Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Edy Suprianto, Hasril Hasan Siregar, Abdul Razak Purba

Pusat Penelitian Kelapa Sawit


Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan 20158
2015

1
SEJARAH KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Edy Suprianto, Abdul Razak Purba dan Hasril Hasan Siregar


Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan 20158

1. Pendahuluan
Berawal dari empat benih kelapa sawit yang diintroduksi pada tahun 1848, industri
kelapa sawit Indonesia terus berkembang hingga menjadi penghasil minyak kelapa sawit
terbesar di dunia. Saat ini luasan perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 10,95 juta ha
dan produksi crude palm oil (CPO) sebesar 29,5 juta ton (Ditjenbun, 2014). Nilai ekspor minyak
sawit dan produk turunannya ekspor mencapai USD 17 milyar (Kemendag, 2015) atau sekitar
14% dari total ekspor non migas. Selain sebagai sumber pemasukan devisa, kelapa sawit juga
sangat berperan dalam penyediaan tenaga kerja dan pengembangan wilayah melalui dampak
multiplier effect dari pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Sebagai salah satu sumber minyak nabati dunia, kelapa sawit di Indonesia memegang
peranan penting dalam perdagangan global. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni (1)
kemampuan Indonesia untuk meningkatkan produksi baik melalui proses intensifikasi maupun
ekstensifikasi, (2) harga yang kompetitif, dan (3) aspek nutrisi kelapa sawit (Pamin, 1998).
Untuk peningkatan produksi melalui ekstensifikasi, Indonesia memiliki peluang untuk
meningkatkan luas areal perkebunan kelapa sawit di wilayah perbatasan. Berdasarkan hasil
penilaian kesesuaian lahan, luas areal potensial wilayah perbatasan sebesar 3,7 juta ha untuk
dapat dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit (Santoso et al, 2015).
Dari sisi produktivitas, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif
dibandingkan dengan dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, Dengan rerata
produksi minyak antara 4-5 ton/ha pada skala komersial, tingkat produksi minyak kelapa sawit
melebihi kemampuan produksi minyak dua tanaman utama penghasil minyak nabati lainnya,
yakni rapeseed (2 ton/ha) dan kedelai (0.5 ton/ha) (Zimmer, 2010). Produktivitas kelapa sawit
diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan penerapan best management practices, dan
diharapkan dapat mencapai potensi produksi sekitar 8-10 ton CPO/ha/tahun, sebagaimana
yang diperoleh dari hasil-hasil pengujian projeni.
Bila ditinjau dari aspek harga, kelapa sawit merupakan komoditi yang kompetitif
dibandingkan dengan rapeseed dan kedelai. Hasil kajian Zimmer (2010) menunjukkan bahwa
biaya produksi untuk menghasilkan 1 ton minyak kelapa sawit sebesar USD 300, lebih rendah
dibandingkan dengan biaya produksi 1 ton minyak kedelai (USD 400 – 800) dan minyak
rapeseed (USD 500 – 1200). Beberapa kelebihan kelapa sawit dari aspek biaya mencakup biaya
input produksi, biaya operasi (kecuali biaya tenaga kerja) dan biaya lahan. Hasil kajian ekonomi

2
oleh Agri Benchmark menunjukkan bahwa pasar minyak nabati dunia di masa depan akan
dikendalikan oleh keberadaan/supplyminyak kelapa sawit (Anggraeni dan Zimmer, 2014).
Perkembangan konsumsi minyak nabati dunia dan kontribusi minyak kelapa sawit pada 1965,
1980 dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan konsumsi minyak nabati dunia 1965, 1980, dan 2014
(Sumber: GAPKI 2014)

Kekuatan kelapa sawit juga direfleksikan melalui kandungan nutrisi kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang kaya akan beta karoten (pro vitamin A) dan
vitamin E. Keseimbangan antara komponen jenuh (saturated) dan minyak tak jenuh
(unsaturated) pada minyak kelapa sawit memungkinkan kelapa sawit untuk menyediakan
fraksi padat yang alami tanpa memerlukan proses hidrogenasi, sehingga memiliki lebih sedikit
struktur molecul trans (Pamin, 1998).
Tinta emas keberhasilan perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia tidak
terlepas dari sejarah pemasukan (introduksi) material kelapa sawit dari Afrika pada
pertengahan abad ke 19. Makalah ini mengulas kembali sejarah introduksi dan awal
pengembangan kelapa sawit di Indonesia, serta kontribusi penelitian pemuliaan kelapa sawit
dalam mendukung perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia.

2. Introduksi Kelapa Sawit ke Indonesia


Catatan paling awal mengenai introduksi kelapa sawit ke Indonesia (dahulu disebut
Netherlands India atau Hindia Belanda) tercantum dalam Hunger (1917), Rutgers et al. (1922)
dan Hunger (1924) yang menyebutkan bahwa terdapat empat bibit kelapa sawit yang ditanam
di Buitenzorg Botanical Garden (Kebun Raya Bogor) pada tahun 1848. Dari empat bibit tersebut,
dua bibit diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada Februari 1848 oleh D.T Pryce

3
(Gambar 2), sementara dua bibit yang lainnya diintroduksi dari Amsterdam pada Maret 1848.
Rutgers et al. (1922) menduga bahwa bibit dari Amsterdam juga berasal dari kelompok yang
sama dengan bibit yang berasal dari Bourbon.

Gambar 2. D.F. Pryce yang mengintroduksi kelapa sawit ke Kebun Raya Bogor pada 1848 dari
Bourbon/Mauritius (Sumber: reproduksi dari Hunger et al. 1924)

Laporan resmi pertama mengenai tanaman kelapa sawit yang diintroduksi oleh D.T.
Pryce di Bogor ditulis pada 23 Maret 1850 oleh J.E. Teysmann (Gambar 3), seorang pengawas
Pemerintahan (Intendant Gouvernements-hotels), yang isinya sebagai berikut: ‘Elaeis
guineensis dari Hortus Botanicus Amsterdam yang dibawa oleh D.T. Pryce telah diterima. Palma
ini merupakan tanaman yang menghasilkan minyak (Hunger, 1924)
Pada 1 Maret 1853, Teysmann kembali menulis laporan:‘Elaeis guineensis yang telah
dilaporkan sebelumnya, telah menghasilkan bunga dan ditemukan bahwa dua tanaman yang
berasal dari Bourbon keduanya berbunga jantan, tetapi dua tanaman lainnya yang berasal dari
Hortus Botanicus Amsterdam keduanya berbunga betina. Tanaman yang terakhir akan segera
menghasilkan buah’ (Hunger, 1924).
Pada Maret 1856, Teysmann menuliskan laporan tentang kelapa sawit di Kebun Raya
Bogor sebagai berikut: “Tanaman Elaeis guineensis yang sebelumnya hanya menghasilkan bunga
jantan atau bunga betina, pada akhirnya menghasilkan bunga jantan dan bunga betina. Telah
diperoleh banyak buah dari tanaman-tanaman tersebut, yang sebagian buahnya direbus untuk

4
diambil minyaknya, dan sebagian buah digunakan untuk reproduksi. Namun demikian, belum
diketahui apakah tanaman ini akan produktif dalam menghasilkan minyak, sebagaimana halnya
tanaman kelapa, palma yang paling bermanfaat yang telah menyebar secara luas” (Hunger,
1924).

Gambar 3. J.F. Teysmann, ahli botani di Kebun Raya Bogor

Buah kelapa sawit yang dipanen dari empat dura tersebut (sesuai laporan Teysmann)
didistribusikan secara gratis ke berbagai wilayah pada tahun 1853 (Rutgers et al, 1922). Pada
tahun 1858, Sekretaris Kantor Kolonial (the Secretary of the Colonial Office) di Hindia Belanda
mengajak Pemerintah Negara Belanda untuk menjajaki kemungkinan penanaman kelapa sawit
di Indonesia. Sebanyak 146 lot benih kelapa sawit didistribusikan ke: (i) Jawa dan Madura
(mencakup Bagelen, Banyumas, Banyuwangi, Bantam, Batavia, Besuki, Cirebon, Yogyakarta,
Jepara, Kediri, Kedu, Madiun, Madura, Pasuruan, Pekalongan, Priangan, Probolinggo, Rembang,
Semarang, Surabaya, Surakarta, Tegal), (ii) Sumatera (Bengkulu, Lampung, Palembang,
Sumatera Timur, Sumatera Barat, Tapanuli, Riau), (iii) Kalimantan, (iv) Sulawesi, (v) Maluku,
(vi) Nusa Tenggara.
Sebelum tahun 1860 sekitar 3.4 ha areal percobaan kelapa sawit dibangun di Banyumas
dan 0.74 ha dibangun di Palembang (Rutgers, 1924). Selama periode 1859 – 1864, pengeluaran
tahunan dibuat untuk pemeliharaan percobaan ini. Pada tahun 1864, percobaan kelapa sawit di

5
Banyumas dan Palembang dihentikan. Laporan resmi menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit
di kebun percobaan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan di tempat asalnya,
dan tanaman mulai menghasilkan buah pada umur 4 tahun, lebih cepat dibandingkan di tempat
asalnya yang memerlukan waktu 6-7 tahun untuk berbuah. Tanaman kelapa sawit tidak hanya
diujicobakan di wilayah Banyumas dan Palembang, tetapi juga ditanam di residen lainnya,
seperti di Residen Priangan. Beberapa perkebunan swasta juga mengujicobakan tanaman
kelapa sawit di wilayah Pamanukan dan Ciasem, Cikandi Udik, Ciomas dan beberapa tempat
lainnya.
Pada 1875, benih kelapa sawit yang berasal dari Kebun Raya Bogor ditanam di Distrik
Deli Sumatera. Empat tahun kemudian pada 1879, J. Krol, Kepala Deli Maaatschappij
melaporkan ke Kebun Raya Bogor bahwa kelapa sawit yang ditanam di Distrik Deli tumbuh
dengan sangat baik (Rutgers et al., 1922).

Gambar 4. Kelapa sawit yang diintroduksi ke Kebun Raya Bogor pada tahun 1848
(Sumber: Foto RY Purba, reproduksi dari Lubis, 1992)

Pada 1878, Direktur Kebun Raya Bogor merancang sebuah plot percobaan kelapa sawit
seluas 1 acre (0.4 ha) di Economic Garden, Bogor. Kelapa sawit yang ditanam di Economic
Garden ini diduga menjadi sumber kelapa sawit yang ditanam di perkebunan tembakau di
Sumatra. Menurut Rutgers et al (1922) kelapa sawit diketahuiditanamdi perkebunan tembakau
dekat Medan, dimana pengelola perkebunan menggunakan tanaman kelapa sawit sebagai
tanaman hias di pinggir-pinggir jalan menuju bungalow dan gedung pusat. Tanaman paling tua

6
diketahui berada di St. Cyr Estate yang ditanam pada 1884 dan Bekala Estate yang ditanam pada
1888. Selain itu, terdapat juga pohon kelapa sawit yang ditanam di St. Cyr Estate dan Bekala
Estate pada 1898, di Morawa Estate pada 1898 dan 1903, serta di perkebunan Medan, Polonia,
Sei Sikambing, dan Roterdam.
Kurangnya publikasi mengenai kegunaan kelapa sawit pada masa tersebut
menyebabkan tidak adanya industri perkebunan kelapa sawit sebelum tahun 1911.
Ketidaktertarikan untuk mengusahakan kelapa sawit dikarenakan ketiadaan industri
pengolahan dan pada saat itu kelapa sawit tidak dapat berkompetisi dengan tanaman kelapa.
Meskipun hasil pengujian di plot-plot percobaan menunjukkan hasil yang sangat baik, tetapi
pengembangan kelapa sawit pada skala ekonomi pada masa itu tidak segera dikembangkan oleh
Pemerintah Belanda. Dr Hunger dalam tulisannya mengenai sejarah kelapa sawit
menyampaikan opini bahwa kegagalan dalam pengembangan kelapa sawit di Jawa lebih karena
sikap dari otoritas lokal yang tidak memiliki antusias untuk mengembangkan lebih lanjut, dan
menghentikan percobaan kelapa sawit sesegera mungkin.

3. Awal Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia (1911 – 1945)


Tonggak pengembangan kelapa sawit di Indonesia pada skala ekonomi dibangun oleh
M. Adrien Hallet, seorang warga negara Belgia. Berbekal pengetahuan tentang kelapa sawit
yang didapat dari Kongo - Afrika, dan melihat pertumbuhan kelapa sawit yang baik sebagai
tanaman hias di Sumatera, Hallet membangun perkebunan kelapa sawit pertama seluas 6500
acre (~ 2630 ha) pada 1911 di wilayah Sumatera bagian Timur mencakup Pulu Raja (Asahan)
dan Sungai Liput (Aceh) dengan menggunakan bahan tanaman orijin Deli. Pada saat yang
bersamaan, K. Schadt, warga negara Jerman, menanam 2000 bibit kelapa sawit di Tanah Itam
Ulu. Di tahun-tahun berikutnya, kelapa sawit ditanam di setiap wilayah yang berdekatan dengan
distrik-distrik tersebut.
Perang dunia pertama mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa sawit. Hingga
1917, luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera masih sekitar 1.605 ha. Setelah perang dunia
pertama, industri kelapa sawit berkembang cukup pesat. Pada tahun 1918 terdapat 2.100 ha
kebun kelapa sawit yang dikelola oleh 19 kebun. Pabrik kelapa sawit (PKS) pertama dibangun di
Sungei Liput pada tahun 1918.
Pada tahun 1922, jumlah perkebunan yang mengelola kelapa sawit mencapai 25
maskapai di Sumatera Timur, delapan maskapai di Aceh, dan satu maskapai di Sumatera Selatan
dengan total luas area sekitar 6.916 ha dan meningkat menjadi 31.600 ha pada tahun 1925
(Hartley, 1977). Pada tahun 1938, perkebunan kelapa sawit di Sumatera mencapai luasan
90.000 ha (Moll, 1987), dan terus meningkat menjadi 100.000 ha pada 1939 yang dikelola oleh
66 kebun (Lubis, 1992).

7
Pada masa penjajahan Jepang 1942 - 1945, banyak perkebunan kelapa sawit yang diganti
dengan tanaman pangan dan pabrik kelapa sawit dihentikan kegiatannya (Lubis, 1992). Setelah
kemerdekaan, pada tahun 1947 kebun-kebun tersebut dikembalikan ke pemiliknya semula.
Setelah direinventarisasi hanya 47 kebun saja yang dapat dibangun kembali dari 66 kebun
sebelumnya. Beberapa kebun mengalami kehancuran total seperti Kebun Taba Pingin dan
Kebun Oud Wassenar di Sumatera Selatan, Kebun Ophir di Sumatera Barat, Kebun Karang Inou
di Aceh dan beberapa kebun di Riau (Lubis, 1992).

4. Perkembangan Kelapa Sawit Pasca Kemerdekaan


Perkembangan luas areal kelapa sawit setelah masa penjajahan Jepang hingga tahun
1969 hanya mengalami peningkatan sekitar 10.000 ha. Pada masa setelah kemerdekaan, terjadi
stagnasi dan situasi politik sangat tidak mendukung perkembangan industri kelapa sawit di
Indonesia. Namun demikian, beberapa hal yang dicatat pada periode peralihan 1957 – 1968
sebagai berikut (Lubis, 1992):
1. Pemerintah Indonesia mengambil alih atau nasionalisasi perusahaan Belanda pada 10
Desember 1957. Hal ini dilakukan sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
229/UM/1957
2. Pengembalian perusahaan milik Inggris, Perancis, Belgia dan Amerika kepada pemiliknya
masing-masing pada 19 Desember 1967
3. Reorganisasi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), melalui penggabungan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) pada 1961-1962.
4. Pembentukan organisasi baru berdasarkan komoditas, yakni karet, aneka tanaman,
tembakau, gula dan serat pada 1963 – 1968, yang disusul dengan pembentukan PT.
Perkebunan (PTP).
Pulihnya keamanan dan politik setelah gerakan G30S/PKI serta semangat membangun
dari Pemerintahan Orde Baru banyak mengundang perhatian investor asing seperti Bank Dunia
dan Asian Development Bank untuk berkontribusi dalam pembangunan perkebunan. Pada masa
Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I yang dimulai pada 1968, pembukaan areal kelapa sawit
dilakukan di luar wilayah tradisional. Dalam upaya pengembangan perkebunan besar swasta,
Direktorat Jenderal Perkebunan menyusun kebijakan Perkebunan Besar Swasta Nasional
(PBSN) melalui mekanisme kredit pada tahun 1977. Skema PBSN berjalan cukup baik dalam
tiga tahap, yakni PBSN I pada 1977 – 1981, PBSN II 1981 – 1986, dan PBSN III pada 1986 – 1989
(Lubis, 1992). Perkembangan luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia disajikan pada
Gambar 4.

8
12000000

10000000

8000000
Luas area (ha)

6000000

4000000

2000000

0
1917
1922
1938
1948
1955
1961
1963
1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Gambar 4. Perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia 1917 - 2014

5. Kontribusi Pemuliaan Kelapa Sawit


Perkembangan industri kelapa sawit Indonesia tidak terlepas dari peran bahan tanaman
di dalamnya. Meski hanya berkontribusi 7-8% dari total biaya produksi, namun keberadaan
bahan tanaman sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu perkebunan. Pemilihan bahan
tanaman dengan kualitas unggul menjamin tingkat produksi yang stabil untuk masa ekonomi
selama 25 tahun. Karakter unggul varietas kelapa sawit dapat dilihat dari mutu genetis (potensi
hasil tinggi), mutu fisiologis (daya tumbuh), dan mutu morfologis (keseragaman dan higienitas
benih). Hingga April 2015, Pemerintah Indonesia telah merilis 46 varietas kelapa sawit dengan
berbagai karakter unggulan yang menyertainya. Varietas-varietas ini berasal dari 11 produsen
benih, yakni 10 produsen dalam negeri dan 1 produsen dari luar negeri. Institusi pemuliaan,
nama varietas, genetic background dan nama pemulia yang menghasilkan varietas disajikan
pada Tabel Lampiran 1.
Perakitan varietas unggul kelapa sawit dilakukan melalui proses yang sangat panjang,
tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu, lokasi pengujian yang luas, serta biaya yang tidak sedikit.
Kegiatan perakitan ini memadukan antara teknologi, seni dan intuisi dalam proses persilangan,
pengujian, seleksi, dan perbanyakan. Kita mengenal kegiatan perakitan varietas unggul ini
sebagai aktivitas pemuliaan tanaman. Dalam proses pemuliaan kelapa sawit, setidaknya
terdapat empat komponen yang menjadi persyaratan, yaitu: (1) material genetik dengan variasi
sifat di dalamnya, yang dikenal sebagai populasi dasar; (2) tujuan pemuliaan, yakni ideotype

9
tanaman dengan sifat/karakter yang diinginkan; (3) metode seleksi, cara menguji dan memilih
individu/populasi untuk sifat yang diinginkan; (4) reproduksi, metode perbanyakan
benih/bahan tanaman dari individu hasil seleksi.

5.1 Hasil-hasil pemuliaan tanaman di PPKS


Program pemuliaan kelapa sawit RRS dikembangkan di PPKS sejak 1973. Program ini
diilhami oleh tulisan Comstock et al.(1949) yang mengenalkan metode seleksi untuk
peningkatan rerata populasi, menjaga keragaman genetik, dan mengeksploitasi heterosis dari
populasi. Meunier dan Gascon (1972) menguraikan aplikasi RRS ini pada kelapa sawit, dengan
tujuan utama untuk mendapatkan varietas yang berproduksi minyak tinggi.
Siklus pertama RRS di PPKS dilaksanakan pada 1973 -1985 dengan melibatkan
sebanyak 410 persilangan DxP/T antara 161 genitor dura dan 139 genitor tenera/pisifera.
Populasi tenera/pisifera yang digunakan dalam program RRS siklus pertama terdiri atas 8
(delapan) populasi, yakni populasi Sungei Pancur, populasi Sungei Pancur/Bangun, populasi
Dolok Sinumbah, populasi Bah Jambi, populasi Yangambi, populasi Marihat, populasi La Mé, dan
populasi Nifor (Lubis et al., 1991), sementara dura yang digunakan seluruhnya berasal dari
populasi Deli. Dari siklus pertama RRS dihasilkan 6 varietas kelapa sawit, yakni DxP Avros, DxP
Bah Jambi, DxP Dolok Sinumbah, DxP Marihat, DxP La Me, dan DxP Yangambi yang dirilis pada
tahun 1985, sementara dari program pemuliaan FIPS yang dilakukan oleh Puslitbun Medan
telah dihasilkan 2 varietas kelapa sawit, yakni DxP Sungai Pancur 1 dan DxP Sungai Pancur 2.
Pengujian RRS siklus kedua dimulai pada 1986 menggunakan tetua-tetua terbaik dari
siklus pertama. Beberapa rekombinasi persilangan, baik dari group dura maupun group
tenera/pisifera diuji di empat lokasi. Hasil pengujian siklus kedua menunjukkan produksi rata-
rata pada umur 6-9 tahun sebesar 6,76 ton CPO/ha/tahun, lebih tinggi 13% dibandingkan hasil
pada siklus pertama. Dibandingkan dengan siklus pertama, kenaikan nilai genetik RRS siklus
kedua mencapai 7,3 % untuk tandan buah segar (TBS) dan 10,3 % untuk produksi minyak. Dari
siklus kedua RRS telah dihasilkan 5 varietas unggul kelapa sawit, yakni DxP Simalungun dan
DxP Langkat yang dirilis pada 2003, DxP PPKS 540 dan DxP PPKS 718 yang dirilis pada tahun
2007, serta DxP PPKS 239 yang dirilis pada tahun 2010.
PPKS telah menyalurkan bahan tanaman kelapa sawit sejak 1971 (Gambar 6). Bila
dihitung sejak awal penyaluran hingga tahun 2014, PPKS telah menyalurkan sebanyak 1,03
milyar butir kecambah, atau setara dengan areal kelapa sawit seluas 5 juta ha.

10
60

50

40

30

20

10

Gambar 6. Grafik penyaluran kecambah kelapa sawit di PPKS periode 1971 - 2014

Referensi

GAPKI. 2014. Industri minyak sawit Indonesia menuju 100 tahun NKRI: Membangun
kemandirian ekonomi, energi dan pangan secara berkelanjutan. 265 hal.

Hartley, CWS. 1977. The Oil Palm. Longsman. London

Hunger, FTW. 1924. De Oliepalm (Elaeis guineensis): Historisch onderzoek over den oliepalm in
nederlandisch-indie. N.V.Boekhandel end Drukkerij voorheen E.J. Brilll. Leiden.

Lubis, AU. 1978. Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Marihat. Pematang Siantar.

Lubis, R.A,. Akiyat, and B. Nouy. 1991. Synthetic comparison of yield evolution in North
Sumatra of the Marihat RCEC first cycle DxP crosses.
Meunier, J. and J.P. Gascon. 1972. General scheme for oil palm improvement at the IRHO.
Oleagineux, 21 (1) : 1 – 12

Pamin, K. 1998. A hundred and fifty years of oil palm development in Indonesia: From the Bogor
Botanical Garden to the Industry. Proceedings 1998 International Oil Palm Conference:
Commodity of the past, today and the future. pp3-25.

Rutgers, AAL, Blommendal, HN, Van Heurn, FC, Heusser, C, Mass, JGJA, and Yampolsky, C. 1922.
Investigation on Oil Palm. Ruygro & Batavia, Co.

11
Lampiran

12
Tabel Lampiran 1. Nama institusi, varietas, genetic background dan nama pemulia kelapa sawit di Indonesia
Nama Institusi Nama Varietas Tahun Nomor SK Tanggal Tetua Dura Tetua Pisifera Pemulia Tanaman
Pusat Penelitian Kelapa Sawit D x P Sungai Pancur 1 1984 584/Kpts/TP.240/8/1984 11 Agustus 1984 Dura Dumpy SP 540 B. Taniputra
(13 varietas) Hastjarjo Sumardjan
Kabul Pamin

DxP Sungai Pancur 2 1984 585/Kpts/TP.240/8/1984 11 Agustus 1984 Dura Deli SP 540 J.F. Schmole
E. Stoffels
F. Pronk
B. Taniputra

DxP Dolok Sinumbah 1985 312/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli EX5, H5 J.J. Van Weering
A.Y.L. Purba
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP Bah Jambi 1985 313/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli EX5 x H5 J.J. Van Weering
A.Y.L. Purba
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP Marihat 1985 314/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli 424, 968 Smulders
A.Y.L. Purba
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP Avros 1985 315/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli SP 540 J.F. Schmole
E. Stoffels
F. Pronk
B. Taniputra
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP La Me 1985 316/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli L2T, L7T, L9T, L14T J. Gascon
Y.M. Noiret
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP Yangambi 1985 316/Kpts/TP.240/4/1985 25 April 2015 Dura Deli L239T, L718T J. Gascon
Y.M. Noiret
Adlin U. Lubis
Suheimi Syukur

DxP Langkat 2003 136/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Deli SP 540 x (Yangambi x Marihat) Abdul Razak Purba
Dwi Asmono
Akiyat
Suheimi Syukur

DxP Simalungun 2003 137/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Deli SP 540 T (RS 1 T self, RS 3 T self, Abdul Razak Purba
RS 8 T self) Dwi Asmono
Akiyat
Suheimi Syukur

13
Nama Institusi Nama Varietas Tahun Nomor SK Tanggal Tetua Dura Tetua Pisifera Pemulia Tanaman
DxP PPKS 540 2007 371/Kpts/SR.120/7/2007 5 Juli 2007 Dura Deli (PA 131 D self, SP 540 (RS 3 T self) Abdul Razak Purba
TI 211 D x GB 30 D ) Edy Suprianto
Yurna Yenni
Akiyat

DxP PPKS 718 2007 372/Kpts/SR.120/7/2007 5 Juli 2007 Dura Deli (DA 115 D self) Yangambi (LM 718 T self) Abdul Razak Purba
Edy Suprianto
Yurna Yenni
Akiyat
Dura Deli (DA 128D x LM
DxP PPKS 239 2010 1883/Kpts/SR.120/5/2010 17 Mei 2010 270 D) Yangambi (LM 239 T self) Abdul Razak Purba
Edy Suprianto
Yurna Yenni
Nanang Supena
Sujadi
Mohamad Arif
Heri Adriwan Siregar
Hernawan Y. Rahmadi
Akiyat

PT. PP London DxP Bah Lias 1993 457/Kpts/TP.240/7/93 2 Juli 1993 Dura Deli SP 540 E.A. Rosenquist
Sumatera Indonesia Tbk C.J. Breure
(4 varietas)
DxP Bah Lias 2 2007 373/Kpts/SR.120/7/2007 5 Juli 2007 Dura Deli AVROS x Binga Stephen Nelson
Muhammad Kohar
Yayan Juhyana
Cahyo Sri Wibowo

DxP Bah Lias 3 2008 647/Kpts/SR.120/5/2008 23 Mei 2008 Dura Deli Binga Stephen Nelson
Muhammad Kohar
Yayan Juhyana
Cahyo Sri Wibowo

DxP Bah Lias 4 2008 646/Kpts/SR.120/5/2008 23 Mei 2008 Dura Deli Ekona Stephen Nelson
Muhammad Kohar
Yayan Juhyana
Cahyo Sri Wibowo

PT. Socfin Indonesia DxP Socfindo (L) 2004 440/Kpts/SR.120/7/2004 22 Juli 2004 Dura Deli Dabou/Nofor Pisifera La Me Hayun Zaelani
(3 varietas) Indra Syahputra
Edyana Suryana

DxP Socfindo (Y) 2004 441/Kpts/SR.120/7/2004 22 Juli 2004 Dura Deli Socfin/Dabou Pisifera Yangambi Hayun Zaelani
Indra Syahputra
Edyana Suryana

DxP Socfindo 2013 4569/Kpts/SR.120/8/2013 12 Agustus 2013 BB 126 D x BB 150 D LM 2 T Self Tristan Durand-Gasselin
Moderat Tahan Gano LM 404 D x DA 10 D (LM 2 T x LM 2 T) x (LM 2 T x LM 5 T) Benoit Cochard
DA 10 D x DA 3 D Indra Syahputra
DA 115 D x DA 10 D Nicolas Phillipe Turnbull
BB 206 D self Dadang Affandi

14
Nama Institusi Nama Varietas Tahun Nomor SK Tanggal Tetua Dura Tetua Pisifera Pemulia Tanaman
PT. Dami Mas Sejahtera DxP Dami Mas 1 2003 138/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Dami Famili 711 Dami 742 Tony Liwang
(5 varietas) F. Dumortier
Triyono Widodo

DxP Dami Mas 2 2003 138/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Dami Famili 703 Dami 742 Tony Liwang
F. Dumortier
Triyono Widodo

DxP Dami Mas 3 2003 138/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Dami Famili 702 Dami 742 Tony Liwang
F. Dumortier
Triyono Widodo

DxP Dami Mas 4 2003 138/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Dami Famili 714 Dami 742 Tony Liwang
F. Dumortier
Triyono Widodo

DxP Dami Mas 5 2003 138/Kpts/TP.240/2/2003 14 Februari 2003 Dura Dami Famili 712 Dami 742 Tony Liwang
F. Dumortier
Triyono Widodo

PT. Bina Sawit Makmur DxP Sriwijaya 1 (DxP SJ-1) 2004 435/Kpts/LB.320/7/2004 21 Juli 2004 Dura Deli Nigeria C.J. Breure
(6 varietas) Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho

DxP Sriwijaya 2 (DxP SJ-2) 2004 436/Kpts/LB.320/7/2004 21 Juli 2004 Dura Deli Ghana C.J. Breure
Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho

DxP Sriwijaya 3 (DxP SJ-3) 2004 437/Kpts/LB.320/7/2004 21 Juli 2004 Dura Deli Ekona C.J. Breure
Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho

DxP Sriwijaya 4 (DxP SJ-4) 2004 438/Kpts/LB.320/7/2004 21 Juli 2004 Dura Deli Avros C.J. Breure
Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho

15
Nama Institusi Nama Varietas Tahun Nomor SK Tanggal Tetua Dura Tetua Pisifera Pemulia Tanaman
DxP Sriwijaya 5 (DxP SJ-5) 2004 439/Kpts/LB.320/7/2004 21 Juli 2004 Dura Deli Dami Comp C.J. Breure
Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho

DxP Sriwijaya 6 (DxP SJ-6) 2004 135/Kpts/LB.320/2/2007 20 Februari 2007 Dura Deli Dami Yangambi Dwi Asmono
Dura Deli Chemara C.J. Breure
Dura Deli H&C Jati Cahyono
Zulhermana Sembiring
Retna W
Yulia Puspitaningrum
Edwin Y Saweho
Yusi Rosalina

PT. Tunggal Yunus Estate AA - DxP Topaz 1 2004 59/Kpts/SR.120/1/2004 16 Januari 2004 Dura Deli Dami Nigeria Ang Boon Beng
(4 varietas) Dura Deli H&C
Dura Deli Chemara

AA - DxP Topaz 2 2004 58/Kpts/SR.120/1/2004 16 Januari 2004 Dura Deli Dami Ghana Ang Boon Beng
Dura Deli H&C
Dura Deli Chemara

AA - DxP Topaz 3 2004 57/Kpts/SR.120/1/2004 16 Januari 2004 Dura Deli Dami Ekona Ang Boon Beng
Dura Deli H&C
Dura Deli Chemara

AA - DxP Topaz 4 2004 60/Kpts/SR.120/1/2004 16 Januari 2004 Dura Deli Dami Yangambi Ang Boon Beng
Dura Deli H&C
Dura Deli Chemara

PT. Tania Selatan DxP TS - 1 2005 245/Kpts/SR.120/6/2005 22 Juni 2005 Dura Deli Chemara Avros C.J. Breure
(4 varietas) Dura Deli H&C Rahmadsyah
Dura Deli MARDI Nurbianto
Ilham Hadi
Imas
Nurdin

DxP TS - 2 2005 246/Kpts/SR.120/6/2005 22 Juni 2005 Dura Deli Chemara Ekona C.J. Breure
Dura Deli H&C Rahmadsyah
Dura Deli MARDI Nurbianto
Ilham Hadi
Imas
Nurdin

DxP TS - 3 2005 247/Kpts/SR.120/6/2005 22 Juni 2005 Dura Deli Chemara Ghana C.J. Breure
Dura Deli H&C Rahmadsyah
Dura Deli MARDI Nurbianto
Ilham Hadi
Imas
Nurdin

16
Nama Institusi Nama Varietas Tahun Nomor SK Tanggal Tetua Dura Tetua Pisifera Pemulia Tanaman
PT. Bakti Tani Nusantara DxP TN 1 2008 648/Kpts/SR.120/5/2008 23 Mei 2008 Dura Deli SEU AVROS SEU V. Sivagnanajothy
(1 varietas) Suyanto Kartosoewarno
M. Syahrizal
Teeng Swee Eng

PT. Dami Oil Palm Research Station DxP Dami G-2 2010 1984/Kpts/SR.120/5/2010 17 Mei 2010 Dura Deli Ulu Remis AVROS Ulu Remis Lim Teong Kwee
(1 varietas) Rudolf Yimbang
Ruth Jordan-Som

PT. Sarana Inti Pratama DxP SAIN - 1 2011 4001/Kpts/SR.120/9/2011 23 September 2011 Dura Deli Chemara Calabar Tatang Kusnadi
(3 varietas) Dura Deli Dami Sugih Wanasuria
Dura Deli H&C Salib Bagiyarja
Dura Deli Mardi Achmad Fathoni
Heri Soepatmo
Ruzides Rusyad

DxP SAIN - 2 2011 4002/Kpts/SR.120/9/2011 23 September 2011 Dura Deli Chemara Ekona Tatang Kusnadi
Dura Deli Dami Sugih Wanasuria
Dura Deli Mardi Salib Bagiyarja
Achmad Fathoni
Heri Soepatmo
Ruzides Rusyad

DxP SAIN - 3 2011 4003/Kpts/SR.120/9/2011 23 September 2011 Dura Deli Chemara Ghana Tatang Kusnadi
Sugih Wanasuria
Salib Bagiyarja
Achmad Fathoni
Heri Soepatmo
Ruzides Rusyad

DxP SAIN - 4 2011 4004/Kpts/SR.120/9/2011 23 September 2011 Dura Deli Chemara Yangambi Tatang Kusnadi
Dura Deli Dami Sugih Wanasuria
Salib Bagiyarja
Achmad Fathoni
Heri Soepatmo
Ruzides Rusyad

PT. Sasaran Ehsan Mekarsari DxP SEU'S SUPREME 2012 578/Kpts/SR.120/2/2012 20 Februari 2012 SEU 86002 AVROS SEU 9711 Mohmmad Reza Tirtawinata
Gregori Garnadi Hambali
Said bin Saad
Lee Yit Meng

17

Anda mungkin juga menyukai