Anda di halaman 1dari 33

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG DAPAT

DIPERBARUI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Lingkungan dan SDA

Dosen Pengampu:
Larasati Widoningtyas, M.Pd

Disusun oleh:

1. Lina Trisnawati (126402212117)


2. Awibi Nazichul Amin (126402212134)
3. Dea Irmawati Aisyah (126402212143)
4. Tida Ristiya (126402212152)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MARET 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya
sehingga penyusunan makalah berjudul ―Kaitan antara Kemiskinan, Industrialisasi
dan Deplesi Sumber Daya Alam‖ dapat kami selesaikan tepat waktunya. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ekonomi Lingkungan dan SDA yang diampu oleh Ibu Larasati
Widoningtyas, M.Pd. Selain itu, juga untuk menambah wawasan bagi pembaca
maupun penulis. Atas dukungan moral dan material yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I., selaku Rektor UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menempuh pendidikan di UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurrohman, M.Ag., selaku Dekan fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh
belajar dan pengalaman kepada kami.
3. Ibu Dr. Binti Nur Asiyah, M.Si selaku Koordinator Program Studi
Ekonomi Syariah yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada
kami.
4. Ibu Larasati Widoningtyas, M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Ekonomi Lingkungan dan SDA kelas ES-6C yang telah memberikan tugas
dan pengarahan kepada kami.
5. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari akan keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan dan kami ucapkan terima kasih.

Tulungagung, 22 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Model Penggunaan Optimal Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbarui ........ 3

B. Masalah Kepemilikan Bersama .......................................................................... 8

C. Kepadatan Sebagai Kasus Pengelolaan Sumber Daya Milik Umum ................. 9

D. Pencemaran Sebagai Kasus dari Masalah Pengelolaan Sumber Daya Milik


Umum.................................................................................................................... 11

STUDI KASUS .................................................................................................... 12

A. Studi Kasus....................................................................................................... 12

B. Analisis Kasus .................................................................................................. 16

C. Tanggapan dan Saran ....................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 18

B. Saran ................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber Daya Alam (Natural Resources) adalah segala unsur lingkungan
(biotik maupun abiotik) yang bermanfaat dan digunakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya, baik kebutuhan primer yang bersifat
lahiriah (sandang, pangan dan papan), kebutuhan sekunder yang bersifat
batiniah (estetika) maupun kebutuhan tersier dan seterusnya yang lebih
bersifat hobi atau pengembangan bakat. Sumber daya alam merupakan semua
komponen yang ada alam sekitar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar dapat bertahan hidup dan
lebih sejahtera.

Sumber daya alam memiliki beberapa karakteristik tertentu sehingga


berdasarkan pada karakteristik tersebut sumber daya alam dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis sumber daya alam, berdasarkan sifat
pembaharuan, dan juga berdasarkan penggunaannya. Sumber daya alam akan
benar-benar beruna apabila pemanfaatannya lebih menyangkut kebutuhan
manusia. Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di
samping akan merusak lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang
bagi manusia sendiri.

Sumber daya alam yang dapat diperbarui (Renewable) dapat dipakai


berulang-ulang dan tidak akan habis karena dapat diperbarui oleh alam secara
terus menerus. Sumber daya alam yang dapat diperbarui secara uum terbagi
menjadi dua, yakni SDA siklik dan SDA yang regenerasinya cepat. Sumber
daya alam siklik seperti air, angin, matahari, dan udara tidak akan pernah
habis karena penggunaannya tidak menghabiskan SDA tersebut. SDA yang
beregenerasi dengan cepat antara lain adalah biomasa seperti tumbuhan, ikan
dan binatang ternak. SDA ini memiliki laju regenerasi yang sangat cepat
sehingga tidak akan habis jika dikelola dengan baik. Jika tidak dikelola
dengan baik, lama kelamaan sumber daya siklik akan mengalami
kontaminasi/perubahan bentuk sehingga tidak dapat digunakan. Jika SDA

1
yang beregenerasi cepat seperti tumbuhan dan binatang tidak dikelola dengan
baik, laju konsumsi sumber daya tersebut dapat melebihi laju regenerasinya,
sehingga pada akhirnya akan punah.

Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan


pembangunan di segala bidang. Pembangunan merupakan proses pengolahan
sumber daya alam dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan
memanfaatkan teknologi. Dalam pola pembangunan tersebut, perlu
memperhatikan fungsi sumber daya alam dan sumber daya manusia, agar
dapat terus-menerus menunjang kegiatan atau proses pembangunan yang
berkelanjutan. Pengertian pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah
perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan
sosial dimana masyarakat bergantung padanya.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model penggunaan optimal sumber daya alam yang dapat
diperbarui?
2. Bagaimana masalah pemilikan bersama?
3. Bagaimana kepadatan sebagai kasus pengelolaan sumber daya milik
umum?
4. Bagaimana pencemaran sebagai kasus dari masalah pengelolaan
sumber daya milik umum?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui model penggunaan optimal sumber daya alam yang
dapat diperbarui.
2. Untuk mengetahui masalah pemilikan bersama.
3. Untuk mengetahui kepadatan sebagai kasus pengelolaan sumber daya
milik umum.
4. Untuk mengetahui pencemaran sebagai kasus dari masalah
pengelolaan sumber daya milik umum.

1
Warda Murti dan Sri Maya, Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Bandung: Widina Bhakti
Persada, 2021), hlm. 49—55

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Penggunaan Optimal Sumber Daya Alam yang Dapat


Diperbarui

Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbarui pada umumnya


didasarkan pada konsep ―hasil maksimum yang matap‖ (Maximum
Sustainable Yield = MSY). konsep MSY itu sendiri didasarkan atas
model pertumbuhan biologis yang menganggap bahwa pada setiap
jumlah populasi tertentu yang lebih rendah dari titik Xc pada Gambar 1.1,
surplus produksi terjadi dan dapat dipanen selamanya tanpa mengurangi
populasi tersebut. Apabila surplus tersebut tidak dipanen, maka dapat
menyebabkan peningkatan dalam jumlah anggota populasi dan semakin
mendekati daya dukung lingkungan Xc (carrying capacity) dimana
surplus produksi menurun menjadi nol.2

Apabila surplus produksi sama dengan hasil yang mantap (sustainable


yield), berarti bahwa MSY dicapai pada populasi dengan surplus produksi
yang tertinggi yaitu pada laju pertumbuhannya yang maksimum atau pada
populasi setinggi Xm pada Gambar 1.1. untuk sebagian besar populasi
―sumber daya alam yang dapat diperbarui‖, MSY ditemukan berada di
antara 40 sampai 60 persen daya dukung lingkungan.3

2
M. Suparmoko, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis,
(Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2008), hlm. 123
3
Ibid.

3
Gambar 1.1

Kurva Pertumbuhan Sumber Daya yang Dapat Diperbarui

Namun demikian akhir-akhir ini telah diketahui bahwa konsep MSY


terlalu sederhana sebagai dasar pengelolaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Hal ini dikarenakan MSY sangat melibatkan unsur manfaat
dari eksploitasi sumber daya alam dan tidak memperhatikan unsur biaya
eksploitasinya. Berhubung dengan kekurangan dalam konsep MSG
tersebut maka ada kecenderungan untuk menggantikannya dengan konsep
optimum sustainable yield (OSY). Konsep OSY di dasarkan pada "kriteria
manfaat dan biaya" dengan standar yang memaksimumkan nilai sekarang
dari penerimaan bersih. Kriteria ini cocok bagi pengelolaan sumber daya
alam oleh swasta maupun pemerintah meskipun perhitungan biayanya
berbeda. Biasanya pengelola swasta menggunakan biaya eksplisit atau
biaya yang sungguh-sungguh dikeluarkan oleh perusahaan sedangkan
pemerintah menghitung atas dasar biaya sosial.4

Kurva pertumbuhan sumber daya alam yang dapat diperbarui


digambarkan seperti pada Gambar 1.1. dalam gambar tersebut sumbu
horizontal menunjukkan jumlah populasi sumber daya alam yang dapat
diperbarui dan sumbu vertikal menunjukkan laju pertumbuhannya.

Laju pertumbuhan populasi sumber daya alam itu sendiri (g = g(X) )


dan dalam hal ini X merupakan jumlah populasi. Ujung-ujung kurva itu
sumbu X = 0 dan X = Xc, keduanya menunjukkan tidak ada pertumbuhan

4
Ibid., hlm. 124

4
sumber daya alam yang dapat diperbarui atau pertumbuhannya sama
dengan nol. Titik Xm merupakan jumlah populasi yang mampu
menghasilkan laju pertumbuhan sumber daya alam yang tertinggi
sekaligus menunjukkan tingkat pengambilan yang maksimum yang dapat
dipertahankan secara berkelanjutan. Keadaan pada titik Xm ini disebut
dengan ―hasil maksimum yang berkelanjutan‖ (maximum sustainable
yield = MSY).5

Besarnya populasi dapat digambar sebagai fungsi dari waktu. Populasi


mula-mula meningkat secara eksponensial kemudian pertumbuhannya
menurun dan mencapai titik maksimum pada titik OXc.

Gambar 1.2

Jumlah Populasi Sumber Daya Alam Pulih Sebagai Fungsi dari Waktu

Dalam kaitannya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui


populasi sumber daya alam itu dapat dikembangkan secara alami sehingga
hal ini akan menambah nilai Royal di dan dapat dianggap sebagai deviden
karena menyimpan satu-satuan sumber daya alam sebagai cadangan. Pola
perkembangan pengambilan sumber daya alam itu tetap mendekati
keadaan yang mantap dengan catatan tidak ada perubahan dalam
persediaan dan royalti. Masalahnya sekarang bagaimana menentukan nilai
optimal dalam kondisi mantap dari cadangan dan produksi barang sumber
daya alam itu. Untuk menjelaskan terkait dengan masalah tersebut dapat
dinyatakan bahwa biaya pengambilan merupakan fungsi dari jumlah

5
Ibid., hlm. 125

5
produksi pada setiap tingkat populasi tertentu seperti yang digambarkan
pada Gambar 9.3.6

Terdapat satu hasil optimal untuk masing-masing jumlah populasi.


Hasil optimal pada jumlah populasi ikan setinggi X2 adalah y* (X2). Letak
populasi produksi yang diperoleh disebut sebagai lokasi penangkapan
(cath locus) dalam model pengelolaan sumber daya ikan, yaitu bahwa
pada titik-titik itu lereng garis biaya sama dengan lereng garis penerimaan
atau MC=MR.

Jumlah optimal cadangan dan hasil produksi tergantung pada besarnya


biaya produksi dan penerimaannya. Dari Gambar 9.3 tampak bahwa hasil
produksi untuk suatu populasi tertentu cenderung berkurang bila biaya
marginal lebih tinggi atau bila harga lebih rendah, ataupun keduanya.
Lokasi atau titik penangkapan Yc* pada Gambar 1.4 mencerminkan
bahwa ikan menjadi sulit ditangkap atau harga menjadi murah sekali atau
keduanya. Dalam hal ini jumlah populasi ikan pada kondisi mantap (Xc)
yaitu jumlah populasi tanpa adanya eksploitasi.

Gambar 1.3

6
Ibid., hlm. 126

6
Pengambilan Sumber Daya Alam secara Optimal dengan Biaya sebagai Fungsi Jumlah
Produksi

Keterangan:

TC : biaya pengambilan

y : jumlah produksi barang sumber daya alam

X :jumlah cadangan sumber daya alam

TR : penerimaan total

Gambar 1.4

Hubungan Sumber Daya Alam dan Penangkapan

Titik ekstrim lain adalah lokasi penangkapan YA*. Dalam hal ini ikan
mudah ditangkap meskipun populasinya sedikit atau harga ikan mahal
sekali. Jumlah ikan lama-lama akan punah karena tingkat pengambilan
lebih besar dari pada tingkat pertumbuhannya. Kasus yang lebih umum
lokasi pengambilan YB*. Selama garis lokasi penangkapan memotong
kurva pertumbuhan sumber daya ikan g (X) dari bawah, maka hasil
pengambilan dan laju pertumbuhan akan saling mengoreksi bila terjadi
penyimpangan dari keseimbangan:7

7
Ibid., hlm. 128

7
Artinya produksi ikan lebih besar dari pada pertumbuhan populasi
ikan jika populasi ikan sama dengan XB*; produksi sama dengan
pertumbuhan jika populasi ikan sebesar XB*; dan produksi ikan lebih
kecil dari pada laju pertumbuhannya jika populasi lebih rendah dari pada
XB*. Jadi sesungguhnya tidak ada di antara kasus-kasus itu yang
merupakan MSY optimal. MSY hanya merupakan rekomendasi dari para
ahli biologi dan para ahli lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan
sumber daya alam ikan.

B. Masalah Pemilikan Bersama


Telah diperlihatkan bahwa kepunahan sumber daya alam tak dapat
diperbarui dapat terjadi sebagai akibat eksploitasi oleh seseorang pemilik
tunggal. Kepunahan juga akan dapat terjadi dengan adanya pemilikan
sumber daya alam itu oleh umum. Dasar pemikirannya adalah bila
perusahaan memasuki suatu bidang usaha secara bebas dan tidak ada
perjanjian kerja sama, maka masing-masing perusahaan akan
mengabaikan biaya alternatif (user cost = royalty) dalam Mengambil
sumber daya alam saat ini. Oleh karena itu keuntungan dari menyimpan
sumber daya alam itu akan hilang dan keadaan di mana keuntungan sama
dengan nol dilukiskan dengan garis linier TR yang dipotong oleh garis
TC, seperti pada Gambar 1.3. Titik penangkapan itu ditemukan pada saat
terjadi perpotongan antara garis penerimaan total (TR = p.Yt) dan biaya
total (TC) masing-masing jumlah populasi ikan (fish stock).8
Titik penangkapan untuk sumber daya alam milik umum adalah
pada garis YA**, YB** dan YC** (pada Gambar 1.4). untuk suatu jumlah
populasi ikan tertentu, jumlah produksi akan lebih tinggi dalam hal
pemilikan sumber daya alam secara umum dibanding di bawah pemilikan
individu. Perpotongan antara garis penerimaan TR dengan titik
persamaan marginal (dc / dy = p – ρ). Namun kelebihan produksi tidak
akan dapat dipertahankan dalam jangka panjang karena cadangan
(populasi) sumber daya alam milik umum biasanya lebih rendah dari
pada cadangan di bawah pemilikan secara pribadi dan cenderung

8
Ibid., hlm. 130

8
menghasilkan produk barang sumber daya akan yang rendah pula
jumlah.9
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam milik umum
dapat diatasi dengan beberapa cara. Cara yang paling sederhana adalah
mendefinisikan hak pengasuhan atau hak kepemilikan sumber daya alam
tersebut dan mempercayakan pengelolaannya kepada kehendak masing-
masing penguasa yang bersangkutan. Cara pengawasan yang lain dapat
berupa penerapan pembatasan alat tangkap ikan per kapal. Cara yang lain
lagi adalah dengan pembatasan jumlah ikan yang ditangkap.

C. Kepadatan Sebagai Kasus Pengelolaan Sumber Daya Milik Umum


Kesesakan (congestion) dapat dipandang sebagai saling
terganggunya setiap individu yang sama-sama menggunakan fasilitas
publik (umum). Kesesakan diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap
satuan sumber daya alam yang digunakan nilainya menjadi berkurang
karena saling terganggunya masing masing perusahaan dalam situasi
yang berdeasakan. Kesesakan menimbulkan akibat yang negatif terhadap
manfaat tiap satuan produk yang dihasilkan. Saling mengganggu ini
dapat dalam bentuk fisik seperti halnya kendaraan-kendaraan di jalan
raya, kapal kapal di pelabuhan dan sebagainya di mana masing-masing
mempunyai fungsi produksi yang saling bergantung satu sama lain.
Fasilitas publik yang digunakan biasanya disediakan oleh pemerintah
walaupun tidak selalu demikian.

Secara kuantitatif hal ini digambarkan oleh berkurangnya kesediaan


untuk membayar oleh para pemakai. Kesesakan terjasi dalam bentuk : 1)
fisik, yaitu berdesakannya kendaraan dijaln raya, pesawat dibandara
udara, kapal dipelabuhan, kendaraan wisatawan disuatu kawasn wisata
dan sebaginya, 2) psikologis, yaitu berkurangnya kenyamanan fasilitas
rekreasi seperti dipantai dan di hutan reaksi yang disebabkan oleh lalu
lalangnya pengunjung lain.

9
Ibid.

9
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kapasitas dari fasilitas
publik itu tidak dapat ditambah begitu saja dalam jangka pendek sebagai
respon terhadap perubahan permintaan. Biaya bagi suatu kesesakan dapat
dilukiskan sebagai suatu penurunan dalam hal kesediaan untuk
membayar bagi penggunaan fasilitas publik apabila dampak negatif itu
mempengaruhi fungsi guna konsumen.10 Dampak negative yang
ditimblkan ialah berkurang kesediaan untuk membayar bagi jasa fasilitas
tersebut. Jadi biaya bagi suatu kesesakan dapat dilukiskan sebagai suatu
penurunan dala kesediaan untuk membayar bagi penggunaan fasilitas
public apabila dampak negative itu memepengaruhi tingkat kepuasan
konsumen. Biaya fasilitas pulik itu semula dipikul oleh pemerintah tetapi
kemudian dilimpahkan kepada yang menggunakan fasilitas public
tersebut melalui pungutan. Tanpa adanya kesessakan maka tingkat
penggunaan sosial yang optimum ialah saat manfaat marginal sama
dengan biaya marginal yang mencakup biaya kesesakan. Apabila diangap
bahwa kesesakan itu mempengaruhi semua pemakai dan pungutan yang
sama dikenakan terhadap semua pemakai pula maka setiap pemakai akan
memikul biaya rata-rata dan bukan biaya marginal. Jadi sebenarnya
keunikan dalam penggunaan sda milik umum itu bukanlah pada
penggunaannya yang berlebihan tetapi disebabkn oleh kegagalan untuk
memperhitungkan seluruh biaya marginal yang dikenakan dalam suatu
sistem yakni kelebihan manfaat penggunaan pendekatan dengan biaya
marginal diatas biaya rata-rata.

Dalam hal kesesakan ini konflik terjadi antar pengguna fasilitas


public. Informasi mengenai dampak keputusan merupakan umpan balik
bagi pengguna fasilitas itu melalui pasar. Umpan balik ini cenderung
membatasi penggunaan yang berlebihan sampai pada suatu titik tertentu
dimana tidak ada manfaat lagi bagi masyarakat.

10
Almahdi Syahza, Buku Ajar Ekonomi Sumberdaya Manusia dan Alam,
(Pekanbaru: UR Press, 2017), Hlm. 97

10
D. Pencemaran Sebagai Kasus Dari Masalah Pengelolaan Sumber Daya
Milik Umum
Lingkungan, udara dan air yang luas (lautan dan danau) serta
pemandangan merupakan sumberdaya alammilik umum yang sering
dipakai sebagai tempat membuang limbah.Namun penggunaan
lingkungan ini telah dibatasi dengan aturan aturan yang resmi dari
pemerintah. Dalam hal kesesakan, konflik terjadi antar para pemakai
fasilitas publik.

Dalam hal ini informasi mengenai dampak dari keputusan mereka


merupakan umpan balik bagi para pemakai fasilitas itu melalui pasar.
Umpan balik ini cenderung membatasi penggunaan yangberlebihan
sampai pada suatu titik dimana manfaat tidak timbul lagi bagi
masyarakat. Dalam hal pencemaran maka akan timbul suatu kerugian
sosial bersih dari penggunaan sumberdaya alam itu.11

11
Ibid

11
STUDI KASUS

A. Studi Kasus

POLUSI UDARA JAKARTA, PENYEBABNYA DAN BAHAYA


KESEHATAN

Sebagai ibukota Republik Indonesia, Jakarta adalah milik kita


bersama. Namun meskipun demikian, kota tersebut sekarang ini ramai
mendapatkan pemberitaan buruk. Salah satunya adalah terkait polusi
udara yang mencemari ibukota itu. Jakarta beberapa waktu ini
mendapatkan sorotan baik dari pihak nasional maupun global. Selain
mendapatkan cap buruk sebagai kota yang kotor, Jakarta juga memiliki
tingkat polusi udara yang cukup mengkhawatirkan.

Polusi Udara Jakarta dan Penyebab Polusi

Beberapa media internasional menyoroti ibukota Indonesia ini dan


menyebutnya sebagai kota paling tercemar ke-3 di dunia. Tidak hanya
itu, situs IQAir juga menyebut bahwa kualitas udara di Jakarta sudah
termasuk dalam kategori tidak sehat dan tidak layak hidup. Pada situs itu
tercantum bahwa Jakarta sudah mencapai ambang petaka dengan kualitas
udara mencapai 177 dan polutan utama 2,5. Artinya nilai konsentrasinya
adalah 105 per mikrogram meter kubik (M³). Kondisi ini jelas
memberikan dampak yang sangat buruk bagi masyarakat. Sebab polusi
udara juga merupakan salah satu penyebab utama dari timbulnya
berbagai macam penyakit, misalnya masalah pernapasan, gangguan mata,
batuk, kanker paru-paru, kardiovaskular, dan lain-lain.

Ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu mengapa kondisi


udara Jakarta sangat kotor, antara lain:

Emisi Kendaraan

Kota Jakarta adalah kota yang padat penduduk. Aktifitas masyarakat


sehari-hari tidak dapat terlepas dari penggunaan kendaraan bermotor.
Penggunaan transportasi ini menjadi salah satu penyumbang terbesar

12
bagi pencemaran udara. Transportasi yang berupa kendaraan bermotor
adalah penyumbang emisi karbon monoksida (CO) terbesar di Jakarta.
Sekaligus memicu meningkatnya polusi udara dari tahun ke tahun.

Pergerakan Angin

Tidak hanya karena emisi kendaraan, pergerakan angin konon juga


turut andil mempengaruhi peningkatan pencemaran udara di Jakarta.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
menyebutkan bahwa pada bulan Juni dan Juli adalah waktu untuk angin
muson timur bertiup. Udara dari timur yang kering juga berpengaruh
terhadap kualitas udara kota Jakarta yang kering dan berpolutan.

Musim Kemarau

Kualitas udara yang kurang baik dan terus memburuk di Jakarta juga
terpengaruh oleh musim kemarau. Kemarau panjang yang terjadi
sepanjang tahun 2023 ini memang sangat terasa dampaknya. Salah
satunya yaitu berimbas pada penurunan kualitas udara di bumi kita.

Pembangkit Listrik

Selain emisi kendaraan, penggunaan pembangkit listrik juga menjadi


pemicu tertinggi yang menyebabkan polusi udara di kota Jakarta
meningkat. Pembangkit Listrik (PLTU) yang menggunakan bahan
batubara ini merupakan sektor terbesar yang menghasilkan Sulfur
Dioksida (SO2). Sulfur Dioksida ini juga menjadi sumber polutan yang
menyebabkan timbulnya kerusakan pada lingkungan. PLTU bahkan
konon menjadi penyebab tertinggi pencemaran udara di Jakarta. Sebab
pada kota metropolitan itu setidaknya ada 16 PLTU yang berasal dari
milik PLN ataupun perushaan listrik swasta. Jadi tidak bisa terhitung
berapa banyak emisi SO2 yang mereka hasilkan setiap harinya.

Kegiatan Industri

Kota metropolitan merupakan jantung dari Indonesia. Pada kota


tersebut, kita bisa menemukan berbagai pabrik dan industri yang berdiri

13
serta bekerja setiap hari. Keberadaan pabrik-pabrik dengan berbagai
barang yang mereka produksi juga berpotensi menghasilkan limbah.

Tidak hanya limbah yang berwujud fisik, pencemaran udara juga


menjadi efek samping dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu, aktivitas
industri juga masuk ke dalam daftar penyebab bertambahnya polusi udara
di Jakarta. Memburuknya kualitas udara di kota Jakarta merupakan
tamparan tersendiri bagi warga Indonesia. Sebab sebagai kota
metropolitan, Jakarta adalah cerminan dari wajah Indonesia.

Peran Pemerintah untuk Atasi Polusi Udara di Jakarta

Beberapa waktu ini, Jakarta dinobatkan sebagai 3 teratas kota


dengan kualitas udara terburuk di dunia. Survei yang keluar dari IQAir
ini sudah selayaknya mendapatkan tanggapan serius dari semua pihak.
Sebagai pengayom masyarakat, peran pemerintah dan kebijakan publik
yang mereka buat sangat penting pengaruhnya bagi perbaikan kualitas
udara di Jakarta.

Strategi yang pemerintah ciptakan melalui berbagai kebijakan publik


menjadi faktor penentu apakah kualitas lingkungan semakin baik ataupun
semakin memburuk. Sebab tanpa adanya campur tangan dari pemerintah,
maka sangat kecil kemungkinan untuk memperbaiki kondisi lingkungan.
Karena alasan ini juga, LBH Jakarta, Walhi dan juga Greenpeace
Indonesia membentuk koalisi aktif. Koalisi tersebut memiliki anggota
sebanyak 31 orang yang kemudian mereka beri nama sebagai IBUKOTA
(Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta).

Koalisi IBUKOTA ini terbentuk dengan tujuan untuk


menanggulangi polusi udara di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, koalisi
tersebut bahkan mengajukan tuntutan kepada sejumlah pejabat publik
yang mereka anggap menjadi penyebab memperburuknya kondisi udara
di Jakarta.

14
Citizen Lawsuit

Gugatan tersebut terdaftar sebagai Citizen Lawsuit atau gugatan


warga negara dengan nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN.Jkt.Pst. Gugatan ini
mereka layangkan sejak beberapa tahun silam, tepatnya sejak Juli 2019.
Melalui gugatan itu koalisi IBUKOTA menuntut beberapa pejabat publik
dengan dakwaan pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM ini berkaitan
dengan kualitas udara Jakarta yang semakin memburuk dari waktu ke
waktu. Menurut mereka pemerintah melanggar hak warganegara untuk
menikmati lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Sejumlah pejabat publik dianggap oleh koalisi sebagai penyebab


memburuknya polusi udara di ibukota. Sebab pejabat publik ini tidak
memberikan solusi yang cukup untuk menanggulangi pencemaran udara
Jakarta.

Oleh sebab itu, koalisi kemudian mengajukan gugatan atas kelalaian


tersebut melalui jalur hukum. Pada gugatan itu terdapat 9 poin tuntutan
dan denda yang harus tergugat bayarkan, yaitu sebesar Rp 4.255.000.000.

Selain itu, koalisi IBUKOTA juga mengajukan permintaan untuk


melakukan revisi baku mutu udara ambien (BMUA) nasional yang
tertuang dalam PP 41/1999 mengenai Pencemaran Udara agar sesuai
dengan standar WHO. Tidak hanya itu, koalisi juga menuntut pemerintah
agar memberikan upaya yang lebih konkret dalam menangani polusi
udara, antara lain yaitu dengan memasang alat ukur polusi sesuai dengan
standar ahli dan memberikan informasi tentang kualitas udara Jakarta
secara real-time kepada para warga. Terkait gugatan itu, hakim tidak
mengabulkan semua tuntutan namun menerima sebagian. Antara lain
menyetujui penetapan kualitas udara ambien nasional menurut standar
WHO, serta menyetujui agar pemerintah dapat mengambil langkah-
langkah strategis guna mengurangi pencemaran udara di Jakarta.

Penanggulangan pencemaran lingkungan sebenarnya tidak hanya


menjadi tanggung jawab pemerintah. Kita sebagai masyarakat juga

15
memiliki andil yang sama besar guna mencegah memburuknya kualitas
udara di ibukota. Kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam
menerapkan solusi-solusi ramah lingkungan adalah perwujudan dari
upaya untuk menghadirkan kualitas udara yang lebih baik bagi Jakarta
serta mencegah memburuknya polusi udara.

B. Analisis Kasus

Dalam Studi kasus diatas Jakarta mengalami masalah serius dengan


polusi udara, yang tercermin dalam peringkatnya sebagai salah satu kota
paling tercemar di dunia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor,
termasuk emisi kendaraan, pergerakan angin, musim kemarau,
pembangkit listrik, dan kegiatan industri. Emisi kendaraan bermotor
adalah penyumbang utama polusi udara di Jakarta, diikuti oleh faktor-
faktor lain seperti pergerakan angin yang memperburuk kondisi udara,
musim kemarau yang memperparah kualitas udara, penggunaan
pembangkit listrik yang menggunakan batubara, dan kegiatan industri.

Pemerintah memiliki peran kunci dalam menanggulangi polusi udara


dengan mengimplementasikan kebijakan publik yang efektif. Koalisi
IBUKOTA telah mengajukan gugatan kepada pejabat publik atas
kelalaian dalam menangani masalah ini, dan hakim menerima sebagian
dari tuntutan tersebut. Pemerintah juga diharapkan untuk mengambil
langkah-langkah strategis untuk mengurangi pencemaran udara, seperti
menetapkan standar kualitas udara yang sesuai dengan standar WHO.
Masyarakat juga memiliki tanggung jawab dalam mencegah
memburuknya polusi udara dengan berkolaborasi dengan pemerintah
dalam menerapkan solusi-solusi ramah lingkungan.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa masalah polusi udara di Jakarta


membutuhkan tindakan bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk
menemukan solusi yang efektif. Penerapan kebijakan yang berkelanjutan
serta kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan akan
menjadi kunci dalam memperbaiki kualitas udara di ibukota Indonesia ini.

16
C. Tanggapan Kelompok dan Saran

Dalam konteks studi kasus ini menunjukkan bahwa penanganan polusi


udara tidak hanya berkutat pada satu aspek, tetapi memerlukan
pendekatan yang komprehensif. Pemerintah perlu memperluas lingkup
penanganan untuk mencakup berbagai sektor seperti transportasi, industri,
energi, dan pertanian. Keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam
advokasi lingkungan seperti yang ditunjukkan oleh koalisi IBUKOTA
merupakan hal yang positif. Pemerintah harus mengakui peran penting
masyarakat dalam memantau kebijakan lingkungan, memberikan
masukan, dan mendukung implementasi solusi yang efektif.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas


dari pemerintah dalam menangani masalah lingkungan. Pemerintah harus
berkomunikasi secara terbuka dengan masyarakat tentang langkah-
langkah yang diambil untuk mengatasi polusi udara dan bertanggung
jawab atas kebijakan yang diimplementasikan. Penting bagi pemerintah
untuk memperkuat peraturan lingkungan dan meningkatkan penegakan
hukum terhadap pelanggaran lingkungan. Ini termasuk menegakkan
standar kualitas udara yang lebih ketat, memberlakukan sanksi bagi
pelanggar, dan memberikan insentif bagi industri untuk beralih ke
teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Upaya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang


dampak polusi udara dan pentingnya tindakan pencegahan juga penting.
Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dapat bekerja sama dalam
menyediakan informasi dan program edukasi untuk mendorong perilaku
yang lebih ramah lingkungan di masyarakat.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
populasi sumber daya alam itu dapat dikembangkan secara alami
sehingga hal ini akan menambah nilai Royal di dan dapat dianggap
sebagai deviden karena menyimpan satu-satuan sumber daya alam
sebagai cadangan. Jumlah optimal cadangan dan hasil produksi
tergantung pada besarnya biaya produksi dan penerimaannya.
2. Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam milik umum
dapat diatasi dengan beberapa cara. Cara yang paling sederhana
adalah mendefinisikan hak pengasuhan atau hak kepemilikan sumber
daya alam tersebut dan mempercayakan pengelolaannya kepada
kehendak masing-masing penguasa yang bersangkutan. Cara
pengawasan yang lain dapat berupa penerapan pembatasan alat
tangkap ikan per kapal. Cara yang lain lagi adalah dengan pembatasan
jumlah ikan yang ditangkap.
3. Kesesakan (congestion) dapat dipandang sebagai saling terganggunya
setiap individu yang sama-sama menggunakan fasilitas publik
(umum). Kesesakan diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap
satuan sumber daya alam yang digunakan nilainya menjadi berkurang
karena saling terganggunya masing masing perusahaan dalam situasi
yang berdeasakan. Kesesakan menimbulkan akibat yang negatif
terhadap manfaat tiap satuan produk yang dihasilkan.
4. Lingkungan, udara dan air yang luas (lautan dan danau) serta
pemandangan merupakan sumberdaya alammilik umum yang sering
dipakai sebagai tempat membuang limbah.Namun penggunaan
lingkungan ini telah dibatasi dengan aturan aturan yang resmi dari
pemerintah. Dalam hal kesesakan, konflik terjadi antar para pemakai
fasilitas publik. Dalam hal pencemaran maka akan timbul suatu
kerugian sosial bersih dari penggunaan sumber daya alam itu.

18
B. Saran
Dengan memahami konsep Pengelolaan Sumber Daya yang Dapat
Diperbarui. Dengan harapan melalui pembahasan yang lebih luas dan
mendalam, sebagai mahasiswa serta masyarakat dapat menangkap
dengan jelas pesan-pesan yang telah disampaikan serta melalui aksi nyata
mampu ikut serta berperan dalam mengelola sumber daya alam yang
dapat diperbariu dengan tepat dan baik dalam berkegiatan ekonomi
maupun dalam kegiatan sehari-hari hingga berdampak dalam menjaga
kelestarian dan ketersediaan sumber daya alam dan encegahnya dari
kontaminasi/pencemaran sumber daya alam yang mungkin terjadi serta
memberikan dampak yang positif bagi perekonomian dan kelestarian
alam secara berkelanjutan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Murti, Warda dan Sri Maya. (2021). Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Bandung: Widina Bhakti Persada

Suparmoko, M. (2010). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatu


Pendekatan Teoritis : Edisi 3 Bab II. Yogyakarta: BPFE: Yogyakarta.

Syahza, Almahdi. (2017). Buku Ajar Ekonomi Sumberdaya Manusia dan


Alam. Pekanbaru: UR Press

20
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA
ALAM YANG
DAPAT
DIPERBARUI.
ANGGOTA
KELOMPOK

LINA TRISNAWATI AWIBI NAZICHUL A DEA IRMAWATI A TIDA RISTIYA


(126402212117) (126402212134) (126402212143) (126402212152)
A.MODEL PENGGUNAAN OPTIMAL SUMBER DAYA ALAM
YANG DAPAT DIPERBARUI
A.MODEL PENGGUNAAN OPTIMAL SUMBER DAYA ALAM
YANG DAPAT DIPERBARUI

GAMBAR 1.4

KETERANGAN:
TC : BIAYA PENGAMBILAN
Y : JUMLAH PRODUKSI BARANG SUMBER DAYA ALAM
X :JUMLAH CADANGAN SUMBER DAYA ALAM
TR : PENERIMAAN TOTAL
B. MASALAH KEPEMILIKAN BERSAMA

Titik penangkapan untuk sumber daya alam milik umum adalah pada
garis YA**, YB** dan YC** (pada Gambar 1.4). untuk suatu jumlah
populasi ikan tertentu, jumlah produksi akan lebih tinggi dalam hal
pemilikan sumber daya alam secara umum dibanding di bawah
pemilikan individu. Perpotongan antara garis penerimaan TR dengan
titik persamaan marginal (dc / dy = p – ρ).

Namun kelebihan produksi tidak akan dapat dipertahankan dalam


jangka panjang karena cadangan (populasi) sumber daya alam milik
umum biasanya lebih rendah dari pada cadangan di bawah pemilikan
secara pribadi dan cenderung menghasilkan produk barang sumber
daya akan yang rendah pula jumlah
C. KEPADATAN SEBAGAI KASUS
PENGELOLAAN SUMBER DAYA MILIK UMUM

Kesesakan terjadi dalam bentuk :


1) fisik, yaitu berdesakannya kendaraan dijalan
Kesesakan (congestion) dapat raya, pesawat dibandara udara, kapal
dipandang sebagai saling terganggunya dipelabuhan, kendaraan wisatawan disuatu
kawasn wisata dan sebaginya,
setiap individu yang sama-sama
2) psikologis, yaitu berkurangnya kenyamanan
menggunakan fasilitas publik (umum). fasilitas rekreasi seperti dipantai dan di hutan
reaksi yang disebabkan oleh lalu lalangnya
pengunjung lain.
D. PENCEMARAN SEBAGAI KASUS DARI MASALAH
PENGELOLAAN SUMBER DAYA MILIK UMUM

Penggunaan lingkungan telah dibatasi dengan aturan aturan yang resmi dari
pemerintah. Dalam hal kesesakan, konflik terjadi antar para pemakai fasilitas
publik. Informasi mengenai dampak dari keputusan mereka merupakan umpan
balik bagi para pemakai fasilitas itu melalui pasar.

Umpan balik ini cenderung membatasi penggunaan yang berlebihan sampai


pada suatu titik dimana manfaat tidak timbul lagi bagi masyarakat. Dalam hal
pencemaran maka akan timbul suatu kerugian sosial bersih dari penggunaan
sumberdaya alam itu.
STUDI KASUS
POLUSI UDARA JAKARTA, PENYEBABNYA
DAN BAHAYA KESEHATAN
Jakarta mengalami masalah serius dengan polusi udara,
yang tercermin dalam peringkatnya sebagai salah satu
kota paling tercemar di dunia. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor, termasuk emisi kendaraan, pergerakan
angin, musim kemarau, pembangkit listrik, dan kegiatan
industri.

Emisi kendaraan bermotor adalah penyumbang utama


polusi udara di Jakarta, diikuti oleh faktor-faktor lain
seperti pergerakan angin yang memperburuk kondisi
udara, musim kemarau yang memperparah kualitas udara,
penggunaan pembangkit listrik yang menggunakan
batubara, dan kegiatan industri.
THANK YOU
SO MUCH

Anda mungkin juga menyukai