Anda di halaman 1dari 4

Operasionalisasi KPH di Kalimantan Tengah

sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah

Ir. Drasospolino, M.Sc


Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Pendahuluan
Penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang harus menjamin
bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya.
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit pengelolaan hutan
terkecil di tingkat tapak bertujuan agar hutan dapat dikelola secara efesien dan lestari
sesuai fungsi pokok dan peruntukannya dalam rangka tata kelola hutan. KPH antara lain
dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan
produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). KPH didefinisikan
sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efisien dan lestari1.
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi :
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi :
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
b. Pemanfaatan hutan
c. Penggunaan kawasan hutan
d. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
e. Perlindungan hutan dan konservasi alam
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota bidang
kehutanan untuk diimplementasikan.
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian.
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan
hutan di wilayahnya.
5. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.

Kegiatan tata hutan dilaksanakan pada setiap KPH di semua kawasan hutan melalui
kegiatan tata batas, inventarisasi hutan, pembagian ke dalam blok atau zona, pembagian
petak dan anak petak, dan pemetaan.
Sasaran tata kelola hutan pada tahun 2019 dalam rangka mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang merupakan
agenda pembangunan nasional diantaranya yaitu operasionalisasi 629 KPH yang terdiri
dari 347 KPHP, 182 KPHL, 50 Taman Nasional, dan 100 KPHK bukan Taman Nasional
(TN).

Konfigurasi Bisnis Baru di Hutan Produksi


Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi dari hutan produksi maka sistem pengurusan
hutan yang selama ini berbasis perizinan (timber management) bergeser menjadi
pengelolaan hutan di tingkat tapak (forest management). Pergeseran tersebut mengarah
pada pengelolaan hutan secara menyeluruh berbasis landscape. Sebagai implementasi
rekonfigurasi bisnis hutan produksi menggeser orientasi pemanfaatan kayu menjadi
pemanfaatan HHBK dan jasling serta rekayasa sosial yang menggeser paradigma akses
usaha korporasi dalam pemanfaatan hutan menjadi akses usaha masyarakat serta

1
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 juncto. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
diversifikasi hasil hutan yang bertujuan untuk perluasan akses masyarakat dalam
pengelolaan hutan produksi (perhutanan sosial dan kerjasama) dalam rangka
mewujudkan multibisnis di hutan produksi. KPHP memegang peranan penting dalam
pergeseran paradigma tersebut. Sampai dengan Mei 2018, 304 unit KPHP telah memiliki
kelembagaan, 113 unit diantaranya telah memiliki dokumen Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka Panjang (RPHJP).
Untuk mewujudkan tata kelola hutan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui
konfigurasi bisnis baru di hutan produksi maka masyarakat setempat dilibatkan dalam
pengelolaan hutan produksi melalui akses legal yaitu :
1. Tersedia/teralokasikan areal untuk pemberdayaan masyarakat setempat melalui pola
kemitraan dalam bentuk tanaman kehidupan dalam tata ruang IUPHHK-HTI paling
sedikit 20 % dari areal kerja (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri)
2. Kontribusi sektor kehutanan terhadap pengembangan 4 (empat) komoditi strategis
(tebu, padi, jagung, sapi) melalui kerjasama penggunaan dan pemanfaatan kawasan
hutan untuk mendukung ketahanan pangan antara pemegang IUPHHK-HA/HTI, KPH,
Perum Perhutani dengan koperasi (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Kerjasama
Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan
Pangan)
3. Perhutanan sosial untuk mengurangi kemiskinan, penggangguran dan ketimpangan
rasio alokasi pemanfaatan kawasan hutan antara masyarakat dengan corporate
berupa Hutan Desa, Izin Usaha Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
Kemitraan Kehutanan, Hutan Adat (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan
Sosial)
4. Skema pemanfaatan hutan non perizinan melalui kerjasama pada KPH untuk BUM
Desa, UMKM, koperasi (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.49/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2017 tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan pada
Kesatuan pengelolaan Hutan)

Masyarakat sekitar hutan telah memanfaatkan hutan/asil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
sebagai sumber penghidupan, baik untuk tujuan konsumtif (dikonsumsi langsung)
maupun produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang). Hasil penelitian menunjukan
bahwa hanya 10 % hasil hutan berupa kayu sedangkan 90 % HHBK belum secara optimal
dimanfaatan dan dikelola untuk kesejahteraan masyarakat 3. Selain hasil kayu dan HHBK,
manfaat lain dari hutan bagi kehidupan manusia adalah jasa lingkungan. Melalui
mekanisme penyimpanan air, penyerapan karbon dan penghasil oksigen, hutan
merupakan penyangga sistem kehidupan manusia. Saat ini jasa lingkungan hutan yang
populer dan berpotensi untuk dikembangkan adalah ekowisata4.

2
Data Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari, Mei 2018
3
Raharjo, S. Agung Sri, 2017, Hasil Hutan Bukan Kayu, Konstruksi Teoritis dan Yuridis di Indonesia, Warta
Cendana, 1, Edisi X No. 1 April 2017
4
Raharjo, S. Agung Sri, 2017, Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, Apa dan Bagaimana Menetapkannya?,
Warta Cendana, 1, Edisi X No. 2 Agustus 2017
Beberapa KPHP telah mengelola dan mengembangkan potensi HHBK dan jasa
lingkungannya, diantaranya yaitu :
1. KPHP Jogjakarta
KPHP Jogjakarta memproduksi Minyak Kayu Putih 44.297 Liter/tahun yang
menghasilkan pendapatan 8,4 Milyar rupiah dalam satu tahun. KPHP Jogjakarta juga
mengembangkan Agroforestry HHBK dengan pola tumpang sari yang menghasilkan
pendapatan 60 Milyar rupiah dalam satu tahun. Potensi wisata yang dikembangkan di
KPHP Jogjakarta diantaranya yaitu Wana Wisata Mangunan, Puncak Becici, Rafting
yang telah mendatangkan wisatawan sebanyak 433.070 orang/tahun dengan
pendapatan 1,9 Milyar rupiah dalam satu tahun.
2. KPHP Boalemo
KPHP Boalemo memproduksi Getah damar (7 ton/tahun), rotan (33 ton/tahun), aren
(73.000 liter/tahun), jernang (200 kg/tahun), sutera (2.400 kg/tahun) dan Bio Etanol
(10.000 liter/tahun) dengan melibatkan 22 Kelompok Tani Hutan dan menghasilkan
pendapatan 55 juta rupiah dalam satu tahun.
3. KPHP Kendilo
Terdapat beberapa potensi HHBK dan yang dapat dikembangkan oleh KPHP Kendilo
yaitu Bambu, Rotan, Madu dan kompos. Sedangkan potensi jasa lingkungan yang
dapat dikembangkan yaitu air minum dalam kemasan, wisata Riam Siteru, wisata alam
camping ground Siteru yang telah mendatangkan wisatawan sebanyak 6000
orang/tahun dengan pendapatan 30 juta rupiah dalam satu tahun.
KPHP Kendilo telah melaksanakan kegiatan agroforestri melalui pengembangkan jenis
endemik kehutanan, MPTS dengan sistem tumpangsari (padi, jagung, palawija,
sayuran). Kegiatan kegiatan agroforestri dilaksanakan dengan pola kemitraan dengan
kelompok tani hutan. Panen perdana padi di areal agroforestri KPHP Kendilo telah
dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2017. Pemasaran padi yaitu lingkup lokal (desa –
Kabupaten Paser) dan regional (Provinsi Kalimantan Timur). Selain padi hasil tumpang
sari lainnya yaitu cabai dan jagung. Panen perdana jagung di areal agroforestri KPHP
Kendilo telah dilaksanakan pada tanggal 25 April 2018.

Fasilitasi Pemerintah Pusat


Strategi pemasaran dan pemanfaatan atas HHHBK dan jasa lingkungan di KPHP untuk
peningkatan usaha produksi masyarakat perlu memperhatikan prioritas area
pengembangan HHBK dan jasa lingkungan, efisiensi produksi barang dan jasa
(aksesibilitas, potensi pasar, Harga/kuantitas/kualitas yang kompetitif), Pendampingan
teknis yang berkelanjutan oleh KPHP dan profesional kepada masyarakat lokal dalam
proses produksi dan pemasaran. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
mendukung kerjasama pemanfaatan hutan pada KPHP dalam rangka percepatan
pengembangan ekonomi berbasis masyarakat diwilayah KPH melalui MoU antara
Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dengan Pemerintah Daerah.
Telah dilakukan penandantanganan Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Barat yang dilaksanakan pada tanggal 19 juli 2017 dan Provinsi Sulawesi
Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 4 September 2017.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan hutan ditingkat tapak melalui KPHP
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis desa di sekitar KPHP maka
kebijakan anggaran Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari sejak tahun
2015 – 2017 dilokasikan untuk kegiatan pengelolaan kolaboratif antara KPHP dengan
masyarakat desa. Alokasi anggaran untuk kegiatan dimaksud yaitu pada tahun 2017
sejumlah 265,54 Milyar rupiah untuk 209 unit KPHP, tahun 2018 sejumlah 220,42 Milyar
rupiah untuk 269 unit KPHP dan tahun 2019 direncanakan sejumlah 460,13 Milyar rupiah
untuk 347 unit KPHP.
Target fasilitasi anggaran KPHP di Provinsi Kalimantan Tengah oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPHP Wilayah X Palangkaraya) tahun 2018 adalah
sebanyak 21 unit KPHP. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
SK.2/MENHUT-II/2012 tanggal 9 januari 2012 telah ditetapkan 29 unit wilayah KPHP
dengan 16 Unit Pelaksanan Teknis Daerah (UPTD) berdasarkan Peraturan Gubernur
Kalimantan Tengah Nomor 10 Tahun 2017.

Tantangan dan Peluang


Pemanfaatan sumber daya hutan dari hutan negara perlu dilakukan penatausahaan
sebagai kepatuhan kepada negara dalam rangka pencapaian kelestarian hutan. Sejak
Januari 2017 sampai dengan April 2018 terdata beberapa KPH telah melaporkan hasil
produksi jenis hasil hutan kayu (BKPH/KPHP Jogjakarta dan UPTD KPH lakompa Provinsi
Sulawesi Tenggara) dan hasil hutan bukan kayu (KPH Hulu Sungai, KPH Tabalong, KPH
tanah Laut Provinsi Kalimantan selatan; KPHP Gegong Wani Provinsi Lampung; BKPH
Maria Donggomassa Unit XXII dan XXIII, KPHP Orong Telu Brang Breh, KPHL Brang
Rea, KPHL Mataiyang Provinsi NTB)5.
Tata cara pengenaan, pemungutan dan penyetoran provisi sumber daya hutan, dana
reboisasi, ganti rugi tegakan, denda pelanggaran eksploitasi hutan dan iuran izin usaha
pemanfaatan hutan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.71/MenLHK/Setjen/HPL.3/8/2016. KPH sebagai wajib bayar
mempunyai kewajiban untuk membayar PSDH, DR, DPEH dan/atau GRT kepada
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
meningkatkan peran KPH dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Arah KPH mandiri diantaranya yaitu mengurangi ketergantungan keuangan kepada
belanja pemerintah (self-financing management units) dan profesional dalam rangka
pencapaian tujuan pengelolaan hutan yang lestari. Telah dihasilkan rekomendasi atas
kajian Konsep Kebijakan Sistem Pengelolaan Investasi dan Keuangan KPH yaitu
diperlukan bentuk organisasi yang mampu menyelenggarakan fungsi-fungsi publik dan
sekaligus fungsi privat atau bisnis (organisasi semi pemerintah/quasi public) berupa Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) untuk menjamin
fleksibilitas pengelolaan KPH6. Peran multistakeholder diperlukan untuk mendorong
penerapan dan keberlanjutan BLUD untuk setiap KPH. fokus pengembangan usaha
produktif berbasis masyarakat lokal di wilayah KPH dan penerapan strategi multibisnis,
multi komoditas dan multistakeholder (3M) dapat mendorong percepatan kemandirian
KPH, yang diawali dengan memproduksi barang dan jasa secara lestari (One Site One
Product).

5
Data Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari, April 2018
6
Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan, 2013, Pola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Menuju Kemandirian KPH.
Jakarta, DebutWahana Sinergi

Anda mungkin juga menyukai