Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KOSERVASI SUMBER DAYA ALAM

“Menganalisis Kebijakan Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

1. ANISAH BALQIS
2. ANUGRAH PANGIHUTAN SIMBOLON
3. CHRIST WILLIAM MARBUN
4. KALVIN GINTING
5. ZULHIRFAN SYAHPUTRA

KELAS : D 2020

DOSEN PENGAMPU

Dr. MEILINDA SURIANI HAREFA, S Pd, M. Si


SENDI PERMANA, S, Pd, M. Sc

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Menganalisis Kebijakan
Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam” Tak lupa juga kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu/Bapak dosen Melinda Suriani Harefa, S. Pd, M.
Sc & Sendi Permana, M. Pd., M. Sc selaku dosen pengampu mata kuliah Konservasi Sumber
Daya Alam, yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca agar dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kita bersama. Jika terdapat kekurangan pada makalah
yang kami buat, kami seluruh anggota kelompok 1 menerima kritik dan saran.

Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran untuk perbaikan makalah
yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-
kata yang kurang berkenan.

Medan, 22 Feberuari 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
A. Manajemen Sumber Daya Alam ................................................................................. 3
B. Kebijakan Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam .............................. 3
C. Organisasi Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam.............................. 5
D. Pengaturan Internasional tentang Perdagangan Hewan dan Tumbuhan menurut
Konvensi Internasional CITES .............................................................................................. 8
E. Peranan Hukum Nasional Terhadap Perdagangan Hewan dan Tumbuhan Terancam
Punah Ditinjau dari UndangUndang no 5 Tahun 1990.......................................................... 9
F. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
10
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP ............................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan................................................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam (SDA) adalah sesuatu yang berada di ruang alam yang berguna dan
bernilai ekonomi. Terdapat tiga prasyarat utama, suatu benda di alam dianggap sebagai sebagai
sumberdaya, yaitu (1) benda tersebut memang secara nyata eksis di ruang alam, (2) dapat
diperoleh dengan upaya tertentu dan (3) benda tersebut bermanfaat bagi manusia.
Melimpahnya sumber daya alam yang tersedia belum banyak dimanfaatkan secara menyeluruh
oleh berbagai pihak. Dimana pembangunana yang semakin meningkat, dan diiringi dengan
bertambahnya jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan kebutuhan masyarakat
terhadap sumber daya yang semakin meningkat.

Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi
lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan
internasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara
taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Kebijakan internasional, adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan cara suatu negara
berhubungan dengan negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer; serta
dalam tingkatan yang lebih rendah juga mengenai bagaimana negara berhubungan dengan
organisasi-organisasi non-negara.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:

1. Apa pengertian dari manajemen sumber daya alam?


2. Bagaimana kebijakan Internasional dalam manajemen sumber daya alam?
3. Apa saja organisasi internasional dalam manajemen sumber daya alam?
4. Bagaimana pengaturan internasional tentang perdagangan hewan dan tumbuhan
menurut konvensi Internasional CITES?

1
5. Bagaimana peranan hukum nasional terhadap perdagangan hewan dan tumbuhan
yang terancam punah?
6. Seperti apa isi UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui dan memahami manajemen sumber daya alam .


2. Untuk mengetahui dan memahami kebijakan internasional dalam manajemen sumber
daya alam.
3. Untuk mengetahui dan memahami organisasi internasional dalam manajemen sumber
daya alam.
4. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan internasional tentang perdagangan hean
dan tumbuhan menurut konvensi internasional CITES.
5. Untuk mengetahui dan memahami peranan hukum nasional terhadap perdagangan
hewan dan tumbuhan yang terancam punah.
6. Untuk mengetahui dan memahami isi UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Manajemen Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia.
Manusia dapat hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber
daya alam. Terlebih lagi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Keanekaragaman hayati Indonesia memang berlimpah, dan mempunyai sifat yang dapat
memperbaharui diri atau dapat diperbaharui (renewable), namun jumlahnya tidak tak
terbatas,serta rawan dari bahaya kepunahan apabila dimanfaatkan secara berlebihan.
Pemanfaatan secara berlebihan sampai pada tahap tertentu akan dapat memusnahkan
keberadaannya. Guna menjamin lestarinya keberadaan dan fungsi sumberdaya alam hayati
tersebut, serta guna menjamin terwujudnya kesejahteraan masyarakat Indonesia secara
berkelanjutan, perlu dilakukan tindakan konservasi berupa pengelolaan yang berkelanjutan
yang menjamin terjadinya keseimbangan antara kegiatan pelindungan dan pemanfaatan SDA.

Manajemen sumber daya alam adalah penerapan ilmu manajemen terhadap sumber daya
alam seperti lahan, air, tanah, tumbuhan, dan hewan dengan fokus terhadap bagaimana
manajemen mampu mempengaruhi kualitas hidup manusia dari sekarang sampai masa depan.
Manajemen sumber daya alam mengatur bagaimana manusia dan alam berinteraksi.
Pengelolaan sumber daya alam guna dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan
manusia dan alam itu sendiri. Manajemen sumber daya alam berupaya mengelola dan mengatur
sumber daya alam guna menangkal terjadinya kerusakan atau kehancuran ekosistem yang ada
di darat, udara, dan laut.

B. Kebijakan Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam


Kebijakan internasional, adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan cara suatu negara
berhubungan dengan negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer; serta
dalam tingkatan yang lebih rendah juga mengenai bagaimana negara berhubungan dengan
organisasi-organisasi non-negara.

Agar tindakan konservasi mampu menjamin adanya kepastian hukum hubungan antara
masyarakat dengan sumberdaya alam hayati, terpemenuhi hak-hak dasar masyarakat dalam
kaitannya dengan kelestarian SDA, serta terjaminnya distribusi manfaat SDA secara adil dan

3
berkelanjutan, maka tindakan konservasi keanekaragaman hayati, harus diatur dalam sebuah
undang undang.

Melalui Program Natural Resource Management (NRM) dikembangkan berbagai strategi


pengelolaan terkait dengan sumberdaya alam. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah, mulai tahun 1997 proyek NRM diarahkan untuk mendukung penguatan
pengelolaan sumberdaya alam di daerah. Untuk itu, dipilih 3 daerah fokus yaitu Propinsi
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.

Dalam perkembangannya, program NRM telah memberikan banyak manfaat khususnya


bagi penguatan kapasitas daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam. Program NRM adalah
salah satu dari sedikit proyek berbantuan luar negeri yang sangat responsif dalam
mengantisipasi setiap perkembangan dan dinamika yang terjadi selama masa transisi. Beberapa
manfaat utama yang sangat dirasakan adalah:

1. Pengelolaan sumberdaya alam tidak dapat dilakukan oleh segelintir pihak saja,
melainkan memerlukan upaya dan kerjasama berbagai pihak, seperti pemerintah, LSM,
perguruan tinggi, pihak swasta, dan masyarakat. Untuk itu diperlukan political will dan
semangat tinggi dan konsisten untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya alam yang
optimal dan lestari.
2. Implementasi desentralisasi di tingkat lokal memerlukan pembagian fungsi pengelolaan
yang tegas dan jelas, serta keterbukaan dan komunikasi yang terus menerus antar
stakeholders.Untuk itu, perlu peningkatan kapasitas dan penegakan hukum yang
konsisten agar prinsip-prinsip good governance dapat terlaksana.
3. Upaya penguatan pengelolaan sumberdaya alam dapat disinergikan melalui
pengembangan networking atau jaringan antar pelaku seperti diupayakan oleh program
NRM dalam menjaga kondisi taman nasional, hutan lindung dan daerah aliran sungai.
4. Pendidikan tentang lingkungan dan kesadaran pemanfaatan sumberdaya alam sebagai
common resources perlu terus dilakukan. Walaupun kearifan tradisional telah banyak
mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam pemanfaatan alam, namun etika dan
moral sering kalah oleh kebutuhan manusia yang senantiasa bertambah.
5. Proses-proses kesepakatan tentang pengelolaan sumberdaya alam yang dibangun dan
dikembangkan mulai dari tingkat masyarakat dapat menghasilkan pengelolaan yang
lebih efektif sehingga dapat diperkuat melalui peraturan-peraturan yang mengikat
semua pihak.

4
C. Organisasi Internasional Dalam Manajemen Sumber Daya Alam
Organisasi internasional adalah suatu bentuk organisasi dari gabungan beberapa negara
atau bentuk unit fungsi yang memiliki tujuan bersama mencapai persetujuan yang juga
merupakan isi dari perjanjian atau charter. Atau pola kerja sama yang melintasi batas-batas
negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan
melembaga tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara
pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda.

Organisasi-orgnisasi Internasional tentang SDA antara lain sebagai berikut:

1. CIFOR

Center for International Forestry Research disingkat CIFOR adalah sebuah institusi riset
internasional yang didirikan dengan tujuan untuk konservasi hutan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah tropis dengan meningkatkan pemanfaatan hasil hutan.
Institusi ini berada di Dramaga, Bogor, Indonesia.

2. International Union for Conservation of Nature

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources disingkat IUCN
kadang-kadang juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi
internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam. Badan ini didirikan pada
1948 dan berpusat di Gland, Switzerland. IUCN beranggotakan 78 negara, 112 badan
pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah dan ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara.
Tujuan IUCN adalah untuk membantu komunitas di seluruh dunia dalam konservasi alam.

3. PROSEA

Plant Resources of Southeast Asia (Sumberdaya Nabati Asia Tenggara, disingkat


PROSEA) merupakan suatu program kerja sama antarbangsa yang bertujuan utama
menginventarisasi dan mendokumentasi semua sumberdaya nabati di wilayah Asia Tenggara.
Kantor pusat lembaga ini terletak di Bogor, Indonesia, dan dikelola melalui jaringan sejumlah
negara, seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Belanda.

Dalam organisasi-organisasi inilah muncul suatu kebijakan antara lain:

a. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources).

5
IUCN adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber
daya alam. Badan ini didirikan pada tahun 1948 dan berpusat di Gland, Switzerland. IUCN
beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non pemerintah dan ribuan
ahli dan ilmuwan dari 181 negara. Tujuan IUCN adalah membantu komunitas di seluruh dunia
dalam konservasi alam. Kategori Status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang
digunakan oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk
hidup yang terancam kepunahan. Dari status konservasi ini, kemudian IUCN mengeluarkan
IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List, yaitu daftar status
kelangkaan suatu spesies. IUCN Red List menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status
kelangkaan suatu spesies. Kriteria ini relevan untuk semua spesies di seluruh dunia. Tujuannya
adalah untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan
pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status
kelangkaan spesies.

Kategori Status Konservasi dalam IUCN Redlist, meliputi:

1) Extinct (EX; Punah) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang
terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati.
Contoh satwa Indonesia yang telah punah diantaranya adalah; Harimau Jawa dan
Harimau Bali.
2) Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam Liar) adalah status konservasi yang diberikan
kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat
alami mereka.
3) Critically Endangered (CR; Kritis) adalah status konservasi yang diberikan kepada
spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Contoh satwa Indonesia
yang berstatus kritis antara lain; Harimau Sumatra, Badak Jawa, Badak Sumatera, Jalak
Bali, Orangutan Sumatera, Elang Jawa, Trulek Jawa, Rusa Bawean.
4) Endangered (EN; Genting atau Terancam) adalah status konservasi yang diberikan
kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada
waktu yang akan datang. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain;
Banteng, Anoa, Mentok Rimba, Maleo, Tapir, Trenggiling, Bekantan, dan Tarsius.
5) Vulnerable (VU; Rentan) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang
sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. Contoh
satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Kasuari, Merak Hijau, dan Kakak
Tua Maluku.

6
6) Near Threatened (NT; Hampir Terancam) adalah status konservasi yang diberikan
kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam
kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam.. Contoh satwa Indonesia yang
berstatus Terancam antara lain; Alap-alap Doria, Punai Sumba.
7) Least Concern (LC; Berisiko Rendah) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk
spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Contoh
satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Ayam Hutan Merah, Ayam Hutan
Hijau, dan Landak.
8) Data Deficient (DD; Informasi Kurang), Sebuah takson dinyatakan “informasi kurang”
ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko
kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi. Contoh satwa Indonesia yang
berstatus Terancam antara lain; Punggok Papua, Todirhamphus.
9) Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi); Sebuah takson dinyatakan “belum dievaluasi”
ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas.

b. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and


Flora)

CITES merupakan suatu pakta perjanjian yang berlaku sejak tahun 1975. Fokus utama
CITES adalah pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan
internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan
membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. CITES berkantor pusat di
Jenewa, Swiss. Keanggotaan CITES bersifat sukarela. Negara-negara anggota CITES disebut
para pihak (parties) setelah melakukan ratifikasi, menerima, atau menyetujui konvensi.

Berikut Spesies-spesies satwa dan tumbuhan yang berada dalam pengawasan CITES
dikelompokkan dalam tiga kelompok yang dinamakan Apendiks I, Apendiks II, dan Apendiks
III.

1) Apendiks I: daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala
bentuk perdagangan internasional.
2) Apendiks II: daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam
punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

7
3) Apendiks III: daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu
dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke
dalam Apendiks II atau Apendiks I.

c. USESA (US Endangered Species Act)

USESA adalah salah satu dari lusinan undang-undang lingkungan Amerika Serikat yang
disahkan pada tahun 1970. Ditanda- tangani menjadi undang-undang oleh presiden Richard
Nixon pada 28 November 1973. Undang-undang ini dirancang untuk melindungi spesies kritis
yang terancam punah beserta ekosistemnya tempat species bergantung untuk bertahan
hidup.UU ini dikelola oleh dua lembaga federal, yaitu Amerika Fish and Wildlife Service
(FWS) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). NOAA menangani
spesies laut, sedangkan FWS memiliki tangung jawab atas spesies ikan air tawar dan semua
spesies lainnya. Dalam memasukkan suatu spesies ke dalam daftar UU ESA, salah satu dari
lima criteria berikut harus dipenuhi, yaitu:

1) Spesiesnya terancam punah atau habitatnya kritis.


2) Digunakan untuk tujuan komersil, rekreasi dan ilmiah.
3) Jumlah spesiesnya berkurang disebabkan karena penyakit atau predator.
4) Ada kekurangan mekanisme peraturan yang ada.
5) Ada factor alam atau buatan yang mempengaruhi keberadaannya.

Spesies yang diperkirakan memiliki potensi tinggi mengalami kepunahan akan dimasukkan
ke dalam daftar darurat dalam UU ESA dan sangat diprioritaskan untuk dilindungi.

D. Pengaturan Internasional tentang Perdagangan Hewan dan Tumbuhan menurut


Konvensi Internasional CITES
1. Ketentuan CITES Tentang Perdagangan Satwa Liar

Sejauh ini CITES telah mendata dan mendaftarkan lebih dari 30.000 spesies , yang
mencakup sekitar 5.000 spesies hewan dan 25.000 spesies tumbuhan. Sebagian dari jumlah
spesies tersebut merupakan spesies yang hanya hidup di Indonesia (spesies endemik). Spesies-
spesies tersebut diklasifikasikan ke dalam apendiks-apendiks berdasarkan jumlah populasi dan
tingkat ancaman terhadap spesies itu sendiri dari kepunahan

2. Sistem Perizinan Internasional

8
Permberian Izin Eksport dan Import CITES memiliki sebuah mekanisme perizinan yang
harus dipenuhi oleh Negara anggotanya dalam melakukan eksport dan import terhadap suatu
spesies tertentu yang termasuk di dalam daftar perlindungan CITES

3. Perdagangan dilakukan sebelum spesies tersebut dimasukkan ke dalam salah satu


apendiks CITES;
4. Spesimen yang merupakan hasil dari penangkaran juga dikecualikan, spesimen yang
didapatkan dari hasil penangkaran hendaknya dianggap sebagai spesimen dari spesies
yang berada di apendiks II;
5. Pengecualian juga berlaku jika otoritas manajemen Negara pengekspor meyakini
bahwa setiap spesimen dari spesies tumbuhan dan satwa merupakan hasil penangkaran
atau pengembangbiakan secara sengaja;
6. Spesimen sebagai bagian dari museum, ekspor untuk eksebisi. Sirkus, sepanjang
didaftarkan pada otoritas manajemen Negara bersangkutan

E. Peranan Hukum Nasional Terhadap Perdagangan Hewan dan Tumbuhan


Terancam Punah Ditinjau dari UndangUndang no 5 Tahun 1990
Indonesia telah menerapkan aturan yang mengatur tentang perlindungan dan konservasi
satwa langka dari kepunahan. Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan membentuk
kerangka payung hukum sebagai dasar aturan untuk menindak perilaku

Dalam praktik Indonesia, sekalipun suatu perjanjian internasional telah diratifikasikan


dengan undang-undang, masih dibutuhkan undang-undang lain untuk
mengimplementasikannya pada domain hukum nasional. Di indonesia setidaknya terdapat
beberapa peratran yang berkenan dengan pemanfaatan spesies-spesies di wilayah teritori
Indonesia, maupun yang mengatur mengenai konservasi maupun perdagangan spesies yang
terancam punah.

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 43 tahun 1978 tentang pengesahan


Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (
peraturan ini yang meratifikasi CITES kedalam dan merupakan inti dari peraturan
pelaksanaan CITES di Indonesia.
2. Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 mengenai Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Tumbuhan dan Satwa.

9
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis
Tumbuhan dan Satwa.
5. Keputusan Menteri Kehutanan RI No 36/kpts-II/1996 tentang penunjukan Direktorat
Jendral perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam selaku pemegang kewenangan
manajemen otoritas CITES.
6. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 62/kpts-II/1998 tentang Tata Usaha Peredaran
Tumbuhan dan Satwa liar.
7. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 104/kpts-II/2000 tentang Tata Cara
Mengambil Tumbuhan Liar dan Menagkap Satwa Liar.

F. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Undang-undang ini merupakan undangundang ini dibentuk karena kesadaran akan
pentingnya keanekaragaman hayati bagi kehidupan masyarakat Indonesia, dan
keanekaragaman hayati itu perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat
Indonesia sendiri. Untuk melindungi keanekaragaman hayati tersebut perlu dilakukan
konservasi terhadap sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia. Konservasi itu sendiri
ditujukan untuk melindungi spesiesspesies yang dimiliki Indonesia dan mengelola
pemanfaatannya secara berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat.

Dalam undang-undang ini pun dinyatakan bahwa konservasi merupakan tanggung jawab
dari Negara ( pasal 4 ), dan dapat dilakukan dengan kegiatan ( pasal 5 ):

1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;


2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Dengan memelihara proses ekologi tersebut maka kesejahteraan masyarakat Indonesia


dapat ditingkatkan karena adanya pemanfaatan yang menguntungkan baik bagi masyarakat dan
ekosistem itu sendiri. Karena itulah perlu dibentuk sebuah wilayah perlindungan bagi
keanekaragaman hayati tersebut, pola pembinaan wilayah perlindungan, dan pengaturan
mengenai pemanfaatan dari keanekaragaman hayati tersebut.

Dalam Undang-undang ini pun telah dikenal konservasi in-situ dan ex-situ sebagaimana
dijabarkan dalam pasal 13(1) yang mengatakan bahwa: “(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan
satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.”

10
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa konservasi dapat dilakukan baik di dalam habitat dari
spesies tersebut ( in-situ ) maupun di luar habitatnya ( ex-situ ). Prinsip sustainable use juga
telah dikenal di sini, dimana pemanfaatan tersebut pada dasarnya tidak boleh mengakibatkan
kerusakan terhadap keanekaragaman hayati ( baik tumbuhan maupun satwa ) tersebut dengan
memperhatikan potensi, daya dukung dan keanekaragaman jenis tumbuhan atau satwa tersebut
( pasal 26-28 ) pemanfaatan itu pun bisa dilakukan dalam bentuk (pasal36):

1. Pengkajian, penelitian dan pengembangan;


2. Penangkaran;
3. Perburuan; d. Perdagangan;
4. Peragaan;
5. Pertukaran;
6. Budidaya tanaman obat-obatan;
7. Pemeliharaan untuk kesenangan.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan, beberapa kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kebijakan internasional, adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan cara suatu


negara berhubungan dengan negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan
militer; serta dalam tingkatan yang lebih rendah juga mengenai bagaimana negara
berhubungan dengan organisasi-organisasi non-negara.
2. Manajemen sumber daya alam adalah penerapan ilmu manajemen terhadap sumber
daya alam seperti lahan, air, tanah, tumbuhan, dan hewan dengan fokus terhadap
bagaimana manajemen mampu mempengaruhi kualitas hidup manusia dari sekarang
sampai masa depan. Manajemen sumber daya alam mengatur bagaimana manusia dan
alam berinteraksi. Pengelolaan sumber daya alam guna dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk kesejahteraan manusia dan alam itu sendiri. Sumber daya alam
merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Manusia dapat
hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber daya
alam. Terlebih lagi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Organisasi internasional adalah suatu bentuk organisasi dari gabungan beberapa negara
atau bentuk unit fungsi yang memiliki tujuan bersama mencapai persetujuan yang juga
merupakan isi dari perjanjian atau charter. Dengan adanya organisasi-organisasi inilah
kebijakan-kebijakan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati agar tetap
terjaga.

B. Saran
Adapun saran dari penulis kepada mahasiswa/i calon pendidik yaitu tetap menjaga
kelestarian sumber hayati yang berada di sekitar kita, karena yang kita ketahui banyak manfaat-
manfaat yang alam berikan. Maka dari itulah kita harus menjaga kestabilan alam salah satu
contohnya mensharing kepada orang-orang di sekitar agar lebih menjaga kestabilan sumber
daya alam yang ada di wilayah sekitarnya.

Lalu, kami tentunya menyadari jika makalah yang kami buat masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman kepada banyak sumber serta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ardhian. (2016). Dinamika Peran dan Strategi LSM dalam Arena Politik Lingkungan Hidup
(Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan). Thesis, IPB Bogor.

Hakim, A. L. (2018). Kajian Kebijakan Sumberdaya Alam Berbasis pada Ekologi Politik.
IJPA.

Nurlinda, I. (2016). Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Dampaknya Terhadap
Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Bina Hukum Lingkungan.

Arsel M. 2009. Ekologi Politik, Dimana Ekonominya. Jurnal Tanah Air: 11-17.

Pongtuluran, Y. (2015). Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta:


CV.Andi Offset.

http://hildahilyant.blogspot.com/2012/12/kesepakatan-internasional-tentang.html

https://bphn.go.id/data/documents/ae_tentang_pengelolaan_sda.pdf

https://www.slideshare.net/CIFOR/kebijakan-pemerintah-daerah-dalam-pengelolaan-sumber-
daya-hutan

https://simposiumjai.ui.ac.id/wp-content/uploads/20/2020/03/8.2.1-I-Nyoman-Nurjaya.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai