Diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Direktorat Kemitraan Lingkungan
2022
TIM PENYUNSUN:
Direktur Jenderal,
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
i
ii
DAFTAR ISI
Tim Penulis
Kata Pengantar i
Surat Keputusan Dirjen PSKL No: SK.43/PSKL/KELING/PSL.3/12/2022 ii
Daftar Isi iii
BAB I │PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Tujuan 2
C. Keluaran 3
D. Pengguna Pedoman 3
E. Daftar Istilah 3
iii
BAB III │ PENYELENGGARAAN CSR DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL 33
A. Kebijakan Perhutanan Sosial dan Corporate Sosial Responsibility (CSR) 33
B. Pengelolaan Perhutanan Sosial Paska Persetujuan 35
1. Skema Pengelolaan Perhutanan Sosial 35
2. Jangka Waktu Pengelolaan Perhutanan Sosial 37
3. Pemanfaatan Kawasan Hutan di Areal Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial 37
4. Pengelola Persetujuan Perhutanan Sosial 40
5. Pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial Paska Persetujuan 41
6. Pendampingan Perhutanan Sosial 43
7. Pengarusutamaan Gender dalam Perhutanan Sosial 46
C. Pelaksanaan Program CSR dalam Perhutanan Sosial 47
1. Ruang Lingkup CSR dalam Perhutanan Sosial 47
2. Tahapan Pelaksanaan CSR dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial 47
Pasca Persetujuan 53
D. Tahapan Pelaksanaan Program CSR dalam Perhutanan Sosial 58
E. Rambu-Rambu Penyelenggaraan CSR dalam Perhutanan Sosial 63
BAB V │ PENUTUP 69
DAFTAR BACAAN 70
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah telah menetapkan target kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare
untuk dapat diakses dan dikelola secara legal dan lestari oleh masyarakat.
Sebagai salah satu program nasional Perhutanan Sosial memerlukan
percepatan bukan hanya dalam target luasan namun yang lebih utama
adalah capaian dalam bentuk berkontribusi pada tercapainya kesejahteraan
rakyat dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan, untuk
tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, berbagai upaya telah dilakukan salah satunya adalah dengan
pengembangan kemitraan dengan para pihak. Salah satu pihak potensial dan
strategis untuk digandeng dalam mengelola areal hutan yang telah
mendapatkan persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial adalah dunia
usaha atau perusahaan.
1
yang dikembangkan berdasarkan konsep People, Planet dan Profit yang
dikembangkan Enlington. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan
antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat yang
bersifat aktif dan dinamis.
2
B. Tujuan
C. Keluaran
Dengan adanya buku pedoman CSR dalam Perhutanan Sosial, keluaran yang
diharapkan sebagai berikut:
(1) Perusahaan lebih memahami dengan baik tentang program CSR dalam
Perhutanan Sosial;
(2) Peningkatan dukungan program CSR dari perusahaan terutama pada
lokasi yang telah ditetapkan persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial.
D. Pengguna Pedoman
Pengguna utama pedoman ini adalah perusahaan, namun pedoman ini juga
dapat digunakan oleh lembaga dana dalam mendukung program
pelaksanaan program Perhutanan Sosial.
E. Daftar istilah
Daftar istilah yang digunakan dalam buku pedoman CSR dalam Perhutanan
Sosial mengacu pada peraturan perundang-undangan dan/atau terminologi
akademi serta Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut:
3
Tabel 1. Terminologi CSR dalam Perhutanan Sosial
1 AD/ART (Anggaran : Adalah pedoman yang memuat peraturan
Dasar dan bagi anggota organisasi dalam menjalankan
Anggaran Rumah kegiatan organisasi. Anggota organisasi
Tangga) akan terikat dalam organisasi
dengan AD/ART.
2 Bimbingan teknis : Bimbingan teknis atau yang sering disingkat
dengan Bimtek adalah sebuah pelatihan,
layanan bimbingan, atau penyuluhan yang
diadakan guna meningkatkan kemampuan
tertentu, kualitas sumber daya manusia,
atau melatih tenaga kerja menjadi lebih
kompeten.
3 BPSKL (Balai : adalah unit pelaksana teknis di
Perhutanan Sosial bidang Perhutanan Sosial dan Kemitraan
dan Kemitraan Lingkungan yang berada di bawah dan
Lingkungan) bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan.
4 Community : adalah model pengembangan masyarakat
Development yang menekankan pada partisipasi penuh
(ComDev) seluruh warga masyarakat yang bertujuan
untuk memperbaiki kondisi kehidupan
masyarakat serta memberdayakan mereka
untuk mampu bersatu dan mandiri.
5 Corporate Social : sebagai komitmen perusahaan untuk
Responsibility (CSR) berperilaku etis dan berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, seraya meningkatkan
kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat lainnya
4
6 Gender : adalah perbedaan-perbedaan sifat,
peranan, fungsi, dan status antara
perempuan dan laki-laki yang bukan
berdasarkan pada perbedaan biologis,
tetapi berdasarkan relasi sosial budaya
yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat
yang lebih luas. Gender merupakan
konstruksi sosial budaya dan dapat berubah
sesuai perkembangan zaman
7 Gender Responsif : adalah perhatian yang konsisten dan
sistematis terhadap perbedaan-
perbedaanperempuan dan laki-laki di
dalam masyarakat yang disertai upaya
menghapus hambatan-hambatan
struktural dan kultural untuk mencapai
kesetaraan gender
8 Hasil Hutan (HH) : adalah benda-benda hayati, non hayati dan
turunannya, serta jasa yang berasal dari
hutan (HHK, HHBK dan Jasa Lingkungan).
9 Hasil Hutan Bukan : adalah hasil hutan hayati baik nabati
Kayu (HHBK) maupun hewani beserta produk turunan
dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari
hutan
10 Hutan : adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
11 Hutan Adat : adalah hutan yang berada di dalam wilayah
Masyarakat Hukum Adat.
12 Hutan Desa (HD) : yang selanjutnya disingkat HD adalah
kawasan hutan yang belum dibebani izin,
yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa.
5
13 Hutan : yang selanjutnya disingkat HKm adalah
Kemasyarakatan kawasan hutan yang pemanfaatan
(HKm) utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat.
14 Hutan Konservasi : adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya.
15 Hutan Lindung : adalah Kawasan Hutan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
16 Hutan Produksi : adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
17 Hutan Tanaman : yang selanjutnya disingkat HTR adalah
Rakyat (HTR) hutantanaman pada Hutan Produksi yang
dibangun oleh kelompok Masyarakatuntuk
18 Jasa Lingkungan : adalahkegiatan untuk memanfaatkan
(Jasling) potensi sumberdaya alam dengan tidak
merusak lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya.
19 Kearifan Lokal : adalah nilai-nilai luhur yang berlakudalam
tata kehidupan Masyarakat Setempat
antara lain untuk melindungi dan
mengelola lingkungan hidup dan sumber
daya alam secara lestari.
20 Kelompok : adalah kelompok tani hutan dan/atau
Perhutanan Sosial kelompok Masyarakat dan/atau koperasi
(KPS) pemegang Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial serta Masyarakat Hukum
Adat termasuk kelompok tani dan/atau
kelompok Masyarakat pengelola Hutan
Rakyat.
6
21 Kelompok Tani : adalahkumpulan petani warga negara
Hutan (KTH) indonesia yang mengelola usaha di bidang
kehutanan didalam dan diluar kawasan
hutan.
22 Kelompok Usaha : adalah kelompok usaha yang dibentuk oleh
Perhutanan Sosial KPS yang akan dan/atau telah melakukan
(KUPS) usaha.
23 Kemitraan : adalah persetujuan kemitraan yang
Kehutanan (KK) diberikan kepada pemegang perizinan
berusaha Pemanfaatan Hutan atau
pemegang persetujuan penggunaan
kawasan hutan dengan mitra/Masyarakat
untuk memanfaatkan hutan padakawasan
Hutan Lindung atau kawasan Hutan
Produksi.
24 Kemitraan : adalah kerja sama yang melibatkan
Lingkungan berbagai pihak secara sukarela baik itu
pemerintah, swasta, Masyarakat, maupun
lembaga lainnya yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan/atau
pemanfaatan sumber daya alam.
25 KPH (Kesatuan : adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai
Pengelolaan Hutan) fungsi pokok dan peruntukannya, yang
dapat dikelola secara efisien, efektif dan
lestari.
26 Masyarakat : adalah perseorangan, kelompok orang
termasuk MHA atau badan hukum.
27 NGO (non- : adalah organisasi non pemerintah yang
governmental didirikan oleh perorangan ataupun
organization) sekelompok orang yang secara sukarela
yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat umum tanpa bertujuan
untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya.
7
28 Para Pihak : adalah pihak-pihak yang memiliki peran dan
pengaruh dalam proses pasca persetujuan
pengelolaan Perhutanan Sosial, baik
perorangan, kelompok ataupun lembaga
(pemerintah dan non-pemerintah) untuk
mencapai kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dalam memanfaatkan
dan/atau mengelola areal kelola
Perhutanan Sosial dengan tetap menjaga
fungsi ekosistem hutan dan lingkungan
hidup secara berkelanjutan.
29 Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
Hutan Bukan Kayu mengusahakan hasil Hutan berupa bukan
(HHBK) kayu dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya.
30 Pemanfaatan Hasil : adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
Hutan Kayu (HHK) mengusahakan hasil Hutan berupa kayu
dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya.
31 Pemanfaatan : adalah kegiatan untuk memanfaatkan
Hutan kawasan, memanfaatkan jasa lingkungan,
memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, memungut hasil hutan kayu dan
bukan kayu, serta mengolah dan
memasarkan hasil hutan secara optimal.
32 Pemanfaatan Jasa : adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
Lingkungan mengusahakan potensi jasa lingkungan
(Jasling) dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya.
33 Pemanfaatan : adalah kegiatan untuk memanfaatkan
Kawasan Hutan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat
(PKH) lingkungan, manfaat sosial dan manfaat
ekonomi secara optimal dengan tidak
mengurangi fungsi utamanya.
8
34 Pembangunan : adalah pembangunan yang memenuhi
berkelanjutan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri
35 Pendamping : adalah pihak yang memiliki
kompetensidalam melakukan
Pendampingan terhadap Masyarakat
pemegang Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial, secara perorangan
dan/atau kelompok dan/atau lembaga.
36 Pendampingan : adalah kegiatan yang dilakukan kepada
masyarakat atau kelompok Persetujuan
Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk
pengelolaan hutan estari dan peningkatan
kesejahteraan Masyarakat.
37 Pengarus Utamaan : merupakan suatu strategi yang dibangun
Gender (PUG) untuk mengintegrasikan gender menjadi
satu dimensi integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional
38 Pengembangan : didefinisikan sebagai proses
kapasitas pengembangan dan penguatan
keterampilan, naluri, kemampuan, proses,
dan sumber daya yang dibutuhkan
organisasi dan komunitas untuk bertahan,
beradaptasi, dan berkembang di dunia yang
cepat berubah. Unsur penting dalam
pengembangan kapasitas adalah
transformasi yang dihasilkan dan
dipertahankan dari waktu ke waktu dari
dalam; transformasi semacam ini
melampaui melakukan tugas untuk
mengubah pola pikir dan sikap
9
39 Pengembangan : adalah pembangunan antar desa yang
Kawasan dilaksanakan dalam upaya mempercepat
Perdesaan (PKP) dan meningkatkan kualitas pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat desa melalui
pendekatan partisipatif yang ditetapkan
oleh Bupati/Walikota.
40 Pengetahuan : adalah bagian dari kearifan lokal yang
Tradisional merupakan substansi pengetahuan dari
hasil kegiatan intelektual dalam konteks
tradisional, keterampilan, inovasi, dan
praktik-praktikdari masyarakat hukum adat
dan masyarakat setempat yang mencakup
cara hidup secara tradisi, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang disampaikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya
yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber
daya alam secara berkelanjutan
41 Perhutanan Sosial : adalah sistem pengelolaan hutan lestari
(PS) yang dilaksanakan dalam kawasan hutan
negara atau hutan hak/hutan adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat setempat
atau masyarakat hukum adat sebagai
pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial budaya
dalam bentuk Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan
Kehutanan.
42 Perseroan Terbatas : Perseroan Terbatas adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
10
dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang serta
peraturan pelaksanaannya.
43 Persetujuan : Pemanfaatan Hutan yang dilakukan oleh
Pengelolaan kelompok Perhutanan Sosial untukkegiatan
Perhutanan Sosial Pengelolaan HD, Pengelolaan HKm,
Pengelolaan HTR, kemitraan kehutanan,
dan Hutan Adat pada kawasan Hutan
Lindung, kawasan Hutan Produksi atau
kawasan Hutan Konservasi sesuai dengan
fungsinya.
44 Pokja PPS : adalah kelompok kerja provinsi yang
(Kelompok Kerja membantu kegiatan percepatan akses dan
Percepatan peningkatan kualitas Pengelolaan
Perhutanan Sosial) Perhutanan Sosial.
45 Rencana Kelola : adalah dokumen yang memuat rencana
Perhutanan Sosial penguatan, kelembagaan, rencana
(RKPS) Pemanfaatan Hutan, rencana kerja usaha,
dan rencana monitoring dan evaluasi.
46 Rencana Kerja : adalah adalah penjabaran detail dan tata
Tahunan (RKT) waktu pelaksanaan dari dokumen RKPS
untuk setiap tahun.
47 Tanggung Jawab : adalah komitmen Perseroan untuk
Sosial dan berperan serta dalam pembangunan
Lingkungan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas a kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.
48 Tanggungjawab : komitmen perseroan untuk berperan serta
Sosial dan dalam pembangunan ekonomi
Lingkungan (TJSL) berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
11
komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.
49 Tujuan : adalah pembangunan yang menjaga
Pembangunan peningkatan kesejahteraan ekonomi
Berkelanjutan masyarakat secara berkesinambungan,
(Sustainable pembangunan yang menjaga keberlanjutan
Development Goals kehidupan sosial masyarakat,
-SDGs) pembangunan yang menjaga kualitas
lingkungan hidup serta pembangunan yang
menjamin keadilan dan terlaksananya tata
kelola yang mampu menjaga peningkatan
kualitas hidup dari satu generasi ke
generasi berikutnya. TPB/SDGs merupakan
komitmen global dan nasional dalam upaya
untuk menyejahterakan masyarakat
mencakup 17 tujuan yaitu (1) Tanpa
Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3)
Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4)
Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan
Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak;
(7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8)
Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan
Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan
Infrastruktur; (10) Berkurangnya
Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman
yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan
Produksi yang Bertanggung Jawab; (13)
Penanganan Perubahan Iklim; (14)
Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan;
(16) Perdamaian, Keadilan dan
Kelembagaan yang Tangguh; (17)
Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
12
BAB II
COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
DI INDONESIA
A. Pemahaman CSR
CSR memuat nilai etika bisnis yang menunjukkan perilaku etis dari
perusahaan. Etika bisnis tersebut sudah ada sejak lama, namun konsep CSR
secara resmi diperkenalkan pada tahun 1953 dalam buku “Social
Responsibility of Businessmen” yang ditulis Howard Bowen. Ide dasar CSR
yang dikemukakan Bowen mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk
menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak
dicapai masyarakat di lingkungan tempat perusahaan beroperasi, bahkan
menurut Bowen perusahaan perlu memiliki visi yang melampaui kinerja
finansial perusahaan dan mengemukakan prinsip-prinsip tanggung jawab
sosial perusahaan.
13
tersebut tidak hanya memburu keuntungan saja (profit), tetapi memiliki pula
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan
masyarakat (people). Tanggung jawab pengelolaan perusahaan yang semula
hanya kepada pemilik/pemegang saham (stockholders) bergeser pada
pemilik, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas (stakeholders).
14
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan dan memaksimalkan
nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
e. Canadian Government, CSR merupakan kegiatan usaha yang
mengintergrasikan ekonomi, lingkungn dan sosial ke dalam nilai budaya,
pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang
dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan
masyarakat yang sehat dan berkembang.
f. European Commission, CSR sebagai sebuah konsep yang
mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam
operasi bisnis perusahaan dan dalam interaksinya dengan para
pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip
kesukarelaan.
g. CSR Asia, CSR merupakan komitmen perusahaan untuk beroperasi secara
berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan,
sambil menyeimbangkan beragam kepentingan stakeholders.
h. International Organization for Standarization, ISO 26000 mengenai
Guidance on Social Responsibility, CSR sebagai tanggung jawab sebuah
organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan, sejalan
dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku
internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.
i. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas. CSR diterjemahkan dengan Tanggungjawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) sebagai komitmen Perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
15
tentang tujuan perusahaan bukan lagi hanya untuk menghasilkan
keuntungan dalam sektor ekonomi secara maksimal bagi para pemilik modal
(shareholders), melainkan juga dengan menghasilkan nilai manfaat yang
optimal bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Berdasarkan
perspektif ini, perusahaan tidak lagi bisa menganggap dampak ekonomi,
sosial dan lingkungan yang dihasilkan dalam aktivitas mereka hanya sebagai
eksternalitas dari keberadaan perusahaan, melainkan harus diinternalisasi
menjadi bagian dari strategi perusahaan. Pengambilan keputusan bisnis yang
mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial dan lingkungan pada umumnya
dianggap berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility) dan juga dengan konsep pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development).
16
memandang pelaksanaan program CSR mereka sebagai bentuk investasi
sosial yang dilakukan bersama para pemangku kepentingan, sehingga
kegiatan investasi sosial yang dilakukan tersebut mendorong terciptanya
perubahan, menghasilkan dampak positif dan juga nilai manfaat yang
dirasakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), dan selanjutnya
dimaknai sebagai nilai keuntungan yang terukur bagi perusahaan. Demikian
juga Saidi dkk. (2014) mendefinisikan CSR secara luas sebagai etos
pengambilan keputusan moral/etika yang diadopsi oleh perusahaan yang
memungkinkan bisnis mereka berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat
di luar kepentingan pribadi mereka. CSR dapat menjadi jalan untuk
menciptakan pola keseimbangan bagi lingkungan dan kemanusiaan, karena
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan cenderung berdampak serius
terhadap komunitas dan masyarakat.
2. Manfaat CSR
Salah satu kajian yang dilakukan Anne (2005) dan Kotler & Nancy (2005) CSR
diperlukan oleh perusahaan antara lain:
(1) Menyeimbangkan antara kekuatan korporasi dengan aspek
tanggungjawab;
(2) Mengurangi adanya regulasi pemerintah (yang berlebihan);
(3) Meningkatkan keuntungan jangka panjang;
(4) Meningkatkan nilai dan reputasi korporasi;
(5) Memperbaiki permasalahan sosial yang disebabkan oleh
perusahaan.
(6) Meningkatkan penjualan dan pangsa pasar;
(7) Memperkuat posisi merek dagang;
(8) Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan
memelihara karyawan;
(9) Menurunkan biaya operasi;
(10)Menarik minat investor dan para analis keuangan
17
Mengembangkan bisnis secara berkelanjutan, mendapatkan citra
positif, kemudahan akses pada sumber daya, mendapatkan SDM
berkualitas, serta mempermudah pengelolaan manajemen risiko
(risk management)
b. Bagi Masyarakat:
Meningkatkan nilai tambah atau manfaat dengan adanya
perusahaan
c. Bagi Lingkungan:
Mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga
kualitas lingkungan
d. Bagi Pemerintah:
Mencegah “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti
penyuapan pada aparat negara dan meningkatkan penerimaan
pajak.
18
3. Bentuk Praktek CSR
19
diatur dalam undang-undang dan peraturan – melebihi pemenuhan hukum
dan undang-undang atau beyond compliance)
Pemahaman tentang CSR pada umumnya berkisar pada tiga hal pokok, yaitu
CSR adalah:
(1) Pertama, suatu peran yang sifatnya sukarela (voluntary) dimana
suatu perusahaan membantu mengatasi masalah sosial dan
lingkungan, oleh karena itu perusahaan memiliki kehendak bebas
untuk melakukan atau tidak melakukan peran ini;
(2) Kedua, disamping sebagai institusi profit, perusahaan menyisihkan
sebagian keuntungannya untuk kedermawanan (filantropi) yang
tujuannya untuk memberdayakan sosial dan perbaikan kerusakan
lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi.
(3) Ketiga, CSR sebagai bentuk kewajiban (obligation) perusahaan untuk
peduli terhadap dan mengentaskan krisis kemanusiaan dan
lingkungan yang terus meningkat.
20
bagi semua jenis organisasi di sektor swasta, publik dan nirlaba, baik besar
maupun kecil, dan baik yang beroperasi di negara maju atau berkembang.
ISO 26000 membantu organisasi dalam berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan, dengan memberikan panduan tentang prinsip-prinsip yang
mendasari tanggung jawab sosial, mengakui tanggung jawab sosial dan
melibatkan pemangku kepentingan, subjek inti dan masalah yang berkaitan
dengan tanggung jawab sosial dan tentang cara untuk mengintegrasikan
perilaku yang bertanggung jawab secara sosial ke dalam organisasi.
Pemahaman yang perlu digaris bawahi dalam ISO 26000 yang menjelaskan
bahwa tanggung jawab sosial bukan hanya diperuntukkan bagi perusahaan
saja namun juga bagi semua organisasi, termasuk LSM, pemerintah, lembaga
pendidikan, koperasi, dan organisasi-organisasi lainnya. Hal ini disebabkan
karena baik perusahaan maupun organisasi mempunyai dampak yang positif
dan negatif dalam melaksanakan aktivitasnya. Tanggung jawab sosial
dilaksanakan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak
positif bagi para stakeholder perusahaan dan organisasi tersebut.
21
(2) Hak Asasi Manusia (HAM).
HAM merupakan hak paling mendasar bagi manusia sehingga
penting untuk dipenuhi oleh organisasi. HAM dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu yang berkaitan dengan hak sipil dan politik serta hak
sosial, ekonomi, dan budaya.
(3) Praktik Tenaga Kerja.
Organisasi dapat berkontribusi dengan menerapkan kebijakan dan
praktik kerja layak bagi para pekerja, baik dari aspek pekerjaan itu
sendiri, sosial, maupun ekonomi.
(4) Tanggung Jawab terhadap Lingkungan.
Populasi manusia dan konsumsi di dunia semakin meningkat, serta
aktivitasnya semakin meningkat pula, sehingga dampak yang
ditimbulkan meningkat. Tanggung jawab terhadap lingkungan
sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan di bumi ini.
(5) Praktik Operasional yang adil.
Hubungan organisasi dengan berbagai stakeholders, seperti
pemerintah, konsumen, pesaing, dan mitra perlu dijaga dengan baik.
Masalah praktik operasi yang tercakup dalam ISO 26000, seperti
korupsi, persaingan tidak sehat, dan pelanggaran hak harus
dihindari.
(6) Isu Konsumen.
Tanggung jawab sosial juga mencakup isu konsumen, seperti
keamanan produk, konsumsi yang berkelanjutan, perlindungan
privasi, kemudahan akses terhadap produk dan layanan, serta
alternatif produk bagi konsumen dalam kelompok rentan.
(7) Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas.
Hal terpenting bagi seluruh organisasi untuk berkontribusi dalam
pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Kontribusi dapat
berupa keterlibatan dalam komunitas sipil, promosi kebudayaan,
memudahkan akses pendidikan dan teknologi, serta investasi sosial.
22
Gambar 2. Tujuh Subyek Inti ISO 26000
Dalam menerapkan subjek inti agar berjalan dengan baik sesuai tujuan,
dalam ISO 26000 terdapat prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi
dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam
pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial yang meliputi
prinsip:
Dengan mengacu pada ISO 26000 ini, organisasi akan memberikan tambahan
nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini
dengan cara:
23
(1) Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung
jawab sosial dan isunya;
(2) Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip
menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan
(3) Memilah praktik-praktik terbaik yang sudah berkembang dan
disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat
internasional
Ditegaskan juga bahwa ISO 26000 hanya memuat panduan (guidelines) saja
dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan karena ISO 26000 ini memang
tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak digunakan
sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO – ISO lainnya.
Indonesia sebagai salah satu anggota yang meratifikasi perjanjian pada Word
Trade Organization (WTO), dimana WTO memandang konsep CSR sebagai
langkah utama dalam mewujudkan “Good Corporate Governance” atau tata
kelola perusahaan yang baik. Dalam praktik dan kegiatan usaha serta
perekonomian dunia secara baik dan proporsional, pemerintah Indonesia
menuangkannya dalam kebijakan dalam bentuk Undang-Undang dan
peraturan pemerintah.
24
dinyatakan secara eksplisit yaitu Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan.
Aspek lingkungan menjadi perhatian Indonesia, sehingga yang diwajibkan
menjalankan TJSL kepada perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam, dan/atau perseroan yang tidak mengelola
dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya
berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, termasuk
perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan.
25
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan lebih lengkap menjelaskan
mengenai teknis pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) yang harus dijalankan oleh seluruh
BUMN, baik yang berbentuk Perum, Perseroan, maupun Perseroan
Terbatas. Hal tersebut sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 2
ayat (1): “Perum dan Persero wajib melaksanakan Program
Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini”. Hal tersebut
berarti seluruh BUMN apa pun bentuknya dan apa pun jenis
usahanya wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan. Ketentuan yang mewajibkan seluruh BUMN melakukan
kegiatan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan tanpa
perkecualian bentuk dan jenis usaha tersebut merupakan suatu
ketentuan yang adil. Tahun 2021, Menteri BUMN mengeluarkan
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-
05/MBU/04/2021 tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Badan Usaha Milik Negara (TJSL BUMN), yang
menegaskan tentang penerapan TJSL bagi perusahan-perusahaan
BUMN apapun bentuk badan hukumnya. Program TJSL BUMN,
adalah kegiatan yang merupakan komitmen perusahaan terhadap
pembangunan yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat
pada ekonomi, sosial, lingkungan serta hukum dan tata kelola
dengan prinsip yang lebih terintegrasi, terarah, terukur dampaknya
serta dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan bagian dari
pendekatan bisnis perusahaan.
d) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi. TJSL dijabarkan pada Pasal 40 dimana Badan Usaha dan/atau
Bentuk Usaha Tetap yang berkegiatan pada bidang minyak dan gas
bumi menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan
lingkungan hidup mulai dari pencegahan dan penanggulangan
pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan
hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.
e) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, Pasal 2 bahwa
Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab
26
sosial dan lingkungan. Pasal 6 bahwa pelaksanaan tanggung jawab
dan sosial harus dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan
dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Peraturan Pemerintah No. 47
Tahun 2012 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam
adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam. Sedangkan perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya
alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak
memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya
berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam termasuk
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal ini dapat dikatakan bahwa
perseoran yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber
daya alam atau berkaitan dengan hal itu, menjadi perusahaan yang
lebih sensitif dan kegiatannya dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan.
27
terhadap keuangan atau berfokus pada tugas utamanya, namun juga
mempunyai nilai tanggung jawab sosial yang tinggi kepada masyarakat
sekitar.
Dalam upaya mendorong peran serta dunia usaha dibidang jasa keuangan
melakukan CSR, tahun 2016 OSJK mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 30/SEOJK.04/2016 Tentang Bentuk dan Isi Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Dimana isi laporan tahunan yang
harus dibuat oleh perusahaan bersifat terbuka, salah satu isi dari laporan
tahunan tersebut menyangkut tentang kegiatan CSR atau Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam satu tahun. Aktivitas CSR tidak lagi hanya
sekedar perlu untuk diungkapkan dalam laporan keuangan, namun harus
benar-benar dilakukan dan menjadi bagian dari laporan berkelanjutan dan
dapat diketahui oleh publik secara luas.
28
baik (good governance) yang meliputi transparansi, akuntabilitas, dan
pelibatan masyarakat.
PROPER diinisiasi sejak tahun 1996, program ini menjadi salah satu program
unggulan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang dikemas dalam bentuk
kegiatan pengawasan dan pemberian insentif dan/atau disinsentif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melalui pemberian
penghargaan PROPER. Penghargaan PROPER diberikan berdasarkan
perangkat penilaian yang landasannya ada pada Undang-Undang No. 32
tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 05 Tahun 2011 tentang
PROPER yang saat ini diperbaharui dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pemberian penghargaan PROPER bertujuan mendorong perusahaan untuk
taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan
lingkungan (environmental excellence) melalui integrasi prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, serta
penerapan sistem manajemen lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
29
aspek yaitu: (1) Pelaksanaan penilaian daur hidup (life cycle assesment); (2)
Sistem manajemen lingkungan; (3) Penerapan sistem manajemen lingkungan
untuk pemanfaatan sumber daya pada bidang: efisiensi energi; penurunan
emisi; efisiensi air dan penurunan beban Air Limbah; pengurangan dan
pemanfaatan Limbah B3; pengurangan dan pemanfaatan limbah nonB3; dan
perlindungan keanekaragaman hayati; (4) Pemberdayaan masyarakat; (5)
Tanggap kebencanaan; dan (6) Inovasi sosial.
Program CSR menjadi salah satu aspek yang dinilai dalam PROPER hijau dan
emas, dimana program CSR yang dijalankan perusahaan harus menjadikan
pemberdayaan masyarakat sebagai prinsip penyusunan kebijakan CSR.
Kebijakan CSR tidak hanya menyangkut tentang “harmonisasi” antara
perusahaan dan masyarakat, melainkan upaya terstruktur untuk mendorong
kemandirian masyarakat. Prinsip perumusan kebijakan CSR menempatkan
kondisi harmonis bukanlah suatu tujuan melainkan implikasi dari hubungan
fungsional yang seimbang antara perusahaan dan masyarakat. Dalam
menerapkan program CSR yang strategis dan dapat menjawab kebutuhan
masyarakat, tersebut program CSR yang dirancang didasarkan atas
pemetaan sosial (social mapping) untuk menggambarkan jaringan sosial yang
memberikan penjelasan tentang garis-garis hubungan antar
kelompok/individu. Pemetaan Sosial memberikan informasi mengenai siapa,
kepentingannya, jaringannya dengan siapa, dan posisi sosial dan analisis
jaringan sosial dan derajat kepentingan masing-masing pemangku
kepentingan. Identifikasi masalah sosial, identifikasi potensi (modal sosial)
perumusan kebutuhan masyarakat yang akan ditangani dalam program
pemberdayaan masyarakat (sebelumnya dikalangan perusahaan lebih
dikenal dengan pengembangan masyarakat atau ComDev–Community
Development) dan identifikasi kelompok rentan yang akan menjadi sasaran
program pengembangan masyarakat. Rencana strategis pengembangan
masyarakat harus bersifat jangka panjang dan dirinci dengan program
tahunan, menjawab kebutuhan kelompok rentan dan terdapat indikator
untuk mengukur kinerja capaian program yang terukur dan tentu saja proses
perencanaan melibatkan anggota masyarakat.
30
Perkembangan pada era sekarang ini, CSR dan PROPER menjadi tuntutan
tidak terelakkan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas
terhadap perusahaan serta munculnya kesadaran perusahaan bahwa
keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh
faktor internal saja, melainkan juga oleh komunitas yang berada di
sekelilingnya. Dalam hal ini telah terjadi perubahan hubungan antara
perusahaan dan komunitas, perusahaan yang semula memposisikan diri
sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity (amal) dan philantrophy
(kedermawanan), kini telah memposisikan komunitas sebagai mitra yang
turut andil dalam kelangsungan eksistensi perusahaan.
31
maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang bergerak diberbagai bidang
sumber daya alam, transpotasi, jasa dan sebagainya.
Gambar 3. Buku tentang CSR Bidang Lingkungan Hidup yang diterbikan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup/Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
32
BAB III
PENYELENGGARAAN CSR DALAM PROGRAM
PERHUTANAN SOSIAL
33
Landasan penyelenggaraan CSR perusahaan dalam mendukung Pengelolaan
Perhutanan Sosial memiliki tujuan yang sama dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan tujuannya yaitu “no
poverty” (dunia tanpa kemiskinan) seperti yang diuraikan pada Bab Dua
dalam Buku pedoman ini. Baik bagi perusahaan berbentuk BUMN dan BUMS
yang melaksanakan CSR/TJSL sebagai bentuk kepatuhan terhadap
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu sebagi sebuah
kewajiban menjalankan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bagi
perusahaan berbentuk perseroan yang bergerak mengelola sumber daya
alam maupun kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan
sumber daya alam, yang memiliki modal seperti yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan diantaranya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara dan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-
05/MBU/04/2021 tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Badan Usaha Milik Negara, bahkan perusahaan yang bergerak dibidang jasa
keuangan melaksanakan CSR merujuk pada Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 30/SEOJK.04/2016 Tentang Bentuk dan Isi Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
34
beragam bidang usahanya, dimana Perhutanan Sosial masih merupakan
sesuatu yang baru bagi perusahaan. Dukungan dari pemerintah dalam
bentuk pedoman operasional penyelenggaraan CSR dalam Perhutanan Sosial
dapat menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mendorong percepatan
tujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang menjadi salah satu program
strategis nasional.
35
Gambar 4. Skema Pengelolaan Perhutanan Sosial
36
2. Jangka Waktu Pengelolaan Perhutanan Sosial
37
Tabel 2. Pemanfaatan Hasil Hutan berdasarkan Skema Perhutanan Sosial
Fungsi Hutan Skema Pemanfaatan
Perhutanan Sosial
Hutan Produksi Hutan Desa (HD), Pengelola Persetujuan
(yaitu kawasan Hutan Perhutanan Sosial dapat
hutan yang Kemasyarakatan melakukan pemanfaatan Hasil
mempunyai (HKm), Hutan Hutan Kayu (HHK), Hasil Hutan
fungsi pokok Tanaman Rakyat Bukan Kayu (HHBK), Jasa
memproduksi (HTR), Kemitraan Lingkungan (Jasling) yang
hasil hutan) Kehutanan meliputi wisata; pemanfaatan air
dan aliran air; konservasi
keanekaragaman hayati termasuk
keanekaragaman hayati tingkat
genetik, jenis flora dan fauna,
serta ekosistem; penyerapan dan
penyimpanan karbon.
Pengelola Persetujuan
Perhutanan Sosial diizinkan untuk
melakukan kegiatan budidaya
tanaman.
Hutan Lindung Hutan Desa (HD), Pengelola Persetujuan
(kawasan hutan Hutan Perhutanan Sosial dapat
yang Kemasyarakatan melakukan pemanfaatan Hasil
mempunyai (HKm), Kemitraan Hutan Bukan Kayu (HHBK)
fungsi pokok Kehutanan tertentu seperti madu, getah,
sebagai buah, biji, jamu, daun, bunga,
perlindungan sarang burung walet dengan
sistem aturan yang telah ditetapkan;
penyangga pemanfaatan jasa lingkungan
kehidupan untuk yang berupa pemanfaatan air
mengatur tata untuk kebutuhan masyarakat
air, mencegah setempat, rehabilitasi hutan,
banjir, penyerapan /penyimpanan
mengendalikan karbon. Kegiatan
38
erosi, mencegah budidaya yang diizinkan meliputi
intrusi air laut, budidaya tanaman obat, tanaman
dan memelihara hias; jamur; lebah; budidaya
kesuburan hijauan pakan ternak; buah-
tanah) buahan dan biji-bijian; tanaman
atsiri; tanaman nira, penangkaran
satwa liar, rehabilitasi satwa liar
yang dilakukan ketentuan antara
lain: tidak mengurangi,
mengubah, atau menghilangkan
fungsi utamanya; tidak
menimbulkan dampak negatif
terhadap biofisik dan sosial
ekonomi; tidak menggunakan
peralatan mekanis dan alat berat;
dan tidak membangun sarana
dan prasarana yang mengubah
bentang alam.
Hutan Kemitraan Pengelola Persetujuan
Konservasi. Konservasi *) Perhutanan Sosial melakukan
Kawasan hutan pemanfaatan sesuai dengan
konservasi fungsi hutan konservasi yang
adalah kawasan telah ditetapkan dalam bentuk
hutan dengan Cagar Alam, Suaka Margasatwa;
ciri khas Taman Nasional, Taman Hutan
tertentu, yang Raya dan Taman Wisata Alam,
mempunyai serta Taman Buru dengan
fungsi pokok mengacu pada peraturan yang
pengawetan berlaku.
keanekaragaman
tumbuhan dan
satwa serta
ekosistemnya
39
Hutan Adat. Hutan Adat Pemanfaatan Hutan Adat
Hutan yang dilakukan oleh Masyarakat
berada dalam Hukum Adat (MHA) di lokasi
wilayah Persetujuan Perhutanan Sosial
Masyarakat dengan menjalankan prinsip
Hukum Adat pengelolaan hutan lestari;
(HMA) memanfaatkan Hutan Adat sesuai
dengan kearifan lokalnya;
mempertahankan fungsi Hutan
Adat; memanfaatkan Hutan Adat
sesuai fungsinya; memulihkan
dan meningkatkan fungsi hutan;
dan melakukan pengamanan dan
perlindungan terhadap Hutan
Adat, berupa perlindungan dari
kebakaran hutan dan lahan.
40
(4) Kategori Platinum, dimana KUPS sudah memenuhi kriteria emas,
sudah memiliki modal (swadaya, hibah, dan/atau pinjaman) dan
sudah memiliki pasar atau wisatawan nasional, regional dan
internasional.
41
(1) Tata Kelola Kelembagaan
Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) yang telah terbentuk dalam
mengelola areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial melakukan
kegiatan:
a) Penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) dan Rencana
Kerja Tahunan (RKT)
b) Penyusunan aturan main kelompok melalui Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
c) Pengurusan akta notaris dalam rangka meningkatkan status
kelembagaan KPS dan KUPS.
d) Penyusunan standar operasional administrasi, keuangan dan
pengelolaan aset,
e) Pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dan
meningkatkan kelas KUPS berdasarkan pengembangan usahanya
42
(3) Tata Kelola Usaha
Program Perhutanan Sosial pada dasarnya memadukan antara
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pelestarian hutan yang dapat
dilakukan melalui pengembangan produk dan jasa yang bersumber dari
hasil hutan untuk memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat.
Kegiatan kelola usaha yang dilakukan oleh KPS penerima Persetujuan
Pengelolaan Perhutanan Sosial meliputi:
a) penyusunan model usaha KUPS, baik model usaha berbasis
produk maupun usaha berbasis jasa
b) penyusunan bisnis plan atau rencana usaha
c) kerja sama usaha, baik kerja sama produksi, pengolahan,
sertifikasi maupun pemasaran
d) akses permodalan usaha, dari proses hulu sampai hilir
e) akses pasar dan pemasaran, baik pemasaran secara konvensional
maupun pemasaran secara modern atau digital
43
yang telah mendapat akses kelola Perhutanan Sosial berhak mendapatkan
pendampingan. Pendampingan dimaksud meliputi kegiatan pendampingan
tata kelola kelembagaan, pendampingan tata kelola kawasan dan
pendampingan tata kelola usaha. Pendampingan diperlukan mengingat
adanya keterbatasan salah satunya terkait dengan keterbatasan kapasitas
dari penerima persetujuan dalam melakukan Pengelolaan Perhutanan Sosial
sesuai dengan aturan yang berlaku dan tujuan yang dicanangkan yaitu untuk
keberlangsungan ekonomi, sosial dan keberlanjutan pengelolaan lingkungan.
Tahapan
Pendampingan Kegiatan
Pendampingan tahap sosialisasi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan
awal Sosial kepada pihak internal maupun eksternal,
pendataan potensi areal Perhutanan Sosial,
identifikasi potensi dampak lingkungan,
44
penguatan kelembagaan, dan peningkatan
kapasitas sumber daya manusia.
45
Pendampingan kegiatan pemantauan kesesuaian antara
pemantauan dan perencanaan dan pelaksanaan RKPS, perubahan
evaluasi. yang terjadi, hambatan, dan tantangan
46
kriteria dari aspek sosial dalam Evaluasi Pengelolaan Perhutanan Sosial (Pasal
189 (4)).
47
Gambar 7. Lingkup CSR dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial Paska Persetujuan
48
b) Identifikasi potensi dampak lingkungan
c) Sosialiasi kepada para pihak pemangku kepentingan (internal
anggota KPS, eksternal masyarakat sekitar, pemerintahan desa,
dan institusi lain di sekitar)
d) Penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) dan
Rencana Kerja Tahunan (RKT); penyusunan aturan main
kelompok; standard operasional administrasi, keuangan dan
pengelolaan aset; legalitas kelompok dalam bentuk akte notaris;
b. Penguatan kelola kawasan, meliputi:
a) Fasilitasi penandaan batas areal persetujuan
b) Fasilitasi dalam melakukan pendataan potensi keanekaragaman
hayati,
c) Fasilitasi penyusunan dan penandaan ruang atau zonasi
d) Penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial dan Rencana
Kerja Tahunan
e) Fasilitasi mengatasi konflik tenurial dan konflik pemanfaatan
sumberdaya alam paska di areal paska mendapatkan
persetujuan
f) Fasilitasi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (HHBK), hasil hutan kayu (HHK) dan jasa lingkungan (Jasling)
c. Penguatan kelola usaha
a) Penyusunan model usaha KUPS, baik model usaha berbasis
produk maupun usaha berbasis jasa
b) Penyusunan bisnis plan atau rencana usaha
c) Kerja sama usaha, baik kerja sama produksi, pengolahan,
sertifikasi maupun pemasaran
d) Akses permodalan usaha, dari proses hulu sampai hilir
e) Akses pasar dan pemasaran, baik pemasaran secara
konvensional maupun pemasaran secara modern atau digital
f) Kerja sama dalam rangka penguatan kelembagaan dan tata
kelola kawasan; kerja sama dalam peningkatan kapasitas SDM,
KPS dan KUPS, untuk penelitian sumber daya kawasan; dan kerja
sama dalam rangka pengembangan usaha.
g) Persiapan pra akses permodalan; fasilitasi peluang akses
permodalan usaha; dan fasilitasi kerja sama dengan Badan
49
Usaha Milik Daerah, lembaga keuangan daerah, mitra usaha, dan
pihak lain yang tidak mengikat
h) Menyusun strategi mengakses pasar dan pemasaran produk dan
jasa melalui media elektronik/media sosial; membuat daftar
produk unggulan hasil Perhutanan Sosial; dan memfasilitasi
dalam pembangunan jejaring serta dapat bekerja sama dengan
para pihak terkait.
d. Pengelolaan Pengetahuan
Proses pendampingan KPS/KUPS menghasilkan informasi dan
pengetahuan yang dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak
sebagai bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa
di lokasi yang berbeda. Pengelolaan pengetahuan merupakan proses
yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan.
Pendamping tidak hanya mendokumentasikan satu tahapan proses
pendampingan, namun mendokumentasikan semua proses baik di
tata kelola kelembagaan, kelola kawasan sampai kelola usaha.
Program CSR dapat mendukung proses pendokumentasian dan
publikasi dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial Pasca Persetujuan
baik dalam bentuk cetak, audio visual maupun bentuk lainnya yang
dapat disebarluaskan sebagai bagian dari pembelajaran.
e. Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan atau monitoring adalah kegiatan mengamati secara
seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau
kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data atau informasi
yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi
landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya.
Evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap sebuah program yang
direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang telah diselesaikan.
50
Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam Program Perhutanan Sosial Pasca
Persetujuan mengacu pada kriteria keberhasilan Perhutanan Sosial sesuai
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2021 Tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial agar perencanaan yang disusun dapat
berkontribusi terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan kriteria
keberhasilan yang telah disusun.
51
antara lain: pengurangan sampah plastik dengan mengganti media
pembibitan dari plastik dengan bahan lokal yang dapat diuraikan secara
alami, misalkan kulit batang pisang, anyaman dari pandan atau bahan baku
lokal lain yang terdapat di lokasi; pencegahan pencemaran air dapat
dilakukan dengan menerapkan sistem wana tani ekologis yang menggunakan
bahan organik mulai dari pupuk, pembasmi hama alami, dan sebagainya.
52
masyarakat setempat, baik manfaat langsung secara ekonomi
maupun manfaat tidak langsung dalam bentuk jasa lingkungan.
f. Penyerapan dan penyimpanan karbon, kegiatan yang dikembangkan
mengacu pada peraturan yang berlaku terkait dengan usaha
peningkatan cadangan karbon di lokasi Pengelolaan Perhutanan
Sosial Pasca Persetujuan.
53
d. Bergabung dalam konsorsium. Perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang
didirikan secara bersama-sama dengan perusahaan lain untuk tujuan
sosial tertentu. Pihak konsorsium tersebut yang dipercayai oleh
perusahaan-perusahaan yang mendukungnya untuuk secara aktif
mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan
kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.
54
berkomunikasi satu sama lain yang dapat menimbulkan adanya
dialog, kesepahaman, dan tindakan sosial bersama.
e. Proses dan Capaian (Process and outcome)
Proses menentukan hasil; Proses dan hasil harus terintegrasi. Proses
harus merefleksikan hasil; terlalu berkonsentrasi pada proses dapat
menyebabkan pencapaian hasil terabaikan.
f. Inklusivitas (Inclusiveness)
Proses harus mencari cara untuk menyertakan semua orang,
walaupun bertentangan tetap harus dihargai dan diberikan
kesempatan untuk berubah
g. Konsesnsus (Consensus)
Proses ComDev dibangun atas dasar konsensus; dengan adanya
kesepakatan.
h. Partisipasi (Participation)
ComDev harus selalu berupaya memaksimalkan partisipasi dengan
tujuan membuat semua orang terlibat secara aktif dalam proses
i. Mendefinisikan kebutuhan (Defining need)
ComDev harus dapat mendorong masyarakat dapat mendefinisikan
dan mengidentifikasi kebutuhannya dan menyepakati bersama.
j. Responsif Gender (Gender Responsive)
Program ComDev harus memberikan perhatian yang konsisten dan
sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki
di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-
hambatan struktural dan kultural untuk mencapai kesetaraan
gender.
55
Sebagai catatan tahapan pelaksanaan ComDev tersebut memiliki kesesuaian
dengan butir-butir tahapan Pendampingan Pengelolaan Perhutanan Sosial
Paska Persetujuan.
a. Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas dalam program CSR dapat berbentuk
peningkatan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, proses, sumber
daya yang dibutuhkan organisasi dan komunitas untuk bertahan dan
beradaptasi serta berkembang dalam mengelola Perhutanan Sosial.
Peningkatan kapasitas dalam program CSR dapat berupa penerapan
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang mendorong meningkatkan
pengetahuan, membangkitkan kesadaran, kepedulian dan perubahan
perilaku; pelatihan dan praktik untuk meningkatkan keterampilan
terkait Pengelolaan Perhutanan Sosial baik di bidang teknis pengelolaan
sumber daya alam terutama hutan, administrasi dan keuangan,
pemasaran, serta bidang yang dibutuhkan lainnya sesuai dengan
kebutuhan dalam tata kelola Perhutanan Sosial dan isu tematik yang ada
di lokasi Perhutanan Sosial; bahkan pelatihan kepemimpinan lingkungan
untuk generasi muda dan gender perlu mendapatkan perhatian; serta
pelatihan terkait pengelolaan pengetahuan yang dapat memperkuat
individu dan kelompok pengelola Perhutanan Sosial dan masyarakat
sekitar termasuk pelatihan pendokumentasian, pembuatan video, dan
lain-lain.
56
tahapan pengelolaan Perhutanan Sosial, dukungan tersebut antara lain
dapat berupa:
a) Peralatan untuk menunjang administrasi dan keuangan, mengolah
data, seperti laptop/PC; Printer; Software keuangan, peralatan
survei.
b) Peralatan yang dapat menunjang pengelolaan hasil hutan kayu
(HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK), sebagai contoh mesin
pengupas dan penggiling kopi, alat penyulingan untuk produk atsiri,
alat produksi untuk mengolah tumbuhan obat, bahkan pewarna
alami, pengembangan produksi jamur, dsb.
c) Peralatan dana sarana untuk pengelolaan sampah dan mengatasi
pencemaran, konservasi keanekaragaman hayati, sebagai contoh
peralatan pembuatan kompos, pembenihan jenis endemik/langka,
dan sebagainya.
d) Peralatan dan sarana pendukung pengembangan imbal jasa
lingkungan, sebagai contoh mikro hidro, sarana penunjang wisata
alam yang ramah lingkungan seperti tempat sampah, papan
interpretasi, dan sebagainya.
57
bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa di lokasi
yang berbeda. Pengelolaan pengetahuan merupakan proses yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Program CSR
diharapkan dapat mendukung proses pendokumentasian dan publikasi
dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial baik dalam proses maupun
pembuatan dan sosialisasi hasil seperti bentuk cetak, audio visual, dan
sebagianya.
58
(1) Penjajakan kesesuaian program CSR perusahaan dengan Perhutanan
Sosial
59
• Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
60
(4) Menentukan Model Pelaksanaan
Berdasarkan penjajakan awal yang dilakukan, perusahaan dapat
menentukan model pelaksanaan program CSR yang akan dilakukan di
lokasi Pasca Persetujuan Perhutanan Sosial yang telah ditentukan sesuai
situasi dan kondisi serta kebijakan internal perusahaan. Sebaiknya
apapun model pelaksanaan yang dipilih, perusahaan dapat
mengoptimalkan Pendamping Perhutanan Sosial yang ada di lokasi.
61
Apabila program CSR dalam Perhutanan Sosial hanya akan mendukung
elemen tertentu saja dalam pelaksanaan Pasca Persetujuan Perhutanan
Sosial sebaiknya perusahaan tetap menyusun Kerangka Program CSR
yang berkelanjutan sesuai dengan kebijakan perusahaan.
62
berkontribusi dan mendukung pembaharuan data terkini dalam laman
goKUPS.
63
(10) Pelaksanaan program CSR di area Skema Persetujuan Kemitraan
Konservasi program harus memperhatikan regulasi yang berlaku di
kawasan konservasi tersebut.
64
BAB IV
PERAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN
PROGRAM CSR DALAM PERHUTANAN SOSIAL
Dalam studi Bank Dunia yang dilakukan Howard Fox tahun 2022, menyatakan
bahwa peran pemerintah terkait dengan CSR meliputi pengembangan
kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan
politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan
organisasi.
65
pembelajaran bersama perusahaan. Di Direktorat Kemitraan
Lingkungan saat ini sudah terbangun Kanal Komunikasi yang
menfasilitasi para pihak untuk berkomunikasi dan menjalin
kemitraan, Forum CSR sangat diperlukan menjadi salah satu bagian
dari Kanal Komunikasi untuk kalangan dunia usaha. Perusahaan
dapat memperoleh informasi seputar Perhutanan Sosial berikut
beberapa berikut pihak-pihak yang dapat dihubungi sebelum
melakukan kemitraan lingkungan:
66
h) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di masing-masing
daerah.
i) Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial nasional
maupun di masing – masing provinsi,
j) TP3PS (Tim Penggerak Percepatan Pengelolaan Perhutanan
Sosial)
k) KPS atau KUPS di areal lokasi Pengelolaan Perhutanan Sosial
Paska Persetujuan
l) Pendamping atau fasilitator
m) Selain menghubungi para pihak di atas, untuk mendapatkan
informasi awal tentang persetujuan pengelolaan
Perhutanan Sosial, sebaran lokasi, pengembangan usaha,
produk, jasa dan informasi lainnya para calon mitra dapat
mengunjungi portal GOKUPS pada
https://gokups.menlhk.go.id atau scan QR Code berikut:
67
rambu yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam pengelolaan
Perhutanan Sosial yang ada dimuat dalam buku panduan ini, dimana
ada beberapa hal yang tidak diperbolehkan dalam penyelenggaran
CSR di areal Pengelolaan Perhutanan Sosial Pasca Persetujuan
antara lain dilarang untuk menanami dengan tanaman sawit yang
baru, menebang pohon di areal kawasan hutan fungsi lindung dan
konservasi, dan sebagainya.
68
BAB V
PENUTUP
69
DAFTAR PUSTAKA
https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5fcda66859406/perempuan-
berpeluang-percepat-keberhasilan-perhutanan-sosial
https://nasional.tempo.co/read/1277341/akses-kelompok-perempuan-
dalam-program-perhutanan-sosial
https://pattiro.org/2021/02/kesenjangan-gender-dalam-perhutanan-sosial/
Intan Kirana dan Stevanus Hadi Darmadji. 2013. Peranan Coorporate Social
Responsibility (CSR) Bidang Lingkungan dalam Menunjang Perolehan
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaaan (PROPER) PT. Surya
Kertas. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2.
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
(PUG)
ISO.2010. International Standard 26000. Guidance on Social Responsibility.
International Standard Organization
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 2021. Panduan Role
Model Pendampingan Paska Persetujuan
Kotler, Philip and Lee, Nancy. 2005. Corporate Social Responsibility : Doing
The Most Good for Your Company and Your Cause, John Wiley & Son"
Meilanny Budiarti Santoso, dan Santoso Tri Raharjo. 2022. Dirkursus
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Mewujudkan Sustainable
Developments Goals (SDGs).: Social Work Jurna Volume 11 Nomor 2 ,
Halaman 100 -121.
Muhammad Imam Syairozi. 2019. Pengungkapan CSR Pada Perusahaan
Manufaktur dan Perbankan (Yogyakarta: Tidar Media, 2019), 15.
Saidi, Zaim dan Hamid Abidin. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan
Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/SEOJK.04/2016 Tentang
Bentuk dan Isi Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik
70
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35 / Menhut-II/2007 tentang Hasil
Hutan Bukan Kayu
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/04/2021
tentang Program Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha
Milik Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan Perseroan Terbatas,
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 /POJK.03/2017 Tentang
Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan,
Emiten, dan Perusahaan Publik
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021
Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Kehutanan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021
Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2021
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
Undang-Undang Nomo 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
71
Direktorat Kemitraan Lingkungan
Gedung Manggala Wanabakti Blok 4 Lantai 6 Wing B
Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
Telp. 021-5701109, Faks. 021-5701109