Anda di halaman 1dari 16

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SAMBAS DALAM PERSPEKTIF

TIGA PILAR SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Tomi Mandala Putra

20150520300

Kelas A

PENDAHULUAN

Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang semakin pesat.


Kelapa sawit atau dengan nama latin disebut dengan elaeis guineensis adalah satu dari beberapa
komoditas utama disektor tanaman perkebunan yang memiliki nilai penting dalam bidang
ekonomi di Indonesia yaitu sebagai penghasil devisa negara sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ambiyah dalam (Utami, Rani., Eka Intan Kumala Putri., dan Meti Ekawati, 2017).
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan dalam (Utami, Rani., Eka Intan Kumala
Putri., dan Meti Ekawati, 2017), perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi
menjadi tiga bagian, seperti sebesar 51,86% untuk Perkebunan Besar Swasta (PBS), sebesar
41,42% untuk Perkebunan Rakyat (PR), dan sebesar 6,72% untuk Perkebunan Besar Negara
(PBN). Selama sepuluh tahun terakhir, di Indonesia luas area perkebunan sawit cenderung
mengalami adanya peningkatan.

Selain itu, sejak tahun 2009 sebagai pengganti komoditas minyak dan gas, sawit telah
mampu menjadi primadona penyumbang pertumbuhan ekspor yang luar biasa. Pada tahun 2013,
berdasarkan catatan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sawit mampu
menyumbangkan hampir US$ 6,5 juta terhadap pertumbuhan nilai ekspor dalam periode satu
tahun. Apabila dibandingkan dengan tahun 1990-2000, nilai ekspor tidak pernah sama sekali
disumbang dari komoditas sawit (Purnomo, Eko Priyo., dkk, 2016). Sebagai salah satu daerah

1
sentra pengembangan kelapa sawit di Indonesia, Kalimantan Barat merupakan salah satu
provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit seperti yang tersebar di Kabupaten Sambas.

Alasan penulis memilih studi kasus di Kabupaten Sambas karena sebagian besar
Kabupaten Sambas memiliki jenis-jenis tanah seperti tanah aluvial yang meliputi areal sebesar
230,63 ribu hektare atau sekitar 36,06% dari luas daerah 0,64 juta hektare. Sedangkan, untuk
tanah podsolik merah kuning sekitar 157,32 ribu hektare atau 24,60% yang tersebar hampir di
seluruh kecamatan di Kabupaten Sambas (Pemerintah Kabupaten Sambas, 2012). Hal ini sama
halnya dengan yang dikemukakan oleh (Fauzi, Yan., dkk, 2012) mengenai jenis tanah yang
cocok untuk ditanami tanaman sawit yaitu tanah podsolik, alluvial, dan lain-lain. Selain itu, salah
satu perseroan terbatas yaitu PT. Sinarmas Agro Resources and Technology akan mendirikan
perkebunan kelapa sawit yang bersifat sustainable. Seperti, melindungi flora dan fauna yang
akan punah dan yang dilindungi, tidak melakukan pembakaran hutan saat pembukaan lahan, di
tanah gambut tidak membuka lahan, dan pada wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi dan
banyak karbon tidak akan ditanami tanaman kelapa sawit (https://kalbar.antaranews.com, 2016).

Kenaikan setiap tahun dialami oleh wilayah Kabupaten Sambas dalam hal perluasan
ruang dan proses produktivitas kelapa sawit. Kelapa sawit di wilayah Kabupaten Sambas,
industri besar lebih banyak mendominasi. Sedangkan, sisanya didominasi oleh industri kecil
seperti masyarakat sekitar. Berdasarkan pendapat dari Muh Rasidi selaku Kepala Sub Bidang
Pendataan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten
Sambas mengatakan bahwa di Kabupaten Sambas pada bulan September 2016 terdapat 31
perusahaan kelapa sawit. Perusahaan kelapa sawit tersebut tersebar kurang lebih 266.412,36
hektar. Adapun 31 perusahaaan kelapa sawit menyebar di beberapa kecamatan antara lain
kecamatan Tangaran, Sajingan Besar, Sambas, Galing, Selakau Timur, Sejangkung, Tebas,
Paloh, Sebawi, Subah, dan Teluk Keramat. Di Kabupaten Sambas, kecamatan-kecamatan
tertentu saja tidak memiliki perusahaan kelapa sawit seperti Salatiga, Takarang, Jawai,
Semparuk, Selakau, Jawai Selatan, dan Pemangkat (http://thetanjungpuratimes.com, 2016).

2
Sustainable merupakan cara dalam memenuhi dasar dari keperluan manusia seperti
keperluan kelompok ataupun personal dengan tidak memunculkan berbagai kerusakan yang ada
di lingkungan sosial ataupun kehidupan alam (Nawirudin, 2017). Sustainable development
adalah proses dari suatu pembangunan yang lebih berkualitas dan inklusif. Paradigma
development ini telah dijadikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai platform global
development 2015-2030 yang dikenal dengan sustainable development Goals (SDGs 2030).
Sebagai platform global development setiap industri, sektor, daerah, dan dan negara, diharapkan
berkontribusi dan mengadopsi pada sustainable development. Secara lintas generasi, sustainable
development bukan hanya eksklusif memberikan berbagai manfaat lingkungan. Namun,
sustainable development juga memberikan berbagai manfaat bagi sosial dan ekonomi (Purba, Jan
Horas V., dan Tungkot Sipayun, 2017). Sebagaimana yang dijelaskan oleh World Bank dalam
(Purba, Jan Horas V., dan Tungkot Sipayun, 2017), sustainable development mempunyai tiga
pilar antara lain lingkungan, sosial, dan ekonomi atau yang sering dikenal dengan 3P (planet,
people, and profit). Oleh karena itu, di dalam essay ini penulis tertarik untuk menganalisis terkait
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sambas dalam perspektif tiga pilar sustainable
development.

3
ANALISIS

A. Lingkungan
Perubahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit membuat masyarakat kehilangan
mata pencaharian dan profesi yag bersumber dari hutan. Selain itu, pihak perusahaan
melakukan penebangan dan pembakaran hutan. Hutan menjadi gundul dan menyebabakan
kebanjiran ketika terjadinya hujan. Aliran-aliran sungai menjadi kotor. Seperti halnya yang
terjadi di Desa Semanga Kecamatan Sejangkung Sambas, pada tahun 2016 telah terjadi
pencemaran lingkungan berupa limbah dari pabrik perusahaan sawit. Tim Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sambas telah menemukan beberapa fakta seperti limbah yang masuk ke
sungai di Desa Semanga berasal dari limbah pabrik milik PT. WHS
(https://www.pontianakpost.co.id, 2016). Padahal air merupakan kebutuhan masyarakat
terutama yang berada di penggiran sungai. Selain itu, dalam aspek lingkungan sustainable
development dapat dinilai dari sumber daya alam, pencemaran lingkungan, serta permukiman
dan pedesaan.
1. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang ada disekitar harus diperhatikan ketika pada saat sebelum
pengolahan kelapa sawit berkelanjutan, saat pembukaan lahan untuk pengolahan kelapa
sawit berkelanjutan, dan ketika pengolahan kelapa sawit berkelanjutan sedang
berlangsung. Adapun berbagai macam sumber daya alam yang harus diperhatikan yang
ada disekitar antara lain sumber daya lahan, sumber daya air, dan hutan.
2. Permukiman dan Pedesaan
Permukiman merupakan salah satu yang penting di dalam pengelolaan
perkebunan sawit berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena pihak perusahaan harus
memperhatikan berbagai macam kebutuhan para karyawannya. Berbagai macam
kebutuhan tersebut antara lain makanan, minuman, listrik, dan lain-lain. Selain itu, di
pedesaan, pihak perusahaan harus dapat menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang
ada di desa. Dengan menjaga hubungan baik diharapkan tidak akan terjadinya konflik
antara pihak perusahaan dan masyarakat. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban dalam
mempertahankan kearifan lokal dan adat istiadat yang ada di pedesaan. Dengan

4
mempertahankan kearifan lokal dan adat istiadat tersebut diharapkan kearifan lokal dan
adat istiadat pedesaan tidak hilang dengan seiiring perkembangan zaman.

B. Sosial

Gambar 1
Jumlah Penduduk Kabupaten Sambas
Sebelum Pabrik Kelapa Sawit
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Sumber: KDA Kabupaten Sambas dalam (Supriadi, 2013)

Berdasarkan data yang telah ditampilkan dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa sebelum
adanya kebijakan perluasan perkebunan sawit di Kabupaten Sambas, setiap kecamatan
memiliki jumlah penduduk yang masing-masing berbeda. Hal ini berarti bahwa jumlah
penduduk tidak menggambarkan luas dari wilayah kecamatan. Penduduk yang memiliki
kepadatan yang cukup tinggi di Kabupaten Sambas berada pada Kecamatan Teluk Keramat
yaitu sebesar 17%. Kemudian, diikuti oleh Kecamatan Sambas yaitu sebesar 13%.
Dilanjutkan dengan Kecamatan Tebas yaitu sebesar 12%. Sama halnya dengan Kecamatan
Jawai yaitu sebesar 12%. Selanjutnya, juga halnya dengan Kecamatan Pemangkat yaitu
sebesar 12%. Sedangkan, untuk jumlah penduduk yang berada pada kecamatan-kecamatan
yang lain menempati posisi dibawah angka 10%.

5
Gambar 2
Jumlah Penduduk Kabupaten Sambas
Setelah Pabrik Kebun Sawit
14
12
10
8
6
4
2
0

Sumber: KDA Kabupaten Sambas dalam (Supriadi, 2013)

Sementara itu, sebagaimana penampilan data yang terdapat di atas yaitu Gambar 2
kita ketahui bahwa setelah terciptanya kebijakan perluasan perkebunan sawit di Kabupaten
Sambas, untuk jumlah penduduk mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan besar
tersebut yaitu berupa terjadinya peningkatan jumlah penduduk sebesar 3,95% atau 18.853
jiwa. Setiap kecamatan memiliki persebaran jumlah penduduk yang lebih merata. Kita dapat
melihat, sebelum adanya kebijakan perluasan perkebunan sawit di Kabupaten Sambas,
semula kepadatan jumlah penduduk dipegang oleh Kecamatan Teluk Keramat. Akan tetapi,
perkebunan sawit di Kabupaten Sambas setelah terciptanya kebijakan perluasan, kepadatan
jumlah penduduk dipegang oleh Kecamatan Tebas. Ini menjadi bukti bahwa aspek sosial
sustainable development dalam perluasan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak
yang signifikan berupa persebaran penduduk yang lebih merata di Kabupaten Sambas. Selain
itu, dalam aspek sosial sustainable development dapat dinilai dari kemasyarakatan,
demografi, dan desentraliasi. Adapun penjelasannya dapat dilihat seperti yang ada dibawah
ini.

6
1. Kemasyarakatan
a) Lembaga Swadaya Masyarakat
Dalam area politik lingkungan hidup, perkembangan Lembaga Swadaya
Masyarakat sebagai bagian demokratisasi lingkungan hidup sebagaimana yang
dikemukakan oleh Princen dan Finger dalam (Ardhian, David., Soeryo Adiwibowo.,
dan E. S. W, 2016). Menurut Guadalope dan Rodrigues dalam (Ardhian, David.,
Soeryo Adiwibowo., dan E. S. W, 2016), pada tahun 1992 tepatnya penyelenggaraan
Konferensi Bumi di Rio De Jeneiro, perkembangan pesat terjadi pada partisipasi
organisasi masyarakat sipil dalam kebijakan lingkungan hidup. Aktor-aktor negara
tidak lagi menjadi pusat dalam tata kelola lingkungan hidup dan perubahan kebijakan.
Akan tetapi, peran organisasi masyarakat sipil menjadi perwakilan aktor non-
pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Lembaga Swadaya Masyarakat yang berperan andil dalam melihat
perkembangan kinerja perkebunan sawit adalah sawit watch. Sawit watch merupakan
sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia yang berdasarkan keanggotan
individu yang memiliki kekhawatiran terhadap berbagai dampak negatif dari
perkembangan perkebunan sawit. Untuk keanggotan, sawit watch sampai dengan
tahun 2011 berjumlah 135 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Anggota-anggota
tersebut terdiri dari pekebuh, buruh kebun, masyarakat adat, aktivis Lembaga
Swadaya Masyarakat, guru, dosen, dan wakil rakyat (http://sawitwatch.or.id).
b) Organisasi Buruh
Salah satu pembukaan lapangan kerja yang cukup besar di Indonesia yaitu
pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2016, berdasarkan data dari
Statistik Perkebunan Indonesia, terdapat peran yang signifikan pada perkebunan
kelapa sawit terhadap yang ada di dalam negeri terkait rekuitmen tenaga kerja.
Sebanyak 5,7 juta orang untuk rekuitmen tenaga kerja. Adapun diantaranya petani
skala kecil dengan jumlah 2,2 juta orang (https://www.suara.com, 2017). Akan tetapi,
seiring dengan penyerapan tenaga kerja, terdapat berbagai permasalahan yang
dihadapi buruh sawit. Salah satu permasalahan tersebut yaitu pelayanan kesehatan
dari perusahaan. Misalnya, perusahaan belum mendaftarkan buruhnya ke dalam
program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui Corporate

7
Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada buruh.
Berdasarkan hal tersebut, perusahaan harus memfasilitasi terbentunya Serikat Pekerja
atau Serikat Buruh yang bertujuan memperjuangkan hak-hak para buruh. Salah satu
serikat pekerja atau serikat buruh adalah Serikat Buruh Perkebunan Indonesia
(Serbundo). Serbundo yang berjuang dalam kesejahteraan, keadilan, kemandirian
para buruh di dalam perkebunan. Organisasi ini menyampaikan permasalahan buruh
yang ada di Indonesia.
2. Demografi
a) Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi demografi
masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit. Misalnya, ada beberapa keadaan dimana
terjadinya perubahan lingkungan yang berakibat ketidakstabilan kesehatan
masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit. Dari hal ini, pihak perusahaan harus
bisa memahami cara mencegah dan mengatasi keadaan tersebut yaitu dengan
mendirikan sarana kesehatan yang memadai untuk masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan kelapa sawit. Hal ini juga menjadi tanggungjawab dari pihak perusahaan
sebagai wujud penerapan dari Corporate Social Responsibility (CSR). Adapun
paduan kajian terhadap kesehatan untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yaitu terdapat pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor 124 Tahun 1997
Tentang Paduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
b) Peluang Kerja
Menurut Sarangih dalam (Supriadi, 2013) cara menguatkan perekonomian
masyarakat, industrialisasi pertanian merupakan necessary condition (syarat
keharusan). Iklim makro kondusif bagi pengembangan perekonomian masyarakat
terjamin oleh industrialisasi yang lebih besar terdapat di dalam kegiatan
perekonomian dalam kategori pertanian. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah
satu contoh industrialisasi pertanian yang dapat menguatkan perekonomian
masyarakat. Perekonomian masyarakat adalah salah satu cara terpenting di dalam
pembangunan masyarakat. Hal ini dikarenakan di dalam pembangunan masyarakat
terdapat suatu kebijakan dari perusahaan untuk memberikan peluang kerja kepada

8
masyarakat yang ada di sekitar perusahaan. Di dalam pemberian peluang kerja,
masyarakat akan diberikan berbagai pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan masyarakat yang saat bekerja di
perusahaan.
3. Desentralisasi
a) Masyarakat Adat
Wilayah yang dikuasai oleh investor kelapa sawit diprediksi akan
memunculkan berbagai dampak buruk terhadap masyarakat adat. Seperti salah
satunya yaitu ekspansi perkebunan kelapa sawit menyebabakan hilangnya tutupan
hutan. Hal ini juga akan berdampak pada segala keberagaman yang ada di dalam
hutan akan hilang. Agar berbagai dampak buruk terhadap masyarakat adat tidak
terjadi, maka diperlukannya usaha-usaha untuk mengatasinya antara lain:
1) Adanya aturan hukum berlaku yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur
kesepakan antara pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat adat
sekitar.
2) Keberadaan masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan perkebunan sawit
harus selalu dilihat oleh pemerintah dan perusahaan. Hal ini bertujuan agar tidak
hilangnya keberadaan masyarakat adat.
b) Nilai-Nilai Sosial Masyarakat
Dengan didirikannya perkebunan kelapa sawit di suatu wilayah, masyarakat
lebih berpikir pragmatis dan hedonis, serta tata cara hidup tidak lagi berpedoman
pada aturan adat budaya yang berlaku disekitar masyarakat. Ritual adat sebagai media
religius dan sosial berubah menjadi lebih kepada serimonial dan lebih kental aspek
pariwisata. Masyarakat kehilangan jati diri dan identitasnya. Segala hal yang
berkaitan dengan warisan budaya sudah hilang maknanya (Ruslan, 2014). Adapun
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan
melakukan kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat berupa
penyelengaraan kegiatan-kegitan dalam meningkatkan nilai-nilai sosial yang ada di
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan gap setelah didirkannya
perusahaan perkebunan kelapa sawit dan memperkuat rasa kebersamaan yang ada di
masyarakat.

9
C. Ekonomi
Pada prinsipnya pembangunan ekonomi regional bertujuan dalam meningkatkan
kesehteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi regional ini salah satunya dapat diukur
dengan indikator kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Apabila kesejahteraan
ekonomi masyarakat meningkat, maka pendapatan rill perkapita masyarakat ikut meningkat.
Gambar pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Sambas dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut.

Tabel 1
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha (Dalam Jutaan Rupiah)
Sebelum Pabrik Kelapa Setelah Pabrik Kelapa Sawit
No. Lapangan Sawit (PKS) (PKS)
(1992-2002) (2005-2011)
Rata-rata Tertinggi Rata-rata Tertinggi
1. Pertanian 877,130.93 1,004,387.51 1,253,641.93 1,451,699.96
a. Tanaman 609,908.26 674,790.72 802,356.13 910,177.58
Bahan
Makanan
b. Tanaman 159,947.59 202,943.22 299,507.34 341,696.77
Perkebunan
c. Peternakan dan 34,822.76 43,549.21 46,759.06 56,473.33
Hasil-Hasil
d. Kehutanan 6,408.59 7,787.78 2,438.99 3,051.01
e. Perikanan 66,043.73 78,322.26 102,580.40 141,371.76
2. Penggalian dan 4,095.24 4,844.07 5,160.80 7,066.80
Pertambangan
3. Industri Pengolahan 210,054.33 252,705.23 246,129.32 280,838.13
4. Gas, Air Bersih dan 5,064.82 7,021.66 6,792.77 8,179.83
Listrik
5. Bangunan-Bangunan 55,217.88 63,788.56 66,486.36 85,502.79

10
6. Hotel, Restoran, dan 529,606.44 621,448.64 732,386.63 874,676.78
Perdagangan
7. Komunikasi dan 80,589.94 99,468.80 96,490.25 112,098.51
Pengangkutan
8. Keuangan, Persewaan, 98,374.07 116,702.85 115,705.94 131,303.87
dan Jasa Perusahaan
9. Servis-Servis/Jasa 89,622.19 111,164.47 129,653.37 151,790.70
Produk Domestik 1,945,657.18 2,281,531.79 2,652,461.67 3,103,157.38
Regional Bruto
Sumber: KDA Kabupaten Sambas dalam (Supriadi, 2013)

Berdasarkan data di atas, terdapat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto


(PDRB) dari tahun 1999 sampai 2002 sebelum adanya Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang
mengalami adanya peningkatan. Tingkat tertinggi terdapat bidang pertanian yang menjadi
lapangan usaha dengan nilai 43,84%. Sedangkan, lapangan usaha pertanian untuk sektor
tanaman perkebunan memberikan kontribusi sebesar 8,86%. Hal ini terlihat jelas sektor
tanaman bahan makanan berada di atas yang memberikan kontribusi sebanyak 29,55%.
Secara umum, terlihat dari keadaan tersebut untuk lapangan usaha pertanian memiliki
keunggulan di Kabupaten Sambas untuk peningkatan ekonomi. Namun, pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun 2005 sampai 2011 setelah adanya Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) juga yang mengalami adanya peningkatan dengan nilai 73,51% apabila
dibandingkan dengan sebelumnya. Lapangan usaha pertanian masih memberikan kontribusi
sebesar 46,79% dan ini masih tergolong peningkatan yang signifikan. Untuk sektor tanaman
perkebunan masih berada dibawah dengan berkontribusi sebesar 10,99% apabila
dibandingkan dengan sektor tanaman bahan makanan dengan berkontribusi sebesar 29,33%.
Dengan melihat dari data sebelum dan setelah adanya Pabrik Kelapa Sawit (PKS),
dapat diambil kesimpulan bahwa dimulai dari tahun 1999 sampai 2011 yaitu untuk jangka
waktu tujuh tahun, setiap tahunnya mengalami perubahan yang lebih baik sebesar 3,43% dari
jumlah kontribusi sektor tanaman perkebunan pada tahun 2011 sebanyak 342 milyar atau
pertahunnya sebanyak 11,73 milyar. Selain itu, dalam aspek ekonomi Sustainable
Development dapat dinilai dari sektor pertanian dan pemerataan kemiskinan. Adapun
penjelasannya dapat dilihat seperti yang ada dibawah ini.
11
1. Sektor Pertanian
Dengan luas dan cepatnya perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, maka
samakin banyak juga limbah yang dihasilkan dari proses produksi industri kelapa sawit.
Pakan ternak dapat disalurkan dari limbah kelapa sawit dengan menggunakan program
integrasi kelapa sawit dan ternak sapi. Pakan ternak juga dapat diperoleh dari tanaman
hijau yang berada di dekat tanaman sawit (Permatasari, 2016). Lembaga pengembangan
dan penelitian/riset memiliki peran yang strategis dalam mensupport pelaksanaan dari
program dan kebijakan pengembangan untuk kelanjutan industri kelapa sawit yang ada di
Indonesia sebagaimana yang dikemukan oleh Goenadi dalam (Sabriyah & Kospa, 2016).
Adapun kebijakan pada periode 2005-2010 terkait pengembangan agribisnis kelapa sawit
nasional (Sabriyah & Kospa, 2016) antara lain:
a) Kebijakan Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kelapa Sawit: Kebijakan ini
menjelaskan terkait secara bertahap dalam peningkatan produktivitas dan kualitas
kelapa sawit, seperti yang dihasilkan oleh perkebunan besar dan petani pekebun.
b) Kebijakan Meningkatan Nilai Tambah Kelapa Sawit dan Pengembangan Industri
Hilir: Ini merupakan kebijakan yang menjelaskan terkait ekspor komoditas kelapa
sawit dalam bentuk hasil olahan, bukan lagi berupa bahan mentah. Sehingga, dapat
menciptakan lapangan kerja baru dan menciptakan nilai tambah mana masyarakat di
dalam negeri dapat menikmatinya.
2. Pemerataan Kemiskinan
Pada tahap tertentu, pembangunan perkebunan kelapa sawit akan membuka di
suatu wilayah investasi pihak ketiga dan pengembangan ruang bisnis agribisnis. Pada
wilayah industry perkebunan, masuknya para investor akan membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat dan membuat berdirinya perusahaan kelapa sawit. Hal ini akan
memberikan dampak pada bagi perekonomian nasional dan perekonomian regional.
Seperti salah satunya yaitu didapatkan pajak dari perusahaan yang menyebabkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat (Ruslan, 2014).

12
PENUTUP

Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam analisis di atas dapat penulis ambil
kesimpulan bahwa perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sambas dalam perspektif tiga pilar
sustainable development antara lain sebagai berikut.

1) Lingkungan
Di dalam aspek lingkungan, perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sambas
memberikan dampak yang tidak baik. Dampak tersebut salah satunya yaitu yang terjadi di
Desa Semanga Kecamatan Sejangkung Sambas, pada tahun 2016 telah terjadi pencemaran
lingkungan berupa limbah dari pabrik perusahaan sawit. Tim Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sambas telah menemukan beberapa fakta seperti limbah yang masuk ke sungai di
Desa Semanga berasal dari limbah pabrik milik PT. WHS.
2) Sosial
Di dalam aspek sosial, kita dapat melihat pada dua perbandingan sebelum dan setelah
kebijakan perluasan perkebunan sawit yang ada di Kabupaten Sambas. Sebelum adanya
kebijakan perluasan perkebunan sawit di Kabupaten Sambas, semula kepadatan jumlah
penduduk dipegang oleh Kecamatan Teluk Keramat. Akan tetapi, setelah adanya kebijakan
perluasan perkebunan sawit di Kabupaten Sambas, kepadatan jumlah penduduk dipegang
oleh Kecamatan Tebas. Ini menjadi bukti bahwa aspek sosial sustainable development dalam
perluasan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak yang baik yaitu berupa persebaran
penduduk yang lebih merata di Kabupaten Sambas.
3) Ekonomi
Di dalam aspek ekonomi, kita dapat melihat data sebelum dan setelah pembangunan
Pabrik Kelapa sawit (PKS). Dapat diambil kesimpulan bahwa pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dimulai dari tahun 1999 sampai 2011 yaitu untuk jangka
waktu tujuh tahun, setiap tahunnya mengalami perubahan kea rah yang lebih baik yaitu
3,43% dari jumlah kontribusi sektor tanaman perkebunan pada tahun 2011 sebanyak 342
milyar atau pertahunnya sebanyak 11,73 milyar. Dari hal tersebut, dapat menjadi bukti
bahwa aspek ekonomi sustainable development dengan adanya pembangunan Pabrik Kelapa

13
Sawit (PKS) memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB).

14
DAFTAR PUSTAKA

Ardhian, David., Soeryo Adiwibowo., dan E. S. W. (2016). Peran dan Strategi Organisasi Non
Pemerintah Dalam Arena Politik Lingkungan Hidup. Jurnal Sosiologi Pedesaan, 4(3).

Fauzi, Yan., dkk. (2012). Kelapa Sawit (Pertama). Jakarta: Penebar Swadaya.

http://sawitwatch.or.id. (2011). Sawit Watch: Menuju Keadilan Ekologi Bersama Masyarakat


Adat/Lokal, Pekebun Sawit, dan Buruh Sawit. Retrieved from http://sawitwatch.or.id/profil/.

http://thetanjungpuratimes.com. (2016). 31 Perusahaan Sawit Tersebar di Sambas. The Tanjung


Pura Times. Retrieved from http://thetanjungpuratimes.com/2016/10/20/31-perusahaan-
sawit-tersebar-di-sambas/.

https://kalbar.antaranews.com. (2016). Sinar Mas Berkomitmen Bangun Kebun Sawit


Berkelanjutan. Antara News Kalbar. Retrieved from
https://kalbar.antaranews.com/berita/343809/sinar-mas-berkomitmen-bangun-kebun-sawit-
berkelanjutan.

https://www.pontianakpost.co.id. (2016). Pencemaran Di Sungai Semanga. Pontianak Post.


Retrieved from https://www.pontianakpost.co.id/pencemaran-di-sungai-semanga.

https://www.suara.com. (2017). Industri Sawit Serap Tenaga Kerja 5,7 Juta Orang Di Tahun
2016. Suara. Retrieved from https://www.suara.com/bisnis/2017/02/04/131052/industri-
sawit-serap-tenaga-kerja-57-juta-orang-di-2016.

Nawirudin, M. (2017). Dampak Keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Peningkatan


Pendapatan Masyarakat Di Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 5(1).

Pemerintah Kabupaten Sambas. (2012). Kondisi Umum. Retrieved from


https://sambas.go.id/profile-daerah/pemerintahan/kondisi-umum.html.

15
Permatasari, R. (2016). Study Kelayakan Usaha Ternak Sapi Dengan Pemanfaatan Limbah
Kelapa Sawit Di PT. Citra Borneo Indah Kalimantan Tengah. Jurnal Bisnis Teori Dan
Implementasi, 6(1).

Purba, Jan Horas V., dan T. S. (2017). Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Dalam Perspektif
Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, 43(1).

Purnomo, Eko Priyo., dkk. (2016). Ekologi Pemerintahan (Pertama). Yogyakarta: LP3M UMY.

Ruslan, I. (2014). Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Akibat Perkebunan Kelapa Sawit.
Jurnal Ilmu Syariah, 9(2).

Sabriyah, H., & Kospa, D. (2016). Konsep Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Jurnal
Tekno Global, 5(1).

Supriadi, W. (2013). Perkebunan Kelapa Sawit dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten


Sambas. Jurnal Ekonomi Daerah, 1(1).

Utami, Rani., Eka Intan Kumala Putri., dan M. E. (2017). Economy and Environmental Impact
of Oil Palm Palm Plantation Expansion (Case Study: Panyabungan Village, Merlung Sub-
District, West Tanjung Jabung Barat District, Jambi). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia,
22(2).

16

Anda mungkin juga menyukai