Diajukan oleh:
Marliani
NIM. 2220930320053
COVER ..........................................................................................……. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 3
BAB 2 STUDI KASUS ...............................................................……….. 6
BAB 3 ANALISIS KASUS…………………………………………….. 7
a) FAKTOR RESIKO……………………………………… 7
b) AKAR MASALAH……………………………………… 8
BAB 4 REKOMENDASI………………………………………………. 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 14
LAMPIRAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
Maka dengan penulisan makalah ini guna untuk mencari kebenaran dampak dari
perkebunan sawit terhadap ekosistem lingkungan. Selain itu juga untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya untuk mengetahui dampak dari
perkebunan kelapa sawit yang sering kita banggakan. Kebanyakan dari petani sawit
indonesia tidak mengetahui tentang danpak dari perkebunan sawit ini. Karena jika kita
lihat sejarahnya bahwa kelapa sawit ini sebagai bahan “percobaan” untuk memberikan
pendapatan pemerintah serta mengurangi tingkat kemiskinan di indonesia sehingga
lahirlah program pemerintah tentang transmigrasi pada tahun 1980-an.
Desa pandansari merupakan salah satu desa yang ada di kab. Tanah Laut salah
satu desa yang memiliki lahan perkebunan yang luas. Sebelum tahun 1997an desa ini
merupakan desa dengan pendapatan melalui pertanian, laut dan perkebunan. Namun
dari tahun 1998an sampai hari ini masyarakat mulai merubah perkebunan dari karet dan
kebun sawit. Adapun alasan sebagian masyarakat mengatakan bahwa sawit dapat
4
merubah perekonomian mereka. Kebanyakan dari masyarakat tidak mengetahui dampak
negatif dari perkebunan kelapa sawit tersebut.
Informasi tentang dampak dari perkebunan kelapa sawit ini belum banyak
diketahui oleh masyarakat. Banyak informasi yang tidak diharapkan muncul untuk
mengubah ke yang baik. Namun pada saat ini dampaknya telah mulai terasa bagi
masyarakat. terutama pada tingkat volume air di desa tersebut tidak stabil. Selain itu
juga jumlah kayu mulai langka semenjak dibukanya hutan adat menjadi perkebunan
kelapa sawit. Dengan adanya informasi ini maka masyarakat desa akan lebih dapat
memahami dampak apa saja yang disebabkan oleh mereka sendiri. Selain itu juga, dapat
dijadikan cermin kehidupan dalam bertindak. Sehingga dampak yang muncul dapat
diantisipasikan.
5
BAB II
STUDI KASUS
6
BAB III
ANALISIS KASUS
a) Faktor Risiko
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan
lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan
kehidupan manusia.
2. Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau perdesaan. Pemukiman berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dam tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI NO. 4/1992). Dampak
yang ditimbulkan industry kelapa sawit terhadap lingkungan Menurut undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, defenisi perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan
atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan. Pembangunan sektoral selama ini terus
memperbesar eksploitasi sumber daya alam, sementara itu kebutuhan untuk
melakukan konservasi dan perlindungan sumber daya alam tidak dapat
dijalankan sebagaimana mestinya. Akibatnya adalah semakin banyaknya
kerusakan lingkungan dan pencemaran.
7
b) Akar Masalah
1. Dampak negatif perkebunan kelapa sawit
Selain dampak positif dari perkebunan kelapa sawit yang menggiurkan masyarakat,
dampak negatif dari perkebunan sawit terhadap lingkungan juga perlu di perhatikan.
Karena manusia tidak akan dapat bertahan lama di dalam kondisi fisik lingkungan yang
rusak. Untuk mengetahui dampak negatif dari suatu industri dapat dilakukan penilaian
siklus hidup atau disebut life cycle assessment (LCA). LCA sering dugunakan untuk
menilai dampak produksi industri terhadap lingkungan mulai dari tahap ekstraksi
material hingga pembuangan akhir. Ada empat siklus yang dapat di gunakan untuk
menilai dampak negatif perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan, yaitu ialah
prakontruksi, kontruksi, operasi dan produksi, dan pasca operasi.
a. Pra kontruksi
Pada siklus pertama ini sebenarnya belum ada dampak langsung terhadap
lingkungan. Adapun yang biasanya dilakukan dalam pra kontruksi ini ialah
survei lahan dan pengadaan lahan. Masalah akan muncul pada tahap kontruksi.
b. Kontruksi
Pada tahap inilah munculnya masalah dampak negatif perkebunan kelapa sawit
terhadap lingkungan. Karena ada beberapa kegiatan utama yang dilakukan pada
tahap ini yaitu pembuatan jalur jalan, cut and fill, persiapan area tanam dan
pembangunan pabrik.
Selain itu, pembukaan lahan juga dapat hilangnya habitat hutan di indonesia, dan
juga hilangnya habitat hewan yangada di hutan. Seperti di sumatera dengan
menggantikan hutan dengan perkebunan kelapa sawit harimau sumatera mulai
memasuki perkampungan petani hingga ke kerumunan masyarakat. dengan
masuknya para hewan buas ke dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan
korban hingga kepunahan.
c. Produksi
8
Pada tahap ini mulailah dengan pengadaan bibit serta penanaman dan perawatan
tanaman yang belum menghasilkan. Namun, tanaman ang sudah memberikan
buah sawit yang cukup baik maka akan di lakukan pemanenan dan pengolahan
CPO serta memasarkan hasil dari kelapa sawit. Adapun dampak negatif yang di
timbulkan dari kegiatan produksi ini ialah:
1) Unsur hara dan kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang tergolong
sangat tinggi, kebutuhan air yang di gunakan untuk siraman bibit ± 2 liter
per polybag per hari disesuaikan dengan berapa umur bibit. 1000 bibit =
2000 liter/harinya. Kemudian kebutuhan air pohon kelapa sawit dewasa
± 10 liter /hari. 1000 pohon = 10.000 liter/hari. Lalu tidak kurang
membutuhkan 1.000 liter air/hari bagi 1 hektar tanah.
2) Akibat yang disebabkan oleh hutan monokultur kelapa sawit yang
mengakibatkan hilangnya fungsi hutan alam sebagai pengatur tata air
(regulate water) dan juga penghasil air (produce water).
3) Adanya pertumbuhan sawit pastinya menggunakan berbagai macam zat
fertilizer salah satunya jenis pestisida serta jenis kimia lainnya.
4) Secara terus menerus tanah yang di tanami hanyalah satu jenis saja, hal
tersebut akan menyebabkan menurunya kualitas tanah secara periodic
5) Tercampurnya limbah pengolahan sawit dengan polusi udara dari kelapa
yang dihancurkan, air serta residu lemak, yang berdampak negatif
terhadap ekosistem akuantik
1. Penggunaan bahan kimia seperti pestisida, hebisida, dan juga
pupuk berbasis potroleum tanpa adanya aturan menyebabkan
tanah menjadi rusak dan menimbulkan adanya pencemaran di
perairan
2. Munculnya hama migran yang baru disebabkan karena
keterbatasan lahan dan juga jenis tanaman yang mengakibatkan
masalah di samping penggunaan pestisida secara masif dan
berlebihan.
3. Terjadinya pencemaran yang sangat potensial dari kegiatan
industri perkebunan kelapa sawit dan pengolahan pabrik kelapa
sawit
4. Selanjutnya setelah 25 tahun lahan sawit akan di tinggalkan dan
menjadi semaksemak dan lahan kritis baru hal ini diakibatkan
merusaknya lahan sawit. Kemungkinan tanah menjadi tidak
subur, terutama tanah yang mengandung asam. (Rahardjo, 2009)
d. Pasca produksi
Pada tahap ini biasanya dampak yang terlihat tidaklah banyak. Tahap ini
hanya meninggalkan sisa-sisa dari dampak produksi. Akibat yang muncul dari
pasca produksi lahan perkebunan kelapa sawit yang sering ditemukan ialah
9
terbengkalainya lahan yang luas yang sudah tidak bisa digunakan lagi setelah
produksi dilakukan. Perubahan Ph tanah akibat dari perkebunan kelapa sawit ini
cukup membuat tanah tidak bisa di produksi lagi.
Selain dampak yang ada diatas, dampak terhadap habitat hewan, jamur
dan makhluk lainnya yang ada di hutan akan semakin berkurang dan terancam
punah. Pada dewasa ini seringkali terlihat di media televisi yang memberikan
informasi bahwa adanya harimau sumatera mulai berkeliaran di permukiman
warga. Salah satu penyebabnya ialah dikarenakan hilangnya tempat tinggal
mereka yang di gantikan dengan perkebunan kelapa sawit. Begitu juga di
kalimantan, populasi orang utan akan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.
Hal ini dubuktikan telah ada pembukaan lahan besar-besaran yang terjadi pada
tahun 2013-2015 yang lalu di sumatera dan kalimantan yang di tandai dengan
keluarnya asap tebal dari kedua pulau tersebut.
Selain itu, kualitas air tanah dan sungai akibat dari pupuk kelapa sawit
ini akan merubah kualitas air. penggunaan pupuk dan pestisida dengan jumlah
yang banyak akan menyebabkan kerusakan lingkungan serta mengancam
keanekaragaman hayati. Sejalan dengan (Obidzinski:2012) yang menganalisis
dampak lingkungan dari kelapa sawit, dan hasilnya menyatakan bahwa
pengembangan (ekspansi) kelapa sawit mengakibatkan eksternalitas seperti
pencemaran air, erosi tanah, dan pencemaran udara.
BAB IV
10
REKOMENDASI
11
baik di tingkat proyek tertentu maupun sebagai dasar perencanaan daerah
sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang dampak lingkungan
dari aktivitas manusia (Hacking & Guthrie 2007).
2. Pengendalian Pencemaran Air
Upaya pengendalian pencemaran air khususnya untuk industri perkebunan
kelapa sawit dapat dilakukan dengan pelbagai cara, salah satu diantaranya
adalah dengan memanfaatkan air limbah pabrik kelapa sawit untuk diaplikasikan
ke lahan perkebunan sebagai pupuk cair pengganti pupuk anorganik. Menurut
Rahardjo (2009), dasar pelaksanaan land application atau aplikasi lahan ini
adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur
yang dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah Nitrogen, Phospor,
dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit
sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
3. Pengendalian Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah Kaca
Kegiatan memantau kualitas udara dengan pengujian emisi boiler, emisi genset,
dan kualitas udara ambien. Selain itu, dilakukan upaya untuk mengidentifikasi
dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Green House Gas (GHG)/ Gas Rumah
Kaca (GRK) merupakan gas-gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca,
yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6. Boedoyo (2008) mengemukakan
bahwa sumber emisi gas rumah kaca terdiri dari dau jenis yaitu emisi yang
dihasilkan karena perbuatan manusia (man made source) dan dari ISSN 2086-
4639 JPSL Vol. 4 (2): 136-144 140 sumber alam (natural source. Emisi oleh
perbuatan manusia pada umumnya disebabkan karena pembakaran karbon yang
terkandung pada energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi, maupun batubara
yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dipelbagai sektor
perekonomian. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit
menghasilkan limbah tandan kosong dan limbah cair yang berpotensi besar
menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memicu terjadinya pemanasan
global (global warming). Jumlah gas metana yang dihasilkan dari limbah cair
memiliki perbandingan yang linier dengan jumlah TBS olah. (Febijanto 2009)
12
Jenis limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit yaitu tandan kosong
kelapa sawit (TKS), sabut, cangkang, dan abu boiler. TKS merupakan limbah
padat dengan presentase paling besar yang dihasilkan dari proses pengolahan
CPO yaitu rata-rata sebanyak 21 persen. TKS sebagai sumber bahan organik
yang kaya unsur hara yang diaplikasikan sebagai mulsa diharapkan dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah dan kandungan hara tanah,
memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur tanah, aerasi, dan kemampuan
menahan air. Selain itu, TKS juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos
untuk tanaman kelapa sawit (KLH 2009). Cangkang merupakan bagian dari
buah sawit yang strukturnya keras seperti tempurung kelapa, sedangkan serabut
berasal dari mesocarp buah sawit yang telah mengalami pengempaan di dalam
screw press. Nilai kalor serabut yaitu 4.586 kcal/kg lebih tinggi dari nilai kalor
TKS yang 3700 kcal/kg. Cangkang dan serabut dimanfaatkan sebagai bahan
bakar boiler di pabrik karena nilai kalornya yang tinggi (Syahwan 2010).
5. Pengelolaan limbah B3
Pabrik kelapa sawit harus melaksanakan pengelolaan limbah B3 berdasarkan
prosedur yang tertuang dalam SOP Pengelolaan Limbah B3. Semua jenis limbah
B3 yang telah teridentifikasi dicatat dalam logbook/catatan jumlah limbah B3
dan neraca limbah B3.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://swararakyat.com/inilah-dampak-perkebunan-kelapa-sawit-terhadap-lingkungan-
manusia-dan-iklim/ (dipublikasikan 18 desember 2018)
Agroteknologi, Jurnal, M Irfan, and M Utiyal Huda, ‘Pengaruh Alih Fungsi Lahan
Hutan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap sifat Kimia Tanah (’, 3 (2012),
29–34
Badrun, Yeeri, ‘Dampak Industri Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan
Global’, 2010
Boedoyo, M. S., Penerapan teknologi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. J
Teknol Lingk., 9, pp. 9-16, 2008
Chavalparit, O., Rulkens W. H., Mol A. P. J., Khaodhair S. Options for environmental
sustainability of the crude palm oil industry in Thailand through enhancement of
industrial ecosystems. J Env Dev Sust., 8, pp. 271-287. doi: 10.1007/s10668-005-
9018-3 2006
Febijanto, I., Pengurangan gas rumah kaca dari limbah di pabrik kelapa sawit PT
perusahaan nusantara, Riau. J Rek Lingk., 5, pp. 233-244 2009
Hacking, T., Guthrie P., A framework for clarifying the meaning of triple bottom-line,
integrated, and sustainability assessment. J Env Imp Assess Rev., 28, pp. 73-89.
doi:10.1016/j.eiar.2007.03.002 2007
Hardjosoemantri, K.. Aspek Hukum dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan. Gadjah Mada University Press 1993
Hidayah, Nursantri, and Arya Hadi Dharmawan, ‘The Expansion of Palm Oil Plantation
and Changes of Rural Social Ecology’, 2020
Hojjat, M., Musthapa S. B., Salleh M. A. M., Optimization of POME anaerobic pond.
Eur J Scient Res., 32(4), pp. 455-459 2009
14
Soemarwoto, O., 1999. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangaunan. Djambatan,
Jakarta. [17]Syahwan, F. L.. Potensi limbah dan karakteristik proses
pengomposan tandan kosong kelapa sawit yang ditambahkan sludge limbah
pabrik minyak kelapa sawit. J Teknol Lingk., 11 2010
Thamrin, ' Dampak perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Ekosistem Lingkungan di Desa
Batang Kumu', 2016
Utami, Rany, Eka Intan, Kumala Putri, and Meti Ekayani, ‘Dampak Ekonomi Dan
Lingkungan Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit ( Studi Kasus : Desa Penyabungan
, Kecamatan Merlung , Kabupaten Tanjung Jabung Barat , Jambi ) ( Economy and
Environmental Impact of Oil Palm Palm Plantation Expansion ( Case Study :
Panyabungan Village , Merlung Sub-District , West Tanjung Jabung Barat
District , Jambi ))’, 22 (2017), 115–26 <https://doi.org/10.18343/jipi.22.2.115>
15
Lampiran 1. Sumber Kasus
Lampiran 2. Artikel Ilmiah Pendukung
16