Anda di halaman 1dari 65

PEDOMAN PENGEMBANGAN

KEMITRAAN LINGKUNGAN
DALAM PERHUTANAN SOSIAL

Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan


Direktorat Kemitraan Lingkungan
2022
PEDOMAN PENGEMBANGAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DALAM
PERHUTANAN SOSIAL
Diterbitkan oleh
Direkorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitaan Lingkungan
Direktorat Kemitraan Lingkungan
2022

TIM PENYUNSUN:
Pengarah
Bambang Supriyanto

Penanggung Jawab
Jo Kumala Dewi

Penulis:
Dadang Riansyah

Kontributor:
1. Hasnawir
2. Linda Krisnawati
3. Desi Florita Syahril
4. Umirusyanawati
5. Habibi
6. Bona Sapril Sinaga
7. Nurhayati
8. Emi Mardiati
9. Latipah Hendarti

Desain dan Layout


Bintang Hanggono

Ilustrasi
Sang Daulat

Buku Pedoman Pengembangan Kemitraan Lingkungan Dalam Perhutanan Sosial


ini Disusun atas dukungan dan kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia dengan:
KATA PENGANTAR

Perhutanan sosial merupakan salah satu program pemerintah yang


langsung menyentuh masyarakat di tingkat tapak. Program ini diharapkan
mampu menjawab berbagai tantangan permasalahan pengelolaan kawasan
hutan, baik permasalahan tenurial, ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
Program ini memerlukan terobosan kerja lintas sektor dan lintas aktor di
berbagai level. Oleh karena itu semua pihak yang terkait diharapkan dapat
memahami bentuk - bentuk pengelolaan perhutanan sosial, dimana salah
satu bentuk pengelolaannya adalah kerja sama kemitraan lingkungan.

Pendekatan kolaborasi melalui kemitraan lingkungan diharapkan menjadi


ruang dan sarana efektif untuk menggalang dukungan multi pihak dan multi
sektor agar para pihak dapat berkontribusi membangun perhutanan sosial
dari berbagai aspek pengelolaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Untuk
mempermudah para pihak memahami kemitraan lingkungan, maka disusun
Pedoman Pengembangan Kemitraan Lingkungan Dalam Perhutanan Sosial.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan semua pihak yang
berkepentingan dalam melakukan kerja sama kemitraan lingkungan dalam
perhutanan sosial.

Pedoman Pengembangan Kemitraan Lingkungan dalam Perhutanan Sosial


dibangun berdasarkan kebutuhan para pihak yang dilakukan secara
sukarela, sehingga membutuhkan pemahaman yang cukup baik dari para
mitra dan pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial terhadap
substansi dan tahapan kemitraan lingkungan.

Semoga pedoman ini dapat dimanfaatkan seluas-luasnya bagi para pihak


untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dan hutan lestari.

Direktur Jenderal,
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc

i
ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………… i


Surat Keputusan Dirjen PSKL No.: SK.41/PSKL/KELING/PSL.3/12/2022 ………… ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………….. iii
BAB I | PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………… 1
B. Tujuan ………………………………………………………………………………………………….. 2
C. Keluaran ……………………………………………………………………………………………….. 2
D. Pengguna Pedoman ……………………………………………………………………………… 2
E. Peran Gender dan Generasi Muda ……………………………………………………….. 2
F. Daftar Istilah …………………………………………………………………………………………. 3

BAB II | PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN 10


A. Kebijakan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan ………………………. 10
B. Gambaran Umum Skema Perhutanan Sosial ………………………………………… 12

BAB III | PENYELENGGARAAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DI PERHUTANAN


SOSIAL ……………………………………………………………………………………………….. 25
A. Ruang Lingkup Kemitraan Lingkungan …………………………………………………. 25
B. Peran Mitra dalam Kemitraan Lingkungan …………………………………………… 31
C. Syarat Kemitraan Lingkungan ……………………………………………………………….. 36
D. Peran Pendamping atau Fasilitaor dalam Kemitraan Lingkungan ………….. 37
E. Strategi Kolaborasi dan Tahapan Kemitraan Lingkungan ………………………. 38
F. Rambu - rambu dalam Kemitraan Lingkungan ………………………………………. 48
G. Kanal Komunikasi Kemitraan Lingkungan ……………………………………………… 49

BAB IV | PENUTUP ………………………………………………………………………………….. 51


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………. 52

iii
BAB I │ PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial adalah kerja sama yang


melibatkan berbagai pihak secara sukarela baik itu pemerintah, swasta,
masyarakat, maupun lembaga lainnya yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan/atau pemanfaatan sumber daya
alam. Kerja sama kemitraan lingkungan pasca persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial dilakukan oleh Kelompok Perhutanan Sosial (KPS)
baik secara dua pihak maupun multi pihak dengan mengedepankan
prinsip kepedulian, kesetaraan, transparansi, tanggung jawab, saling
percaya dan saling menguntungkan.

Tujuan kemitraan lingkungan dilakukan dalam rangka mendorong


peningkatan peran aktif para pihak dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, secara khusus dalam
Pengelolaan Perhutanan Sosial melalui kegiatan penguatan
kelembagaan, pengelolaan kawasan dan pengembangan usaha
Perhutanan Sosial.

Dalam konteks lokasi kerja sama, kemitraan lingkungan dapat dilakukan


di satu lokasi atau di beberapa lokasi persetujuan pengelolaan
Perhutanan Sosial dengan mengedepankan prinsip keterpaduan areal,
keterpaduan perencanaan dan gotong royong anggaran. Oleh karena
itu, kolaborasi kemitraan lingkungan dapat didorong oleh para pihak
tidak terbatas hanya pada sektor kehutanan dan lingkungan hidup,
melainkan dapat dilakukan lintas sektor dan lintas aktor, baik di pusat,
provinsi maupun di daerah dan bahkan di tingkat tapak.

Kemitraan lingkungan meliputi kerja sama pendampingan semua aspek


pengelolaan pasca persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial seperti
aspek kelembagaan, aspek pengelolaan kawasan, dan aspek
pengelolaan usaha. Selain itu, kerja sama kemitraan lingkungan juga
dapat dilakukan dalam rangka isu tematik tertentu untuk mencapai
kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi dan perbaikan kondisi

1
sosial. Oleh karena itu, pedoman ini disusun untuk membantu para
mitra Perhutanan Sosial memahami kemitraan lingkungan secara utuh
dan memandu dalam setiap tahapan kerja sama yang akan dibangun
oleh para mitra bersama kelompok Perhutanan Sosial.

B. Tujuan
Pedoman pengembangan kemitraan lingkungan dalam Perhutanan
Sosial ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Membantu para pihak memahami kemitraan lingkungan dalam
Perhutanan Sosial dan
2. Memandu para pihak dalam melakukan proses kerja sama
kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial.

C. Keluaran
Dengan adanya pedoman pengembangan kemitraan lingkungan dalam
Perhutanan Sosial ini, diharapkan keluaran sebagai berikut:
1. Para pihak memahami secara utuh substansi dan tahapan
kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial
2. Meningkatnya dukungan dan peran para pihak untuk membantu
Perhutanan Sosial melalui kerja sama kemitraan lingkungan.

D. Pengguna Pedoman
Pengguna utama pedoman ini adalah mitra lingkungan Perhutanan
Sosial, namun pedoman ini juga dapat digunakan oleh pendamping dan
pemegang persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial dalam rangka
mempercepat proses kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial.

E. Peran Gender dan Generasi Muda


Pengelolaan Perhutanan Sosial membutuhkan keterlibatan semua
pihak, termasuk perempuan, generasi muda bahkan anak-anak.
Sebagai langkah teknis penerapan pengarusutamaan gender dalam
pelaksanaan kemitraan lingkungan yang harus diperhatikan adalah
memastikan dalam setiap kegiatan ada pelibatan dalam bentuk aspirasi
dan kehadiran dari perwakilan perempuan dan generasi muda,
termasuk dalam proses pembahasan poin-poin kesepakatan kemitraan
lingkungan dalam Perhutanan Sosial sampai terjadinya kesepakatan.

2
F. Daftar istilah
Berikut daftar istilah yang digunakan dalam buku panduan kemitraan
lingkungan di Perhutanan Sosial:

Tabel 1. Daftar Istilah


No. Istilah Pengertian
1. Perhutanan Sosial : adalah sistem pengelolaan hutan
lestari yang dilaksanakan dalam
kawasan hutan negara atau Hutan
Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan
oleh Masyarakat Setempat atau
Masyarakat Hukum Adat sebagai
pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial
budaya dalam bentuk Hutan Desa,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan
kemitraan kehutanan.
2. Pengelolaan : adalah kegiatan pemanfaatan
Perhutanan Sosial hutan yang dilakukan oleh
kelompok Perhutanan Sosial
melalui Persetujuan Pengelolaan
Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan
kehutanan pada kawasan Hutan
Lindung, kawasan Hutan Produksi
atau kawasan Hutan Konservasi
sesuai dengan fungsinya.
3. Pemerintah Pusat : Yang dimaksud Pemerintah Pusat
dalam buku pedoman ini adalah
penyelenggara pemerintah di
pusat.
4. Direktur Jenderal : adalah pejabat tinggi madya yang
bertanggung jawab di bidang

3
Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan.
5. Pemerintah Daerah : adalah organisasi pemerintah yang
menyelenggarakan urusan
pemerintah di daerah.
6. KPS (Kelompok : adalah kelompok tani hutan
Perhutanan Sosial) dan/atau kelompok Masyarakat
dan/atau koperasi pemegang
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial serta
Masyarakat Hukum Adat termasuk
kelompok tani dan/atau kelompok
masyarakat pengelola Hutan
Rakyat.
7. KUPS (Kelompok : adalah kelompok usaha yang
Usaha Perhutanan dibentuk oleh KPS yang akan
Sosial) dan/atau telah melakukan usaha.
8. Persetujuan : adalah pemberian akses legal
Pengelolaan Pemanfaatan Hutan yang
Perhutanan Sosial dilakukan oleh kelompok
Perhutanan Sosial untuk kegiatan
Pengelolaan Hutan Desa,
Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan, Pengelolaan
Hutan Tanaman Rakyat, kemitraan
kehutanan, dan Hutan Adat pada
kawasan Hutan Lindung, kawasan
Hutan Produksi atau
kawasan Hutan Konservasi sesuai
dengan fungsinya.
9. Hutan Desa (HD) : adalah kawasan hutan yang belum
dibebani izin, yang dikelola oleh
desa dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa.
10. Hutan : adalah kawasan hutan yang
Kemasyarakatan pemanfaatan utamanya ditujukan
(HKm)

4
untuk memberdayakan
masyarakat.
11. Hutan Tanaman : adalah hutan tanaman pada Hutan
Rakyat (HTR) Produksi yang dibangun oleh
kelompok Masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas
Hutan Produksi dengan
menerapkan sistem silvikultur
dalam rangka menjamin
kelestarian sumber daya hutan.
12. Kemitraan : adalah persetujuan kemitraan
Kehutanan (KK) yang diberikan kepada pemegang
perizinan berusaha Pemanfaatan
Hutan atau pemegang persetujuan
penggunaan kawasan hutan
dengan mitra/Masyarakat untuk
memanfaatkan hutan pada
kawasan Hutan Lindung atau
kawasan Hutan Produksi.
13. Hutan Adat (HA) : adalah hutan yang berada di dalam
wilayah Masyarakat Hukum Adat.
14. Kemitraan : adalah kerja sama yang melibatkan
Lingkungan berbagai pihak secara sukarela baik
itu pemerintah, swasta,
Masyarakat, maupun lembaga
lainnya yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan
dan/atau pemanfaatan sumber
daya alam.
15. Role model : adalah model pendampingan yang
Pendampingan menjadi panutan dan inspirasi bagi
Perhutanan Sosial para pihak untuk melakukan hal
dan Kemitraan yang sama atau lebih dalam
Lingkungan melakukan pemanfaatan dan/atau
pengelolaan areal kelola
Perhutanan Sosial dengan tetap
menjaga fungsi ekosistem hutan

5
dan lingkungan hidup secara
berkelanjutan.
16. RKPS (Rencana : adalah dokumen yang memuat
Kelola Perhutanan rencana penguatan, kelembagaan,
Sosial) rencana Pemanfaatan Hutan,
rencana kerja usaha, dan rencana
monitoring dan evaluasi.
17. RKT (Rencana Kerja : adalah penjabaran detail dan tata
Tahunan) waktu pelaksanaan dari dokumen
RKPS untuk setiap tahun.
18. Pokja PPS : adalah kelompok kerja provinsi
(Kelompok Kerja yang membantu kegiatan
Percepatan percepatan akses dan peningkatan
Perhutanan Sosial) kualitas Pengelolaan Perhutanan
Sosial.
19. KPH (Kesatuan : adalah wilayah pengelolaan hutan
Pengelolaan Hutan) sesuai fungsi pokok dan
peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efisien, efektif dan
lestari.
20. BPSKL (Balai : adalah unit pelaksana teknis di
Perhutanan Sosial bidang Perhutanan Sosial dan
dan Kemitraan Kemitraan Lingkungan yang
Lingkungan) berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur
Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan.
21. CSR (Corporate : sebagai komitmen perusahaan
Social untuk berperilaku etis dan
Responsibility) berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, seraya
meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat
lainnya.

6
22. NGO (Non- : adalah organisasi non
Governmental pemerintah yang didirikan oleh
Organization) perorangan ataupun sekelompok
orang yang secara sukarela yang
memberikan pelayanan
kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatannya.
23. Pendamping : adalah pihak yang memiliki
kompetensi dalam melakukan
Pendampingan terhadap
Masyarakat pemegang
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial, secara
perorangan dan/atau kelompok
dan/atau lembaga.
24. Pendampingan : adalah kegiatan yang dilakukan
kepada masyarakat atau kelompok
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial untuk
pengelolaan hutan lestari dan
peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
25. AD/ART (Anggaran : adalah pedoman yang memuat
Dasar dan peraturan bagi anggota organisasi
Anggaran Rumah dalam menjalankan kegiatan
Tangga) organisasi. Anggota organisasi
akan terikat dalam organisasi
dengan AD/ART.
26. Gender : adalah perbedaan-perbedaan sifat,
peranan, fungsi, dan status antara
perempuan dan laki-laki yang
bukan berdasarkan pada
perbedaan biologis, tetapi
berdasarkan relasi sosial budaya
yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakat yang lebih luas.

7
Gender merupakan konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah
sesuai perkembangan zaman.
27. Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk
Hutan Bukan Kayu memanfaatkan dan
(HHBK) mengusahakan hasil hutan berupa
bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi
fungsi pokoknya.
28. Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk
Hutan Kayu (HHK) memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa
kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi
fungsi pokoknya.
29. Pemanfaatan : adalah kegiatan untuk
Kawasan Hutan memanfaatkan ruang tumbuh
(PKH) sehingga diperoleh manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan
manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi
utamanya.
30. Pemanfaatan Jasa : adalah kegiatan untuk
Lingkungan (Jasling) memanfaatkan dan mengusahakan
potensi jasa lingkungan dengan
tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya.
31. Pengembangan : adalah pembangunan antar desa
Kawasan Perdesaan yang dilaksanakan dalam upaya
(PKP) mempercepat dan meningkatkan
kualitas pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat desa
melalui pendekatan partisipatif
yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.

8
32. Percepatan : adalah upaya kolaborasi para pihak
Pengelolaan dalam mempercepat tercapainya
Perhutanan Sosial target Pengelolaan Perhutanan
Sosial yang meliputi distribusi
akses, pendampingan, dan
pengembangan usaha yang
dilaksanakan secara holistik,
integratif, tematik, dan spasial
(HITS).
33. HITS (Holistik : adalah sebuah pendekatan
Integratif Tematik sinkronisasi perencanaan dan
Spasial) penganggaran untuk meningkatkan
keterpaduan perencanaan dan
anggaran yang lebih berkualitas dan
efektif dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan nasional.
34. Perencanaan : adalah perencanaan yang disusun
Terpadu dalam rangka mendukung
percepatan Perhutanan Sosial
secara terintegrasi dan
komprehensif antar
kementerian/lembaga, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan pihak terkait.
35. Wilayah Terpadu : adalah pengembangan wilayah
Berbasis terpadu berbasis Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial untuk mendorong peningkatan
atau Integrated skala ekonomi dan nilai tambah
Area Development untuk menjadi sentra komoditas
(IAD) dengan kearifan lokal yang
dilakukan secara terintegrasi dan
kolaborasi antara para pihak di
dalam dan/atau di luar kawasan
hutan.

9
BAB II │PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN
LINGKUNGAN

A. Kebijakan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

Perhutanan Sosial merupakan bagian dari kebijakan pemerataan


ekonomi melalui reforma agraria yang ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan atau
pemanfaatan kawasan hutan dengan penetapan target akses kelola
seluas 12,7 juta hektare (Ha). Pengelolaan hutan oleh masyarakat
sudah dilakukan sejak lama dan turun-temurun baik pengelolaan secara
perseorangan, komunal, maupun berbasis kampung atau desa.
Pengakuan dan pemberian akses kelola hutan kepada masyarakat oleh
pemerintah memerlukan waktu yang cukup lama. Akses kelola mulai
diberikan sejak tahun 1998 melalui skema Hutan Kemasyarakatan
(HKm) (Permen Kehutanan dan Perkebunan (Kepmen Kehutanan dan
Perkebunan No.677/kpts-II/1998), kemudian pada tahun 2007 skema
akses kelola diperluas melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) (
Permen Kehutanan No. P.23/Menhut-II/2007) dan pada tahun 2008
akses kelola diperluas lagi dengan skema Hutan Desa (HD) (Permen
Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008).

Pada tahun 2016 pemerintah melakukan penyederhanaan regulasi


akses kelola hutan melalui Perhutanan Sosial (Permen LHK No.
P.83/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/10/2016) dengan lima skema yaitu
Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman
Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan (Kulin-KK) dan Hutan Adat (HA).
Penyederhanaan regulasi ini cukup efektif memberikan akses kelola
kepada masyarakat, dari 12,7 juta hektar yang ditargetkan oleh
pemerintah, saat ini telah diberikan akses kelola kepada masyarakat
seluas 5.030.736,10 ha dengan jumlah kepala keluarga penerima
manfaat sebanyak 1.113.234 kepala keluarga dan jumlah SK yang telah
diterbitkan sebanyak 7.650 unit (https://gokups.menlhk.go.id) Jumlah
capaian ini tentunya dengan seiring waktu akan terus bertambah
karena tingkat pengelolaan program Perhutanan Sosial yang
10
terkoordinasikan semakin baik, untuk mengetahui update capaian
Perhutanan Sosial secara rutin dapat diakses melalui link berikut
https://gokups.menlhk.go.id atau scan QR Code berikut:

Pasca terbitnya Undang – Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta


Kerja, pemerintah melakukan penyederhanaan regulasi tingkat lanjut
agar pengelolaan Perhutanan Sosial baik pra maupun pasca
persetujuan semakin terintegrasi dalam satu regulasi melalui Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021
Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, regulasi terkait dapat diunduh
pada link https://bit.ly/permenLHK92021PengelolaanPS atau scan QR
Code berikut:

Dilihat dari sisi pemanfaatan, pengelolaan Perhutanan Sosial dapat


mengembangkan usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Hasil Hutan
Kayu (HHK), pemanfaatan kawasan dan Jasa lingkungan (Jasling)
berdasarkan kearifan lokal atau adat istiadat setempat. Oleh sebab itu,
Perhutanan Sosial memiliki tiga aspek dan kriteria keberhasilan yaitu
lingkungan/ekologis, sosial, dan ekonomi (Direktorat Kemitraan
Lingkungan, 2021). Berdasarkan aspek dan kriteria tersebut,
pengelolaan Perhutanan Sosial wajib dilakukan secara proporsional
agar berdampak positif terhadap lingkungan, bermanfaat secara
ekonomi, dan ramah sosial. Untuk mencapai tiga aspek dan kriteria
keberhasilan Perhutanan Sosial, telah ditetapkan role model
pendampingan pasca persetujuan Perhutanan Sosial, yaitu
pendampingan kelola kelembagaan, pendampingan kelola kawasan,
dan pendampingan pengelolaan usaha Perhutanan Sosial (Direktorat
Kemitraan Lingkungan, 2021). Untuk mengetahui lebih jauh tentang
role model pendampingan, kita dapat mempelajarinya melalui panduan
role model pendampingan Perhutanan Sosial yang dapat diunduh pada
11
link berikut https://bit.ly/panduan_role_model_PS atau scan QR Code
berikut:

Implementasi kemitraan lingkungan di Perhutanan Sosial seyogyanya


telah ada dan berjalan sejak regulasi Perhutanan Sosial ditetapkan,
misalnya kerja sama terkait dengan pendampingan aspek pengelolaan
pasca persetujuan (seperti aspek kelembagaan, kawasan dan usaha),
kerja sama dalam rangka perbaikan ekosistem atau lingkungan, kerja
sama dalam rangka CSR, kerja sama dalam rangka penelitian sumber
daya kawasan, dan lain sebagainya. Namun, sebelum Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 tahun 2021 tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial ditetapkan, kemitraan lingkungan
belum diatur secara spesifik di dalam peraturan Perhutanan Sosial
sehingga penyelenggaraannya belum terkoordinir secara baik, oleh
karena itu dengan adanya ruang pengaturan yang fleksibel dan
didukung dengan panduan kerja sama yang operasional menjadikan
kemitraan lingkungan sebagai salah satu instrumen efektif
pembangunan Perhutanan Sosial.

B. Gambaran Umum Skema Perhutanan Sosial

Persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial memiliki karakteristik di


masing – masing skemanya. Gambaran umum masing – masing skema
persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dipahami melalui
penjelasan pada Tabel berikut:

12
Tabel 2. Profil Skema Hutan Desa (HD)
Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan desa dikelola oleh Lembaga Desa atau
Desa Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Lembaga
Desa/LPHD secara umum disebut sebagai
Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Legalitas Lembaga desa atau LPHD diatur melalui peraturan
Kelembagaan desa (Perdes) dan kepengurusannya disahkan
melalui Surat Keputusan (SK) Kelapa Desa. Jika
diperlukan LPHD dapat meningkatkan status
kelembagaan melalui akta notaris.
Jangka Waktu Persetujuan pengelolaan hutan desa diberikan
Persetujuan selama 35 tahun, dapat diperpanjang satu kali.
Struktur Terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan seksi
Kepengurusan – seksi yang terdiri dari Seksi Penguatan
LPHD Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, seksi
pemanfaatan hutan dan pengembangan usaha,
seksi perlindungan dan pengawasan.
Penerima Dalam skema hutan desa ada pemanfaat langsung
Manfaat dan ada pemanfaat tidak langsung. Pemanfaat
langsung adalah penggarap atau pengelola pada
areal kerja hutan desa, sedangkan pemanfaat
tidak langsung adalah masyarakat desa setempat
yang bukan penggarap atau pengelola, namun
secara tidak langsung mendapatkan manfaat dari
pengelolan hutan desa.
Areal Hutan Desa Areal Hutan desa diberikan persetujuan
pengelolaannya di kawasan Hutan Lindung (HL)
dan Hutan Produksi (HP) yang berada di dalam
wilayah administrasi desa setempat.
Perencanaan Pengelolaan hutan desa direncanakan melalui
Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) untuk
jangka waktu 10 tahun, kemudian diturunkan
dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka
waktu satu tahun.

13
Pembagian Ruang atau zonasi di hutan desa dibagi menjadi
Ruang/Zonasi dua yaitu ruang/zona lindung dan ruang/zona
pemanfaatan.
Pemanfaatan Hutan desa dapat melakukan pemanfaatan sesuai
dengan potensinya masing – masing yang meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK dan Jasa
Lingkungan.
Tugas Lembaga a) menguatkan kelembagaan LPHD
Pengelola Hutan b) menyusun RKPS dan RKT
Desa c) melakukan penandaan batas areal kerja Hutan
Desa
d) melakukan pengembangan usaha
e) melakukan pengembangan kelembagaan
usaha hutan desa (membentuk Kelompok
Usaha Perhutanan Sosial (KUPS))
f) melakukan perlindungan dan pengamanan
areal kerja hutan desa
g) membuat pengaturan pembagian hasil dan
manfaat dari pengelolaan hutan desa secara
musyawarah mufakat.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara Lembaga Desa sebagai
Kerja LPHD pengelola hutan desa dengan Kepala Desa
bersifat kemitraan, konsultatif, dan koordinatif.
b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara Lembaga
Desa sebagai pengelola hutan desa dengan
Kepala Desa ditetapkan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi.
c) Lembaga Desa pengelola hutan desa
bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap Masyarakat Desa.
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan
Lembaga Pengelola Hutan Desa bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja desa (APB
Desa), Swadaya Masyarakat dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.

14
Kerja Sama Lembaga Desa atau LPHD dan KUPS dapat
melakukan kerja sama usaha dan kemitraan
lingkungan.
Pengelolaan Pengelolaan usaha Perhutanan Sosial hutan desa
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan Desa
Pembagian diatur melalui Anggaran Dasar dan Anggaran
Manfaat Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati melalui
musyawarah desa dan wajib berkontribusi
terhadap penghasilan asli desa (PADes)

Tabel 3. Profil Skema Hutan Kemasyarakatan (HKm)


Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dapat dikelola oleh
Kemasyarakatan perseorangan yang tergabung dalam kelompok
(HKm) masyarakat, kelompok tani/kelompok tani hutan,
gabungan kelompok tani/gabungan kelompok
tani hutan, dan koperasi. Pengelola HKm secara
umum disebut sebagai Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Legalitas Kelompok masyarakat, kelompok tani/kelompok
Kelembagaan tani hutan, gabungan kelompok tani/gabungan
kelompok tani hutan, dan koperasi
kepengurusannya disahkan melalui Surat
Keputusan (SK) Kelapa Desa/Lurah. Jika
diperlukan, kelompok Perhutanan Sosial HKm
dapat meningkatkan status kelembagaan melalui
akta notaris.
Jangka Waktu Persetujuan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Persetujuan (HKm) diberikan selama 35 tahun, dapat
diperpanjang satu kali.
Struktur Struktur kepengurusan Kelompok HKm disepakati
Kepengurusan oleh internal pemegang persetujuan Pengelolaan
HKm HKm sesuai dengan kebutuhan.

15
Keanggotaan a) Masyarakat setempat yang memiliki
HKm ketergantungan hidup pada kawasan hutan.
b) Profesional kehutanan atau perseorangan
yang memperoleh pendidikan kehutanan,
atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman
di bidang kehutanan atau pernah sebagai
pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
c) Masyarakat luar desa setempat yang sudah
mengelola areal secara turun temurun atau 5
(lima) tahun terakhir berturut-turut.
Areal Hutan Areal Hutan kemasyarakatan diberikan
Kemasyarakatan persetujuan pengelolaannya di kawasan Hutan
(HKm) Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP), bisa di satu
desa atau lintas desa.
Perencanaan Pengelolaan hutan kemasyarakatan direncanakan
melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS)
untuk jangka waktu 10 tahun, kemudian
diturunkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT)
untuk jangka waktu satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi di hutan kemasyarakatan dibagi
Ruang/Zonasi menjadi dua yaitu ruang/zona lindung dan
ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan Hutan kemasyarakatan dapat melakukan
pemanfaatan sesuai dengan potensinya masing –
masing yang meliputi pemanfaatan Kawasan,
HHK, HHBK, dan Jasa Lingkungan.
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Hutan penguatan kapasitas anggota, termasuk
Kemasyarakatan membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi,
pemanfaatan dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,

16
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola HKm
Kerja Pengelola dengan Kepala Desa bersifat kemitraan,
HKm dengan konsultatif, dan koordinatif.
Pemerintahan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara
Desa pengelola HKm dengan Kepala Desa
ditetapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi.
c) Pengelola HKm bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap anggota.
d) Tata kerja HKm diatur di dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan HKm
bersumber dari pengurus dan anggota, dapat juga
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
desa (APB Desa) dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola HKm (KPS-KUPS) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial HKm
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan
Pembagian Kemasyarakatan diatur melalui Anggaran Dasar
Manfaat dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang
disepakati melalui musyawarah pengurus,
pengawas, dan anggota. Hasil dari pengelolaan
HKm juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.

17
Tabel 4. Profil Skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dapat dikelola oleh
Tanaman Rakyat kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani
(HTR) hutan, koperasi tani hutan, dan profesional
kehutanan. Pengelola HTR secara umum disebut
sebagai Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Legalitas kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani
Kelembagaan hutan, koperasi tani hutan, dan profesional
kehutanan kepengurusannya disahkan melalui
Surat Keputusan (SK) Kelapa Desa/lurah. Jika
diperlukan kelompok Perhutanan Sosial HTR dapat
meningkatkan status kelembagaan melalui akta
notaris.
Jangka Waktu Persetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat
Persetujuan (HTR) diberikan selama 35 tahun, dapat
diperpanjang satu kali.
Struktur Struktur kepengurusan kelompok HTR disepakati
Kepengurusan oleh internal pemegang persetujuan Pengelolaan
HTR HTR sesuai dengan kebutuhan.
Keanggotaan a) Masyarakat setempat yang memiliki
HTR ketergantungan hidup pada kawasan hutan.
b) Profesional kehutanan atau Perseorangan
yang memperoleh pendidikan kehutanan,
atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman
di bidang kehutanan atau pernah sebagai
Pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
c) Masyarakat luar desa setempat yang sudah
mengelola areal secara turun temurun atau 5
(lima) tahun terakhir berturut-turut.
Areal Hutan Areal Hutan kemasyarakatan diberikan
Tanaman Rakyat persetujuan pengelolaannya di kawasan Hutan
(HTR) Produksi (HP), bisa di satu desa atau lintas desa.
Perencanaan Pengelolaan HTR direncanakan melalui Rencana
Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) untuk jangka
waktu 10 tahun, kemudian diturunkan dalam

18
Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka waktu
satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi HTR dibagi menjadi dua yaitu
Ruang/Zonasi ruang/zona lindung dan ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan HTR dapat melakukan pemanfaatan sesuai dengan
potensinya masing – masing yang meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK, dan Jasa
Lingkungan.
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Hutan Tanaman penguatan kapasitas anggota, termasuk
Rakyat (HTR) membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi, pemanfaatan
dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola HTR dengan
Kerja Pengelola Kepala Desa bersifat kemitraan, konsultatif,
HTR dengan dan koordinatif.
Pemerintahan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara
Desa pengelola HTR dengan Kepala Desa ditetapkan
prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
c) Pengelola HTR bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap anggota.
d) Tata kerja HTR diatur di dalam anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan HTR
bersumber dari pengurus dan anggota, dapat juga
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja

19
desa (APB Desa) dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola HTR (KPS-KUPS) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial HTR
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan
Pembagian Tanaman Rakyat diatur melalui Anggaran Dasar
Manfaat dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang
disepakati melalui musyawarah pengurus,
pengawas, dan anggota. Hasil dari pengelolaan
HTR juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.

Tabel 5. Profil Skema Kemitraan Kehutanan (KK)


Ruang Penjelasan
Lingkup
Pengelola Kemitraan Kehutanan dapat dikelola oleh
Kemitraan kelompok tani hutan dan gabungan kelompok tani
Kehutanan hutan. Pengelola Kemitraan Kehutanan secara
umum disebut sebagai Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Legalitas Kelompok tani hutan dan gabungan kelompok tani
Kelembagaan hutan kepengurusannya disahkan melalui Surat
Keputusan (SK) Kelapa Desa/lurah. Jika diperlukan,
kelompok Perhutanan Sosial kemitraan kehutanan
dapat meningkatkan status kelembagaan melalui
akta notaris.
Jangka Waktu Persetujuan Pengelolaan Kemitraan Kehutanan
Persetujuan diberikan sesuai dengan masa berlakunya
perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan dan masa
berlakunya persetujuan penggunaan kawasan
hutan.

20
Struktur Struktur kepengurusan kelompok kemitraan
Kepengurusan kehutanan disepakati oleh internal pemegang
persetujuan Pengelolaan kemitraan kehutanan
sesuai dengan kebutuhan.
Keanggotaan a) Penduduk yang tinggal di desa sekitar areal
Kemitraan perizinan berusaha, penggunaan kawasan
Kehutanan hutan atau kawasan Hutan Konservasi.
b) Masyarakat yang sudah mengelola areal secara
turun temurun atau 5 (lima) tahun terakhir
berturut-turut.
c) Profesional kehutanan atau Perseorangan
yang telah memperoleh pendidikan kehutanan
atau bidang ilmu lainnya yang pernah sebagai
Pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
Areal Hutan a) Kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan
Kemitraan Lindung yang telah dibebani perizinan
Kehutanan berusaha Pemanfaatan Hutan.
b) Kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan
Lindung yang telah dibebani persetujuan
penggunaan kawasan hutan.
c) Kawasan Hutan Konservasi.
Perencanaan Pengelolaan kemitraan kehutanan direncanakan
melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS)
jangka waktu 10 tahun atau menyesuaikan jangka
waktu berlakunya perizinan berusaha
Pemanfaatan Hutan dan masa berlakunya
persetujuan penggunaan kawasan hutan,
kemudian diturunkan dalam Rencana Kerja
Tahunan (RKT) untuk jangka waktu satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi kemitraan kehutanan dibagi
Ruang/Zonasi menjadi dua yaitu ruang/zona lindung dan
ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan Kemitraan Kehutanan dapat melakukan
pemanfaatan sesuai dengan potensinya masing –
masing yang meliputi pemanfaatan Kawasan, HHK,
HHBK, dan Jasa Lingkungan.

21
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Kemitraan penguatan kapasitas anggota, termasuk
Kehutanan membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi, pemanfaatan
dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola Kemitraan
Kerja Pengelola Kehutanan dengan Kepala Desa bersifat
Kemitraan kemitraan, konsultatif, dan koordinatif.
Kehutanan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara pengelola
dengan Kemitraan Kehutanan dengan Kepala Desa
Pemerintahan ditetapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan
Desa sinkronisasi.
c) Pengelola Kemitraan Kehutanan bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap
anggota.
d) Tata kerja Kelompok Kemitraan Kehutanan
diatur di dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan
kemitraan kehutanan bersumber dari pengurus
dan anggota, mitra kerja sama, juga bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja desa (APB
Desa) dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
Kerja Sama Pengelola kemitraan kehutanan (KPS-KUPS) dapat
melakukan kerja sama usaha dan kemitraan
lingkungan.

22
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial kemitraan
Usaha kehutanan dilakukan oleh Kelompok Usaha
Perhutanan Sosial (KUPS) yang dibentuk oleh
Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Kemitraan
Pembagian Kehutanan diatur melalui Anggaran Dasar dan
Manfaat Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati
melalui musyawarah pengurus, pengawas, dan
anggota. Hasil dari pengelolaan Kemitraan
Kehutanan juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.

Tabel 6. Profil Skema Hutan Adat (HA)


Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan Adat dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat
Adat (MHA). Pengelola Hutan Adat secara umum
disebut sebagai Kelompok Perhutanan Sosial
(KPS).
Kelembagaan a) Ditetapkan dengan peraturan daerah, jika MHA
MHA berada dalam kawasan hutan negara.
b) Ditetapkan dengan peraturan daerah atau
keputusan gubernur dan/atau bupati/wali kota
sesuai dengan kewenangannya, jika MHA
berada di luar kawasan hutan negara.
Penetapan Wilayah Adat yang telah ditetapkan dalam
Keputusan Penetapan Status Hutan Adat
dikeluarkan dari hutan negara. Wilayah Adat yang
telah dikeluarkan dari hutan negara dengan kriteria
berhutan ditetapkan statusnya sebagai Hutan Adat.
Struktur MHA Struktur MHA disusun berdasarkan ketentuan
hukum adat setempat.
Keanggotaan Keanggotaan MHA berasal dari komunitas adat
MHA yang berada di dalam wilayah adatnya.
Areal Hutan Berasal dari kawasan hutan negara (Hutan
Adat Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi) dan
bukan hutan negara (APL).

23
Perencanaan Pengelolaan Hutan Adat direncanakan melalui
Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) jangka
waktu 10 tahun, kemudian diturunkan dalam
Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka waktu
satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi hutan adat diatur oleh MHA
Ruang/Zonasi sesuai dengan ketentuan pengelolaan tradisional
yang sudah berjalan.
Pemanfaatan MHA dapat melakukan pemanfaatan sesuai
dengan kearifan lokal dan sesuai dengan
potensinya masing – masing, meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK, dan Jasa
Lingkungan.
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan hutan
adat bersumber dari MHA, mitra kerja sama, juga
bersumber dari Pemerintah dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola Hutan (MHA) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial Hutan Adat
Usaha dilakukan oleh MHA atau unit usaha yang
dibentuk (KUPS) sesuai dengan ketentuan hukum
adatnya.
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan Adat
Pembagian diatur melalui hukum adat setempat.
Manfaat

24
BAB III │PENYELENGGARAAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
DI PERHUTANAN SOSIAL

A. Ruang Lingkup Kemitraan Lingkungan

Kerja sama kemitraan lingkungan dapat dilakukan sesuai dengan ruang


lingkup yang telah diatur dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan
Sosial sebagai berikut:

Gambar 1. Ruang Lingkup Kemitraan Lingkungan

a. Kemitraan lingkungan dalam rangka mendukung aspek


pengelolaan pasca persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial.

Kerja sama kemitraan lingkungan ini dimaksudkan untuk


mendukung semua aspek pengelolaan pasca persetujuan dalam
bentuk pendampingan penguatan kelembagaan, pengelolaan
kawasan, dan pengembangan usaha Perhutanan Sosial. Berikut

25
kegiatan-kegiatan yang dapat didukung melalui semua aspek
pengelolaan pasca persetujuan Perhutanan Sosial:

Tabel 7. Kegiatan Pengelolaan Pasca Persetujuan Pengelolaan


Perhutanan Sosial

PENGUATAN KAPASITAS PENGUATAN KELOLA PENGUATAN KELOLA


ANGGOTA, KELEMBAGAAN KAWASAN USAHA
DAN PENYADARTAHUAN
SUMBER DAYA MANUSIA
a. Penyusunan Rencana a. Penandaan batas a. Penyusunan
Kelola Perhutanan areal persetujuan model usaha
Sosial (RKPS) dan pengelolaan KUPS, baik model
Rencana Kerja Tahunan perhutanan sosial, usaha berbasis
(RKT) termasuk produk maupun
membantu usaha berbasis
penyelesaian jasa
konflik tenurial
dan konflik
pemanfaatan
sumber daya alam
b. Penyusunan Anggaran b. Pendataan potensi b. Penyusunan bisnis
Dasar dan Anggaran keanekaragaman plan atau rencana
Rumah Tangga hayati, identifikasi usaha
(AD/ART) KPS-KUPS potensi dampak
lingkungan dan
potensi
pengembangan
usaha
c. Penyusunan standar c. Penyusunan dan c. Kerja sama usaha,
administrasi, keuangan penandaan ruang baik kerja sama
dan pengelolaan aset atau zonasi produksi,
pengolahan,
sertifikasi maupun
pemasaran

26
d. Pembentukan d. Pengelolaan d. Akses permodalan
Kelompok Usaha pengetahuan usaha, dari proses
Perhutanan Sosial dalam kegiatan hulu sampai hilir
(KUPS) pengelolaan
kawasan
e. Peningkatan kelas KUPS e. Pemanfaatan e. Akses pasar dan
berdasarkan kawasan, HHBK, pemasaran, baik
pengembangan HHK dan Jasling pemasaran secara
usahanya konvensional
maupun
pemasaran secara
modern atau
digital
f. Pengelolaan f. Pengamanan dan f. Peningkatan
pengetahuan dalam perlindungan kualitas produk
kegiatan kelola kawasan maupun jasa,
kelembagaan termasuk fasilitasi
untuk
mendapatkan
perizinan
pendukung,
sertifikasi produk
dan jasa
g. Identifikasi potensi g. Konservasi sumber g. Pembangunan
dampak sosial daya sarana produksi
keanekaragaman maupun sarana
hayati termasuk jasa
kegiatan
pemulihan
lingkungan atau
restorasi
ekosistem
h. Pelatihan, diskusi h. Penelitian dan h. Dukungan
tematik, studi banding, Pemantauan teknologi dan
sekolah lapang dll reguler kualitas inovasi
untuk mendukung lingkungan,
pengelolaan termasuk
kelembagaan, kawasan pemantauan
dan usaha. cadangan karbon

27
b. Kemitraan lingkungan dalam rangka penelitian sumber daya
hutan dan lingkungan.

Kerja sama kemitraan lingkungan ini dimaksudkan untuk


mendorong kegiatan-kegiatan riset atau penelitian sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan dan pengembangan usaha KPS-KUPS, tidak
terbatas penelitian sumber daya hutan dan lingkungan namun riset
sosial budaya yang dapat mendukung pengelolaan Perhutanan
Sosial juga dapat dikerja samakan melalui kemitraan lingkungan.
Contohnya, penelitian sumber daya genetik tumbuhan obat-obatan
tradisional berdasarkan kearifan lokal setempat, di mana hasil
penelitian atau riset dapat digunakan untuk pengembangan usaha
bioprospeksi sumber daya genetik. Hasil dari pengembangan usaha
bioprospeksi tersebut KPS-KUPS mendapatkan manfaat secara adil
atas sumber daya genetik dari lokasi Perhutanan Sosial.

c. Kemitraan lingkungan dalam rangka pengelolaan pencemaran


lingkungan dan sampah untuk pengembangan ekonomi
berkelanjutan (circular economy).

Kerja sama kemitraan lingkungan ini dimaksudkan untuk


mendukung pengelolaan pencemaran dan sampah yang
diakibatkan dari kegiatan – kegiatan Perhutanan Sosial maupun
kegiatan dari luar areal Perhutanan Sosial yang berdampak
langsung ke lokasi-lokasi Perhutanan Sosial. Dengan adanya kerja
sama ini, diharapkan selain berdampak positif terhadap lingkungan
juga berdampak baik terhadap peningkatan ekonomi masyarakat
pemegang persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial.

Contoh kerja sama kemitraan lingkungan pengelolaan sampah,


misalnya dengan membangun mekanisme daur ulang sampah
menjadi produk yang bermanfaat, misalnya dari sampah organik
diolah menjadi produk kompos blok yang dapat digunakan kembali
untuk kegiatan penanaman atau rehabilitasi hutan di lokasi
Perhutanan Sosial, atau bahkan kompos blok dapat dijual kepada
pihak lain yang membutuhkan.

28
d. Kemitraan lingkungan dalam rangka pengembangan imbal jasa
lingkungan.

Kerja sama kemitraan lingkungan ini dimaksudkan untuk


mengembangkan imbal jasa lingkungan di lokasi Perhutanan Sosial
atau imbal jasa dengan pihak lain yang mendapatkan manfaat
lingkungan dari lokasi Perhutanan Sosial. Imbal jasa lingkungan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
▪ Pemanfaatan jasa aliran air,
▪ Pemanfaatan air,
▪ Wisata alam,
▪ Perlindungan keanekaragaman hayati,
▪ Pemulihan lingkungan,
▪ Penyerapan dan penyimpanan karbon.

Contoh kemitraan lingkungan pemanfaatan jasa aliran air misalnya


untuk pengembangan energi terbarukan seperti pembangkit listrik
tenaga mikro hydro untuk mencukupi kebutuhan energi listrik di
desa-desa Perhutanan Sosial. Dalam kontesk pemanfaatan air,
misalnya kerja sama pemanfaatan air bersih untuk konsumsi
masyarakat, baik untuk kebutuhan lokal maupun untuk dijual
secara masal. Dalam konteks wisata alam kerja sama, dapat
dibangun dalam rangka pengembangan pariwisata alam terbatas
maupun pariwisata alam masal. Wisata alam terbatas, misalnya
wisata pengamatan spesies tertentu yang sudah diketagorikan
langka, sehingga jumlah wisatawan dan destinasinya dibatasi.
Sebagai contoh wisata pengamatan Orangutan liar di Punggualas
Taman Nasional Sebangau. Wisata alam masal yaitu wisata yang
diperuntukan untuk semua kalangan masyarakat, tidak dibatasi
jumlah pengunjung dan aktraksi - atraksi wisatanya.

Untuk perlindungan keanekaragaman hayati kerja sama kemitraan


lingkungan dapat dibangun dalam rangka perlindungan
keanekaragaman hayati dari berbagai ancaman kerusakan dan
perburuan, atau perlindungan sumber daya genetik yang berada di
lokasi Perhutanan Sosial. Sebagai contoh, di Hutan Desa Tampelas,
Kalimantan Tengah bekerja sama dengan para pihak terkait dalam

29
rangka pengamanan dan perlindungan ekosistem hutan rawa
gambut dari ancaman kebakaran hutan serta perlindungan
Orangutan dan Bekantan dari ancaman perburuan.

Sedangkan untuk pemulihan lingkungan, kerja sama kemitraan


lingkungan dapat dibangun dalam rangka pemulihan atau restorasi
ekosistem misalnya restorasi ekosistem gambut, restorasi
ekosistem mangrove, jangka benah kebun rakyat (kelapa sawit),
reklamasi bekas pertambangan rakyat, pemulihan yang diakibatkan
oleh pencemaran lingkungan atau bentuk pemulihan lainnya sesuai
dengan kebutuhan di lokasi Perhutanan Sosial, di mana dampak
dari kegiatan pemulihan tersebut tidak hanya berdampak positif
terhadap lingkungan akan tetapi juga berdampak kepada
masyarakat setempat, baik manfaat langsung secara ekonomi
maupun manfaat tidak langsung dalam bentuk jasa lingkungan.

Dalam konteks kerja sama kemitraan lingkungan untuk


penyimpanan dan penyerapan karbon, kerja sama dapat dilakukan
dalam rangka kompensasi atas penyimpanan dan perlindungan
stok karbon. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dalam
rangka usaha peningkatan cadangan karbon di lokasi Perhutanan
Sosial dengan merujuk kepada ketentuan dan regulasi yang
ditetapkan oleh pemerintah.

e. Kemitraan lingkungan dalam rangka pemanfaatan Corporate


Social Responsibility (CSR).
Kerja sama kemitraan Lingkungan ini merupakan wadah bagi para
mitra perusahaan maupun pihak swasta lainnya dalam rangka
implementasi program CSR di Perhutanan Sosial. Kerja sama
implementasi CSR dapat dilakukan oleh para mitra untuk
mendukung semua bisnis proses pasca persetujuan pengelolaan
Perhutanan Sosial, baik dari aspek kelola kelembagan, aspek kelola
kawasan, maupun aspek pengelolaan usaha.

Program CSR dalam implementasinya dapat medukung semua


ruang lingkup kerja sama kemitraan lingkungan, baik ruang lingkup
yang bersifat kegiatan pendampingan tiga kelola pasca persetujuan

30
pengelolaan Perhutanan Sosial (penguatan kelembagaan,
pengelolaan kawasan, dan pengembangan usaha) maupun
kegiatan kerja sama dalam isu tematik tertentu.

B. Peran Mitra dalam Kemitraan Lingkungan

Kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial dapat dilakukan oleh


para pihak terkait, yang dimaksud mitra dalam kerja sama kemitraan
lingkungan adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Mitra Lingkungan di Perhutanan Sosial


1. Pemerintah pusat
2. Pemerintah daerah
3. Lembaga legislatif
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
5. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
6. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
7. Akademisi atau perguruan tinggi
8. Lembaga Swadaya Masyarakat
9. Kepanduan, jejaring komunitas kehutanan, dan lingkungan
10. Lembaga keuangan
11. Organisasi kemasyarakatan
12. Lembaga penelitian
13. Tokoh masyarakat, local champion (kader konservasi, kader
lingkungan, kalpataru)
14. Media massa dan lain sebagainya

Masing-masing mitra dapat berkontribusi dalam kemitraan lingkungan


sesuai dengan tugas, fungsi, dan kepentingannya masing-masing,
tentunya kepentingan yang selaras dengan tujuan dan prinsip
kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial. Sebagai contoh,
Direktorat Kemitraan Lingkungan di Direktorat Jenderal Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan sesuai tugas pokok dan fungsinya
dapat menggalang dukungan para pihak dan kerja sama untuk
mendukung pembangunan Perhutanan Sosial baik di pusat maupun
daerah, begitupun dengan stakeholder pemerintah lainnya dapat

31
berperan sesuai dengan peran sektornya masing-masing. Berikut peran
para pihak sesuai dengan tugas, fungsi dan kepentingannya:

Tabel 9. Peran Para Pihak dalam Kemitraan Lingkungan


PARA PIHAK PERAN
Pemerintah Pusat a) Memberikan dukungan program dan
anggaran yang langsung menyentuh di
tingkat tapak, misalnya program rehabilitasi
hutan dan lahan atau skema pendanaan
melalui TABE (Transfer Anggaran Berbasis
Ekologis) atau pendanaan melalui Badan
Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
b) Menyajikan kebijakan yang mendukung
opersionalisasi kemitraan lingkungan,
misalnya regulasi terkait usaha jasa karbon
dan energi terbarukan, atau regulasi lain
yang mendorong pihak swasta agar dapat
berkontribusi terhadap Perhutanan Sosial.
c) Mendorong dan melakukan asistensi
kepada pemerintah daerah agar bisa
berkontribusi terhadap persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial di daerahnya
masing – masing, misalnya terkait
penggunaan dana desa untuk kegiatan
Perhutanan Sosial, pengembangan kawasan
perdesaan untuk mewujudkan Integrated
Area Development (IAD) dan lain
sebagainya.
d) Menggalang dukungan dan kerja sama
dengan para pihak terkait dalam rangka
pembangunan Perhutanan Sosial.
e) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kemitraan lingkungan.
f) Melakukan peran lainnya sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya.
Pemerintah a) Memberikan dukungan program dan
Daerah Provinsi anggaran yang langsung menyentuh di

32
tingkat tapak, misalnya berbagai program
melalui skema pendanaan DBH – DR.
b) Merencanakan Perhutanan Sosial di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
c) Menyajikan regulasi yang diperlukan dalam
kontek kemitraan lingkungan, misalnya
pembagian kewenangan pemerintah
provinsi terkait pengelolaan kawasan hutan
ke desa-desa yang memiliki persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial sehingga ada
implikasi anggaran dari skema Tugas
Pembantuan (TP) untuk desa – desa
tersebut.
Pemerintah a) Menjadi simpul kolaborasi lintas aktor dan
Daerah lintas sektor dalam kemitraan lingkungan,
Kabupaten/Kota misalnya melalui skema pengembangan
kawasan perdesaan (PKP).
b) Memberikan dukungan program dan
anggaran yang langsung menyentuh
kegiatan di tingkat tapak, misalnya
pengembangan dan pendampingan
UMKM/KUPS di lokasi-lokasi Perhutanan
Sosial, dukungan peningkatan kelembagaan
KPS-KUPS, maupun dukungan sarana dan
prasarana yang berada di lokasi-lokasi
kemitraan lingkungan.
c) Memberikan dukungan regulasi yang
mendukung operasionalisasi kemitraan
lingkungan, misalnya peraturan Bupati
tentang kewenangan dan penganggaran
dana desa untuk kegiatan pemberdayaan
masyarakat melalui Perhutanan Sosial.
Contoh lain lagi, misalnya dengan
menerbitkan regulasi tentang pengelolaan
sampah, pencemaran lingkungan, atau

33
energi terbarukan antar desa-desa
Perhutanan Sosial.
Lembaga Mendorong berbagai regulasi yang
Legislatif diperlukan untuk mendukung Perhutanan
Sosial dan kemitraan lingkungan, baik
regulasi terkait penganggaran, kewenangan
maupun yang terkait langsung dengan
tema- tema besar kemitraan lingkungan
seperti isu sampah, pencemaran
lingkungan, CSR, imbal jasa lingkungan, dan
lain sebagainya.
Badan Usaha a) Dapat melakukan kemitraan lingkungan
Milik Negara dengan kelompok Perhutanan Sosial sesuai
(BUMN), Badan dengan kebutuhan para pihak, misalnya
Usaha Milik kemitraan lingkungan dalam rangka CSR
Daerah (BUMD) atau kompensasi lingkungan di mana kerja
dan Badan Usaha sama ini dapat mendukung semua aspek
Milik Swasta pengelolaan pasca persetujuan.
(BUMS) b) Dapat melakukan kerja sama usaha,
penyertaan modal untuk mendukung
kegiatan usaha Perhutanan Sosial.
Badan Usaha Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Milik Desa lingkungan dalam rangka imbal jasa lingkungan,
(BUMDes) pengelolaan sampah, pengembangan
pariwisata alam, pemanfaatan air bersih,
pemanfaatan jasa aliran air, penyerapan dan
penyimpanan karbon, atau kerja sama
kemitraan lingkungan lainnya sesuai dengan
kebutuhan para pihak.
Akademisi atau Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Perguruan Tinggi lingkungan dalam konteks penelitian sumber
daya kawasan, pencemaran lingkungan,
pengembangan sosial masyarakat atau
pendampingan semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan, dan kerja sama kemitraan
lingkungan lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.

34
Lembaga a) Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Swadaya lingkungan dalam konteks pendampingan
Masyarakat semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan maupun isu tematik dalam
kemitraan lingkungan.
b) Menggalang dukungan para pihak dan
membantu mempersambungkan kelompok
Perhutanan Sosial dengan mitra - mitra
lingkungan lainnya.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.
Kepanduan, Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Jejaring lingkungan dalam konteks penanganan sampah,
Komunitas pencemaran lingkungan, pananganan, dan
Kehutanan dan penanggulangan bencana misalnya kebakaran
Lingkungan hutan dan lahan, pemulihan ekosistem,
pendampingan semua aspek kelola pasca
persetujuan, atau kerja sama kemitraan
lingkungan lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.
Lembaga Dapat memberikan penyertaan modal untuk
Keuangan mendukung kegiatan kemitraan lingkungan,
misalnya penyertaan modal untuk
pengembangan imbal jasa karbon, pariwisata
alam, energi terbarukan, pemanfaatan air, dan
termasuk dukungan terhadap semua aspek
pengelolaan pasca persetujuan.
Organisasi a) Dukungan dalam bentuk pendampingan
Kemasyarakatan semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan.
b) Menggalang dukungan para pihak dan
membantu menghubungkan Kelompok
Perhutanan Sosial dengan mitra-mitra
lingkungan.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.

35
Lembaga Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Penelitian lingkungan dalam konteks penelitian sumber
daya kawasan, pencemaran lingkungan,
pengembangan sosial masyarakat atau
penelitian lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.
Media Massa Dapat memberikan dukungan dalam bentuk
publikasi kegiatan – kegiatan kemitraan
lingkungan atau membantu mempromosikan
potensi kemitraan lingkungan dari Perhutanan
Sosial.
Tokoh a) Dukungan dalam bentuk pendampingan
Masyarakat, Local semua aspek pengelolaan pasca
Champion (Kader persetujuan.
Konservasi, Kader b) Menggalang dukungan para pihak dan
Lingkungan, membantu menghubungkan Kelompok
Kalpataru) Perhutanan Sosial dengan mitra – mitra
lingkungan.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.

C. Syarat Kemitraan Lingkungan

Kemitraan lingkungan dibangun secara sukarela oleh para pihak, akan


tetapi dalam rangka menjamin perlindungan bagi masyarakat
pemegang persetujuan pengelolan Perhutanan Sosial perlu ditetapkan
persyaratan bagi mitra dalam proses kemitraan lingkungan. Berikut
syarat kemitraan lingkungan bagi mitra Perhutanan Sosial:

36
Gambar 2. Syarat Kemitraan Lingkungan di Perhutanan Sosial

Syarat kerja sama kemitraan lingkungan secara khusus diatur oleh


ketentuan sesuai dengan tema substansi kerja sama yang
dikembangkan, contohnya kerja sama imbal jasa karbon akan
mengikuti ketentuan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.

D. Peran Pendamping dalam Kemitraan Lingkungan

Peran pendamping yaitu menjadi mentor dalam hal teknis bagi


Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) dan memfasilitasi kepentingan para
pihak dalam kerja sama kemitraan lingkungan. Berikut peran spesifik
pendamping atau fasilitator dalam proses kerja sama kemitraan
lingkungan:

Tabel 10. Peran Pendamping dalam Kemitraan Lingkungan


Peran Pendamping Batasan
a) Menjelaskan tahapan dan teknis kerja Pendamping tidak
sama kemitraan lingkungan baik kepada perlu mengambil
peran yang sudah bisa

37
KPS-KUPS maupun kepada calon mitra dilakukan oleh KPS -
lingkungan. KUPS secara mandiri,
b) Membantu KPS-KUPS mengidentifikasi karena dukungan atau
calon mitra lingkungan. fasilitasi yang
c) Membantu calon mitra lingkungan diberikan dalam
mengidentifikasi KPS-KUPS yang sesuai rangka mendorong
dengan kebutuhannya. kemandirian KPS-
d) Menghubungkan KPS-KUPS dengan KUPS.
calon mitranya untuk memastikan
kecocokan kerja sama.
e) Membantu persiapan pra kerja sama
kemitraan lingkungan seperti pertemuan
– pertemuan atau kunjungan lapangan.
f) Memfasilitasi proses kerja sama
kemitraan lingkungan.
g) Membantu pelaksanaan kerja sama
kemitraan lingkungan.
h) Monitoring dan evaluasi kerja sama yang
telah berjalan.

Untuk mengetahui lebih jauh peran pendamping dalam proses keja


sama kemitraan lingkungan, para pihak dapat membacanya melalui
buku pendampingan kerja sama pada link berikut
https://bit.ly/buku_pendampingan_KerjaSamaPS atau scan QR Code
berikut:

E. Strategi Kolaborasi dan Tahapan Kemitraan Lingkungan

a. Startegi Kolaborasi Kemitraan Lingkungan


Kerja sama kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial dapat
dilakukan dengan pemegang persetujuan pengelolaan Perhutanan
Sosial dalam hal ini yaitu Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) dan
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Kerja sama yang terkait

38
dengan kewenangan pengelolaan kawasan sebaiknya dilakukan
langsung dengan Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) sebagai
pemegang persetujuan, sedangkan kerja sama dalam kontek
pengelolaan usaha Perhutanan Sosial yang sifatnya tidak
membutuhkan kewenangan pengelolaan kawasan sebaiknya
dilakukan dengan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)
namun atas persetujuan dan diketahui oleh KPS setempat.

Gambar 3. Kontek Kerja Sama di Perhutanan Sosial

Kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial dapat dilakukan


dua pihak atau dilakukan secara multi pihak. Berikut ilustrasi kerja
sama kemitraan lingkungan dua pihak dan multi pihak di
Perhutanan Sosial:

Gambar 4. Ilustrasi Kerja Sama Kemitraan Lingkungan Dua Pihak dan Multi
Pihak

39
Berdasarkan gambar ilustrasi kemitraan lingkungan multi pihak di
atas, dilihat dari pendekatan lokasi, strategi kolaborasi dapat dibagi
menjadi dua:

1. Strategi kolaborasi kemitraan lingkungan multi pihak di satu lokasi


Perhutanan Sosial.
2. Strategi kolaborasi kemitraan lingkungan multi pihak di beberapa lokasi
Perhutanan Sosial dalam satu bentang alam/lanskap.

Berikut ilustrasi pendekatan kolaborasi kemitraan lingkungan multi


pihak di satu lokasi Perhutanan Sosial:

Gambar. 5. Ilustrasi Kemitraan Lingkungan Multi Pihak di Satu Lokasi Perhutanan


Sosial.

40
Berikut ilustrasi pendekatan kolaborasi kemitraan lingkungan multi
pihak di beberapa lokasi perhutanan sosial dalam satu kesatuan
lanskap:

Gambar 6. Ilustrasi Kerja Sama Kemitraan Lingkungan Dengan Pendekatan


Lanskap Lintas Perhutanan Sosial.

Berkaitan dengan strategi kolaborasi kemitraan lingkungan multi pihak


lintas lokasi Perhutanan Sosial dapat dilakukan melalui pengembangan
wilayah terpadu atau Integrated Area Development (IAD). Berikut
keuntungkan kolaborasi multi pihak melalui pendekatan
pengembangan kawasan terpadu berbasis Perhutanan Sosial:

Gambar 7. Nilai penting kolaborasi multi pihak kemitraan lingkungan melalui


pengembangan areal terpadu berbasis perhutanan sosial/IAD.

41
Strategi ini merupakan pendekatan kolaborasi multi pihak baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, akademisi, lembaga
swadaya masyarakat, media massa, badan usaha, perbankan dan
sebagainya dengan merujuk kepada regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah terkait perencanaan terpadu percepatan pengelolaan
Perhutanan Sosial. Melalui strategi ini, lokasi-lokasi persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial menjadi isu utama pemersatu
kepentingan bagi para pihak, selain itu akan teridentifikasi kebutuhan
pendukung seperti kebutuhan jaringan infrastruktur jalan/transportasi,
listrik, air, sarana pengolahan bahan baku, telekomunikasi dan lain
sebagainya. Dengan banyaknya persetujuan pengelolaan Perhutanan
Sosial dalam satu lanskap, membuka peluang kerja sama
pengembangan produk dan jasa secara kolektif lintas persetujuan
termasuk kerja sama dalam rangka kemitraan lingkungan. Hal ini
tentunya akan menarik minat mitra untuk bekerja sama karena
memiliki luasan yang signifikan dan terjaminnya keberlanjutan bahan
baku untuk produksi.

Selain integrasi kawasan dan usaha kolektif, pendekatan strategi ini


akan menciptakan perencanaan yang terintegrasi lintas pihak dalam
satu ruang kolaborasi sehingga anggaran yang ditimbulkan menjadi
tanggung jawab bersama dan lebih efisien dengan semangat gotong
royong anggaran. Dengan pendekatan kawasan terpadu berbasis
Perhutanan Sosial, pemerintah kabupaten/kota menjadi tuan rumah
yang menyediakan ruang kolaborasi bagi lintas sektor dan lintas pihak
baik pusat maupun daerah, selain itu pemerintah kabupaten/kota juga
menjadi fasilitator utama yang membantu merumuskan berbagai
kepentingan multi pihak di lokus – lokus pengembangan kawasan
terpadu berbasis Perhutanan Sosial, kepentingan para pihak akan di
tuangkan dalam bentuk rencana aksi IAD dengan mengedepankan
prinsip kolektifitas dan partisipatif.

Strategi IAD merupakan solusi keterpaduan lintas pihak dan lintas


sektor dari berbagai level di tingkat tapak, oleh karena itu pendekatan
pengembangan kawasan terpadu berbasis Perhutanan Sosial
seyogyanya menjadi landasan kolaborasi yang perlu dilakukan di tingkat
tapak dalam rangka pengembangan kemitraan lingkungan. Selanjutnya

42
kemitraan lingkungan akan dilakukan berdasarkan isu-isu strategis
sesuai dengan rencana aksi IAD yang telah ditetapkan.

b. Tahapan Kemitraan Lingkungan


Merujuk kepada beberapa model kerja sama kemitraan lingkungan
yang telah dijelaskan sebelumnya dan berdasarkan strategi
kolaborasi yang telah dijelaskan di atas, tahapan kerja sama dapat
dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

b.1. Kerja Sama Kemitraan Lingkungan Dua Pihak


Berikut langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh calon
mitra perhutanan sosial agar proses kemitraan lingkungan dua
pihak berjalan dengan baik:

Gambar 8. Ilustrasi langkah – langkah kerja sama kemitraan lingkungan


dua pihak.

1. Merumuskan ruang lingkup kemitraan lingkungan yang akan


dibangun dengan Perhutanan Sosial, misalnya kemitraan
lingkungan yang akan dibangun apakah dalam lingkup kerja
sama pendampingan semua aspek pengelolaan atau dalam

43
lingkup isu tematik tertentu sesuai dengan kebutuhan dari mitra
Perhutanan Sosial.
2. Menentukan lokasi atau Perhutanan Sosial yang cocok dengan
kebutuhan mitra, untuk mencari informasi tentang Perhutanan
Sosial para mitra dapat menghubungi Pendamping, KPH, Dinas
yang membidangi kehutanan atau lingkungan hidup, Balai PSKL,
Pokja PPS atau Direktorat Kemitraan Lingkungan.
3. Membuka komunikasi dengan pemegang persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial untuk menggali informasi umum,
menghimpun data-data yang diperlukan, memahami minat dan
peluang kerja sama sesuai dengan kebutuhan mitra Perhutanan
Sosial. Kegiatan ini lebih baik jika didampingi oleh pihak terkait
sebagaimana penjelasan nomor 2 di atas.
4. Jika sudah ada kecocokan visi, misi dan kebutuhan kedua belah
pihak, kemudian dipastikan mitra sanggup memenuhi syarat-
syarat kemitraan lingkungan, selanjutnya mitra dapat
melangkah lebih lanjut kepada tahap pembahasan poin-poin
kesepakatan kerja sama kemitraan lingkungan yang dituangkan
dalam naskah perjanjian kerja sama. Dalam proses pembahasan
poin-poin kerja sama sebaiknya melibatkan pendamping, KPH,
Pokja PPS dan BPSKL.
5. Setelah naskah kesepakatan kerja sama disepakati dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak dan diketahui oleh BPSKL,
selanjutnya dibantu oleh BPSKL melaporkan kerja sama
kemitraan lingkungan kepada Dinas yang membidangi
lingkungan hidup dan Direktorat Kemitraan Lingkungan.

b.2. Kerja Sama Kemitraan Lingkungan Multi Pihak


Kerja sama kemitraan lingkungan multi pihak sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa dapat dilakukan di satu lokasi
atau di beberapa lokasi Perhutanan Sosial dengan pendekatan
lanskap. Dalam kontek fasilitasi kerja sama multi pihak di satu
lokasi Perhutanan Sosial, KPH merupakan fasilitator yang
dapat menjembatani proses-proses multi pihak dibantu oleh
para pendamping atau pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya. Berikut tahapan fasilitasi kerja sama kemitraan
lingkungan multi pihak di satu lokasi Perhutanan Sosial:

44
Gambar 9. Ilustrasi langkah – langkah kerja sama kemitraan
lingkungan multi pihak di satu lokasi perhutanan sosial.

1. Pencermatan potensi dan lokasi kemitraan lingkungan


KPH bersama dengan pemegang persetujuan melakukan
pencermatan potensi dan lokasi kerja sama kemitraan
lingkungan berdasarkan RKPS, ruang kelola/zonasi dan potensi
kawasan. Pencermatan ini meliputi aspek pengelolaan apa saja
yang masih dibutuhkan oleh KPS-KUPS atau menemukan isu
tematik tertentu yang potensial dapat dikerjasamakan dengan
pihak lain.

2. Membuka dialog dan merumuskan Model Kemitraan


KPH sebagai fasilitator membantu KPS-KUPS membuka dialog
dengan para mitra terkait dalam bentuk fokus grup diskusi (FGD).
Dalam proses FGD, pemegang persetujuan dapat
menyampaikan potensi dan kebutuhan kerja sama multi pihak
kepada para mitra dan sekaligus merumuskan model kemitraan
lingkungan yang terbaik.

3. Pembahasan substansi dan menyepakati naskah kerjasama


multipihak
KPH atau mitra terkait lainnya dapat memfasilitasi pertemuan
lanjutan untuk membahas poin-poin kesepakatan kerja sama

45
kemitraan lingkungan yang dituangkan dalam naskah
kesepakatan kerja sama kemitraan lingkungan multi pihak.
Pertemuan ini sebaiknya dihadiri oleh Pokja PPS, BPSKL dan
pihak terkait lainnya, jika memungkinkan pada tahapan ini dapat
langsung dilakukan penandatanganan kerja sama multi pihak.

4. Pelaporan kerja sama Kemitraan Lingkungan


Tahap akhir dari kerja sama kemitraan lingkungan adalah
pelaporan hasil kerja sama. Pelaporan kerja sama dilakukan oleh
Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL)
kepada Direktorat Kemitraan Lingkungan dan diteruskan kepada
pihak-pihak terkait lainnya.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemitraan


lingkungan multi pihak juga dapat dilakukan di banyak lokasi
persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial dengan pendekatan
lanskap melalui pengembangan kawasan terpadu berbasis
Perhutanan Sosial atau integrated area development (IAD).
Dalam proses kolaborasi ini pemerintah daerah kabupaten/kota
menjadi fasilitator utama dalam mewujudkan kolaborasi multi
pihak, berikut tahapan fasilitasi pengembangan kawasan
terpadu berbasis Perhutanan Sosial/IAD:

Gambar 10. Tahapan Fasilitasi Pengembangan Kawasan Terpadu Berbasis


Perhutanan Sosial/IAD.

46
Berikut langkah-langkah fasilitasi pengembangan kawasan terpadu
berbasis Perhutanan Sosial:

1. Sosialisasi IAD berbasis Perhutanan Sosial, sosialisasi


dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
kepada para pihak terkait untuk membangun kesamaan
persepsi dalam menentukan potensi unggulan yang akan
dikembangkan dari calon lokasi IAD.

2. Menentukan Tema, Lokasi dan Deliniasi IAD, kegiatan ini


dilakukan bersama-sama Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dengan pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga
swadaya masyarakat, akademisi, kelompok Perhutanan Sosial
dan pihak terkait lainnya untuk menentukan tema, lokasi dan
deliniasi pengembangan areal terpadu berbasis Perhutanan
Sosial. Penentuan tema dan lokasi disesuaikan dengan potensi
unggulan yang akan dikembangkan bersama oleh para pihak.
Penetapan tema dan lokasi IAD dilakukan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota melalui surat keputusan penetapan
lokasi IAD berbasis Perhutanan Sosial.

3. Menyusun Rencana Aksi (renaksi) IAD, perencanaan IAD


disusun berdasarkan Peraturan Presiden yang mengatur
tentang perencanaan terpadu percepatan pengelolaan
Perhutanan Sosial, yang disusun secara holistik integratif,
tematik dan berbasis spasial (HITS). Proses penyusunan
perencanaan IAD sebaiknya juga diselaraskan dengan beberapa
hal berikut:
▪ Perencanaan masing – masing Kementerian/Lembaga,
▪ RPJMD Kabupaten/Kota,
▪ RPJMDes,
▪ Perda RTRW Kabupaten/Kota,
▪ Hasil kajian lapangan (jika ada).
Perencanaan IAD memadukan kepentingan para pihak dan
kebutuhan masyarakat. Dalam perencanaan IAD terdapat isu-
isu strategis yang harus diselesaikan secara multi pihak,
sehingga kerjasama Kemitraan Lingkungan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan pengelolaan kawasan di tingkat tapak.

47
4. Pengesahan rencana aksi IAD, perencanaan terpadu berbasis
Perhutanan Sosial/IAD disahkan oleh Gubernur jika lokasi IAD
lintas Kabupaten, disahkan oleh Bupati/Walikota jika IAD
berada dalam satu kabupaten/kota.

5. Penetapan IAD, Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan


penetapan perencanaan IAD kepada Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, perencanaan IAD akan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.

Dengan pengembangan kawasan terpadu berbasis Perhutanan


Sosial/IAD, maka lintas aktor, lintas sektor dan lintas isu tematik
kemitraan lingkungan dapat diintegrasikan dalam satu
perencanaan terpadu di satu kawasan, sehingga diharapkan hasil
dari kemitraan lingkungan yang dibangun dari proses keterpaduan
kawasan, keterpaduan perencanaan dan gotong royong anggaran
akan berdampak luas terhadap pembangunan ekonomi, lingkungan
dan sosial masyarakat setempat. Berikut contoh format kerja sama
kemitraan lingkungan, dapat diunduh pada tautan
https://bit.ly/contoh_format_kerjasama_KL, atau pada QR Code
berikut:

F. Rambu – Rambu Kemitraan Lingkungan

Kerja sama kemitraan lingkungan di Perhutanan Sosial wajib mengikuti


ketentuan atau regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, oleh
karena itu terdapat rambu – rambu yang wajib dipatuhi oleh para pihak
sebagaimana poin-poin berikut:
1. Para pihak wajib menjalankan prinsip pengelolaan hutan lestari,
2. KPS-KUPS tidak boleh memindahtangankan, mengagungkan dan
menyewakan areal persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial,

48
3. Tidak boleh menanam kelapa sawit di lokasi persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial,
4. Tidak boleh menebang pohon, mengubah bentang alam dan
menggunakan peralatan mekanis pada areal persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial dengan fungsi lindung,
5. Tidak boleh membuka lahan baru/land clearing sampai
ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal
Ekosistem Gambut untuk tanaman tertentu,
6. Tidak boleh membuat saluran drainase yang mengakibatkan
gambut menjadi kering,
7. Tidak boleh membakar lahan Gambut dan/atau melakukan
pembiaran terjadinya pembakaran,
8. Melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya
kriteria pencemaran/kerusakan lingkungan maupun kerusakan
Ekosistem Gambut.

Gambar 11. Ilustrasi rambu – rambu kemitraan Lingkungan di


perhutanan sosial

G. Kanal Komunikasi Kemitraan Lingkungan

Bagi para mitra atau para pihak terkait, informasi awal tentang
Perhutanan Sosial dan potensi kemitraan lingkungan yang dapat
dikembangkan di lokasi-lokasi Perhutanan Sosial merupakan kebutuhan
dasar untuk menentukan pilihan-pilihan kerja sama yang akan
dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan informasi pihak mana saja yang

49
dapat dihubungi dalam rangka kemitraan lingkungan. Berikut pihak-
pihak yang dapat dihubungi sebelum melakukan kemitraan lingkungan:

1) Direktorat Kemitraan Lingkungan, Direktorat Jenderal Perhutanan


Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Gedung Manggala
Wanabakti Blok 4 Lt.6 Wing B, Jl. Gatot Subroto – Senayan,
Jakarta, Kode Pos (102270) Tel/Fax (021) 5721326;
2) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah
Kalimantan di Jl. Sei Salak, Landasan Ulin Tengah, Kec. Liang
Anggang, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan 70724, Telp.
(0511) 7559796;
3) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah
Sumatera di Jl. Sisingamangaraja Km 5,5 No 14, Marindal, Medan,
Sumatera Utara Telp. (061) 7862612, Fax (061) 7862613;
4) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa
Bali dan Nusa Tenggara di Jalan By Pass Ngurah Rai - Tuban Km
23,5 Kotak Pos No. 1041/DPR. AP Denpasar, 80361 (telp +62 361
751 815 atau email: bpskl.jbnt@gmail.com;
5) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah
Sulawesi di Bili-Bili Bontomarannu Kabupaten Gowa Sulawesi
Selatan Telp. (0411) 5069240, Fax. (0411) 2516219;
6) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah
Maluku Papua di Gedung Pamahanu Ewang Lantai I, Jl. Kebun
Cengkeh Ambon Kode Pos 97128, Tel/Fax (0911) 354369, Email:
bpsklmp@gmail.com;
7) Dinas yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan di
masing – masing provinsi;
8) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di masing-masing daerah.

Selain menghubungi para pihak di atas, untuk mendapatkan informasi


awal tentang persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial, sebaran
lokasi, pengembangan usaha, produk, jasa dan informasi lainnya para
calon mitra dapat mengunjungi portal GOKUPS pada
https://gokups.menlhk.go.id atau scan QR Code berikut:

50
BAB IV │PENUTUP

Pedoman Pengembangan Kemitraan Lingkungan Dalam Perhutanan


Sosial diperlukan sebagai acuan para pihak dalam percepatan
pencapaian target perhutanan sosial. Pelaksanaan Program
Perhutanan Sosial tidak mungkin dilakukan oleh sektor kehutanan saja,
namun perlu kolaborasi lintas sektor dan lintas pihak mulai dari tingkat
pusat sampai tingkat tapak dengan fungsi dan peran masing-masing.
Oleh karena itu, dukungan multi pihak sangat penting bagi
pembangunan masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial.
Pada akhirnya kita menyadari bahwa dengan segala keterbatasan
sumber daya yang dimiliki, kemitraan lingkungan merupakan salah satu
sarana yang cukup efektif menggalang dukungan para pihak untuk
kemajuan Perhutanan Sosial di Indonesia. Lingkup kemitraan
lingkungan yang cukup luas dan strategis menghadirkan ruang
kolaborasi Perhutanan Sosial bagi para pihak dan menjadikan
kemitraan lingkungan sebagai solusi sumber daya yang dibangun
berdasarkan asas sukarela dengan semangat gotong royong. Oleh
karena itu, kemitraan lingkungan menjadi arus utama pergerakan
dalam membangun Perhutanan Sosial baik di Nasional, Provinsi,
Kabupaten maupun di tingkat tapak.

51
DAFTAR PUSTKA

GoKUPS KLHK https://gokups.menlhk.go.id


Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 677/kpts-II/1998
Tentang Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.23/Menhut-II/2007 Tata Cara
Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan
Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.49/Menhut-II/2008 Tentang
Hutan Desa (HD).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Kehutanan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021
tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2021
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 19 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

52
Direktorat Kemitraan Lingkungan
Gedung Manggala Wanabakti Blok 4 Lantai 6 Wing B
Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
Telp. 021-5701109, Faks. 021-5701109

Anda mungkin juga menyukai