KEMITRAAN LINGKUNGAN
DALAM PERHUTANAN SOSIAL
TIM PENYUNSUN:
Pengarah
Bambang Supriyanto
Penanggung Jawab
Jo Kumala Dewi
Penulis:
Dadang Riansyah
Kontributor:
1. Hasnawir
2. Linda Krisnawati
3. Desi Florita Syahril
4. Umirusyanawati
5. Habibi
6. Bona Sapril Sinaga
7. Nurhayati
8. Emi Mardiati
9. Latipah Hendarti
Ilustrasi
Sang Daulat
Direktur Jenderal,
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
i
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I │ PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sosial. Oleh karena itu, pedoman ini disusun untuk membantu para
mitra Perhutanan Sosial memahami kemitraan lingkungan secara utuh
dan memandu dalam setiap tahapan kerja sama yang akan dibangun
oleh para mitra bersama kelompok Perhutanan Sosial.
B. Tujuan
Pedoman pengembangan kemitraan lingkungan dalam Perhutanan
Sosial ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Membantu para pihak memahami kemitraan lingkungan dalam
Perhutanan Sosial dan
2. Memandu para pihak dalam melakukan proses kerja sama
kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial.
C. Keluaran
Dengan adanya pedoman pengembangan kemitraan lingkungan dalam
Perhutanan Sosial ini, diharapkan keluaran sebagai berikut:
1. Para pihak memahami secara utuh substansi dan tahapan
kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial
2. Meningkatnya dukungan dan peran para pihak untuk membantu
Perhutanan Sosial melalui kerja sama kemitraan lingkungan.
D. Pengguna Pedoman
Pengguna utama pedoman ini adalah mitra lingkungan Perhutanan
Sosial, namun pedoman ini juga dapat digunakan oleh pendamping dan
pemegang persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial dalam rangka
mempercepat proses kemitraan lingkungan dalam Perhutanan Sosial.
2
F. Daftar istilah
Berikut daftar istilah yang digunakan dalam buku panduan kemitraan
lingkungan di Perhutanan Sosial:
3
Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan.
5. Pemerintah Daerah : adalah organisasi pemerintah yang
menyelenggarakan urusan
pemerintah di daerah.
6. KPS (Kelompok : adalah kelompok tani hutan
Perhutanan Sosial) dan/atau kelompok Masyarakat
dan/atau koperasi pemegang
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial serta
Masyarakat Hukum Adat termasuk
kelompok tani dan/atau kelompok
masyarakat pengelola Hutan
Rakyat.
7. KUPS (Kelompok : adalah kelompok usaha yang
Usaha Perhutanan dibentuk oleh KPS yang akan
Sosial) dan/atau telah melakukan usaha.
8. Persetujuan : adalah pemberian akses legal
Pengelolaan Pemanfaatan Hutan yang
Perhutanan Sosial dilakukan oleh kelompok
Perhutanan Sosial untuk kegiatan
Pengelolaan Hutan Desa,
Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan, Pengelolaan
Hutan Tanaman Rakyat, kemitraan
kehutanan, dan Hutan Adat pada
kawasan Hutan Lindung, kawasan
Hutan Produksi atau
kawasan Hutan Konservasi sesuai
dengan fungsinya.
9. Hutan Desa (HD) : adalah kawasan hutan yang belum
dibebani izin, yang dikelola oleh
desa dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa.
10. Hutan : adalah kawasan hutan yang
Kemasyarakatan pemanfaatan utamanya ditujukan
(HKm)
4
untuk memberdayakan
masyarakat.
11. Hutan Tanaman : adalah hutan tanaman pada Hutan
Rakyat (HTR) Produksi yang dibangun oleh
kelompok Masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas
Hutan Produksi dengan
menerapkan sistem silvikultur
dalam rangka menjamin
kelestarian sumber daya hutan.
12. Kemitraan : adalah persetujuan kemitraan
Kehutanan (KK) yang diberikan kepada pemegang
perizinan berusaha Pemanfaatan
Hutan atau pemegang persetujuan
penggunaan kawasan hutan
dengan mitra/Masyarakat untuk
memanfaatkan hutan pada
kawasan Hutan Lindung atau
kawasan Hutan Produksi.
13. Hutan Adat (HA) : adalah hutan yang berada di dalam
wilayah Masyarakat Hukum Adat.
14. Kemitraan : adalah kerja sama yang melibatkan
Lingkungan berbagai pihak secara sukarela baik
itu pemerintah, swasta,
Masyarakat, maupun lembaga
lainnya yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan
dan/atau pemanfaatan sumber
daya alam.
15. Role model : adalah model pendampingan yang
Pendampingan menjadi panutan dan inspirasi bagi
Perhutanan Sosial para pihak untuk melakukan hal
dan Kemitraan yang sama atau lebih dalam
Lingkungan melakukan pemanfaatan dan/atau
pengelolaan areal kelola
Perhutanan Sosial dengan tetap
menjaga fungsi ekosistem hutan
5
dan lingkungan hidup secara
berkelanjutan.
16. RKPS (Rencana : adalah dokumen yang memuat
Kelola Perhutanan rencana penguatan, kelembagaan,
Sosial) rencana Pemanfaatan Hutan,
rencana kerja usaha, dan rencana
monitoring dan evaluasi.
17. RKT (Rencana Kerja : adalah penjabaran detail dan tata
Tahunan) waktu pelaksanaan dari dokumen
RKPS untuk setiap tahun.
18. Pokja PPS : adalah kelompok kerja provinsi
(Kelompok Kerja yang membantu kegiatan
Percepatan percepatan akses dan peningkatan
Perhutanan Sosial) kualitas Pengelolaan Perhutanan
Sosial.
19. KPH (Kesatuan : adalah wilayah pengelolaan hutan
Pengelolaan Hutan) sesuai fungsi pokok dan
peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efisien, efektif dan
lestari.
20. BPSKL (Balai : adalah unit pelaksana teknis di
Perhutanan Sosial bidang Perhutanan Sosial dan
dan Kemitraan Kemitraan Lingkungan yang
Lingkungan) berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur
Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan.
21. CSR (Corporate : sebagai komitmen perusahaan
Social untuk berperilaku etis dan
Responsibility) berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, seraya
meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat
lainnya.
6
22. NGO (Non- : adalah organisasi non
Governmental pemerintah yang didirikan oleh
Organization) perorangan ataupun sekelompok
orang yang secara sukarela yang
memberikan pelayanan
kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatannya.
23. Pendamping : adalah pihak yang memiliki
kompetensi dalam melakukan
Pendampingan terhadap
Masyarakat pemegang
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial, secara
perorangan dan/atau kelompok
dan/atau lembaga.
24. Pendampingan : adalah kegiatan yang dilakukan
kepada masyarakat atau kelompok
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial untuk
pengelolaan hutan lestari dan
peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
25. AD/ART (Anggaran : adalah pedoman yang memuat
Dasar dan peraturan bagi anggota organisasi
Anggaran Rumah dalam menjalankan kegiatan
Tangga) organisasi. Anggota organisasi
akan terikat dalam organisasi
dengan AD/ART.
26. Gender : adalah perbedaan-perbedaan sifat,
peranan, fungsi, dan status antara
perempuan dan laki-laki yang
bukan berdasarkan pada
perbedaan biologis, tetapi
berdasarkan relasi sosial budaya
yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakat yang lebih luas.
7
Gender merupakan konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah
sesuai perkembangan zaman.
27. Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk
Hutan Bukan Kayu memanfaatkan dan
(HHBK) mengusahakan hasil hutan berupa
bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi
fungsi pokoknya.
28. Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk
Hutan Kayu (HHK) memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa
kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi
fungsi pokoknya.
29. Pemanfaatan : adalah kegiatan untuk
Kawasan Hutan memanfaatkan ruang tumbuh
(PKH) sehingga diperoleh manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan
manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi
utamanya.
30. Pemanfaatan Jasa : adalah kegiatan untuk
Lingkungan (Jasling) memanfaatkan dan mengusahakan
potensi jasa lingkungan dengan
tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya.
31. Pengembangan : adalah pembangunan antar desa
Kawasan Perdesaan yang dilaksanakan dalam upaya
(PKP) mempercepat dan meningkatkan
kualitas pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat desa
melalui pendekatan partisipatif
yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
8
32. Percepatan : adalah upaya kolaborasi para pihak
Pengelolaan dalam mempercepat tercapainya
Perhutanan Sosial target Pengelolaan Perhutanan
Sosial yang meliputi distribusi
akses, pendampingan, dan
pengembangan usaha yang
dilaksanakan secara holistik,
integratif, tematik, dan spasial
(HITS).
33. HITS (Holistik : adalah sebuah pendekatan
Integratif Tematik sinkronisasi perencanaan dan
Spasial) penganggaran untuk meningkatkan
keterpaduan perencanaan dan
anggaran yang lebih berkualitas dan
efektif dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan nasional.
34. Perencanaan : adalah perencanaan yang disusun
Terpadu dalam rangka mendukung
percepatan Perhutanan Sosial
secara terintegrasi dan
komprehensif antar
kementerian/lembaga, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan pihak terkait.
35. Wilayah Terpadu : adalah pengembangan wilayah
Berbasis terpadu berbasis Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial untuk mendorong peningkatan
atau Integrated skala ekonomi dan nilai tambah
Area Development untuk menjadi sentra komoditas
(IAD) dengan kearifan lokal yang
dilakukan secara terintegrasi dan
kolaborasi antara para pihak di
dalam dan/atau di luar kawasan
hutan.
9
BAB II │PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN
LINGKUNGAN
12
Tabel 2. Profil Skema Hutan Desa (HD)
Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan desa dikelola oleh Lembaga Desa atau
Desa Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Lembaga
Desa/LPHD secara umum disebut sebagai
Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Legalitas Lembaga desa atau LPHD diatur melalui peraturan
Kelembagaan desa (Perdes) dan kepengurusannya disahkan
melalui Surat Keputusan (SK) Kelapa Desa. Jika
diperlukan LPHD dapat meningkatkan status
kelembagaan melalui akta notaris.
Jangka Waktu Persetujuan pengelolaan hutan desa diberikan
Persetujuan selama 35 tahun, dapat diperpanjang satu kali.
Struktur Terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan seksi
Kepengurusan – seksi yang terdiri dari Seksi Penguatan
LPHD Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, seksi
pemanfaatan hutan dan pengembangan usaha,
seksi perlindungan dan pengawasan.
Penerima Dalam skema hutan desa ada pemanfaat langsung
Manfaat dan ada pemanfaat tidak langsung. Pemanfaat
langsung adalah penggarap atau pengelola pada
areal kerja hutan desa, sedangkan pemanfaat
tidak langsung adalah masyarakat desa setempat
yang bukan penggarap atau pengelola, namun
secara tidak langsung mendapatkan manfaat dari
pengelolan hutan desa.
Areal Hutan Desa Areal Hutan desa diberikan persetujuan
pengelolaannya di kawasan Hutan Lindung (HL)
dan Hutan Produksi (HP) yang berada di dalam
wilayah administrasi desa setempat.
Perencanaan Pengelolaan hutan desa direncanakan melalui
Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) untuk
jangka waktu 10 tahun, kemudian diturunkan
dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka
waktu satu tahun.
13
Pembagian Ruang atau zonasi di hutan desa dibagi menjadi
Ruang/Zonasi dua yaitu ruang/zona lindung dan ruang/zona
pemanfaatan.
Pemanfaatan Hutan desa dapat melakukan pemanfaatan sesuai
dengan potensinya masing – masing yang meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK dan Jasa
Lingkungan.
Tugas Lembaga a) menguatkan kelembagaan LPHD
Pengelola Hutan b) menyusun RKPS dan RKT
Desa c) melakukan penandaan batas areal kerja Hutan
Desa
d) melakukan pengembangan usaha
e) melakukan pengembangan kelembagaan
usaha hutan desa (membentuk Kelompok
Usaha Perhutanan Sosial (KUPS))
f) melakukan perlindungan dan pengamanan
areal kerja hutan desa
g) membuat pengaturan pembagian hasil dan
manfaat dari pengelolaan hutan desa secara
musyawarah mufakat.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara Lembaga Desa sebagai
Kerja LPHD pengelola hutan desa dengan Kepala Desa
bersifat kemitraan, konsultatif, dan koordinatif.
b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara Lembaga
Desa sebagai pengelola hutan desa dengan
Kepala Desa ditetapkan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi.
c) Lembaga Desa pengelola hutan desa
bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap Masyarakat Desa.
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan
Lembaga Pengelola Hutan Desa bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja desa (APB
Desa), Swadaya Masyarakat dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.
14
Kerja Sama Lembaga Desa atau LPHD dan KUPS dapat
melakukan kerja sama usaha dan kemitraan
lingkungan.
Pengelolaan Pengelolaan usaha Perhutanan Sosial hutan desa
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan Desa
Pembagian diatur melalui Anggaran Dasar dan Anggaran
Manfaat Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati melalui
musyawarah desa dan wajib berkontribusi
terhadap penghasilan asli desa (PADes)
15
Keanggotaan a) Masyarakat setempat yang memiliki
HKm ketergantungan hidup pada kawasan hutan.
b) Profesional kehutanan atau perseorangan
yang memperoleh pendidikan kehutanan,
atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman
di bidang kehutanan atau pernah sebagai
pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
c) Masyarakat luar desa setempat yang sudah
mengelola areal secara turun temurun atau 5
(lima) tahun terakhir berturut-turut.
Areal Hutan Areal Hutan kemasyarakatan diberikan
Kemasyarakatan persetujuan pengelolaannya di kawasan Hutan
(HKm) Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP), bisa di satu
desa atau lintas desa.
Perencanaan Pengelolaan hutan kemasyarakatan direncanakan
melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS)
untuk jangka waktu 10 tahun, kemudian
diturunkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT)
untuk jangka waktu satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi di hutan kemasyarakatan dibagi
Ruang/Zonasi menjadi dua yaitu ruang/zona lindung dan
ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan Hutan kemasyarakatan dapat melakukan
pemanfaatan sesuai dengan potensinya masing –
masing yang meliputi pemanfaatan Kawasan,
HHK, HHBK, dan Jasa Lingkungan.
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Hutan penguatan kapasitas anggota, termasuk
Kemasyarakatan membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi,
pemanfaatan dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,
16
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola HKm
Kerja Pengelola dengan Kepala Desa bersifat kemitraan,
HKm dengan konsultatif, dan koordinatif.
Pemerintahan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara
Desa pengelola HKm dengan Kepala Desa
ditetapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi.
c) Pengelola HKm bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap anggota.
d) Tata kerja HKm diatur di dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan HKm
bersumber dari pengurus dan anggota, dapat juga
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
desa (APB Desa) dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola HKm (KPS-KUPS) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial HKm
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan
Pembagian Kemasyarakatan diatur melalui Anggaran Dasar
Manfaat dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang
disepakati melalui musyawarah pengurus,
pengawas, dan anggota. Hasil dari pengelolaan
HKm juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.
17
Tabel 4. Profil Skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Ruang Lingkup Penjelasan
Pengelola Hutan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dapat dikelola oleh
Tanaman Rakyat kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani
(HTR) hutan, koperasi tani hutan, dan profesional
kehutanan. Pengelola HTR secara umum disebut
sebagai Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Legalitas kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani
Kelembagaan hutan, koperasi tani hutan, dan profesional
kehutanan kepengurusannya disahkan melalui
Surat Keputusan (SK) Kelapa Desa/lurah. Jika
diperlukan kelompok Perhutanan Sosial HTR dapat
meningkatkan status kelembagaan melalui akta
notaris.
Jangka Waktu Persetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat
Persetujuan (HTR) diberikan selama 35 tahun, dapat
diperpanjang satu kali.
Struktur Struktur kepengurusan kelompok HTR disepakati
Kepengurusan oleh internal pemegang persetujuan Pengelolaan
HTR HTR sesuai dengan kebutuhan.
Keanggotaan a) Masyarakat setempat yang memiliki
HTR ketergantungan hidup pada kawasan hutan.
b) Profesional kehutanan atau Perseorangan
yang memperoleh pendidikan kehutanan,
atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman
di bidang kehutanan atau pernah sebagai
Pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
c) Masyarakat luar desa setempat yang sudah
mengelola areal secara turun temurun atau 5
(lima) tahun terakhir berturut-turut.
Areal Hutan Areal Hutan kemasyarakatan diberikan
Tanaman Rakyat persetujuan pengelolaannya di kawasan Hutan
(HTR) Produksi (HP), bisa di satu desa atau lintas desa.
Perencanaan Pengelolaan HTR direncanakan melalui Rencana
Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) untuk jangka
waktu 10 tahun, kemudian diturunkan dalam
18
Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka waktu
satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi HTR dibagi menjadi dua yaitu
Ruang/Zonasi ruang/zona lindung dan ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan HTR dapat melakukan pemanfaatan sesuai dengan
potensinya masing – masing yang meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK, dan Jasa
Lingkungan.
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Hutan Tanaman penguatan kapasitas anggota, termasuk
Rakyat (HTR) membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi, pemanfaatan
dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola HTR dengan
Kerja Pengelola Kepala Desa bersifat kemitraan, konsultatif,
HTR dengan dan koordinatif.
Pemerintahan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara
Desa pengelola HTR dengan Kepala Desa ditetapkan
prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
c) Pengelola HTR bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap anggota.
d) Tata kerja HTR diatur di dalam anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan HTR
bersumber dari pengurus dan anggota, dapat juga
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
19
desa (APB Desa) dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola HTR (KPS-KUPS) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial HTR
Usaha dilakukan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS) yang dibentuk oleh Kelompok Perhutanan
Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan
Pembagian Tanaman Rakyat diatur melalui Anggaran Dasar
Manfaat dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang
disepakati melalui musyawarah pengurus,
pengawas, dan anggota. Hasil dari pengelolaan
HTR juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.
20
Struktur Struktur kepengurusan kelompok kemitraan
Kepengurusan kehutanan disepakati oleh internal pemegang
persetujuan Pengelolaan kemitraan kehutanan
sesuai dengan kebutuhan.
Keanggotaan a) Penduduk yang tinggal di desa sekitar areal
Kemitraan perizinan berusaha, penggunaan kawasan
Kehutanan hutan atau kawasan Hutan Konservasi.
b) Masyarakat yang sudah mengelola areal secara
turun temurun atau 5 (lima) tahun terakhir
berturut-turut.
c) Profesional kehutanan atau Perseorangan
yang telah memperoleh pendidikan kehutanan
atau bidang ilmu lainnya yang pernah sebagai
Pendamping atau penyuluh di bidang
kehutanan.
Areal Hutan a) Kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan
Kemitraan Lindung yang telah dibebani perizinan
Kehutanan berusaha Pemanfaatan Hutan.
b) Kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan
Lindung yang telah dibebani persetujuan
penggunaan kawasan hutan.
c) Kawasan Hutan Konservasi.
Perencanaan Pengelolaan kemitraan kehutanan direncanakan
melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS)
jangka waktu 10 tahun atau menyesuaikan jangka
waktu berlakunya perizinan berusaha
Pemanfaatan Hutan dan masa berlakunya
persetujuan penggunaan kawasan hutan,
kemudian diturunkan dalam Rencana Kerja
Tahunan (RKT) untuk jangka waktu satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi kemitraan kehutanan dibagi
Ruang/Zonasi menjadi dua yaitu ruang/zona lindung dan
ruang/zona pemanfaatan.
Pemanfaatan Kemitraan Kehutanan dapat melakukan
pemanfaatan sesuai dengan potensinya masing –
masing yang meliputi pemanfaatan Kawasan, HHK,
HHBK, dan Jasa Lingkungan.
21
Tugas Pengelola a) melakukan penguatan kelembagaan dan
Kemitraan penguatan kapasitas anggota, termasuk
Kehutanan membentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS),
b) melakukan pengelolaan kawasan seperti
penandaan batas, identifikasi potensi, menata
areal kerja melalui ruang/zonasi, pemanfaatan
dll,
c) melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha melalui KUPS,
d) melakukan perlindungan, pengamanan
kawasan dan konservasi keanekaragaman
hayati,
e) melakukan pengelolaan pengetahuan dan
kearifan lokal.
Hubungan Tata a) Hubungan kerja antara pengelola Kemitraan
Kerja Pengelola Kehutanan dengan Kepala Desa bersifat
Kemitraan kemitraan, konsultatif, dan koordinatif.
Kehutanan b) Dalam pelaksanaan tata kerja antara pengelola
dengan Kemitraan Kehutanan dengan Kepala Desa
Pemerintahan ditetapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan
Desa sinkronisasi.
c) Pengelola Kemitraan Kehutanan bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap
anggota.
d) Tata kerja Kelompok Kemitraan Kehutanan
diatur di dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga (AD/ART).
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan
kemitraan kehutanan bersumber dari pengurus
dan anggota, mitra kerja sama, juga bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja desa (APB
Desa) dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
Kerja Sama Pengelola kemitraan kehutanan (KPS-KUPS) dapat
melakukan kerja sama usaha dan kemitraan
lingkungan.
22
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial kemitraan
Usaha kehutanan dilakukan oleh Kelompok Usaha
Perhutanan Sosial (KUPS) yang dibentuk oleh
Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Kemitraan
Pembagian Kehutanan diatur melalui Anggaran Dasar dan
Manfaat Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati
melalui musyawarah pengurus, pengawas, dan
anggota. Hasil dari pengelolaan Kemitraan
Kehutanan juga dapat berkontribusi terhadap
penghasilan asli desa (PADes) yang disepakati
melalui AD/ART.
23
Perencanaan Pengelolaan Hutan Adat direncanakan melalui
Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) jangka
waktu 10 tahun, kemudian diturunkan dalam
Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk jangka waktu
satu tahun.
Pembagian Ruang atau zonasi hutan adat diatur oleh MHA
Ruang/Zonasi sesuai dengan ketentuan pengelolaan tradisional
yang sudah berjalan.
Pemanfaatan MHA dapat melakukan pemanfaatan sesuai
dengan kearifan lokal dan sesuai dengan
potensinya masing – masing, meliputi
pemanfaatan Kawasan, HHK, HHBK, dan Jasa
Lingkungan.
Pendanaan Pendanaan dalam rangka pengembangan hutan
adat bersumber dari MHA, mitra kerja sama, juga
bersumber dari Pemerintah dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.
Kerja Sama Pengelola Hutan (MHA) dapat melakukan kerja
sama usaha dan kemitraan lingkungan.
Pengelolaan Pengelolan usaha Perhutanan Sosial Hutan Adat
Usaha dilakukan oleh MHA atau unit usaha yang
dibentuk (KUPS) sesuai dengan ketentuan hukum
adatnya.
Mekanisme Mekanisme pembagian manfaat dari Hutan Adat
Pembagian diatur melalui hukum adat setempat.
Manfaat
24
BAB III │PENYELENGGARAAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
DI PERHUTANAN SOSIAL
25
kegiatan-kegiatan yang dapat didukung melalui semua aspek
pengelolaan pasca persetujuan Perhutanan Sosial:
26
d. Pembentukan d. Pengelolaan d. Akses permodalan
Kelompok Usaha pengetahuan usaha, dari proses
Perhutanan Sosial dalam kegiatan hulu sampai hilir
(KUPS) pengelolaan
kawasan
e. Peningkatan kelas KUPS e. Pemanfaatan e. Akses pasar dan
berdasarkan kawasan, HHBK, pemasaran, baik
pengembangan HHK dan Jasling pemasaran secara
usahanya konvensional
maupun
pemasaran secara
modern atau
digital
f. Pengelolaan f. Pengamanan dan f. Peningkatan
pengetahuan dalam perlindungan kualitas produk
kegiatan kelola kawasan maupun jasa,
kelembagaan termasuk fasilitasi
untuk
mendapatkan
perizinan
pendukung,
sertifikasi produk
dan jasa
g. Identifikasi potensi g. Konservasi sumber g. Pembangunan
dampak sosial daya sarana produksi
keanekaragaman maupun sarana
hayati termasuk jasa
kegiatan
pemulihan
lingkungan atau
restorasi
ekosistem
h. Pelatihan, diskusi h. Penelitian dan h. Dukungan
tematik, studi banding, Pemantauan teknologi dan
sekolah lapang dll reguler kualitas inovasi
untuk mendukung lingkungan,
pengelolaan termasuk
kelembagaan, kawasan pemantauan
dan usaha. cadangan karbon
27
b. Kemitraan lingkungan dalam rangka penelitian sumber daya
hutan dan lingkungan.
28
d. Kemitraan lingkungan dalam rangka pengembangan imbal jasa
lingkungan.
29
rangka pengamanan dan perlindungan ekosistem hutan rawa
gambut dari ancaman kebakaran hutan serta perlindungan
Orangutan dan Bekantan dari ancaman perburuan.
30
pengelolaan Perhutanan Sosial (penguatan kelembagaan,
pengelolaan kawasan, dan pengembangan usaha) maupun
kegiatan kerja sama dalam isu tematik tertentu.
31
berperan sesuai dengan peran sektornya masing-masing. Berikut peran
para pihak sesuai dengan tugas, fungsi dan kepentingannya:
32
tingkat tapak, misalnya berbagai program
melalui skema pendanaan DBH – DR.
b) Merencanakan Perhutanan Sosial di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
c) Menyajikan regulasi yang diperlukan dalam
kontek kemitraan lingkungan, misalnya
pembagian kewenangan pemerintah
provinsi terkait pengelolaan kawasan hutan
ke desa-desa yang memiliki persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial sehingga ada
implikasi anggaran dari skema Tugas
Pembantuan (TP) untuk desa – desa
tersebut.
Pemerintah a) Menjadi simpul kolaborasi lintas aktor dan
Daerah lintas sektor dalam kemitraan lingkungan,
Kabupaten/Kota misalnya melalui skema pengembangan
kawasan perdesaan (PKP).
b) Memberikan dukungan program dan
anggaran yang langsung menyentuh
kegiatan di tingkat tapak, misalnya
pengembangan dan pendampingan
UMKM/KUPS di lokasi-lokasi Perhutanan
Sosial, dukungan peningkatan kelembagaan
KPS-KUPS, maupun dukungan sarana dan
prasarana yang berada di lokasi-lokasi
kemitraan lingkungan.
c) Memberikan dukungan regulasi yang
mendukung operasionalisasi kemitraan
lingkungan, misalnya peraturan Bupati
tentang kewenangan dan penganggaran
dana desa untuk kegiatan pemberdayaan
masyarakat melalui Perhutanan Sosial.
Contoh lain lagi, misalnya dengan
menerbitkan regulasi tentang pengelolaan
sampah, pencemaran lingkungan, atau
33
energi terbarukan antar desa-desa
Perhutanan Sosial.
Lembaga Mendorong berbagai regulasi yang
Legislatif diperlukan untuk mendukung Perhutanan
Sosial dan kemitraan lingkungan, baik
regulasi terkait penganggaran, kewenangan
maupun yang terkait langsung dengan
tema- tema besar kemitraan lingkungan
seperti isu sampah, pencemaran
lingkungan, CSR, imbal jasa lingkungan, dan
lain sebagainya.
Badan Usaha a) Dapat melakukan kemitraan lingkungan
Milik Negara dengan kelompok Perhutanan Sosial sesuai
(BUMN), Badan dengan kebutuhan para pihak, misalnya
Usaha Milik kemitraan lingkungan dalam rangka CSR
Daerah (BUMD) atau kompensasi lingkungan di mana kerja
dan Badan Usaha sama ini dapat mendukung semua aspek
Milik Swasta pengelolaan pasca persetujuan.
(BUMS) b) Dapat melakukan kerja sama usaha,
penyertaan modal untuk mendukung
kegiatan usaha Perhutanan Sosial.
Badan Usaha Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Milik Desa lingkungan dalam rangka imbal jasa lingkungan,
(BUMDes) pengelolaan sampah, pengembangan
pariwisata alam, pemanfaatan air bersih,
pemanfaatan jasa aliran air, penyerapan dan
penyimpanan karbon, atau kerja sama
kemitraan lingkungan lainnya sesuai dengan
kebutuhan para pihak.
Akademisi atau Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Perguruan Tinggi lingkungan dalam konteks penelitian sumber
daya kawasan, pencemaran lingkungan,
pengembangan sosial masyarakat atau
pendampingan semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan, dan kerja sama kemitraan
lingkungan lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.
34
Lembaga a) Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Swadaya lingkungan dalam konteks pendampingan
Masyarakat semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan maupun isu tematik dalam
kemitraan lingkungan.
b) Menggalang dukungan para pihak dan
membantu mempersambungkan kelompok
Perhutanan Sosial dengan mitra - mitra
lingkungan lainnya.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.
Kepanduan, Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Jejaring lingkungan dalam konteks penanganan sampah,
Komunitas pencemaran lingkungan, pananganan, dan
Kehutanan dan penanggulangan bencana misalnya kebakaran
Lingkungan hutan dan lahan, pemulihan ekosistem,
pendampingan semua aspek kelola pasca
persetujuan, atau kerja sama kemitraan
lingkungan lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.
Lembaga Dapat memberikan penyertaan modal untuk
Keuangan mendukung kegiatan kemitraan lingkungan,
misalnya penyertaan modal untuk
pengembangan imbal jasa karbon, pariwisata
alam, energi terbarukan, pemanfaatan air, dan
termasuk dukungan terhadap semua aspek
pengelolaan pasca persetujuan.
Organisasi a) Dukungan dalam bentuk pendampingan
Kemasyarakatan semua aspek pengelolaan pasca
persetujuan.
b) Menggalang dukungan para pihak dan
membantu menghubungkan Kelompok
Perhutanan Sosial dengan mitra-mitra
lingkungan.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.
35
Lembaga Dapat melakukan kerja sama kemitraan
Penelitian lingkungan dalam konteks penelitian sumber
daya kawasan, pencemaran lingkungan,
pengembangan sosial masyarakat atau
penelitian lainnya sesuai dengan kebutuhan
para pihak.
Media Massa Dapat memberikan dukungan dalam bentuk
publikasi kegiatan – kegiatan kemitraan
lingkungan atau membantu mempromosikan
potensi kemitraan lingkungan dari Perhutanan
Sosial.
Tokoh a) Dukungan dalam bentuk pendampingan
Masyarakat, Local semua aspek pengelolaan pasca
Champion (Kader persetujuan.
Konservasi, Kader b) Menggalang dukungan para pihak dan
Lingkungan, membantu menghubungkan Kelompok
Kalpataru) Perhutanan Sosial dengan mitra – mitra
lingkungan.
c) Peran lainnya sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan di tingkat tapak.
36
Gambar 2. Syarat Kemitraan Lingkungan di Perhutanan Sosial
37
KPS-KUPS maupun kepada calon mitra dilakukan oleh KPS -
lingkungan. KUPS secara mandiri,
b) Membantu KPS-KUPS mengidentifikasi karena dukungan atau
calon mitra lingkungan. fasilitasi yang
c) Membantu calon mitra lingkungan diberikan dalam
mengidentifikasi KPS-KUPS yang sesuai rangka mendorong
dengan kebutuhannya. kemandirian KPS-
d) Menghubungkan KPS-KUPS dengan KUPS.
calon mitranya untuk memastikan
kecocokan kerja sama.
e) Membantu persiapan pra kerja sama
kemitraan lingkungan seperti pertemuan
– pertemuan atau kunjungan lapangan.
f) Memfasilitasi proses kerja sama
kemitraan lingkungan.
g) Membantu pelaksanaan kerja sama
kemitraan lingkungan.
h) Monitoring dan evaluasi kerja sama yang
telah berjalan.
38
dengan kewenangan pengelolaan kawasan sebaiknya dilakukan
langsung dengan Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) sebagai
pemegang persetujuan, sedangkan kerja sama dalam kontek
pengelolaan usaha Perhutanan Sosial yang sifatnya tidak
membutuhkan kewenangan pengelolaan kawasan sebaiknya
dilakukan dengan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)
namun atas persetujuan dan diketahui oleh KPS setempat.
Gambar 4. Ilustrasi Kerja Sama Kemitraan Lingkungan Dua Pihak dan Multi
Pihak
39
Berdasarkan gambar ilustrasi kemitraan lingkungan multi pihak di
atas, dilihat dari pendekatan lokasi, strategi kolaborasi dapat dibagi
menjadi dua:
40
Berikut ilustrasi pendekatan kolaborasi kemitraan lingkungan multi
pihak di beberapa lokasi perhutanan sosial dalam satu kesatuan
lanskap:
41
Strategi ini merupakan pendekatan kolaborasi multi pihak baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, akademisi, lembaga
swadaya masyarakat, media massa, badan usaha, perbankan dan
sebagainya dengan merujuk kepada regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah terkait perencanaan terpadu percepatan pengelolaan
Perhutanan Sosial. Melalui strategi ini, lokasi-lokasi persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial menjadi isu utama pemersatu
kepentingan bagi para pihak, selain itu akan teridentifikasi kebutuhan
pendukung seperti kebutuhan jaringan infrastruktur jalan/transportasi,
listrik, air, sarana pengolahan bahan baku, telekomunikasi dan lain
sebagainya. Dengan banyaknya persetujuan pengelolaan Perhutanan
Sosial dalam satu lanskap, membuka peluang kerja sama
pengembangan produk dan jasa secara kolektif lintas persetujuan
termasuk kerja sama dalam rangka kemitraan lingkungan. Hal ini
tentunya akan menarik minat mitra untuk bekerja sama karena
memiliki luasan yang signifikan dan terjaminnya keberlanjutan bahan
baku untuk produksi.
42
kemitraan lingkungan akan dilakukan berdasarkan isu-isu strategis
sesuai dengan rencana aksi IAD yang telah ditetapkan.
43
lingkup isu tematik tertentu sesuai dengan kebutuhan dari mitra
Perhutanan Sosial.
2. Menentukan lokasi atau Perhutanan Sosial yang cocok dengan
kebutuhan mitra, untuk mencari informasi tentang Perhutanan
Sosial para mitra dapat menghubungi Pendamping, KPH, Dinas
yang membidangi kehutanan atau lingkungan hidup, Balai PSKL,
Pokja PPS atau Direktorat Kemitraan Lingkungan.
3. Membuka komunikasi dengan pemegang persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial untuk menggali informasi umum,
menghimpun data-data yang diperlukan, memahami minat dan
peluang kerja sama sesuai dengan kebutuhan mitra Perhutanan
Sosial. Kegiatan ini lebih baik jika didampingi oleh pihak terkait
sebagaimana penjelasan nomor 2 di atas.
4. Jika sudah ada kecocokan visi, misi dan kebutuhan kedua belah
pihak, kemudian dipastikan mitra sanggup memenuhi syarat-
syarat kemitraan lingkungan, selanjutnya mitra dapat
melangkah lebih lanjut kepada tahap pembahasan poin-poin
kesepakatan kerja sama kemitraan lingkungan yang dituangkan
dalam naskah perjanjian kerja sama. Dalam proses pembahasan
poin-poin kerja sama sebaiknya melibatkan pendamping, KPH,
Pokja PPS dan BPSKL.
5. Setelah naskah kesepakatan kerja sama disepakati dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak dan diketahui oleh BPSKL,
selanjutnya dibantu oleh BPSKL melaporkan kerja sama
kemitraan lingkungan kepada Dinas yang membidangi
lingkungan hidup dan Direktorat Kemitraan Lingkungan.
44
Gambar 9. Ilustrasi langkah – langkah kerja sama kemitraan
lingkungan multi pihak di satu lokasi perhutanan sosial.
45
kemitraan lingkungan yang dituangkan dalam naskah
kesepakatan kerja sama kemitraan lingkungan multi pihak.
Pertemuan ini sebaiknya dihadiri oleh Pokja PPS, BPSKL dan
pihak terkait lainnya, jika memungkinkan pada tahapan ini dapat
langsung dilakukan penandatanganan kerja sama multi pihak.
46
Berikut langkah-langkah fasilitasi pengembangan kawasan terpadu
berbasis Perhutanan Sosial:
47
4. Pengesahan rencana aksi IAD, perencanaan terpadu berbasis
Perhutanan Sosial/IAD disahkan oleh Gubernur jika lokasi IAD
lintas Kabupaten, disahkan oleh Bupati/Walikota jika IAD
berada dalam satu kabupaten/kota.
48
3. Tidak boleh menanam kelapa sawit di lokasi persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial,
4. Tidak boleh menebang pohon, mengubah bentang alam dan
menggunakan peralatan mekanis pada areal persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial dengan fungsi lindung,
5. Tidak boleh membuka lahan baru/land clearing sampai
ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal
Ekosistem Gambut untuk tanaman tertentu,
6. Tidak boleh membuat saluran drainase yang mengakibatkan
gambut menjadi kering,
7. Tidak boleh membakar lahan Gambut dan/atau melakukan
pembiaran terjadinya pembakaran,
8. Melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya
kriteria pencemaran/kerusakan lingkungan maupun kerusakan
Ekosistem Gambut.
Bagi para mitra atau para pihak terkait, informasi awal tentang
Perhutanan Sosial dan potensi kemitraan lingkungan yang dapat
dikembangkan di lokasi-lokasi Perhutanan Sosial merupakan kebutuhan
dasar untuk menentukan pilihan-pilihan kerja sama yang akan
dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan informasi pihak mana saja yang
49
dapat dihubungi dalam rangka kemitraan lingkungan. Berikut pihak-
pihak yang dapat dihubungi sebelum melakukan kemitraan lingkungan:
50
BAB IV │PENUTUP
51
DAFTAR PUSTKA
52
Direktorat Kemitraan Lingkungan
Gedung Manggala Wanabakti Blok 4 Lantai 6 Wing B
Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
Telp. 021-5701109, Faks. 021-5701109