Anda di halaman 1dari 3

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama beberapa dekade terakhir kerusakan sumberdaya hutan


alam di Indonesia terus meningkat. Puncaknya adalah sejak
dimulainya era reformasi tahun 1998 sampai dengan 2004. Pada saat
itu perubahan kondisi politik yang dramatis tidak hanya menerpa
perubahan tata kelola pemerintah pusat dan daerah tetapi juga
menerpa tata kelola kewenangan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan. Pembentukan otonomi daerah ternyata tidak membawa kondisi
yang lebih baik terhadap kondisi sumberdaya hutan. Kerusakan
sumberdaya hutan ternyata semakin berat karena pemerintah daerah
sebagai pemerintahan otonomi telah menjadikan kawasan hutan juga
sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang


mengalami situasi seperti diuraikan di atas. Kawasan hutan di Provinsi
Lampung pada kenyataan lapangan telah mengalami perubahan
penggunaan. Di sisi lain kebutuhan akan hasil sumberdaya hutan
ternyata semakin lama semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dan penduduk.

Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah dalam hal ini


Kementerian Kehutanan berusaha mencari format kebijakan untuk
menciptakan model pengelolaan hutan yang optimal, efisien, dan
lestari melalui pembentukan kelembagaan pengelolaan hutan di
tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pada
setiap fungsi kawasan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2007 jo. PP Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan
Hutan dijelaskan bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya
disingkat KPH adalah wilayah unit terkecil pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari. Sesuai dengan PP Nomor 44 tahun 2004 pasal 32 ayat (1)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)


KPH Batu Tegi Tahun 2024 - 2033 1
bahwa institusi pengelola kehutanan bertanggung jawab terhadap
pengelolaan hutan yang meliputi antara lain: perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengelolaan, serta pengendalian dan
pengawasan.

Berkaitan dengan kebijakan Pemerintah tersebut, Pemerintah


Provinsi Lampung telah menyusun Rancang Bangun KPH dan Action
Plan KPH Provinsi Lampung yang kemudian ditindaklanjuti oleh
Kementerian kehutanan RI dengan menetapkan 16 wilayah yang
terdiri dari 9 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan 7
unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 68/Menhut-II/2010 tanggal 28
Januari 2010. Dengan dibaginya kawasan hutan menjadi wilayah-
wilayah KPH yang selanjutnya akan dibentuk institusi pengelolanya,
maka diharapkan hutan akan dikelola secara lebih baik.

Dari 16 wilayah KPH tersebut, tiga diantaranya adalah unit KPH


provinsi, yaitu KPHP Muara Dua di Kabupaten Way Kanan dan Tulang
Bawang Barat, KPHP Gedong Wani di Kabupaten Lampung Selatan
dan Lampung Timur serta KPHL Batutegi yang berada di empat
wilayah administrasi kabupaten, yaitu Kabupaten Tanggamus,
Pringsewu, Lampung Barat dan Lampung Tengah.

Dari sisi kepentingan wilayah KPHL Batutegi memiliki peran yang


cukup strategis. Dengan wilayah kelola yang cukup luas yaitu 58.162
hektar (SK Menteri Kehutanan Nomor 650/Menhut-II/2010) dan
berada di kawasan hutan Register 39 Kota Agung Utara (sebagian),
Register 22 Way Waya (sebagian), dan Register 32 Bukit Rindingan,
yang seluruhnya mempunyai fungsi sebagai hutan lindung, areal ini
menjadi salah satu DAS prioritas di Provinsi Lampung karena
berfungsi sebagai catchment area bendungan Batutegi dan mengairi
salah satu sungai besar, yaitu Way Sekampung.

Dengan peran strategis yang menjadi tantangan bagi KPHL


Batutegi, maka kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan harus
direncanakan dengan baik agar profesional dan akuntabel. Dengan
demikian, maka tahapan kegiatannya dapat dilakukan secara terarah
dan tujuan pengelolaan diharapkan dapat tercapai. Atas dasar

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)


KPH Batu Tegi Tahun 2024 - 2033 2
pemikiran tersebut maka disusunlah naskah Rencana Pengelolaan
Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Batutegi Provinsi Lampung
untuk periode 2014 - 2023.

Operasionalisasi KPHL Batutegi dilaksanakan setelah terbit SK


Menhut Nomor : 650/Menhut-II/2010, melaui berbagai kegiatan
diantaranya:

a. Kegiatan prakondisi pengelolaan hutan: 1) Pengadaan sarana dan


prasarana, 2) Tata Hutan, 3) Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan (RPH), yang difasilitasi oleh BPKH Wilayah II Palembang.
b. Konvergensi kegiatan teknis dari UPT Kemenhut, Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung dan Dinas Kehutanan Kabupaten Tanggamus,
Pringsewu, Lampung Barat dan Lampung Tengah.

Penyusunan RPHJP KPHL Batutegi telah dilaksanakan sejak tahun


2012 dengan diawali pelaksanaan inventarisasi potensi dan sosial
budaya, yang dilanjutkan dengan penyusunan tata hutan. Kegiatan
yang difasilitasi oleh Kementerian Kehutanan melalui BPKH Wilayah II
Palembang ini melibatkan pihak akademisi sebagai pendamping.
Selama proses penyusunan RPHJP, operasional KPHL Batutegi terus
berjalan mengikuti alur rencana kegiatan yang telah disusun
sebelumnya, sehingga rencana kegiatan yang tercantum dalam RPHJP
sebagian merupakan kegiatan yang tidak terputus dengan kegiatan
yang dilaksanakan oleh KPHL Batutegi sejak beroperasi pada tahun
2011

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)


KPH Batu Tegi Tahun 2024 - 2033 3

Anda mungkin juga menyukai