Anda di halaman 1dari 15

Perspektif Vol. 18 No. 2 /Des 2019. Hlm 135-149 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v18n2.

2019, 135 -149


ISSN: 1412-8004

PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI


PERKEBUNAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN BIOENERGI
Plant Biomass Management in Plantations Bioindustry Supporting Bioenergy
Development

SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN


Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Indonesian Center of Estate Crops Research and Develompent
Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111, Indonesia
E-mail: suciwulandari@hotmail.com

ABSTRAK ABSTRACT

Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan Biomass from estate crops can be used for food, feed,
untuk pangan, pakan, dan bioenergi. Hasil penelitian and bioenergy. The results of research and
dan perkembangan teknologi telah mendorong technological developments have encouraged the
pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman utilization of biomass of these plant parts. Plantation
tersebut. Tanaman perkebunan memiliki potensi besar crops have great potential to produce biomass that can
untuk menghasilkan biomassa yang dapat be utilized in the development of renewable energy.
dimanfaatkan dalam pengembangan energi Mapping of biomass potential has been carried out in
terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak plantation crops, such as: sugar cane, cocoa, oil palm,
dilakukan pada tanaman perkebunan, seperti pada: candlenut, jatropha, coffee, deep coconut, rubber, and
tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan, jarak pagar, tea. The development of food and biomass production
kopi, kelapa dalam, karet dan teh. Pengembangan systems for energy generation through a commodity-
sistem produksi pangan dan biomassa untuk based multi-cropping system has been developed. In
pembangkit energi melalui sistem multi tanam East Aceh District an agro-industrial system
berbasis komoditas perkebunan telah dikembangkan. development has also been carried out utilizing all
Di Kabupaten Aceh Timur telah dilakukan byproducts, encouraging recycling and utilizing
pengembangan sistem agroindustri juga residues. The utilization of bioenergy is still faced with
memanfaatkan semua produk samping, mendorong various distribution constraints, continuity of material
daur ulang dan pemanfaatan residu. Pemanfaatan supply and economic aspects. In response to this,
potensi bioenergi masih dihadapkan pada berbagai strategic steps can be taken through carbon balance
kendala distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan analysis, land allocation, land use, sustainable use of
aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah resources, technology support, focus on high added
strategis dapat dilakukan melalui: analisis neraca value and improved governance. Furthermore,
karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan, improvements to the development of integrated energy
pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, food systems can be pursued through (1) socialization
dukungan teknologi, fokus pada nilai tambah yang of technological innovations, (2) establishing integrated
tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan agricultural areas in plant centers and (3) strengthening
pada pengembangan sistem pangan energi terpadu farmer institutions to develop agro-industries.
dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi
Keywords: bioindustry, biomass, estate crops,
teknologi, (2) membentuk kawasan-kawasan pertanian
renewable energi
terpadu di daerah sentra pengembangan dan (3)
memperkuat kelembagaan petani untuk
mengembangkan agroindustri. PENDAHULUAN
Kata kunci: bioindustri, biomassa, tanaman
Pemanfaatan biomassa menjadi salah satu
perkebunan, energi terbarukan
isu strategis dalam pengembangan energi
terbarukan. Biomassa merupakan bahan organik
yang dihasilkan melalui proses fotosintetik.

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 135
(SUCI WULANDARI et al)
Selain digunakan untuk tujuan primer serat, dioptimalkan dengan cara mengkonversinya
bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, menjadi bahan bakar gas melalui sebuah reaktor.
bahan bangunan, biomassa juga digunakan Manfaat yang dapat diperoleh melalui daur
sebagai sumber energi. Energi biomassa adalah ulang bahan organik, nutrien atau mineral dari
energi yang bersumber dari sumber alami yang limbah pertanian yaitu menghasilkan bioenergi,
dapat diperbaharui. Bahan pembuat biomassa ini mengurangi penggunaan pupuk anorganik,
berasal dari dua jenis yaitu hewan yang bisa meningkatkan produktivitas akibat perbaikan
berupa mikroorganisme atau makroorganisme, karakteristik tanah (fisik, kimia dan
dan yang berasal dari tumbuhan. Biomassa dapat mikrobiologis), dan mengurangi beban
berbentuk cair, padat, dan gas. Energi biomassa pencemaran lingkungan. Praktek ini
ini muncul berdasarkan adanya siklus karbon di berkontribusi terhadap pengembangan pertanian
bumi. berkesinambungan (sustainable agriculture), yang
Sebagai salah satu sumber energi merupakan tuntutan bagi praktek pertanian
terbarukan, biomassa memiliki potensi yang modern (Suprihatin, Indrasti and Aryanto 2010).
sangat besar dengan total penyediaan sebesar 60 Transformasi pertanian dilaksanakan
juta ton setara dengan 50 GW listrik. Secara dengan pendekatan Sistem Pertanian Bioindustri
global, biomassa mampu menyediakan 11% Berkelanjutan yang mencakup Sistem Usaha
energi primer dunia (Dobermann 2007). Potensi Pertanian Terpadu (SUPT) tingkat mikro, Sistem
biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai Rantai Nilai Terpadu (SRNT) pada tingkat
145 M ton setiap tahunnya dan pemanfaatannya industri atau rantai pasok, dan Sistem Pertanian
belum dilakukan secara optimum (Suprihatin, Bioindustri Terpadu (SPBT) pada tingkat industri
Indrasti and Aryanto 2010). atau komoditas (Kementerian Pertanian, 2013).
Di Indonesia setiap tahun dihasilkan ratusan Sistem Energi Pangan Terpadu (Integrated Food
juta ton limbah pertanian seperti jerami, kulit Energi System) merupakan sistem secara
padi, seresah tebu, tandan kosong kelapa sawit bersamaan mampu menghasilkan pangan dan
dan-lain-lain. Limbah pertanian yang berpotensi energi, sebagai cara mencapai komponen energi
lainnya seperti: ampas tebu, tongkol jagung, melalui intensifikasi tanaman berkelanjutan
jerami, tempurung dan ampas kelapa, sampah melalui pendekatan ekosistem.
pasar yang terdiri dari kulit buah-buahan dan Sistem Energi Pangan Terpadu terdiri dari 2
buah-buahan yang mengalami pembusukan, dan tipe (Bogdanski et al. 2010), tipe pertama,
sisa-sisa pengolahan hasil-hasil pertanian lainnya menggabungkan produksi pangan dan biomassa
yang umumnya menjadi sampah dan berpotensi untuk pembangkitan energi di lahan yang sama,
sebagai pencemar lingkungan (Khaidir 2016). melalui sistem multi-tanam atau sistem
Tanaman perkebunan yang dibudidayakan pencampuran tahunan dan spesies tanaman
dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati tahunan. Sedangkan tipe kedua, sistem tersebut
antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, dapat dikombinasikan dengan produksi ternak
tebu, dan sagu (Prastowo, 2007). Sistem pertanian dan ikan. Tipe kedua memaksimalkan sinergi
bioindustri terpadu yang berlandaskan pada antara tanaman, ternak, ikan dan sumber energi
pemanfaatan berulang zat hara serta terbarukan yang dicapai melalui adopsi teknologi
pemanfaatan biomassa merupakan pilihan sistem agroindustri (seperti gasifikasi atau anaerobik
pertanian masa depan karena tidak saja pencernaan) yang memungkinkan pemanfaatan
meningkatkan nilai tambah dari lahan tetapi juga semua produk samping, mendorong daur ulang,
ramah lingkungan, namun demikian, dan pemanfaatan residu.
pengembangan sistem pertanian bioindustri
diduga masih terbatas. POTENSI BIOMASSA TANAMAN
Sebagian besar limbah pertanian belum PERKEBUNAN
dimanfaatkan, dan lebih banyak dibakar di lahan.
Sebagai bahan bakar padat, limbah pertanian dan Kebijakan energi nasional melalui terbitnya
biomassa lainnya dapat secara efektif Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang

136 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


Kebijakan Enersi Nasional menetapkan sasaran perkebunan sebagai sumber energi, produk
penggunaan bahan bakar nabati menjadi lebih samping dan residu, serta limbah organik.
dari 5 % terhadap konsumsi enersi nasional pada Sedangkan bentuk fisik bioenergi dapat
tahun 2025. Kebijakan tersebut diikuti dengan berbentuk padat, cair dan gas. Secara umum
Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006, antara lain yang bisa dijadikan bioenergi diantaranya
menginstruksikan kepada Kementerian Pertanian mencakup: kayu bakar, limbah penebangan,
untuk mendorong penyediaan tanaman termasuk limbah industri kayu, limbah pertanian, briket
fasilitasi penyediaan benih dan bibitnya, kayu, arang, serta briket arang. Teknologi
penyuluhan, dan mengintegrasikan kegiatan produksi dan pemanfaatan bioenergi juga terus
pengembangan dan kegiatan pasca panen bahan berkembang dan banyak terobosan baru yang
tanaman, untuk mendukung penyediaan bahan sudah ditemukan.
bakar nabati. Pengembangan bioenergi bisa menjadi salah
Salah satu bagian dari ekonomi berbasis bio satu program untuk mendukung kegiatan
adalah pemanfaatan bioenergi. Pada masa lalu ekonomi berbasis bio. Sebagai contoh
pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih pengembangan perkebunan energi seluas 10 juta
terbatas pada penggunaan kayu bakar untuk hektar mampu menghasilkan bioenergi sebesar
rumah tangga yang termasuk dalam energi non 40 juta ton per tahun atau setara dengan produksi
komersial. Saat ini pengembangan bioenergi telah bahan bakar minyak (BBM) sebesar 750 ribu barel
mengarah pemanfaatannya sebagai energi per hari (Sugiyono et al., 2014). Energi
komersial. Bioenergi telah dimanfaatkan sebagai perkebunan ini penting untuk dipertimbangkan
bahan bakar maupun untuk pembangkit listrik. mengingat impor BBM terus meningkat serta
Pemanfatan bioenergi sebagai bahan bakar sudah dapat meningkatkan ketahanan energi nasional
dilaksanaan sesuai dengan kebijakan mandatori dalam jangka panjang.
Bahan Bakar Nabati (BBN). Kebijakan mandatori Pengembangan ekonomi berbasis bio di
BBN sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan Indonesia secara historis dapat ketahui dari
saat ini yang paling besar pemanfaatannya untuk pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan
biodiesel dalam bentuk biosolar (15% biodiesel) kehutanan. Sejak dicanangkan Pembangunan
yang mencapai 13,9 juta KL pada tahun 2015. Lima Tahun (Pelita) pada tahun 1969,
Selain itu bioenergi juga sudah mulai digunakan Pemerintah Indonesia sangat memperhatikan
khususnya di industri kelapa sawit, pulp dan sektor pertanian. Pada Pelita I (1969-1973) sampai
kertas serta industri gula. Industri kelapa sawit Pelita IV (1984-1989) pemerintah
banyak menghasilkan limbah padat (cangkang, memprioritaskan pembangunan di sektor
serat, dan tandan kosong) dan limbah cair pertanian. Mulai Pelita V (1989-1994)
(POME). Cangkang dan serat digunakan sebagai menitikberatkan pada sektor pertanian yang
bahan bakar untuk boiler sedangkan tandan didukung oleh industri. Pengembangan sektor
kosong digunakan sebagai pupuk. Limbah cair pertanian yang didukung sektor industri dapat
dapat digunakan untuk menghasilkan biogas dimaknai sebagai wujud dari pemanfaatan
sebagai bahan bakar untuk PLTG. Industri pulp biomassa yang modern. Pola dasar Pelita tersebut
dan kertas memanfaatkan produk samping yang relevan dengan arah pengembangan
berupa bark dan lindi hitam (black liquor) serta perekonomian dunia yangkembali
non-condensate gas dan bio-sludge sebagai sumber mengembangkan biomassa untuk mendukung
energi untuk proses industri. Industri gula perekonomian secara keseluruhan. Sektor
memanfaatkan bagasse tebu sebagai bahan bakar pertanian dan ditambah dengan sektor
untuk proses industri. perkebunan dan kehutanan dimasa datang bisa
Bioenergi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber pasokan energi
dikembangkan di Indonesia mengingat tebarukan dan penghasil material dan bahan
ketersediaan bahan baku dan lahan cukup kimia khusus yang mempunyai nilai tambah
melimpah. Berdasarkan sumbernya, bioenergi tinggi. Meskipun saat ini perekonomian
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Indonesia masih berbasis fosil, namun secara

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 137
(SUCI WULANDARI et al)
historis dan perencanaan ke depan dapat 2007). Biomassa dapat juga dibagi ke dalam
diarahkan menjadi ekonomi berbasis bio. empat kategori: (1) biomassa hutan dan limbah
Proses konversi biomassa dapat hutan, (2) tanaman energi, (3) limbah pertanian
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu termokimia, dan (4) limbah organik (Biomass Energi Europe.
kimia fisik, dan bio kimia. Dari hasil proses ini, 2010). Klasifikasi potensi energi biomassa
bioenergi yang dapat berbentuk padat, cair dan menurut Biomass Energi Europe, terdapat lima
gas. Proses konversi biomassa yang konvensional jenis potensi sumber energi biomassa yaitu
tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut biomassa teoritis, teknis, ekonomis, implementasi
melalui pengembangan sistem integrase hulu dan implementasi berkelanjutan (Biomass Energi
sampai hilir menjadi biorefinery. Di Indonesia Europe 2010):
pemikiran dan program menuju terciptanya a. Potensi Teoritis adalah jumlah maksimum
ekonomi berbasis bio melalui pengembangan keseluruhan biomassa yang secara teoritis
biorefinery terus berjalan dan dilakukan. Proyek i- tersedia untuk produksi bioenergi dengan
Biol merupakan salah satu contoh batasan biofisika dasar. Potensi teoritis
pengembangan biorefinery di Indonesia. Proyek biasanya dinyatakan dalam joule energi
ini merupakan hasil kolaborasi implementasi primer, yaitu energi yang terkandung dalam
pendanaan dari JST-JICA Science and Technology bahan mentah biomassa, yang belum
Research Partnership for Sustainable Development diproses. Energi primer diubah menjadi
(JST-JICA SATREPS) pada tahun 2013-2018. energi sekunder, seperti listrik, bahan bakar
Teknologi pengembangan BBN generasi cair, dan bahan bakar gas. Dalam kasus
pertama memanfaatkan hasil utama pertanian biomassa dari tanaman dan hutan, potensi
seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa, teoritis menggambarkan produktivitas
minyak nyamplung, minyak jarak, molases, umbi maksimum di bawah pengelolaan optimal
ubikayu, dan lainnya. Di sisi lain, tersedia limbah teoritis dengan mempertimbangkan batasan-
pertanian dan kehutanan sebagai sumber batasan seperti kondisi tanah, suhu, radiasi
lignoselulosa yang dapat menjadi sumber energi matahari, dan curah hujan.
yang menjanjikan. Pemanfaatan limbah tersebut b. Potensi Teknis adalah bagian dari potensi
diharapkan akan mengurangi masalah teoritis yang tersedia di bawah kondisi tekno-
lingkungan serta mendatangkan keuntungan struktural dengan teknologi yang tersedia,
dengan menjadikan tingginya nilai tambah dari misalnya teknik panen, infrastruktur dan
limbah tersebut. Pengembangan BBN generasi aksesibilitas, dan teknik pengolahan. Potensi
dua mengacu kepada biofuel yang dibuat dari teknis juga mempertimbangkan kondisi
bahan non pangan. Bahan non pangan adalah spasial terkait penggunaan lahan (misal
bahan non pangan atau biomassa padat yang untuk produksi pangan, pakan, dan serat)
merupakan bahan berlignoselulosa, misalnya: termasuk aspek ekologis (yaitu cadangan
limbah padat pertanian dan kehutanan seperti alami) dan kandala akibat kemungkinan
jerami, sekam, tandan kosong kelapa sawit, bagas penggunaan non-teknis. Potensi teknis
tebu, kayu-kayuan, rumput dan bahan lainnya. biasanya dinyatakan dalan Joule energi
Prinsip pemanfaatan yaitu bahwa bahan primer, tapi terkadang juga dinyatakan
biomassa yang diproduksi tidak terlalu dalam satuan sekunder untuk energi.
tergantung kepada luasan lahan maupun c. Potensi Ekonomis adalah bagian dari potensi
produktivitas hasil pokok tanaman tersebut teknis yang memenuhi kriteria keuntungan
(Prastowo and Richana 2014). ekonomis dalam kondisi tertentu. Potensi
Biomassa mengandung bahan organik tinggi ekonomi pada umumnya mengacu kepada
yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang energi bio sekunder walaupun kadang-
memiliki kadar energi (Iskandar and Siswati kadang energi bio primer juga
2012). Biomassa dapat dibedakan dalam tiga dipertimbangkan. Hasil akhir dari penilaian
kelompok besar, yaitu biomassa kayu, biomassa potensi ekonomis adalah dalam bentuk
bukan kayu, dan bahan-bakar sekunder (Calle Supply Curve (Rp/ton).

138 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


d. Potensi Implementasi adalah bagian dari Pada uraian dibawah ini dibahas pohon biomassa
potensi ekonomis yang dapat diterapkan berbagai tanaman perkebunan sebagai hasil
pada periode waktu tertentu dan pada penelitian yang dilaksanakan pada 2015-2017.
kondisi sosio-politik, mencakup hambatan Ketersediaan bobot biomassa diperkirakan dari
ekonomi, institutional dan sosial. Potensi perkalian luas areal TM komoditas dikalikan
implementasi fokus pada kelayakan atau dengan potensi biomassa per hektar yang
dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial diperoleh dari hasil penelitian.
dari kebijakan bioenergi.
e. Potensi Implementasi Berkelanjutan adalah 1. Tanaman Tebu
gabungan kriteria-kriteria keberlanjutan
Pohon biomassa tanaman tebu yang
lingkungan, ekonomi, dan sosial dari
potensial terukur meliputi daun, batang dan
penilaian sumber biomassa.
akarnya, dengan bobot sebagian besar berada
pada bagian batang yaitu sekitar 84,76-92,0 %
Secara teknis limbah biomassa pertanian dan
dari bobot biomassa tanaman tebu secara
perkebunan memiliki kandungan lignoselulosa
keseluruhan baik umur 6 bulan maupun 12 bulan
yang cukup tinggi yang dapat didegradasi
(Tabel 1). Walaupun diproses lebih lanjut
menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu
menjadi bagas dan nira, bobot bagas masih
glukosa sebagai bahan baku bioetanol. Oleh
paling besar dibandingkan dengan daun maupun
karena itu, limbah perkebunan dapat menjadi
akarnya. Untuk diubah menjadi bioetanol
sumber energi alternatif, baik diproses menjadi
sebenarnya adalah biomassa yang menggandung
cairan bioetanol maupun proses gasifikasi
hemiselulosa dan selulosa tinggi. Akar yang
menjadi gas. Teknologi biofuel generasi baru
selulosanya tinggi tetapi bobotnya rendah. Jadi
yang banyak dibahas saat ini adalah dengan
pada tebu batang yang menjadi biomassa utama
mengembangkan proses konversi bio untuk
yang dikenal selama ini yaitu memanfaatkan
menghasilkan dan konversi-termal untuk
bagasnya.
menghasilkan gas, yang sebenarnya dapat
Ketersediaan bobot biomassa tanaman tebu
diproses menjadi biodiesel ataupun bioavtur dan
secara nasional cukup besar yaitu 18.866.263 ton
sejenisnya. Teknologi ini dikenal sebagai
per tahun, biomassa tersebut terdiri atas batang
teknologi biofuel generasi kedua dan banyak
daun dan akar yang dapat dimanfaatkan untuk
dikembangkan berbagai negara (Prastowo and
berbagai sumber energi. Bagian batang berupa
Richana, 2014).
ampas tebu oleh Pabrik gula pada umumnya
Pertanian bioindustri merupakan
digunakan untuk menghidupkan turbin, listrik
pemanfaatan potensi dengan meninggalkan
yang dihasilkan digunakan untuk menggerakan
sedikit mungkin limbah yang tidak bermanfaat
mesin prosesing tebu menjadi gula. Demikian
dan menggunakan sesedikit mungkin input
juga pada perajin gula merah ampas tebu
produksi dan energi dari luar (Prastowo 2015).
digunakan untuk mengolah nira tebu menjadi
Pertanian bioindustri juga mengacu kepada
gula merah. Sedang daun yang tertinggal saat
pemahaman terbangunnya keseimbangan karena
panen belum dimanfaatkan secara optimal
siklus pertanian (Sumanto dan Prastowo 2016).
biasanya petani membakar daun kering di lahan

Tabel 1. Ketersediaan bobot biomassa tanaman tebu


No Bagian Tanaman Potensi per rumpun Potensi per ha
(berat kering kg) (20.000 rumpun Potensi Nasional (ton)*
ton/ha)
1 Batang 1,65 32.980 8.175.181.340
2 Daun 0,34 6.820 1.690.562.060
3 Akar 0,09 1.740 431.316.420
Jumlah 2,07 41.54 10.297.060
Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019a, *data perhitungan

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 139
(SUCI WULANDARI et al)
pertanaman tebu setelah panen. Dengan asumsi selulose akan mengurangi penggunaan energi
luas lahan sebesar 247.883 ha, maka biomassa fosil.
daun tebu yang tertinggal besarnya secara
nasional 1.690.562.060 ton (Tabel 1) seharusnya 3. Tanaman Kelapa Sawit
dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi. Batang kelapa sawit merupakan komponen
tanaman yang paling tinggi sebesar 448,36 kg
2. Tananaman Karet
(53,57%) dibanding dengan bagian yang lain.
Berdasarkan pengukuran bagian tanaman Sedang komponen tertinggi ke dua adalah
karet diperoleh bahwa bagian batang merupakan pelepah dan daun sebesar 280,67 kg (33,53%)
bagian paling berat dibanding dengan bagian kedua bagian ini merupakan bagian tanaman
yang lain yaitu sebesar 216,81 kg (43,15%) per yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
tanaman sedang cabang merupakan bagian bioenergi tapi belum banyak dimanfaatkan.
terbesar kedua setelah batang yaitu sebesar Luas tanaman sawit di Indonesia diatas
209,03 kg (41,6%). Sedangkan daun merupakan 10.448.224 hektar sehingga ketersediaan bobot
bagian terecil sebesar 22,63 kg (4,51%) biomassa tanaman sawit sangat besar
Karet merupakan tanaman berkayu dan 1.620.617.755.706 ton (Tabel 3). Pemanfaatan dari
dapat tumbuh besar selain sebagai sumber biomassa tanaman sawit masih sangat minim,
biomassa batang tanaman karet dapat digunakan penggunaanya saat ini sebatas kayu bakar,
sebagai bahan bangunan karena mutu kayu bahkan pada saat replanting perusahaan
tersebut rendah sehingga pemanfaatan sebagai perkebunan sawit membuang bagian tanaman
bahan bangunan sangat terbatas. Pemanfaatan berupa batang dan pelepah daun melapuk dan
karet sebagai biomassa masih sangat minim oleh membusuk. Untuk itu pemanfaatan biomassa
petani dan hanya digunakan sebagai kayu bakar. sawit untuk lebih optimal diperlukan teknologi
Dengan luas areal sebesar 3.680.428 ha, secara pemanfaatan batang dan pelepah sawit.
nasional ketersediaan biomassa dari tanaman
karet sangat besar yaitu 880.655.424.944 ton 4. Tanaman Teh
(Tabel 2). Pemanfaatan biomassa tanaman karet Hasil pengamatan tanaman teh diperoleh,
secara maksimal sebagai bioenergi antara lain bahwa bagian biomassa tertinggi pada tanaman
untuk pembangkit listrik atau dalam bentuk teh adalah bagian batang, bagian akar, serta
Tabel 2. Ketersediaan bobot biomassa tanaman karet

Potensi per ha
Potensi per tanaman
No. Bagian tanaman populasi 476 tanaman Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg)
per ha (ton/ha)
1. Batang 216,81 103.242,75 379.977.507.897
2. Cabang 209,03 99.538,00 366.342.442.264
3. Akar 54,02 25.723,78 94.674.520.178
4. Daun 22,63 10.776,18 39.660.954.605
Jumlah 502,48 239.280,71 880.655.424.944
Sumber: Prastowo, 2017; Ditjenbun 2019b, *data perhitungan

Tabel 3. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kelapa sawit


Potensi per ha
Potensi per tanaman
No. Bagian tanaman populasi 138/ha Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg)
(ton/ha)
1. Batang 448,36 61.873,68 646.470.068.344
2. Pelepah dan daun 280,67 38.732,46 404.685.418.151
3. Akar 108,01 14.905.38 155.734.749.045
Jumlah 837,04 155.109,4 1.620.617.755.706
Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019c, *data perhitungan

140 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


Tabel 4. Ketersediaan bobot biomassa tanaman teh
Potensi per ha dengan
Potensi per tanaman populasi 9,260
No. Bagian tanaman Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg) tanaman per ha
(ton/ha)
1. Daun 0,56 5.185,60 460.476.094
2. Cabang dan ranting 2,09 19.353,40 1.718.562.567
3. Batang 7,12 65.931,20 5.854.624.629
4. Akar 6,53 60.467,80 5.369.480.172
Jumlah 16,30 150.936,0 13.402.965.864
Sumber: Prastowo, 2017; Ditjenbun 2019d, *data perhitungan

Tabel 5. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kakao


Potensi per tanaman Potensi per ha
No. Bagian tanaman Potensi Nasional (ton)*
berat kering (kg) (ton/ha)
1. Batang 11,58 1.737,0 1.391.795.568
2. Daun 7,98 1.236,9 991.083.442
3. Cabang dan ranting 12,55 1.882,5 1.508.379.480
4. Akar 3,73 559,5 448.307.208
5. Buah 0,22 330,0 264.417.120
Jumlah 36,05 54.489 43.660.074.096
Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019e, *data perhitungan

cabang dan renting dan bagian yang paling bongkaran kakao hanya digunakan sebagai kayu
rendah yaitu bagian daun berturut-turut 7,12 kg, bakar.
6,53 kg, 2,09 kg, dan 0,56 kg (Tabel 4).
Potensi biomassa tanaman teh cukup besar 5. Tanaman Kopi Arabika
namun pemanfaatannya sebagai bioenergi belum
Sebagian besar biomassa tanaman kopi
banyak dilakukan pada saat peremajaan
arabika adalah bagian batang, cabang dan
umumnya petani/perusahaan perkebunan
ranting. Bagian batang sebesar 4,48 kg (27,95%),
membakar setelah kering. Dengan luas areal
bagian cabang dan ranting sebesar 4,07 (25,39%)
sebesar 88.799 ha, maka ketersediaan biomassa
sedang bagian biomassa terendah pada bagian
mencapai 13.402.965.864 ton.
buah sebesar 1,98 kg (12,35%) (Tabel 8). Potensi
biomassa tanaman kopi arabika belum terlalu
4. Tanaman Kakao
besar, tanaman kopi arabika ditanam pada
Biomassa sebagian besar tanaman kakao dataran tinggi dan jumlah masih terbatas.
adalah dari ranting kecil, ranting cabang sampai
pada batang utamanya, berturut-turut 7,89%, 6. Tanaman Kopi Robusta
26,93%, dan 32,11% (Tabel 5). Jika dijumlahkan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
bobotnya sekitar 77% dari bobot biomassa
biomassa tertinggi tanaman kopi robusta adalah
tanaman umur 22 tahun dan sekitar 74 % untuk
bagian batang sebesar 17,09 kg (40,71%), bagian
tanaman umur sekita 5 tahun. Jumlah ini dapat
akar merupakan bagian tertinggi kedua setelah
dimanfaatkan saat peremajaan pertanaman,
batang sebesar 10,18 kg (24,25%),bagian cabang
sedangkan daun digunakan sebagai bahan pakan
dan ranting sebesar 9,16 kg (21,82%), daun
maupun bahan pupuk organik.
sebesar 3,34 kg (7,96%) dan terendah bagian buah
Secara nasional potensi biomassa tanaman
seberat 2,21 kg (5,26.%) (Tabel 7).
kakao cukup besar yaitu 43.660.074.096 ton dari
Secara nasional potensi biomassa kopi
luasan sebesar 801.264 ha. Hasil peremajaan pada
robusta cukup besar yaitu 4.983.794.779 ton
umumnya belum digunakan sebagai bioenergi
namun pemanfaatannya saat peremajaan masih
secara maksimal, petani biasanya kayu hasil
sangat terbatas hanya untuk kayu bakar saja

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 141
(SUCI WULANDARI et al)
Tabel 6. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kopi arabika
No. Bagian tanaman Potensi per tanaman Potensi per ha dengan Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg) populasi 1.600
tanaman per ha
(ton/ha)
1. Cabang dan ranting 4,07 6.512 2.151.395
2. Batang 4,85 7.760 2.563.702
3. Buah 1,98 3.168 1.046.624
4. Daun 2,91 4.656 1.538.221
5. Akar 2,22 3.552 1.173.488
Jumlah 16,03 25.648 8.473.432
Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2016a, *data perhitungan

Tabel 7. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kopi robusta


No. Bagian tanaman Potensi per tanaman Potensi per ha dengan
berat kering (kg) populasi 1.333
Potensi Nasional (ton)*
tanaman per ha
(ton/ha)
1. Cabang dan ranting 9,16 12.210,28 1.087.459.747
2. Batang 17,09 22.780,97 2.028.895.969
3. Buah 2,21 2.945,93 262.367.471
4. Daun 3,34 4.452,22 396.519.165
5. Akar 10,18 13.569,94 1.208.552.426
Jumlah 41,98 55.959,34 4.983.794.779
Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2016b, *data perhitungan

bahkan hanya dibiarkan di kebun sampai KEGIATAN PENELITIAN DAN


melapuk. PENGEMBANGAN MENDUKUNG
PEMANFAATAN BIOMASSA
7. Tanaman Kelapa
Biomassa tertinggi pada tanaman kelapa Pembangunan bioindustri yang terpadu
adalah bagian batang sebesar 622,75 kg (63,85%) dengan sumber biomassa sesuai konsep
dan biomassa tertinggi adalah bagian akar biorefinery merupakan langkah awal strategis
sebesar 230,01 kg (23,58%) selanjutnya bagian untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian
pelepah dan daun sebesar 96,19 kg (9,86%) dan dan sekaligus mengurangi ketergantungan
terendah bagian buah sebesar 26,19 kg (2,69%) pengolahan hasil pertanian dari energi fosil
Tabel 8. melalui pemanfaatan limbah pertanian sebagai
Secara nasional biomassa tanaman kelapa sumber energi untuk pengolahan (Kementerian
yaitu 394.838.451.478 ton dari luasan sebesar Pertanian 2013). Transformasi menuju Sistem
2.594.849 (Tabel 8). Tanaman kelapa hampir Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan dilaksanakan
menyebar seluruh Indonesia tanaman yang secara bertahap dengan titik berat yang berbeda
sudah tua banyak digunakan sebagai bahan yaitu:
bangunan namun selebihnya biasanya petani 1. Tahap pertama, pembangunan Sistem
menggunakan sebagai kayu bakar baik batang Pertanian Bioindustri Berkelanjutan akan
yang masih muda, pelepah daun, sabut, dititikberatkan pada pengembangan Sistem
tempurung dan bagian lainnya. Pertanian-Energi Terpadu (SPET). Pada
subsistem usahatani primer, SPET

142 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


Tabel 8. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kelapa
No. Bagian tanaman Potensi per ha
Potensi per tanaman
populasi 156 per ha Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg)
(ton/ha)
1. Batang 622,75 97.149,0 252.086.985.501
2. Buah 26,19 4.085,64 10.601.618.868
3. Pelepah dan daun 96,45 15.046,2 39.042.617.024
4. Akar 230,01 35.881,56 93.107.230.084
Jumlah 975,4 152.162,4 394.838.451.478
Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2019f, *data perhitungan

didasarkan pada inovasi bioteknologi yang dicapai, maka perekonomian Indonesia


mampu menghasilkan biomassa setinggi mengalami revolusi bioekonomi. Pada
mungkin untuk dijadikan sebagai feedstock tahapan inilah terwujud Indonesia yang
dalam menghasilkan bioenergi. Pengem- bermartabat, mandiri, maju, adil dan
bangan SPET juga merupakan strategi yang makmur.
tepat untuk meningkatkan kesejahteraan
petani kecil dan pengentasan kemiskinan di Energi terbarukan adalah energi yang
perdesaan; bersumber dari alam dan secara
2. Tahap kedua, pengembangan sistem berkesinambungan dapat terus diproduksi.
bioindustri (primer dan sekunder) yang Sumber alam yang dimaksud dapat berasal dari
terpadu dengan sistem pertanian matahari, panas bumi (geothermal), angin, air
agroekologis di perdesaan melalui (hydropower) dan berbagai bentuk dari biomassa.
pengembangan industri biorefinery primer Kelebihan dari energi terbarukan di antaranya
utamanya yang menghasilkan karbohidrat dapat dirubah menjadi tenaga listrik, dan dapat
untuk mensubstitusi produk-produk impor dikemas dalam bentuk cair untuk kepraktisan
dalam rangka mewujudkan kedaulatan pendistribusiannya. Karakteristik energi
pangan. Pada tahapan ini dikembangkan terbarukan yang demikian sangat sesuai dengan
pula biorefinery sekunder yang mensubstitusi perkembangan teknologi di sektor pertanian,
produk-produk berbasis fosil dan tidak misalnya mesin pertanian berbahan bakar
terbarukan dengan bioproduk. Pada akhir biodiesel atau bioetanol alat pengeringan dan
tahapan ini, perekonomian Indonesia telah penyimpanan, dan alat komunikasi pertanian
mengalami transformasi menjadi yang bertenaga listrik (Prastowo, 2007).
perekonomian berbasis bioindustri; Mekanisasi pertanian pada aspek budidaya dan
pengembangan agroindustri tingkat pedesaan
3. Tahap ketiga, dititikberatkan pada
akan terus mengalami perkembangan dan
pengembangan sektor bioservice yakni,usaha
membutuhkan energi yang mudah terjangkau
jasa berkaitan dengan bioekonomi seperti
baik dari sisi tempat, jumlah, maupun harga.
jasa penelitian dan pengembangan, jasa
Biomassa juga dapat diubah menjadi biogas
konstruksi biorefinery, jasa pengembangan
menggunakan reaktor digestasi anaerob, di mana
biobisnis, jasa biomedis, jasa bioremediasi
bakteri akan mendigestasi biomassa dan
lingkungan, jasa pengujian dan standardisasi
menghasilkan biogas, yang dapat dimanfaatkan
bioproduk dan biotools, dan sebagainya.
untuk pengoperasian mesin-mesin pengering di
Sektor jasa sangat padat ilmu pengetahuan
pedesaan (Prastowo et al. 2010).
hayati dan bioengineering termaju;
Tingkat potensi biomassa berdasarkan
4. Tahap keempat, adalah pembangunan Sistem ketersediaan pasokan sumber daya yang tidak
Pertanian Bioindustri Berkelanjutan yang termanfaatkan yang dapat diperoleh dari sisa
berimbang dan berbasis ilmu pengetahuan hasil pertanian menunjukkan potensi besar untuk
dan teknologi maju. Bila tahap ini dapat energi alternatif kelistrikan (Papilo et al., 2018).

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 143
(SUCI WULANDARI et al)
Keberhasilan pengembangan biomassa di Kualitas Tanaman, Relokasi Kebun Plasma
Indonesia bergantung pada pengembangan Nutfah Kopi Serta Pemeliharaan Sarana dan
produk biomassa skala industri yang Prasarana Pendukungnya Menuju Sistem
dikombinasikan dengan inovasi teknologi. Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
Pada subsistem bioindustri, SPET “Dukungan Inovasi Teknologi Badan
didasarkan pada inovasi bioengineering untuk Litbang Pertanian untuk Pengembangan
mengolah feedstock yang dihasilkan pada Bioindustri Pertanian di Kabupaten Aceh Timur”
subsistem usahatani primer menjadi energi dan merupakan kegiatan kemitraan yang bertujuan
bioproduk, termasuk pupuk untuk usahatani untuk mengembangkan sistem bioindustri. Hal
sehingga trade-off ketahanan pangan dan ini dilatarbelakangi oleh produktivitas tanaman
ketahanan energi akan dapat dihindarkan kakao rakyat yang masih rendah. Hal ini
(Kementerian Pertanian 2013). Melalui kegiatan disebabkan oleh rendahnya populasi, banyaknya
kemitraan telah dilakukan kegiatan penelitian tanaman rusak, dan serangan hama dan
dan pengembangan dalam rangka penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada
mengembangkan model SPET berbasis tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun
komoditas perkebunan. Kegiatan ini merupakan terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit
upaya untuk mengimplementasikan berbagai yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
model SPET yang menggunakan pendekatan solanacearum sehingga luas dan produksi
bioindustri melalui kegiatan kemitraan. Beberapa tanaman pisang menurun masing-masing 30%-
judul tersebut diantaranya adalah sebagai 35%. Penurunan produksi ini menyebabkan
berikut: (1) Pengembangan Model Pertanian pendapatan petani menjadi semakin rendah.
Terpadu Berbasis Seraiwangi di Sulawesi Selatan, Melalui kegiatan pengembangan sistem industri
(2) Pengembangan Tanaman Perkebunan dan diharapkan akan terjadi peningkatan produksi
Hortikultura Integrasi dengan Ternak di kakao dan pisang melalui pendekatan
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, (3) pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu
Dukungan Inovasi Teknologi Badan Litbang hasil penerapan teknologi Badan Litbang
Pertanian Untuk Pengembangan Bioindustri Pertanian di Kabupaten Aceh Timur (Syakir and
Pertanian di Kabupaten Aceh Timur, (4) Model Ferry 2011).
BioIndustri Berbasis Kemiri Sunan, (5) Sistem pertanian bioindustri merupakan
Pengembangan Proses Produksi Bioetanol Fuel sistem yang mengoptimalkan semua potensi
Grade Tipe Mobile Berbasis Tanaman yang terdapat di lokasi, tidak terkecuali limbah
Perkebunan, (6) Model Penerapan Teknologi dari suatu proses budidaya dan pasca panen.
Kemiri Sunan [Reutealis trisperma (Blanco) Airy Pola tanam kakao, pisang, dan ternak tidak
Shaw] Dengan Tanaman Pangan Berwawasan hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi
Konservasi di Lahan Bekas Tambang Emas juga membuka peluang diversifikasi produk,
Kabupaten Buru Provinsi Maluku, (7) Model penyediaan pakan ternak dan penyediaan pupuk
Pengembangan Kemiri Sunan [Reutealis organik. Terdapat peluang untuk meningkatkan
trisperma (Blanco) Airy Shaw] Dengan Tanaman pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi
Pangan di Lahan Bekas Tambang Batubara pertanaman untuk memperkuat usahatani
Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan
Kalimantan Timur, (8) Pengembangan Proses kakao dapat ditempuh dengan pola tanam kakao
Produksi Bioetanol Fuel Grade Tipe Mobile dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi
Berbasis Tanaman Perkebunan, (9) Model persaingan diperlukan inovasi teknologi pola
Pengembangan Tanaman Seraiwangi Berbasis tanam kakao pisang berbasis pengelolaan
Kawasan, (10) Penerapan Teknologi Model tanaman terpadu.
Pengembangan Kopi Arabika Di Kabupaten Budidaya tanaman kakao dan tanaman
Garut Jawa Barat, (11) Optimalisasi Pemanfaatan pisang merupakan penerapan teknologi pola
Lahan dan Diversifikasi Produk Tanaman Kelapa tanam yang memberikan keuntungan dan
di Dumai Provinsi Riau, dan (12) Peningkatan meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao

144 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


yang rusak direhabilitasi dan tanaman pisang tiga tahapan: pembakaran langsung, konversi
kembali ditanam di dalam baris tanaman kakao, termokimia dan konversi biokimia. Pembakaran
dengan jarak tanam 9 x 9 m. Sebagai penyediaan langsung merupakan teknologi yang paling
benih dibangun kebun induk pisang sehat, dan sederhana karena pada umumnya biomassa telah
juga ternak untuk mendukung pemanfaatan dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa
limbah dari serasah, kulit buah kakao menjadi perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
kompos dan pakan ternak. Penerapan budidaya didensifikasi untuk kepraktisan dalam
kakao dan pisang akan mendorong berdirinya penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan
kembali industri rumah tangga dan industri teknologi yang memerlukan perlakuan termal
berbahan baku pisang lainnya yang didukung untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
oleh produksi biji cokelat dan pasta, yang menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi
akhirnya meningkatkan pendapatan petani. biokimiawi merupakan teknologi konversi yang
Tanaman kakao dan pisang menghasilkan menggunakan bantuan mikroba dalam
biomassa dalam jumlah relatif besar. Tanaman menghasilkan bahan bakar(Arhamsyah 2010).
kakao melalui pemangkasan wiwilan dan Sebagai bahan bakar, biomassa perlu
produksi menghasilkan daun yang dapat dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar dapat
digunakan sebagai pakan ternak, hal yang sama lebih mudah dipergunakan yang dikenal sebagai
juga terjadi pada pisang, baik dari kulit buah konversi biomassa. Teknologi konversi biomassa
maupun daun dan batang pisang. Potensi tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat
penyediaan pakan ternak tersebut memberikan yang digunakan untuk mengkonversi biomassa
peluang untuk dintegrasikan dengan ternak dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang
kambing. Pemberian pakan ternak kambing dari dihasilkan. Kendala teknologi terkait
daun kakao, berpengaruh pada pelaksanaan pemanfaatan biomassa relatif kecil, walaupun
pangkasan tunas air dan cabang atau ranting beberapa teknologi masih diperoleh dari negara
yang tidak produktif sehingga kanopi tanaman lain. Kendala yang dihadapi bukanlah masalah
kakao menjadi lebih baik dan setting buah teknologi, tetapi lebih pada kontinuitas pasokan
meningkat. Selain itu kotoran kambing menjadi bahan padatan, distribusi, dan bentuk akhir
bahan yang dapat memperkaya kompos yang konversi energi yang tepat pakai oleh masyarakat
dibuat dari biomassa kakao dan pisang sebagai (Prastowo 2007).
pupuk organik ke dua tanaman tersebut. Permasalahan terkait dengan
pengembangan sistem bioindustri, pemanfaatan
KENDALA SISTEM PERTANIAN potensi bioenergi, dan pemanfaatan biomassa
BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN sangat dipengaruhi tanaman yang menjadi bahan
baku. Pembuatan bioetanol dari bahan baku ubi
Transformasi menuju Bioindustri kayu dan produksi bioetanol dari biomassa tebu
Perkebunan Berkelanjutan masih dihadapkan dihadapkan pada permasalahan yang berbeda.
pada berbagai permasalahan. Permasalahan Pembuatan bioetanol dari bahan baku ubi
tersebut meliputi: pengembangan sistem kayu yang umumnya dilakukan oleh industri
bioindustri, pemanfaatan potensi bioenergi dan skala menengah dan besar, dihadapkan pada
maupun pemanfaatan biomassa. Pemanfaatan permasalahan aspek teknis yaitu: (1) kontinuitas
potensi bioenergi masih dihadapkan pada bahan baku, di mana untuk kebutuhan produksi
berbagai kendala yaitu distribusi dan kontinuitas bioetanol dan (2) persaingan bahan baku antara
pasokan bahan. Sumber limbah pertanian penggunaan untuk pangan (tapioca) dan sebagai
diperoleh dari komoditi tanaman pangan dan bahan baku bioethanol (Agustian, 2015).
ketersediaannya dipengaruhi oleh pola tanam Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula
dan luas areal panen dari tanaman pangan di merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang
suatu wilayah (Lima, 2012). potensial untuk dikembangkan menjadi sumber
Secara umum teknologi konversi biomassa energi seperti bioetanol. Produksi dan aplikasi
menjadi bahan bakar dapat dibedakan menjadi bioetanol dari biomassa lignoselulosa, termasuk

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 145
(SUCI WULANDARI et al)
ampas tebu, masih menghadapi berbagai Ketersediaan bahan baku akan terus menjadi
hambatan dan kendala. Selain masalah teknologi isu penting dalam ekonomi berbasis bio.
yang belum sepenuhnya dikuasai, harga (Langeveld et al., 2010) tantangan terbesar dalam
bioetanol dari biomassa lignoselulosa masih ekonomi berbasis bio yaitu cara memproduksi
tinggi sehingga sulit bersaing dengan harga biomassa yang berkelanjutan untuk jangka
bahan bakar minyak yang masih disubsidi panjang. Bahan baku biomassa yang tersedia saat
pemerintah (Hermiati et al. 2010). ini belum tentu optimal untuk dimanfaatkan
Pada skala rumah tangga, potensi penerapan sehingga perlu rekayasa untuk memperoleh
teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada karakteristik yang tepat. Sistem produksi bahan
petani yang memiliki usahatani yang baku perlu mempertimbangkan proses daur
menerapkan konsep integrasi tanaman dan ulang, meningkatkan efisiensi penggunaan
ternak, potensi penerapan teknologi pengolahan sumber daya alam yang terbatas dan
limbah pertanian relatif tinggi. Adopsi teknologi meningkatkan penggunan sumber terbarukan.
pengolahan limbah pertanian bervariasi, Prioritas pertama dalam produksi biomassa yang
teknologi pembuatan kompos 25-35%, teknologi berkelanjutan adalah untuk memastikan proses
pengolahan pakan 35-40%, sedangkan teknologi konservasi, regenerasi, daur ulang dan substitusi
biogas belum diadopsi. Berbagai faktor pembatas sumber daya dapat terlaksana dengan tetap
di tingkat petani di antaranya: (1) informasi menjaga keanekaragaman hayati dan modal
teknologi pengolahan limbah belum menyebar sosial.
dan (2) penguasaan teknologi pengolahan limbah Metode tambahan untuk meningkatkan
masih rendah, dimana sebagian besar petani keberlanjutan proses produksi adalah dengan
mengetahui teknologi tetapi belum menerapkan memperhatikan prinsip dan proses ekologi.
karena belum menguasai teknis pelaksanaannya Produksi biomassa harus tetap memperhatikan
(Hosen, 2012). keragaman sistem pertanian dan tanaman,
tanaman waktu penanaman (rotasi) dan ruang
(lokasi lahan, tumpang sari, dan varietas tanaman
STRATEGI MENDORONG
campuran). Peningkatan produksi biomassa
PEMANFAATAN BIOMASSA dapat dilakukan dengan pemilihan tanaman
Perekonomian berbasis bio tidak hanya yang produktivitasnya tinggi serta memperluas
bergantung pada sumber daya fosil tetapi lahan sesuai dengan kondisi jenis tanamannya.
mengacu pada semua kegiatan yang Transisi dari pasca energi fosil menuju
memanfaatkan biomassa untuk penggerak ekonomi berbasis bio harus sejalan dengan
perekonomian. Kegiatan industri bioteknologi transisi menuju pertanian dan transportasi yang
dan aplikasinya untuk pertanian, kesehatan, berkelanjutan serta peningkatan pemanfaatan
kimia atau energi merupakan salah satu contoh energi terbarukan. Ekonomi berbasis bio dapat
perekonomian berbasis bio. berdampak positif bagi perekonomian, namun
Pemanfaatan biomassa meskipun termasuk belum menjamin bermanfaat secara ekologi dan
terbarukan tetapi mempunyai kendala waktu sosial. Oleh karena itu perlu diinventarisasi
untuk tumbuh, keterbatasan lahan, serta faktor-faktor penting supaya pengembangan
ketersediaan unsur hara tanah dan air. ekonomi berbasis bio tidak salah arah. Kebijakan
Persaingan antara produksi biomassa untuk yang dapat dipertimbangkan dalam
keperluan pangan dan energi juga perlu pengembangan ekonomi berbasis bio sebagai
dipertimbangkan dalam pengembangan ekonomi berikut (Eickhout, 2012):
berbasis bio. Dalam pengembangan ekonomi 1. Analisis neraca karbon. Penurunan emisi GRK
berbasis bio diperlukan perbaikan dalam kualitas sering menjadi dasar untuk mendukung
dan kuantitas produksi biomassa, peningkatan pengembangan ekonomi berbasis bio. Secara
efisiensi pengolahan di sisi hilir dan definisi ekonomi berbasis bio tidak
keberlanjutan sistem produksi. mengakibatkan pengurangan emisi. Siklus
karbon secara keseluruhan perlu dianalisis

146 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


karena dalam pengelolaan lahan sering terjadi 7. Perbaikan tata kelola. Ekonomi berbasis bio
perubahan penggunaan lahan. akan dapat berkembang bila mendapatkan
2. Pengaturan alokasi lahan. Lahan pertanian dukungan penuh melalui koherensi kebijakan.
yang sudah ada terutama digunakan untuk Kerjasama dan konsistensi dalam
produksi pangan. Dalam transisi menuju melaksanakan kebijakan merupakan kunci
ekonomi berbasis bio, lahan tersebut juga sukses untuk mengimplementasikan ekonomi
digunakan untuk produksi bioenergi dan berbasis bio. Tata kelola menjadi tantangan
biomaterial lainnya yang bisa memicu untuk mewujudkan ekonomi berbasis bio
terjadinya persaingan antara pangan dan yang berkelanjutan.
energi.
Secara spesifik, pengetahuan yang dapat
3. Pemanfaatan lahan. Salah satu faktor penting
diperoleh dari pengembangan sistem pertanian
dalam produksi biomassa adalah ketersediaan
terpadu yaitu informasi terkait keuntungan dan
lahan. Lahan merupakan sumber daya yang
strategi perbaikan sistem. Keuntungan
terbatas sehingga produksi biomassa yang
pengembangan sistem pangan energi terpadu (1)
dapat dilakukan secara berkelanjutan juga
meningkatkan produktivitas tanaman dan
terbatas. Peningkatan produksi biomassa
menurunkan serangan penyakit, (2) penyediaan
karena pertumbuhan kebutuhan energi akan
bahan baku untuk meningkatkan industri rumah
meningkatkan kebutuhan lahan, yang dapat
tangga, (3) meningkatkan pemanfaatan lahan,
diperoleh melalui konversi dari hutan.
pemanfaatan pangkasan, dan memproduksi
Konversi ini dapat mengurangi biodiversitas
pupuk organik secara mandiri, (4) diversifikasi
yang penting dalam ekosistem.
pendapatan, dan (5) pertanian berwawasan
4. Pemanfaatan sumber daya secara lingkungan. Penerapan sistem pertanian terpadu,
berkelanjutan. Produksi biomassa membutuh perbaikan kinerja dapat dilakukan melalui: (1)
kan sumber daya lain selain lahan, yaitu air sosialisasi dari inovasi teknologi, (2) membentuk
dan unsur hara. Seperti lahan, ketersediaan air kawasan-kawasan pertanian terpadu di daerah
dan unsur hara juga terbatas. Penggunaan air sentra tanaman, dan (3) memperkuat
dan unsur hara yang tidak tepat akan kelembagaan petani untuk mengembangkan
mengakibatkan ekonomi berbasis bio tidak agroindustri (Syakir and Ferry, 2011).
akan berkelanjutan untuk jangka panjang.
5. Dukungan teknologi. Pemilihan teknologi PENUTUP
harus tepat supaya dapat mengurangi emisi
GRK serta mengurangi ketergantungan pada Sistem Perkebunan Berkelanjutan dilakukan
penggunaan sumber daya fosil. Bioteknologi melalui pemanfaatan biomassa seluruh bagian
merupakan teknologi yang berperan penting tanaman, baik yang sesuai untuk untuk pangan,
dalam produksi biomaterial, bahan kimia dan pakan, dan bahan bioenergi dengan seminimal
obat-obatan. mungkin menyisakan limbah yang tidak
6. Fokus pada nilai tambah yang tinggi. Transisi bermanfaat. Hasil penelitian dan perkembangan
ke ekonomi berbasis bio akan meningkatkan teknologi yang ada menyediakan teknik untuk
permintaan biomassa dari waktu ke waktu. pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman
Bila semua kebutuhan produk yang beragam tersebut, termasuk pemanfaatan bagian tanaman
harus dipenuhi, maka kurva permintaan yang dahulu dianggap sebagai sisa-sisa tak
biomassa akan menjadi curam dan bermanfaat. Oleh karena itu, bioindustri
penyediaan biomassa tidak bisa berkelanjutan. perkebunan dikembangkan dengan terintegrasi
Oleh karena itu disamping memproduksi dan berkelanjutan dengan memanfaatkan
bioenergi, perlu berfokus pada produksi biomassa seluruh bagian tanaman, baik untuk
biomaterial yang mempunyai nilai tambah menghasilkan pangan, pakan maupun bioenergi
yang tinggi. serta produk bernilai tinggi lainnya.

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 147
(SUCI WULANDARI et al)
Dalam penerapannya, sistem ini masih Ditjenbun (2019a) Tebu, Statistik Perkebunan
dihadapkan oleh berbagai kendala yaitu 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan aspek Kementerian Pertanian.
keekonomian. Langkah strategis yang dapat Ditjenbun (2019b) Karet, Statistik Perkebunan
dilakukan untuk mengatasi dengan melakukan 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
pendekatan yang lebih holistik, termasuk analisis Kementerian Pertanian
neraca karbon, kajian alokasi lahan dan Ditjenbun (2019c) Sawit, Statistik Perkebunan
pemanfaatan lahan, serta lebih fokus pada 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
peningkatan nilai tambah yang tinggi dari Kementerian Pertanian.
produknya. Selanjutnya untuk pengembangan Ditjenbun (2019d) Teh, Statistik Perkebunan 2017-
bioindustri dapat diinisiasi melalui: sosialisasi 2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
dari inovasi teknologi, membentuk kawasan- Kementerian Pertanian.
kawasan pertanian terpadu di daerah sentra Ditjenbun (2019e) Kakao, Statistik Perkebunan
tanaman, dan memperkuat kelembagaan petani. 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian.
UCAPAN TERIMAKASIH Ditjenbun (2016a) Kopi Robusta, Statistik
Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Prof. Dr. Bambang Prastowo yang telah Ditjenbun (2016b) Kopi Arabika, Statistik
memberikan informasi terkait dengan “Potensi Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal
Biomassa Tanaman Perkebunan untuk Bioenergi Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Mendukung Pertanian Bioindustri”. Dobermann, A (2007) Integrated food – Biofuel
Systems, Depart. of Agronomy and
DAFTAR PUSTAKA Horticuture, Univ.of Nesbraska. Lincoln.
Eickhout, B. (2012) A Strategy for a Bio-based
Agustian, A. (2015) Pengembangan Bioenergi di Economy, Green New Deal Series
Sektor Pertanian: Potensi dan Kendala volume 9, Green European Foundation,
Pengembangan Bioenergi Berbahan Baku Brussels.
Ubi Kayu Analisis Kebijakan Pertanian. 13 Hermiati, E. Mangunwidjaja D, Sunarti TC,
(1), 19–38. Suparno O, dan Prasetya B. (2010)
Arhamsyah (2010) Pemanfaatan Biomassa Kayu Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa
sebagai Sumber Energi Terbarukan. Jurnal Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol.
Riset Industri Hasil Hutan. 2 (1), 42–48. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4) pp.121–130.
Bogdanski, A. et al. (2010) Environment and Hosen, N. (2012) Adopsi Teknologi Pengolahan
Natural Resources Management Working Limbah Pertanian oleh Petani Anggota
Paper Making Integrated Systems Work for Gapoktan PUAP di Kabuapaten Agam,
People and Climate. FAO. Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Pertanian
Biomass Energi Europe. (2010) Harmonization of Terapan. 12 (2), pp.89–95.
biomass resource assessments, Volume I: Iskandar, T. dan Siswati, N. (2012) Pemanfaatan
Best Practices and Methods Handbook. Limbah Pertanian sebagai Energi Alternatif
BEE: Freiburg-Germany. Melalui Konversi Thermal. Buana Sains. 12
Calle RF. (2007) Overview of Bioenergi, In: (1). pp.117–122.
TheBiomass Assessment Handbook. Kementerian Pertanian (2013) Konsep Strategi
Bioenergi for a Sustainable Environment, Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045
Rosillo-Calle F., de Groot P., Hemstock Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi
S.L., Woods J. (Eds.), Earthscan, London, Pembangunan Indonesia Masa Depan.
Sterling, 1-26. Khaidir (2016) Pengolahan Limbah Pertanian
Sebagai Bahan Bakar Alternatif.
Agricultural Waste Processing As Alternative

148 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :135 149


Fuels Khaidir. 13 (September) pp.63–68. Prastowo, B. (2015) Pokok-Pokok Pikiran
Lima, D. (2012) Produksi Limbah Pertanian dan Pengembangan Bioindustri. Infotek
Limbah Peternakan Serta Pemanfaatannya Perkebunan 7 (2) pp.1.
di Kecamatan Huamual Belakang dan Sumanto dan Prastowo, B. (2016) Pertanian
Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat. Bioindustri: Peranan Biomassa untuk
Jurnal Agroforestri. VII (1) pp. 1–7. pupuk, pakan dan energi (termasuk
Papilo P, Kunaifi, Hambali H, Nurmiati, Pari RF. bioavtur) dalam Mendukung Pertanian
(2018) Penilaian Potensi Biomassa sebagai Bioindustri. Perspektif 15 (2) 146-156.
Alternatif Energi Kelistrikan. Jurnal PASTI Suprihatin, S., Indrasti, N.S. & Aryanto, A.Y.
IX (2) pp.164 – 176 (2010) Potensi Limbah Biomassa Pertanian
Prastowo, B. (2007) Potensi Sektor Pertanian Sebagai Bahan Baku Produksi Bioenergi
Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi (Biogas).In: Prosiding Seminar Tjipto Utomo
Terbarukan. Perspektif. 6 (2), pp.84–92. Intitut Teknologi Nasional. (September),
Prastowo B, Indrawanto C, dan Effendi DS. (2010) pp.B7-1-B7-11.
Mekanisasi Pertanian dalam Perspektif Syakir, M. dan Ferry, Y. (2011) Inovasi Teknologi
Pengembangan BBN di Indonesia. Bioindustri Berbasis Kakao, Pisang, dan
Perspektif 9 (1) 47-54 Ternak Kambing Terpadu: Sebuah
Prastowo, B. dan Richana, N. (2014) Biodiesel Pelajaran dari Kabuptane Aceh Timur. In:
Generasi-1 Generasi-2. IAARD Press. Bunga Rampai: Inovasi Teknologi Bioindustri
Kakao. pp.129–140.

Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 149
(SUCI WULANDARI et al)

Anda mungkin juga menyukai