dan
Penganggaran
Responsif
Gender
Lingkup Ditjen PHPL,
Ditjen PSKL, dan Pusat P2H
PROSIDING
Virtual Workshop
JULI 2020
01 Narasumber, Fasilitator dan Peserta
10
DAFTAR ISI
15 Kuis
Dati Fatimah
51 Penutupan
Ibu Erna - Biro Perencanaan
Dokumen Lampiran
Lampiran Presentasi Sambutan Kepala Biro Perencanaan
08 Dr. Ir. Ayu Dewi Utari, M.Si
Fasilitator
Kelompok 1 PHPL, 16 orang : Dati Fatimah
Kelompok 2 PHPL, 14 orang : Bambang Heri
Kelompok 3 PHPL, 14 orang : Aminatun Zubaedah
Kelompok 4 PSKL, 16 orang : Mida Mardliyah
Kelompok 5 PSKL + BLU, 18 orang : Evitasari
Peserta
Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (2 Orang)
2. Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (2 Orang)
3. Direktur Usaha Hutan Produksi (2 Orang)
4. Direktur Usaha Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi (2 Orang)
5. Direktur Pengelolaan Pemasaran Hasil Hutan (2 Orang)
6. Direktur Iuran dan Peredaran Hasil Hutan (2 Orang)
7. Kepala BPHP Wilayah I Banda Aceh (2 Orang)
8. Kepala BPHP Wilayah II Medan (2 Orang)
9. Kepala BPHP Wilayah III Pekanbaru (2 Orang)
10. Kepala BPHP Wilayah IV Jambi (2 Orang)
11. Kepala BPHP Wilayah V Palembang (2 Orang)
12. Kepala BPHP Wilayah VI Bandar Lampung (2 Orang)
13. Kepala BPHP Wilayah VII Denpasar (2 Orang)
14. Kepala BPHP Wilayah VIII Pontianak (2 Orang)
15. Kepala BPHP Wilayah IX Banjarbaru (2 Orang)
16. Kepala BPHP Wilayah X Palangkaraya (2 Orang)
17. Kepala BPHP Wilayah XI Samarinda (2 Orang)
18. Kepala BPHP Wilayah XII Palu (2 Orang)
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
3|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
4|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
5|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
6|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
7|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Lampiran Presentasi Sambutan dan Arahan Dr. Ir. Ayu Dewi Utari, M.Si
8|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
9|PROSIDING
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
10 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
11 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
12 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
13 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
14 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
QUIZ TIME
Dati Fatimah
Selamat siang semua seluruh peserta dari seluruh nusantara kita punya kesempatan
bertemu. Hari ini kita akan bermain sebagai proses belajar. Di chat room sudah ada link
untuk kuis, bisa diklik link kuis tersebut dan bisa isikan nama. Kita akan bermain kuis
terkait review konsep gender. Dari film Impossible Dreams kita melihat bagaimana
persoalan-persoalan gender, dan sekarang kita bisa masuk untuk belajar menggunakan
metode kuis. Kita akan memilih siapa yang tercepat dan tertepat dalam menjawab
pertanyaan. Tersedia merchandise untuk tiga juara.
15 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kita beri aplaus untuk pak Setyawan sekretariat PHPL sebagai pemenang pertama dengan
skor 3420. Pemenang kedua, pak Johanis dengan skor 3370, dan pemenang ketiga ibu
Poppy dari BPHP 6, skornya 3320. Selamat untuk tiga peserta. Mari kita review
pertanyaannya:
Pertanyaan pertama, mana karakter dari seks atau jenis kelamin? Yang menjawab benar
hanya 30 persen, tapi ini sebelum training dan harapannya bisa berubah setelah training.
Kalau ngomong jenis kelamin biologis adalah universal atau dimana pun berlaku sama
tapi bisa dipertukarkan, konstruksi sosial, dapat diubah, bukan merupakan karakter dari
seks jenis kelamin biologis.
Pertanyaan kedua, mana yang bukan karakter dari gender? Yang menjawab benar adalah
20%. Tidak masalah ini baru mulai dari pelatihan kita. yang bukan merupakan karakter
gender adalah pemberian Tuhan. Gender dibentuk secara sosial, dinamis dan realatif
artinya bisa berubah antara satu tempat dengan tempat yang lain bisa berbeda.
Pertanyaan ketiga, mana yang merupakan ciri seks atau jenis kelamin perempuan? Ini
menarik karena skor terbanyak 48%. Waktu menjawab rata-rata 8 detik. Jawabannya
adalah menstruasi. Sedangkan lembut, penyayang, dan cerdas, bukan ciri jenis kelamin
perempuan karena laki-laki juga bisa. Ini bagus karena ada peningkatan skor.
Pertanyaan keempat, mana yang bukan merupakan karakter gender laki-laki? Hanya 12%
ketepatan menjawabnya meski rata-rata menjawab cepat 8 detik. Jawabannya Berjakun,
ini karakter seks atau jenis kelamin biologis. Ada laki-laki yang lembut, penyayang, kuat
dan bijaksana sebagaimana perempuan juga bisa demikian.
Pertanyaan kelima, mana yang merupakan karakter isu gender? Ini ada di bagian
penugasan yang kami minta ke peserta. Kapan satu kondisi disebut sebagai isu gender.
Jawabannya adalah yang terakhir menunjukkan preferensi seperti saya suka baju kuning,
itu bukan isu gender, tapi menjadi isu gender kalau ada kesenjangan, kemudian
menunjukkan perbedaan manfaat karena pembakuan peran gender dan terkait akses dan
kontrol atau relasi kuasa. Ini yang menjawab benar masih seperempatnya, setelah
16 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
training mudah-mudahan lebih banyak yang bisa menjawab karena dalam penugasan
cukup banyak yang bagus.
Pertanyaan terakhir, mana yang bukan merupakan contoh isu gender atau isu GESI di
sektor kehutanan? Ketepatan menjawab 24%. Jawabannya adalah yang pertama,
kemiskinan di kawasan pedesaan, ini betul persoalan sosial tapi belum bisa dilihat
dimensi gendernya. Contoh lain misalnya akses perempuan terhadap program
perhutanan sosial yang rendah atau yang kedua rendahnya keterlibatan perempuan
dalam kepengurusan tani hutan, dan terakhir terbatasnya akses perempuan sekitar hutan
pada transfer teknologi.
Begitu kira-kira kita sudah belajar bersama melalui kuis ini, mohon maaf hanya bisa 25
peserta dan nanti kami akan memberikan merchandise untuk tiga pemenang. Melalui
permainan ini kita juga belajar untuk recall kembali apa yang sudah dipelajari bapak ibu
untuk pelatihan gender atau GESI di KLHK oleh Pokja PUG atau Pokja lain.
17 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
18 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Saya mengawali paparan ini dengan menyampaikan tentang apa itu konsep gender
dengan sebuah pertanyaan, apakah pembangunan selama ini sudah dilakukan secara
adil? Pertanyaan kedua saya akan masuk memperbincangkan tentang gender equality di
Indonesia, artinya melihat indikator-indikator ketika kita ingin menilai apakah suatu
negara sudah responsif gender atau belum. Tugas Bapak Ibu nanti adalah mengaitkan tusi
dari KLHK khususnya masing-masing direktorat jenderal untuk berkontribusi terhadap
Gender Equality Index di Indonesia.
Ketiga, yang sering dipertukarkan, adalah pemahaman tentang PUG dan affirmative
action. Jadi bapak ibu tidak hanya berkecenderungan bahwa gender adalah kegiatan
untuk perempuan saja. Keempat analisa gender dan PPRG.
Biasanya kita membahas ini cukup lama, dilakukan 3-4 hari tapi ini akan dilakukan 45
menit saya fokus yang penting saja dan lainnya kita bahas dalam diskusi saja. Jadi
pertanyaan kuncinya sebetulnya sudahkan pembangunan dilakukan secara adil dan
setara? Maka ada dua kata kunci yang selalu bapak ibu ditanamkan bahwa kalau bicara
adil, maka yang diperbincangkan adalah pembangunan harus merespon perbedaan,
antara perempuan dan laki-laki khususnya dikaitkan dengan kebutuhan mereka. Dan hal
itu pada umumnya kita kaitkan dengan perbedaan karena jenis kelaminnya dan
perbedaan karena gendernya, itu kata kuncinya.
Sedangkan yang kedua, pembangunan harus dilakukan secara setara atau inklusif,
kenapa? Karena pada hakikatnya perempuan maupun laki-laki atau kelompok-kelompok
19 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
marginal lainnya sering kali dapat perlakuan berbeda, terutama pada perbedaan akses,
perbedaan partisipasi, perbedaan kontrol dan perbedaan manfaat dari pembangunan itu.
di analisis gender kita akan pertegas lagi apa perbedaan keempat hal ini. Kata kuncinya,
pembangunan harus merespon perbedaan dan pembangunan harus memberikan
kesamaan APKM.
Problemnya sering terjadi merancukan jenis kelamin dengan gender. Kalau bicara jenis
kelamin adalah karakteristik biologis yang sifatnya given atau terberi dan tidak saling
dipertukarkan juga otomatis melekat pada masing-masing jenis kelamin. Apa yang harus
dipikirkan? Pahami mereka memiliki perbedaan kebutuhan contohnya perempuan
karena melahirkan dia butuh makanan bergizi, pertolongan fasilitas persalinan, butuh
ruang laktasi, dan sebagainya. Kalau laki-laki contohnya mengalami kanker berkaitan
organ reproduksinya maka perlu pemeriksaan terkait hal itu. sedangkan kalau kita bicara
gender yang diperbincangkan adalah konstruksi sosial budaya tentang peran, kedudukan
dan peran antara perempuan dan laki-laki.
Pertanyaan kuncinya ada apa dengan permasalahan gender? Yang jadi permasalahan
adalah ketika kita bicara tentang gender, yang paling sering terjadi adalah pembangunan
belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan gender.
Pembangunan sering mengabaikan kebutuhan perempuan dan laki-laki yang berbeda
padahal mereka harus dipenuhi kebutuhannya agar peran-peran reproduksi dan
sebagainya tetap terlindungi. Jadi, kata kuncinya adalah pembangunan belum selalu
responsif gender.
Jadi bapak ibu, persoalan-persoalan apa yang kita tidak boleh kita toleransi. Ada lima
bentuk ketidakadilan gender yang kita tidak boleh toleransi. Pertama adalah stereotip
atau pelabelan yang merugikan salah satu jenis kelamin. seperti perempuan lemah, tidak
mandiri, bergantung, itu tidak boleh. Atau laki-laki itu lebih kuat, lebih mandiri, lebih
hebat. Itu stereotip hebat, mendiri dan sebagainya itu karakteristik yang bisa dilatih.
Kedua, subordinasi, dimana salah satu jenis kelamin cenderung dinomorduakan bukan
karena kompetensinya tetapi lebih karena jenis kelaminnya. Ketiga, beban ganda, adanya
20 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
beban-beban yang membuat salah satu jenis kelamin itu semakin berat bebannya, baik
beban rumah tangga maupun diluar rumah tangga. Keempat, marginalisasi, adalah
peminggiran dimana salah satu jenis kelamin kurang memiliki kesempatan untuk
mengakses berbagai hal, bukan karena kompetensinya tapi karena dia sebagai
perempuan, misalnya aksesibilitas terhadap peralatan-peralatan teknologi, biasanya
lebih diprioritaskan ke salah satu jenis kelamin. terakhir, kekerasan berbasis gender. Jadi
lima ketidakadilan gender ini yang tidak boleh terjadi di mana pun, baik di rumah tangga,
sektor publik, semua tidak boleh terjadi.
Jadi kalau kita melihat fenomena-fenomena bahwa terjadi ketidakadilan gender, nanti
Bapak dan Ibu akan melakukan analisis gender dengan salah satu model yang disebut
Gender Analysis Pathway. Di sana akan ada salah satu analisis apa yang menyebabkan
salah satu jenis kelamin itu tertinggal. Kata kuncinya bahwa gender itu not by born, gender
itu tidak dibawa sejak lahir tapi gender itu diperoleh melalui konstruksi sosial budaya
yang dilakukan secara terus-menerus sehingga masyarakat kemudian mengatakan
bahwa perempuan harus seperti ini itu tidak boleh seperti yang lain, ini yang kemudian
kita katakan bahwa gender itu not by born tapi dia sebagai hasil konstruksi sosial budaya.
Maka tugas utama kita adalah memastikan bahwa lima bentuk ketidakadilan gender itu
harus dihapuskan.
Bapak dan ibu, berikutnya ada konsep-konsep kunci yang menurut saya harus Bapak dan
Ibu pahami. Bisa di-searching di Google. Konsep kuncinya itu, satu, ketika bicara gender
kita harus memahami tentang relasi. Apakah ada relasi yang menempatkan salah satu
jenis kelamin itu lebih unggul dibandingkan jenis kelamin lain. Karena itulah yang sering
kali menjadi penyebab terjadi ketidakadilan gender. Kemudian ada konsep kondisi dan
posisi, karena di sini akan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan yang berbeda.
Kemudian ada konsep status dan peran. Nanti di sini juga akan kelihatan bagaimana relasi
gender itu muncul. Misalnya tadi dikatakan bahwa kita akan berikan kesempatan pada
perempuan terlibat dalam berbagai macam proses pembangunan. Apakah itu betul
diberikan porsi yang lebih baik dalam posisi yang lebih baik? Atau hanya yang penting
ada di sana. Jadi harus dipahami dulu.
21 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kemudian ada konsep analisis gender dan konsep pembagian peran gender. Konsep ini
harus dipahami ketika akan melakukan analisis gender. Dari konsep-konsep yang tadi
sudah saya sampaikan, mari kita melihat bagaimana indikator-indikator kesetaraan
gender di Indonesia.
Dari apa yang tadi sudah saya sampaikan, maka data ini akan sangat membantu Bapak
dan Ibu ketika akan melakukan pengarusutamaan gender. Kenapa itu penting? Karena
berdasarkan regulasi-regulasi yang ada PUG dan affirmative action ini adalah strategi
yang dipilih Indonesia untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender. Kalau kita
bicara PUG maka yang dibicarakan adalah mengintegrasikan mulai dari perencanaan,
penganggaran, implementasi dan monev. Itu berarti PUG. Tetapi kalau affirmative action
lebih kepada keberpihakan. Jadi kalau kita menemukan salah satu jenis kelamin lebih
tertinggal dibandingkan jenis kelamin yang lain, maka tindakan spesifik kepada salah satu
jenis kelamin itu dikenal dengan affirmative action.
22 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Nah bapak dan ibu, saya akan sampaikan masuk ke analisis gender. Apa yang kemudian
kita kenal dengan analisis gender? Bapak ibu melekat tugas pokok dan fungsi untuk
melakukan sesuatu yaitu pembangunan di bidang LHK, sesuai dengan Ditjen masing-
masing. Jadi kalau bapak ibu melakukan analisis gender, sebetulnya sama dengan analisis
yang Bapak Ibu lakukan ketika mendesain perencanaan pembangunan. Yang
membedakan adalah bahwa analisis gender ini bapak ibu memahami suatu situasi tetapi
dengan mengurai data dan informasi yang ada secara sistemik untuk melihat apakah
terdapat perbedaan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat (APKM) dari
pembangunan dimana Bapak Ibu sedang melakukan pembangunan itu sesuai tusi bapak
dan ibu.
Kenapa ini perlu dipertanyakan karena sebetulnya APKM adalah dipengaruhi konstruksi
sosial budaya. Jadi karena inilah berpengaruh terhadap APKM. Ini yang bapak ibu perlu
lakukan. Untuk melakukan analisis gender ini yang bapak dan butuhkan adalah analisis
data terpilah. Kata kuncinya ada dua, pertama adalah bapak ibu memotret peran dan
kondisi perempuan dan laki-laki dalam suatu program pembangunan untuk mengetahui
siapa yang berada dalam keadaan tertinggal dan didukung dengan data terpilah, itu
dikenal dengan nama data terpilah menurut sejenis kelamin. Kedua, ada data dalam
insiden khusus, artinya insiden-insiden yang hanya terjadi pada salah satu jenis kelamin
saja Misalnya, data angka kematian ibu meninggal. Tidak ada angka kematian bapak.
Angka kematian ini terjadi hanya pada perempuan, tapi faktor penyebabnya bisa karena
relasi gender sehingga aksesibilitas perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan
terbatas karena relasi gender kurang seimbang. Ini yang dimaksud insiden khusus.
Contoh lainnya, leher rahim, korban trafiking. Data ini akan sangat bermanfaat untuk
menunjukkan siapa yang berada dalam keadaan tertinggal. Proses inilah yang sebetulnya
perlu Bapak dan Ibu lakukan untuk memastikan siapa yang tertinggal dan harus kita
dorong untuk melakukan kesetaraan gender.
Setelah melihat data terpilah tadi sebetulnya banyak teknik analisis gender, dari bahan
literatur lebih dari 7 model analisis dan masing-masing bisa digunakan sesuai dengan
peruntukkannya. Misal saat ini sedang terjadi Covid ingin menggunakan model analisis
gender, maka bapak ibu bisa menggunakan capacities and vulneralibilites analysis
23 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
framework karena analisis ini digunakan dalam situasi bencana. Saya hanya perkenalkan
istilahnya saja, nanti yang akan dipelajari adalah tentang Gender Analysis Pathway (GAP).
Pertanyaannya gender analysis pathway untuk siapa? Tujuannya untuk membantu
perencana. Perencana itu diminta untuk mengidentifikasi kesenjangan gender, mencari
faktor penyebabnya dan dari faktor penyebab itu kemudian menawarkan jalan keluar
terbaik untuk mengatasi kesenjangan tersebut, itu substansi GAP dan dikhususkan untuk
perencana, memulainya dari kebijakan atau program atau kegiatan yang menjadi tusi
bapak dan ibu dimana dari ketiga hal tersebut teridentifikasi adanya kemungkinan-
kemungkinan bias gender. Kalau tadi dikatakan mengelola hutan berbasis rakyat, ada
dimensi pemberdayaan masyarakatnya kah? Kalau ada kita bisa lakukan analisis gender
di konteks hutan berbasis rakyat, misalnya seperti itu.
Dari apa yang saya sampaikan alurnya nanti untuk praktik membuat dokumen GAP dan
GBS akan bergerak dari step satu sampai sembilan. (Lihat Dokumen Lampiran halaman
32). Kata kunci utama dari teknik analisis ini adalah kemampuan melakukan analisis
gender. Kata kunci kedua, kemampuan mencari faktor penyebab ketidakadilan gender.
Untuk mendukung ketidakadilan gender kata kuncinya adalah memiliki data terpilah
yang relevan.
Data terpilah untuk apa? Fungsinya adalah menetapkan indikator keberhasilan. Kalau
bapak ibu bicara indikator kinerja kegiatan atau program, pertanyaannya programnya
memberikan kontribusi indikasi kesetaraan gender di bagian mana, biasanya ambyar
jawabannya.
24 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
kesetaraan gender. Ketiga, ada dokumen yang disebut RKA sebagai pelengkap dokumen
perencanaan strategis, yang ini dilampiri dokumen GAP dan GBS. Terakhir, menggunakan
analisis gender.
Untuk PPRG kita punya dua tools atau alat. Pertama, tools di level perencanaan yaitu
melakukan integrasi gender ke dalam proses perencanaan seperti Renstra atau Renja
K/L, dilakukan dengan GAP sebagai instrumennya. Kedua, integrasi gender di
penganggaran. Artinya setiap anggaran yang dikeluarkan oleh unit anggaran dipastikan
memberi kemanfaatan baik perempuan maupun laki-laki. Manifestasinya adalah RKA dan
DIPA K/L yang responsif gender.
Itu sedikit pengantar dari saya, ini akan termasuk dalam tanya jawab yang akan lebih seru
dari paparan ini.
25 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Hening Parlan
Ada beberapa pertanyaan dari Atik Ratih dari PPHH Ditjen PHPL, terkait stereotip gender
di bidang pengolahan hasil hutan, kondisi saat ini ada kecenderungan penempatan
karyawan sesuai gender, misal perempuan di pekerjaan yang memerlukan kerapihan dan
ketelitian, misal industri senar, playwood, blackboard dan laki-laki dianggap lebih kuat
pada industri cenderung pada alat-alat berat. Namun yang paling terlihat memang belum
ada pemenuhan fasilitas pada perempuan seperti toilet terpisah, fasilitas laktasi. Mohon
hal ini komentar atau input-nya dari Prof. Ismi?
TANGGAPAN NARASUMBER
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Jadi bapak dan ibu, basic dari pekerjaan-pekerjaan terutama pekerjaan di ranah publik
kata kuncinya kompetensi. Jangan sekali-kali memaksakan kompetensi dengan
merancukan ini harus dikerjakan oleh perempuan, ini laki-laki, ini untuk orang
kebutuhan khusus dan bukan, karena pada hakikatnya kata kuncinya adalah
kompetensi. Jadi kalau ada jenis kelamin lain, misal laki-laki tetapi teliti, ini kan
dianggap nggak wajar oleh masyarakat, tapi dia punya kapasitas tersebut, jadi jangan
keluarkan laki-laki itu karena dianggap berbeda. Kata kuncinya adalah pemenuhan
pekerjaan menurut kompetensi masing-masing tanpa melihat jenis kelaminnya. Tapi
yang perlu kita perhatikan adalah pemenuhan kebutuhan yang berbeda, misalnya di
sana ada seseorang berkebutuhan khusus karena ada seorang disabilitas. Ketika kita
punya karyawan dengan kebutuhan khusus maka harus disertai dengan sarana yang
memadai mulai dari tempat parkir sampai ke ruangan kantor tanpa bantuan orang lain,
bagaimana dia masuk ke toilet apakah pintunya sudah aman untuk menggerakkan
kursi roda, apakah di dalam toilet dia butuh kursi untuk bergerak dan beraktivitasnya
di kamar mandi, dan sebagainya, itu pemenuhan fasilitas sesuai dengan perbedaan
kebutuhan mereka. termasuk orangtua, kenapa butuh handrail, karena orang tua
gampang jatuh maka butuh alat tersebut.
26 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Hening Parlan
Apa beda konsep kesetaraan gender, antara gender equality dengan gender equity?
Apakah itu sama?
TANGGAPAN NARASUMBER
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Itu sudah saya bahas di awal. Ketika bicara kesetaraan gender berbeda dengan keadilan
gender. Kalau bicara adil gender kita bicara tentang pembangunan yang
memperhitungkan dan memperhatikan perbedaan kebutuhan, clue-nya itu, tinggal
bapak ibu cari perbedaan laki-laki dan perempuan dalam pemenuhannya baik karena
jenis kelamin dan lain-lain. Kalau bicara setara maka yang dibicarakan adalah apakah
perempuan dan laki-laki memiliki kesamaan akses, peluang, terhadap apa? Peluang
terhadap sumber daya yang bergantung core bisnis-nya seperti riset, pengelolaan
hutan. Aksesnya ternyata ada, tapi jangan berhenti disitu, lihat partisipasinya, apakah
peluang tadi sudah disertai partisipasi. Ketika masyarakat bicara akses dan partisipasi
di dalamnya ada konstruksi sosial budaya, dan relasi gender, sering terjadi salah satu
jenis kelamin mendapatkan partisipasi lebih besar dari yang lain. Lalu kita lihat
kontrolnya, bisa jadi akses dan partisipasinya sama tapi di bidang pengambilan
keputusan kondisinya berbeda. Terakhir, apakah perempuan dan laki-laki memperoleh
manfaat yang sama dalam pembangunan, itulah konsep pembangunan, harus ada
APKM dan harus urut, Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat.
Bedanya kontrol dan manfaat, saya di perguruan tinggi saya kuliah di fakultas teknik
mesin dan lulus. Berarti saya sudah punya akses, partisipasi dan kontrol. Tapi apakah
saya punya manfaat dengan memiliki ijazah itu. Nanti dulu, ketika melamar pekerjaan
ternyata diprioritaskan laki-laki, berarti saya tidak memperoleh manfaat yang sama
atau gajinya lebih rendah.
27 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Hening Parlan
Pertanyaan ibu Feliska, BPSKL Sumatera, jika kita melihat ada kesenjangan gender di
suatu keadaan, apa yang kita lakukan pertama kali, kadang bisa berargumen tapi tidak
bisa melakukan apa-apa, mohon penjelasan. Kedua, dari ibu Susi, BPHP XII, apakah
kesetaraan gender hanya bicara tentang laki-laki dan perempuan? Apakah kesetaraan
pelaku kemitraan KPH dan KTH dimasukkan dalam isu kesetaraan gender?
TANGGAPAN NARASUMBER
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Pengalaman saya berpuluh-puluh tahun, saya belajar gender sejak tahun ’89. Isunya
saat itu pemberdayaan perempuan saja sampai saat ini gender mainstreaming, yang
paling sulit adalah merubah mindset. Kalau gender sebagai pengetahuan itu mudah.
Tapi ketika mengajak mau melakukan perubahan, mengajak mau berubah itu bukan hal
sederhana.
Kalau melihat kesenjangan gender lihat kapasitas Bapak Ibu, kalau kapasitas hanya bisa
mengingatkan ya melakukan advokasi. Kalau bisa melakukan dalam suatu
perencanaan, masukkan dalam perencanaan untuk memecahkan masalah. Pertama
harus ada sensitivitas gender dulu kemudian sensitivitas gender itu baru ada tindakan
aksi. Kalau tidak, maka banyak orang ikut pelatihan gender, lembaga menghabiskan
uang untuk gender, tapi rankingnya tidak naik-naik, itu yang saat ini terjadi, banyak
orang kesulitan untuk memasukkan isu gender dalam perencanaan dan penganggaran.
Kemudian yang sudah ikut pelatihan gender ditindaklanjuti dengan membentuk
gender focal point atau yang lebih tinggi yaitu kelompok kerja gender. Fungsinya
sebagai tempat bagi orang-orang untuk melakukan dialog, menyamakan persepsi,
merencanakan kegiatan responsif gender. Kalau ini bisa dibentuk ini menjadi lebih
mudah. terkait kesetaraan dalam konsep lebih besar berlaku untuk semua, tidak hanya
untuk perempuan atau laki-laki.
Kalau Bapak dan Ibu mengatakan apakah kesetaraan berkaitan dengan lembaga-
lembaga bidang pekerjaan bapak ibu itu dijadikan dasar analisis akan bagus sekali.
contoh sederhana, orang sering mengatakan siapa bilang perempuan partisipasi
28 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
rendah, kan banyak pekerja perempuan di pabrik, tapi di pabrik perempuan sebagai
siapa? Perempuan hanya buruh bukan pada posisi manajerial, itu persoalan pertama.
kedua, jenis usahanya, perempuan masuk dalam jenis usaha apa, ternyata masuk pada
jenis usaha yang didefinisikan sebagai usaha marjinal dengan upah dan kesejahteraan
berbeda. Saran saya, isu-isu kesetaraan gender termasuk di dalamnya diintegrasikan
ke dalam jenis usaha, apalagi Bapak dan Ibu mampu menjamin bahwa perempuan
dapat masuk dalam semua lembaga strategis itu luar biasa.
Hening Parlan
Pertanyaan dari Pak Joko dari Birocan, bagaimana intervensi untuk afirmasi terhadap
permasalahan? Makanya harus tahu posisi institusi apakah di policy level, atau
organisasional level atau operasional level. Kejelasannya dimana tentang hal ini?
TANGGAPAN NARASUMBER
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Ini pertanyaan tingkat tinggi, bicara tentang afirmasi sebetulnya bicara tentang
pemihakan khusus terhadap mereka yang berada dalam keadaan tertinggal. Ambil
contoh sederhana, misal kelompok petani hutan, kita bisa bermain di level regulasi
ketika kita mendapatkan sebuah situasi ternyata perempuan sulit sekali bisa masuk ke
dalam struktur organisasi.
Saya berikan contoh saat ini saya dipercaya menjadi dekan dua periode, pertanyaan
pentingnya kenapa saya bisa ada disitu? 10 tahun lalu saya jamin tidak akan bisa masuk
karena pemimpin harus laki-laki, tapi dari Kemenristekdikti memandang bahwa
menjadi pemimpin bukan persoalan perempuan laki-laki tapi kapasitas, pendidikan
dan sebagainya sehingga kemudian ada regulasi dekan harus Doktor, yang tidak Doktor
tidak bisa daftar. Dan dekan diprioritaskan Profesor.
29 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Ini contoh intervensi kebijakan yang membawa implikasi ketika salah satu jenis
kelamin melebihi kapasitas jenis kelamin lain. Juga ketika ada representasi perempuan
dalam organisasi nol. Maka intervensi afirmatif action dengan membuat regulasi
dimana regulasinya menyebutkan bahwa kepengurusan perempuan dalam organisasi
akan memberi kesempatan perempuan di level policy. Jadi bapak ibu bisa berada di
level policy, pelaksana atau di level paling bawah.
Hening Parlan
Pertanyaan Yusniar BPHP, bagaimana perempuan menyuarakan kesetaraan gender
tetapi sesama perempuan belum satu kata? Kedua, dalam isu kesetaraan dan keadilan
gender, saat ini pemenuhannya masih terbatas pada wakil perempuan, asal ada wakilnya
saja belum sampai kehadiran perempuan memberikan kontribusi positif.
TANGGAPAN NARASUMBER
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Kalau belum satu kata, dalam teori perubahan organisasi ada kelompok yang menekan
dan ada kelompok yang mempertahankan makanya kelompok penekan harus
diperkuat, caranya yang punya responsitifitas gender mengembangkan jejaring
sehingga melakukan perubahan mindset termasuk kesetaraan gender. Yang bisa diajak
dalam gender focal point atau Pokja biarkan mereka melihat dan hingga mengakui
bahwa apa yang kita perjuangkan adalah sesuatu yang baik. Jangan menghalangi untuk
melakukan perubahan baik, kalau tidak ingin maka jangan halangi. Daripada takut
melakukan perubahan.
Kedua, pemenuhan adanya perempuan hadir saja, itu baru sifatnya mobilisasi belum
sampai partisipasi. Yang dilakukan harus diberikan kapasitas, bukan mengecilkan
usaha perempuan untuk melakukan perubahan. Kalau ada kesempatan ambil
kesempatan dan kapasitasnya bisa kita tingkatkan sedikit demi sedikit sampai
perempuan bisa menjadi hebat.
30 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Closing statement:
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si
Senang bisa berbagi tentang kesetaraan dan keadilan gender, jangan pernah menyerah
karena apa yang kita lakukan untuk kebaikan umat manusia. Selamat berproses untuk
sampai ke kesetaraan dan keadilan gender.
31 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
32 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
33 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
34 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
35 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
36 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Salam dari saya untuk Bapak ibu sekalian dan para pejabat KLHK dan MFP4.
Apa yang saya akan sampaikan lebih pada catatan-catatan pribadi selama melakukan
mereview atau pun mengimplementasikan program-program di sektor lingkungan hidup
dan kehutanan untuk melihat bagaimana integrasi gender atau pun PUG dan dalam
konteks gender dan inklusi sosial itu dilakukan.
Saya memang sengaja di dalam judulnya pun tidak mengatakan PUG tapi
pengarusutamaan GESI di sektor LHK. Satu hal yang kita perlu lakukan dan saya selalu
merasa itu perlu adalah bagaimana kita membaca atau memaknai definisi GESI. Saya tidak
akan mengulang definisi gender tapi ketika bicara soal gender dan inklusi sosial, kita
harus berangkat dari pertanyaan, siapa yang paling rentan dan siapa yang akan
terdampak negatif oleh suatu program? Siapa yang mereka tereksklusi dari suatu
program? Jadi itu adalah pertanyaan pertama ketika bicara GESI.
Kalau dalam program MFP4 dan saya gembira tadi disebutkan oleh pak Tri Nugroho
terkait tujuan dalam SDGs karena ketika melihat SDGs dan kita akan memasukkan
pengintegrasian GESI hal yang pertama kita ingat adalah siapa yang paling rentan, siapa
yang akan terdampak negatif paling besar jika tidak melakukan GESI, dan sering disebut
dalam diskusi disebut no one left behind. Ketika memasukkan makna GESI dalam suatu
program yang bisa berbeda antar satu program dengan program lain. Sebagai contoh
dalam program ketika bicara inklusi sosial langsung bicara soal disabilitas. masyarakat
yang punya disabilitas memang menjadi target yang perlu kita lihat tapi dalam program
LHK kita perlu ingat juga masyarakat atau petani yang tidak bertanam atau petani dengan
lahan kecil, pekerja yang rentan seperti kontrak yang tidak terlalu jelas dalam
perkebunan tertentu seperti sawit. Dan masyarakat adat, IKM kalau bicara SVLK, akan
menguntungkan siapa SVLK dan bagaimana dampaknya bagi IKM.
37 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Sebagai strategi GESI perlu dimaknai sebagai apa apakah hanya sebagai dokumen proyek
atau referensi sebagai pengambil keputusan dan implementor program dan melihat
datanya menjadi perhatian. Mengapa saya menggarisbawahi data? Ketika bicara no one
left behind, GESI artinya kita akan ditagih dalam implementasi program maupun akhir
program terkait berapa orang yang dapat manfaat, siapa mereka. artinya, data yang
mencakup pemanfaat-pemanfaat baik laki-laki perempuan maupun kelompok rentan
yang menjadi perhatian program. Bisa saja banyak sekali kelompok rentan yang dibawahi
social inclusion tapi program bisa menentukan mana yang paling penting untuk dihitung
sebagai kelompok yang akan mendapatkan dampak positif. Dan jangan sampai dapat
dampak negatif kepada kelompok tersebut.
Karena kita bicara PUG GESI data ini akan dipakai dalam siklus perencanaannya. Alat-alat
perencanaan mulai GAP, GBS yang akan ada dalam exercise ini akan jadi acuan. Acuan
lainnya ada gender check-list lainnya misal CFOR, kalau saya lihat memang belum cukup
banyak acuan-acuan atau alat analisis yang ready untuk dipakai berkaitan dengan GESI
tapi menurut saya GESI check-list untuk riset itu modal karena disitulah kita memulai
pekerjaan kita dan banyak sekali ulasan cerita perubahan yang sangat bermanfaat untuk
melihat perubahan GESI.
Saya tidak akan membawa banyak program sebagai contoh untuk mengidentifikasi
contoh baik, tapi saya tidak akan memilihnya bukan hanya berdasarkan keditjenan di
KLHK tapi bentuk output atau outcome-nya apa. Mungkin pernah dengar satu program
yang dibiayai GIZ namanya Forclim. Tujuan programnya pengembangan kerangka hukum
dan kelembagaan dari pengelolaan hutan, keragaman hayati dan pengurangan emisi
karbon. Di dalamnya banyak area strategis program yang menghasilkan kerangka
kebijakan di ranah nasional dan sub nasional dan develop-nya. Kalau kita lihat dan
sebagian ibu Bapak masih terlibat dengan program ini, ada hasil dari rencana aksi
gendernya gender mainstreaming pada RENSTRA 2015-2019 responsif gender dalam
program kehutanan dan perubahan iklim revisi permen tentang panduan PUG dan
dokumentasi pembelajaran pilot kegiatan PUG FORCLIME di Kalimantan.
38 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Saya tidak dapat dokumen review-nya sehingga saya tidak bisa berkomentar tentang
program ini tapi dari Renstra ini menjadi acuan kerja bagi lemabaga atau unit-unit di
KLHK. Sebagai indikasinya KLHK menerima award cukup purna artinya ada implementasi
dari dokumen perencanaan yang menghasilkan contoh-contoh baik.
Contoh lain adalah bagaimana penerapan GESI dalam sistem monitoring dampak
monitoring dimana ada dalam MFP3 yang memiliki catatan terkait implementasi GESI ini.,
Ada 3 komponen program, yaitu pertama legalitas kayu, kedua, dukungan pada IKM dan
swasta, ketiga perhutanan sosial, Sistem Monitoring Dampak (SMD) SVLK ada pada
Komponen 1. Dasarnya Perjanjian FLEGT-VPA pasal 12 merumuskan tentang social
safeguard (dasar penyusunan Sistem MD). Artikel 12 dari Persetujuan Kemitraan
Sukarela (Voluntary Partnership Agreement) VPA menyatakan bahwa “Indonesia dan Uni
Eropa menyepakati untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang dampak
implementasi VPA, bukan hanya terhadap industri kayu saja, tetapi juga terhadap
penghidupan (livelihood) atau mata pencaharian masyarakat/kelompok lokal yang
rentan”. Mudah-mudahan ini dapat berguna untuk MFP4 juga.
Pada pengalaman empiris dalam sistem monitoring dampak SVLK ini kita tidak
membicarakan pada semua komponen yang berdasarkan perjanjian Flegt-VPA. Di dalam
FLegt VPA memang ada keharusan untuk melakukan safeguard yang dipakai Indonesia
dan Uni Eropa untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang apa itu dampak
implementasi Flegt VPA bukan pada industri kayu tapi livelihood kelompok rentan,
disinilah kita bicara soal GESI tadi, siapa yang rentan ketika bicara SVLK. Cakupannya
kemudian mengerucut pada SVLK karena SVLK dianggap roh dari VPA itu.
Ada beberapa hal yang menjadi menarik dan bisa digarisbawahi proses penyusunan
monitoring dampak itu dibicarakan dan ada dalam proses konsultasi dan formulasi
sistem monitoring dampak dan pengembangan safeguard-nya, indikatornya apa yang
harus dilihat, cara pengumpulan data selalu muncul sebagai aspek yang dilihat.
39 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kalau boleh mengomentari dari praktik baik yang saya kumpulkan dari reviewer sistem
evaluasi dampak, yang menjadi praktik baik, yaitu mekanisme akuntabilitas dari SMD
yang kuat, terdapat multi-stakeholders Forum yang kuat, produktif dan memiliki
pemahaman baik terkait GSI, GSI dibicarakan sejak penyusunan TOR, proses RFP,
penyusunan multi- stakeholders forum, perencanaan penyusunan SMD SVLK, proses
konsultasi baik nasional, regional, dan FGD, penyusunan SMD, trial, dan rencana pilot, GSI
menjadi bagian dari peer review, dan kajian gender dampak SVLK pada IKM.
Karena posisinya selalu dikejar di level direktur, tentunya punya kekuatan untuk selalu
berkumpul secara produktif, ada notes yang dihasilkan mencatat hal-hal penting dan GESI
selalu jadi agenda. Ketika GESI jadi agenda dan aspek pertanyaan diskusi maka GESI akan
ada. Pada saat yang sama ketika GERSI tidak didiskusikan maka GESI akan hilang.
Mekanisme perencanaan itu seperti ada pada TORnya. Kemudian dalam proses konsultasi
nasional, regional, FGD, menyusun model atau pilot selalu menjadi dasar pertanyaan dan
ada peer review. Karena selalu bicara tentang GESI maka perlu kajian gender dampak
SVLK terhadap IKM. Yang menurut saya penting adalah ternyata IKM tidak terlalu kenal
dengan SVLK dan khususnya tidak mengenal SVLK itu akan menguntungkan mereka.
Sstudi di Jepara saat itu sudah dimulai 5 tahun lalu, Jepara menjadi migrasi sektor industri
dari Cikarang, bukan hanya industri teknologi atau IT, termasuk garmen, sepatu, dan itu
kemudian menjadi sektor yang pelarian dari banyak artisan-artisan kayu yang ada di
Jepara karena mereka melihat mundurnya perekonomian di Eropa karena krisis
membuat ekspor furnitur menurun dan mereka melihat furnitur sunset industri mengapa
harus ribut dengan SVLK, maka hal semacam ini perlu jadi konteks ke depan, dimana
sekarang ada pandemi yang seluruh dunia kena.
Itu tadi hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana GESI ada di sisi monitoring dampak
SVLK. Ada satu contoh sebagai contoh baik bagaimana GESI dimasukkan dalam suatu
program, ada film ada 3 pertanyaan untuk beberapa kelompok, pertama apa isu gender
dalam GSI yang ada, apa intervensinya, dan apa sukses aspek yang dicatat. Saya akan
putarkan filmnya hanya 5 menit saja dari 25 menit.
40 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Ibu bapak bisa melihat bahwa ini terkait pertanyaan yang saya sampaikan, bahwa isu
gender muncul kelihatan sekali, tadi ada suara perempuan, laki-laki dan bahkan bisa
dilihat mereka yang tinggalnya terpencil di Alulu mendapatkan ruang untuk
menyampaikan apa persoalan ekonominya seperti jarak yang jauh, air itu susah dan
persoalan di tengah jalan air tidak ada, ikan mudah rusak karena tidak ada es, karena
diambil dari Berau. Hanya persoalan es saja bisa jadi gangguan dan tantangan besar bagi
nelayan yang hidup di daerah terpencil di Berau.
Di sini kita melihat bukan hanya melihat perempuan dan laki-laki, tapi bagaimana yang
tinggal di tempat terpencil juga punya tantangan ada masyarakat adat yang memikirkan
bagaimana membuat rumah adat dengan melibatkan perempuan untuk men-display
suvenir seperti kerupuk dan sebagainya. Perempuan dan laki-laki ditanya apa manfaat
dan tidak harus selalu sama. Beberapa kesimpulan dari bagaimana implementasi dari
gender dan social inclusion di program ini yang menarik adalah, tadi sudah disebutkan
beberapa intervensi kegiatan, saya ingat bagaimana mengenal pengetahuan lokal yaitu
pengetahuan tentang bakau, perempuan dan laki-laki juga ditanya apa yang mereka
ketahui dan dibandingkan. Kelompok laki-laki punya catatan lebih panjang tentang jenis
bakau di areanya, sementara perempuan banyak tentang bagaimana menggunakan untuk
produksi seperti sirup dsb.
Hal-hal ini sangat penting, pertama bagaimana pengetahuan ini menjadi pengetahuan
yang bisa dibagi dalam ruang informasi yang dibangun dan pengambilan keputusan untuk
intervensi di sektor perekonomiannya. Yang menarik juga tentang kritik, peran di
manajemen proyek lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan, lalu ada peran yang
dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki dalam proyek dan satu yang mungkin
perlu catatan ketika bciara GESI tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semuanya,
tidak ada one size fit all.
41 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Saya senang analisis gender akan diperkenalkan tapi di dalam praktek pengetahuan ini
akan mengalahkan seorang gender specialist generik, jadi Bapak Ibu akan menjadi ahli
dalam melakukan analisis gender di sektor Bapak Ibu sekalian karena pengetahuan yang
bapak ibu miliki dalam sektor tersebut.
Secara umum kalau saya boleh mengambil kesimpulan bagaimana mendapatkan GESI
yang kaut dalam suatu program. Tadi kita melihat pelibatan perempuan dan laki-laki dan
kelompok yang dianggap rentan dan kelompok paling besar dalam program, terdapat
analisis gender yang sistematis dari awal, bukan ditempel karena evaluator bilang kok
tidak ada analisis gender, kemudian identifikasi isunya muncul di cakupan program
seperti yang Prof. Ismi sebutkan bahwa ada kegiatan peningkatan kapasitas yang selalu
kita lihat dalam rencana aksi GESI coba dilihat aspek peningkatan kapasitas yang
diperlukan. Memang diperlukan konsultan gender biasanya, tapi yang paling penting
adalah ada orang yang memahami sektor tersebut dan mampu mengangkat pertanyaan
tentang relasi gender dan bagaimana dampak program ke[pada kelompok rentan dan
bagaimana kita memperbaiki program itu untuk memberikan manfaat adil yang kita
sebut kelompok yang no one left behind tadi.
Sering kali kita melihat logframe, ketika GESI tidak ada dalam logframe maka tidak akan
diukur. Ketika ada di logframe artinya ada upaya untuk mencapainya dan harus didanai
sumber daya dengan uang, tenaga kerja dengan metodologi, training dan sebagainya.
ketika kita memasukkan GESI dalam logframe artinya ada akuntabilitas untuk
mempromosikan GESI. Satu hal yang saya catat adanya kelompok pembelajaran dalam
program itu. Kalau tidak ada diskusi tentang bagaimana kita mengimplementasikan
program, tidak ada diskusi dengan leader-nya tentang implementasi GESI, kita ada
pertanyaan bagaimana mungkin GESI akan diimplementasikan, pada umumnya ada
diskusi, negosiasi dan pembelajaran lapangan yang perlu dikoreksi agar GESI terjadi dan
peran leadership sangat penting. Ini semua kita setuju hampir di semua program yang
saya tahu GESI maju jika leader selalu bilang GESI penting, mana kelompok tertinggal, dan
pertemuan pimpinan ada agenda GESI.
42 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Tapi harus kritis mengapa GESI sulit dicatat pada praktek baiknya? Walau ada tapi
mengapa sulit. Keberhasilan GESI terkait efektivitas program pada saat yang sama kalau
GESI-nya baik pada umumnya implementasi program juga efektif. Ini terkait poin kedua,
bahwa orang umumnya tidak tahu atau belum sadar ketika bicara GESI kita menyasar
efektivitas program untuk menjaga kebutuhan kelompok paling rentan. Selama ini kita
lihat GESI dianggap sebagai aspek terpinggirkan. Apakah semua sudah menganggap GESI
penting? Pada umumnya kita realistis, ini dipinggirkan, atau dibicarakan di agenda
terakhir atau tidak dibahas di rapat-rapat pimpinan, atau saya salah mengenai hal ini.
Tadi saya sudah sebutkan bahwa analisis gender tidak dilakukan secara komprehensif
sejak awal atau dilokalisir di komponen tertentu, juga dilakukan karena tanggungjawab
pada donor. Implikasi memperhatikan GESI di suatu program adanya data yang baik dari
perencanaan sampai akhir, data tidak harus BPS tapi data bisa melalui data lapangan yang
dikumpulkan secara partisipatoris. Sekarang dengan adanya pandemi mungkin
pengumpulannya lewat online dan ini tantangan karena kadang tidak efektif. Sering sekali
indikator gender dalam logframe ala kadarnya dan itu yang sering mengganggu.
Mudah-mudahan dalam proses, training ini ada diskusi bagaimana indikator gender yang
baik untuk memotret praktik baik di sektor LHK agar bisa memberikan manfaat yang
optimal dan baik untuk kelompok yang rentan dan kelompok yang paling penting dijawab
dalam program itu. Demikian semoga ada manfaat dari paparan dan tayangan film.
Terima kasih.
43 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
TANGGAPAN NARASUMBER
Leya Cattleya
Kalau saya lihat tentang tantangan terbesar tidak ,melihat dari direktorat tersebut,
karena kalau saya lihat semua keditjenan LHK punya isu yang politis di dalam
keterkaitan program yang menjadi mandatnya. Bagaimana isu politis ini mendukung
atau bertabrakan dengan ruang dalam program, itu yang mungkin jadi perhatian.
Bicara terbuka soal politis, seberapa program memberi manfaat bagi kelompok rentan
dan tidak memberikan dampak negatif pada kelompok tertentu. Di masa sekarang isu
politik di KLHK menjadi sorotan di Indonesia, kasus korupsi di lingkungan hidup dan
kehutanan besar di Indonesia, ini bukan menyinggung tapi kita melihat bahwa apakah
kita sudah melaksanakan no one left behind berpihak pada kelompok rentan, termasuk
agar program tidak ebrdampak negatif, itu jawaban secara umum dari pertanyaan yang
sulit.
44 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Hening
Kata kuncinya ada jangan meninggalkan satu kelompok pun.
Apakah mau menyampaikan satu keyword untuk Bapak ibu semuanya sebelum kita lanjut
sesi berikutnya.
Closing Statement
Leya Cattleya
Bahwa adanya berbagai alat analisis gender yang luas terutama untuk memahami isu
sosial, ekonomi, politik di sektor LHK sebaiknya dipakai sedemikian rupa. Tidak hanya
sekedar hard data yang kuantitatif karena banyak isu critical dan kita harus melakukan
secara khusus untuk memahami aspek diluar itu. tadi saya menyebut isu politis yang
sulit dilihat dari angka. Ada aspek sosial politis yang kita harus pahami agar ketika
membuat program bukan hanya exercise tetapi membawa dampak positif untuk
masyarakat yang kita tuju.
45 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
46 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dati Fatimah
Kita menerima 38 penugasan 33 perempuan 5 laki-laki. Setelah mendapatkan tugas ada
banyak hal menarik, ada 38 tugas yang masuk, ada 3 yang kami pilih dan kami kesulitan
menentukan pemenang. Terima kasih kepada semua yang mengirim, ada 5 peserta laki-
laki yang mengirim tugas.
47 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Bambang Herry
Saya hanya menambahkan, pesertanya hanya 4 orang, jadi tiga hal menarik di
kelompok 2 tadi merasa bahwa mereka sudah pernah melakukan analisis PUG tapi
belum sampai proses perencanaan dan penganggaran sehingga belum ada dokumen
PPRG. Mereka tertarik dengan film tentang masyarakat sekitar hutan yang masih
banyak kesenjangan gender, dan mereka berkomitmen ke depan dalam proses
perencanaan dan penganggarannya berperspektif gender.
Isu gender yang akan kita bahas dari BLU: perpanjangan kontrak perempuan di daerah,
ketika hamil, kontrak tidak dilanjutkan, itu merugikan perempuan. Di Ditjen PSKL:
kelompok perhutanan sosial, ada pendamping yang mempunyai peran di kehutanan
sosial dan dipengaruhi kesetaraan gender berpengaruh pada peningkatan kelompok
perhutanan sosial.
48 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Amin Zubaedah
Kelompok kita ada 11 orang di diskusi kelompok dan semuanya bilang melakukan
analisa gender maka hari ini ada perubahan cara pandang ternyata selama ini
memaknai gender itu perempuan tapi harus melihat APKM. Terkait kegiatan kita belum
sempat diskusikan panjang, apakah kegiatan yang dianalisis masih didiskusikan di
satker masing-masing
49 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dati Fatimah
Ada kendala teknis tadi, tapi ini hal baru menarik dan penting. identifikasi kegiatan
sebagian memutuskan tapi sebagian belum, tapi kita perdalam di WA grup.
Kedua, untuk materi bu Leya, saya sangat senang melihat kehidupan di desa atau
petani, ketika melihat video tersebut, kita lihat kehidupan mereka walau ada
perbedaan gender dan sosial, ternyata mereka bisa membagi tugas dengan baik antar
perempuan dan laki-laki, tapi dari video tersebut tidak menutup kemungkinan
perempuan bisa menjalankan peran lelaki dan sebaliknya.
Dati Fatimah
Izinkan saya memberikan penjelasan teknis bagaimana proses kita belajar dalam
coaching clinic. Dari proses hari ini kita belajar dari para narasumber lalu masuk ke
diskusi kelompok. Lalu membawa ke coaching clinic dari pengalaman hari ini kita bawa
ke masing-masing Satker. Ada dua model, pertama online clinic melalui zoom meeting dan
WA dan email. Di sini kita sama-sama belajar. Output-nya dokumen GAP dan GPS. Kita
bikin tanggal 23 dan 24 Juli untuk zoom meeting. Jam 9-11 WIB. Dalam proses itu ada
diskusi dan asistensi, seperti orang datang ke klinik. Dari proses itu saya tunggu 25 Juli
untuk GAP dan GBS masing-masing satker 1 kegiatan nanti kami akan tanggapi secara
tertulis. Selama proses penyusunan diluar zoom meeting bisa konsultasi dan bertanya di
WA dan email. Tanggal 29 kita selenggarakan virtual workshop kedua, dengan membawa
dokumen yang bapak ibu susun untuk dibawa perencanaan satker tahun depan. Lalu ada
proses review. Itu agendanya, kita akan follow up di grup WA peserta
50 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
PENUTUPAN
Saya Erna dari Biro Perencanaan diminta menutup acara ini. pertama kami sampaikan
terima kasih kepada pak Tri direktur program MFP4 sudah dua kali berkolaborasi,
pertama dalam SVLK dan workshop virtual PPRG sampai minggu depan akhirnya
terlaksana juga.
Kedua, kami sampaikan terima kasih kepada narasumber kepada prof Prof. Dr. Ismi Dwi
Astuti Nurhaeni, M.Si mendampingi KLHK dalam upaya percepatan PUG. Kemudian kedua
terima kasih kepada ibu Leya Cattleya dalam partisipasi pelatihan untuk praktik baik
yang disampaikan. Terima kasih pada para peserta virtual workshop dari pusat dan
daerah. Harapan kami kita tetap semangat mengikuti virtual workshop sampai minggu
depan kita ingin ini seperti pelatihan offline, mudah-mudahan pengemasan workshop ini
dapat berkesan. Itu beberapa hal yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
51 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
52 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
sebaiknya kita lakukan pertama kali? terkadang hanya bias berargumen tapi tidak
melakukan tindakan...mohon penjelasannya Prof. terimakasih
14:40:02 From klp1_susi_bphp7 : apakah kesetaraan gender hanya bicara tetang
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan? apakah kesetaraan antara pelaku
kemitraan yaitu KPH dan KTh dapat dimasukkan kedalam isu keesetaraan gender?
14:41:09 From Klp1 Geanisa - MFP4 : Makasih Prof
14:45:18 From Klp2_Jusniar_BPHP IV JAMBI : Bgmn kita perempuan menyuarakan
kesetaraan gender tetapi sesama kita perempuan belum satu kata. Trimakasih
14:46:15 From Joko, Birocan KLHK : Bagaimana intervensi utk afirmasi thd
permasalahan? Makanya Bpk/Ibu hrs tahu dimana posisi institusi Bpk/Ibu berada,
apakah di (1) policy level, (2) organizational level, atau di (3) operational
level???
14:47:40 From Klp3_Atik Ratih_Dit PPHH : prof ismi, terkait isue kesetaraan
dan keadilan gender, saat ini pemenuhannya masih terbatas pada asal ada wakil
perempuan, belum sampai kepada apakah kehadiran perempuan disitu memberikan
kontribusi positif yang cukup.bagaimana menurut prof ismi terhadap kondisi ini
14:53:11 From Klp3_Atik Ratih_Dit PPHH : terima kasih prof
14:53:26 From Klp. 1_I Komang Riyassa_BPHP VII Dps : apakah utk PUG instansi
pemerintah dpt melakukan intervensi melalui regulasi ke lembaga swasta yang msh
ada kaitannya dengan tusi instansi
14:56:33 From klp4_sukma_BPSKL Kalimantan :  Alat penyedot madu
mudah digunakan, tidak membutuhkan sumber tenaga yang besar
15:05:03 From Hening MFP4 : Bapak dan Ibu yang di daerahnya sudah Azan
Ashar, kami persilahkan untuk sholat. Yang belum, nanti akan ada waktu break setelah
Kak Leya.
15:05:23 From Hening MFP4 : Jangan lupa kalua ada pertanyaan bsia di sini
ya. terimakaish banyak Bapak dan Ibu
15:18:00 From Hening MFP4 : Screennya tidak kelihatan penuh mbak Leya
15:36:45 From Hening MFP4 : Bapak dan Ibu, apabila ada pertanyaan kami
persilahkan yaaa
15:38:33 From Hening MFP4 : Bapak dan Ibu, materi workshop dapat didownload
melalui tautan berikut: https://bit.ly/WorkshopPPRG-KLHK
15:44:16 From KLP4 Sitti Husna Payapo (PSKL) : syaranya hilang
16:01:25 From Klp3_Atik Ratih_Dit PPHH : link join dimana ya
16:01:51 From Hening MFP4 : sebentar mbak Ratih
16:02:41 From Klp3_Atik Ratih_Dit PPHH : kelompok berdasarkan kelompok yg
dibagi ya
16:02:53 From Klp3_Atik Ratih_Dit PPHH : saya kelompoo 3
16:03:40 From Hening MFP4 : Sebentar mbak ratih
16:05:17 From Erna : Dini blm bias Masuk fan
16:05:23 From Hening MFP4 : Ibu dan Bapak, kami persilahkan untuk accept ke
ruangan atau kelompoknya
16:22:48 From KLP1_Debi_BPHP XIII Makassar : BPHP XIII Makassar/ Pengembangan
multiusaha dalam rangka pengembangan KPHP
53 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
16:23:44 From KLP1_BPHP2 Medan : BPHP2 Medan.. Kegiatan KPH tingkat Tapak d
16:29:02 From KLP_3 - Frida_Dit.IPHH : suara kami belum diunmutte
16:30:08 From KLP1_BPHP2 Medan : BPHP2 Medan.. Kegiatan KPH tingkat Tapak
dalam pembentukan KTH perlu keterwakilan perempuan
16:32:12 From Mart Widarto Fasilitator KLP4 : 3 HAL PEMBELAJARAN YANG MENARIK
(Kelompok 4)
1. Mengenal dan Mengetahui Isu Gender
2. Pembagian Peran Laki-laki dan Perempuan
3. Pisau Analsisis APKM dalam PPRG
16:33:34 From klp1_susi_bphp7 : ga ada suaranya
16:33:43 From Klp2 Rahma BPHP IX Banjarbaru : BPHP IX Banjarbaru/Kegiatan
Teknis di lapangan (Monev IUPHHK-HA/HT, IUIPHHK, IPPKH, PK) selama ini masih lebih
dominan ke kaum pria.
16:33:48 From Klp 5. Nurhayati, ST. Dit.KL PSKL : Kelompok 5 . hal yang
menarik 1. Kata Kunci dari materi Prof. Ismi. 2. Tentang contoh contoh yang
aplicable. 3. Model Analis Gender
16:35:54 From Klp 5. Nurhayati, ST. Dit.KL PSKL : Kelompok 5 Isu yang diangkat
: BLU. Perpanjangan kontrak petugas lapangan perempuan yang ada di daerah, apabila
ada yang hamil, kontrak tidak bisa dilanjutkan. Kemudian untuk PSKL. Peran perempuan
sebagai pendamping pada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
16:38:24 From Dati Fatimah Fasilitator KLP1 : Yang menarik (Kelompok 1):
1. ISU GENDER DI TINGKAT TAPAK: pembagian peran berbasis gender di tingkat tapak,
ruang keterlibatan dan kepemimpinan perempuan dalam menjaga lingkungan hidup, akses
pada bibit: irisan isu gender dengan status sosial
2. Peran dan pengaruh dalam organisasi / kelompok
3. Kendala penerapan PUG
16:45:24 From Aminzu Fasilitator KLP3 : yang menarik (kel 3)
16:45:35 From Aminzu Fasilitator KLP3 : Ternyata pembangunan harus merespon
kebutuhan laki-laki dan perempuan ( selama ini kesan gender mengutamakan perempuan).
Istilah gender selama ini identic dengan perempuan
Semula kesetaraan dan keadilan gender segala sesuatunya harus sama antara laki-
laki dan perempuan, tetapi ternyata tidak harus sama rata, tetapi melihat kebutuhan
dan kondisi sosial. Akses dan partisipasinya terbuka bagi semua. Pekerjaan di sektor
kehutanan cocok buat laki-laki dan perempuan.
Stereotipe, pekerjaan yang rapi itu pekerjaan perempuan, sementara yang berat untuk
laki-laki ( sdh terbentuk di iklim industry).
54 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
55 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
56 | P R O S I D I N G
VIRTUAL
WORKSHOP
PPRG 2
29 JULI 2020
58 Pembukaan Workshop PPRG 2
113 Arahan
Ibu Erna - Biro Perencanaan
Bapak ibu sekalian, saya ingin mengajak bapak ibu bermain Mentimeter, sarana untuk
menjaring masukan bapak ibu dengan membuka dari browser dari handphone atau
komputer masing-masing, ketik www.menti.com, setelah itu masukkan kode 176205.
Dalam satu kata, bagaimana kesan bapak ibu tentang virtual workshop PPRG ini?
Kata yang tercetak besar adalah kata-kata yang mayoritas diketik peserta tentang
kesannya pada Virtual Workshop PPRG ini seperti kata pusing, keren, rumit, great, asik,
seru, smart, linglung, dan spirit.
58 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kedua, apakah kesulitan dalam menyusun dokumen GAP dan GBS, peserta memilih
maksimal tiga dari delapan pilihan.
Hasilnya, banyak yang kesulitan tentang mengintegrasikan gender dalam output dan
outcome 17 orang. Lalu memilih kegiatan yang dianalisis 13 orang. Kemudian
menentukan sebab kesenjangan internal dan eksternal dianggap sulit oleh 13 peserta.
Keempat, menganalisis isu gender terkait APKM sebanyak 12 peserta kesulitan. kelima
menentukan data dasar dan indikator gender 11 peserta merasa sulit. Yang paling tidak
dianggap sulit merumuskan analisa situasi.
59 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
60 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
61 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dati Fatimah
Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah sesi sebelumnya yang bertujuan untuk menjaring pendapat bapak ibu serta
pengalaman dan masukan. Kita juga sudah melewati workshop pertama tanggal 23 Juli,
kemudian tim fasilitator mendampingi bapak ibu dalam coaching clinic. Saya ingin
melaporkan hasilnya per jam 10.00 WIB pagi tadi tanggal 29 Juli 2020 kami menerima 26
dokumen GAP GBS, ada 7 Satker yang belum kami terima. Kami terima 79% dokumen,
pekerjaan yang luar biasa. Di tengah kesulitan dan tantangan dan agenda padat, cukup
banyak respon dari bapak ibu sekalian. Kita berkesempatan melihat beberapa dokumen
GAP GBS, kami tim fasilitator kesulitan memilih, akhirnya kami pilih 4 contoh dari masing-
masing Ditjen. Prof. Ismi nanti akan me-review setelah semua presentasi untuk
mengetahui mana yang sudah keren, dan mana yang butuh untuk diperbaiki lagi.
62 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Utara, KPHP Gularaya, KPHP Gantara, KPHP Muna dan KPHP Wakonti. Dengan jumlah
yang banyak, peluangnya besar apalagi mereka produksinya sudah mulai banyak dan
bermacam-macam, ada dari rotan, kopi, madu, gula aren, dan termasuk dengan wisata
alam dan jasa lingkungan. Pengembangan produksi di KPHP ini sangat berpeluang besar
untuk dikembangkan terutama sebagai upaya untuk mendukung program pemerintah
untuk menumbuhkan ekonomi khususnya dari usaha-usaha mikro yang dibawahi
langsung oleh KPHP, yang dikelola sendiri dan mendapat bantuan dari balai.
Kami lihat dari faktor kesenjangannya, kami analisa dari permasalahannya ada akses
perempuan minim, penentuan kegiatan didominasi laki-laki, partisipasi juga, manfaatnya
tidak maksimal akibatnya. Dari sisi internal isu gender belum jadi poin penting dalam
penyusunan perencanaan dan pengembangan multiusaha di KPHP begitu pula di tingkat
masyarakat.
63 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kemudian setelah melakukan analisa kesenjangan internal dan eksternal, kami menyusun
reformulasi tujuan, yang kami harapkan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
dalam mengembangkan multiusaha dalam KPHP sehingga peningkatan produksi dan nilai
juga lebih ditingkatkan lagi, kemudian memberi kesempatan yang sama pada laki-laki dan
perempuan untuk ide-ide dan pengembangan di KPHP. Rencana aksinya ada 8 mulai dari
mengidentifikasi orang yang terlibat, melakukan pendataan, mengelompokkan tugas yang
akan dijalankan dalam pengembangan usaha, menentukan kepesertaan perempuan
hingga mereka betul-betul terlibat dan mau terlibat alam multi usaha dan sosialisasi
keterlibatan perempuan dalam usaha ini serta inovasi yang dapat mereka lakukan.
Adanya pengembangan data pilah kegiatan dan profil usaha yang ada pada unit KPHP dan
menjadi peluang berikutnya, memberi fasilitas bantuan sarana pendukung dan yang
paling penting tetap di monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah berjalan.
Output yang ingin kami capai adalah melibatkan perempuan secara menyeluruh dalam
upaya pengembangan multi usaha KPHP dan tersedianya produk-produk yang dihasilkan
unit KPHP yang bernilai jual tinggi di pasar nasional dan internasional.
Dati Fatimah
Di GBS tinggal memasukkan dalam kolom-kolom saja. Terima kasih ibu Debby atas
seharingnya.
64 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
65 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
66 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
67 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
68 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
69 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
pengembangan multiusaha tersebut masih sangat dibutuhkan upaya-upaya yang dapat membantu peningkatan baik
peningkatan produksi, peningkatan nilai jual dan peningkatan sarana promosi.
Usaha peningkatan tata kelola sumberdaya hutan melalui pembangunan dan meningkatkan pengelolaan KPH di hutan
produksi sangatlah membutuhkan dukungan SDM dan Sarana dan Prasarana yang baik. Begitu pula dengan kegiatan
peningkatan dan pengembangan hasil produksi KPHP sebagai upaya mewujudkan KPHP Maju dan Mandiri.
Untuk saat ini sebagian besar kegiatan didominasi oleh laki-laki baik dari kegiatan perencanaan, kegiatan produksi sampai
kegiatan pemasaran/promosi. Saat ini kegiatan-kegiatan yang melibatkan perempuan masih sangat minim. Baik ditingkat
KTH, Unit KPHP maupun Balai. Dalam kenyataan peran perempuan sangatlah dibutuhkan untuk menunjang pengembangan
multiusaha pada Unit KPHP. Semisal dalam kegiatan pemasaran, pengemasan produk, perancangan media-media promosi,
pendistribusian produk usaha.
Faktor-faktor kesenjangan yang dapat dilihat adalah :
Akses perempuan untuk dilibatkan dalam kegiatan pengembangan multiusaha masih sangat kurang dibanding laki-laki,
ini sejalan dengan Akses Balai/KPHP dalam kegiatan pengembangan multiusaha semisal pameran/promosi yang sangat
terbatas pula baik tingkat Daerah, Nasional maupun Internasional.
Penentu kegiatan masih didominasi oleh laki-laki tanpa melibatkan pemikiran perempuan.
Partisipasi perempuan masih sangat kurang dalam kegiatan perancangan sampai pelaksanaan kegiatan pengembangan.
Kegiatan-kegiatan tersebut masih di dominasi oleh laki-laki
Masih minimnya manfaat yang diperoleh karena usaha pengembangan yang tidak maksimal terkhusus pada kegiatan
promosi hasil-hasil produksi KPHP
Kesenjangan terdapat dalam aspek internal berupa Isu gender yang belum menjadi point dalam penyusunan perencanaan
dan pengembangan multiusaha, minimnya informasi tentang pentingnya kegiatan responsif gender di tingkat masyarakat,
Unit KPHP dan Balai, termasuk keinginan untuk mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan masih kurang,
walaupun kesempatan sudah terbuka tetapi biasanya kesempatan pertama diberikan kepada laki-laki dibandingkan
perempuan, mengingat perempuan khususnya yang berperan pula sebagai ibu rumah tangga lebih memilih tanggungjawab
yang lebih ringan, yang dengan demikian perannya sebagai ibu rumah tangga tetap berjalan dengan baik
Kesenjangan eksternal berupa Kegiatan budidaya, produksi sampai dengan kegiatan pemasaran dan promosi masih di
dominasi oleh laki-laki, Kurangnya peranan perempuan khususnya di bagian pemasaran dan promosi sebagai usaha
peningkatan nilai jual produk, kurangnya motivasi dan keinginan perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam
70 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
memaksimalkan kegiatan peningkatan nilai jual produk dan pengenalan hasil-hasil produksi keluar daerah dikarenakan
kesempatan yang kurang dan sebagian lagi lebih memilih fokus kepada tanggungjawab di rumah tangga
Untuk itu perlu dilakukan reformulasi tujuan dari kegiatan pengembangan multiusaha dalam rangka pengembangan KPHP
berupa Meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam pengembangan multiusaha pada unit KPHP dalam rangka
peningkatan produksi dan nilai jual dari hasil-hasil produksi KPHP serta memberikan peluang yang sama bagi laki-laki dan
perempuan untuk menghasilkan ide-ide dan inovasi pengembangan multiusaha pada unit KPHP.
Komponen 2 Melakukan pendataan terkait peran serta laki-laki dan perempuan dalam
kegiatan pengembangan multiusaha
71 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Output Melibatkan perempuan secara menyeluruh dalam upaya pengembangan multiusaha KPHP
Tersedianya produk-produk yang dihasilkan Unit KPHP yang bernilai jual tinggi dan dapat memasuki pasar Nasional
maupun Internasional
Outcome Meningkatnya peran dan kemampuan perempuan dalam menunjang kegiatan pengembangan multiusaha KPHP
Mengembangkan multiusaha yang kompetitif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
hutan produksi
72 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Berdasarkan data di kami di lapangan kami sempat melakukan kegiatan untuk evaluasi
kegiatan kemitraan di lapangan, rupanya belum jalan ini, belum jalan kegiatan padahal
pemberian model fee dari hasil yang dihasilkan dari unit manajemen tersebut belum
dalam bentuk kegiatan masih dalam bentuk uang.
Dari situ kami menganalisa kegiatan tersebut kemudian bagaimana kalau kemitraan
antara masyarakat dengan UM kita lahan yang diwajibkan dikelola dalam kemitraan
dengan sistem agroforestry. Dilihat dari faktor kesenjangan gender, dari akses
perempuan di sini dalam penambahan pengetahuan keterampilan di sini masih rendah
karena dibandingkan laki-laki terhalang oleh faktor waktu karena mereka lebih sibuk
mengurus anak, antar jemput anak, jadi mereka memiliki waktu lebih sempit
dibandingkan kaum laki-laki. dan kemudian untuk kontrol, laki-laki memiliki kontrol
terhadap peningkatan kapasitas, mereka bisa berorganisasi karena waktu lebih luang,
sudah ada beberapa yang dalam bentuk kelompok tani tapi istilahnya belum ada sampai
ke NKK. Belum ada kemitraan sampai NKK.
73 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Sedangkan rencana aksi di sini, kami dalam mem-breakdown ada 7 kegiatan: Identifikasi
potensi kemitraan pada unit manajemen, kemudian sosialisasi kemitraan dan fasilitasi
pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang berbasis gender, kemudian workshop
penyusunan Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK), alhamdulillah kemarin sempat
memasukkan ini di tahun depan 2021. Kemudian untuk setelah mencapai pada tahap
NKK, kalau sudah antara unit manajemen dan masyarakat sudah ada NKK kita dorong
Workshop pengembangan agro forestry, kemudian Workshop penanganan dan
pengolahan pasca panen. Kemudian Workshop teknik pemasaran dan Monitoring
kemitraan nanti setelah itu jalan. untuk pengukuran hasil data di kami yaitu ada 42 unit
manajemen untuk HTI, jadi kami di sini mengambil data minimalnya lah. Minimal 1 unit
manajemen ada satu kemitraan yang sudah nanti bisa sampai ke NKK. Kemudian data
calon anggota tani hutan yang berbasis gender, kemudian data jenis kemitraan, data
terpilah antara pendapatan hasil yang didapat sebelum dan pelaksanaan kegiatan
kemudian data iuran kehutanan dari hasil hutan non kayu nanti, dari agroforestry-nya.
Kemudian untuk indikator kinerja meningkatkan peran perempuan dan laki-laki dalam
keterlibatan meningkatkan nilai hutan produksi dalam mendorong ketahanan pangan.
74 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kita selalu didorong untuk ketahanan pangan di sini. Kedua, meningkatkan kemampuan
laki-laki dan perempuan dalam pengembangan agro forestry, pengolahan paska panen
dan teknik pemasaran juga, kemudian meningkatkan peran istri dalam pemberdayaan
ekonomi keluarga. Terakhir tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas baik laki-
laki maupun perempuan. Jadi mendorong untuk perempuan juga mempunyai SDM yang
setara. Mungkin itu aja dari kami. Terima kasih mohon saran-saran dari Prof. Ismi. Atas
kekurangan mungkin saya akhiri wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Dati Fatimah
Keren juga ya, tiga kegiatan sudah masuk di 2021 pasti prof. Ismi akan bisa memberikan
catatan, hal-hal mana yang sudah baik, mana yang perlu diperkuat, begitu. Jangan kuatir
kita akan bagikan ini.
75 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
76 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Jumlah Unit bagi KPH dan IUPHHK-HA, dan areal kemitraan di hutan produksi dalam direncanakan - Motivasi gender dengan Kesepakatan yang berbasis - Meningkatkan peran
IUPHHK-HT yang tanaman kehidupan bagi IUPHHK-HT. rangka mendorong ketahanan maupun yang perempuan memberikan Kerjasama gender. istri dalam
melaksanakan Berdasarkan Peraturan Menteri pangan. melaksanakan untuk mengikuti kesempatan (NKK). - Data Jenis pemberdayaan ekonomi
kemitraan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manfaat : Kegiatan kerjasama dan kegiatan. peningkatan peran dan - Workshop Kemitraan. keluarga.
dengan Nomor kemitraan dihutan produksi lebih - Dalam kemampuan peluang yang pengembanga - Data terpilah - Tersedianya SDM yang
masyarakat P.81/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/201 banyak diterima laki-laki. pelaksanaan dalam sebuah sama bagi laki- n agroforestri. pendapatan / berkualitas baik laki-laki
6 tentang Kerjasama Penggunaan suatu kegiatan kelompok masih laki dan - Workshop hasil yang dan perempuan.
Output: dan Pemanfaatan Kawasan Hutan masih rendah karena perempuan. penanganan didapat
Terlaksananya Untuk Mendukung Ketahanan berdasarkan fokus dengan dan sebelum
kerjasama Pangan, bahwa guna mendukung pada urusan rumah pengolahan pelaksanaan
pemanfaatan ketahanan pangan nasional kompetensi tangga. pasca panen. kegiatan.
dan kemitraan diperlukan pengembangan tanaman belum - Lokasi areal - Workshop - Data iuran
di hutan pangan dan ternak pada kawasan memperhatika hutan yang teknik kehutanan
produksi hutan yang dapat dilakukan salah n faktor berat (gunung, pemasaran dari hasil
satunya melalui mekanisme gender. lembah, sungai) - Monitoring hutan non
Tujuan : kerjasama antara KPH/IUPHHK- serta perjalanan kemitraan kayu.
- Fasilitasi HA/HT dengan mitra kerjasama yang cukup jauh pada unit
Kerjasama (meliputi BUMN, BUMD, BUMS, atau dijadikan alasan manajemen.
pemanfaatan Koperasi) yang wajib melibatkan bahwa yang
dan masyarakat setempat. Sampai tepat
kemitraan di dengan saat ini belum ada kerjasama melaksanakan
Hutan kemitraan yg dituangkan dalam kegiatan adalah
Produksi. bentuk Naskah Kesepakatan laki-laki.
- Ketahanan Kerjasama (NKK). - Belum adanya
Pangan Di wilayah kerja BPHP Wilayah XI sosialisasi
melalui Samarinda terdapat 42 unit IUPHHK- terkait
Agroforestry HT di dibebani kewajiban melakukan kemitraan yang
77 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
78 | P R O S I D I N G
GENDER BUDGET STATEMENT
Indikator Kinerja Kegiatan Unit manajemen yang melaksanakan kerjasama pemanfaatan dan kemitraan
dengan masyarakat
Output Kegiatan Terlaksananya kerjasama pemanfaatan dan kemitraan di hutan produksi
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Analisa Situasi Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, disebutkan
bahwa salah satu pelaku Kemitraan Kehutanan adalah pengelola kawasan
hutan (KPH) dan pemegang ijin pemanfaatan hutan (IUPHHK-HA/HT) dan
wajib melaksanakan Kemitraan Kehutanan dengan menyediakan areal
kemitraan berupa areal konflik/berpotensi konflik atau areal yang berpotensi
menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat bagi KPH dan IUPHHK-
HA, dan areal tanaman kehidupan bagi IUPHHK-HT.
Tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.81/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Kerjasama Penggunaan dan
Pemanfaatan Kawasan Hutan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan, bahwa
guna mendukung ketahanan pangan nasional diperlukan pengembangan
tanaman pangan dan ternak pada kawasan hutan yang dapat dilakukan salah
satunya melalui mekanisme kerjasama antara KPH/IUPHHK-HA/HT dengan
mitra kerjasama (meliputi BUMN, BUMD, BUMS, atau Koperasi) yang wajib
melibatkan masyarakat setempat. Sampai dengan saat ini belum ada
kerjasama kemitraan yg dituangkan dalam bentuk Naskah Kesepakatan
Kerjasama (NKK).
Di wilayah kerja BPHP Wilayah XI Samarinda terdapat 42 unit IUPHHK-HT di
dibebani kewajiban melakukan kemitraan dengan masyarakat setempat dan
menyediakan areal untuk tanaman kehidupan.
Pada umumnya anggota kelompok tani hutan didominasi oleh laki-laki
sebagai kepala rumah tangga dan yang bertanggungjawab atas keluarga.
Sedangkan wanita hanya sebagai pendukung usaha dari kepala keluarga.
Sejalan dengan adanya kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan
kemitraan kehutanan dengan menyediakan areal kemitraan pada areal
konflik/areal yang berpotensi konflik. Kegiatan yang dilaksanakan berupa
pengembangan agroforestry dengan skema kemitraan antara pemegang izin
dengan masyarakat. Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah
berkurangnya konflik kawasan serta kesejahteraan masyarakat di sekitar
hutan dapat meningkat.
Kesenjangan tersebut disebabkan oleh :
1. Kesenjangan internal :
- Belum semua orang/petugas baik instansi terkait mengetahui
responsif gender.
- Isu gender belum dianggap sebagai isu penting yang perlu ditangani
secara serius oleh personel yang direncanakan maupun yang
melaksanakan kegiatan.
- - Dalam
Motivasi perempuan suatu
pelaksanaan untuk mengikuti peningkatan
kegiatan masih kemampuan
berdasarkan pada
dalam sebuah kelompok masih rendah karena
kompetensi belum memperhatikan faktor gender. fokus dengan urusan
rumah tangga.
2. Kesenjangan eksternal :
- - Masih
Lokasikuatnya
areal hutan yang
kebiasaan berat (gunung,
di masyarakat bahwalembah, sungai)(bekerja
urusan keluar serta
perjalanan
dan yang cukup
berorganisasi) adalah jauh dijadikan
kewajiban kepalaalasan
rumahbahwa
tanggayg
atautepat
laki-
melaksanakan
laki kegiatan
dan perempuan adalah
hanya laki-laki.
berperan dalam urusan rumah tangga.
- Belum adanya sosialisasi terkait kemitraan yang berbasis gender.
Atas kondisi tersebut, perlu direformulasikan tujuan dari kegiatan ini yaitu
80 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
81 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dati Fatimah
Sekarang kita lihat yang BPSKL, kita undang dari BPSKL Maluku, Papua, bapak Iswahyudi.
Silakan enam menit untuk menjelaskan singkat GAP dan GBS nya untuk memberikan
gambaran.
Iswahyudi
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan, langsung saja hasil analisa GAP dan GBS
kami lebih difokuskan kepada peningkatan kelompok usaha perhutanan sosial dimana
berdasarkan ijin perhutanan sosial wilayah Maluku Papua hingga tahun 2019 telah
terbentuk sebanyak 255 kelompok PS dengan luasan 474.054, 73 Ha, namun berdasarkan
analisa gender kami, 20% saja yang dilibatkan perempuan. Hal ini karena pembagian
peran dan tanggungjawab dalam pengelolaan hutan sosial itu menunjukkan belum
proporsional karena sisi maskulinitas dianggap sebagai penanggungjawab yang handal
dalam pengelolaan hutan sosial dan belum pahamnya secara menyeluruh oleh pelaksana
bahwa DP83 sebenarnya sudah responsif gender yang menyatakan setiap orang berhak
mendapatkan peluang untuk mendapatkan ijin pengelolaan perhutanan sosial tidak
terikat jenis kelamin, umur, posisi atau pendidikan.
Faktor kesenjangan kami ada 5, pertama, lokasi areal pengelolaan hutan sosial hutan lebih
difokuskan sebagai dasar pembentukan kelompok tani yang didominasi laki-laki, tanpa
melihat peran pasca pengolahan hasil hutan yang akan dibawa oleh masyarakat atau hasil
hutan produksi itu akan dikelola juga oleh perempuan. Kedua, tingkat partisipasi dari
Kelompok Perhutanan Sosial Wilayah Maluku Papua lebih difokuskan kepada kelompok
mayoritas sebanyak 80% (laki-laki) serta belum ada pembagian peran perempuan dalam
pengelolaan hutan sosial sesuai SK Desa tentang Pembentukan Kelompok Hutan Sosial,
sehingga menurunkan semangat perempuan dalam mengelola hutan sosial di Wilayah
Maluku Papua. Tidak ada juga peraturan desa tentang peran dan tanggungjawab yang
berbasis responsif gender. Hadirnya pengelolaan hutan sosial yang tidak berbasis
82 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
responsif gender membuat segala informasi pengembangan kelompok PS dari Balai PSKL
Wilayah Maluku Papua/Dinas Kehutanan Provinsi Terkait/KPH/CDK yang terlibat/Pokja
PPS/Pendamping PS/Pihak lain lebih memfokuskan sasarannya kepada pihak mayoritas
(laki-laki). Sehingga manfaat jasa yang didapatkan dalam pencapaian KUPS Mandiri mulai
dari fasilitasi peningkatan kapasitas dan keterampilan, pelibatan pelatihan, studi banding,
magang, dan pelibatan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun perencanaan tata
kelola kawasan, serta fasilitasi kerjasama pemasaran dan pengembangan mitra
perhutanan sosial (manfaat jasa), hanya dapat dirasakan secara sosial dan ekonomi oleh
laki-laki saja. ketika PS tercapai di wilayahnya masing-masing akan membuat stigma
perempuan itu tidak mampu mengolah hutan sosial. ini disebabkan oleh pelaksana
karena perencana kegiatan masih belum responsif gender dari Balai PSKL Maluku Papua.
Kesenjangan eksternalnya itu belum ada kesadaran masyarakat kelompok tani tentang
responsif gender dalam pengelolaan hutan sosial. Kedua, keterbiasaan kehidupan sosial
yang menganggap laki-laki sebagai kepala keluarga yang berkewajiban mencari nafkah
sehingga kami berharap dengan reformulasi tujuan kami dapat tercapai dengan
meningkatkan kesadaran responsif gender dan melibatkan seluruh pihak secara
proporsional, dengan rencana aksi, pertama, kita melakukan identifikasi data
kesenjangan gender dan hasil hutan yang dapat dikelola oleh perempuan pada Kelompok
Perhutanan Sosial Wilayah Maluku Papua. Kedua, kita me-review format struktur
organisasi kelompok PS sesuai kebutuhan Desa berdasarkan SK Desa tentang
Pembentukan Kelompok Perhutanan Sosial dan merevisi Peraturan Kepala Desa yang
memuat pembagian peran dan Tanggungjawab Kelompok Perhutanan Sosial dalam
pelibatan responsif gender. Selanjutnya, menyusun rencana operasional pembentukan
Kelompok Wanita Tani PS Wilayah Maluku Papua, melakukan sosialisasi pemberdayaan
perempuan dalam pengelolaan hutan sosial, pembentukan kelompok wanita tani
perhutanan sosial wilayah Maluku Papua dan peningkatan kapasitas pengelolaan hutan
sosial berbasis responsif gender dan data dasar terpilah kami ada dua, pertama, kami
melibatkan perempuan dalam struktur organisasi kelompok perhutanan sosial dengan
persentase 30% dengan tetap berdasar pada Aturan P.83/MENLHK/
Setjen/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial tentang syarat keanggotaan dalam
83 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
setiap Kepala Keluarga (KK). Kedua, terbentuknya kelompok wanita tani sebagai integrasi
kelompok PS berbasis responsif gender.
Output yang kami harapkan, pertama, terlibatnya perempuan dalam struktur organisasi
kelompok perhutanan sosial melalui SK Kepala Desa tentang Pembentukan Kelompok
Perhutanan Sosial. Terbentuknya kelompok wanita tani perhutanan sosial jumlah KTH.
Adapun verivier-nya itu Peraturan Kepala Desa yang memuat pembagian peran dan
Tanggungjawab Kelompok Perhutanan Sosial dalam pelibatan responsif gender. SK
Kepala Desa tentang Struktur Organisasi Kelompok Perhutanan Sosial berbasis responsif
gender.
Dari hasil analisa kami, kami menyelipkan maksud ini ke dalam kegiatan yang menjadi
prioritas di PSKL yaitu perihal penyiapan kawasan hutan sosial pada kegiatan fasilitasi
perhutanan sosial. jadi kami memfokuskan kelompok PS yang akan menjadi role model
responsif gender itu diatas 2019 dengan anggaran yang akan direncanakan nantinya itu
sekitar 450.750.000. anggaran ini cukup besar karena kami menyelipkan inovasi kami ke
dalam kegiatan yang menjadi prioritas di kegiatan PSKL. Kiranya itu saja, semoga
bermanfaat. Terima kasih.
Dati Fatimah
Keren, ini masuk dalam kegiatan prioritas, restrukturisasi kelompok tani, mendorong
KWT masuk ke Perdes, saya kira keren banget.
84 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
85 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
KOLOM 3 Faktor 1. Lokasi areal pengelolaan hutan sosial lebih difokuskan sebagai
Kesenjangan/ dasar pembentukan kelompok tani yang didominasi laki-laki,
Permasalahan tanpa melihat peran pasca pengolahan hasil hutan
(Akses, 2. Tingkat partisipasi dari Kelompok Perhutanan Sosial Wilayah
Partisipasi Maluku Papua lebih difokuskan kepada kelompok mayoritas
Kontrol, sebanyak 80% (laki-laki)
Manfaat) 3. Belum ada pembagian peran perempuan dalam pengelolaan
hutan sosial sesuai SK Desa tentang Pembentukan Kelompok
Hutan Sosial, sehingga menurunkan semangat perempuan dalam
mengelola hutan sosial di Wilayah Maluku Papua
4. Hadirnya pengelolaan hutan sosial yang tidak berbasis responsif
gender membuat segala informasi pengembangan kelompok PS
dari Balai PSKL Wilayah Maluku Papua/Dinas Kehutanan Provinsi
ISU GENDER
86 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
KOLOM 6 Reformulasi Tujuan Meningkatkan kesadaran responsif gender dan melibatkan seluruh
pihak yang terlibat secara proporsional dalam pengelolaan hasil
hutan sosial
KOLOM 7 Rencana Aksi 1. Melakukan identifikasi data kesenjangan gender dan hasil hutan
yang dapat dikelola oleh perempuan pada Kelompok
Perhutanan Sosial Wilayah Maluku Papua
2. Mereview format struktur organisasi kelompok PS sesuai
kebutuhan Desa berdasarkan SK Desa tentang Pembentukan
Kelompok Perhutanan Sosial
3. Merevisi Peraturan Kepala Desa yang memuat pembagian
peran dan Tanggungjawab Kelompok Perhutanan Sosial dalam
pelibatan responsif gender
4. Menyusun rencana operasional pembentukan Kelompok
Wanita Tani PS Wilayah Maluku Papua
5. Melakukan sosialisasi pemberdayaan perempuan dalam
pengelolaan hutan sosial
6. Pembentukan kelompok wanita tani perhutanan sosial wilayah
Maluku Papua
7. Peningkatan kapasitas pengelolaan hutan sosial berbasis
responsif gender
87 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
KODE KEGIATAN Luas Kawasan Hutan yang memperoleh izin Perhutanan Sosial dalam
Skema HD, HKm, HTR, KK dan IPHPS
ANALISIS SITUASI Berdasarkan ijin perhutanan sosial wilayah Maluku Papua telah terbentuk
474.054,73 Ha dengan 255 Kelompok Perhutanan Sosial baik Hutan Desa
(HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat,
dan Kemitraan Kehutanan.
88 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
89 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
90 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dati Fatimah
Masih satu lagi presentasi dari BLU, kita mengundang ibu Ekse Rizilina, silakan enam
menit waktunya menjelaskan GAP – GBSnya.
Output dari kegiatan kami yaitu, dana yang terdistribusi pada mitra KPH dan NON KPH.
Sampai saat ini pembiayaan kami telah diterima 27.509 debitur yang tersebar di 29
provinsi, nah mayoritas penerima fasilitas dana bergulir ini kebanyakan adalah laki-laki
yaitu sebanyak 22695 (79%) dan sebanyak 4815 perempuan (21%).
Nah, hal ini karena kesenjangan internal yang ada di BLU P3H ini pertama karena
kurangnya pemahaman pegawai mengenai pengarusutamaan gender, jadi walaupun
kami tidak dalam memberikan fasilitas dana bergulir tidak membedakan antara laki-laki
91 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
dan perempuan tapi saat sosialisasi kurang didorong untuk PUG, kemudian tidak adanya
wewenang BLU Pusat P2H untuk mengatur anggota kelompok tani yang mendaftar atau
ingin mengakses fasilitas dana bergulir, jadi kami tidak bisa mengontrol yang jadi
persoalan adalah dia layak untuk diberi, tanpa melihat gender laki-laki atau pun
perempuan. Kemudian dari segi eksternal, permasalahan kesenjangannya terlihat dari
sebagian besar anggota kelompok tani yang jadi penerima FDB adalah kepala keluarga
jadi mereka yang menerima FDB itu kepala keluarga yang didominasi laki-laki. kemudian
kepemilikan lahan sebagian besar juga laki-laki.
Rencana aksi kami adalah melibatkan perempuan mulai dari verifikasi di lapangan
berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, dan umur. Kedua, sosialisasi PUG di dalam
pemberian FDB. Jadi, baik untuk pegawai BLU Pusat P2H maupun juga kepada
masyarakat penerima FDB. Kemudian juga nanti dilakukan juga survei indeks kepuasan
masyarakat terhadap layanan FDB jadi untuk bisa mengevaluasi juga apakah fasilitas
yang sudah kami berikan bisa dilihat bagaimana respon dari laki-laki maupun
perempuan, apakah mereka merasakan kesenjangan saat mengakses layanan kami atau
tidak.
Nah, data untuk terpilah yang akan digunakan pertama ada data terpilah jumlah
penerima FDB, data terpilah peran laki-laki dan perempuan, dan data terpilah kepuasan
layanan FDB. Kemudian nantinya jumlah partisipasi penerima FDB akan meningkat dari
21% menjadi 35%. Outcome-nya, partisipasi perempuan dalam pengembangan usaha
kehutanan dan investasi lingkungan ini meningkat lagi.
92 | P R O S I D I N G
LAMPIRAN DOKUMEN GAP - GBS BLU PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN
TAHUN 2020
94 | P R O S I D I N G
GENDER BUDGET STATEMENT (PERNYATAAN ANGGARAN GENDER)
RENCANA AKSI Pusat Pembiayaan Pembangunan hutan telah memberikan peluang yang sama
kepada petani laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pelayanan pembiayaan
pembangunan hutan. Kesenjangan ini terjadi karena kepemilikan lahan dan sosok
kepala keluarga yang didominasi oleh laki-laki yang menjadi calon debitur dan tidak
adanya wewenang BLU Pusat P2H dalam mengatur gender anggota kelompok tani
yang ikut kegiatan. Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiatan
pembiayaan pembangunan hutan, beberapa rencana aksi yang akan dilakukan yaitu:
1. Melibatkan perempuan dalam tahapan pembiayaan dari kegiatan verifikasi, akad,
penyaluran, monitoring dan evaluasi, serta pengembalian. Hal ini tidak hanya
meningkatkan partisipasi mereka tetapi juga membantu meningkatkan pengawasan
pembiayaan.
2. Sosialisasi pengarusutamaan gender dalam pemberian FDB baik kepada pelaksana
(pegawai BLU Pusat P2H) maupun Penerima FDB.
3. Survei indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Layanan Fasilitas Dana Bergulir
yang berbasis gender. Sehingga dapat dievaluasi layanan yang diterima oleh
penerima FDB apakah terdapat kesenjangan antara penerima FDB Laki-laki dan
perempuan.
96 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
REVIEW DAN TANGGAPAN PROF. DR. ISMI DWI ASTUTI NURHAENI, M.SI
Bapak Ibu,
Kita review secara keseluruhan, GAP adalah tools atau lampiran. Dalam GAP bapak ibu
sudah mempraktekkan 9 langkah dalam kolom 1-9. Kesalahan umum, yang sering kali
dilakukan adalah saat Bapak Ibu mengisi di kolom satu, terutama di bagian Tujuan, itu
ditemukan adanya kawan-kawan yang sudah merumuskan tujuan responsif gender.
Kalau kita lihat yang sudah dikerjakan mungkin ini terjadi di dokumen Maluku Papua.
Tujuan sudah dituliskan Terbentuknya KUPS Mandiri yang ditambahkan kata responsif
gender. Pertanyaannya apakah kata responsif gender memang sudah ada di dalam
dokumen sedang melakukan analisa gender, karena pada saat Bapak Ibu menyusun GFAP
di kolom 1 tugasnya memindahkan isian dokumen yang sudah ada ke dalam format ini.
karena tujuan di kolom 1 memiliki hubungan dengan tujuan di kolom 6. Kolom 6 Bapak
Ibu memiliki tugas mereformulasi tujuan. Kalau sudah punya dokumen yang sudah
disusun periode sebelumnya yang belum terlalu paham responsifitas gender, kita tidak
menjamin untuk pengintegrasian. Kalau saya biasanya cara paling mudah reformulasi
adalah mengkopi langkah satu dimasukkan ke kolom 6.
Di langkah 1 atau kolom 1 sudah disebutkan Terbentuknya KUPS Mandiri, baru kemudian
ketika di kolom 6 Terbentuknya KUPS Mandiri responsif gender, itu cukup. Karena uraian
dari tujuan sudah dituliskan di dalam rencana aksi yang sudah disusun. Ini berlaku untuk
seluruhnya.. di kelompok lainnya jika terjadi missleading seperti tadi.
97 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dokumen Balai PSKL Wilayah Maluku Papua (warna kuning) yang sudah direvisi
Pro. Ismi:
KOLOM 1 Satker Balai PSKL Wilayah Maluku Papua
Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Kegiatan Pemberdayaan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
Indikator Kinerja Peningkatan KUPS Mandiri
Tujuan Terbentuknya KUPS Mandiri yang responsif gender
KOLOM 2 Data Pembuka Berdasarkan ijin perhutanan sosial wilayah Maluku Papua telah
Wawasan tebentuk 474.054,73 Ha dengan 255 Kelompok Perhutanan Sosial
(Data Pilah Gender) baik Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
98 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Kemudian kedua untuk kelompok Maluku Papua ini data pilahnya bagus, karena dalam
data terpilah ini sudah ditunjukkan data kuantitatifnya, ini berbeda dengan kelompok
Makassar dan Samarinda. Makassar dan Samarinda di statement masalah gender tapi
masih dalam bentuk data kualitatif, seperti representasi perempuan masih sedikit atau
rendah, tapi kelompok Maluku ini sudah memberikan perbandingan eksplisit misalnya
perbandingan 1: 6 perempuan 1 berbanding 6 laki-laki. Dan sudah disebutkan kelompok
perhutanan sosial wilayah Papua ada 15 anggota kelompok dengan perbandingan 1:14.
Dan seterusnya, ini menunjukkan data bagus karena tidak hanya sifatnya kualitatif tapi di
dalamnya ada data kuantitatif.
Pertanyaannya kemudian adalah data terpilah ini fungsinya untuk apa? Kalau Bapak Ibu
lihat teknik analisis gender dari langkah 1, 2, 3 dan seterusnya data terpilah ini fungsinya
memahami adakah isu gender. Isu gender tentang kegiatan bapak ibu analisis, sehingga
di data terpilah ini fungsinya nanti untuk indikator luaran dari kegiatan itu. Maka kalau
kita kaitkan dalam teknik analisis gender, langkah kedua ini hubungannya di langkah ke
delapan.
Data Dasar 1. Keterlibatan perempuan dalam struktur organisasi
terpilih kelompok perhutanan sosial dengan persentase 30%
Pengukuran Hasil
Di langkah 8 ada data dasar, bapak ibu tinggal ambil data terpilah di data kedua, itu
digunakan untuk indikator keberhasilan data terpilah. Misalnya, APE KLHK itu Pratama,
Madya, Utama, dan Mentor. Ada peningkatan dari Pratama mau jadi ke Mentor itu
99 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Jadi, antara indikator yang ada di langkah pertama dengan data pembuka wawasan harus
diupayakan ada link-nya, hanya saja link-nya bisa di output atau di indikator input yang
nanti diintervensi melalui implementasi program, itu yang saya lihat di keterkaitan antar
bagian.
Kemudian Bapak Ibu yang saya lihat Bapak Ibu kelihatan bingung, yaitu menguraikan di
bagian atas sampai menjadi luaran/output dan outcome. Sesudah analis gender Bapak Ibu
diminta menganalisis faktor penyebab kesenjangan gender. Saya lihat ada ambigu karena
Bapak Ibu juga pelaku dari bagian yang dianalisis. Contohnya, sebab internal dan
eksternal gender. Sebab internal adalah sebab yang melekat pada Satker sebagai
penyelenggara kegiatan.
Kalau bicara kenapa kegiatan perempuan di kegiatan ini rendah, misal jawabannya
indikator sasaran program atau kegiatan statusnya sebagai kepala keluarga, ini misalnya.
Bagaimana cara kita mengganti agar kepala keluarga tidak dijadikan acuan, satu-satunya
cara adalah mengidentifikasi kepala keluarga perempuan atau laki-laki. Karena di
lapangan ada KK perempuan tapi tidak diakui sehingga tidak dijadikan sasaran program.
Kalau penyebabnya seperti itu maka ketika identifikasi KK maka harus eksplisit KK nya
laki-laki atau perempuan. Atau ketika Bapak Ibu menemukan KK ini menimbulkan
100 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
kebingungan karena kepemilikan barang mengacu pada KK, ketika perempuan tidak
memiliki barang produktif maka tidak layak jadi KK, maka bisa jadi ukuran KK diubah,
jadi dasarnya untuk menetapkan siapa yang punya hak bukan masalah KK tapi mereka
bisa bentuk kelompok otomatis dia berhak atas program tersebut.
Atau misalnya saya sempat baca, mengganti peraturan kepala desa, apa betul punya
otoritas mengganti pertautan Kades? Kalau konteksnya begitu adalah bukan mengganti
tapi berkoordinasi substansi isi dengan kepala desa. Ini kekurangtepatan yang sering
terjadi ketika kita melakukan analisis gender.
Kita bisa lihat analisis gender di kelompok sebelumnya ketidakkonsistenan itu terjadi
seperti di kelompok Makassar dan Samarinda. Kita coba lihat di kelompok Makassar.
FORMAT
GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)
(Alternatif 1)
KOLOM 1 Satker BALAI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI WILAYAH XIII MAKASSAR
Program Program Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Usaha Kehutanan
Kegiatan Pembinaan Pengelolaan Hutan Produksi dan Industri Hasil Hutan
Indikator Kinerja KPHP Maju
Tujuan Pengembangan multiusaha dalam rangka pengembangan KPHP
KOLOM 2 Data Pembuka Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) adalah Unit Pelaksana
Wawasan Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari.
(Data Pilah Gender) BPHP memiliki tugas pokok melaksanakan fasilitasi perencanaan dan
pelaksanaan kesatuan pengelolaan hutan produksi, serta
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan usaha hutan produksi dan
industri hasil hutan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Wilayah kerja BPHP Wilayah XIII Makassar mencakup 3 provinsi, yaitu
Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi
Sulawesi Tenggara. Dengan total KPHP yang ada yaitu 16 (enam
belas) KPHP yaitu : KPHP Karossa, KPHP Budong-budong, KPHP
Cenrana, KPHP Karama, KPHP Mamasa Barat, KPHP Lakompa, KPHP
Bulusaraung, KPHP Jeneberang I, KPHP Tina Orima, KPHP Mekongga
Selatan, KPHP Ladongi, KPHP Laiwoi Utara, KPHP Gularaya, KPHP
Gantara, KPHP Muna dan KPHP Wakonti.
KPHP diwilayah kerja BPHP-XIII Makassar sudah mulai melakukan
usaha pengembangan yang dikelola langsung oleh masyarakat di
sekitar hutan produksi dalam bentuk Kelompok Tani Hutan yang
dibina oleh Unit KPHP. Produk-produk yang telah dihasilkan antara
lain kopi, madu, gula aren/gula semut, rotan, sagu, kemiri, minyak
nilam, minyak cengkeh dan Jasa Lingkungan serta wisata alam.
Pengembangan multiusaha ini sangat mendukung program
pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi khususnya
101 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
102 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
103 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
ANALISIS SITUASI Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. BPHP memiliki tugas
pokok melaksanakan fasilitasi perencanaan dan pelaksanaan kesatuan
pengelolaan hutan produksi, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
usaha hutan produksi dan industri hasil hutan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Wilayah kerja BPHP Wilayah XIII Makassar mencakup 3 provinsi, yaitu
Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Dengan total KPHP yang ada yaitu 16 (enam belas) KPHP yaitu :
KPHP Karossa, KPHP Budong-budong, KPHP Cenrana, KPHP Karama, KPHP
Mamasa Barat, KPHP Lakompa, KPHP Bulusaraung, KPHP Jeneberang I, KPHP
Tina Orima, KPHP Mekongga Selatan, KPHP Ladongi, KPHP Laiwoi Utara,
KPHP Gularaya, KPHP Gantara, KPHP Muna dan KPHP Wakonti.
KPHP diwilayah kerja BPHP-XIII Makassar sudah mulai melakukan usaha
pengembangan yang dikelola langsung oleh masyarakat di sekitar hutan
produksi dalam bentuk Kelompok Tani Hutan yang dibina oleh Unit KPHP.
Produk-produk yang telah dihasilkan antara lain kopi, madu, gula aren/gula
semut, rotan, sagu, kemiri, minyak nilam, minyak cengkeh dan Jasa
Lingkungan serta wisata alam. Pengembangan multiusaha ini sangat
mendukung program pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
khususnya dari usaha-usaha mikro. Usaha-usaha mikro ini sangat
mendukung pula pemberdayaan perempuan dalam memberikan peluang
pagi para perempuan untuk berkarya, berusaha dan berinovasi sehingga
dapat mendukung perekonomian keluarga maupun mendukung
perekonomian negara secara global. Untuk meningkatkan pengembangan
multiusaha tersebut masih sangat dibutuhkan upaya-upaya yang dapat
membantu peningkatan baik peningkatan produksi, peningkatan nilai jual
dan peningkatan sarana promosi.
104 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
105 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
106 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Indikator dan tujuannya, indikatornya KPHP Maju, jadi clue-nya kalau dilihat dari kolom
1 yaitu pengembangan KPHP yang maju, itu luaran kegiatan. Mari kita coba lihat analisis
data pembuka wawasannya. Catatan saya teknik analisis gender sudah bagus tapi belum
didukung dengan data kuantitatif. Kalau ada data kuantitatif dia membantu menerapkan
pelaksanaan dari kegiatan ini. misal data kuantitatif tentang jumlah kelompok tani,
apakah ada jumlah kelompok tani, berapa kelompok tani laki-laki berapa kelompok tani
perempuan, kalau tidak dipilah, berapa pengurus kelompok tani yang laki dan
perempuan, itu mempertegas data pilah. Dari data yang sudah saya kasi warna merah.
Nampaknya akan ada keinginan untuk melihat disertifikasi produk terkait pengelolaan
hutan. Nampaknya ada diversifikasi produk. Pada saat bapak ibu menyajikan faktor-
faktor kesenjangan sebaiknya perlu diperjelas. Misalnya akses untuk dilibatkan dalam
kegiatan, saya sarankan akses perempuan untuk dilibatkan dalam kegiatan
pengembangan multi usaha masih sangat kurang dibandingkan laki-laki. bicara tentang
partisipasi disampaikan pencanangan sampai pelaksanaan kegiatan masih didominasi
laki-laki. pertanyaan berikutnya siapa penerima manfaatnya? Apakah dominan dirasakan
perempuan atau laki-laki? Yang kalau kita lihat representasinya penerima manfaat
perempuan lebih sedikit daripada laki-laki.
Ketika Bapak Ibu melakukan analisis kesenjangan isu gender ada penyebab internal dan
eksternal, agar lebih mudah Bapak Ibu bisa klasifikasikan. Misal dari sisi SDM, SDM satker
belum paham regulasi integrasi gender misalnya atau sudah ada regulasi tapi belum ada
aturan operasional sehingga kesulitan integrasi gender. Disitu ada clue-nya, pertama
SDM, regulasi, keterbatasan anggaran mungkin sehingga preferensi diberikan di salah
satu jenis kelamin, yaitu di data Bapak Ibu adalah preferensi ke laki-laki karena letak
hutannya jauh. Apakah dengan begitu perempuan tidak punya akses? Masa hutannya
didekatkan? Bisa dilakukan analisis pengelolaan hutan kan tidak hanya mengolah tapi
menghasilkan hasil olahan yang biasanya melakukan adalah perempuan. Jadi Bapak Ibu
melakukan division of labour by gender. Perempuan berperan dalam memproduksi aneka
macam makanan yang men-support wisata hutan dan itu dibutuhkan tapi itu menjadi
invisible hand karena orang tidak punya sensitivitas, kalau itu bisa dilakukan di bagian
107 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
apa perempuan berpotensi dan di bagian apa dominasinya adalah laki-laki, kita jangan
punya pikiran laki-laki dan perempuan harus sama, tapi bagaimana agar keduanya
berperan dan saling mengisi untuk mencapai itu hukumnya wajib.
Sekarang bapak dan ibu harus ingat saat melakukan analisis gender yang sedang kita
lakukan adalah memotret pelaksanaan kegiatan itu di tahun-tahun sebelumnya. Untuk
melihat apakah perempuan dan laki-laki terlibat dalam kegiatan yang dilakukan. Karena
itu saya menyarankan bahwa rencana aksi kita buat stepnya, misalnya step pelaksanaan,
sampai step monev.
Data ini mestinya ada di langkah ke dua, di level ini bapak ibu cukup memilih data terpilah
yang akan dijadikan indikator luaran kegiatan. indikator kegiatan adalah KPHP maju,
108 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
luarannya masa prosentase perempuan terlibat itu kan proses, makanya saya tadi diatas
bertanya KPHP maju itu dari berapa ke berapa, ketika bicara indikator kinerja untuk
mengukur keberhasilan program atau kegiatan disitu ada data perkembangan KPHP
maju. Misalnya meningkatnya KPHP maju dari sekian persen ke sekian persen. Itu kan
indikator.
Output itu luaran kegiatan, kalau untuk mengukur luaran kegiatan itu bentuknya apa?
Outcome-nya KPHP tadi yang maju merupakan outcome atau output. Kalau kegiatan
selesai otomatis KPHPnya maju? Atau setelah berbagai macam kegiatan itu berjalan
kemudian KPHP nya maju? Itu yang bapak ibu pahami. Sehingga bapak ibu yang ingin saya
sampaikan pelibatan perempuan dalam pengembangan multi usaha kemudian dijadikan
sebagai output itu output proses bukan luaran kegiatan. Kalau akan melakukan GAP itu di
cek atas bawah maka akan mendapatkan gambaran untuk melakukan analisis gender.
File komplit sudah saya kirim ke mas Arfan. Kalau ada yang ingin ditanyakan silakan.
109 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dulu ketika tidak ada regulasi bahwa mereka yang terlibat dalam program ada unsur
perempuan, maka penikmat program semua adalah laki-laki tapi ketika ada afirmatif
action maka suka tidak suka ada keterlibatan perempuan. Kalau dalam regulasi ketika ada
menjalankan kegiatan tidak ada, maka tidak ada upaya dalam masyarakat menjadikan
perempuan terlibat. Tapi kalau dalam aturan main dimasukkan representasi perempuan,
maka ketika akan menjalankan kegiatan maka kelembagaan akan melakukan itu. Yang
harus bapak ibu pertimbangkan bapak ibu beramin di pengaturan, terlibat langsung di
masyarakat atau hanya menggelontorkan uang dan yang menjalankan pemda tapi ketika
akan digelontorkan ke masyarakat maka harus ada aturan main yang melibatkan
perempuan.
110 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Saat melakukan analisis gender tidak usah muter kemana-mana tapi temukan isu
gendernya. Misal selama ini belum ada regulasi agar perspektif gender ada didistribusi
anggaran, maka luarannya ada rancangan regulasi agar gender terintegrasi di dalam
distribusi anggaran.
Dati Fatimah
Mainstreaming gender itu bukan sifatnya diluar tapi mengintegrasikan dalam anggaran.
Saya membaca dokumen GBS ini jadi kegiatan yang benar-benar baru dari tusi dan kaitan
dengan kerangka penanganan di masing-masing satker padahal ini memperkuat dan
mempertajam siapa termarjinalkan dan terampak agar mereka dapat kesetaraan dalam
APKM. Dalam proses belajar kita selalu temukan nabrak sedikit. Kita melihat luar biasa
dengan proses singkat tapi spirit mainstreaming gender bukan sesuatu yang diluar agar
tusi menjadi lebih baik. Ketika menyusun analisis kita lihat lagi. Kesulitan utama tadi
mengintegrasikan gender dalam output dan outcome-nya. Itu yang paling banyak disebut,
bagaimana prof?
Perlu dilakukan analisis terlebih dahulu, bagaimana kontribusi PU agar perempuan dan
laki-laki menjangkau layanan pendidikan, fasilitas kesehatan, ekonomi, kalau jalan
dibangun anak putus sekolah bisa sekolah, AKI menurun, masyarakat bisa memasarkan
111 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
produknya, dengan analisis situasi dari mana kemana jalan itu dibangun itu analisis
gender, integrasi gender dalam PU PR. Jadi berapa indikator keberhasilan ya
terbangunnya jalan, tapi dampaknya akan menurunkan AKI, meningkatkan pendapatan,
angka partisipasi sekolah.
Integrasi gender bukan sekedar berapa laki-laki dan perempuan, tapi seberapa mampu
program kegiatan berkontribusi terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Maka bisa
buka-buka lagi manajemen berbasis kinerja karena kegiatan Bapak Ibu akan
berkontribusi pada kesetaraan gender secara nasional. Itu bukan pekerjaan mudah, yang
paling penting adalah step 1: isikan program yang akan dipilih, dalam banyak kasus
keterbatasan kita adalah memilih program daya ungkit untuk meningkatkan kesetaraan
gender, dan memilihnya kenapa yang dananya kecil, bukan yang dananya gede.
Dati Fatimah
Terima kasih Prof. Ismi membantu pertanyaan paling penting. pertama memilih kegiatan
yang strategis daya ungkitnya dan program prioritas. Juga menentukan sebab
kesenjangan internal dan eksternal, untuk ingat kembali ke tusi untuk mempertajam agar
dapat mendesain kegiatan, men-deliver program dan layanan pada publik.
112 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Dari Mentimeter bilang mengalami kerumitan, kesulitan tapi ada juga yang bilang ini seru
dan keren, ini yang akan menjadi bekal kami ke depan. Terima kasih juga untuk sub Pokja
PUG PHPL, PSKL, dan BLU atas peran aktifnya bersama kami, selamat bergabung dalam
Pokja PUG KLHK. Tentunya kami sampaikan terima kasih kepada para peserta yang luar
biasa semangat dan antusias, serta harapan kami workshop ini sudah mencapai tujuan
dan output yaitu meningkatkan kapasitas untuk implementasi dan kelembagaan PUG di
KLHK. Serta peserta dapat me-review konsep gender dan mengidentifikasi isu gender di
Satker masing-masing. terakhir, harapan kami peserta dapat menyusun GAP dan GPS.
Lebih penting lagi ketika bapak ibu sudah susun GAP dan GBS lakukan tagging.
Kegiatan ini tepat karena saat ini kami sedang melakukan review RKA KL dan penelitian
RKA KL dengan Inspektorat. Bagian perencanaan sangat sibuk merencanakan ini. Jadi
dalam dua hari ini Inspektorat dan tim Penelitian dari Birocan sedang melakukan
penelitian RKA KL dan dokumen GAP dan GPS adalah salah satu dokumen pendukung
penelitian tersebut. Jadi kami sangat berterima kasih juga karena GAP GBS tahun 2021
masih dalam proses pengumpulan, alhamdulillah dengan workshop ini GAP dan GBS
masing-masing Satker bisa terkumpul meski ada beberapa perbaikan.
113 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Selain tagging selanjutnya jangan lupa pengawalan implementasi dan evaluasi GAP dan
GPS. Peserta yang sudah mendapatkan pelatihan boleh kami sebut sebagai fasilitator
karena kami akan kirimkan sertifikat untuk peserta workshop ini ke Satker masing-
masing. harapannya bisa menjadi katalis percepatan PUG di KLHK di Satker masing-
masing, namun POJA Pusat perlu update masing-masing tapi akan keren Satker di UPT
terutama Bapak Ibu yang sudah ikut pelatihan bisa berperan aktif. Dan jangan lupa follow
Instagram kami karena banyak KIE yang kami share untuk membantu Bapak dan Ibu
dalam mendapatkan informasi terbaru terkait PUG di KLHK.
Selanjutnya setelah melihat proses kami merasa optimis percepatan dan pelaksanaan
PUG di KLHK khususnya di Ditjen BHPL, PSKL dan BLU bisa maksimal dan
mempertahankan eksistensi di kancah nasional untuk APE 2020 2021
Ditjen PHPL ini sebelumnya sulit menyampaikan data tentang gender GAP dan GPS, tapi
setelah bu Ari ikut aktif PUG sekarang ditjen PHPL sudah aktif dan bahkan dari tahun
2012 GAP dan GBS konsisten kegiatan itu-itu terus tidak berubah. tapi saya lihat dari
paparan Bapak Ibu terkait coaching clinic kemarin sudah beragam dan paham serta
mengaplikasikannya dalam GAP dan GBS kita harus mengawal dan melakukan
evaluasinya.
Saat ini kita mengadakan lomba gender di KLHK. Penghargaan lomba gender akan
diberikan oleh bu Menteri langsung ke eselon 1, ada 3 kategori, Pratama, Madya dan
utama. Ada juga kategori inovator. Bapak ibu mungkin itu yang bisa kami sampaikan dari
Pokja PUG dari Biro Perencanaan. Kami terbuka untuk diskusi.
114 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Untuk mengetahui apakah sebuah program terukur gender sensitive atau tidak, maka
paling tidak ada tiga kelompok yang bisa disebutkan, pertama, program yang sejak awal
di desain dengan gender sensitive, kedua, program sejak awal tidak sensitif gender, ketiga
adalah program yang tidak concern gender sensitive. Untuk kelompok terakhir ini
implikasinya menjadi dua kemungkinan. Project-nya gender senstive atau tidak sensitif
gender.
Diskusi satu minggu ini dapat saya nyatakan bahwa perencanaan paling tidak simulasi
perencanaan sudah bisa diaktakan program yang ingin didesain dengan menggunakan
pendekatan yang sensitif gender. Jadi sebuah proses yang bukan main di KLHK dan sudah
disampaikan ibu Erna bahwa PHPL terlibat dalam proses ini maka ke depan
perencanaannya akan mempertimbangkan analisis dan pengintegrasian gender. PHPL,
PSKL dan BLU, tiga unit kerja di KLHK yang posisinya kuat apabila melakukan
perencanaan dengan mengintegrasikan gender akan luar biasa. Luar biasa dari segi
pembelajaran dan substansi.
115 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Terima kasih kepada para peserta, tidak mudah melakukan pembelajaran virtual jarak
jauh dan saya apresiasi setinggi-tingginya dan penghargaan kepada narasumber dan
fasilitator serta teman-teman pendukung fasilitator lainnya. kepada Pokja Gender, Bu
Dewi, Bu Erna dan kawan-kawan, terima kasih sudah bekerjasama dan melibatkan MFP4
dalam kegiatan keren ini, kalau ini masuk menjadi pola kerja kita ke depan maka kita akan
meninggalkan jejak 5-10 tahun lagi ada jejak PUG dalam proses perencanaan di tiga
direktorat tadi.
116 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
117 | P R O S I D I N G
Virtual Workshop
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
118 | P R O S I D I N G