Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DAMPAK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


TERHADAP EKOSISTEM LINGKUNGAN
DI KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Strategi Pengelolaan Lingkungan
Dosen : Dr. Ir. Isna Syauqiah, ST., MT

Diajukan oleh:
Marliani
NIM. 2220930320053

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
1
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................……. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 3
BAB 2 STUDI KASUS ...............................................................……….. 6
BAB 3 ANALISIS KASUS…………………………………………….. 7
a) FAKTOR RESIKO……………………………………… 7
b) AKAR MASALAH……………………………………… 8
BAB 4 REKOMENDASI………………………………………………. 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 14
LAMPIRAN

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai


penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Menurut dinas
perkebunan Indonesia kelapa sawit menjadi popular setelah revolusi industri pada akhir
abad ke-19 yang menyebabkan tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan
dan industri sabun. Suatu bidang atau kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan
pengolahan bahan baku atau pembuatan barang jadi di pabrik dengan menggunakan
keterampilan dan tenaga kerja dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil
bumi, dan distribusinya sebagai kegiatan utama disebut industri. Industri kelapa sawit
merupakan salah satu industri strategi sektor pertanian (agrobased industry) yang
banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Tanaman Kelapa Sawit merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di


Indonesia dengan sistem perkebunan oleh perusahaan-perusahaan besar baik oleh
perusahaan pemerintah yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara maupun Perusahaan
Milik Swasta. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, hal
ini terlihat dari perusahaan perkebunan milik pemerintah yang banyak membudidayakan
komoditi kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sumber penghasilan yang


kebanyakan dari masyarakat daerah sumatera dan kalimantan. Memang dewasa ini tidak
dapat kita pungkiri bahwasanya banyak masyarakat berbondong-bondong untuk
membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Hal ini tidak lain karena dengan memiliki
perkebunan sawit kehidupan perekonomian masyarakat dapat meningkat dari hasil
perkebunan tersebut. Selain itu untuk dalam pekerjaannya serta dalam menghambil
hasilnya sawit lebih mudah daripada karet. Kenapa dengan karet? Karena sebelum
datangnya sawit ke permukaan, karet yang merupakan sumber pendapatan petani di
daerah sumatera terutamanya. Jika dibandingkan kebun sawit dengan kebun karet secara
pendapatan dan juga kemudahan dalam prosesnya, memang lebih unggul sawit. Hal ini
sesuai dengan ketetapan dinas perkebunan provinsi Riau (2010) diharapkan pendapatan
petani rata-rata mencapai $2,000,00 per KK pertahun. Namun berbeda faktanya jika kita
lihat dari dampak terhadap ekosistem.

Pada awalnya perkebunan sawit di indonesia pada tahun 1980-an sekitar


200.000 Ha yang merupakan warisan dari pemerintah Colonial Belanda. Seiring
berkembangnya waktu kelapa sawit pun mulai di perkenalkan melalui pola PIR-Trans
pengembangan kelapa sawit pun mulai merambat luas hingga pada tahun 2009 luas
perkebunan kelapa sawit sekitar 7,2 juta Ha. Dengan artian bahwa adanya peningkatan
dua kali lipat setiap tahunnya selama 30 tahun. Maka sekitar 2x lipat pula hutan
indonesia hilang setiap tahunnya selama 30 tahun.
3
Pada dewasa ini proyek pembangunan industri perkebunan kelapa sawit terus
meningkat. Alasan dari pemerintah sering kali terdengar bahwasanya pemerintah ingin
meningkatkan ekspor untuk meningkatkan pendapatan. Namun pemerintah sering kali
lupa terhadap dampak dari proyek yang sedang berjalan ini. Daerah sumatera,
kalimantan, dan juga papua menjadi daerah yang dijadikan industri kelapa sawit. Di
daerah sumatera telah terancam punah hewan yang di lindungi yaitu harimau sumatera
dan gajah sumatera. Sedangkan daerah kalimantan dijadikan sebagai rumah bagi hewan
orang utan. Namun ternyata hal-hal tersebut dikesampingkan oleh pemerintah guna
untuk mencapai negara sebagai produksi minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Selain hilangnya populasi hewan-hewan yang dilindungi, dampak dari


pembukaan lahan ini juga dialami oleh manusia. Pada tahun 2015 terjadi kebakaran
hutan yang melanda sumatera, kalimantan, dan papua. Banyak sekali kritikan dari
organisasi internasional tentang kebakaran hutan. Namun pemerintah mengalihkan isue
yang mungkin dapat meredam pertanyaan yang kian menghantui pemerintah dengan
menyalahkan masyarakat. Hampir seluruh asia tenggara terkena dampak dari
pembukaan lahan tersebut. Menurut peneliti dari Unipersitas Harvard dan Columbia
memperkirakan dari kebakaran pada tahun 2015 lalu telah menyebabkan 100.000
kematian prematur dan menurut Bank dunia memperkirakan kerugian yang telah
dialami sekitar US$ 16 Milliar.

Maka dengan penulisan makalah ini guna untuk mencari kebenaran dampak dari
perkebunan sawit terhadap ekosistem lingkungan. Selain itu juga untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya untuk mengetahui dampak dari
perkebunan kelapa sawit yang sering kita banggakan. Kebanyakan dari petani sawit
indonesia tidak mengetahui tentang danpak dari perkebunan sawit ini. Karena jika kita
lihat sejarahnya bahwa kelapa sawit ini sebagai bahan “percobaan” untuk memberikan
pendapatan pemerintah serta mengurangi tingkat kemiskinan di indonesia sehingga
lahirlah program pemerintah tentang transmigrasi pada tahun 1980-an.

Luas wilayah di Kabupaten Tanah Laut sebesar 33% merupakan perkebunan


kelapa sawit. Pengembangan perkebunan sawit berpotensi besar sebagai pilar
perekonomian di Kabupaten Tanah Laut. Hal ini disampaikan Bupati H.M. Sukamta
saat menghadiri acara Focus Group Discussion (FGD) virtual yang digelar oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB)
bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit di Ruang Barakat
Setda Tala, Selasa (6/7).

Desa pandansari merupakan salah satu desa yang ada di kab. Tanah Laut salah
satu desa yang memiliki lahan perkebunan yang luas. Sebelum tahun 1997an desa ini
merupakan desa dengan pendapatan melalui pertanian, laut dan perkebunan. Namun
dari tahun 1998an sampai hari ini masyarakat mulai merubah perkebunan dari karet dan
kebun sawit. Adapun alasan sebagian masyarakat mengatakan bahwa sawit dapat
4
merubah perekonomian mereka. Kebanyakan dari masyarakat tidak mengetahui dampak
negatif dari perkebunan kelapa sawit tersebut.

Informasi tentang dampak dari perkebunan kelapa sawit ini belum banyak
diketahui oleh masyarakat. Banyak informasi yang tidak diharapkan muncul untuk
mengubah ke yang baik. Namun pada saat ini dampaknya telah mulai terasa bagi
masyarakat. terutama pada tingkat volume air di desa tersebut tidak stabil. Selain itu
juga jumlah kayu mulai langka semenjak dibukanya hutan adat menjadi perkebunan
kelapa sawit. Dengan adanya informasi ini maka masyarakat desa akan lebih dapat
memahami dampak apa saja yang disebabkan oleh mereka sendiri. Selain itu juga, dapat
dijadikan cermin kehidupan dalam bertindak. Sehingga dampak yang muncul dapat
diantisipasikan.

5
BAB II
STUDI KASUS

KOMPAS.com - Banjir yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) mengungkap


kemungkinan selain bencana alam sebagai penyebabnya. Pegiat lingkungan hidup
menuding eksploitasi pertambangan batu bara dan perkebunan sawit adalah biang kerok
banjir. Dikutip dari Kontan, Minggu (24/1/2021), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)
mencatat, sebanyak 620.000 hektare atau 17 persen dari luas wilayah Kalsel saat ini
berupa hak guna usaha perkebunan kelapa sawit berskala besar.
Lalu berapa sebenarnya luas perkebunan kelapa sawit di Kalsel? Badan Pusat
Statistik (BPS) terakhir kali mencatatkan total luas perkebunan kelapa sawit di Kalsel
pada tahun 2018. Saat itu, luas lahan yang digunakan untuk penanaman sawit sudah
mencapai 424.932 hektare. Baca juga: Daftar 5 Perusahaan Besar Tambang Batu Bara
di Kalsel Jumlah luasan lahan perkebunan sawit di Kalsel saat ini bisa jadi sudah jauh
meningkat. Luasan lahan sawit di provinsi kaya batu bara itu memang terus melonjak
dari tahun ke tahun. Pada 2017 contohnya, total luas perkebunan sawit di Kalsel
sebagaimana dicatat BPS adalah seluas 423.414 hektare. Lalu di tahun 2015, luas lahan
sawit masih sebanyak 409.838 hektare. Perkebunan sawit paling besar berada di
Kabupaten Kotabaru yang luasnya mencapai 155.103 hektare. Disusul Kabupaten
Tanah Laut yang memiliki perkebunan kelapa sawit mencapai 73.121 hektare. Daerah
lain di Kalsel yang juga memiliki kebun sawit paling luas adalah Kabupaten Tanah
Bumbu seluas 73.865 hektare, dan Kabupaten Tapin dengan luas kebun sawit 55.361
hektare. Di provinsi yang beribukota di Banjarmasin ini, pertumbuhan luas lahan
perkebunan sawit memang terbilang sangat ekspansif. Sebagian besar penambahan luas
perkebunan sawit berasal dari perusahaan-perusahaan sawit besar swasta. Lima besar
perusahaan sawit yang memiliki kebun sawit di Kalsel antara lain PT Astra Agro Lestari
Tbk (Grup Astra), PT Smart Tbk (Grup Sinar Mas), dan PTPN XIII (BUMN).
Berikutnya adalah Golden Agri Resources (Grup Sinar Mas), dan Hasnur Group milik
pengusaha Kalsel Haji Abdussalam Sulaiman. Bandingkan dengan luas perkebunan
kelapa sawit pada tahun 2013 yang masih berada di 298.365 hektare seperti dicatat
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kalimantan Selatan.

6
BAB III
ANALISIS KASUS
a) Faktor Risiko
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan
lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala
sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan
kehidupan manusia.
2. Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan atau perdesaan. Pemukiman berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dam tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI NO. 4/1992). Dampak
yang ditimbulkan industry kelapa sawit terhadap lingkungan Menurut undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, defenisi perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan
atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan. Pembangunan sektoral selama ini terus
memperbesar eksploitasi sumber daya alam, sementara itu kebutuhan untuk
melakukan konservasi dan perlindungan sumber daya alam tidak dapat
dijalankan sebagaimana mestinya. Akibatnya adalah semakin banyaknya
kerusakan lingkungan dan pencemaran.

7
b) Akar Masalah
1. Dampak negatif perkebunan kelapa sawit

Selain dampak positif dari perkebunan kelapa sawit yang menggiurkan masyarakat,
dampak negatif dari perkebunan sawit terhadap lingkungan juga perlu di perhatikan.
Karena manusia tidak akan dapat bertahan lama di dalam kondisi fisik lingkungan yang
rusak. Untuk mengetahui dampak negatif dari suatu industri dapat dilakukan penilaian
siklus hidup atau disebut life cycle assessment (LCA). LCA sering dugunakan untuk
menilai dampak produksi industri terhadap lingkungan mulai dari tahap ekstraksi
material hingga pembuangan akhir. Ada empat siklus yang dapat di gunakan untuk
menilai dampak negatif perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan, yaitu ialah
prakontruksi, kontruksi, operasi dan produksi, dan pasca operasi.

a. Pra kontruksi

Pada siklus pertama ini sebenarnya belum ada dampak langsung terhadap
lingkungan. Adapun yang biasanya dilakukan dalam pra kontruksi ini ialah
survei lahan dan pengadaan lahan. Masalah akan muncul pada tahap kontruksi.

b. Kontruksi

Pada tahap inilah munculnya masalah dampak negatif perkebunan kelapa sawit
terhadap lingkungan. Karena ada beberapa kegiatan utama yang dilakukan pada
tahap ini yaitu pembuatan jalur jalan, cut and fill, persiapan area tanam dan
pembangunan pabrik.

Seluruh kegiatan tersebut akan memberikan dampak negatif diantaranya berupa


pengaruh terhadap kualitas tanah, berkurangnya kemampuan tanah untuk
menahan hujan, hilangnya/punahnya jenis-jenis tanaman, binatang dan
mikroorganisma yang menjaga keseimbangan ekosistem di daerah tersebut,
hilangnya area yang biasanya berguna untuk menjaga kelembaban udara dan
tanah, hilangnya tanaman tinggi yang menjaga area tropis menjadi bersuhu
tidak terlalu panas dan pembukaan lahan luas mempengaruhi iklim mikro yang
pada akhirnya berpengaruh pada perubahan iklim global. (Badrun & Mubarak,
2010)

Selain itu, pembukaan lahan juga dapat hilangnya habitat hutan di indonesia, dan
juga hilangnya habitat hewan yangada di hutan. Seperti di sumatera dengan
menggantikan hutan dengan perkebunan kelapa sawit harimau sumatera mulai
memasuki perkampungan petani hingga ke kerumunan masyarakat. dengan
masuknya para hewan buas ke dalam kehidupan masyarakat akan menimbulkan
korban hingga kepunahan.

c. Produksi

8
Pada tahap ini mulailah dengan pengadaan bibit serta penanaman dan perawatan
tanaman yang belum menghasilkan. Namun, tanaman ang sudah memberikan
buah sawit yang cukup baik maka akan di lakukan pemanenan dan pengolahan
CPO serta memasarkan hasil dari kelapa sawit. Adapun dampak negatif yang di
timbulkan dari kegiatan produksi ini ialah:

1) Unsur hara dan kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang tergolong
sangat tinggi, kebutuhan air yang di gunakan untuk siraman bibit ± 2 liter
per polybag per hari disesuaikan dengan berapa umur bibit. 1000 bibit =
2000 liter/harinya. Kemudian kebutuhan air pohon kelapa sawit dewasa
± 10 liter /hari. 1000 pohon = 10.000 liter/hari. Lalu tidak kurang
membutuhkan 1.000 liter air/hari bagi 1 hektar tanah.
2) Akibat yang disebabkan oleh hutan monokultur kelapa sawit yang
mengakibatkan hilangnya fungsi hutan alam sebagai pengatur tata air
(regulate water) dan juga penghasil air (produce water).
3) Adanya pertumbuhan sawit pastinya menggunakan berbagai macam zat
fertilizer salah satunya jenis pestisida serta jenis kimia lainnya.
4) Secara terus menerus tanah yang di tanami hanyalah satu jenis saja, hal
tersebut akan menyebabkan menurunya kualitas tanah secara periodic
5) Tercampurnya limbah pengolahan sawit dengan polusi udara dari kelapa
yang dihancurkan, air serta residu lemak, yang berdampak negatif
terhadap ekosistem akuantik
1. Penggunaan bahan kimia seperti pestisida, hebisida, dan juga
pupuk berbasis potroleum tanpa adanya aturan menyebabkan
tanah menjadi rusak dan menimbulkan adanya pencemaran di
perairan
2. Munculnya hama migran yang baru disebabkan karena
keterbatasan lahan dan juga jenis tanaman yang mengakibatkan
masalah di samping penggunaan pestisida secara masif dan
berlebihan.
3. Terjadinya pencemaran yang sangat potensial dari kegiatan
industri perkebunan kelapa sawit dan pengolahan pabrik kelapa
sawit
4. Selanjutnya setelah 25 tahun lahan sawit akan di tinggalkan dan
menjadi semaksemak dan lahan kritis baru hal ini diakibatkan
merusaknya lahan sawit. Kemungkinan tanah menjadi tidak
subur, terutama tanah yang mengandung asam. (Rahardjo, 2009)
d. Pasca produksi

Pada tahap ini biasanya dampak yang terlihat tidaklah banyak. Tahap ini
hanya meninggalkan sisa-sisa dari dampak produksi. Akibat yang muncul dari
pasca produksi lahan perkebunan kelapa sawit yang sering ditemukan ialah

9
terbengkalainya lahan yang luas yang sudah tidak bisa digunakan lagi setelah
produksi dilakukan. Perubahan Ph tanah akibat dari perkebunan kelapa sawit ini
cukup membuat tanah tidak bisa di produksi lagi.

Hasil analisa kimia tanah menunjukkan pH H2O tertinggi terdapat pada


usia tanam 16 tahun (5.02) dan terendah terdapat pada tanah hutan (4.49),
sedangkan pada pH KCl tertinggi terdapat pada usia tanam 16 tahun (3.99) dan
terendah terdapat pada lahan hutan (4.49). Hasil analisis C-organik
menunjukkan kandungan Corganik tertinggi terdapat pada lahan hutan (1.87 %)
dan terendah terdapat pada lahan kelapa sawit usia tanam 8 tahun (1.05 %).
Hasil analisis menunjukkan kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada lahan
kelapa sawit usia tanam 8 tahun (13.15 %) dan terendah terdapat pada lahan 16
tahun (9.61 %). Pada analisis nitrogen total menunjukkan kandungan nitrogen
tertinggi terdapat pada usia tanam 2 tahun (0.0427 %) dan terendah terdapat
pada usia tanam 16 tahun (0.0283 %).

Dari dampak positif dan negatif yang dapat di timbulkan oleh


perkebunan kelapa sawit diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh perkebunan
sawit terhadap ekosistem lingkungan yang lebih berdampak negatif. Sedagkan
secara ekonomis perkebunan kelapa sawit sangat mengangkat derajat kehidupan
di sekitarnya. Inilah yang menjadikan adanya dampak positif di dalam
perkebunan sawit. Dilihat dari sebelum produksi hingga produksi banyaknya
yang akan hilang dan yang akan tercemar akan produksi kelapa sawit.

Selain dampak yang ada diatas, dampak terhadap habitat hewan, jamur
dan makhluk lainnya yang ada di hutan akan semakin berkurang dan terancam
punah. Pada dewasa ini seringkali terlihat di media televisi yang memberikan
informasi bahwa adanya harimau sumatera mulai berkeliaran di permukiman
warga. Salah satu penyebabnya ialah dikarenakan hilangnya tempat tinggal
mereka yang di gantikan dengan perkebunan kelapa sawit. Begitu juga di
kalimantan, populasi orang utan akan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.
Hal ini dubuktikan telah ada pembukaan lahan besar-besaran yang terjadi pada
tahun 2013-2015 yang lalu di sumatera dan kalimantan yang di tandai dengan
keluarnya asap tebal dari kedua pulau tersebut.

Selain itu, kualitas air tanah dan sungai akibat dari pupuk kelapa sawit
ini akan merubah kualitas air. penggunaan pupuk dan pestisida dengan jumlah
yang banyak akan menyebabkan kerusakan lingkungan serta mengancam
keanekaragaman hayati. Sejalan dengan (Obidzinski:2012) yang menganalisis
dampak lingkungan dari kelapa sawit, dan hasilnya menyatakan bahwa
pengembangan (ekspansi) kelapa sawit mengakibatkan eksternalitas seperti
pencemaran air, erosi tanah, dan pencemaran udara.

BAB IV
10
REKOMENDASI

Semakin meningkatnya kegiatan industri akan menimbulkan dampak negatif


terhadap kelestarian lingkungan sehingga memerlukan upaya pengendalian dan
pengelolaan lingkungan. Menurut Hardjosoemantri (1993) kerusakan-kerusakan
lingkungan yang terjadi akibat pembangunan harus diatasi dengan melakukan
pengelolaan lingkungan. Interaksi antara unsur-unsur dalam lingkungan hidup dapat
menyebabkan masalah lingkungan bila tidak dikelola secara benar.
Soemarwoto (1999) mengemukakan bahwa masalah lingkungan adalah
perubahan dalam lingkungan hidup yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Pengelolaan
lingkungan dengan pendekatan ekosistem industri untuk industri CPO dapat dilakukan
melalui upaya penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), pemanfaatan limbah
padat dan cair serta manajemen energi yang tepat. Hal ini bertujuan untuk mencapai
pembuangan polutan yang hampir nihil. Pendekatan seperti itu dapat berkontribusi
dalam transformasi pabrik kelapa sawit menjadi kegiatan industri yang lebih ramah
lingkungan. (Chavalparit et al. 2006)
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh industry perusahaan sawit antara
lain:
1. Implementasi AMDAL dan Izin Lingkungan untuk keberlangsungan usaha dan
menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Djajadiningrat (2001), AMDAL
bermanfaat untuk memprediksi dampak proyek terhadap lingkungan, mencari
jalan untuk mengurangi dampak negatif dan membuat proyek tepat lingkungan,
menyajikan hasil prediksi serta aletrnati-alternatif bagi pembuat keputusan.
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Dampak pembangunan terhadap
lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada
pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan.
Dampak kumulatif adalah perubahan lingkungan yang disebabkan oleh adanya
kombinasi antara tindakan satu dengan lainnya yaitu tindakan manusia di masa
lalu, sekarang, dan masa depan. Penilaian dampak kumulatif harus dilakukan

11
baik di tingkat proyek tertentu maupun sebagai dasar perencanaan daerah
sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang dampak lingkungan
dari aktivitas manusia (Hacking & Guthrie 2007).
2. Pengendalian Pencemaran Air
Upaya pengendalian pencemaran air khususnya untuk industri perkebunan
kelapa sawit dapat dilakukan dengan pelbagai cara, salah satu diantaranya
adalah dengan memanfaatkan air limbah pabrik kelapa sawit untuk diaplikasikan
ke lahan perkebunan sebagai pupuk cair pengganti pupuk anorganik. Menurut
Rahardjo (2009), dasar pelaksanaan land application atau aplikasi lahan ini
adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur
yang dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah Nitrogen, Phospor,
dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit
sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
3. Pengendalian Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah Kaca
Kegiatan memantau kualitas udara dengan pengujian emisi boiler, emisi genset,
dan kualitas udara ambien. Selain itu, dilakukan upaya untuk mengidentifikasi
dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Green House Gas (GHG)/ Gas Rumah
Kaca (GRK) merupakan gas-gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca,
yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6. Boedoyo (2008) mengemukakan
bahwa sumber emisi gas rumah kaca terdiri dari dau jenis yaitu emisi yang
dihasilkan karena perbuatan manusia (man made source) dan dari ISSN 2086-
4639 JPSL Vol. 4 (2): 136-144 140 sumber alam (natural source. Emisi oleh
perbuatan manusia pada umumnya disebabkan karena pembakaran karbon yang
terkandung pada energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi, maupun batubara
yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dipelbagai sektor
perekonomian. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit
menghasilkan limbah tandan kosong dan limbah cair yang berpotensi besar
menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memicu terjadinya pemanasan
global (global warming). Jumlah gas metana yang dihasilkan dari limbah cair
memiliki perbandingan yang linier dengan jumlah TBS olah. (Febijanto 2009)

4. Pengelolaan Limbah Padat

12
Jenis limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit yaitu tandan kosong
kelapa sawit (TKS), sabut, cangkang, dan abu boiler. TKS merupakan limbah
padat dengan presentase paling besar yang dihasilkan dari proses pengolahan
CPO yaitu rata-rata sebanyak 21 persen. TKS sebagai sumber bahan organik
yang kaya unsur hara yang diaplikasikan sebagai mulsa diharapkan dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah dan kandungan hara tanah,
memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur tanah, aerasi, dan kemampuan
menahan air. Selain itu, TKS juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos
untuk tanaman kelapa sawit (KLH 2009). Cangkang merupakan bagian dari
buah sawit yang strukturnya keras seperti tempurung kelapa, sedangkan serabut
berasal dari mesocarp buah sawit yang telah mengalami pengempaan di dalam
screw press. Nilai kalor serabut yaitu 4.586 kcal/kg lebih tinggi dari nilai kalor
TKS yang 3700 kcal/kg. Cangkang dan serabut dimanfaatkan sebagai bahan
bakar boiler di pabrik karena nilai kalornya yang tinggi (Syahwan 2010).
5. Pengelolaan limbah B3
Pabrik kelapa sawit harus melaksanakan pengelolaan limbah B3 berdasarkan
prosedur yang tertuang dalam SOP Pengelolaan Limbah B3. Semua jenis limbah
B3 yang telah teridentifikasi dicatat dalam logbook/catatan jumlah limbah B3
dan neraca limbah B3.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://swararakyat.com/inilah-dampak-perkebunan-kelapa-sawit-terhadap-lingkungan-
manusia-dan-iklim/ (dipublikasikan 18 desember 2018)
Agroteknologi, Jurnal, M Irfan, and M Utiyal Huda, ‘Pengaruh Alih Fungsi Lahan
Hutan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap sifat Kimia Tanah (’, 3 (2012),
29–34
Badrun, Yeeri, ‘Dampak Industri Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan
Global’, 2010
Boedoyo, M. S., Penerapan teknologi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. J
Teknol Lingk., 9, pp. 9-16, 2008
Chavalparit, O., Rulkens W. H., Mol A. P. J., Khaodhair S. Options for environmental
sustainability of the crude palm oil industry in Thailand through enhancement of
industrial ecosystems. J Env Dev Sust., 8, pp. 271-287. doi: 10.1007/s10668-005-
9018-3 2006

David, F. R.., Manajemen Strategis: Konsep-Konsep. PT Indeks, Jakarta 2004

Djajadiningrat, S. T., Untuk Generasi Masa Depan Pemikiran, Tantangan dan


Permasalahan Lingkungan. Studi Tekno Ekonomi ITB, Bandung 2001

Febijanto, I., Pengurangan gas rumah kaca dari limbah di pabrik kelapa sawit PT
perusahaan nusantara, Riau. J Rek Lingk., 5, pp. 233-244 2009
Hacking, T., Guthrie P., A framework for clarifying the meaning of triple bottom-line,
integrated, and sustainability assessment. J Env Imp Assess Rev., 28, pp. 73-89.
doi:10.1016/j.eiar.2007.03.002 2007
Hardjosoemantri, K.. Aspek Hukum dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan. Gadjah Mada University Press 1993
Hidayah, Nursantri, and Arya Hadi Dharmawan, ‘The Expansion of Palm Oil Plantation
and Changes of Rural Social Ecology’, 2020
Hojjat, M., Musthapa S. B., Salleh M. A. M., Optimization of POME anaerobic pond.
Eur J Scient Res., 32(4), pp. 455-459 2009

Khairunnisa, Afifah, and Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ‘Dampak Industri


Perkebunan Kelapa Sawit Di Riau Terhadap Ekosistem Lingkungan’, 2018
Rahardjo, P. N., Studi banding teknologi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit. J
Teknol Lingk., 10, pp. 9-18. 2009
Soemarwoto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta 2005

14
Soemarwoto, O., 1999. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangaunan. Djambatan,
Jakarta. [17]Syahwan, F. L.. Potensi limbah dan karakteristik proses
pengomposan tandan kosong kelapa sawit yang ditambahkan sludge limbah
pabrik minyak kelapa sawit. J Teknol Lingk., 11 2010

Thamrin, ' Dampak perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Ekosistem Lingkungan di Desa
Batang Kumu', 2016
Utami, Rany, Eka Intan, Kumala Putri, and Meti Ekayani, ‘Dampak Ekonomi Dan
Lingkungan Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit ( Studi Kasus : Desa Penyabungan
, Kecamatan Merlung , Kabupaten Tanjung Jabung Barat , Jambi ) ( Economy and
Environmental Impact of Oil Palm Palm Plantation Expansion ( Case Study :
Panyabungan Village , Merlung Sub-District , West Tanjung Jabung Barat
District , Jambi ))’, 22 (2017), 115–26 <https://doi.org/10.18343/jipi.22.2.115>

15
Lampiran 1. Sumber Kasus
Lampiran 2. Artikel Ilmiah Pendukung

16

Anda mungkin juga menyukai