Anda di halaman 1dari 47

UNTUK PEMERATAAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI LOKAL

MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER

Oleh:
Ratna Rizkiana , Danang Akbar Riano 2), Aziz Ardiansyah 3)
1)

1) 2) 3)

Universitas Gadjah Mada


Email: ratna.rizkiana@mail.ugm.ac.id

INDONESIA RESEARCH COMPETITION


INDONESIA STATISTICS CONFERENCE AND OLYMPIAD
2016

JUDUL

PEMETAAN POTENSI DAERAH DI INDONESIA UNTUK PEMERATAAN


TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI LOKAL MENGGUNAKAN ANALISIS
CLUSTER
MAPPING POTENTIAL AREAS IN INDONESIA FOR LOCAL ECONOMIC GROWTH
RATE SPREAD USING CLUSTER ANALYSIS

Oleh:
Ratna Rizkiana1), Danang Akbar Riano 2), Aziz Ardiansyah 3)

1) 2) 3)

Universitas Gadjah Mada

Email: ratna.rizkiana@mail.ugm.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504
pulau dengan total luas wilayah mencapai 1.913.578,68 km2 dan penduduk lebih dari 258
juta jiwa. Negara yang memliki 2/3 luas wilayah perairan dibagi menjadi 34 provinsi, dengan
kondisi ini pemerintah Indonesia perlu memutar otak untuk mengatur seluruh aspek dalam
kehidupan masyarakatnya agar terjadi keseimbangan dan tercipta stabilitas negara secara
menyeluruh. Tujuh kali sudah Indonesia mengalami pergantian pemimpin namun
pemerataan pembangunan berbagai sektor kehidupan belum juga tercipta hingga detik ini.
Salah satu sektor yang sangat sulit untuk dilakukannya proses pemerataan adalah sektor
ekonomi. Seperti yang kita ketahui perekonomian Indonesia hanya terpusat di ibu kota
Jakarta.
Tingkat pertumbuhan ekonomi ibu kota memiliki perbedaan yang signifikan dengan
kota-kota di daerah lain, terutama jika dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Faktor utama
yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Jakarta begitu pesat
adalah campur tangan investor baik dari dalam ataupun luar negeri. Para investor tentu
memiliki alasan kuat untuk menginvestasikan dananya di Jakarta. Salah satu faktor yang
diduga menarik minat para investor adalah stabilitas tingkat keamanan.Selain stabilitas
keamanan, seperti yang kita ketahui Jakarta tidak memiliki potensi kekayaan alam seperti
provinsi lain di Indonesia, namun statusnya sebagai kota pusat pemerintahan Indonesia
dimana segala urusan yang menyangkut kepentingan negara berhulu dan bermuara di kota
ini berhasil menarik investor untuk mengucurkan dananya. Jika diulas lebih mendalam, tentu
kita akan menemukan sebuah kejanggalan terhadap kondisi tidak meratanya pertumbuhan
ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Tanpa potensi sumber daya alam, DKI Jakarta dapat
menjadi provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa pemegang peran terbesar untuk memantik kecepatan
pertumbuhan di suatu provinsi adalah pihak investor. Dengan demikian pemerintah
seharusnya memikirkan cara agar para investor berbondong-bondong mengucurkan dananya
ke setiap provinsi di Indonesia. Untuk menarik minat para investor tentu pemerintah perlu
mempromosikan berbagai hal menarik yang dimiliki masing-masing provinsi. Agar dapat
menarik para investor, pemerintah sebaiknya mengelompokan potensi yang terdapat di

setiap provinsi dengan menggunakan data yang dihasilkan industri yang mengelola potensi
yang ada, dengan demikian investor dapat secara jelas mendapat informasi tentang peluang
perkembangan modal investasi yang mereka gelontorkan.

1.2. Identifikasi Masalah


Permasalahan yang menjadi pokok bahasan utama pada penelitian ini adalah
bagaimana cara melakukan pemerataan tingkat pertumbuhan ekonomi pada seluruh provinsi
di Indonesia. Pemerataan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai
cara salah satunya dengan menarik minat para investor untuk berinvestasi agar
terdongkraknya perkembangan industri yang disetiap provinsi. Investor tentu akan
mempertimbangkan banyak hal sebelum mengucurkan dana untuk berinvestasi. Agar
mendapatkan dana untuk mengembangkan industri di setiap provinsi, pemerintah dituntut
berperan aktif dalam meyakinkan para investor. Fokus terhadap pembangunan sebuah
industri untuk setiap provinsi merupakan langkah yang sebaiknya dilakukan pemerintah
pusat untuk meyakinkan investor.
Langkah untuk menentukan fokus pembangunan industri dapat dilakukan dengan
mengadakan observasi terhadap variabel yang berpengaruh besar pada pendapatan provinsi.
Alasan kriteria tersebut digunakan adalah karena ketika kontribusi yang diberikan sebuah
industri terhadap pendapatan provinsi besar, indikasi yang muncul adalah industri tersebut
telah memiliki stabilitas dalam keuangannya dan dapat menghasilkan profit yang besar untuk
para investor. Permasalahan selanjutnya adalah mencari tahu variabel yang dapat menjadi
acuan untuk fokus pembangunan pemerintah, jika penentuan variabel dapat dilakukan
dengan tepat maka analisis berikutnya dapat dilakukan. Menentukan teknik analisis untuk
penentuan fokus pembangunan industri di suatu provinsi adalah langkah yang harus diambil
berikutnya. Teknik analisis yang dilakukan harus dapat memilah industri sesuai pengaruhnya
terhadap perkembangan ekonomi provinsi. Ketika fokus pembangunan sebuah industri
disuatu provinsi telah ditetapkan, perbaikan sarana dan prasarana dalam industri tersebut
dilakukan sehingga kualitas produk dari industri tersebut juga mengalami peningkatan, maka
mendapatkan modal dari para investor bukan sesuatu yang sulit didapatkan.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka diperoleh beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas, yaitu:
a.

Bagaimana keadaan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

b.

Bagaimana keadaan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia?

c.

Jenis industri apakah yang berpengaruh signifikan terhadap perekonomian Indonesia?

d.

Jenis industri apakah yang berpangaruh signifikan pada setiap provinsi di Indonesia?

e.

Bagaimana cara melakukan pemetaan industri setiap provinsi di Indonesia untuk


memberi informasi bagi pemerintah?

1.4. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a.

Ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan

b.

Ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi setiap provinsi di Indonesia

c.

Mencaritahu industri yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia

d.

Mencaritahu industri yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian setiap


provinsi di Indonesia.

e.

Memberi informasi bagi pemerintah tentang cara lain pemetaan potensi industri
provinsi di Indonesia

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a.

Mengetahui pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan

b.

Mengetahui pertumbuhan ekonomi setiap provinsi di Indonesia

c.

Mengetahui industri yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian Indonesia

d.

Mengetahui industri yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian setiap provinsi


di Indonesia.

e.

Pemerintah mendapat masukan informasi pemetaan potensi industri setiap provinsi di


Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Kajian Teori
A. Analisis Cluster
Analisis multivariat berhubungan erat dengan metode-metode statistik yang secara
bersama-sama (simultan) melakukan analisis terhadap lebih dari dua variabel pada
setiap objek. Pada umumya analisis multivariat menggunakan beberapa metode
statistik multivariabel yang paling banyak dipakai, diantaranya yaitu: analisis faktor
(factor analysis), analisis cluster atau analisis gerombol, dan analisis diskriminan
(discriminant analysis). Adapun peneliti hanya ingin mengelompokkan jalan
berdasarkan kesamaan karakteristik yang dimiliki, maka yang digunakan dalam
penelitian ini hanyalah analisis cluster.
Analisis cluster adalah suatu analisis statistika peubah ganda yang bertujuan untuk
mengklasifikasikan sekelompok objek atau amatan ke dalam beberapa segmen
berdasarkan ukuran kemiripan atau ciri-ciri umum antar objek-objek yang berbeda
dalam segmen yang sama serta memuliki kemiripan yang lebih besar dibandingkan
dengan antar objek pada segmen yang berbeda.
Analisis cluster atau analisis gerombol dalam prosesnya menggunakan ukuran
kedekatan atau kemiripan antar objek sebagai basis segmentasinya. Pada saat ini
terdapat banyak ukuran kedekatan yang digunakan sesuai dengan jenis atau skala data
yang digunakan. Dalam hal ini berdasarkan ukuran kemiripan antar objek jenis data
dibedakan menjadi data kuantitatif dan data biner. Manfaat segmentasi atau
pengclusteran antara lain untuk mengeksplorasi data, mereduksi data serta pelapisan
data. Eksplorasi data dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang informasi yang
ada dalam himpunan data tersebut, bahkan sampai pada pembangkitan hipotesis untuk
melihat struktur populasinya. Reduksi data memungkinkan suatu ringkasan cluster
untuk mewakili seluruh anggota cluster. Dari hasil analisis ini, segmentasi atau
pengclusteran dapat digunakan sebagai pelapisan atau stratifikasi dalam penarikan
contoh atau tipe objek.

Analisis Cluster Hierarki


Analisis cluster hierarki memiliki dua macam teknik, yaitu teknik penggabungan
(aglomerasive method) dan teknik pembagian (devisive method). Berikut penjelasan
teknik tersebut:
1. Teknik penggabungan (aglomerasive method)
Teknik ini merupakan teknik pembentukan cluster dengan menyusun konstruksi
hierarki berdasarkan tingkatan tertentu. Dengan demikian proses pengelompoan
dilakukan secara bertingkat dan bertahap. Pada awal pembentukannya metode hierarki
dimualai dengan pembentukan cluster oleh masing-masing objek. Kemudian objekobjek dengan jarak yang berdekatan bergabung menjadi satu cluster. Selanjutnya
objek-objek yang lain akan bergabung dengan cluster tersebut atau membentuk cluster
baru. Namun demikian proses penggabungan yang berlangsung tetap didasarkan pada
jarak kedekatan atau ukuran kemiripan objek. Proses terus berjalan sampai terbentuk
satu cluster yang terdiri atas seluruh objek. Hal penting dalam metode hierarki adalah
bahwa hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon. Ada lima metode
penggabungan dalam pembentukan cluster, yaitu: pautan tunggal (Single Linkage/
Nearest Neighbour Method), pautan lengkap (Complete Linkage/ Furthest Neighbour
Method), rataan (Between Linkage/ Between Group Method), sentroid (Centroid
Method), Wards Error Sum of Square Method.

2. Teknik pembagian (divisive method)


Metode ini dimulai dengan pembentukan satu cluster yang memuat seluruh objek.
Selanjutnya onjek yang memiliki ketidakmiripan paling besar dikeluarkan dan
terbentuklah cluster yang lebih kecil (slinter). Proses pemisahan ini terus berlangsung
sampai diperoleh jumlah cluster diinginkan. Proses pemisahan diawali dengan
memisahkan objek dengan jarak terjauh sehingga terbentuk dua kelompok. Kemudian
dibandingkan rata-rata jarak masing-masing objek dengan kelompok slinter. Apabila
komposisi sudah stabil, yaitu jarak antara objek ke kelompoknya selalu lebih kecil dari
jarak objek ke kelompok slinter maka proses berhenti dan dilanjutkan dengan
pemisahan dalam kelompok utama untuk mencapai jumlah cluster yang dikehendaki.

Analisis Cluster Non Hierarki


Analisis cluster non hierarki biasa disebut K-means Cluster. Prosedur yang
dilakukan pada metode ini adalah mengevaluasi setiap observasi, menggerakkan setiap
observasi ke cluster terdekat yang sebelumnya telah terpilih calon cluster yang
merupakan pusat cluster awal (initial cluster center), dimana cluster terdekat itu
memiliki jarak Euclidean terkecil diantara observasi dan pusat cluster (centroid
cluster). Selanjutnya cluster lain dipilih dan penempatan tersebut berlanjut hingga
semua objek selesai ditempatkan. Ada tiga prosedur dalam analisis cluster non hierarki,
yaitu:
1. Sequential Threshold
Metode ini dimulai dengan memilih bakal cluster dan menyertakan seluruh objek
dalam jarak tertentu. Jika seluruh objek dalam jarak tersebut disertakan, bakal cluster
kedua terpilih, kemudian proses terus berlangsung seperti sebelumnya.
2. Parallel Threshold
Metode ini memilih beberapa bakal cluster secara simultan pada permulaannya dan
menandai objek-objek dengan jarak permulaan ke bakal terdekat.
3. Optimalisasi
Metode ketiga ini mirip dengan metode sebelumnya kecuali pada penandaan ulang
terhadap objek-objek.

Tahapan-tahapan dalam analisis cluster non-hierarki adalah sebagai berikut:


1) Dipilih k cluster awal, dengan k adalah jumlah cluster yang akan dibentuk.
2) Masing-masing objek disusun ke dalam cluster yang memiliki kemiripan paling
dekat
3) Masing-masing objek disusun kembali ke salah satu cluster yang lebih dekat
menurut aturan penghentian (stopping rule) yang telah ditentukan
4) Jika telah memenuhi kriteria awal maka proses dihentikan, namun jika belum
proses kembali ke langkah 2.

Algoritma yang perlu dijalankan dalam teknin non hierarki adalah:


1) Algoritma I
Memilih cluster k objek pertama tanpa ada data yang hilang sebagai pusat cluster
awal (Initial Cluster Center) dan untuk menyusun kembali objek-objek dalam

cluster yang lebih dekat dengan cara menghitung kembali pusat cluster setelah
objek dialokasikan ulang.
2) Algoritma II
Metode yang digunakan untuk membentuk cluster seeds terpilih untuk
memaksimumkan jarak antar seeds dan mean cluster dihitung kembali setelah
semua objek dialokasikan ulang.
3) Algoritma III
Untuk memilih seeds awal digunakan analisis cluster hierarki (pengalokasian) dan
aturan penyusukan ulang dengan meminimalkan error (ESS).

B. Pendapatan Domestik Regional Bruto


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu
tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk
mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi
suatu daerah. Sementara itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak
dipengaruhi oleh faktor harga. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan harga dengan menghitung deflator PDRB (perubahan indeks implisit).
Indeks harga implisit merupakan rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan PDRB
menurut harga konstan.
Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan
tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan.
a. Pendekatan Produksi Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah
atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu

daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi
dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu:
1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan,
2) pertambangan dan penggalian,
3) industri pengolahan,
4) listrik, gas dan air bersih,
5) konstruksi,
6) perdagangan, hotel dan restoran,
7) pengangkutan dan komunikasi,
8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan,
9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
b. Pendekatan Pengeluaran Produk Domestik Regional Bruto adalah semua
komponen permintaan akhir yang terdiri dari:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,
2) konsumsi pemerintah,
3) pembentukan modal tetap domestik bruto,
4) perubahan inventori dan
5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).
c. Pendekatan Pendapatan Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas
jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas
jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak
langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
PDRB menurut lapangan usaha dikelompokkan dalam 9 sektor ekonomi sesuai
dengan International Standard Industrial Classification of All Economic Activities
(ISIC) sebagai berikut:
a. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
1) Subsektor Tanaman bahan makanan
2) Subsektor Tanaman perkebunan
3) Subsektor Peternakan
4) Subsektor Kehutanan

5) Subsektor Perikanan
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian
1) Subsektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
2) Subsektor Pertambangan Bukan Migas
3) Subsektor Penggalian
c. Sektor Industri Pengolahan
1) Subsektor Industri Migas

Pengilangan Minyak Bumi

Gas Alam Cair (LNG)

2) Subsektor Industri Bukan Migas


d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
1) Subsektor Listrik
2) Subsektor Gas
3) Subsektor Air Bersih
e. Sektor Konstruksi
f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
1) Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran
2) Subsektor Hotel
3) Subsektor Restoran
g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
1) Subsektor Pengangkutan

Angkutan Rel

Angkutan Jalan Raya

Angkutan Laut

Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Angkutan Udara

Jasa Penunjang Angkutan

2) Subsektor Komunikasi
h. Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
1) Subsektor Bank
2) Subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank
3) Subsektor Jasa Penunjang Keuangan
4) Subsektor Real Estate

5) Subsektor Jasa Perusahaan


i. Jasa-Jasa
1) Subsektor Pemerintahan Umum
2) Subsektor Swasta

Jasa Sosial Kemasyarakatan

Jasa Hiburan dan Rekreasi

Jasa Perorangan dan Rumah Tangga

Sementara itu, PDRB berdasarkan penggunaan dikelompokkan dalam 6


komponen, yaitu:
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua pengeluaran untuk
konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa
yang dilakukan rumah tangga selama setahun.
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai,
penyusutan dan belanja barang pemerintah daerah, tidak termasuk penerimaan dari
produksi barang dan jasa yang dihasilkan.
3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan pembelian
barang-barang modal baru dari dalam daerah dan barang modal bekas atau baru
dari luar daerah. Metode yang dipakai adalah pendekatan arus barang.
4. Perubahan Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDRB hasil penjumlahan nilai
tambah bruto sektoral dikurangi komponen permintaan akhir lainnya.
5. Ekspor Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (fob).
6. Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost insurance freight (cif)

2.1

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan tingkat ekonomi antar
provinsi yang ada di Indonesia atau tingkat ekonomi di Indonesia sudah merata.
Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah adanya perbedaan tingkat ekonomi antar
provinsi yang ada di Indonesia.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Penelitian dalam permasalahan ini adalah Penelitian deskriptif dan kuantitatif yakni

suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan suatu variabel yang berupa
data kuantitatif, dalam hal ini adalah nilai dari pendapatan domestik regional bruto yang
terbagi atas pendapatan tiap provinsi dan berdasarkan lapangan usaha yang nantinya dapat
menunjukkan potensi daerah yang paling berpengaruh signifikan dalam memajukan
perekonomian regional.

3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian di lakukan di Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

3.3

Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari awal Juli hingga awal Agustus 2016

3.4

Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat

Statistik dan Bank Indonesia yakni data mengenai pendapatan domestik regional bruto yang
terbagi atas lapangan usaha dan provinsi.

3.5

Instrumen Penelitian
Data diperoleh dari data sekunder sehingga tidak ada instrumen penelitian secara

langsung. Akan tetapi data diperoleh berdasarkan studi literatur dari beberapa Buku ataupun
Dokumen yang berkaitan.

3.6

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya sebatas pencatatan dan pendataan dari

literatur buku, dokumen, ataupun publikasi yang sudah ada.

3.7

Teknik Analisis Data


Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Multivariat K-means Cluster

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian
Ketimpangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sudah menjadi rahasia umum.

Perbedaan tingkat pendapatan begitu nampak antara warga yang hidup di wilayah perkotaan
dengan masyarakat pedesaan. Tidak hanya nampak dari kehidupan sehari-hari rakyat
Indonesia, perbedaan pemasukan kas antara daerah juga sangat mencolok. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari peta pemasukan dareah yang dirancang berdasarkan data PDRB
sebagai berikut.

Gambar 4.1 Provinsi Penyumbang PDRB Terbesar

Berdasarkan data nilai PDRB untuk wilayah Indonesia, provinsi DKI Jakarta
menempati urutan pertama dengan angka PDRB mencapai lebih dari 1,3 Trilliun Rupiah.
Jika dibandingkan dengan provinsi Kalimantan Selatan yang menempati urutan ke-6,
perbedaan sudah nampak begitu jelas. Nilai PDRB yang dihasilkan provinsi Kalimantan
Selatan hanya 32% dari PDRB milik DKI Jakarta. Kondisi PDRB milik daerah lain yang
peringkatnya di bawah Kalimantan Selatan tentunya akan memilik total nilai PDRB yang

jauh dari DKI Jakarta. Hal tersebut menunjukkan ketimpangan pendapatan antar daerah.
PDRB merupakan sumber dana yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari berbagai
sumber. Salah satu sumber dana terbesar yang diterima pemerintah daerah tentu saja berasal
dari industri yang tumbuh dan beroperasi di daerah tersebut. Adapun setiap industri atau
lapangan usaha di setiap provinsi akan menyumbang PDRB yang berbeda pula. Berikut
merupakan provinsi dengan penyumbang PDRB terbesat berdasarkan lapangan usaha atau
industri.

Gambar 4.2 Provinsi Penyumbang PDRB Terbesar Berdasarkan Lapangan Usaha

Setiap jenis industri pasti memliki kecenderungan berkembang lebih baik pada
wilayah tertentu. Seperti yang tersaji pada Gambar 4.2, dimana tertera daftar beberapa
provinsi beserta industri yang memberikan PDRB terbesar pada masing-masing sektornya.
Jenis industri yang berkembang disetiap daerah tentu dipengaruhi oleh potensi-potensi yang
tersimpan di wilayahnya. Jika perkembangan industri di setiap provinsi di Indonesia telah
berjalan maksimal seharusnya tingkat pendapatan PDRB antar satu provinsi dengan provinsi
lainnya bisa merata atau tidak berbeda terlalu ekstrim. Namun fakta menunjukan seperti
yang telah diulas sebelumnya dengan membandingkan PDRB DKI Jakarta dengan
Kalimantan Selatan, perbedaan pendapatan setiap daerah di Indonesia terlalu jauh sehingga

antar provinsi di Indonesia terjadi pengkotak-kotakan yang sebaiknya tidak terjadi disuatu
negara. Setelah diteliti lebih lanjut dari 34 provinsi yang ada di Indonesia terdapat 5 cluster
jenis kondisi pendapatan perekonomian daerah berdasarkan lapangan usaha yang ada.

Gambar 4.3 Pengelompokan Tingkat Pendapatan Provinsi

Pengelompokan provinsi terbagi menjadi 5 cluster yakni provinsi dengan tingkat


pendapatan tinggi, cukup tinggi, cukup, cukup rendah, dan rendah. Pengelompokan dalam
hal ini tidak hanya berdasarkan jumlah PDRB pada masing-masing provinsi, namun
melibatkan tingkat pendapatan dari lapangan usaha atau industri artinya provinsi dengan
tingkat pendapatan tinggi dalam hal ini adalah provinsi dengan pendapatan yang merata dan
tinggi untuk setiap lapangan usahanya jika dibandingkan dengan provinsi pada cluster
tingkat pendapatan cukup tinggi, cukup, cukup rendah ataupun rendah. Gambar 4.3
menunjukkan sebaran provinsi dengan tingkat pemerataan pendapatan yang tinggi, cukup
tinggi, cukup, cukup rendah maupun rendah untuk setiap lapangan usaha atau potensi
industri. Tampak bahwa provinsi yang ada di Indonesia masih banyak dalam kelompok yang
rendah artinya masih perlu dilakukan pembenahan pada setiap lapangan usaha di provinsi
pada cluster rendah. Hal ini perlu dilakukan agar pertumbuhan ekonomi regional pada

masing-masing mengalami peningkatan. Tidak hanya pada satu sektor namun pada
keseluruhan sektor yang dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah.

4.2

Analisa Hasil Penelitian


Analisis cluster dilakukan dengan variabel pendapatan tiap sector lapangan usaha atau

industri yang secara garis besar tergabung dalam International Standard Industrial
Classification of All Economic Activities (ISIC). 17 Variabel yang digunakan untuk
pengelompokan provinsi dengan tingkat pemerataan pendapatan pada tiap lapangan usaha
atau sector diuji terlebih dahulu apakah variabel tersebut mampu membedakan antar cluster
yang diperoleh.
Tabel 4.1 ANOVA

Hipotesis
H0: variabel LU_i tidak membedakan karakteristik kelima cluster
H1: variabel LU_i dapat membedakan karakteristik kelima cluster
Dengan i = 1, 2, 3, 4, .. , 17

Tingkat Signifikansi
= 0.05
Statistik Uji
P-value untuk semua LU_i dengan i = 1, 2, 3, .., 17 menunjukkan nilai 0.000.
Maka, p-value = 0.000 untuk setiap sektor
Daerah Kritik
H0 ditolak jika p-value <
Kesimpulan
Karena p-value (0.000) < (0.05). Maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel LU_1 hingga LU_17 dapat membedakan karakteristik kelima cluster.
Sehingga dapat dilakukan analisis cluster dengan variabel tersebut.

Adapun LU_1 hingga LU_17 berturut-turut adalah


1)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

2)

Pertambangan dan Penggalian

3)

Industri Pengolahan

4)

Pengadaan Listrik dan Gas

5)

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

6)

Konstruksi

7)

Perdagangan Besar dan Eceran

8)

Transportasi dan Pergudangan

9)

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

10) Informasi dan Komunikasi


11) Jasa Keuangan dan Asuransi
12) Real Estat
13) Jasa Perusahaan
14) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
15) Jasa Pendidikan
16) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
17) Jasa Lainnya

Hasil pengelompokan menunjukkan karakteristik provinsi untuk tiap clusternya


dimana karakteristik cluster menunjukkan potensi daerah yang kiranya berpengaruh besar

bagi pendapatan regional. Adapun karakteristik dari setiap cluster dapat dilihat melalui tabel
berikut:

Tabel 4.2 Karakteristik Cluster Tingkat Pemerataan Pendapatan Provinsi


Lapangan Usaha

Cluster Tingkat Pemerataan Pendapatan Provinsi


Tinggi Cukup Tinggi Cukup Cukup Rendah Rendah

Pertanian, Kehutanan, dan


5
1
4
3
Perikanan
Pertambangan dan
4
1
2
5
Penggalian
5
4
3
2
Industri Pengolahan
5
4
3
2
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan
5
4
3
2
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
4
5
3
2
Konstruksi
Perdagangan Besar dan
4
5
3
2
Eceran
Transportasi dan
5
4
3
2
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan
4
5
3
2
Makan Minum
4
5
3
2
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan
5
4
3
2
Asuransi
3
5
4
2
Real Estat
4
5
3
2
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan,
4
5
3
2
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
4
5
3
2
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan
4
5
3
2
Kegiatan Sosial
4
5
3
2
Jasa Lainnya
Keterangan : 1 : Rendah, 2 : Cukup rendah, 3 : Cukup, 4 : Cukup Tinggi, 5 : Tinggi

2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Berdasarkan Tabel 4.2 mengenai karakteristik cluster, terlihat bahwa cluster dengan
tingkat pemerataan pendapatan provinsi Tinggi memiliki pendapatan yang relatif tinggi
dan merata untuk setiap lapangan usaha jika dibandingkan dengan provinsi pada cluster
lainnya. Hal inilah yang sebenarnya diharapkan untuk setiap provinsi yang ada di Indonesia.
Namun, tercatat hanya dua provinsi yakni Jawa Timur dan Jawa Barat yang mampu
menggali potensi untuk setiap lapangan usaha yang pada akhirnya membantu peningkatan

pendapatan pada setiap lapangan usaha dan nantinya berpengaruh besar pada pendapatan
regional keseluruhan.
Berbeda halnya dengan provinsi DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi yang
masuk pada cluster dengan tingkat pemerataan pendapatan provinsi Cukup Tinggi. DKI
Jakarta menunjukkan pemerataan pada hamper semua bidang lapangan usaha, namun tidak
untuk lapangan usaha pertanian, kehutanan dan pertanian serta pertambangan dan
penggalian. Hal ini diakibatkan pertumbuhan industri yang sangat pesat namun tidak
diimbangi dengan pertumbuhan potensi alamnya. Lain halnya dengan provinsi-provinsi
yang termasuk dalam cluster dengan tingkat pemerataan pendapatan provinsi Cukup.
Pertanian, kehutan, dan perikanan serta lapangan usaha real estat menjadi tumpuan ekonomi
provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Banten sebagai penyumbang
terbesar pendapatan daerah dengan memanfaatkan potensi yang ada dalam bidang tersebut.
Namun masih terbilang sangat kurang memanfaatkan potensi di luar bidang agrobisnis dan
real estat. Hal ini mengakibatkan empat provinsi tersebut memiliki pendapatan yang tidak
merata antar lapangan usaha yang ada, meskipun pendapatan total daerah dapat tertutupi
oleh pemasukan yang diperoleh melalui bidang agrobisnis dan real estat.
Provinsi Riau dan Kalimantan memiliki ketimpangan dalam hal pemanfaatan potensi
yang ada di daerahnya sehingga mengakibatkan kedua provinsi tersebut termasuk dalam
cluster dengan tingkat pemerataan pendapatan provinsi Cukup Rendah. Hal ini
diakibatkan pemanfaatan potensi yang sangat tinggi pada bidang pertambangan dan
penggalian pada wilayah tersebut tanpa memandang potensi lainnya yang kiranya dapat
meningkatkan pendapatan daerah. Sehingga potensi selain pertambangan dan penggalian
minim pengaruhnya terhadap pemasukan kas daerah.
Adapun provinsi yang tidak disebutkan diatas termasuk dalam cluster dengan tingkat
pemerataan pendapatan provinsi Rendah. Potensi yang ada tidak dikembangkan dengan
baik sehingga pemasukan tiap lapangan usaha minim berakibat pemasukan daerah yang juga
minim. Sehingga pemetaan potensi yang diuraikan berikutnya akan menjadi batu loncatan
bagi provinsi di Indonesia untuk meningkatkan potensi melalui alokasi dana yang tepat dari
pemerintah daerah sehingga potensi yang dikembangkan dapat menarik investor untuk
menyumbangkan dananya bagi daerah. Berikut merupakan pemetaan potensi daerah di
Indonesia:

Gambar 4.4 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar Berdasarkan Pulau di


Indonesia

Lapangan Usaha sebagai penyumbang PDRB terbesar di Indonesia adalah sektor


Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Terhitung 18 Provinsi menjadikan sektor ini sebagai
pemasok pendapatan daerah terbesar. Selain itu, Industri pengolahan menjadi sekor utama
penyumbang PDRB terbesar, terhitung 9 provinsi menjadi sektor industri pengolahan
sebagai roda perekonomian daerahnya. Sektor unggulan bagi 5 provinsi lainnya yakni sektor
pertambangan dan penggalian dimana potensinya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin
sehingga menghasilkan suatu nilai tersendiri yang mapu meningkatkan ekonomi daerah.
Persebaran sektor unggulan provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Sedangakan sektor unggulan provinsi secara spesifik di pulau Jawa dapat dilihat pada
Gambar 4.5 yang menunjukkan potensi yang seharunsnya dikembangkan bagi pemerintah
daerah untuk memajukan perekonomian daerah dengan menarik investor untuk turut ikut
serta menyumbang dana bagi daerahnya.

Gambar 4.5 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Jawa

Berdasarkan gambar 4.5 tampak bahwa pulau jawa sebagian besar memanfaatkan
sektor industri pengolahan sebagai basis perekonomian daerahnya. Hanya satu dari enam
provinsi yang memanfaatkan sektor perdagangan besar dan eceran sebagai pemasukan
terbesar bagi daerahnya yakni provinsi DKI Jakarta. Tidak lain karena DKI Jakarta sebagai
pusat perdagangan bagi Indonesia sehingga masyarakat luar daerah turut menyumbang
pemasukan provinsi melalui pembelian yang dilakukan pada wilayah tersebut.
Sedangkan pada Gambar 4.6 menunjukkan potensi provinsi di pulau sumatera. 6 dari
10 provinsi memanfaatkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai tumpuan
perekonomian daerah yakni provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu dan Lampung. Sedangkan provinsi Sumatera Selatan mengunggulkan sektor
pertambangan dan penggalian dimana hasil tambang pada daerah Sumatera Selatan memiliki
nilai jual yang tinggi sehingga penjualan hasil tambang tersebut ikut andil dalam pemasukan
daerahnya. Berbeda dengan Riau, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung yang
memiliki kemampuan mengolah potensi yang ada wilayahnya dengan baik sehingga industri
pengolahan mampu menyokong perekonomian pada provinsi tersebut.

Gambar 4.6 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Sumatera

Lapangan usaha yang mempunyai andil besar dalam pemasukan daerah di pulau
Maluku dan Papua yakni industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta pertanian,
kehutanan, dan perikanan. Pemasukan dana terbesar pada provinsi Papua berasal dari sektor
pertambangan dan penggalian, hal ini tentunya disokong dengan kekayaan hasil tambang
yang luar biasa. Namun, daerah dengan kekayaan hasil tambang ini tidak dapat
memanfaatkan potensi alam yang ada dengan baik lantaran adanya kekuasaan dari pihak lain
yakni PT. Freeport yang memiliki hak lebih untuk memanfaatkan hasl tambang jika
dibandingkan dengan masyarakat lokal. Padahal akan sangat baik jika potensi yang ada
mampu dikelola oleh masyarakat lokal guna meningkatkan perekonomian daerah Papua
umumnya maupun masyarakat sekitar wilayah tambang pada khususnya. Sehingga
pemerintah perlu memikirkan upaya yang kiranya dapat mengembalikan asset pendapatan
terbesar daerah maupun nasional tersebut agar asset tidak dimanfaatkan seenaknya oleh
pihak luar. Adapun sector penyumbang dana terbesar di pulau Maluku dan Papua dapat
dilihat pada gambar 4.7 berikut:

Gambar 4.7 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Maluku dan
Papua

Jika Papua kaya akan hasil tambangnya, Papua Barat memiliki industri pengolahan
yang dimana hasil dari industri yang ada dapat memberikan kontribusi lebih pada kas daerah
jika dibandingkan sektor lainnya. Berbeda pula dengan daerah Maluku Utara dan Maluku
yang sebagian besar memanfaatkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai
tumpuan utama penghasilan warga daerah.
Gambar 4.8 menyatakan bahwa keseluruhan provinsi yang ada di Pulau Sulawesi yakni
Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara perekonomiannya bertumpu pada sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan. Pemanfaatan lahan pertanian dan alokasi dana pemerintah akan pembangunan
sektor agrobisnis akan membantu kemajuan perekonomian daerah. Namun, potensi selain
agrobisnis tentunya perlu diperhatikan. Sebuah daerah dengan ekonomi yang baik tidak
bertumpu pada satu sektor namun segala sector berkontribusi besar pada pemasukan daerah
yang nantinya turut membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 4.8 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Sulawesi

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tidak hanya menjadi poros perekonomian
di pulau Sulawesi namun juga di pulau Nusa Tenggara. Tampak pada Gambar 4.9 bahwa
provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat mengunggulkan sektor berbasis
agrobisnis

sebagai

roda

perekonomian

masyaratnya.

Sementara

provinsi

Bali

mengedepankan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebagi pemasok
pendapatan daerah. Hal ini didukung daya tarik wisata yang mampu menggaet wisatawan
lokal maupun mancanegara dimana peningkatan jumlah wisatawan berkorelasi positif
dengan peningkatan pendapatan asli daerah dan berakibat pada meningkatnya pendapatan
domestik regional bruto di provinsi Bali. Banyaknya wisatawan lokal maupun asing tentunya
memaksa pemerintah daerah untuk membangun fasilitas pendukung dan sarana pendukung
lainnya baik hotel, restoran, ataupun hal lainnya yang kiranya mampu menjaga minat
wisatawan untuk tetap berwisata di provinsi Bali yang tentunya akan sangat membantu
daerah untuk menambah pendapatan daerah ataupun warga lokal.

Gambar 4.9 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Bali dan Nusa
Tenggara

Potensi terbesar di pulau Kalimantan terletak pada sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan serta pertambangan dan pengalian. Kemajuan suatu ekonomi daerah tidak hanya
dilihat dari satu sektor yang berpengaruh. Pemerataan kemajuan berbagai sektor sangatlah
diperlukan sehingga tidak akan terjadinya ketimpangan pertumbuhan antar sektor dan
mengatasi kemungkinan hilangnya sektor dengan kontribusi rendah.
Kalimantan unggul dalam sektor kehutanan karena didukung dengan luasnya lahan
untuk pengebangan komoditas. Daerah Kalimantan berhasil mengembangkan produk
komoditas berupa karet, kelapa hybrida, kelapa sawit, kopi, lada, cengkeh, kakao, jarak, nira,
serta beberapa tanaman farmasi yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi di pasar lokal
maupun pasar internasional. 4,7 juta Ha dari seluruh kawasan budidaya non kehutanan yang
ada di salah satu provinsi di pulau Kalimantan dikembangkan sebagai perkebunan kelapa
sawit dan sisanya dipergunakan sebagai lahan perkebunan produk komoditas lainnya.

Gambar 4.10 Lapangan Usaha Penyumbang PDRB Terbesar di Pulau Kalimantan

Pemetaan potensi diatas tentunya dapat dipergunakan sebagai acuan bagi pemerintah
daerah untuk menentukan skala prioritas pembangunan daerah yang nantinya dapat
menyumbang pendapatan secara maksimal. Tentunya tidak hany berfokus pada sektor yang
memilik potensial lebih, namun juga pada sektor yang masih minim kontribusi pada
pemasukan kas daerah. Sehingga nantinya pemerataan tidak hanya sebatas merata antar
provinsi. Namun, pendapatan yang diperoleh suatu daerah juga melibatkan semua sektor
dengan kontribusi yang merata.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh 5 cluster yakni provinsi

dengan tingkat pendapatan tinggi, cukup tinggi, cukup, cukup rendah, dan rendah.
Pengelompokan dalam hal ini tidak hanya berdasarkan jumlah PDRB pada masing-masing
provinsi, namun melibatkan tingkat pendapatan dari lapangan usaha atau industri artinya
provinsi dengan tingkat pendapatan tinggi dalam hal ini adalah provinsi dengan pendapatan
yang merata dan tinggi untuk setiap lapangan usahanya jika dibandingkan dengan provinsi
pada cluster tingkat pendapatan cukup tinggi, cukup, cukup rendah ataupun rendah.
Lapangan Usaha sebagai penyumbang PDRB terbesar di Indonesia adalah sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Terhitung 18 Provinsi menjadikan sektor ini sebagai
pemasok pendapatan daerah terbesar. Selain itu, Industri pengolahan menjadi sekor utama
penyumbang PDRB terbesar, terhitung 9 provinsi menjadi sektor industri pengolahan
sebagai roda perekonomian daerahnya. Sektor unggulan bagi 5 provinsi lainnya yakni sektor
pertambangan dan penggalian dimana potensinya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin
sehingga menghasilkan suatu nilai tersendiri yang mapu meningkatkan ekonomi daerah.
Sebaran provinsi dengan tingkat pemerataan pendapatan yang tinggi, cukup tinggi,
cukup, cukup rendah maupun rendah untuk setiap lapangan usaha atau potensi industry
masih belum merata. Sehingga masih perlu dilakukan pembenahan pada setiap lapangan
usaha di provinsi pada cluster rendah. Hal ini perlu dilakukan agar pertumbuhan ekonomi
regional pada masing-masing mengalami peningkatan. Tidak hanya pada satu sektor namun
pada keseluruhan sektor yang dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah.

5.2

Saran
Pemerintah sebaiknya melakukan pembangunan lapangan usaha didaerah luar pulau

Jawa. Karena daerah diluar Jawa memiliki nilai PDRB dibawah rata-rata yang seharusnya
didahulukan pembangunannya. Selain itu potensi-potensi daerah luar Jawa terbilang lebih
menarik bagi para investor karena potensi alam yang menarik seperti bahan tambang,
mineral bumi, dan perkebunan semua terdapat di luar pulau Jawa. Adapun fokus
pembangunan provinsi dapat ditekankan pada potensi penyumpang pendapatan terbesar bagi
daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik


Anonim. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-provinsi di Indonesia Menurut
Lapangan Usaha. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Ardiansyah, Aziz. 2016. Analisis K-means Cluster Segmentasi 119 Jalan di Kota
Yogyakarta Berdasarkan Kualitas Emisi Lingkungan. Yogyakarta: Perpustakaan FMIPA
UGM
Kusumaratri, Rahmaningrum. 2015. Analisis Cluster Kecamatan di Kota Yogyakarta
Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta:
Perpustakaan FMIPA UGM
Arief, Ridho Z. 2012. Analisis Cluster Kecamatan Se-Kabupaten Sleman Berdasarkan
Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan. Yogyakarta: Perpustakaan FMIPA UGM
Rasyid, Mohtar. 2015. Evaluasi Kebijakan Ekonomi Regional Jawa Timur dengan
Pendekatan Analisis Klaster Lapangan Usaha dan Industri. Madura: Universitas Trunojoyo
Anonim. 2016. Indikator Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Anonim. 2016. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Anonim. 2015. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia

LAMPIRAN

Lampiran 1

PDRB Provinsi untuk Sektor LU_1 hingga LU_5

PDRB Provinsi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan


Usaha, 2014
Pengadaan
Provinsi

Pertanian,
Kehutanan,
dan
Perikanan

Air,
Pertambangan
dan
Penggalian

Industri
Pengolahan

Pengadaan Pengelolaan
Listrik

Sampah,

dan Gas

Limbah
dan Daur
Ulang

Aceh

29669

12946

8224

145

32

Sumatera Utara

104270

5489

83042

552

396

Sumatera Barat

32061

5974

15172

132

134

Riau

108698

116377

122443

212

61

Jambi

31962

30848

13571

56

160

Sumatera Selatan

46612

53180

44659

212

278

Bengkulu

10956

1442

2274

30

86

Lampung

61656

11592

33415

195

196

8256

6353

10281

34

Kepulauan Riau

5379

22835

57382

1247

188

DKI Jakarta

1355

2977

178117

3743

633

Jawa Barat

92747

27293

502124

6297

896

Jawa Tengah

106029

15543

274971

837

568

DI Yogyakarta

7507

471

10470

120

83

Jawa Timur

155924

61205

372267

4490

1234

Banten

19493

2839

129812

4333

329

Bali

18160

1546

8237

258

281

Kep. Bangka
Belitung

Nusa Tenggara

17693

11259

3725

63

64

15611

781

675

34

39

Kalimantan Barat

24952

4584

18046

88

155

Kalimantan Tengah

16048

12458

11242

45

63

Kalimantan Selatan

15453

30689

13577

94

391

Kalimantan Timur

26535

230801

86687

153

185

Kalimantan Utara

8021

15252

4430

23

32

Sulawesi Utara

14231

3234

7141

69

95

Sulawesi Tengah

24718

7333

4274

34

110

Sulawesi Selatan

68437

22508

41279

193

355

Sulawesi Tenggara

16922

14149

4121

34

139

Gorontalo

7698

283

844

15

10

Sulawesi Barat

9760

516

2674

14

39

Maluku

5856

819

1286

25

119

Maluku Utara

4651

1930

1054

15

17

Papua Barat

5347

11009

16317

19

56

Papua

14453

48219

2500

40

69

Barat
Nusa Tenggara
Timur

Lampiran 2

PDRB Provinsi untuk Sektor LU_6 hingga LU_10

PDRB Provinsi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan


Usaha, 2014

Provinsi

Perdagangan Transportasi
Konstruksi

Besar dan

dan

Eceran

Pergudangan

Penyediaan
Akomodasi

Informasi dan

dan Makan

Komunikasi

Minum

Aceh

10396

17024

8764

1196

4112

Sumatera Utara

51411

73818

19107

9225

10321

Sumatera Barat

11537

20472

14919

1329

8319

Riau

32375

37976

3581

1986

3454

Jambi

8661

10662

3669

1227

3876

28375

23675

4385

2753

7381

Bengkulu

1617

5167

2797

526

1520

Lampung

17024

22714

8758

2416

7585

3552

6105

1573

1001

791

26075

10767

3932

2983

3077

DKI Jakarta

187587

228818

41774

68995

128574

Jawa Barat

92603

183626

51562

27545

36005

Jawa Tengah

76682

110357

24802

23466

30130

DI Yogyakarta

7509

6540

4378

7414

8459

Jawa Timur

116498

229304

36433

62808

69455

Banten

32091

47062

22087

8226

18119

Bali

11441

10687

8999

23738

7854

7202

9603

5318

1329

1685

Sumatera
Selatan

Kep. Bangka
Belitung
Kepulauan
Riau

Nusa Tenggara
Barat

Nusa Tenggara

5733

6112

2702

318

4595

11694

16183

4492

2448

4410

6197

7978

4220

1218

891

7676

8605

5907

1926

3529

30877

20914

11946

2994

5666

5436

4805

2735

561

1124

8401

8528

5586

1425

2948

8791

7407

3079

397

2916

35963

37624

13345

4106

14594

8381

8139

2949

392

1540

Gorontalo

2470

2152

1208

447

587

Sulawesi Barat

1850

2461

394

59

1038

Maluku

1622

3317

1296

424

900

Maluku Utara

1207

3377

1068

85

813

Papua Barat

5491

2859

1138

248

834

Papua

12857

9691

5010

825

4553

Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Kalimantan
Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara

Lampiran 3

PDRB Provinsi untuk Sektor LU_11 hingga LU_15

PDRB Provinsi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan


Usaha, 2014

Provinsi

Administrasi

Jasa
Keuangan

Real

Jasa

dan

Estat

Perusahaan

Asuransi

Pemerintahan,
Pertahanan dan

Jasa Pendidikan

Jaminan Sosial
Wajib

Aceh

1753

3906

671

8487

2307

Sumatera Utara

13100

17132

3625

13836

8478

Sumatera Barat

4069

2610

586

7506

4627

Riau

4237

3717

22

7882

2015

Jambi

2772

1733

1230

4141

3694

Sumatera Selatan

6401

6873

254

7728

6863

Bengkulu

1294

1614

786

3066

2259

Lampung

4043

5710

264

5851

5027

771

1414

116

2162

970

Kepulauan Riau

3969

2245

3240

1905

DKI Jakarta

141289

93399

98965

61594

66798

Jawa Barat

27546

13121

4561

23677

29425

Jawa Tengah

20208

13777

2535

21076

27466

DI Yogyakarta

2855

5735

924

5972

6939

Jawa Timur

32562

21998

9815

28730

33291

Banten

9364

27862

3464

6308

10104

Bali

5233

5894

1314

7322

6290

2287

2206

132

4207

3352

2071

1403

158

6786

4770

Kep. Bangka
Belitung

Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur

Kalimantan Barat

3873

3237

515

5039

4662

2454

1473

27

4273

3187

3377

2300

576

5560

4305

6341

3793

911

7710

5200

Kalimantan Utara

523

463

145

2440

1063

Sulawesi Utara

2422

2422

54

4639

1650

Sulawesi Tengah

1668

1540

205

4509

2990

Sulawesi Selatan

10877

11523

1297

13294

15498

1480

1177

141

3828

3220

Gorontalo

748

396

20

1907

895

Sulawesi Barat

479

687

21

1958

1281

Maluku

875

85

250

4515

1273

Maluku Utara

549

22

65

3132

659

Papua Barat

685

529

52

4006

1193

Papua

1863

2939

1426

10140

2528

Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur

Sulawesi
Tenggara

Lampiran 4

PDRB Provinsi untuk Sektor LU_16 hingga LU_17

PDRB Provinsi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut


Provinsi

Lapangan Usaha, 2014


Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Aceh

2828

1376

Sumatera Utara

3803

2043

Sumatera Barat

1750

2044

Riau

746

1836

Jambi

1269

1162

Sumatera Selatan

1638

1962

Bengkulu

530

252

Lampung

1782

1582

504

282

Kepulauan Riau

1312

624

DKI Jakarta

21775

47954

Jawa Barat

7781

22138

Jawa Tengah

5908

11918

DI Yogyakarta

2063

2119

Jawa Timur

8213

18474

Banten

4020

5186

Bali

2666

1859

1511

1652

1149

1172

Kalimantan Barat

1560

1154

Kalimantan Tengah

1258

703

Kalimantan Selatan

1762

1095

Kalimantan Timur

1938

1843

Kalimantan Utara

408

224

Kep. Bangka
Belitung

Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur

Sulawesi Utara

2485

1029

Sulawesi Tengah

1074

634

Sulawesi Selatan

5509

3722

Sulawesi Tenggara

678

1008

Gorontalo

726

374

Sulawesi Barat

483

455

Maluku

517

408

Maluku Utara

414

153

Papua Barat

360

128

Papua

1825

1278

Lampiran 5

Distribusi PDRB Pulau di Indonesia LU_1 hingga LU_5

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan


Usaha, 2014
Pengadaan
Pulau

Pertanian,
Kehutanan,
dan
Perikanan

Pertambangan
dan
Penggalian

Industri
Pengolahan

Pengadaan
Listrik
dan Gas

Air,
Pengelolaan
Sampah,
Limbah dan
Daur Ulang

Sumatera

23.19

14.09

20.6

0.15

0.08

Jawa

7.69

2.21

29.46

0.4

0.08

20.65

5.45

5.07

0.14

0.15

Kalimantan

11.67

37.67

17.18

0.05

0.11

Sulawesi

25.63

8.3

10.81

0.08

0.14

Maluku dan Papua

14.21

29.06

9.92

0.05

0.12

Bali dan Nusa


Tenggara

Lampiran 6

Distribusi PDRB Pulau di Indonesia LU_6 hingga LU_10

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan


Usaha, 2014
Pulau

Perdagangan Transportasi
Konstruksi

Besar dan

dan

Eceran

Pergudangan

Penyediaan
Akomodasi
dan Makan
Minum

Informasi
dan
Komunikasi

Sumatera

10.08

12.05

3.77

1.3

2.66

Jawa

10.3

16.17

3.63

3.98

5.84

9.78

10.6

6.83

10.19

5.67

Kalimantan

7.93

7.5

3.76

1.17

Sulawesi

11.85

12.58

4.5

1.22

4.86

Maluku dan Papua

9.93

9.02

3.99

0.74

3.33

Bali dan Nusa


Tenggara

Lampiran 7

Distribusi PDRB Pulau di Indonesia LU_11 hingga LU_15

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut


Lapangan Usaha, 2014

Pulau

Administrasi

Jasa
Keuangan

Real

Jasa

dan

Estat

Perusahaan

Asuransi

Pemerintahan,
Pertahanan
dan Jaminan

Jasa
Pendidikan

Sosial Wajib

Sumatera

2.24

2.48

0.4

3.37

2.01

Jawa

4.69

3.53

2.41

2.96

3.49

3.85

3.81

0.64

7.35

5.78

Kalimantan

2.12

1.44

0.28

3.21

2.36

Sulawesi

3.07

3.05

0.3

5.61

4.64

Maluku dan Papua

1.86

1.68

0.84

10.22

2.65

Bali dan Nusa


Tenggara

Lampiran 8

Distribusi PDRB Pulau di Indonesia LU_16 hingga LU_17

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut


Lapangan Usaha, 2014
Pulau
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial

Jasa Lainnya

Sumatera

0.85

0.69

Jawa

2.16

2.14

1.88

Kalimantan

0.89

0.64

Sulawesi

2.04

1.33

Maluku dan Papua

1.46

0.92

Bali dan Nusa


Tenggara

Lampiran 9

Kode Lapangan Usaha/Sektor/Industri

Kode Lapangan

Nama Lapangan Usaha

Usaha
LU_1

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

LU_2

Pertambangan dan Penggalian

LU_3

Industri Pengolahan

LU_4

Pengadaan Listrik dan Gas

LU_5

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

LU_6

Konstruksi

LU_7

Perdagangan Besar dan Eceran

LU_8

Transportasi dan Pergudangan

LU_9

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

LU_10

Informasi dan Komunikasi

LU_11

Jasa Keuangan dan Asuransi

LU_12

Real Estat

LU_13

Jasa Perusahaan

LU_14

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial


Wajib

LU_15

Jasa Pendidikan

LU_16

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

LU_17

Jasa Lainnya

Lampiran 10 Penilaian Tiap Cluster

Cluster
Lapangan Usaha
1

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estat

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Skoring

38

52 72 73 20

Lampiran 11 Hasil Cluster Provinsi

Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Cluster

Cluster 5

4
Riau

Kalimantan

Sumatera Utara

Jawa Tengah

Timur

DKI

Jawa

Jakarta

Barat
Jawa

Aceh

Sumatera Barat

Timur
Banten

Jambi

Sulawesi Selatan

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka
Belitung
Kepulauan Riau
DI Yogyakarta
Bali
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Lampiran 12 Final Cluster Center

Lampiran 13 Cluster Membership

Anda mungkin juga menyukai