kebakaran hutan dan
lahan.
3. Peserta SL memahami dan terampil
menggunakan peralatan sederhana
pemadam kebakaran.
Materi : 1. Deteksi dini kebakaran hutan dan lahan
melalui:
a. Informasi titik hotspot
b. Informasi tingkat bahaya kebakaran
hutan dan lahan
c. Informasi masyarakat melalui Patroli
d. Informasi cuaca
e. Informasi arah angin
2. Uji tingkat bahaya kebakaran hutan
melalui :
a. Uji daun tunggal
b. Uji remas serasah
3. Mekanisme pelaporan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan
4. Pengenalan peralatan sederhana
pemadam kebakaran dan cara
penggunaannya
5. Pemadaman dini kebakaran hutan dan
lahan
73

73
Metode : Diskusi kelompok
- Simulasi
- Pengamatan lingkungan sekitar
Bahan & Alat : Informasi pantauan hotspot dari sipongi dan
masyarakat
 Daun, serasah
 Korek api
 Peralatan sederhana pemadan kebakaran
hutan
 ATK
Tempat : Disesuaikan dengan kebutuhan
Waktu : 2 x 120 Menit
Langkah-Langkah Kerja : Pertemuan Pertama
1. Pendamping melakukan perkenalan
kepada peserta
2. Pendamping mengajak peserta bernyanyi
lagu Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan
Lahan
3. Pendamping menjelaskan agenda
kegiatan SL:
Kegiatan pertama:
a. Mendeteksi dini kebakaran hutan
menggunakan uji daun tunggal dan
uji remas serasah
b. Sistem pelaporan
Kegiatan kedua:
a. Pengenalan peralatan sederhana
pemadam kebakaran hutan dan
lahan serta cara penggunaanya
b. Simulasi pemadaman dini.
4. Pendamping menjelaskan secara singkat
tentang :
a. Tanda-tanda bahaya kebakaran
hutan:
- lumut kering

74

74
- perubahan temperatur/suhu
- hewan turun gunung
- musim kemarau
- adanya perambahan hutan
meningkat
- rumput kering, pohon layu
- bulan kering
b. Metoda/cara mendeteksi dini
kebakaran hutan dan lahan
c. Cara untuk mengetahui tingkat
bahaya kebakaran hutan dengan uji
daun tunggal dan uji remas serasah.
d. Masyarakat/MPA melakukan
koordinasi untuk patroli terjadwal
e. Mekanisme pelaporan jika ada tanda-
tanda bahaya kebakaran hutan
f. Peralatan sederhana pemadam
kebakaran hutan dan lahan serta
cara penggunaanya.
g. Cara pemadaman dini kebakaran
hutan dan lahan
5. Pelaksanaan kegiatan pertama
a. Pendamping membagi peserta SL ke
dalam beberapa kelompok.
b. Pendamping mengajak peserta SL
secara berkelompok untuk praktek
mendeteksi dini kebakaran hutan
dan lahan dengan cara membaca
informasi hotspot melalui informasi
masyarakat.
c. Pendamping meminta masing-
masing kelompok untuk menjelaskan
cara membaca informasi hotspot.
d. Pendamping membagi peserta SL ke
dalam beberapa kelompok.

75

75
e. Pendamping mengajak peserta SL
secara berkelompok untuk praktek
uji daun tunggal dan uji remas
serasah.
f. Pendamping membagikan daun,
serasah dan korek api pada peserta.
g. Pendamping memberi tugas masing-
masing kelompok untuk melakukan
uji daun tunggal dan uji remas
serasah.
h. Pendamping meminta masing-
masing kelompok untuk
menyampaikan kesimpulan.
6. Pelaksanaan kegiatan kedua
a. Pendamping mengajak peserta
bernyanyi lagu Deteksi Dini
Kebakaran Hutan dan Lahan
b. Pendamping menjelaskan agenda
kegiatan SL
c. Pendamping menjelaskan secara
singkat tentang:
• Mekanisme pelaporan jika ada
tanda-tanda bahaya kebakaran
hutan.
• Jenis peralatan sederhana
pemadam kebakaran hutan dan
lahan serta cara penggunaannya.
• Cara pemadaman dini kebakaran
hutan dan lahan.
d. Pendamping membagi peserta SL ke
dalam beberapa kelompok.
e. Pendamping mengajak peserta
SL secara berkelompok untuk
melakukan pengenalan alat-alat
sederhana pemadam kebakaran
hutan dan lahan serta cara
penggunaannya.

76

76
f. Pendamping membagikan beberapa
contoh alat sederhana pemadam
kebakaran hutan dan lahan.
g. Pendamping memberi tugas masing-
masing kelompok untuk melakukan
praktek menggunakan peralatan
sederhana pemadaman kebakaran
hutan yang telah dibagikan .
h. Pendamping meminta masing-masing
kelompok untuk mendemonstrasikan
kepada peserta yang lain.
i. Pendamping mengajak peserta SL
untuk melakukan simulasi deteksi
dini, cara pelaporan serta pemadaman
dini kebakaran hutan dan lahan.
j. Pendamping melakukan pembagian
peran kepada peserta SL sebagai
berikut :
• Informan data titik hotspot
• Informan sebagai anggota
masyarakat di lokasi rawan
kebakaran hutan dan lahan
• Kepala Desa, Manggala Agni dan
MPA
k. Pendamping menjelaskan tugas
masing-masing pemeran sebagai
berikut :
• Informan data titik hotspot dan
informan dari unsur masyarakat
melaporkan kepada Kepala
Desa/ Manggala Agni/MPA
bahwa terlihat adanya tanda-
tanda bahaya kebakaran.
• Kepala Desa/Manggala Agni/
MPA menerima laporan dan
menindaklanjuti dengan mela-
kukan patroli.

77

77
• Dari hasil patroli ternyata benar
terlihat ada api kecil di hutan.
• Kepala desa/Manggala Agni/
MPA menggerakkan masyarakat
untuk melakukan pemadaman
dini dengan menggunakan
sarpras yang ada.
l. Pendamping meminta masing-
masing kelompok untuk menjelaskan
kepada peserta yang lain tentang
yang telah disimulasikan.

BAHAN BACAAN
Lagu Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan
“Bila Ada Bahaya Karhutla
Kita Semua Harus Waspada
Ayo Segra Lakukan Patroli
Padamkan Dini
Bila Terjadi
Yes!! Yes !!”

78

78
79

79
PERINGATAN DINI

A. Pendahuluan

Peringkat bahaya kebakaran lahan dan hutan merupakan


salah satu sub system pengendalian kebakaran hutan, khususnya
untuk memperkuat upaya PERINGATAN DINI. Keberhasilan system
pengendalian kebakaran hutan tidak terlepas dari keberhasilan
upaya peringatan dini beserta metode peringatan kepada
masyarakat.
Banyak metode untuk mengetahui peringkat bahaya
kebakaran hutan yang telah diterapkan di Indonesia baik yang
sangat sederhana sampai penggunaan program computer.
Metode yang telah dikenal yakni :
1. KBDI (Kate Byram Drought Index), diterapkan di UPTD
Kebakaran Hutan, Kalimantan Timur.
2. System Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan, diterapkan di 29
Daerah Operasi Manggala Agni.
3. Alat bantu kerawanan kebakaran hutan sederhana melalui
“Uji daun Tunggal”
4. Alat bantu kerawanan kebakaran hutan sederhana melalui
“Uji Serasah”
5. Alat Ukur Peringkat Kebakaran Lahan dan Hutan Desa.
Metode tersebut di atas pada dasarnya ingin mendapatkan
4 tingkatan informasi kerawanan terhadap kebakaran hutan
yakni : Rendah, Sedang, Tinggi dan Ekstrim. Alur piker berikut
ini dapat memberikan gambaran yang lebih mudah untuk
mengetahui tujuannya :

80

80
Alur Pikir Tujuan Peringatan Dini Kebakaran Hutan

Alur Pelaporan dini dari Sipongi/BKSDA


Alur Pelaporan dini dari Sipongi/BKSDA

Alur Pelaporan dini dari masyarakat


81

81
Alur Pelaporan dini dari masyarakat
Alur Pelaporan dini dari masyarakat

Kegiatan pencegahan kebakaran hutan merupakan suatu kegiatan


Kegiatan pencegahan kebakaran hutan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan
mencegah terjadinya
yang dilakukan kebakaran
antara lain : hutan. Kegiatan yang dilakukan antara lain :
a. System
a. Informasi
System Peringatan
Informasi DiniDini
Peringatan Kebakaran
Kebakaran(Monitoring Hotspot, SPBK, Laporan
(Monitoring Hotspot,
dll) SPBK, Laporan masy, dll)
Peringatan
Peringatan dini (early
dini (early warning)
warning) sangatpenting
sangat penting dalam
dalampengendalian
pengendalian kebakaran
kebakaran hutan. Peringatan dini ada berbagai macam yaitu :
Peringatan dini ada berbagai macam yaitu :
a.1. Monitoring Titik Panas (Hotspot)
a.1. Monitoring Titik Panas (Hotspot)
Titik Panas (hotspot) adalah indicator kebakaran hutan yang
Titik Panas suatu
mendeteksi (hotspot)
lokasiadalah
yang indicator kebakaran
memiliki suhu rekatif hutan
lebih yang mendeteks
tinggi memiliki
lokasi yang dibandingkan
suhu dengan suhu tinggi
rekatif lebih disekitarnya. (Peraturan
dibandingkan dengan suhu diseki
Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009 tentang
(Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009 tentang penge
pengendalian kebakaran hutan).
kebakaran hutan).
Hotspot dapat digunakan untuk mendeteksi kejadian kebakaran
hutan/lahan
Hotspot dapat secara cepat. Diharapkan
digunakan dengan deteksi
untuk mendeteksi dini kebakaran hutan
kejadian
ini maka pelaksana dapat memadamkan kebakaran secepat
secara cepat. Diharapkan dengan deteksi dini ini maka pelaksana dapat memad
mungkin sehingga kebakaran hutan/lahan tidak meluas/
kebakaran secepat
membesar mungkin
sehingga sehingga
dapat kebakaran
ditangani dengan hutan/lahan
sumber daya tidak meluas/me
yang
sehingga tidakditangani
dapat terlalu besar.
dengan sumber daya yang tidak terlalu besar.
82

82
a.2. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran
Sistem peringkat bahaya kebakaran adalah sebuah sistem
peringatan dini yang menduga tingkat bahaya kebakaran dan
penyebarannya dengan mengintegrasikan antara faktor cuaca
dan faktor bahan bakar dalam melakukan prediksi terhadap :
 Kemudahan terpicunya kebakaran.
 Kecepatan penyebaran api.
 Kesukaan pengendalian kebakaran.
 Dampak kebakaran.

B. Uji Daun Tunggal


Instrumen yang paling sederhana untuk mengetahui
tingkat kerawanan local adalah dengan “ Uji Daun Tunggal”. Prinsip
uji daun tunggal adalah untuk mengetahui kemampuan penyalaan
api pada serasah daun tunggal yang ada di lantai hutan/lahan.
Semakin basah atau KA daun tinggi maka semakin sulit kemampuan
penyalaan, dan semakin sering (KA rendah) maka kemampuan
penyalaan akan lebih mudah. Indicator ini yang digunakan untuk
mengetahui peringkat bahaya kebakaran hutan.

BASAH :
Apabila daun dapat terbakar pada posisi ke
bawah maka menunjukan indikasi bahwa kadar
air daun tinggi. Secara umum kondisi lapangan
mempunyai peringkat bahaya kebakaran rendah.

SEDANG :
Apabila daun terbakar pada posisi miring ke
bawah, maka menunjukan indikasi bahwa kadar
air daun sedang. Secara umum kondisi lapangan
mempunyai peringkat bahaya kebakaran sedang.

83

83
TINGGI :
Apabila daun terbakar pada posisi miring
ke atas, maka menunjukan indikasi bahwa
kadar air rendah, sehingga lebih mudah
terbakar walaupun miring ke atas. Seacara
umum lapangan mempunyai peringkat bahaya
kebakaran tinggi.
EKSTRIM :
Apabila daun terbakar pada posisi ke atas, maka
menunjukan indikasi bahwa kadar air daun
sangat rendah sehingga mudah terbakar. Secara
umum kondisi lapangan mempunyai peringkat
bahaya kebakaran sangat tinggi.

C. Uji Remas Serasah


Instrument sederhana lainnya adalah dengan “Uji Remas
Serasah” Prinsip uji remas terhadap serasah adalah untuk
mengetahui secara manual Kadar Air serasah melalui penampilan
hasil remasan serasah. Semakin kasar hasil remasan, semakin
basah serasah tersebut.

Hasil Remasan Indikasi

Hanya patah saja Serasah basah, kadar air tinggi, kondisi ini akan
berpengaruh terhadap proses penyalahan.
Hancur tetapi kepingannya Serasah dengan tingkat kebasahan sedang,
agak kasar kondisi ini akan memberikan proses penyalaan
yang agak lama.
Hancur dengan kepingan Serasah kering, kadar air rendah, apabila
kecil diremas akan hancur, kondisi ini mempercepat
proses penyalaan api.
Hancur menjadi agak halus Serasah sangat kering, kadar air sangat rendah,
apabila diremas akan hancur. Kondisi ini akan
sangat mudah terbakar.

84

84
Hanya patah saja Serasah basah, kadar air tinggi, kondisi ini akan
berpengaruh terhadap proses penyalahan.

Hancur tetapi Serasah dengan tingkat kebasahan sedang, kondisi ini akan
kepingannya agak kasar memberikan proses penyalaan yang agak lama.

Hancur dengan kepingan Serasah kering, kadar air rendah, apabila diremas akan
kecil hancur, kondisi ini mempercepat proses penyalaan api.
Hancur menjadi agak Serasah sangat kering, kadar air sangat rendah, apabila
halus diremas akan hancur. Kondisi ini akan sangat mudah
D. Sistem Peringkat Bahaya
terbakar. Kebakaran

D. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran


Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK) merupakan
system peringkat
Sistem Peringkat diniKebakaran
Bahaya yang menduga tingkat system
(SPBK) merupakan bahayaperingkat
terjadinya
dini yang
kebakaran dan penyebarannya dengan mengintegrasikan
menduga tingkat bahaya terjadinya kebakaran dan penyebarannya antara
dengan
factor cuacaantara
mengintegrasikan dan factor
factorcuaca
bahan bakarbahan
dan factor dalam melakukan
bakar prediksi
dalam melakukan prediksi
terhadap
terhadap : :
Kemudahan
  terpicunya
Kemudahan kebakaran.
terpicunya kebakaran.
Kecepatan
  penyebaran
Kecepatan api.
penyebaran api.
Kesukaan
  pengendalian
Kesukaan kebakaran. kebakaran.
pengendalian
Dampak
  kebakaran
Dampak kebakaran

Gambar Konsep kesisteman SPBK


Gambar Konsep kesisteman SPBK
Komponen yang dipakai dalam SPBK lain yaitu :
Kodedipakai
 yang
Komponen Kadardalam
Air Serasah (KKAS)
SPBK lain yaitu : 59
KKAS menunjukan
 Kode Kadar Air Serasah (KKAS) angka peringkat kadar air serasah di
atas permukaan
KKAS menunjukan tanah pada
angka peringkat kedalam
kadar air serasah kurang dari 2 cm.tanah pada
di atas permukaan
menunjukan indikator kemudahan terbakar.
kedalam kurang dari 2 cm. menunjukan indikator kemudahan terbakar.

 Kode Kadar Air Humus (KKAH)


85
KKAH menunjukan angka peringkat rata-rata kadar air dalam lapisan
humus/ranting/kayu-kayu kecil pada kedalaman 5-10 cm. menunjukan
pemakaian bahan bakar permukaan.85
Komponen yang dipakai dalam SPBK lain yaitu :
KKAS menunjukan angka peringkat kadar air serasah di atas permukaan tanah pada
 Kode Kadar Air Serasah (KKAS)
kedalam kurang dari 2 cm. menunjukan indikator kemudahan terbakar.
KKAS menunjukan angka peringkat kadar air serasah di atas permukaan tanah pada
kedalam kurang dari 2 cm. menunjukan indikator kemudahan terbakar.

Kode Kadar
 Kadar
 Kode Air Humus
Air Humus (KKAH) (KKAH)
KKAHKKAH menunjukan
menunjukan angkaperingkat
angka peringkat rata-rata
rata-rata kadar
kadar airair
dalamdalam lapisan
 Kode Kadar Air Humus (KKAH)
lapisan humus/ranting/kayu-kayu
humus/ranting/kayu-kayu kecil pada kecil pada kedalaman
kedalaman 5-10 5-10 menunjukan
cm.
KKAHcm.menunjukan
menunjukan angka peringkat
pemakaian bahanrata-rata kadar air dalam lapisan
bakar permukaan.
pemakaian bahan bakar permukaan.
humus/ranting/kayu-kayu kecil pada kedalaman 5-10 cm. menunjukan
pemakaian bahan bakar permukaan.

 Kode Kode Kekeringan


 Kekeringan
Kode Kekeringan
Kode Kekeringan menunjukan
menunjukan angka peringkat
angka peringkat rata-rata rata-rata
kadar air kadar
dari bahan organik
 Kode Kekeringan
air dari
di bawah bahan pada
permukaan organik di bawah
kedalaman permukaan
10-20 pada kedalaman
cm. Merupakan indicator kekeringan dan
Kode Kekeringan menunjukan angka peringkat rata-rata kadar air dari bahan organik
10-20
potensui cm. Merupakan
timbulnya asap. indicator kekeringan dan potensui
di bawah permukaan pada kedalaman 10-20 cm. Merupakan indicator kekeringan dan
timbulnya asap.
potensui timbulnya asap.

 Indeks Penjalaran Api


Merupakan angka peringkat dari dugaan/harapan kecepatan jalaran api.
 Indeks Penjalaran Api
 Indeks Perkembangan
 Indeks Api Api
Penjalaran
Merupakan angka peringkat dari dugaan/harapan kecepatan jalaran api.
 IndeksMerupakan angka
Api peringkat dari dugaan/harapan kecepatan
Merupakan angka peringkat dari total jumlah bahan bakar yang dapat terbakar.
Perkembangan
 Indeksjalaran api.
Cuaca Kebakaran
Merupakan angka peringkat dari total jumlah bahan bakar yang dapat terbakar.
 Indeks
Merupakan Perkembangan
angka
 Indeks Cuaca Kebakaran
peringkat Api
intensitas kebakaran yang menunjukan intensitas
Merupakan
api/kebakaran danangka
dapatperingkat
digunakandari total jumlah
sebagai indeks bahan
bahaya bakar
kebakaran secara
Merupakan angka peringkat intensitas kebakaran yang menunjukan intensitas
yang dapat terbakar.
umum. Dan merupakan indicator tingkat kesulitan pengendalian kebakaran.
api/kebakaran dan dapat digunakan sebagai indeks bahaya kebakaran secara
 Indeks Cuaca Kebakaran
umum. Dan merupakan indicator tingkat kesulitan pengendalian kebakaran.
Merupakan angka peringkat intensitas kebakaran yang
menunjukan intensitas api/kebakaran dan dapat digunakan
sebagai indeks bahaya kebakaran secara umum. Dan
merupakan indicator tingkat kesulitan pengendalian
kebakaran.

86 60

60
86
a.3. Laporan Masyarakat
a. Patrol pencegahan hotspot dilapangan, dan membuat
laporan harian kegiatan patroli.
a.3. Laporanb.Masyarakat
Kampanye dan penyuluhan’
a. Patrolc. pencegahan
Program hotspot
Pembukaan Lahan Tanpa
dilapangan, Bakar (PLTB)
dan membuat laporanuntuk
harian kegiatan
patroli. MPA.
d.
b. Kampanye Apel
dan siaga
penyuluhan‘
e. Penyiapan SDM dan Sarpras dalkarhutla.
c. Program Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) untuk MPA.
f. Kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak.
d. Apel siaga
e. Penyiapan SDM dan Sarpras dalkarhutla.
f. PERALATAN
Kerjasama PENGENDALIAN
dan koordinasi KEBAKARAN
dengan berbagai pihak. HUTAN

Peralatan pengendalian kebakaran hutan terbagi menjadi beberapa


PERALATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN
3 jenis yaitu peralatan tangan, peralatan semi mekanis, dan peralatan
Peralatan pengendalian kebakaran hutan terbagi menjadi beberapa 3 jenis yaitu
mekanis. Kebutuhan peralatan ini bias disesuaikan dengan situasi dan
peralatan tangan, peralatan semi mekanis, dan peralatan mekanis. Kebutuhan peralatan ini
kondisi lapangan.
bias disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan.
 Peralatan Tangan
 Peralatan Tangan
Peralatan tangan terdiri dari kapak dua fungsi, kapak dua sisi,
Peralatan tangan terdiri dari
gepyok(flapper), kapak garu
cangkul, dua fungsi,
tajam,kapak
garudua sisi, gepyok(flapper),
cangkul, sekop,dan, cangkul,
garu tajam, garusemak.pada
pengait cangkul, sekop,dan,
beberapa pengait semak.pada
daerah parang beberapa
atau golok daerah
jugaparang atau
golok juga diperlukan.
diperlukan.
A. Kapak Sua Sisi (Fire Axe)
A. Kapak Sua Sisi (Fire
Kapak duaAxe)
sisi merupakan kombinasi antara kapak dengan
Kapak dua sisi(Chopper/grobber).
penghancur merupakan kombinasi Jenisantara kapak dengan
ini berbentuk kampakpenghancur
(Chopper/grobber).
di satu sisiJenis
dan ini
sisiberbentuk kampak diujubg
lainnya memiliki satu sisi
yangdanlancip
sisi lainnya
dan memiliki
ujubg yang
tajam yang berfungsi sebagai penghancur terutama terhadap terhadap
lancip dan tajam yang berfungsi sebagai penghancur terutama
akar-akarakar-akar
pohon yang pohon
keras.yang keras.

B. Dua
B. Kapak Kapak Dua
Fungsi Fungsi
(Pulaski (Pulaski Axe)
Axe)
Kapakdua
Kapak dua fungsi
fungsi merupakan
merupakan kombinasi
kombinasi antaradan
antara kapak kapak dan Jenis ini
penggaruk.
berbentuk kapak di satu sisi dan 87memiliki ujung yang pipih dan tidak lancip yang
berfungsi sebagai penggaruk tanah. Dapat digumakan untuk membuat parit ilaran.

87
akar-akar pohon yang keras.

B. Kapakpenggaruk.
Dua Fungsi Jenis iniAxe)
(Pulaski berbentuk kapak di satu sisi dan memiliki
ujung
Kapakyang pipih merupakan
dua fungsi dan tidak kombinasi
lancip yang berfungsi
antara sebagai
kapak dan penggaruk. Jenis ini
penggaruk
berbentuk kapak tanah. Dapat
di satu sisi dan digumakan untuk
memiliki ujung yangmembuat
pipih danparit
tidak lancip yang
ilaran.
berfungsi sebagai penggaruk tanah. Dapat digumakan untuk membuat parit ilaran.

C.C.GaruGaru
TajamTajam (Rake)
(Rake)
C. GaruGaru
Tajam Tajam
(Rake) digunakan untuk menyapu bara api, biasa
Garu Tajam digunakan untuk menyapu bara api, biasa digunakan untuk
Garu Tajam
digunakan untuk digunakan
memisahkanuntukbara
menyapu bara pembuatanan
api dalam api, biasa digunakan untuk
memisahkan bara api dalam pembuatanan ilaran api.
memisahkan bara api dalam pembuatanan ilaran api.
ilaran api.
Alat ini terdiri dari gagang panjang dengan kepala penyaou yang tajam
Alat
Alat ini ini terdiri
terdiri daridari gagang
gagang panjangdengan
panjang dengankepala
kepalapenyaou
penyaou yang tajam
61
bergerigi dengan bentuk segitiga.
yangdengan
bergerigi tajam bentuk
bergerigi dengan bentuk segitiga.
segitiga.

D.D.GaruGaru
Cangkul (Mc. Leod
Cangkul (Mc. Tools/Mc. Leod Rake)
Leod Tools/Mc. Leod Rake)
D. Garu Cangkul (Mc. Leod Tools/Mc. Leod Rake)
GaruGaru Cangkul
Cangkul merupakankombinasi
merupakan kombinasi antara
antara garu
garudan
dancangkul dengan pegangan
cangkul
Garu Cangkul merupakan kombinasi antara garu dan cangkul dengan pegangan
dengan
kayu/ besi. pegangan kayu/ besi.
kayu/ besi.
AlatAlat
kombinasi iniinidiciptakan
kombinasi diciptakanpada
pada tahun 1905 oleh
tahun 1905 olehMalcolm
MalcolmMcLeod, ranger
Alat kombinasi ini diciptakan pada tahun 1905 oleh Malcolm McLeod, ranger
McLeod,
Dinas ranger
Kehutanan AS diDinas
SierraKehutanan AS di Sierra National Forest.
National Forest.
Dinas Kehutanan AS di Sierra National Forest.

AlatAlat
ini ini
dirancang
dirancanguntuk
untuk menyapu garisapi
menyapu garis api dengan
dengan gigigigi
dan dan
memotong ranting-
Alat
memotongini dirancang untuk menyapu
ranting-ranting dan garis
tanah api dengan
dengan gigi dan
cangkul memotong
tepi ranting-
ranting dan tanah dengan cangkul tepi tajam, menghilangkan tanggul dari tapak,
ranting dan tanah dengan cangkul tepi tajam, menghilangkan tanggul dari tapak,
memadatkan atau membuat tapak menjadi kompak, dan dapat membentuk backslope
memadatkan atau membuat tapak menjadi kompak, dan dapat membentuk backslope
88 digunakan memadatkan mulsa dank e dalam tanah.
tapak tersebut. Alat ini juga dapat
tapak tersebut. Alat ini juga dapat digunakan memadatkan mulsa dank e dalam tanah.
Karena bentuknya, garu cangkul agak susah diangkut dan disimpan. Cara
Karena bentuknya, garu cangkul agak susah diangkut dan disimpan. Cara
membawanya, bagian yang tajam bergerigi diarahkan ke tanah dan dibungkus dengan
88 bergerigi
membawanya, bagian yang tajam diarahkan ke tanah dan dibungkus dengan
selubung.
selubung.

E. Sekop (Shovel)
E. Sekop (Shovel)
Alat ini terbuat dari sebuah lempengan besi dengan ujung meruncing dan
Alat ini terbuat dari sebuah lempengan besi dengan ujung meruncing dan
tajam, menghilangkan tanggul dari tapak, memadatkan atau
membuat tapak menjadi kompak, dan dapat membentuk
backslope tapak tersebut. Alat ini juga dapat digunakan
memadatkan mulsa dank e dalam tanah.
Karena bentuknya, garu cangkul agak susah diangkut dan
disimpan. Cara membawanya, bagian yang tajam bergerigi
diarahkan ke tanah dan dibungkus dengan selubung.

E. Sekop (Shovel)
Alat ini terbuat dari sebuah lempengan besi dengan ujung
meruncing dan bergagang panjang. Alat ini dirancang agar
dapat digunakan untuk memecahkan bongkahan tanggul
pohon dan menggali tanah untuk parit ilaran dalam skala
yang lebih besar.

F. Gepyok (Flapper/Fire Swatter)


Gepyok terbuar dari sebuah lamella dengan gagang panjang.
Lamella tersebut terbuat dari karet atau baja ataupun bahan
tahan api lainnya. Gepyok digunakan untuk memadakan
rumput/serasah dan memadamkan bara api.
Prinsip kerja gepyok adalah ketika gepyok dipukulkan ke
tanah maka diharapkan pasokan oksigen ke bara api akan
berhenti sehinga dapat memdamkan api.
Cara penggunaannya adalah dengan memukulkan gepyok ke
tanah lalu diseret sepanjang tepi apu untuk memadamkan
api. Jika digunakan terlalu keras dapat menambahkan lebih
banyak oksigen kea pi.
Karena ukurannya yang kecil flapper yang sangat tidak layak
untuk digunakan terhadap kebakaran hutan yang berkobar
atau bidang pembakaran besar. Desain alat itu membuatnya
hanya cocok untuk api kecil dalam wilayah terbatas. Untuk
memadamkan kebakaran yang lebih besar sangat dianjurkan
digunakan bersamaan dengan penyemprotan air dari selang.

89

89
Cara penggunaannya adalah dengan memukulkan gepyok ke tanah lalu diseret
menambahkan lebih banyak oksigen kea pi.
sepanjang tepi apu untuk memadamkan api. Jika digunakan terlalu keras dapat
Karena ukurannya yang kecil flapper yang sangat tidak layak untuk digunakan
menambahkan lebih banyak oksigen kea pi.
terhadap kebakaran hutan yang berkobar atau bidang pembakaran besar. Desain alat
Karena ukurannya yang kecil flapper yang sangat tidak layak untuk digunakan
itu membuatnya hanya cocok untuk api kecil dalam wilayah terbatas. Untuk
terhadap kebakaran hutan yang berkobar atau bidang pembakaran besar. Desain alat
memadamkan kebakaran yang lebih besar sangat dianjurkan digunakan bersamaan
itu membuatnya hanya cocok untuk api kecil dalam wilayah terbatas. Untuk
dengan penyemprotan air dari selang.
memadamkan kebakaran yang lebih besar sangat dianjurkan digunakan bersamaan
dengan penyemprotan air dari selang.

G.G.Pengait
Pengait
Semak Semak (Bush Hook)
(Bush Hook)
Pengait
Pengait semakdigunakan
semak digunakan untuk
untuk membersihkan tumbuhanbawah, serasah,
membersihkan tumbuhan
G. Pengait Semak (Bush
bawah, serasah, Hook)
menjarakan semak dan menjangkau semak-
menjarakan semak dan menjangkau semak-semak yang jauh. Pembersihan ini
Pengait
semak yang semak digunakan untuk membersihkan tumbuhan bawah, serasah,
dimaksudkan untuk jauh. Pembersihan
memudahkan operaso ini dimaksudkan
pemadaman untuk
dan agar semak-semak yang
menjarakan semak dan menjangkau semak-semak yang jauh. Pembersihan ini
cepatmemudahkan
terbakar tidak operasi pemadaman
menjadi bahan dan agar
bakar tambahan yangsemak-semak
dapat memperbesar api.
yang cepat terbakar tidak menjadi bahan bakar
dimaksudkan untuk memudahkan operaso pemadaman dantambahan
agar semak-semak yang
cepatyang dapat
terbakar memperbesar
tidak menjadi bahanapi.
bakar tambahan yang dapat memperbesar api.

 Peralatan Semi Mekanis


Peralatan semi mekanis terdiri dari pompa punggung (jet shooter), tanki air lipat
 Peralatan
Peralatan SemiSemi Mekanis
Mekanis
(collapsible
Peralatan tank),
semi suntikan
mekanis gambut,
terdiri oborpompa
dari tetes (drip torch) (jet shooter),
punggung
Peralatan semi mekanis terdiri dari pompa punggung (jet shooter), tanki air lipat
a. tanki
Pompa Punggung (Jet Shooter/Water Bag Pack)
air lipat (collapsible tank), suntikan gambut, obor tetes (drip
(collapsible tank), suntikan gambut, obor tetes (drip torch)
b. torch)
Tangki Air lipat (Collapsible Tank)
a. Pompa Punggung (Jet Shooter/Water Bag Pack)
c. a.Suntuikan
Pompa Punggung (Jet Shooter/Water Bag Pack)
Gambut
b. b.Tangki Air lipat
Tangki Air(Collapsible
lipat Tank) Tank)
(Collapsible
d. Obor Sulut Tetes (Drip Torch)
c. c.Suntuikan Gambut
Suntuikan Gambut
d. d.OborOborSulut Sulut
Tetes (Drip Torch)
 Peralatan Mekanis Tetes (Drip Torch)
Peralatan Mekanis terdiri dari dan pompa pemadam.
 Peralatan
Peralatan Mekanis
Mekanis
a. Peralatan Transportasi Pengendalian Kebakaran Hutan
Peralatan
Peralatan MekanisMekanis
terdiriterdiri daripompa
dari dan dan pompa pemadam.
pemadam.
a.1 Slip On Unit (Fire Truck)
a. Peralatan Transportasi Pengendalian Kebakaran Kebakaran
a. Peralatan Transportasi Pengendalian Hutan Hutan
a.2 Mobil
a.1 Pengangkut Peralatan
a.1 Slip On Slip
Unit On
(FireUnit (Fire Truck)
Truck)
a.3 Mobil Tanki Air
a.2 Mobil Pengangkut Peralatan
a.2 Mobil Pengangkut Peralatan
a.4 Monilog
a.3 Mobil(Mobil
TankiPersonil
Air dan Logistik)
a.3 Mobil Tanki Air
a.4Terain
a.5 All Monilog
Vahicle(Mobil
(ATV)Personil dan Logistik)
a.4 Monilog (Mobil Personil dan Logistik)
a.5 All Terain Vahicle (ATV)
a.6 Motor
a.5 All Terain Vahicle (ATV)
a. 6 Motor
a.6 Motor 63
90
63

90
b. Pompa Pemadam
b.1 Pompa Induk
b.2 pompa Jinjing
b.3 pompa Apung
 Personal Use

PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN PPPK

Pemadaman adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk


menghilangkan api.
Moto pemadam :
• Kecepatan
• Kekuatan
• Kesabaran
• Keselamatan
 Metode pemadaman kebakaran hutan
• Pemadaman Kebakaran Metode Langsung
Syarat umum dilakukannya pemadaman langsung :
1. Api kecil
2. Bahan bakar sedikit
3. Kebakaran permukaan rangking 1-2
4. Dilakukan pada sayap api dan api belakang pada
kebakaran yang agak besar
5. Apabila intensitas kebakran, panas dan asap serta
keadaan lapangan memungkinkan.
Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan pada pemadaman
langsung yaitu :
a. Menyerang muka api
Dilakukan apabila kondisi api memang benar-benar
kecil dengan cara melemparkan tanah, lumpur
atau pasir langsung pada lidah api, menyemprot
dengan air, memukul dengan gepyok atau ranting.
b. Menyerang api dari belakang menuju muka
Kondisi yang harus diperhatikan yaitu kebakaran
berada pada daerah belukar, menjalar kearah
bukit, terlalu panas untuk diserang dari kepala api.

91

91
Tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan pemadaman dari
belakang lalu bergerak ke depan melalui sayap/sisi api didalam
areal yang sudah terbakar dan menuju ke depan sesegera mungkin.
Penyerangan langsung dari depan dimungkinkan apabila api telah
mencapai puncak bukit. Kebakaran harus dikendalikan sebelum api
turum atau loncat ke sisi bukit atau lainnya.
• Bakar Habis
Bakar habis adalah pembakaran hutan bakar di dalam lokasi
kebakaran yang terisolasi (membentuk pulau) dan belum terbakar.
Kondisi ini akan memacu api kembali sehingga bahan bakar yang
masih tersisia akan dibakar habis.
• Bakar Mantap
Bakar mantap adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
bahan bakar yang belum terbakar antara garis control dan sisi-sisi
api utama. Kegiatan ini juga disebut dengan bakar pemantapan
aliran api, sehingga aliran api semakin lebar yang nantinya
diharapkan akan menghentikan kebakaran.
• Bakar Balas
Bakar balas dilakukan dengan melakukan pembakaran dari arah
yang berlawanan dengan muka api. Sehingga kebakaran nantinya
akan padam dengan sendirinya di pertemuan antara lidah papi
kebakaran hutan dengan pembakaran yang dilakukan oleh petugas
pemadam.
• Pemadaman dengan menggunakan Air
Pemadaman dengan menggunakan air yang dipompa dengan
mesin pompa dilakukan apabila di lokasi tersedia air yang cukup
untuk melakukan pemadaman.

 Mop Up Patroli Bara Api


Mop Up adalah suatu tindakan yang bertujuan agar lokasi kebakaran
menjadi aman dengan menghilangkan atau mematikan seluruh
bahan bakar yang masih terbakar dan menyala atau membara
yang berada di sepanjang atau berdekatan dengan pinggiran areal
yang terbakar.
Mop Up dilakukan setelah kebakaran atau sewaktu api mulai
dapat dikendalikan. Mop Up sangat menentukan kesuksesan suatu

92

92
kegiatan pemadaman. Patroli bara api merupakan kegiatan bagian
dari mop up yang mencakup patrol sepanjang aliran api atau sisi
api.
Cara melakukan mop up antara lain adalah sebagai berikut :
a. Mendeteksi asap (Asap merupakan indikasi api)
b. Cold Trail (Meraba menggunakan tangan untuk merasakan
panas, perlu kehati-hatian tingkat tinggi karena bisa tanpa
sengaja menyentuh bahan yang masih terbakar)
c. Peralatan elektronik (menggunakan kamera thermal/Thermal
Scanner)
d. Membalik-balik bahan bakar

PENILAIAN SITUASI KEBAKARAN

A. Definisi
Langkah-langkah untuk menyediakan data dan info dari lokasi
kebakaran dan sekitarnya sebagai dasar dalam menentukan strategi
dan taktik pemadam yang efektif dan efisien.
B. B. Prinsip
Prinsip

Datangi lokasi kebakaran, kelilingi secepat dan seaman mungkin atau lihat/awasi dari
Datangi lokasi kebakaran, kelilingi secepat dan seaman mungkin
tempat yang tinggi sehingga semua areal kebakaran terlihat dengan jelas. Tetapi jangan
atau lihat/awasi dari tempat yang tinggi sehingga semua areal
coba-coba melintasi kepala api jika kepala api bergerak cepat. Jika demikian
kebakaran
kondisinya terlihat dengan jelas.
nilailah kebskaran Tetapi yang
dari tempat jangan coba-coba
tinggi atau darimelintasi
sayap api saja.
kepala api jika kepala api bergerak cepat. Jika demikian kondisinya
C. nilailah kebakaran
Pelaksanaan Size Updari tempat yang tinggi atau dari sayap api saja.
 6 hal penting dalam Pelaksanaan Size-Up
1. Mengenai Kebakaran Hutan93

93
Datangi lokasi kebakaran, kelilingi secepat dan seaman mungkin atau lihat/awasi da
tempat yang tinggi sehingga semua areal kebakaran terlihat dengan jelas. Tetapi janga
coba-coba melintasi kepala api jika kepala api bergerak cepat. Jika demikia
kondisinya nilailah kebskaran dari tempat yang tinggi atau dari sayap api saja.
C. Pelaksanaan Size Up
C. Pelaksanaan Size Up
 6 hal penting dalam Pelaksanaan Size-Up
 6 hal penting dalam Pelaksanaan Size-Up
1. Mengenai Kebakaran Hutan
1. Mengenai Kebakaran Hutan

a. Kemana arah api merambat ?


b. a.Angin
Kemana arah apisedang,
tenang, merambat ?
kencang, apakah ada
b.pusaran
Angin tenang,
angin ? sedang, kencang, apakah ada pusaran angin ?
c. c. Pola
Pola kawasanterbakar
kawasan terbakar seperti
sepertiapa,
apa,kemungkinan
kemungkinan akan seperti apa ?
d.akanIntensitas kebakaran
seperti apa ? & laju rambat ?
d. e. Jari2 api,kebakaran
Intensitas titik berbahaya
& laju? rambat ?
e. f. Jari2
Prakiraan cuaca
api, titik : suhu, angin,
berbahaya ? kelembaban ?
f. g. Prakiraan cuaca : suhu, angin, kelembaban ?
Warna dan arah asap ?
g. h.Warna
Bahan dan arahjenis/ukuran,
bakar, asap ? volume, kadar air, kesinambungan ?
h. i. Bahan bakar,
Api loncat jenis/ukuran, ?volume, kadar air,
? Kemungkinannya
j. kesinambungan
Topografi ? Akses?? Penghalang ?
i. Api loncat ? Kemungkinannya ?
j. Topografi ? Akses? Penghalang ?

2.2. Keselamatan
KeselamatanHarta,
Harta, Benda
Benda & Jiwa
& Jiwa

Perhatikan : 94

a. Cari tahu dimana ada bahaya, jalan/rimtisan menuju ke lokasi


94
mungkin.
b. Tempat bagi bahaya bagi pemadam seperti teluk api, pula
terbakar, lereng yang labil, jurang, lorong.
Perhatikan :
a. Cari tahu dimana ada bahaya, jalan/rintisan menuju ke
lokasi yang sesedekat mungkin.
b. Tempat bagi bahaya bagi pemadam seperti teluk api,
pulau api, gambut terbakar, lereng yang labil, jurang,
lorong.
c. Apakah ada tempat penting di sekitar lokasi kebakaran
d. Cari tahu tempat pelarian.
3. Tempat-tempat Bernilai Ekologi, Ekonomi, Sosial, atau,
Budaya
a. Disadari tidak semua lokasi dapat diselamatkan, untuk
itu diperlukan kecermatan untuk memilih prioritas
pengendalian.
b. Jangan mengecewakan masyarakat, bantu masyarakat
dan ambil hatinya untuk keuntungan yang lama dari
petugas.
c. Prioritaskan : Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Hutan Lindung, Tahura, Kawasan Hutan lain,
cagar budaya, perkampungan adat, dan lokasi-lokasi
penting lainnya.
4. Sumber Daya Pengendalian
a. Berapa personil tersedia & penugasan ?
b. Peralatan ?
c. Tenaga upahan & ditugaskan dimana ?
d. Personil cadangan ? dimana? Gimana memperolehnya ?
Jauh nggak ?
e. Pergiliran tugas ?
f. Barrier alam & buatan ?
g. Sumber air ?
h. Jalur komunikasi ? dll
i. Duit ?
5. Perhitungan Kemungkinan-kemungkinan
a. Taksir laju perambatan (bias didekati dengan
mengguanakan langkah petugas, misalnya orang
berbaris kecepatan 5 km/jam dst)

95

95
b. Kenali betul klasifikasi bahan bakar
c. Taksir luasan kebakaran & perkembangannya
d. Hitung kecepatan pembuatan aliran api
e. Buat usulan prioritas langkah damkar.
6. Rencana dan Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran

D. Faktor-faktor lain untuk dipertimbangkan


1. Lokasi bahaya dimana api kemungkinan akan membesar/
menggejolak
2. Lokasi paling vital untuk penyerangan
3. Alat terbaik yang digunakan untuk penyerangan sesuai
situasinya
4. Dapatkan regu-regu pemadam bekerja dengan baik
5. Penyebab kebakaran (jika ulah manusia, cari data-data
selengkap mungkin)

E. Kesimpulan
Anda akan menemui banyak permasalahan. Anda dihapkan pada
permasalahan untuk segera diputuskan :
Dua Permasalahan Pokok
1. Pekerjaan terbaik apa yang harus dikerjakan pertama kali
2. Dimana lokasi yang paling efektif pertama kali ditangani
Setelah size up dilakukan secara cepat terhadap kondisi
kebakran, sekeliling kebakran, dan situasi dimana api akan
menjalar, maka segera menemukan titik awal dimulainya
penyerangan.

96

96
4.6. Topik VI

Topik : TEKNIK PEMBUKAAN LAHAN TANPA


BAKAR

Tujuan : 1. Peserta memahami tujuan dan manfaat


pembukaan lahan tanpa bakar
2. Peserta memahami prosedur pembukaan
lahan tanpa bakar
3. Peserta mau dan trampil melaksanakan
PLTB
Materi : - Tujuan dan Manfaat PLTB
- Penyiapan dan Pengolahan
- Pembuatan Rorak
- Pemanfaatan Gulma
Metode : - Study kasus
- Diskusi Kelompok
- Praktek
- Sharing pengalaman
Bahan dan Alat : - Kertas plano, spidol, lakban
- kampak, golok, gergaji, semak, pohon
diameter 10 cm,
Waktu : 180 menit
Tempat : Lahan usaha tani salah satu peserta
Langkah-langkah : Peserta yang telah dibagi kedalam 2-3
kelompok seperti pada pertemuan-
pertemuan berikutnya diminta untuk
mempersiapkan peralatan untuk melakukan
praktek penebasan.
Jalur praktek menebas sudah disiapkan
menjadi 3 jalur atau sesuai jumlah
kelompoknya. Disetiap jalur tersebut
terdapat semak, ilalang dan pohon kecil/

97

97
tiang yang dapat dijadikan sasaran untuk
praktek menebas.
Peserta di masing-masing kelompok dimana
untuk memulai menebas dengan didampingi
oleh pemandu. Pemandu harus memberikan
contoh bagaimana cara menebas yang baik,
cepat dengan mempertimbangkan aspek
keamanan petani. Pemandu juga dapat
menyampaikan bagaimana cara membuka
jalur yang mendaki maupun jalur yang
meurun kearah jurang.
Setelah praktek penebasan selesai, masing-
masing kelompok diminta untuk membuat
rorak (lubang) dengan ukuran yang
disesuaikan vegetasi disekitar (ukuran rorak
umumnya panjang 60 cm x lebar 40 cm x
dalam 50 cm). jumlah rorak yang dibuat
disesuaikan dengan hasil tebasan dengan
mempertimbangkan jarak antar rorak.
Setelah rorak dipersiapkan, peserta diminta
untuk mengisi hasil tebasan yang menumpuk
disekitar kedalam rorak yang tersedia. Jika
disekitar lahan terdapat lahan yang miring,
bahan tebasan dapat ipersiapkan untuk
membuat guludan menjadi teras gulud.
Hasil tebasan yang diisi kedalam rorak
dapat ditimbun kembali dengan tanah atau
dibiarkan terbuka untuk dimanfaatkan
sebagai pupuk organik maupun kompos.
Pada prinsipnya praktek PLTB ini adalah
membuka lahan tanpa membakar yaitu
dengan cara menebas dan menghilangkan
sisa-sisa tebasan dari permukaan tanah

98

98
karena akan berpotensi sebagai bahan bakar
ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Setelah melaksanakan serangkaian praktek,
masing-masing kelompok diminta untuk
berdiskusi sejenak dan menentukan
siapa yang akan menyampaikan hasil
pengamatannya selama praktek di depan
seluruh peserta. Pada sesi ini seluruh peserta
dan pemandu diminta untuk berkumpul
di satu titik/tempat yang dapat digunakan
untuk tempat beristirahat.
Masing-masing perwakilan kelompok
diminta untuk menyampaikan/mempresen-
tasikan hasil pengalaman praktek dan
pengamatannya di lapangan. Apa yang
dilakukan, bagaimana manfaatnya,
bagaimana kesulitan dan sebagainya
disampaikan kepada peserta lain sebagai
bahan diskusi. Selanjutnya pemandu
membuka diskusi dan menyimpulkan hasil
diksusi. Selama diskusi berjalan, pemandu
juga dapat sekaligus menyampaikan materi
yang telah dikuasainya untuk disampaikan
kepada peserta.
Sebelum menutup pertemuan, pemandu
meminta peserta untuk mempraktekan
kegiatan PLTB dilahan kerjanya masing-
masing dan pada pertemuan berikutnya
peserta akan membuka pertemuan dengan
mempresentasikan hasil praktek di lahannya
masing-masing.
Bahan bacaan :

99

99
DESKIRIPSI SINGKAT

Sub Sektor kehutanan memegang peranan yang sangat penting


dalam pembangunan nasional antara lain dari aspek ekonomi, aspek
sosial dan aspek ekologi. Dari aspek ekonomi hutan berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan domestik bruto, meningkatkan ekspor
komoditas dan berperan alam pengembangan ekonomi regional. Dari
aspek ekologis, hutan memiliki aspek penting bagi lingkungan sebagai
penyedia O2 dan penyerap CO2 serta berfungsi dalam konservasi sumber
daya lahan dan air.
Kegiatan pembakaran merupakan kegiatan yang telah dilakukan
manusia sejak ribuan tahun yang lalu di seluruh belahan bumi. Kegiatan
pembakaran ini terutama dilakukan dalam rangka penyiapan lahan baik
untuk keperluan perladangan, pertanian menetap, perkebunan maupun
pembukaan kehutanan pada umumnya. Pembakaran yang disengaja
maupun kebakaran liar memiliki sifat-sifat dasar yang sama. Perbedaannya
terletak pada faktor penyebab terjadinya kebakaran sebaliknya pada
kasus kebakaran liar, api dapat berasal dari alam, kelalaian manusia atau
dari kegiatan pembakaran yang disengaja.
Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia merupakan permasalahan
yang rutin terjadi pada setiap musim kemarau. Kebakaran hutan dan
lahan yang terjadi dalam lima belas tahun terakhir khususnya tahun 1997
– 1998 bukan hanya merupakan bencana lokal ataupun nasional tetapi
juga menjadi bencana regional. Asapnya telah menimbulkan kerugian
bagi masyarakat di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara terutama
Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Timulnya asap di berbagai
wilayah Indonesia seolah-olah seluruhnya disebabkan oleh kebakaran
hutan, pada kenyataannya sebagai besar kebakaran justru terjadi di luar
kawasan hutan. Data hotspot yang dipantau satelit NOAA antara tahun
2002 sampai dengan 2005 menunjukan bahwa 60 – 70% kebakaran
terjadi di luar kawasan hutan dan hanya 30 – 40 % kebakaran yang
berada di dalam kawasan hutan.
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) merupakan suatu cara
pembukaan lahan pertanian tanpa melakukan pembakaran, sisa tanaman
yang tidak diperlukan atau serasah dapat dimanfaakan. Pemanfaatan

100

100
limbah ini selain dapat meminimalkan resiko bahaya kebakaran lahan
juga memberikan hasil yang lebih bernilai guna dan memiliki nilai
ekonomi, seperti : kompos, arang, dan brike arang, aneka kerajinan
tangan, furnitur atau palet, tanaman hias, dll.

Membuka Lahan Tanpa Bakar ( PLTB ) adalah amanah UU Nomor


18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 26. Dengan cara ini berarti
menghindari meningkatnya jumlah emisi CO2, salah satu emisi gas
rumah kaca (GRK) yang menyebabkan pemanasan global.
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia meningkat selama
sepuluh tahun terakhir ini, sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia
(yang disengaja atau karena lalai) juga karena kondisi yang sangat
kering sebagai pengaruh terjadinya perubahan iklim global/makro
yang melanda wilayah Indonesia. Kebakaran hutan menjadi ancaman
tersendiri bagi negara yang bersangkutan maupun dunia secara umum.
Telah dipahami bahwa hutan memegang peranan yang penting bagi
keseimbangan hidup di bumi. Rusaknya hutan akan berdampak pada
keberlangsungan semua makhluk hidup termasuk manusia. Oleh sebab
itu, kelestarian hutan bukanlah sebuah pilihan tetapi sebuah keharusan.
Angka statistik menunjukkan adanya fakta bahwa areal hutan hari demi
hari semakin berkurang. Salah satu penyebabnya adalah kebakaran,
baik itu yang terjadi secara alamiah maupun karena ulah manusia
yang sedang membuka hutan/lahan untuk usaha pertanian ataupun
perkebunan. Langkah penanggulangan kerusakan dan kebakaran hutan
tentunya jangan membuka lahan/hutan untuk keperluan pertanian/
perkebunan dengan cara dibakar. Bila hal ini tetap dilakukan bukan hal
yang tak mungkin kelak bumi bukan lagi planet yang nyaman untuk
dihuni manusia tetapi menjadi bumi yang panas membara.

Penyebab Kebakaran
Dalam banyak kasus, kebakaran hutan juga berawal dari
kesengajaan manusia melakukan pembakaran hutan dan lahan yang
akan dipergunakan untuk hutan tanaman industri (HTI), perkebunan,
ladang, penggembala/pemburu yang ingin merangsang tumbuhnya
rumput, pengusir lebah dari sarangnya oleh peternak lebah/pengumpul
101

101
madu dan para perambah hutan. Pembakaran juga dilakukan pada lahan
pertanian/perkebunan untuk membersihkan daun kering tanaman, sisa-
sisa panen serta limbah tanaman pada calon lokasi lahan perkebunan/
pertanian dalam kegiatan persiapan lahan. Karena kebakaran biasanya
dilakukan pada musim kemarau dan kurang diawasi sehingga api mudah
merambat ke kawasan hutan dan lahan sekitar yang menyebabkan
kerugian baik ekologis maupun ekonomis. Selain ulah manusia, kebakaran
hutan dan lahan, dapat pula terjadi pada musim hujan yang disebabkan
karena kejadian alam yaitu halilintar/petir menyambar pohon yang
bertajuk dalam keadaan basah (pohon pinus) sehingga menimbulkan
kebakaran tajuk yang hebat pada hutan pinus.

Manfaat Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran


Hutan dan lahan merupakan sumberdaya alam yang bila dikelola
dengan baik dan benar akan sangat bermanfaat bagi pembangunan
nasional khususnya pelestarian lingkungan. Namun demikian
pengelolaan hutan dan lahan sering diabaikan yang mengakibatkan
terjadinya bencana dan gangguan seperti kebakaran hutan, banjir dan
tanah longsor sehingga merusak lingkungan, menurunkan produksi dan
menghambat pelestariannya.
Beberapa manfaat pembukaan lahan tanpa pembakaran adalah:
1. tidak menimbulkan polusi asap;
2. menurunkan emisi gas rumah kaca (terutama CO2) yang berdampak
negatif pada perubahan iklim yang berpengaruh pada stabilitas
ekosistem, aktifitas transportasi, komunikasi dan kesehatan
manusia;
3. memperbaiki bahan organik tanah, kadar air dan kesuburan
tanah terutama di areal yang sudah pernah ditanami sehingga
menurunkan kebutuhan pupuk organik;
4. dalam jangka panjang pembukaan lahan tanpa pembakaran akan
menjamin kesinambungan secara ekonomi dan ekologi;
5. untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekeringan yang
akan berdampak langsung kepada produksi tanaman, akibatnya
hasil panen akan mengalami penurunan;
6. untuk pemulihan kualitas lingkungan yang berbasis pembangunan
berkelanjutan.

102

102
Menghindari Meningkatnya Gas Rumah Kaca (GRK) Khususnya
CO2
Gas rumah kaca (GRK) adalah gas yang memiliki sifat seperti rumah
kaca yaitu meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari
tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang yang
dipancarkan bumi yang bersifat panas sehingga meningkatkan suhu
atmosfir bumi. Secara teoritis gas rumah kaca (GRK) di atmosfir bumi
sangat penting, karena gas tersebut membuat iklim bumi menjadi hangat
dan stabil. Tanpa GRK di atmosfir, suhu permukaan bumi diperkirakan
mencapai -18 derajat Celcius. Tapi bila GRK di atmosfir bumi berlebihan,
maka akan berdampak buruk, karena panas yang dipantulkan kembali
ke muka bumi akan lebih banyak sehingga suhu bumi makin panas. GRK
yang perlu mendapat perhatian adalah:
1) Karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida sangat diperlukan tanaman
untuk keperluan fotosintesis guna pembentukan karbohidrat. Namun
dalam kondisi berlebihan, CO2 ikut berperan dalam peningkatan
efek rumah kaca. Menurut perhitungan, CO2 mempunyai pengaruh
paling besar terhadap pemanasan global dibandingkan dengan
GRK lainnya. Sekitar 50% pemanasan global disebabkan oleh CO2
dan sisanya oleh GRK yang lain.
2) Emisi CO2 terbesar berasal dari penebangan dan pembakaran
hutan, terutama dari negara-negara sedang berkembang di sekitar
khatulistiwa. Sebagian dari CO2 akibat penggundulan hutan
diikat oleh vegetasi hutan yang tumbuh kembali atau dari hutan
yang masih tersisa. Selebihnya CO2 diemisikan ke atmosfir dan
berkontribusi terhadap pemanasan global. Karbon dioksida adalah
salah satu GRK yang konsentrasinya di atmosfir mendapat prioritas
untuk diturunkan. Ketika revolusi industri baru dimulai, konsentrasi
CO2 di atmosfir hanya 290 ppmv (part per million volume), dan
saat ini konsentrasinya telah meningkat yang disebabkan karena
tidak seimbangnya antara besarnya sumber emisi (source) dan
daya rosotnya. Dengan membuka lahan tanpa bakar, berarti kita
menghindari meningkatnya jumlah emisi CO2 merupakan salah
satu emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

103

103
Membuka Lahan Tanpa Bakar
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 pasal 26 tentang
Perkebunan, juga telah diamanatkan bahwa “setiap pelaku usaha
perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara
pembakaran yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan kerusakan
fungsi lingkungan”. Pekerjaan dan alat yang dipergunakan serta teknis
pelaksanaan dalam pembukaan lahan tergantung pada kerapatan
vegetasi dan cara yang digunakan.
Untuk membuka lahan tanpa bakar pada areal hutan/semak belukar,
hampir sama dengan cara pembukaan lahan tanpa bakar pada areal
peremajaan kelapa sawit. Pekerjaan dan alat yang dipergunakan serta
teknis pelaksanaannya tergantung pada kerapatan vegetasi dan cara
yang digunakan. Ada tiga cara membuka lahan pada areal belukar yaitu
cara manual, mekanis dan kombinasi antara manual-mekanis-khemis.
Cara manual, yaitu kegiatan pembukaan lahan dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Membabat rintisan yaitu memotong dan membabat vegetasi
dengan menggunakan parang;
2) Menebang dan merencek (mencincang) batang kayu yang besar
dengan menggunakan parang, kapak atau gergaji;
3) Membuat pancang jalur, yaitu jalur tanam yang dibuat menurut
jarak antar barisan tanaman, yang dimaksudkan untuk
memudahkan pembersihan jalur tanam;
4) Membersihkan jalur tanam, yaitu membersihkan hasil rencekan
yang ditempatkan di antara jalur tanaman dengan jarak 1 meter
di kiri-kanan pancang, sehingga didapatkan jalur yang bersih dari
potongan kayu-kayuan.
Cara mekanis, cara ini dilakukan untuk areal yang memiliki topografi
datar dan berombak. Cara penebangan umumnya dilakukan dengan
traktor dengan tahapan sebagai berikut:
1) Membabat rintisan, yaitu membabat semak dan kayu yang
mempunyai ketinggian 40 cm;
2) Menebang, yaitu menebang pohon yang besar maupun yang kecil
dengan menggunakan traktor. Penebangan sebaiknya dengan

104

104
diikuti penumbangan pohon berikut akarnya. Pohon ditebang ke
arah luar agar tidak menghalangi jalannya traktor;
3) Merencek, dilakukan dengan memotong dan mencincang
(merencek) cabang dan ranting pohon yang telah ditebang;
4) Membuat pancang jalur yang dibuat menurut arah antar barisan
tanaman yang dimaksudkan untuk memudahkan pembersihan
jalur tanam;
5) Membersihkan jalur tanam, dengan membuang hasil rencekan
batang/pohon dan ditempatkan pada lahan di antara jalur
tanaman dengan jarak 1 meter di kiri-kanan pancang.

Cara kombinasi antara manual-mekanis-khemis, cara ini dapat


dikombinasikan dengan cara khemis melalui pemanfaatan herbisida
pada saat pembukaan lahan perkebunan maupun saat penanaman
melalui penyemprotan semak belukar dengan menggunakan paraquat,
triasukfuron, gilifosfat maupun jenis bahan kimia lainnya. Dengan
memperhatikan aspek kesehatan serta lingkungan dan dalam
penggunaannya dilaksanakan dengan bijaksana sesuai dengan petunjuk
yang diberikan.

Pemanfaatan Limbah Pembukaan Lahan


Limbah hasil penebangan/rencekan semak belukar dapat
dimanfaatkan sebagai kompos, dengan cara pembuatannya sebagai
berikut:
1. Bahan-bahan dan komposisi terdiri dari:
a. limbah hasil tebangan berupa serasah yang terdiri dari paku-
pakuan dan gulma sebanyak 80%;
b. pupuk kandang (10%);
c. dedak/bekatul (10%);
d. EM 4 (100 ml);
e. Molase/gula 25 gram.
2. Cara pembuatan sebagai berikut:
a. Limbah hasil tebangan dicampur dengan pupuk kandang dan
dedak;

105

105
b. EM4, molase/gula dan air, kemudian dilarutkan;
c. campuran 1 diaduk dengan campuran 2 kemudian ditutup
pakai plastik;
d. Setelah tiga hari diaduk supaya prosesnya sempurna,
kemudian ditutup kembali;
e. Setelah warnanya merata kecoklatan dan gembur, kemudian
diangin-anginkan. Setelah dingin/suhunya normal, maka
kompos siap dipakai atau dikemas dalam kantong plastik
untuk dipergunakan, disimpan atau dijual.

Apa yang harus diupayakan penyuluh dan kelembagaan


penyuluhan?
Agar informasi tentang manfaat buka lahan tanpa bakar ini sampai
ke masyarakat khususnya para petani/pekebun, tentunya perlu dilakukan
upaya yang intensif melalui kegiatan penyuluhan. Sehubungan dengan
hal tersebut diharapkan peran dan tugas tenaga penyuluh kehutanan
ditingkatkan terutama dalam menyediakan informasi baik melalui media
cetak maupun elektronik tentang:
1) Cara dan manfaat buka lahan tanpa bakar:
2) Censosialisasikan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan;
3) Cara dan pemanfaatan limbah pengolahan lahan/hutan tanpa
bakar;
4) Mengupayakan kemudahan akses ke sumber informasi, teknologi
dan sumberdaya lainnya yang terkait dengan kebakaran hutan dan
pencegahannya;
5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon
peluang dan tantangan dalam melaksanakan buka lahan/hutan
tanpa bakar dan dampak kebakaran hutan;
6) Menumbuhkan kesadaran terhadap kelestarian lingkungan;
7) Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan kehutanan yang
berkelanjutan.

106

106
Guna mendukung tugas penyuluh dalam mendampingi petani/KTH
untuk memperoleh informasi yang akurat, kelembagaan penyuluhan agar
berkoordinasi dengan pihak terkait dalam memberikan pembekalan dan
fasilitasi kepada para penyuluh Kehutanan setempat dengan melakukan
kegiatan sebagai berikut:
1) Mencari informasi tentang manfaat buka lahan tanpa bakar;
2) Melakukan pemetaan dan inventarisasi daerah rawan kebakaran
baik yang disebabkan oleh ulah/kelalaian manusia maupun iklim/
cuaca;
3) Melakukan pemetaan terhadap faktor agronomis di wilayah
kerjanya;
4) Melakukan pemetaan dan inventarisasi terhadap wilayah rawan
kebakaran hutan/lahan di wilayah kerjanya;
5) Melakukan pembinaan/bimbingan teknis dan penyuluhan mengenai
bagaimana mencegah dan kebakaran hutan/lahan agar tidak
merusak bio-fisik, lingkungan serta merugikan sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya dan pembangunan nasional umumnya.

107

107
4.7. Topik VII

Topik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR


Tujuan : 1. Peserta memahami tentang pentingnya
KTA (Konservasi Tanah dan Air);
2. Memahami berbagai teknik KTA
(Konservasi Tanah dan Air).
3. Peserta terampil membuat dan
menerapkan penanaman tanaman
kayu-kayuan, pengaturan pola tanam,
penanaman mengikuti kontur, dan
pembuatan Dam Penahan.
Materi : 1. Teknik KTA metode Vegetatif (Penanaman
tanaman kayu-kayuan);
2. Teknik KTA metode Agronomi:
a. Pengaturan pola tanam;
b. Penanaman mengikuti kontur;
3. Teknik KTA metode Sipil Teknis
(Pembuatan Dam Penahan):
Metode : 1. Diskusi kelompok;
2. Praktek;
3. Studibanding.
Bahan dan Alat : 1. Kertas plano, spidol, selotape/lakban;
2. Poster/gambar berkaitan dengan KTA;
3. Slide, Video tentang KTA.
4. Alat bantu/alat peraga penyuluhan
(Contoh bibit yang sehat/memenuhi
standar).
Waktu : 1. Teori ( 30 menit);
2. Praktek ( 150 menit ).
Tempat : 1. Teori di ruangan (Sekretariat KTH):
2. Praktek di lapangan (Lahan usaha KTH).
Langkah-langkah : 1. Pendamping memberikan pemahaman
tentang pentingnya Konservasi Tanah
dan Air; Teknik Konservasi Tanah dan Air;

108

108
membuat dan menerapkan penanaman
tanaman kayu-kayuan, pengaturan pola
tanam, penanaman mengikuti kontur,
dan pembuatan Dam Penahan.
2. Pendamping memberikan pemahaman
tersebut melalui gambar, poster, slide,
film.
3. Peserta dibagi kedalam 3 kelompok
(Kelompok Vegetatif, Kelompok
Agronomi dan Kelompok Sipil Teknis),
kemudian peserta diajak kelapangan
untuk melakukan praktek.
a. Kelompok Vegetatif melakukan
praktek/simulasi tentang : Penyiapan
lahan, meliputi : Pembersihan lahan
dan pengolahan lahan; Praktek/
simulasi teknik pengangkutan bibit
yang benar; Praktek/simulasi tentang
teknik penanaman, meliputi : Mengatur
arah larikan, memasang ajir, distribusi
bibit, pembuatan lubang tanam, dan
pelaksanaan penanaman.
b. Kelompok Agronomi melakukan
praktek/simulasi pola tanam beserta
denahnya berdasarkan pengalaman
yang selama ini dilakukan dilahan usaha
taninya.
Gambar-gambar pola tanam beserta
denahnya tersebut dikumpulkan dan
selanjutnya yang sama atau mirip
dikelompokkan sehingga akan didapatkan
berbagai macam pola tanam.
Lakukan tinjauan lapangan untuk
mengamati keadaan lahan serta
wawancara dengan pemilik lahan

109

109
(Sepakati waktunya). Setelah selesai
peninjauan ketua dibantu anggota
kelompok berdiskusi dan membuat
laporan hasil pengamatan.
Kelompok Agronomi juga melakukan
praktek atau simulasi tentang penanaman
mengikuti kontur.
Peserta menentukan garis kontur.
Garis kontur dapat ditentukan dengan
mempergunakan alat pengukur yang
disebut Bingkai A. Sebelum kita
menanam dilarikan, terlebih dahulu kita
harus menggali parit disepanjang garis
kontur. Tanah yang digali dari parit ini kita
pergunakan untuk membuat pematang
langsung dibagian bawah parit.
Pada awal musim hujan, kita membuat
larikan terasering dengan menanam
benih di atas pematang. Paritnya berguna
untuk menampung air hujan supaya
menyerap dan berguna bagi tanaman.
c. Kelompok Sipil teknis, peserta
menentukan lokasi yang memenuhi
syarat Dam Penahan, kemudian peserta
melakukan perencaan dengan mengukur
panjang badan bendung, tinggi badan
bendung, bahan dan alat yang diperlukan.
Peserta melakukan diskusi/simulasi
untuk proses pelaksanaannya. Setelah
pembuatan Dam Penahan selesai,
para peserta melakukan diskusi untuk
mengevaluasi hasil kegiatannya.
4. Pendamping membagikan kertas, spidol,
lakban, kemudian masing-masing
kelompok mendiskusikan bersama

110

110
anggota kelompok selama 15-20 menit.
Masing-masing perwakilan kelompok
untuk menceritakan hasil diskusi
tersebut;
5. Pendamping memfasilitasi diskusi
kelompok hasil paparan masing-
masing kelompok. Semua peserta boleh
menyampaikan tanggapan, masukan dan
saran.
6. Pendamping bersama Ketua Kelompok
menyimpulkan hasil paparan kelompok
Vegetatif, Agronomi, Sipil Teknis dan
menjelaskan tentang pentingnya
Konservasi Tanah dan Air; Teknik
Konservasi Tanah dan Air; membuat
dan menerapkan penanaman tanaman
kayu-kayuan, pengaturan pola tanam,
penanaman mengikuti kontur, dan
pembuatan Dam Penahan dalam
rangka pencegahan kebakaran
hutan dan lahan.

Bahan Bacaan

Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan, pemulihan,


peningkatan, dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan
kemampuan dan peruntukan Lahan untuk mendukung pembangunan
yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari (Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air).

Peningkatan Fungsi Tanah pada Lahan Kritis dan Lahan Rusak


di Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya yang sudah dipulihkan
dilaksanakan dengan metode:
a. vegetatif;
b. agronomi; dan/atau
c. sipil teknis pembuatan bangunan Konservasi Tanah dan Air.

111

111
1. Teknik KTA metode Vegetatif:
a. Penanaman tanaman kayu-kayuan;
b. Penanaman tanaman perdu;
c. Penanaman Rumput-rumputan;
d. Penanaman tanaman penutup tanah lainnya (Tanaman
merambat yang ditanam khusus untuk Konservasi Tanah
dan Air, antara lain: Callopogonium muconoides, Centrocema
pubescens, Mukuna, Crotalaria juncea, Arachis pintoi, dan
Peurarea javanica).

2. Teknik KTA metode Agronomi:


a. Pemberian mulsa;
b. Pengaturan pola tanam;
c. Pengayaan tanaman;
d. Pengolahan tanah konservasi;
e. Penanaman mengikuti kontur;
f. Pemupukan;
g. Pemanenan.

3. Teknik KTA metode Sipil Teknis:


a. Pembuatan sengkedan;
b. Pembuatan teras guludan;
c. Pembuatan teras bangku;
d. Pembuatan pengendali jurang;
e. Pembuatan sumur resapan;
f. Pembuatan Dam pengendali;
g. Pembuatan Dam penahan;
h. Pembuatan saluran buntu atau rorak;
i. Pembuatan saluran Pembuangan Air (SPA);
j. Pembuatan bangunan terjunan air;
k. Pembuatan beronjong.

112

112
e. Pembuatan sumur resapan;
f. Pembuatan Dam pengendali;
g. Pembuatan Dam penahan;
h. Pembuatan saluran buntu atau rorak;
i. Pembuatan saluran Pembuangan Air (SPA);
j. Pembuatan bangunan terjunan air;
k. Pembuatan beronjong.

4. Penanaman :
79
Sebelum pelaksanaan penanaman dilakukan melalui tahapan:
a. Persiapan lahan:
 Pembersihan lapangan dari tumbuhan pengganggu,
seperti alang-alang, semak belukar, dll;
 Pemasangan ajir sejajar garis kontur;
 Pembuatan lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 x 20
cm.
b. Penanaman:
 Bibit sebelum diangkut kelapangan dibiarkan dahulu 2-3
hari pada kotak angkutan;
113

113
 Pengangkutan bibit seaman mungkin;
 Penanaman dilakukan pada musim hujan;
 Polybag dibuka, bibit masukan ke lubang tanam, lalu
tutup dengan tanah dan dipadatkan.
c. Pemeliharaan:
 Pemeliharaan dilakukan agar tanaman muda mampu
tumbuh menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan
tingkat pertumbuhan yang diharapkan.
d. Penyiangan dan pendangiran:
o Penyiangan dan pendangiran dilakukan minimal 4 kali
setahun. Pada tahap pertama dan kedua sebaiknya
dilakukan penyiangan total dan pada tahun ketiga cukup
secara jalur;
o Pendangiran dilakukan disekitar tanaman pokok dengan
jari-jari sekitar 0,5 meter;
o Pada tahun ke empat dilakukan penyiangan (jalur),
pembebasan dan pemangkasan (low pruning).
e. Penyulaman:
 Penyulaman pertama dilakukan setelah tanaman
berumur lebih dari satu bulan;
 Pada tahun kedua, apabila persentase tumbuh tanaman
kurang dari 80 %;
 Penyulaman dilakukan selama hujan masih cukup.
f. Pemupukan:
Pemupukan NPK sangat menolong pertumbuhan tanaman,
dengan dosis yang tepat.
g. Penjarangan:
 Tujuan penjarangan untuk memberikan ruang tumbuh
yang baik bagi tegakan.
 Penjarangan dilakukan terhadap pohon yang terserang
hama dan penyakit, batang pokok bengkok, menggarpu,
bercabang banyak, dll.
h. Pemberantasan dan pengendalian kebakaran:
 Dapat dilakukan dengan pengamatan sedini mungkin;
 Mencegah serangan hama dan penyakit;

114

114
 Melakukan pemberantasan Hama/penyakit yang ramah
lingkungan.

5. Pengaturan Pola tanam adalah suatu penerapan pola penanaman


pada sebidang tanah dalam setahun yang dilaksanakan petani
sesuai dengan agroklimat, kondisi sosial ekonomi, kemampuan dan
penguasaan terhadap teknologi, permodalan dan lain-lain.

Contoh Pola Tanam :

Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept
Padi Gogo Kacang Tanah Tanaman
lainnya

Jagung Muda Ubi Kayu

Pola tanam memiliki manfaat antara lain:


a. Untuk meningkatkan persediaan makanan;
b. Untuk memperluas kesempatan kerja;
c. Untuk meningkatkan pendapatan;
d. Untuk pengawetan tanah dan air;
e. Untuk mempertahankan kesuburan tanah;
f. Untuk menekan populasi hama/penyakit yang menyerang.

6. Penanaman mengikuti Kontur.


Penanaman mengikuti kontur berfungsi untuk mengurangi panjang
lereng, memperlambat laju aliran air permukaan dan menahan
tanah yang tererosi dari bidang olah.
Penanaman mengikuti kontur dapat menjadi awal pembentukan
teras secara alamiah di lereng karena terkumpulnya tanah
dibelakang larikan tanaman.
Keuntungan :
 Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah
tenaga kerja dan biaya yang rendah.
 Efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan
tanah.
115

115
 Menghasilkan tanaman penguat teras, pakan ternak dan
mulsa.
 Secara berangsur dapat membentuk teras bangku jika
dikehendaki.
 Pembuatan Dam penahan adalah bendungan kecil yang
lolos air dengan konstruksi bronjong batu, anyaman ranting
atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur jurang dengan
tinggi maksimum 4 meter.

Tujuan pembuatan Dam Penahan antara lain:


a. Mengendalikan endapan dan aliran air permukaan dari daerah
tangkapan air dibagian hulu.
b. Meningkatkan permukaan air tanah dibagian hilirnya.

Sasaran lokasi Dam Penahan adalah :


a. Daerah kritis dengan kemiringan lereng 15-35 %.
b. Daerah yang sudah diupayakan RLKT tetapi hasilnya belum
efektif.
c. Daerah tangkapan airnya sekitar 30 Ha.
d. Lokasi terletak pada tempat yang stabil.

Pelaksanaan Pembuatan Dam Penahan :


1. Persiapan Lapangan:
a. Penyiapan rancangan.
b. Pembersihan lapangan.
c. Pengukuran kembali dan pematokan.
d. Pembuatan jalan masuk.
e. Pembuatan barak kerja dan gudang bahan bangunan.
f. Pengadaan bahan dan peralatan.
2. Pembuatan Dam Penahan:
a. Penganyaman/pembuatan kawat bronjong, trucuk bambu/
kayu.
b. Pemasangan bronjong kawat, trucuk bambu/kayu.
c. Pengisian batu kedalam bronjong kawat.
d. Pengikatan kawat bronjong, anyaman bambu/kayu.
e. Penguatan tebing.

116

116
3. Organisasi pelaksana:
Sebagai pelaksana pembuatan Dam penahan adalah kelompok
masyarakat di dampingi oleh Penyuluh kehutanan dibawah
koordinasi Instansi Pelaksana Penyuluhan Kehutanan Kab/Kota.
4. Tahapan dan Jadwal Kegiatan:
Tahapan dalam pelaksanaan pembuatan Dam Penahan disesuaikan
dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.
5. Hasil kegiatan:
Dam Penahan yang telah dibangun sesuai rancangan dan setelah
selesai masa pemeliharaannya diserahkan kepada aparat desa
setempat dengan Berita Acara Penyerahan.
6. Pemeliharaan:
Pemeliharaan meliputi perbaikan/penyulaman kawat bronjong,
anyaman trucuk bambu/kayu yang putus atau rusak dan pengisian
kembali atau kedalam bronjong kawat serta penguatan dinding
tanah disekitar Dam Penahan.

117

117
4.8. Topik VIII

Topik : PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK


MENJADI KOMPOS
Tujuan : 1. Peserta memahami banyak limbah
organik yang dihasilkan dari kegiatan
pertanian dan kehutanan;
2. Peserta memahami bahwa limbah-
limbah organik tersebut dapat memicu
terjadinya kebakaran hutan dan lahan;
3. Peserta terampil mengolah limbah
menjadi kompos.
Materi : - Cara membuat kompos;
Metode : - Pemutaran film
- Praktek
- Diskusi kelompok
Bahan dan Alat : - Film dokumenter pembuatan kompos
- Kertas plano, spidol, selotape, lakban
- Ember, gayung, golok, cangkul, sekop,
dll
Waktu : - 180 menit/ pertemuan
Tempat : Lahan usaha tani/ balai pertemuan KTH
Langkah-langkah : 1. Pendamping mengajak peserta
mengidentifikasi jenis-jenis limbah
organik dari kegiatan pertanian dan
kehutanan dengan game ‘Tebak Cepat’.
Masing-masing kelompok diminta untuk
menuliskan sebanyak-banyaknya jenis
limbah organik dari lahan usahataninya.
2. Pendamping menjelaskan secara
singkat dampak positif dan negatif dari
keberadaan limbah organik tersebut.
3. Pendamping mengajak peserta untuk
menyaksikan film dokumenter pembuatan
kompos.

118

118
4. Pendamping memberi kesempatan
diskusi dengan peserta berkaitan dengan
cara membuat kompos.
5. Pendamping bersama-sama peserta
melakukan praktek pembuatan kompos.
6. Pendamping melakukan evaluasi
terhadap materi yang telah disampaikan.
Bahan Bacaan :

Pengolahan limbah organik menjadi kompos

Limbah/ sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia,


hewan, maupun tumbuhan.
Limbah/ sampah organik dibagi menjadi :
a. Sampah organik basah
Yaitu sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi,
contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
b. Sampah organik kering
Yaitu bahan organik lain yang kandungan airnya kecil, contohnya
kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.
Pengolahan limbah organik menjadi kompos dapat dilakukan dengan
cukup mudah dan menggunakan alat-alat yang sederhana. Untuk
membuat pupuk kompos kita memerlukan bahan sampah organik seperti
daun gugur, sisa sayuran, rumput, atau juga sampah dari sisa pertanian.
Selain bahan dari sampah organik, untuk membuat pupuk kompos juga
harus dicampur dengan pupuk kandang seperti kotoran kambing atau
kotoran sapi. Dan juga menggunakan larutan gula dan bakteri fermentasi
yang bisa kita dapatkan dari larutan EM4, yang banyak tersedia di toko
pertanian.
Cara sederhana membuat kompos :
1) Sampah organik yang sudah disiapkan seperti daun gugur, sisa
sayuran, rumput dan sampah lainnya, dipotong sampai berbentuk
kecil-kecil. Semakin kecil pemotongan akan semakin baik, karena
berpengaruh pada cepatnya proses pembusukan.
2) Campurkan bahan-bahan yang sudah dipotong kecil dengan pupuk
kandang (kotoran kambing/ kotoran sapi). Campurkan sampah
organik dan kotoran kambing dengan komposisi 3:1.

119

119
3) Siapkan setengah gelas larutan gula atau 100 ml (bisa dibuat dari
gula pasir dan air biasa), menyesuaikan banyaknya bahan sampah
organik yang ada.
4) Siapkan 10 ml larutan EM4, jika anda ragu takarannya bisa dilihat cara
penggunaannya yang tercantum dalam botol atau menyesuaikan
banyaknya bahan yang akan dibuat.
5) Bahan sampah organik yang sudah dicampur dengan kotoran
kambing, kemudian disiram dengan larutan gula dan larutan EM4,
lalu campurkan hingga merata sampai bahan menjadi basah atau
lembab. Jika perlu percikkan air secukupnya agar semua bahan
menjadi cukup basah.
6) Bahan pupuk kompos yang sudah selesai dicampur, kemudian
dimasukan ke dalam wadah, bisa menggunakan bak penampungan,
karung, atau plastik besar. Lama proses fermentasi dari bahan
hingga pupuk siap digunakan sekitar 2 – 3 bulan, karena itu untuk
mempercepat prosesnya setiap 2 minggu sekali bahan-bahan
tersebut dibolak-balik dan percikkan air secukupnya untuk menjaga
agar tetap basah.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan berkelanjutan,
sebaiknya pembuatan pupuk kompos dilakukan secara periodik.
Sehingga pemanfaatannya bisa digunakan secara berkelanjutan dan
sampah organik tidak perlu dibuang, karena kita telah bisa mengambil
manfaatnya dengan mengolahnya menjadi pupuk kompos.

Gambar 1. Bak pembuatan kompos

120

120
4.9. Topik IX

Topik : PELATIHAN USAHA PRODUKTIF


MASYARAKAT
Tujuan : 1. Peserta mengetahui manfaat usaha
produktif
2. Peserta memahami teknik budidaya
lebah madu/jamur tiram/pengolahan
aren/kerajinan bambu atau usaha
produktif disesuaikan dengan kebutuhan
kelompok
3. Peserta mampu dan terampil dalam
teknik budidaya lebah madu/jamur
tiram/pengolahan aren/kerajinan bambu
atau usaha produktif disesuaikan dengan
kebutuhan kelompok
Materi : 1. Teknik budidaya lebah madu
2. Teknik budidaya jamur
3. Pengolahan aren
4. Kerajinan bambu
*Disesuaikan dengan kebutuhan
Metode : - Praktek
- Diskusi kelompok
Bahan & Alat :  Film koloni lebah
 Film tentang usaha lebah madu/jamur
tiram/pengolahan aren/kerajinan bambu
yang sudah berhasil
 Budidaya Lebah Madu
Kotak/stup koloni lebah, Madu/royal jelly/
contoh serbuk sari, Topi lebah, dan
Contoh koloni lebah (spesimen)
 Budidaya Jamur Tiram
Baglog, Jamur yang sudah tumbuh,
Jamur yang tidak tumbuh/kena penyakit,
dan Contoh hasil pasca panen jamur:
keripik/ sate/nugget/ abon
 Pengolahan aren
Waktu : Praktek (180 menit)
Tempat : Disesuaikan dengan kebutuhan

121

121
Langkah-Langkah Kerja : 1. Penyuluh mengajukan pertanyaan
tentang upaya masyarakat untuk
mencegah kebakaran hutan dan lahan
dengan cara usaha produktif;
2. Penyuluh bertanya dan meminta
kesediaan peserta untuk menceritakan
pengalaman/yang diketahui tentang
usaha produktif yang pernah dilakukan
terkait materi yang dipilih (usaha lebah
madu/jamur tiram/pengolahan aren/
kerajinan bambu);
3. Apabila di lokasi tersebut jenis-jenis
usaha yang ditawarkan tidak ada maka
pendamping mengarahkan peserta untuk
memilih usaha sesuai dengan kondisi
masyarakat setempat;
4. Penyuluh menjelaskan secara singkat
tentang materi yang dipilih, mengapa
dibudidayakan dan penyebarannya di
Indonesia;
5. Penyuluh memutarkan film tentang
kesuksesan masyarakat dalam melakukan
usaha terkait materi yang dipilih;
6. Penyuluh mengajak peserta untuk
menganalisis kelebihan dan kekurangan
dari usaha tersebut;
7. Penyuluh mengajak peserta
mendiskusikan dan menyimpulkan hasil
analisa;
8. Peserta melakukan semua tahapan
budidaya/pengolahan materi yang dipilih
di tempat praktek;
9. Penyuluh meminta peserta untuk
mempraktekan materi yang sudah
diterima di lokasi usaha masing-masing
sesuai dengan kebutuhan;
10. Pada pertemuan berikutnya peserta
menyampaikan hasil praktek yang telah
dilakukan di lokasinya masing-masing
(keberhasilan dan kegagalan).

122

122
Bahan Bacaan
Salah satu upaya dalam pencegahan kebakaran hutan dan
lahan adalah dengan adanya partisipasi masyarakat dalam upaya
pencegahan tersebut. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan
bantuan penyuluh sebagai pendamping masyarakat. Kegiatan partisipasi
masyarakat berupa penyuluhan serta pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat sehingga diperoleh manfaat bagi kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Upaya tersebut dilaksanakan agar masyarakat
tidak melakukan tindakan merusak hutan apalagi membakar hutan.

TEKNIK BUDIDAYA LEBAH MADU


Lebah madu merupakan salah satu sumber daya hutan yang
potensial untuk dikembangkan dalam pembudidayaannya, hal ini
disebabkan karena sumber pakan lebah yang melimpah (hampir semua
tumbuhan yang menghasilkan bunga dapat dijadikan sebagai sumber
pakan) baik yang berasal dari tanaman hutan, tanaman pertanian
maupun tanaman perkebunan. Penyebaran budidaya lebah madu telah
menyebar di seluruh Indonesia.
Produk yang dihasilkan oleh lebah madu dapat dimanfaatkan
dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Budidaya lebah madu
dapat memberikan manfaat langsung dengan pemanfaatan produk
yang dihasilkan dari lebah madu seperti madu, royal jelly, tepung sari
(bee polen), lilin, perekat (propolis) dan racun madu. Selain itu juga
budidaya lebah madu dapat memberikan manfaat tidak langsung yaitu
yang berkaitan dengan pelestarian sumber daya hutan, peningkatan
produktifitas tanaman melalui simbiosis yang saling menguntungkan
antara tanaman dan lebah madu karena dalam mencari makanan lebah
madu akan membantu proses penyerbukan bunga tanaman.

Tahapan dalam budidaya lebah madu yaitu:


A. Persiapan
1. Lokasi
Kesesuaian lokasi budidaya merupakan salah satu penentu
keberhasilan budidaya lebah madu, hal-hal yang perlu
diperhatian dalam penentuan lokasi kegiatan usaha budidaya
lebah madu adalah sebagai berikut :

123

123
a. Ketersediaan pakan, produksi madu yang dihasilkan
oleh lebah dipengaruhi oleh :
1) Jenis dan jumlah pakan, semakin tinggi potensi
pakan maka semakin tinggi pula produksi madu
yang dihasilkan;
2) Jarak antara stup lebah dengan sumber pakan,
dalam mencari pakan lebah mempunyai daya
jelajah maksimal 6 km, jarak yang paling ideal
antara stup madu dan sumber pakan maksimal 2
km, semakin jauh jarak antara stup lebah dengan
sumber pakan maka semakin sedikit pula produksi
madu yang dihasilkan.
3) Kesesuaian jumlah pakan dengan jumlah koloni
lebah, produksi madu tidak akan meningkat
meskipun jumlah koloni lebah bertambah apabila
tidak dibarengi dengan penambahan sumber
pakan.
Jenis tumbuhan sumber pakan yang ideal untuk budidaya
lebah madu adalah tumbuhan yang menghasilkan pollen
dan nektar yang berkualitas/bernilai gizi tinggi dan
disukai oleh lebah; serta tumbuhan yang menghasilkan
pollen dan nektar secara terus menerus.

Tabel 1. Jenis Tanaman Perkebunan dan lainnya yang


menghasilkan pakan

No Jenis Tanaman Jenis Pakan


1. Aren Pollen
2. Kemlandingan Pollen
3. Randu Pollen & Nektar
4. Karet Ekstra Flora
5. Tebu Pollen
6. Panili Pollen & Nektar
7. Kelapa Pollen & Nektar
8. Kopi Pollen & Nektar
9. Tembakau Pollen

124

124
No Jenis Tanaman Jenis Pakan
10. Wijen Pollen & Nektar
11. Jambu Mete Pollen
12. Lengkeng Pollen & Nektar
13. Kedondong Pollen & Nektar
14. Durian Pollen & Nektar
15. Jambu Biji Pollen & Nektar
16. Salak Pollen
17. Apel Pollen & Nektar
18. Delima Pollen
19. Kesemek Pollen & Nektar
20. Apokat Pollen
21. Blimbing Pollen & Nektar
22. Macadamia Pollen
23. Mangga Nektar
24. Rambutan Nektar
25. Kaliandra Nektar
26. Jagung Pollen
27. Putri Malu Pollen
28. Wedusan Pollen
29. Akasia Nektar
30. Sengon Nektar
31. Sonokeling Nektar

b. Ketersediaan air, selain sumber pakan yang dibutuhkan


oleh lebah madu adalah air, sebaiknya penentuan lokasi
budidaya lebah madu sebaiknya ditempatkan pada lokasi
yang mempunyai ketersediaan air sepanjang tahun.
c. Suhu dan Tofografi, suhu yang ideal untuk budidaya
lebah madu adalah diatas 20ºC, dengan ketinggian
antara 200 – 1500 m di atas permukaan laut.
d. Predator, pada lokasi budidaya terbebas dari predator
yang merusak koloni dan madu yang dihasilkan seperti
ngengat lilin, tungau/acarina dan semut.

125

125
B. Peralatan
1. Pembuatan Kotak/Stup Lebah
Bahan kotak/stup yang baik dari kayu yang sudah kering
dan tidak berbau menyengat, hal ini menghindari pindahnya
koloni lebah karena tidak betah dan pengaruh dari kayu
tersebut. Intinya menggunakan kayu apa saja yang penting
tidak berbau yang menyengat dan mengganggu koloni lebah.

Gambar 1. Kotak/Stup

Perlengkapan Petugas
Perlengkapan yang dibutuhkan 126
oleh petugas dalam pelaksanaan budidaya lebah madu
adalah sebagai berikut :
1) Pengasap (smoker), digunakan untuk menjinakan lebah pada waktu pemeliharaan atau
pemanenen.
126
2) Penutup muka (masker), berfungsi untuk melindungi muka dari sengatan lebah.
3) Pengungkit (Hive Tool), membantu mengangkat sisiran yang melekat pada kotak
lebah. Pakaian lapangan, warna pakain lapangan di anjurkan berwarna putih untuk
menghindari serangan lebah.
Perlengkapan Petugas
Perlengkapan yang dibutuhkan oleh petugas dalam pelaksanaan
budidaya lebah madu adalah sebagai berikut :
1) Pengasap (smoker), digunakan untuk menjinakan lebah pada
waktu pemeliharaan atau pemanenen.
2) Penutup muka (masker), berfungsi untuk melindungi muka
dari sengatan lebah.
3) Pengungkit (Hive Tool), membantu mengangkat sisiran yang
melekat pada kotak lebah. Pakaian lapangan, warna pakain
lapangan di anjurkan berwarna putih untuk menghindari
serangan lebah.
4) Sarung tangan, berfungsi untuk melindungi tangan dari
sengatan lebah.
5) Sikat Lebah (bee brush), membantu untuk menghalau lebah
dari sisiran.

C. Pemindahan Lebah Madu


Koloni lebah madu yang dibudidayakan dapat bersumber dari alam
atau dari koloni hasil budidaya, hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pemindahan koloni lebah kedalam stup adalah :
1) Persiapan peralatan kerja seperti baju lapangan, masker,
sarung tangan dan smoker agar terhindar dari sengatan
lebah.
2) Pemindahan koloni sebaiknya dilakukan pada malam hari atau
sebelum matahari terbit, karena kalau siang hari lebah akan
semakin agresif/mudah menyerang.
3) Untuk mengusir lebah pekerja yang melindungi ratu lebah,
maka koloni lebah diberi asap dengan mempergunakan
smoker.
4) Cari ratu lebah, ambil dan masukan kedalam pengamanan
ratu lebah lalu tempatkan kedalam stup.
5) Sisiran sarang tersebut disayat dan dilekatkan pada bingkai
sisiran dengan diikat menggunakan tali rapia, kemudikan
masukan kedalam stup yang didalamnya terdapat ratu lebah.
6) Masukan semua koloni lebah kedalam stup, tutup pintunya
dan taruhlah pada tempat yang sudah dipersiapkan.

127

127
7) Apabila koloni lebah sudah tenang makan pintu pada kotak
ratu lebah dapat dibuka.
8) Stup lebah dapat di pindahkan ke tempat lain apabila sarang
lebah sudah melekat pada sisiran sarang dan tali rapia terlepas
sendiri digihit oleh lebah pekerja.
9) Sebaiknya stup lebah madu ditempatkan mengarah pada
matahari terbit

D. Pemeliharaan
Tindakan yang perlu diambil dalam kegiatan pemeliharaan stup
dan koloni lebah adalah:
1) Pemeriksaan bagian dalam dan luar stup lebah, pemeriksaan
kondisi koloni diperlukan untuk mengetahui kondisi dan
perkembangan koloni, sehingga dengan mengetahui kondisi
koloni dapat diketahui pula tindakan-tindakan yang perlu
diambil agar koloni dapat berkembang dengan baik. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan bagian dalam
koloni lebah adalah : Kondisi lebah baik lebah pekerja, ratu
lebah maupun lebah pejantan, anakan lebah (telur, larva dan
pupa), serta kondisi sisiran sarang. Sedangkan hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemeriksaan bagian luar adalah:
a. Kegiatan lebah pekerja dalam mencari pakan hal ini
diperlukan untuk mengetahui ketersediaan sumber
pakan apakah ketersediaannya masih memadai atau
tidak;
b. Kesibukan lebah berdasarkan intensitas suara;
c. Kegiatan lebah perampok
d. Kondisi bangkai di luar kotak;
e. serta kondisi lilin lebah dan kotoran yang berada di
bagian bawah dan bagian atas kotak lebah, apabila
terdapat kotoran maka kotoran tersebut harus segera
dibersihkan.
Agar kondisi lebah dan tindakan penanganan segera diketahui
disarankan pemeriksaan ini dilakukan secara rutin setiap 2
minggu sekali.

128

128
2) Penambahan sisiran baru, penambahan sisiran baru perlu
dilakukan apabila bingkai yang tersedia sudah penuh,
sebaiknya penambahan sisiran dilakukan pada bagian tengah
bingkai terpasang tetapi apabila kondisi koloni lebah sedang
lemah sebaiknya penambahan bingkai dilakukan pada bagian
tepi bingkai terpasang. Setelah 3 hari, posisi bingkai yang
baru di pasang harus dibalikan agar pembuatan sarangnya
merata.
3) Penggabungan Koloni, dilakukan untuk mempertahankan
kondisi koloni yang lemah, hal ini sering terjadi jika kondisi
cuaca sedang tidak baik terutama pada saat intensitas hujan
cukup tinggi.
4) Pemecahan Koloni, bertujuan untuk memperbanyak jumlah
koloni dengan bertambahnya koloni maka produksi produk yang
dihasilkan oleh lebah akan semakin meningkat. Pemecahan
koloni ini perlu dilakukan seiring dengan terbentuknya ratu
lebah baru, karena apabila sudah terbentuk ratu lebah baru
maka ratu lebah yang lama akan memisahkan diri dengan
diikuti sebagian dari anggota koloni.
Selain hal tersebut di atas, kondisi yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan pemeliharaan lebah adalah :
1) Masa Paceklik, yaitu kondisi dimana tanaman sumber pakan
sedang tidak berbunga (tidak tersedianya pakan lebah secara
alami), untuk itu perlu penanganan melalui penambahan
sumber pakan buatan/stimulant.
2) Perampokan, keadaan dimana terjadinya pengambilan
madu oleh anggota koloni lebah lain yang disebabkan oleh
kurangnya ketersediaan pakan.
3) Tersesat, keadaan dimana lebah tidak menemukan koloninya,
hal ini biasanya terjadi ketika ada angin kencang atau hujan
secara tiba-tiba.
4) Hijrah (absconding), yaitu kondisi dimana semua anggota
lebah meninggalkan sarangnya, hal ini biasa terjadi disebabkan
oleh penggunaan insektisida yang intensif disekitar lokasi
budidaya; tidak mencukupinya sumber pakan; gangguan
hama penyakit dan perubahan kondisi lingkungan.

129

129
E. Pengelolaan Pasca Panen
1. Koloni Lebah Siap Panen
Produk yang dihasilkan oleh lebah madu diantaranya madu
sebagai produk utama, serbuk sar (bee pollen), Royal Jelly,
lem (propolis), lilin lebah dan racun lebah (bee vonem).
Secara umum ciri-ciri koloni lebah madu yang siap dilakukan
pemanenan adalah sebagai berikut :
a. Pada kaki lebah pekerja terdapat cairan madu yang
berwarna kuning.
b. Ukuran lebah lebih besar dibandingkan dengan ukuran
biasanya.
c. Tumbuhan yang ada disekitar stup lebah bunganya
sedang mekar.
d. Kotak koloni lebah lebih berat apabila dibandingkan
dengan waktu penempatan awal.
2. Peralatan Pemanenan
Peralatan yang harus dipersiapkan dalam kegiatan pemanenan
madu diantaranya Pisau pengupas madu, Kain kasa, Pencepit
Kayu, Saringan Madu, Ekstraktor, Ember , dan Botol kemasan
3. Tata Cara Pemanenan
Pemanenan madu dari Kotak Eram, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemanenan madu dari kotak eram adalah
sebagai berikut :
i. Madu yang berasal dari kotak eram dapat dipanen
apabila sisiran yang berisi madu telah tertutup oleh lili.
ii. Apabila sisiran belum menggunakan pondasi sarang,
maka terlebih dahulu dilakukan pemotongan sebatas
sisiran yang berisi madu.
iii. Pisau yang digunakan untuk mengupas sisiran madu
terlebih dahulu harus direndam dalam air panas.
iv. Sisiran yang berisi anakan harus dimasukan kembalikan
kedalam sarang
v. Pengambilan madu yang berasal dari sisiran yang
belum menggunakan pondasi dilakukan dengan diperas

130

130
menggunakan kain kasa dan penjepit kayu, sedangkan
apabila sudah menggunakan pondasi sarang pemanenan
dapat dilakukan dengan menggunakan ekstraktor madu.
vi. Sisa lilin yang berasal dari hasil pemanenan madu jangan
dibuang sembarangan karena dapat dimanfaatkan
kembali.
vii. Sisiran yang mengandung madu jangan dipanen
semuanya, sebaiknya di sisakan satu buah sisiran.
viii. Untuk menghindari pencemaran pada madu, maka
madu yang telah dipanen harus segera dimasukan
kedalam wadah, tutup dengan rapat dan simpan pada
tempat yang kering dan tidak berbau.

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM


Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp.
Merupakan salah satu jamur konsumsi yang bernilai tingi. Beberapa
jenis jamur tiram yang biasa dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia
yaitu jamur tiram putih (P.ostreatus), jamur tiram merah muda
P.flabellatus), jamur tiram abu-abu (P. sajor caju), dan jamur tiram
abalone (P.cystidiosus).
Pertumbuhan jamur tiram sangat tergantung pada faktor fisik
seperti suhu, kelembaban, cahaya, pH media tanam, dan aerasi, udara
jamur tiram dapat menghasilkan tubuh buah secara optimum pada
rentang suhu 26-28 °C, sedangkan pertumbuhan miselium pada suhu
28-30° C, kelembaban udara 80-90% dan pH media tanam yang agak
masam antara 5-6. Aerasi merupakan hal penting bagi pertukaran udara
lingkungan tumbuh jamur yaitu mempertahankan persediaan Oksigen
(O2) dan membuang karbon dioksida (CO2), cahaya matahariyang
dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur sangat sedikit berkisar antara 50-
300 lux. Kondisi disetiap lokasi sangat berbeda tergantng kebiasaan petani
setempat. Namun demikian yang paling penting adalah diperlukannya
penguasaan teknik dan metode produksi terutama dalam pengaturan
iklim mikro di dalam rumah jamur (kubung).

131

131
Tabel 1.Tabel
Manfaat
1. jamur Bagijamur
Manfaat pengobatan
Bagi dan penyembuhan.
pengobatan dan penyembuhan.

Syarat
Syaratlingkungan yang dibutuhkan
lingkungan pertumbuhan
yang dibutuhkan dan perkembangan
pertumbuhan jamur tiram antara lain:
dan perkembangan
jamur
1. Air tiram antara lain:
1. Air
 Kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%
• Kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%
 • Apabila kondisi kondisi
Apabila kering maka pertumbuhan
kering akan terganggu akan
maka pertumbuhan atau berhenti begitu pula
terganggu
atauapabila
sebaliknya berhenti
kadarbegitu pulatinggi
air terlalu sebaliknya apabila
maka miselium akankadar air terlalu
membusuk dan mati
tinggi maka miselium akan membusuk dan mati
 Penyemprotan air dalam ruangan dapat dilakukan untuk mengatur suhu dan
• Penyemprotan air dalam ruangan dapat dilakukan untuk
kelembaban.
mengatur suhu dan kelembaban.
2. Suhu
2. Suhu
Suhu inkubasi
 • Suhu inkubasi atau saat atau
jamur saat
tiram jamur tirammiselium
membentuk membentuk miselium
dipertahankan antara 60-
dipertahankan antara 60-70%
70%
132
 Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 – 22 º C
3. Kelembaban
132
 Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium dipertahankan antara 60-70%
 Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah dipertahankan antara 80-90%
4. Cahaya
 Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara langsung
• Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 –
22º C
3. Kelembaban
• Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium
dipertahankan antara 60-70%
• Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah
dipertahankan antara 80-90%
4. Cahaya
• Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari
secara langsung
• Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux)
bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh
buah.
• Pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya
• Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
Namun sekitar 200 lux (10%)
5. Aerasi
Dua komponen penting dalam udara yang berpengaruh pada
pertumbuhan jamur yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2).
Oksigen merupakan unsur penting dalam respirasi sel. Sumber
energi dalam sel dioksida menjadi karbondioksida. Konsentrasi
karbondioksida (CO2) yang terelalu banyak dalam kumbung
menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung
a lain: jamur konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%.

Tingkat Keasaman (pH)

tu pula Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan


mati dan perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara,
hu dan
bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu
pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH optimum pada media tanam
berkisar 6-7.
ara 60-

133

133
0-70%
%
Teknik Budidaya Jamur Tiram

1. Pembuatan Kubung
Kubung adalah bangunan tempat menyimpan bag log sebagai
media tumbuhnya jamur tiram yang terbuat dari bilik bambu atau
tembok permanen. Didalamnya tersusun rak-rak tempat media
tumbuh/log jamur tiram. Ukuran kubung bervariasi tergantung
dari luas lahan yang dimiliki. Tujuannya untuk menyimpan bag
log sesuai dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki jamur
tersebut. Bag log adalah kantong plastik transparan berisi campuran
mediajamur. Rak dalam kubung disusun sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam pemeliharan dan sirkulasi udara terjaga.
Umumnya jarak antara rak ± 75 cm. Jarak didalam rak 60 cm (4
– 5 bag log), lebar rak 50 cm, tinggi rak maksimal 3 m, panjang
disesuaikan dengan kondisi ruangan. Bag log dapat disusun secara
vertikal cocok untuk daerah lebih kering. Sedangkan penyusunan
secara horizontal untuk daerah dengan kelembaban tinggi. Antara
rak pertama berjarak 20 cm. Bahan-bahan yang diperlukan untuk
membuat kubung berupa tiang kaso/bambu, rak-rak, bilik untuk
dinding dan atap berupa genteng, asbes atau rumbia. Jumlah dan
tinggi rak tergantung pada tinggi ruang pemeliharaan dan jumlah
baglog yang akan dipelihara.

2. Peralatan Dalam Pembuatan Baglog


a. Alat Sterilisasi, bisa berupa drum, autoclave maupun boiler
(steril bak) lengkap dengan kompor.
b. Alat Pengadukan, ayakan, cangkul, sekop, ember, selang.
c. Alat inokulasi, lampu bunsen, masker, jas lab, spatula/pinset,
alkohol/spritus, hand Sprayer
d. Alat angkot, keranjang
e. Alat penyiraman
f. Alat Panen

134

134
3. Pembuatan Media Tanam
Pengayakan
Pengayakan adalah kegiatan memisahkan atau menyaring serbuk
kayu gergaji yang besar dan kecil/halus sehingga didapatkan
serbuk kayu gergaji yang halus dan seragam. Tujuannya untuk
mendapatkan media tanam yang memiliki kepadatan tertentu
tanpa merusak kantong plastik ( bag log) dan mendapatkan tingkat
pertumbuhan miselia yang merata.

Pencampuran
Pencampuran serbuk kayu gergaji dengan dedak, kapur dan
gips sesuai takaran untuk mendapatkan komposisi media yang
merata. Tujuannya menyediakan sumber hara/nutrisi yang cukup
bagi pertumbuhan dan perkemangan jamur tiram sampai siap
dipanen. Media untuk pertumbuhan jamur tiram sebaiknya dibuat
menyerupai kondisi tempat tumbuhn jamur tiram di alam. Contoh
Prosedur pelaksanaanya antara lain ;
o Serbuk gergaji 100 kg sebagai media tanam
o Dedak 15 kg sebagai sumber makanan tambahan bagi
pertumbuhan jamur
o Kapur 2kg dan gips 1 kg untuk mendapatkan pH 6-7 media
tanam sehingga memperlancar proses pertumbuhan jamur
o Serbuk gergaji yg sudah diayak dicampur dengan bekatul,
kapur dan gips.
Campuran bahan diaduk merata dan ditambahkan air bersih hingga
mencapai kadar air 60-65%, dapat ditandai bila dikepal hanya
mengeluarkan satu tetes air dan bila dibuka gumpalan serbuk
kayu tidak serta merta pecah. Bahan yang telah dicampur bisa
dikomposkan 1 hari, 3 hari, 7 hari atau langsung dikantongi.

Pemeraman
Kegiatan menimbun campuran serbuk gergaji kemudia menutupnya
secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1 malam.
Tujuannya menguraikan senyawa-senyawa kompleks dengan
bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa kompleks

135

135
dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa yang
lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur dan
memungkinkan pertumbuhan jamur yang lebih baik.

Pengisian Media ke Kantung Palstik (Bag log)


Kegiatan memasukan campuran media ke dalam plastik polipropile
(PP) dengan kepadatan tertentu agar miselia jamur dapat tumbuh
maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Tujuannya
menyediakan media tanam bagi bibit jamur.

Prosedur pelaksanaan pengisian media kekantong plastik (bag log)


antara lain ;
• Campuran serbuk gergaji yang sudah dikompos dimasukan
kedalam kantong plastik ukuran 18x30, 20x30, 23 x 35
tergantung selera.
• Padatkan campuran dengan menggunakan botol atau alat
lain
• Ujung plastik disatukan dan dipasang cincin dari potongan
paralon/bambu pada bagian leher plastik sehingga bungkusan
akan menyerupai botol.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat
menganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Tujuannya
mendapatkan serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba dan
jamur lain yang tidak dikendaki. Sterilisasi dilakukan pada suhu 70°
C selama 5 –8 jam, sedangkan sterilisasi autoclave membutuhkan
waktu selama 4 jam, pada suhu121°C, dengan tekanan 1 atm.

Pendinginan
Proses pendinginan merupakan suatu upaya menurunkan suhu
media tanam setelah disterilkan agar bibit yang akan dimasukkan
ke dalam bag log tidak mati. Pendinginan dilakukan 8 – 12 jam
sebelum dinokulasi. Temperatur yang diinginkan adalah 30 - 35°C.
Prosedur pelaksanaannya antara lain :

136

136
• Keluarkan bag log dari drum yang sudah disterilisasikan
• Diamkan dialam ruangan sebelum dilakukan inokulasi
(pemberian bibit)
• Pendinginan dilakukan hingga temperatur mencapai 30 -35°C

Inokulasi Bibit (Penanaman Bibit)


Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur
dari biakan induk kedalam media tanaman yang telah disediakan.
Tujuannya adalah menumbuhkan miselia jamur pada media tanam
hingga menghasilkan jamur yang siappanen. Prosedur pelaksanaan
inokulasi bibit antara lain ;
• Petugas yang akan menginokulasi bibit harus bersih, mencuci
tangan dengan alkohol, dan menggunakan pakaian bersih.
• Sterilkan saptula menggunakan alkohol 70% dan dibakar.
• Buka sumbatan kapas bag log, buat sedikit lubang pada
media tanam dengan menggunakan kayu yang steril yang
diruncingkan.
• Ambil sedikit bibit jamur tiram (miselia) ± 1 (satu) sendok teh
dan letakkan ke dalam bag log setelah itu sedikit ditekan.
• Selanjutnya media yang telah diisi bibit ditutup dengan kapas
kembali.
• Media baglog yang telah dinokulasi dibuat hingga 22 - 28º C
untk mempercepat pertumbuhan miselium.

Inkubasi
Inkubasi adalah menyimpan atau menempatkaqn media tanam
yang telah diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselia
jamur tumbuh. Tujuanya adalah untuk mendapatkan pertumbuhan
miselia.
• Suhu ruang pertumbuhan miselia jamur antara 28–30 ºC utk
mempercepat pertumbuhan miselium
• Media baglog yg telah dinokulasi dipindahkan dalam ruang
inkubasi
• Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh
dalam baglog berwarna putih merata setelah 20-30 hari.

137

137
 Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam baglog

berwarna Tutup kubung
putih merata serapat
setelah 20-30mungkin
hari. sehingga cahaya matahari
 minimal,
Tutup kubung kendalikan
serapat mungkinsuhu ruangcahaya
sehingga kubungmatahari
mencapai 25 – 33oC.
minimal, kendalikan
suhu ruang kubung mencapai 25 – 33oC.
Pemindahan ke Tempat Budidaya
• Baglog yang telah putih ditumbuhi miselium dipindahkan ke
Pemindahan ke Tempat Budidaya
kumbung budidaya
 Baglog yang telah putih ditumbuhi miselium dipindahkan ke kumbung budidaya
• Baglog yang miseliumnya sudah putih dan ada penebalan
 Baglog yang miseliumnya sudah putih dan ada penebalan dibuka cincin bambunya
dibuka cincin bambunya agar jamur bisa tumbuh.
agar jamur bisa tumbuh.

Gambar Pemindahan
Gambar Pemindahankeketempat
tempatbudidaya
budidaya
Perawatan Perawatan
 Baglog • Baglog
yang telah yangcincin
dibuka telahdirawat
dibukadengan
cincin melakukan
dirawat dengan melakukan
penyiraman secara kabut
penyiraman
untuk mempercepat secara pinhead
pertumbuhan kabut untuk
jamur mempercepat pertumbuhan
 pinheadharus
Hal yang terpenting jamurdiperhatikan dalam kumbung adalah menjaga suhu dan
Hal yang
• yang
kelembaban terpenting
dibutuhkan jamurharus diperhatikan dalam kumbung adalah
 menjaga suhu dan kelembaban
Apabila kelembaban kurang, pinhead mati danyang
jika dibutuhkan jamur
terlkalu lembab jamur menjadi
basah • Apabila kelembaban kurang, pinhead mati dan jika terlkalu
lembab jamur menjadi basah
Pemanenan
Pemanenan
Ciri-ciri jamur tiram yang sudah siap dipanen adalah:
o TudungCiri-ciri jamur tiram yang sudah siap dipanen adalah:
belum keriting
o Warna belumo Tudung
pudar belum keriting
o Warna belum pudar
o Spora belum dilepaskan
o Spora belum dilepaskan
o Tekstur masih kokoh dan lentur
o Tekstur masih kokoh dan lentur
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah:
o Panen dilakukan dengan mencabut 138
o Tanpa menyisakan bagian jamur
o Bersih dan tidak berceceran
138
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah:
o Panen dilakukan dengan mencabut
o Tanpa menyisakan bagian jamur
o Bersih dan tidak berceceran

Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan cara penyemprotan atau
pengkabutan dengan menggunakan air bersih yang ditujukan pada
ruang kubung dan media tumbuh jamur, tujuan untuk menjaga
kelembaban kubung.

PENGOLAHAN AREN
Pengolahan Nira Aren
1. Gula cetak
Bahan dasar untuk pengolahan gula cetak aren adalah nira yang
masih segar, rasa manis, tidak berwarna dengan pH 6-7 dan total
asam 0,1%. Mutu gula cetak yang dihasilkan ditentukan oleh
bahan baku, yaitu nira. Apabila pH < 6, nira tidak diolah menjadi
gula tetapi diolah menjadi cuka atau alkohol. Untuk mendapatkan
nira yang memenuhi syarat sebagai bahan baku pembuatan
gula, wadah penampung nira di pohon dicuci dengan nira yang
mendidih. Nira yang ditampung dengan wadah ini memiliki pH 6,2-
7,0 dan kadar sukrosa 11-14,9%. Gula cetak diperoleh dengan cara
menguapkan air nira dan dicetak dalam berbagai bentuk, antara
lain ukuran setengah tempurung kelapa, ukuran balok, ataupun
bentuk lempengan.
Gula yang dihasilkan digunakan sebagai pemanis, penyedap dan
pemberi warna pada berbagai jenis makanan. Cara pengolahan
gula cetak, yaitu:
a. nira disaring, dituangkan kedalam wajan yang telah berisi nira
hasil sadapan sore hari sebelumnya yang telah dipanaskan
lebih dahulu, kemudian dimasak di atas tungku.
b. Dalam proses pemanasan nira akan berbuih putih dan
meluap, untuk mencegah agar buih tidak tumpah dilakukan
pengadukan.

139

139
c. Pemanasan dihentikan pada saat larutan nira menjadi kental
dan berwarna coklat kemerahan. Untuk mengetahui waktu
penghentian pemanasan, larutan nira panas diteteskan
ke dalam air. Apabila tetesan larutan ini mengental maka
pemanasan dihentikan.
d. Wajan diangkat dari tungku, larutan diaduk kemudian
dimasukkan ke dalam cetakan. Cetakan yang biasa digunakan
adalah tempurung kelapa, dan bambu ukuran kecil yang telah
dipotong dengan ukuran panjang 8-10 cm.
e. Setelah kering, gula dikeluarkan dari cetakan dan dikemas
menggunakan daun pisang kering atau plastik. Agar gula
tidak berwarna coklat tua, ditambahkan Natrium bisulfit
sebanyak 0,02%. Penggunaan kayu bakar dalam pengolahan
gula cetak berkisar 0,25 m3 untuk pemasakan nira sebanyak
100 liter nira, dan menghasilkan gula sekitar 10-12 kg.

2. Gula semut
Gula semut adalah gula merah berbentuk serbuk, beraroma khas,
dan berwarna kuning kecokelatan. Proses pengolahan gula semut
sama dengan pengolahan gula cetak, yaitu:
a. pemanasan nira hingga menjadi kental, setelah diperoleh nira
kental dilanjutkan dengan pendinginan dan pengkristalan.
b. Pengkristalan dilakukan dengan cara pengadukan
menggunakan garpu kayu. Pengadukan dilakukan secara
perlahan-lahan, dan makin lama makin cepat hingga terbentuk
serbuk gula (gula semut).
c. Pengeringan gula semut. Pengeringan dilakukan dengan dua
cara, yaitu (1) pengeringan dengan sinar matahari selama 3-4
jam dan (2) pengeringan dengan oven pada suhu 45°C-50°C
selama 1,5-2,0 jam (70% produk dikeringkan dengan oven
dan 30% dengan sinar matahari).
d. Untuk keseragaman ukuran butiran, dilakukan pengayakan
I menggunakan ayakan stainless steel ukuran 18-20 mesh.
Butiran gula yang tidak lolos ayakan akan dikeringkan ulang
dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran. Penghalusan
ukuran butiran dengan grinder mekanis, diikuti dengan
pengayakan II.

140

140
e. Gula semut kering dikemas dalam kantong plastik dengan
ukuran berat bervariasi, yaitu 250 g, 500 g dan 1000 g (1kg).
Produk dikemas dalam karung propilien dua lapis berat-nya
50 kg/karung.

3. Pengolahan Kolang Kaling


Kolang kaling merupakan biji aren yang lunak dan kenyal berasal
dari buah yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pengambilan
kolang-kaling dianjurkan pada pohon yang tidak produktif, karena
pengambilan kolang-kaling pada pohon yang produktif mengganggu
kondisi pohon aren, yaitu mengurangi kadar gula nira. Pembuatan
kolang-kaling dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Buah aren dibakar.
Seluruh tandan dibakar hingga kulit buah terbakar, kemudian
kolang kaling dikeluarkan, dicuci dan direndam dalam air
kapur 2-3 hari. Kotoran akan mengendap di dasar wadah,
dan yang terapung yaitu kolang-kaling yang putih bersih dan
mengkilat. Kolang-kaling dicuci hingga air cucian jernih, dan
kolang-kaling siap dikonsumsi/dijual.

GambarGambar
pembuatan pembuatan kolang-kaling
kolang-kaling
i. Buah aren yang akan diolah menjadi kolang kaling,
141
ii. Perebusan buah aren,
iii. Buah aren yang telah direbus,
iv. Pengambilan kolang-kaling dari buah aren yang telah direbus,
141
v. Proses pemipihan kolang-kaling,
vi. Kolang-kaling yang belum diolah, dan
vii. Kolang-kaling yang telah diolah lanjut menjadi produk bernilai ekonomi.
i. Buah aren yang akan diolah menjadi kolang kaling,
ii. Perebusan buah aren,
iii. Buah aren yang telah direbus,
iv. Pengambilan kolang-kaling dari buah aren yang telah
direbus,
v. Proses pemipihan kolang-kaling,
vi. Kolang-kaling yang belum diolah, dan
vii. Kolang-kaling yang telah diolah lanjut menjadi produk
bernilai ekonomi.
b. Buah aren direbus.
Pada tahap ini prosesnya adalah:
1) Tandan buah dimasukkan ke dalam drum berisi air,
kemudian direbus hingga buah menjadi lunak.
2) Drum diangkat dari tungku kemudian air perebus buah
aren dibuang. Tandan aren rebus dikeluarkan dari drum
kemudian buah dibelah secara manual satu per satu.
3) Pengambilan kolang-kaling harus hati-hati agar tidak
ada yang cacat. Kolang-kaling direndam dalam larutan
kapur selama 2-3 hari.
4) Kolang-kaling dicuci dengan air beberapa kali, hingga air
cucian jernih. Kolang kaling siap dijual/dikonsumsi atau
diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai ekonomi lebih
tinggi. Kolang-kaling memiliki kadar air yang sangat
tinggi, dalam 100 gram kolang kaling mengandung
93,36% air, 0,69 g protein, 4 gram karbohidrat, 1 gram
kadar abu dan 0,95 serat kasar.
4. Ijuk
Ijuk dihasilkan dari pohon aren yang telah berumur lebih dari
5 tahun hingga dengan tandan-tandan bunganya keluar. Ijuk
sebenarnya merupakan bagian pelepah daun yang menyelubungi
batang. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil. Demikian
pula, pohon yang mulai berbunga kualitas dan hasil ijuknya tidak
baik.Pengambilan dilakukan dengan memotong pangkal pelepah-
pelapah daun, kemudian ijuk yang bentuknya berupa lempengan
anyaman diambil dari dengan menggunakan parang. Lempengan

142

142
anyaman ijuk yang telah diambil dari pohon, masih mengandung
lidi. Lidi-lidi tersebut dipisahkan dari serat-serat ijuk dengan
menggunakan tangan. Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai
kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir kawat.
Ijuk yang sudah dibersihkan dapat dipergunakan untuk membuat
tali, sapu, atap, serat untuk ekspor, dan lain-lain

KERAJINAN BAMBU
Lampu hias
Salah satu kerajinan tangan dari bambu yakni pembuatan lampu hias,
berikut cara pembuatannya.
Bahan :
 Bambu berdiameter 10 cm
 Kabel secukupnya
 Lampu 5watt
 Cat atau pelitur
 Cat poxy clear
 Semen
Langkah kerja :
 Siapkan bambu yang cukup kering, dengan diameter 10cm,
kemudian potong bambu tersebut dengan panjang ukuran lebih
1,5 meter.
 Untuk menghaluskan permukaan bambunya, amplas seluruh
permukaanya dan tambahkan cat atau plitur agar permukaan
bambu tersebut menjadi halus dan mengkilap, tunggu sampai cat
flitur nya benar-benar kering.
 Selanjutnya, pilih salah satu ruas yang akan dijadikan dudukan
lampu hias, pastikan ruas dudukan tetap utuh sedangkan ruas
lainnya digergaji sebagian.
 Bila ruas atas bambu sudah digergaji, lakukan proses pengamplasan
supaya permukaanya menjadi lebih rapi dan bersih dari serbuk
bambu.
 Tambahkan lubang dibagian tengah bambu untuk kabel.
 Untuk membuat dudukan, gunakan semen dan dicetak
menggunakan ember kecil dengan ketebalan semen antara 7-10
cm.

143

143
 Tambahkan ukiran-ukiran supaya menambah kecantikan lampu
hiasnya, setelah semuanya jadi lakukan pengecatan ulang
menggunakan cat poxy clear agar bambu semakin mengkilap.
 Dan yang terakhir lengkapi dengan kabel dan lampu
 Kerajinan lampu hiasnya pun siap dipasarkan

Vas Bunga
Vas bunga merupakan kerajinan tangan dari berbahan bambu yang unik
dan cantik.

144

144
Alat dan bahan :
 Bambu yang sudah kering
 Piloks
 Gunting
 Kertas gosok
 selotif bening
 Silet

Langkah kerja :
 Siapkan semua alat dan bahan
 Potonglah bambu miring diatasnya
 Gosoklah bambu menggunakan kertas gosok sampai bambu
berwarna cream
 Setelah itu balutlah bambu yang sudah di gosok dengan selotif
bening sampai keseluruhan bambu tertutupi.
 Gambar motif yang diinginkan
 Ukirlah motif yang telah digambar tadi menggunakan silet, sehingga
bagian yang ingin dicat terlepas dari bambu.
 Catlah menggunakan cat filoks sesuai dengan warna yang
diinginkan.
 Diamkan hingga beberapa menit sampai catnya benar-benar kering.
 Lepaslah selotif yang masih tertinggal dibagian bambunya.

Asbak bambu
Alat dan bahan:
• Bambu bekas
• Papan bekas
• Lem serba guna
• Lem kayu
• Amplas
• Plitur/pernis
• Gergaji
• Pisau/cutter
• Gunting

145

145
Langkah-langkah pembuatan:
1. Buatlah kerangka
Iris papan dengan lebar 2,5 cm, lalu potong dengan panjang 12
cm, potong miring tiap-tiap ujungnya, buat 8 potongan supaya
menjadi 2 bentuk kotak. Lalu tempelkan bagian-bagiannya dengan
memakai lem kayu atau lem korea.

2. Iris bambu tipis-tipis


Iris bambu dengan tipis lalu potong dengan panjang 7 cm.
3. Tempelkan potongan-potongan bambu
Tempelkan potongan-potongan bambu tadi pada sekitaran kerangka
sisi dalam dengan memakai lem, demikian juga pada kerangka sisi
luar, hingga seluruhnya kerangka tertutup.
Tutup juga sisi bawah kerangka, hingga lubangnya tertutup, serta
tempelkan juga potongan bambu pada kerangka sisi atas, namun
jangan tutup lubangnya, lalu tempelkan belahan bambu yang agak
tipis di bagian dalam asbak. Sisi paling akhir, tempelkan lis bambu
pada seputar sisi atas serta sisi bawah asbak, lalu tempelkan
potongan bambu untuk menyimpan rokok.
4. Lumuri asbak dengan lem
Sesudah seluruh bagian asbak terpasang, lumuri seluruhnya dengan
lem kayu hingga celah pada bambu yang ditempel tertutup. Tunggu
hingga lem kering lalu amplas seluruhnya sisi asbak hingga halus,
lau plitur.

146

146
4.10. Topik X

Topik : MONITORING, EVALUASI DAN


PELAPORAN PENCEGAHAN KARHUTLA
Tujuan : 1. Peserta memahami pentingnya monev
pencegahan Karhutla
2. Peserta memahami cara sederhana
melakukan monitoring dan evaluasi
3. Peserta terampil membuat laporan dan
publikasi secara sederhana
4. Peserta terampil melakukan sharing
pengalaman
Materi : - Monev pencegahan Karhutla
- Laporan dan publikasi sederhana
Metode : - Diskusi Kelompok
- Penyusunan Rencana Tindak Lanjut
- Feed back & Training Evaluation (respon
atau tanggapan)
Bahan dan Alat : - Kliping majalah atau koran keberhasilan
pencegahan karhutla
- Kertas plano, spidol, lakban
- Contoh-contoh laporan dan publikasi
berbagai media
Waktu : 180 menit
Tempat : Sekretariat KTH
Langkah-langkah : 1. Diskusi
Waktu : 1 jam
Semua peserta duduk diatur membentuk
lingkaran di dalam ruangan kelas.
Pendamping menanyakan kepada
peserta: ‘Apa kesimpulan anda dari
pelatihan ini ?’ Catat seluruh jawaban
peserta pada flipchart dan diskusikan.
Pendamping merangkum hasil diskusi
ini untuk dirangkum sebagai kesimpulan

147

147
pelatihan. Rangkuman hasil pelatihan
merupakan ‘inti’ dari pelatihan tersebut.
Sesi ini ini sangat penting bagi peserta
untuk menunjukkan tingkat pemahaman
mengenai metode dan evaluasi. Semua
peserta diberikan kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya secara
terbuka. (Bahan: Flip chart dan Spidol)
2. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut
Waktu: 1 jam.
Sampaikan kepada setiap peserta untuk
menuliskan rencana tindak lanjut yang
akan lakukan setelah selesai mengikuti
pelatihan ini. Pengaturan tempat duduk
diserahkan sepenuhnya kepada peserta
agar peserta memperoleh keleluasaan
saat menuliskan rencana ini. Fasilitator
mengumpulkan seluruh rencana tindak
lanjut ini untuk didokumentasikan pada
laporan pelatihan. Penyusunan rencana
tindak lanjut adalah penting bagi peserta
untuk mencoba kemungkinan penerapan
pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya selama pelatihan. (Bahan:
Kertas dan alat tulis)
3. Feed back & Training Evaluation
(respon atau tanggapan)
Waktu: 1 jam
Pengaturan tempat duduk diatur
membentuk lingkaran. Setiap peserta
memberikan ‘feed-back’ terhadap
pelatihan. Kemauan peserta untuk
memberikan ‘feed-back’ terhadap
pelatihan adalah penting artinya,

148

148
terutama untuk langkah perbaikan
pelatihan selanjutnya. Kesempatan ini
juga bermanfaat bagi peserta untuk
menyampaikan seluruh ‘unek-uneknya’
selama mengikuti pelatihan. Sampaikan
kepada peserta untuk memberikan
penilaian terhadap pelatihan yang telah
berlangsung. Pertanyaan yang umum
pada evaluasi ini adalah:
a. Bagaimana komentar umum
terhadap pelatihan? Terutama
tentang materi, fasilitator, metoda
pelatihan, dan logistik.
b. Bagian mana yang paling sulit
dimengerti?
c. Bagian mana yang paling menarik?
Hal-hal apa yang menurut anda
bermanfaat bagi pelaksanaan tugas
anda?
d. Saran anda terhadap pelatihan?
Pendamping dapat menggunakan
format Evaluasi Pelatihan yang
sudah disiapkan sebelumnya. Atau
dapat pula menyusun bahan evaluasi
ini bersama-sama dengan peserta.
Pilihan terakhir lebih baik dilakukan
sehingga kita tahu persis hal-hal
apa yang menurut peserta paling
penting untuk dievaluasi. Fasilitator
mengumpulkan seluruh hasil evaluasi
ini, untuk didokumentasikan pada
laporan pelatihan. (Bahan: Kertas
dan alat tulis)

149

149
Bahan Bacaan :
I. Monitoring
Kegiatan monitoring bertujuan untuk memantau suatu kegiatan
penelitian dan pengembangan dalam pencapaian sasaran. Kegiatan
monitoring meliputi mekanisme monitoring, fokus monitoring,
acuan monitoring, jadwal monitoring
Sebelum menguraikan satu persatu tentang kegiatan monitoring,
maka terlebih dahulu akan dijelaskan apa sebetulnya monitoring
dan evaluasi itu?, lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut;
Monitoring adalah pengumpulan dan analisis informasi secara
sistematis untuk melihat kemajuan dari suatu project
• Monitoring bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dari sebuah project atau organisasi.
• Monitoring berdasarkan target dan kegiatan yang telah
direncanakan selama proses pekerjaaan berlangsung.
• Monitoring dapat membantu pekerjaan tercatat dalam jalurnya,
dan managemen mudah mengetahui suatu kesalahan dalam
pekerjaan.
• Monitoring memungkinkan anda untuk menentukan sumber
mana yang tersedia dengan cukup baik dan dapat digunakan,
dan juga kapasitas yang mencukupi dan sesuai, sehingga
anda dapat melakukan apa yang telah anda rencanakan.
Answers WHAT, WHO, WHEN, HOW MUCH

Monitoring mencakup……;
• Menenetukan indikator dari efficiency, effectiveness dan
impact;
• Merencanakan sistem untuk mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan indikator;
• Mengumpulkan dan mencatat informasi;
• Menganalisa informasi;
• Menggunakan informasi untuk menginformasikan day-to-day
managemen
Monitoring adalah suatu fungsi internal dalam suatu projet atau
organisasi

150

150
Siapa yang seharusnya terlibat?
• Setiap orang yang terlibat dalam organisasi atau program
• Petugas administrasi rapat bertanggung jawab mempersiapkan
distribusikan absensi
• Petugas lapangan menulis laporan kunjungan tentang
lapangan
• Petugas pencatatat bertanggung jawab untuk mencatat
semua pengeluaran dan pemasukkan

Mekanisme Monitoring
Pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan berbagai cara,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Untuk monitoring
di tingkat lapangan dapat dilakukan dengan cara diskusi langsung
secara intensif bersama para stakeholder yang terlibat dalam
kegiatan, atau dengan presentasi setiap kegiatan oleh penerima
manfaat pada waktu yang disepakati.
Sedangkan untuk monitoring yang dilakukan oleh Tim pelaksana
program akan dilakukan dengan cara presentasi dan dilanjutkan
dengan kunjungan ke lapangan.

Fokus Monitoring
Dalam pelaksanaannya monitoring di tingkat lokal maupun tingkat
managemen pusat akan di fokuskan pada :
• INPUT : Pendanaan, SDM, Peralatan
• PROSES : Metoda, Waktu Pelaksanaan, Ketepatan pelayanan
pemberdayaan masyarakat, perencanaan kerja.
• OUTPUT : Lapangan usaha, success story, Networking

Acuan Monitoring
Dalam pelaksanaan monitoring mengacu pada :
1. Kegiatan
2. Rencana Kinerja Masa Program
3. Penetapan Kinerja
4. Term of Reference (TOR) / Kerangka Acuan Kerja / Logframe
5. Laporan Kemajuan Kegiatan
6. Hasil monitoring pendamping program
7. Self Assesment

151

151
Waktu Pelaksanaan Monitoring
Pelaksanaan monitoring di tingkat managemen lokal dilakukan
secara intensif setiap minggu, sedangkan untuk tingkat
managemen pusat dilakukan dalam setiap pelaksanaan kegiatan
yang disesuaikan dengan kebutuhan.

II. Evaluasi Kegiatan

Evaluasi
Evaluasi merupakan rangkuman hasil pengukuran capaian kinerja
selama tahun berjalan, yang berkontribusi terhadap capaian
outcome yang ditetapkan dalam Rencana Strategi (Renstra).
Capaian kinerja output dan outcome diukur dengan menggunakan
berbagai indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam Renstra
tersebut. Keseluruhan capaian kinerja merupakan ukuran
keberhasilan managemen program dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya.
Evaluasi kinerja dimaksudkan untuk menelaah apakah capaian
kinerja output serta capaian kinerja outcome kumulatif sesuai
dengan yang direncanakan. Evaluasi capaian kinerja dilakukan
antara lain dengan analisis membandingkan antara apa yang
direncanakan dengan apa yang dihasilkan, disertai dengan tingkat
capaian dalam ukuran kuantitatif yang tertera dalam penetapan
indikator yang terdiri dari indikator input dan indikator output.
Evaluasi adalah perbandingan dari actual project dengan
perencanaan strategi yang telah disepakati
• Evaluasi dapat memperlihatkan penjabaran yang
dilakukan, dan apa yang telah diselesaikan dan bagaimana
menyelesaikannya
• Evaluasi dapat secara formative dapat dilakukan selama
project atau organisasi berlangsung, dengan menitikberatkan
pada peningkatan strategi atau cara dengan mengetahui
fungsi sebuah project atau organisasi.
• Evaluasi dapat juga secara summative penggambaran
pembelajaran dari sebuah project yang lengkap atau
organisasi yang sudah lama tidak berfungsi.
Answers WHAT HAPPENED, WHY, and WAS IT WORTH IT
152

152
Evaluasi mencakup ;
• Memperlihatkan pada program atau acuan organisasi–
apa perbedaan yang ingin dibuat? Apa dampak yang ingin
dihasilkan?
• Memperlihatkan dan mengkaji kemajuan program atau
organisasi yang ingin didapatkan sebagai target/ dampak.
• Memperlihatkan startegi program/ organisasi Sudahkah
memiliki strategi? Seberapa efektif strategi tersebut? Apakah
stategi tersebut berguna? Jika tidak, mengapa tidak?
• Memperlihatkan bagaimana hal tersebut bekerja. Adakah
menggunakan sumber yang efisien? Bagaimana keberlanjutan
kerja program atau organisasi? Bagaimana pelaksanaan untuk
berbagai stakeholder dana cara kerja organisasi mereka
Dalam evaluasi. kita dapat melihat efisiensi, efektifitas dan juga
dampak.
Monitoring dan evaluasi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,
namun bukan berarti sama. Apa perbedaan diantara keduanya?
Mengapa harus melakukan monitoring dan evaluasi?, berikut akan
diuraikan;

Apa yang dimaksud dengan Monitoring dan Evaluasi?


Kata dari “monitoring dan evaluasi” cenderung mengarahkan
bagaimana melaksanakan monitoring dan evaluasi tersebut secara
bersamaan sebagai salah satu kesatuan, kenyataannya bahwa
monitoring dan evaluasi adalah dua hal yang berbeda dalam suatu
kegiatan organisasi, yang berhubungan tetapi tidak sama.

Apakah Perbedaan Umum dari Monitoring dan Evaluasi?


Monitoring dan evaluasi mengacu pada pembelajaran dari apa
yang telah dilakukan dan bagaimana anda melakukannya dengan
berfokus pada:
• Efficiency-memperlihatkan suatu input (misalnya uang,
waktu, satf, peralatan) dari pekerjaan yang sesuai dengan
output
• Effectiveness-pengukuran kemajuan dari suatu program
atau project yang dicapai dari tujuan khusus yang telah
direncanakan.

153

153
• Impact—memperlihatkan bagaimana anda dapat membuat
suatu pembedaan untuk mengatasi kondisi permasalahan
yang telah diusahakan, dengan kata lain, apakah strategi
anda bermanfaat?

Mengapa harus melakukan Monitoring dan Evaluation?


• Membantu untuk mengidentifikasi suatu masalah dan
penyebab;
• Mengarahkan solusi yang mungkin dapat mengatsai suatu
permasalahan;
• Menimbulkan pertanyaan tentang asumsi dan strategi;
• Mendorong anda untuk merefleksikan bagaimana anda
melakukan dan bagaimana anda mencapainya;
• Menyediakan anda dengan informasi dan cara pandang;
• Mendorong anda untuk beraksi dengan informasi dan cara
pandang yang telah didapatkan;
• Meningkatkan kesempatan/kemampuan anda untuk dapat
membuat pengembangan positif dengan cara yang berbeda

Perencanaan Monitoring dan Evaluasi


• Monitoring dan evaluation harus menjadi bagian dari proses
perencanaan anda. Akan sangat sulit untuk kembali dan
merencanakan sistem monitoring dan evaluasi adalah satu
hal yang dapat mulai untuk dilaksanakan
• Anda perlu memulai pertemuan untuk berbagi informasi
tentang kinerja dan hubungannya dengan target pada saat
dimulai Informasi utama pada saat pertemuan haruslah
kondisi kenyataannya, pada saat dilaksanaannya asesmen/
kajian awal

Bagaimana kita mendapatkan informasi?


Menggunakan cara yang simple dan mudah untuk mengumpulkan
informasi. Mengumpulkan hal yang mungkin dapat digunakan
untuk mengumpulkan informasi
154

154
Alat-alat yang biasa digunakan:
• Studi Kasus
• Observasi
• Diary/ catatan harian
• Mencatat and menganalisa peristiwa penting (disebut ‘Analisis
kejadian penting”)
• Pertanyaan berstruktur/ kuesioner
• Interview/ wawancara satu per satu
• Diskusi kelompok
• Survey sample
• Sistem review data statistik yang mendukung

Kriteria penilaian
a. Indikator Input
Indikator input terdiri dari dana, sumber daya manusia dan sarana/
prasarana yang dipergunakan dalam menjalankan kegiatan.
Evaluasi/penilaian atas capaian kinerja input dilakukan dengan
melihat realisasi dana yang terserap, ketersediaan sumber daya
manusia yang terlibat dan ketersediaan sarana/prasarana.
Pada pelaksanaan ini, dengan adanya sumber dana yang memadai,
adanya SDM dengan kualifikasi yag sesuai serta ditunjang dengan
sarana dan prasarana yang tersedia, diharapkan suatu kegiatan
akan dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang diperkirakan.
Oleh karena itu pada evaluasi indikator input ini memiliki bobot
yang cukup besar.

b. Indikator Proses
Indikator Proses ini terdiri dari :
1. Metoda : Kesesuaian penggunaan metode /
proses/langkah kegiatan dalam
mencapai tujuan/sasaran
2. Waktu pelaksanaan : Kesesuaian waktu pelaksanaan dari
rencana
3. Keterpaduan : Keterkaitan dan keterpaduan rencana
kerja dengan pelaksanaan
4. Kalender Harian : Pencatatan setiap rencana kegiatan
(chek list)

155

155
Pada evaluasi indikator proses ini pelaksanaan kegiatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik apabila metode penyampaian
yang digunakan adalah benar, dan memiliki keterpaduan dengan
rencana kerja, sehingga waktu pelaksanaan akan sesuai dengan
jadwal yang direncanakan, serta kegiatan yang dilakukan dan data
yang diperoleh tercatat di dalam Kalender harian.

c. Indikator Ouput
Evaluasi/Penilaian atas capaian kinerja output dilakukan dengan
melihat output dari kegiatan yang tercantum dalam Indikator
Kinerja
Indikator output ini teridiri dari :
• Adanya barang yang digunakan dalam setiap praktek kegiatan
• Terselenggaranya setiap kegiatan yang sudah direncanakan
Laporan keberhasilan oleh setiap pendamping
• Networking : jaringan yang dirintis, misal dengan Pemda,
UMKM, Industri, dan stakeholders lain
Pada evaluasi indikator output tercapai, dengan asumsi bahwa
kegiatan sedang dilaksanakan dengan baik menggunakan metode
kegiatan yang benar, berdasarkan rencana kerja yang tepat, sesuai
dengan jadwal yang direncanakan, dan tercatat di dalam kalender
harian. Sehingga pada tahap ini potensi output dapat terlihat
walaupun belum terealisasi.

Penilaian kegiatan
Penilaian didasarkan atas total hasil penilaian berbobot terhadap kriteria-
kriteria yang dinilai pada setiap kategori. Pembobotan diberikan sesuai
dengan nilai penting kriteria di dalam masing-masing kategori. Besaran
penilaian adalah:
– A = Baik sekali (>= 800)
– B = Baik (700-799)
– C = Cukup (600-699)
– D = Kurang (<= 600)

156

156
a. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Kegiatan Terbaik
Dalam menentukan pelaksanaan kegiatan terbaik didasarkan pada
beberapa aspek yaitu :
1) Aspek “Kegiatan pemberdayaan yang (innovative)”
2) Aspek “manfaat secara berarti bagi peningkatan kesejahteraan”
3) Aspek “Loyalitas dalam mendampingi pelaksanaan program”
4) Aspek ” kesesuaian dengan perencanaan”,

b. Ketentuan Penilaian
Penilaian di atas didasarkan atas total hasil penilaian berbobot
terhadap kriteria-kriteria yang dinilai pada setiap kategori (seperti
terlihat pada tabel di bawah).

Tabel. Kriteria Penelitian Terbaik

Kriteria Kategori Penelitian Bobot Skor


No Nilai
Terbaik (%) (1, 3, 7, 9)
1 Aspek inovatif 15
2 Kehadiran dalam pelaksanaan 15
kegiatan
3 Output yang dihasilkan 20
4 Manfaat bagi masyarakat 10
5 Penerapan di masyarakat 15
7 Kesesuaian dengan perencanaan 10
8 Dampak ekonomis 15

Pembuatan Laporan
Yaitu penyusunan laporan yang dilakukan Tim Monev atas laporan-
laporan dari petugas monitoring, kemudian di evaluasi dengan format
scoring dan disampaikan dalam format bagan presentasi. Jadi laporan
yang disampaikan selain dalam bentuk naratif juga presentasi skoring
kemudian diserahkan kepada managemen proyek ditingkat pusat.

157

157
Laporan pengamatan dapat disajikan dengan mengemukakan sistematika
tertentu. Sistematika penyajian laporan juga disebut bagian-bagian atau
unsur-unsur laporan. Sistematika penyajian laporan sebagai berikut :
a. Judul
b. Nama atau Jenis Kegiatan
c. Latar Belakang
d. Tujuan Pengamatan
e. Waktu dan tempat pengamatan
f. Metode
g. Hasil Pengamatan
h. Kesimpulan

158

158
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kehutanan. 2013. Standar Peralatan Pengendalian Kebakaran


Hutan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2013. Standar Tenaga Pengendalian Kebakaran


Hutan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan


Hutan dan Konservasi Alam Nomor : P.3/IV-SET/2014 tentang
Organisasi Manggala Agni dan Wilayah Kerja Daerah Operasi
Pengendalian Kebakaran Hutan. Direktorat Pengendalian
Kebakaran Hutan. Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 1
Instansi Terkait dan Para Pihak. Direktorat Pengendalian
Kebakaran Hutan. Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-A Program Pencegahan Kebakaran
Berbasis Desa. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan-
Program of Community Development of Fires Control in Peatland
Area, Japan International Coorporation Agency (JICA). Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-B Program Pembekalan Pendamping
dan Persiapan Program. Direktorat Pengendalian Kebakaran
Hutan-Program of Community Development of Fires Control
in Peatland Area, Japan International Coorporation Agency
(JICA). Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-C Rencana Pencegahan Kebakaran
Melalui Tata Kelola Lahan. Direktorat Pengendalian Kebakaran
Hutan-Program of Community Development of Fires Control
in Peatland Area, Japan International Coorporation Agency
(JICA). Jakarta

159

159
Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran
Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-D Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran
Melalui Tata Kelola Lahan. Direktorat Pengendalian Kebakaran
Hutan-Program of Community Development of Fires Control
in Peatland Area, Japan International Coorporation Agency
(JICA). Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-E Rencana Pencegahan Kebakaran
Melalui Pengaktifan Kelompok. Direktorat Pengendalian
Kebakaran Hutan-Program of Community Development of Fires
Control in Peatland Area, Japan International Coorporation
Agency (JICA). Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-G Rencana Dan Pelaksanaan Pencegahan
Kebakaran Tahap Lanjutan. Direktorat Pengendalian Kebakaran
Hutan-Program of Community Development of Fires Control
in Peatland Area, Japan International Coorporation Agency
(JICA). Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2013. Buku Panduan Pencegahan Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Desa di Areal Gambut. Buku 2
Pendamping Desa. Seri-H Monitoring Evaluasi dan Pelaporan
Program Pencegahan Kebakaran Berbasis Desa. Direktorat
Pengendalian Kebakaran Hutan-Program of Community
Development of Fires Control in Peatland Area, Japan
International Coorporation Agency (JICA). Jakarta

Sumantri, 2007. Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan-Sebuah


Pemikiran, Teori, hasil Praktek dan Pengalaman Lapangan.
Kerjasama Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA) dan Japan International Cooperation Agency
(JICA). Jakarta.

World Bank. 2015. Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia.


http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-
fire-and-haze-crisis

160

160

Anda mungkin juga menyukai