ABSTRAK ABSTRACT
Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan Biomass from estate crops can be used for food, feed,
untuk pangan, pakan, dan bioenergi. Hasil penelitian and bioenergy. The results of research and
dan perkembangan teknologi telah mendorong technological developments have encouraged the
pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman utilization of biomass of these plant parts. Plantation
tersebut. Tanaman perkebunan memiliki potensi besar crops have great potential to produce biomass that can
untuk menghasilkan biomassa yang dapat be utilized in the development of renewable energy.
dimanfaatkan dalam pengembangan energi Mapping of biomass potential has been carried out in
terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak plantation crops, such as: sugar cane, cocoa, oil palm,
dilakukan pada tanaman perkebunan, seperti pada: candlenut, jatropha, coffee, deep coconut, rubber, and
tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan, jarak pagar, tea. The development of food and biomass production
kopi, kelapa dalam, karet dan teh. Pengembangan systems for energy generation through a commodity-
sistem produksi pangan dan biomassa untuk based multi-cropping system has been developed. In
pembangkit energi melalui sistem multi tanam East Aceh District an agro-industrial system
berbasis komoditas perkebunan telah dikembangkan. development has also been carried out utilizing all
Di Kabupaten Aceh Timur telah dilakukan byproducts, encouraging recycling and utilizing
pengembangan sistem agroindustri juga residues. The utilization of bioenergy is still faced with
memanfaatkan semua produk samping, mendorong various distribution constraints, continuity of material
daur ulang dan pemanfaatan residu. Pemanfaatan supply and economic aspects. In response to this,
potensi bioenergi masih dihadapkan pada berbagai strategic steps can be taken through carbon balance
kendala distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan analysis, land allocation, land use, sustainable use of
aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah resources, technology support, focus on high added
strategis dapat dilakukan melalui: analisis neraca value and improved governance. Furthermore,
karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan, improvements to the development of integrated energy
pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, food systems can be pursued through (1) socialization
dukungan teknologi, fokus pada nilai tambah yang of technological innovations, (2) establishing integrated
tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan agricultural areas in plant centers and (3) strengthening
pada pengembangan sistem pangan energi terpadu farmer institutions to develop agro-industries.
dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi
Keywords: bioindustry, biomass, estate crops,
teknologi, (2) membentuk kawasan-kawasan pertanian
renewable energi
terpadu di daerah sentra pengembangan dan (3)
memperkuat kelembagaan petani untuk
mengembangkan agroindustri. PENDAHULUAN
Kata kunci: bioindustri, biomassa, tanaman
Pemanfaatan biomassa menjadi salah satu
perkebunan, energi terbarukan
isu strategis dalam pengembangan energi
terbarukan. Biomassa merupakan bahan organik
yang dihasilkan melalui proses fotosintetik.
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 135
(SUCI WULANDARI et al)
Selain digunakan untuk tujuan primer serat, dioptimalkan dengan cara mengkonversinya
bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, menjadi bahan bakar gas melalui sebuah reaktor.
bahan bangunan, biomassa juga digunakan Manfaat yang dapat diperoleh melalui daur
sebagai sumber energi. Energi biomassa adalah ulang bahan organik, nutrien atau mineral dari
energi yang bersumber dari sumber alami yang limbah pertanian yaitu menghasilkan bioenergi,
dapat diperbaharui. Bahan pembuat biomassa ini mengurangi penggunaan pupuk anorganik,
berasal dari dua jenis yaitu hewan yang bisa meningkatkan produktivitas akibat perbaikan
berupa mikroorganisme atau makroorganisme, karakteristik tanah (fisik, kimia dan
dan yang berasal dari tumbuhan. Biomassa dapat mikrobiologis), dan mengurangi beban
berbentuk cair, padat, dan gas. Energi biomassa pencemaran lingkungan. Praktek ini
ini muncul berdasarkan adanya siklus karbon di berkontribusi terhadap pengembangan pertanian
bumi. berkesinambungan (sustainable agriculture), yang
Sebagai salah satu sumber energi merupakan tuntutan bagi praktek pertanian
terbarukan, biomassa memiliki potensi yang modern (Suprihatin, Indrasti and Aryanto 2010).
sangat besar dengan total penyediaan sebesar 60 Transformasi pertanian dilaksanakan
juta ton setara dengan 50 GW listrik. Secara dengan pendekatan Sistem Pertanian Bioindustri
global, biomassa mampu menyediakan 11% Berkelanjutan yang mencakup Sistem Usaha
energi primer dunia (Dobermann 2007). Potensi Pertanian Terpadu (SUPT) tingkat mikro, Sistem
biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai Rantai Nilai Terpadu (SRNT) pada tingkat
145 M ton setiap tahunnya dan pemanfaatannya industri atau rantai pasok, dan Sistem Pertanian
belum dilakukan secara optimum (Suprihatin, Bioindustri Terpadu (SPBT) pada tingkat industri
Indrasti and Aryanto 2010). atau komoditas (Kementerian Pertanian, 2013).
Di Indonesia setiap tahun dihasilkan ratusan Sistem Energi Pangan Terpadu (Integrated Food
juta ton limbah pertanian seperti jerami, kulit Energi System) merupakan sistem secara
padi, seresah tebu, tandan kosong kelapa sawit bersamaan mampu menghasilkan pangan dan
dan-lain-lain. Limbah pertanian yang berpotensi energi, sebagai cara mencapai komponen energi
lainnya seperti: ampas tebu, tongkol jagung, melalui intensifikasi tanaman berkelanjutan
jerami, tempurung dan ampas kelapa, sampah melalui pendekatan ekosistem.
pasar yang terdiri dari kulit buah-buahan dan Sistem Energi Pangan Terpadu terdiri dari 2
buah-buahan yang mengalami pembusukan, dan tipe (Bogdanski et al. 2010), tipe pertama,
sisa-sisa pengolahan hasil-hasil pertanian lainnya menggabungkan produksi pangan dan biomassa
yang umumnya menjadi sampah dan berpotensi untuk pembangkitan energi di lahan yang sama,
sebagai pencemar lingkungan (Khaidir 2016). melalui sistem multi-tanam atau sistem
Tanaman perkebunan yang dibudidayakan pencampuran tahunan dan spesies tanaman
dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati tahunan. Sedangkan tipe kedua, sistem tersebut
antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, dapat dikombinasikan dengan produksi ternak
tebu, dan sagu (Prastowo, 2007). Sistem pertanian dan ikan. Tipe kedua memaksimalkan sinergi
bioindustri terpadu yang berlandaskan pada antara tanaman, ternak, ikan dan sumber energi
pemanfaatan berulang zat hara serta terbarukan yang dicapai melalui adopsi teknologi
pemanfaatan biomassa merupakan pilihan sistem agroindustri (seperti gasifikasi atau anaerobik
pertanian masa depan karena tidak saja pencernaan) yang memungkinkan pemanfaatan
meningkatkan nilai tambah dari lahan tetapi juga semua produk samping, mendorong daur ulang,
ramah lingkungan, namun demikian, dan pemanfaatan residu.
pengembangan sistem pertanian bioindustri
diduga masih terbatas. POTENSI BIOMASSA TANAMAN
Sebagian besar limbah pertanian belum PERKEBUNAN
dimanfaatkan, dan lebih banyak dibakar di lahan.
Sebagai bahan bakar padat, limbah pertanian dan Kebijakan energi nasional melalui terbitnya
biomassa lainnya dapat secara efektif Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 137
(SUCI WULANDARI et al)
historis dan perencanaan ke depan dapat 2007). Biomassa dapat juga dibagi ke dalam
diarahkan menjadi ekonomi berbasis bio. empat kategori: (1) biomassa hutan dan limbah
Proses konversi biomassa dapat hutan, (2) tanaman energi, (3) limbah pertanian
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu termokimia, dan (4) limbah organik (Biomass Energi Europe.
kimia fisik, dan bio kimia. Dari hasil proses ini, 2010). Klasifikasi potensi energi biomassa
bioenergi yang dapat berbentuk padat, cair dan menurut Biomass Energi Europe, terdapat lima
gas. Proses konversi biomassa yang konvensional jenis potensi sumber energi biomassa yaitu
tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut biomassa teoritis, teknis, ekonomis, implementasi
melalui pengembangan sistem integrase hulu dan implementasi berkelanjutan (Biomass Energi
sampai hilir menjadi biorefinery. Di Indonesia Europe 2010):
pemikiran dan program menuju terciptanya a. Potensi Teoritis adalah jumlah maksimum
ekonomi berbasis bio melalui pengembangan keseluruhan biomassa yang secara teoritis
biorefinery terus berjalan dan dilakukan. Proyek i- tersedia untuk produksi bioenergi dengan
Biol merupakan salah satu contoh batasan biofisika dasar. Potensi teoritis
pengembangan biorefinery di Indonesia. Proyek biasanya dinyatakan dalam joule energi
ini merupakan hasil kolaborasi implementasi primer, yaitu energi yang terkandung dalam
pendanaan dari JST-JICA Science and Technology bahan mentah biomassa, yang belum
Research Partnership for Sustainable Development diproses. Energi primer diubah menjadi
(JST-JICA SATREPS) pada tahun 2013-2018. energi sekunder, seperti listrik, bahan bakar
Teknologi pengembangan BBN generasi cair, dan bahan bakar gas. Dalam kasus
pertama memanfaatkan hasil utama pertanian biomassa dari tanaman dan hutan, potensi
seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa, teoritis menggambarkan produktivitas
minyak nyamplung, minyak jarak, molases, umbi maksimum di bawah pengelolaan optimal
ubikayu, dan lainnya. Di sisi lain, tersedia limbah teoritis dengan mempertimbangkan batasan-
pertanian dan kehutanan sebagai sumber batasan seperti kondisi tanah, suhu, radiasi
lignoselulosa yang dapat menjadi sumber energi matahari, dan curah hujan.
yang menjanjikan. Pemanfaatan limbah tersebut b. Potensi Teknis adalah bagian dari potensi
diharapkan akan mengurangi masalah teoritis yang tersedia di bawah kondisi tekno-
lingkungan serta mendatangkan keuntungan struktural dengan teknologi yang tersedia,
dengan menjadikan tingginya nilai tambah dari misalnya teknik panen, infrastruktur dan
limbah tersebut. Pengembangan BBN generasi aksesibilitas, dan teknik pengolahan. Potensi
dua mengacu kepada biofuel yang dibuat dari teknis juga mempertimbangkan kondisi
bahan non pangan. Bahan non pangan adalah spasial terkait penggunaan lahan (misal
bahan non pangan atau biomassa padat yang untuk produksi pangan, pakan, dan serat)
merupakan bahan berlignoselulosa, misalnya: termasuk aspek ekologis (yaitu cadangan
limbah padat pertanian dan kehutanan seperti alami) dan kandala akibat kemungkinan
jerami, sekam, tandan kosong kelapa sawit, bagas penggunaan non-teknis. Potensi teknis
tebu, kayu-kayuan, rumput dan bahan lainnya. biasanya dinyatakan dalan Joule energi
Prinsip pemanfaatan yaitu bahwa bahan primer, tapi terkadang juga dinyatakan
biomassa yang diproduksi tidak terlalu dalam satuan sekunder untuk energi.
tergantung kepada luasan lahan maupun c. Potensi Ekonomis adalah bagian dari potensi
produktivitas hasil pokok tanaman tersebut teknis yang memenuhi kriteria keuntungan
(Prastowo and Richana 2014). ekonomis dalam kondisi tertentu. Potensi
Biomassa mengandung bahan organik tinggi ekonomi pada umumnya mengacu kepada
yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang energi bio sekunder walaupun kadang-
memiliki kadar energi (Iskandar and Siswati kadang energi bio primer juga
2012). Biomassa dapat dibedakan dalam tiga dipertimbangkan. Hasil akhir dari penilaian
kelompok besar, yaitu biomassa kayu, biomassa potensi ekonomis adalah dalam bentuk
bukan kayu, dan bahan-bakar sekunder (Calle Supply Curve (Rp/ton).
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 139
(SUCI WULANDARI et al)
pertanaman tebu setelah panen. Dengan asumsi selulose akan mengurangi penggunaan energi
luas lahan sebesar 247.883 ha, maka biomassa fosil.
daun tebu yang tertinggal besarnya secara
nasional 1.690.562.060 ton (Tabel 1) seharusnya 3. Tanaman Kelapa Sawit
dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi. Batang kelapa sawit merupakan komponen
tanaman yang paling tinggi sebesar 448,36 kg
2. Tananaman Karet
(53,57%) dibanding dengan bagian yang lain.
Berdasarkan pengukuran bagian tanaman Sedang komponen tertinggi ke dua adalah
karet diperoleh bahwa bagian batang merupakan pelepah dan daun sebesar 280,67 kg (33,53%)
bagian paling berat dibanding dengan bagian kedua bagian ini merupakan bagian tanaman
yang lain yaitu sebesar 216,81 kg (43,15%) per yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
tanaman sedang cabang merupakan bagian bioenergi tapi belum banyak dimanfaatkan.
terbesar kedua setelah batang yaitu sebesar Luas tanaman sawit di Indonesia diatas
209,03 kg (41,6%). Sedangkan daun merupakan 10.448.224 hektar sehingga ketersediaan bobot
bagian terecil sebesar 22,63 kg (4,51%) biomassa tanaman sawit sangat besar
Karet merupakan tanaman berkayu dan 1.620.617.755.706 ton (Tabel 3). Pemanfaatan dari
dapat tumbuh besar selain sebagai sumber biomassa tanaman sawit masih sangat minim,
biomassa batang tanaman karet dapat digunakan penggunaanya saat ini sebatas kayu bakar,
sebagai bahan bangunan karena mutu kayu bahkan pada saat replanting perusahaan
tersebut rendah sehingga pemanfaatan sebagai perkebunan sawit membuang bagian tanaman
bahan bangunan sangat terbatas. Pemanfaatan berupa batang dan pelepah daun melapuk dan
karet sebagai biomassa masih sangat minim oleh membusuk. Untuk itu pemanfaatan biomassa
petani dan hanya digunakan sebagai kayu bakar. sawit untuk lebih optimal diperlukan teknologi
Dengan luas areal sebesar 3.680.428 ha, secara pemanfaatan batang dan pelepah sawit.
nasional ketersediaan biomassa dari tanaman
karet sangat besar yaitu 880.655.424.944 ton 4. Tanaman Teh
(Tabel 2). Pemanfaatan biomassa tanaman karet Hasil pengamatan tanaman teh diperoleh,
secara maksimal sebagai bioenergi antara lain bahwa bagian biomassa tertinggi pada tanaman
untuk pembangkit listrik atau dalam bentuk teh adalah bagian batang, bagian akar, serta
Tabel 2. Ketersediaan bobot biomassa tanaman karet
Potensi per ha
Potensi per tanaman
No. Bagian tanaman populasi 476 tanaman Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg)
per ha (ton/ha)
1. Batang 216,81 103.242,75 379.977.507.897
2. Cabang 209,03 99.538,00 366.342.442.264
3. Akar 54,02 25.723,78 94.674.520.178
4. Daun 22,63 10.776,18 39.660.954.605
Jumlah 502,48 239.280,71 880.655.424.944
Sumber: Prastowo, 2017; Ditjenbun 2019b, *data perhitungan
cabang dan renting dan bagian yang paling bongkaran kakao hanya digunakan sebagai kayu
rendah yaitu bagian daun berturut-turut 7,12 kg, bakar.
6,53 kg, 2,09 kg, dan 0,56 kg (Tabel 4).
Potensi biomassa tanaman teh cukup besar 5. Tanaman Kopi Arabika
namun pemanfaatannya sebagai bioenergi belum
Sebagian besar biomassa tanaman kopi
banyak dilakukan pada saat peremajaan
arabika adalah bagian batang, cabang dan
umumnya petani/perusahaan perkebunan
ranting. Bagian batang sebesar 4,48 kg (27,95%),
membakar setelah kering. Dengan luas areal
bagian cabang dan ranting sebesar 4,07 (25,39%)
sebesar 88.799 ha, maka ketersediaan biomassa
sedang bagian biomassa terendah pada bagian
mencapai 13.402.965.864 ton.
buah sebesar 1,98 kg (12,35%) (Tabel 8). Potensi
biomassa tanaman kopi arabika belum terlalu
4. Tanaman Kakao
besar, tanaman kopi arabika ditanam pada
Biomassa sebagian besar tanaman kakao dataran tinggi dan jumlah masih terbatas.
adalah dari ranting kecil, ranting cabang sampai
pada batang utamanya, berturut-turut 7,89%, 6. Tanaman Kopi Robusta
26,93%, dan 32,11% (Tabel 5). Jika dijumlahkan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
bobotnya sekitar 77% dari bobot biomassa
biomassa tertinggi tanaman kopi robusta adalah
tanaman umur 22 tahun dan sekitar 74 % untuk
bagian batang sebesar 17,09 kg (40,71%), bagian
tanaman umur sekita 5 tahun. Jumlah ini dapat
akar merupakan bagian tertinggi kedua setelah
dimanfaatkan saat peremajaan pertanaman,
batang sebesar 10,18 kg (24,25%),bagian cabang
sedangkan daun digunakan sebagai bahan pakan
dan ranting sebesar 9,16 kg (21,82%), daun
maupun bahan pupuk organik.
sebesar 3,34 kg (7,96%) dan terendah bagian buah
Secara nasional potensi biomassa tanaman
seberat 2,21 kg (5,26.%) (Tabel 7).
kakao cukup besar yaitu 43.660.074.096 ton dari
Secara nasional potensi biomassa kopi
luasan sebesar 801.264 ha. Hasil peremajaan pada
robusta cukup besar yaitu 4.983.794.779 ton
umumnya belum digunakan sebagai bioenergi
namun pemanfaatannya saat peremajaan masih
secara maksimal, petani biasanya kayu hasil
sangat terbatas hanya untuk kayu bakar saja
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 141
(SUCI WULANDARI et al)
Tabel 6. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kopi arabika
No. Bagian tanaman Potensi per tanaman Potensi per ha dengan Potensi Nasional (ton)*
(berat kering kg) populasi 1.600
tanaman per ha
(ton/ha)
1. Cabang dan ranting 4,07 6.512 2.151.395
2. Batang 4,85 7.760 2.563.702
3. Buah 1,98 3.168 1.046.624
4. Daun 2,91 4.656 1.538.221
5. Akar 2,22 3.552 1.173.488
Jumlah 16,03 25.648 8.473.432
Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2016a, *data perhitungan
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 143
(SUCI WULANDARI et al)
Keberhasilan pengembangan biomassa di Kualitas Tanaman, Relokasi Kebun Plasma
Indonesia bergantung pada pengembangan Nutfah Kopi Serta Pemeliharaan Sarana dan
produk biomassa skala industri yang Prasarana Pendukungnya Menuju Sistem
dikombinasikan dengan inovasi teknologi. Pertanian Bioindustri Berkelanjutan
Pada subsistem bioindustri, SPET “Dukungan Inovasi Teknologi Badan
didasarkan pada inovasi bioengineering untuk Litbang Pertanian untuk Pengembangan
mengolah feedstock yang dihasilkan pada Bioindustri Pertanian di Kabupaten Aceh Timur”
subsistem usahatani primer menjadi energi dan merupakan kegiatan kemitraan yang bertujuan
bioproduk, termasuk pupuk untuk usahatani untuk mengembangkan sistem bioindustri. Hal
sehingga trade-off ketahanan pangan dan ini dilatarbelakangi oleh produktivitas tanaman
ketahanan energi akan dapat dihindarkan kakao rakyat yang masih rendah. Hal ini
(Kementerian Pertanian 2013). Melalui kegiatan disebabkan oleh rendahnya populasi, banyaknya
kemitraan telah dilakukan kegiatan penelitian tanaman rusak, dan serangan hama dan
dan pengembangan dalam rangka penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada
mengembangkan model SPET berbasis tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun
komoditas perkebunan. Kegiatan ini merupakan terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit
upaya untuk mengimplementasikan berbagai yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
model SPET yang menggunakan pendekatan solanacearum sehingga luas dan produksi
bioindustri melalui kegiatan kemitraan. Beberapa tanaman pisang menurun masing-masing 30%-
judul tersebut diantaranya adalah sebagai 35%. Penurunan produksi ini menyebabkan
berikut: (1) Pengembangan Model Pertanian pendapatan petani menjadi semakin rendah.
Terpadu Berbasis Seraiwangi di Sulawesi Selatan, Melalui kegiatan pengembangan sistem industri
(2) Pengembangan Tanaman Perkebunan dan diharapkan akan terjadi peningkatan produksi
Hortikultura Integrasi dengan Ternak di kakao dan pisang melalui pendekatan
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, (3) pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu
Dukungan Inovasi Teknologi Badan Litbang hasil penerapan teknologi Badan Litbang
Pertanian Untuk Pengembangan Bioindustri Pertanian di Kabupaten Aceh Timur (Syakir and
Pertanian di Kabupaten Aceh Timur, (4) Model Ferry 2011).
BioIndustri Berbasis Kemiri Sunan, (5) Sistem pertanian bioindustri merupakan
Pengembangan Proses Produksi Bioetanol Fuel sistem yang mengoptimalkan semua potensi
Grade Tipe Mobile Berbasis Tanaman yang terdapat di lokasi, tidak terkecuali limbah
Perkebunan, (6) Model Penerapan Teknologi dari suatu proses budidaya dan pasca panen.
Kemiri Sunan [Reutealis trisperma (Blanco) Airy Pola tanam kakao, pisang, dan ternak tidak
Shaw] Dengan Tanaman Pangan Berwawasan hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi
Konservasi di Lahan Bekas Tambang Emas juga membuka peluang diversifikasi produk,
Kabupaten Buru Provinsi Maluku, (7) Model penyediaan pakan ternak dan penyediaan pupuk
Pengembangan Kemiri Sunan [Reutealis organik. Terdapat peluang untuk meningkatkan
trisperma (Blanco) Airy Shaw] Dengan Tanaman pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi
Pangan di Lahan Bekas Tambang Batubara pertanaman untuk memperkuat usahatani
Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan
Kalimantan Timur, (8) Pengembangan Proses kakao dapat ditempuh dengan pola tanam kakao
Produksi Bioetanol Fuel Grade Tipe Mobile dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi
Berbasis Tanaman Perkebunan, (9) Model persaingan diperlukan inovasi teknologi pola
Pengembangan Tanaman Seraiwangi Berbasis tanam kakao pisang berbasis pengelolaan
Kawasan, (10) Penerapan Teknologi Model tanaman terpadu.
Pengembangan Kopi Arabika Di Kabupaten Budidaya tanaman kakao dan tanaman
Garut Jawa Barat, (11) Optimalisasi Pemanfaatan pisang merupakan penerapan teknologi pola
Lahan dan Diversifikasi Produk Tanaman Kelapa tanam yang memberikan keuntungan dan
di Dumai Provinsi Riau, dan (12) Peningkatan meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 145
(SUCI WULANDARI et al)
ampas tebu, masih menghadapi berbagai Ketersediaan bahan baku akan terus menjadi
hambatan dan kendala. Selain masalah teknologi isu penting dalam ekonomi berbasis bio.
yang belum sepenuhnya dikuasai, harga (Langeveld et al., 2010) tantangan terbesar dalam
bioetanol dari biomassa lignoselulosa masih ekonomi berbasis bio yaitu cara memproduksi
tinggi sehingga sulit bersaing dengan harga biomassa yang berkelanjutan untuk jangka
bahan bakar minyak yang masih disubsidi panjang. Bahan baku biomassa yang tersedia saat
pemerintah (Hermiati et al. 2010). ini belum tentu optimal untuk dimanfaatkan
Pada skala rumah tangga, potensi penerapan sehingga perlu rekayasa untuk memperoleh
teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada karakteristik yang tepat. Sistem produksi bahan
petani yang memiliki usahatani yang baku perlu mempertimbangkan proses daur
menerapkan konsep integrasi tanaman dan ulang, meningkatkan efisiensi penggunaan
ternak, potensi penerapan teknologi pengolahan sumber daya alam yang terbatas dan
limbah pertanian relatif tinggi. Adopsi teknologi meningkatkan penggunan sumber terbarukan.
pengolahan limbah pertanian bervariasi, Prioritas pertama dalam produksi biomassa yang
teknologi pembuatan kompos 25-35%, teknologi berkelanjutan adalah untuk memastikan proses
pengolahan pakan 35-40%, sedangkan teknologi konservasi, regenerasi, daur ulang dan substitusi
biogas belum diadopsi. Berbagai faktor pembatas sumber daya dapat terlaksana dengan tetap
di tingkat petani di antaranya: (1) informasi menjaga keanekaragaman hayati dan modal
teknologi pengolahan limbah belum menyebar sosial.
dan (2) penguasaan teknologi pengolahan limbah Metode tambahan untuk meningkatkan
masih rendah, dimana sebagian besar petani keberlanjutan proses produksi adalah dengan
mengetahui teknologi tetapi belum menerapkan memperhatikan prinsip dan proses ekologi.
karena belum menguasai teknis pelaksanaannya Produksi biomassa harus tetap memperhatikan
(Hosen, 2012). keragaman sistem pertanian dan tanaman,
tanaman waktu penanaman (rotasi) dan ruang
(lokasi lahan, tumpang sari, dan varietas tanaman
STRATEGI MENDORONG
campuran). Peningkatan produksi biomassa
PEMANFAATAN BIOMASSA dapat dilakukan dengan pemilihan tanaman
Perekonomian berbasis bio tidak hanya yang produktivitasnya tinggi serta memperluas
bergantung pada sumber daya fosil tetapi lahan sesuai dengan kondisi jenis tanamannya.
mengacu pada semua kegiatan yang Transisi dari pasca energi fosil menuju
memanfaatkan biomassa untuk penggerak ekonomi berbasis bio harus sejalan dengan
perekonomian. Kegiatan industri bioteknologi transisi menuju pertanian dan transportasi yang
dan aplikasinya untuk pertanian, kesehatan, berkelanjutan serta peningkatan pemanfaatan
kimia atau energi merupakan salah satu contoh energi terbarukan. Ekonomi berbasis bio dapat
perekonomian berbasis bio. berdampak positif bagi perekonomian, namun
Pemanfaatan biomassa meskipun termasuk belum menjamin bermanfaat secara ekologi dan
terbarukan tetapi mempunyai kendala waktu sosial. Oleh karena itu perlu diinventarisasi
untuk tumbuh, keterbatasan lahan, serta faktor-faktor penting supaya pengembangan
ketersediaan unsur hara tanah dan air. ekonomi berbasis bio tidak salah arah. Kebijakan
Persaingan antara produksi biomassa untuk yang dapat dipertimbangkan dalam
keperluan pangan dan energi juga perlu pengembangan ekonomi berbasis bio sebagai
dipertimbangkan dalam pengembangan ekonomi berikut (Eickhout, 2012):
berbasis bio. Dalam pengembangan ekonomi 1. Analisis neraca karbon. Penurunan emisi GRK
berbasis bio diperlukan perbaikan dalam kualitas sering menjadi dasar untuk mendukung
dan kuantitas produksi biomassa, peningkatan pengembangan ekonomi berbasis bio. Secara
efisiensi pengolahan di sisi hilir dan definisi ekonomi berbasis bio tidak
keberlanjutan sistem produksi. mengakibatkan pengurangan emisi. Siklus
karbon secara keseluruhan perlu dianalisis
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 147
(SUCI WULANDARI et al)
Dalam penerapannya, sistem ini masih Ditjenbun (2019a) Tebu, Statistik Perkebunan
dihadapkan oleh berbagai kendala yaitu 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan aspek Kementerian Pertanian.
keekonomian. Langkah strategis yang dapat Ditjenbun (2019b) Karet, Statistik Perkebunan
dilakukan untuk mengatasi dengan melakukan 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
pendekatan yang lebih holistik, termasuk analisis Kementerian Pertanian
neraca karbon, kajian alokasi lahan dan Ditjenbun (2019c) Sawit, Statistik Perkebunan
pemanfaatan lahan, serta lebih fokus pada 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
peningkatan nilai tambah yang tinggi dari Kementerian Pertanian.
produknya. Selanjutnya untuk pengembangan Ditjenbun (2019d) Teh, Statistik Perkebunan 2017-
bioindustri dapat diinisiasi melalui: sosialisasi 2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
dari inovasi teknologi, membentuk kawasan- Kementerian Pertanian.
kawasan pertanian terpadu di daerah sentra Ditjenbun (2019e) Kakao, Statistik Perkebunan
tanaman, dan memperkuat kelembagaan petani. 2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian.
UCAPAN TERIMAKASIH Ditjenbun (2016a) Kopi Robusta, Statistik
Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Prof. Dr. Bambang Prastowo yang telah Ditjenbun (2016b) Kopi Arabika, Statistik
memberikan informasi terkait dengan “Potensi Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal
Biomassa Tanaman Perkebunan untuk Bioenergi Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Mendukung Pertanian Bioindustri”. Dobermann, A (2007) Integrated food – Biofuel
Systems, Depart. of Agronomy and
DAFTAR PUSTAKA Horticuture, Univ.of Nesbraska. Lincoln.
Eickhout, B. (2012) A Strategy for a Bio-based
Agustian, A. (2015) Pengembangan Bioenergi di Economy, Green New Deal Series
Sektor Pertanian: Potensi dan Kendala volume 9, Green European Foundation,
Pengembangan Bioenergi Berbahan Baku Brussels.
Ubi Kayu Analisis Kebijakan Pertanian. 13 Hermiati, E. Mangunwidjaja D, Sunarti TC,
(1), 19–38. Suparno O, dan Prasetya B. (2010)
Arhamsyah (2010) Pemanfaatan Biomassa Kayu Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa
sebagai Sumber Energi Terbarukan. Jurnal Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol.
Riset Industri Hasil Hutan. 2 (1), 42–48. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4) pp.121–130.
Bogdanski, A. et al. (2010) Environment and Hosen, N. (2012) Adopsi Teknologi Pengolahan
Natural Resources Management Working Limbah Pertanian oleh Petani Anggota
Paper Making Integrated Systems Work for Gapoktan PUAP di Kabuapaten Agam,
People and Climate. FAO. Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Pertanian
Biomass Energi Europe. (2010) Harmonization of Terapan. 12 (2), pp.89–95.
biomass resource assessments, Volume I: Iskandar, T. dan Siswati, N. (2012) Pemanfaatan
Best Practices and Methods Handbook. Limbah Pertanian sebagai Energi Alternatif
BEE: Freiburg-Germany. Melalui Konversi Thermal. Buana Sains. 12
Calle RF. (2007) Overview of Bioenergi, In: (1). pp.117–122.
TheBiomass Assessment Handbook. Kementerian Pertanian (2013) Konsep Strategi
Bioenergi for a Sustainable Environment, Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045
Rosillo-Calle F., de Groot P., Hemstock Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi
S.L., Woods J. (Eds.), Earthscan, London, Pembangunan Indonesia Masa Depan.
Sterling, 1-26. Khaidir (2016) Pengolahan Limbah Pertanian
Sebagai Bahan Bakar Alternatif.
Agricultural Waste Processing As Alternative
Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi 149
(SUCI WULANDARI et al)