Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHU
LUAN

1.1. Latar Belakang

Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan amanat yang


diatur dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan
sebagai sebuah unit pengelolaan hutan ditingkat tapak dengan fungsi pokok dan
peruntukkannya dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH memiliki peran
sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang
harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan
fungsinya.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor : SK. 337/Menhut-
VII/2009 tanggal 15 Juni 2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), seluruh
kawasan hutan lindung dan hutan produksi di Provinsi NTB seluas ± 889.210 Ha
telah ditetapkan menjadi 23 (dua puluh tiga) wilayah KPH, diantaranya KPHP Model
Sejorong yang berada di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat, luas wilayah KPHP
Sejorong seluas ± 45.302 Ha yang terdiri dari ± 27.709,00 ha Hutan Lindung dan ±
17.593,00 ha Hutan Produksi.

Penataan dan pengelolaan kawasan di KPHL Brang Rea (Unit VII) sampai
dengan saat ini belum dilaksanakan secara optimal, hal ini ditandai dengan belum
dilakukannya penataan hutan secara menyeluruh baik dalam bentuk pembagian blok
dan petak, inventarisasi potensi hutan. Potensi pada kawasan hutan KPHL Brang
Rea (Unit VII) mempunyai peluang untuk dikembangkan pada pengembangan
komoditi tertentu dengan pola kemitraan dalam bentuk pemanfaatan kawasan
seperti pengembangan blok wisata, blok Agroforestry, blok HHK, blok HHBK. Akan
tetapi dalam kegiatan ini penataan batas dan blok untuk Wisata dan Agroforestry
menjadi fokus dalam kegiatan pemantapan dan pemanfaatan kawasan hutan.
Potensi yang memiliki KPHL Brang Rea (Unit VII) salah satunya yang akan
dikembangkan berupa potensi wisata dan HHBK.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
8
Pada umumnya kawasan hutan lindung KPHL Brang Rea (Unit VII) memiliki
kondisi yang cukup baik dan berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata. Daerah
tujuan wisata yang hampir seluruhnya merupakan wisata alam belum sepenuhnya
mendapat campur tangan manusia sehingga pesonanya masih alami. Keadaan ini
tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kecamatan Poto Tano
memiliki wisata alam pantai serta Wisata Paralayang Desa Tua Mantar dan
Kecamatan Brang Rea yang mempunyai obyek wisata gua yaitu Gua Member yang
mempesona selain wisata alam pengunungan yang eksotik serta keragaman jenis
flora dan fauna alamnya. Pemanfaatan jasa lingkungan lain yang menjadi fokus
pengelolaan adalah inisiasi karbon. Potensi karbon yang dapat dikembangkan dalam
bentuk AR-CDM, REDD atau REDD +. Untuk kegiatan agroforestry akan
dkembangkan pada kawasan lahan dengan kategori kritis, karena kombinasi
tanaman sisal sangat cocok untuk dkembangkan dilahan kering

Kendala dan Permasalahan yang dihadapi selama ini diantaranya adalah


kurangnya sosialisasi mengenai batas kawasan hutan dan pembinaan terhadap
masyarakat sekitar hutan yang belum optimal. Sesuai dengan petunjuk teknis Tata
Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) oleh Kementerian
Kehutanan di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan tahun 2012 setiap
KPH diarahkan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
(RPHJP) dan Rencan Pengelolaan Jangka Pendek yang nantinya diharapkan dapat
menjadi acuan kegiatan pengelolaan tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan di lapangan. Sampai dengan saat ini KPHL Brang Rea (Unit VII)
telah menyusun Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPHJP) dan selanjutnya
disusun Rencana Pengelolaan Jangka Pendek.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek ini memuat penjabaran kegiatan
pengelolaan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun yang mengacu pada
RPHJP agar mengarah pada pembangunan kehutanan dan pencapaian pengelolaan
hutan secara optimal sehingga menjamin pengelolaan dan tata hutan yang lestari
dan berkesinambungan sesuai dengan fungsi hutan.

1.2. Maksud dan Tujuan


Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
9
Tersusunnya rencana kegiatan tahunan yang bersifat operasional sebagai
acuan dalam penjabaran dokumen RPHJP berdasarkan tahapan dalam pengelolaan
hutan di KPHP Sejorong.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan


Jangka Pendek ini memuat berupa penjabaran kegiatan yang akan dilakukan dalam
jangka waktu 1 tahun sehingga pengelolaan dan penataan hutan oleh Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Brang Rea Unit VII sebagai unit kelola dalam
pemanfaatan hutan di Kabupaten Sumbawa Barat dapat mencapai tujuan
kelestarian fungsi hutan yang optimal dan berkelanjutan. Ruang lingkup rencana
pengelolaan KPHP Sejorong terdiri dari :
1. Pendahuluan mencakup latar belakang, maksud dan tujuan, dan batasan
pengertian.
2. Analisis dan proyeksi, mencakup analisis data dan proyeksi rencana kegiatan
yang bersifat operasional dalam jangka waktu 1 tahun.
3. Rencana kegiatan, memuat rencana kegiatan tahunan, kebutuhan dana dan tata
waktu pelaksanaan.
4. Monitoring dan Evaluasi memuat rencana pembinaan pengawasan,
pengendalian pemantauan, evaluasi dan pelaporan dari program kegiatan
tahunan yang dilaksanakan.

1.4. Batasan Pengertian

Beberapa pengertian yang digunakan dalam penyusunan Rencana


Pengelolaan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII) sebagai berikut :
1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
10
4. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
5. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
6. Inventarisasi Hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penataan
batas, inventarisasi hutan, pembagian hutan, pembukaan wilayah hutan,
pengukuran dan pemetaan.
7. Penataan Batas Kawasan Hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas,
pemancangan patok batas, pengumuman, inventarisasi dan penyelesaian hak-
hak pihak ketiga, pemasangan pal batas, pengukuran dan pemetaan serta
pembuatan Berita Acara Tata Batas.
8. Penetapan Kawasan Hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum
mengenai status, batas dan luas suatu kawasan hutan menjadi kawasan hutan
tetap.
9. Penataan Hutan (Tata Hutan) adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan
hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe
ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.
10. Pengelolaan Hutan adalah suatu kegiatan pengurusan hutan yang meliputi
kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta
perlindungan hutan dan konservasi alam.
11. Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) adalah suatu model pengelolaan suatu
kawasan hutan yang dapat memberikan manfaat ekologis, ekonomis, sosial dan
fungsi poduksi yang dikelola secara optimal dan lestari.
12. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
13. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), adalah kesatuan pengelolaan
hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan
lindung.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
11
14. Penetapan Wilayah KPH adalah pengesahan wilayah KPH pada kawasan hutan
oleh Menteri.
15. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan
menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak.
16. Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah suatu rencana induk pengelolaan
hutan jangka panjang KPH yang memuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai,
kondisi yang dihadapi, dan strategi kelayakan pengembangan pengelolaan
hutan, yang meliputi tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan
hutan dan konservasi alam, serta pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
17. Sistem Silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok
tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam,
memelihara tanaman dan memanen.
18. Petak Tanaman adalah bagian terkecil dari blok/unit KPH yang bersifat
permanen, berfungsi sebagai suatu kesatuan pengelolaan dan satu kesatuan
administrasi dan memiliki luas minimal tertentu yang ditetapkan.
19. Hutan/Lahan Kritis adalah hutan/lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan
hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur
produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan
ekosistem DAS.
20. Pemeliharaan Hutan adalah kegiatan untuk menjaga, mengamankan, dan
meningkatkan kualitas tanaman hasil kegiatan reboisasi, penghijauan jenis
tanaman, dan pengayaan tanaman.
21. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
22. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi
secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
23. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi
jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
12
24. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya.
25. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan
dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
26. Izin Pemanfaatan Hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada
areal hutan yang telah ditentukan.
27. IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang
diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu
dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
28. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah izin untuk mengambil hasil
hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan,
pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu.
29. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) adalah izin untuk
mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan
produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getahgetahan, tanaman
obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu.
30. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan
manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
31. Identifikasi areal KPH adalah kegiatan pengenalan, penggalian informasi dan
survey lapangan untuk mengetahui kondisi biofisik kawasan hutan dan
lingkungan disekitarnya, serta kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat
disekitar wilayah kerja KPH.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
13
32. Wilayah tertentu dalam wilayah KPH adalah wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha
pemanfaatannya.
33. Kemitraan kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan
pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha
industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam
pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan
saling menguntungkan.

BAB II
ANALISIS DAN
PROYEKSI

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
14
2.1. Analisis Kegiatan

Dalam rangka mencapai indikator capaian kinerja dalam pengelolaan


hutan di wilayah KPHL Brang Rea (Unit VII) sesuai dengan dokumen RPHJP perlu
dilaksanakan kegiatan yang mengarah pada terlaksananya indikator capain kerja
melalui program kegitan yang bersifat operasional. Proses penyusunan rencana
kegiatan pengelolaan hutan jangka pendek KPHL Brang Rea (Unit VII) di upayakan
selaras dengan penjabaran visi dan misi dalam menjawab berbagai isu-isu
permasalahan. Secara garis besar, rencana kegiatan pengelolaan hutan jangka
pendek KPHL Brang Rea (Unit VII) yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan
yang disusun dalam rentang waktu 1 tahun, meliputi; 1) Identifikasi Areal KPH,
2)Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek, 3)Penyusunanan
Rencana Bisnis KPHP, 4) Pengembangan Pemanfaatan HHBK, 5) Identifikasi
Potensi dan Pemetaan serta Resolusi Konflik 6) Pengendalian Kebakaran Hutan, 7)
Pengembangan Kelembagaan Masyarakat, 8) Patroli Pengaman Hutan, 9) Fasilitasi
Sarana dan Peralatan, 10) Bimbingan Teknis Pengelolaan Hutan, 11) Peningkatan
Kapasitas Masyarakat dalam Rangka Implementasi SVLK, 12) Rehabilitasi Hutan
dan Lahan, dan 13) Perencanaan dan Pengembangan Hutan. Deskripsi untuk
masing-masing kegiatan diatas diuraikan secara ringkas berikut ini.

2.1.1. Identifikasi Areal KPH


2.1.1.1. Identifikasi Potensi Seluruh Wilayah KPHP

Identifikasi merupakan hal terpenting dalam pelaksanaan kegiatan di


wilayah KPHL Brang Rea (Unit VII). Kegiatan identifikasi dimaksudkan untuk
mengetahui terlebih dahulu potensi yang ada di didalam kawasan hutan KPHL
Brang Rea (Unit VII). Sehingga dalam pengelompokan dan pembagian ke dalam
blok dan petak akan lebih terarah. Pengelompokan tiap-tiap wilayah ke dalam blok
dan petak harus sesuai dengan sebaran potensi agar sesuai dengan fungsi
utamadan peruntukannya. Identifikasi potensi wilayah menjadi acuan dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan secara efisiensi dan lestari.

2.1.1.2. Penataan Areal Kerja

Penataan batas areal pengelolaan yang jelas sangat penting untuk


menempatkan berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan agar tidak terjadi tumpang
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
15
tindih dan menjadi dasar untuk dapat melakukan pengelolaan pada seluruh areal
pengelolaan secara merata dan baik. Penentuan batas blok dan petak perlu
mendapat perhatian utama bagi KPH sebagai institusi pengelolaan hutan. Fakta
menunjukkan bahwa panataan blok dan petak baru dilakukan secara spasial dan
belum dilakukan secara riil di lapangan. Keberhasilan dalam penataan menjadi
pijakan dan akan mempermudah pengelola dalam melaksanakan program atau
kegiatan lainnya dalam kawasan hutan. Rencana pemasangan pal batas blok dan
petak untuk tahun ini difokuskan pada pada areal pemanfaatan kawasan yaitu pada
blok wisata, blok pemanfaatan HHBK yang akan terbagi ke dalam petak-petak
pengelolaan.

2.1.2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek


2.1.2.1. Pengumpulan Data dan Informasi
Salah satu faktor keberhasilan pengelolaan hutan antara lain ditentukan
oleh ketersediaan dan kualitas dari rencana pengelolaan hutan. Perencanan yang
dilakukan dengan tidak baik sering diidentikkan dengan sedang merencanakan
kegagalan. Dalam menyusun rencana pengelolaan hutan perlu memperhatikan
beberapa hal diantaranya adalah batas-batas pengelolaan dan data informasi
pendukung seperti potensi sumberdaya hutan.
Kegiatan inventarisasi hutan merupakan kegiatan yang berat dan perlu
dukungan dana yang besar. Saat ini data dan informasi sumberdaya hutan saat
runtun waktu sangat minim baik dalam jumlah maupun cakupan area. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya kegiatan inventarisasi hutan yang sering dihubungkan
dengan ketersediaan dana. Oleh karena itu ide gagasan pelibatan masyarakat
dalam inventariasasi hutan perlu dipertimbangkan dalam menyediakan data dan
informasi tentang potensi sumberdaya hutan.
2.1.3. Penyusunanan Rencana Bisnis KPHL Brang Rea (Unit VII)
2.1.3.1. Penyusunan Konsep/Rancangan Kegiatan
Penyusunan rencana bisnis KPHL Brang Rea (Unit VII) sesuai dengan
kaedah-kaedah pengelolaan hutan secara lestari. Pemanfaatan hutan baik melalui
pola kemitraan antara KPH dengan masyarakatakan memberikan kejelasan manfaat
ekonomi hutan bagi masyarakat dan pemerintah. Melalui pola tersebut akan lebih
menjamin keberhasilan terjaganya klestarian vegetasi pada kawasan hutan dengan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
16
jenis dan output yang diterima untuk pemerintah dan masyarakat. Pemanfaatan
sumberdaya hutan bersama masyarakat tentunya harus selalu memperhatikan
kaedah-kaedah pemanfaatan secara lestari. Dasar dari rencana kelola adalah data
dan informasi dari wilayah KPHL Brang Rea (Unit VII), dimana data dan informasi
tersebut perlu dipahami oleh pengelola hutan dan semua stakeholder yang terkait
yang akan menarik investor. Rencana bisnis KPHL Brang Rea (Unit VII) mengarah
pada pemanfaatan potensi sumberdaya hutan yang terbagi ke dalam blok dan petak
kerja. Dimana blok dan petak yang akan menjadi rencana kegitan pada blok wisata,
agroforestry dan HHK yang dilakukan melaui kemitraan.

2.1.3.2. Penyusunan Rencana Bisnis KPHL

Kegiatan pengembangan investasi oleh KPHL Brang Rea (Unit VII) dapat
dimulai dengan melakukan penyusunan business plan. Kemudian KPHL Brang Rea
(Unit VII) dapat membuka akses investasi dengan bantuan Badan Penanaman
Modal Daerah/Nasional, komunikasi dengan perusahaan kehutanan besar yang
reputabel, kerjasama investasi skala kecil dengan Kementerian Koperasi dan UKM.
Potensi kawasan hutan di KPHL Brang Rea (Unit VII) yang dapat dikembangkan
diantaranya potensi HHK, HHBK, dan Jasling. Kerjasama antara KPH dengan
stakeholder dilakukan dengan system kemitraan, yakni mengembangkan kapasitas
dan memberikan akses kepada stakeholder melalui Izin pemanfaatan hutan.

2.1.3.3. Koordinasi/Bimbingan Teknis/Supervisi Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan dalam wilayah KPHL Brang Rea (Unit VII) di
lakukan dengan system kemitraan. Perlu ada singkronisasi antara pemegang
kebijakan dengan masyarakat setempat. Oleh karena itu, koordinasi/ bimbingan
teknis diharapkan mampu memberikan pemahaman yang sama antara pemegang
kebijakan dan masyarakat.

2.1.3.4. Konsultasi Publik Dalam Rangka Penyusunan Bisnis Plan


Konsultasi publik merupakan penjabaran dari business plan yang telah
disusuan dan untuk dipublikasikan kepada masyarakat dan stakeholder terkait
mengenai kondisi kawasan KPHL Brang Rea (Unit VII) yang akan dikelola sebagai
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
17
areal pemnfaatan kawasan. Hasil dari konsultasi publik ini untuk mencari masukan
dan pendapat dari pihak terkait, baik itu masyarakat dan stakeholder uang akan
digunakan sebagai bahan penyempurnaan dokumen business plan.

2.1.4. Pengembangan Pemanfaatan HHBK


2.1.4.1. Sosialisasi Tata Cara Izin Pemungutan HHBK
Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu adalah kegiatan untuk
mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan
waktu, luas dan/atau volume tertentu. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam
hutan alam pada hutan produksi dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah,
buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian,dengan
ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap kepala keluarga. Izin
pemungutan Hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi dberikan paling lama
dalam jangka waktu 1 tahun. Pemanfaatan HHBK di wilayah kelola KPHL Brang Rea
(Unit VII) belum optimal, karena hanya HHBK berupa madu saja yang diambil dan
dimanfaatkan oleh masyarakat, sedangkan potensi HHBK yang lain seperti rotan,
kemiri dan gaharu belum dimanfaatkan secara maksimal. Lokasi sosialisasi
Pemungutan HHBK dapat dilihat pada peta di bawah ini :

2.1.5. Identifikasi Potensi dan Pemetaan serta Resolusi Konflik di KPHL


Brang Rea (Unit VII)

Kebijakan dan regulasi yang dianggap tidak sejalan kerapkali


menimbulkan konflik bagi pengelola kawasan hutan, seperti perebutan lahan,
tumpang tindih lahan dan perebutan konflik sumberdaya alam. Pemetaan wilayah
konflik dilakukan untuk mengetahui akar masalah yang terjadi dan meminimalisir
titik-titik wilayah terjadinya konflik dan menemukan solusi untuk pemecahan
masalah, sesuai dengan kesepakatan yang yang diambil secara bersama-sama
antara masyarat, stakeholder dan pemengang kebijakan pegelola hutan. Wilayah
KPHL Brang Rea (Unit VII) saat ini potensi konflik belum diidentifikasi secara
menyeluruh dan merata, dikarenakan kurangnya tenaga teknis dan minimnya sarana
dan prasarana. Berdasarkan hasil identifikasi sementara lokasi rawan konflik dapat
dilihat pada peta di bawah ini:

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
18
2.1.6. Pengendalian Kebakaran Hutan
2.1.6.1. Patroli Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan

Kondisi kawasan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII) yang didominasi oleh
hutan lahan kering primer. Data curah hujan pada bulan april sampai dengan
agustus menunjukkan curah hujan dikawasan ini rendah (musim kemarau). Kondisi
seperti ini berdampak pada timbulnya titik api dibeberapa wilayah yang berpotensi
terjadi kebakaran hutan akibat gesekan dan angin. Upaya pencegahan kebakaran
hutan dilakukan untuk mengurangi kerusakan hutan baik itu yang terjadi secara
alami ataupun karena ulah manusia. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan
adalah patroli secara berkala dan sosialisasi ke masyarakat sekitar hutan mengenai
cara pengendalian kebakaran hutan. Lokasi yg sering terjadi kebakarn hutan dapat
dilihat pada peta di bawah ini:

2.1.6.2. Sosialisasi Kebakaran Hutan

Salah satu penyebab kerusakan hutan adalah kebakaran hutan, baik itu
karna ulah manusia ataupun kebakaran secara alami yang dsebabkan oleh gesekan
seresah. Upaya-upaya dalam rangka mencegah dan membatasi kerusakan hutan
yang disebabkan oleh kebakaran dilakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan.
Menanamkan jiwa kepedulian masyarakat terhadap mengenai keberadaan dan
manfaat hutan sangatlah penting dalam menjaga kelestarian kawasan hutan. Salah
satu kegiatan yang sangat penting dilakukan adalah memberikan sosialisasi kepada
masyarakat dan stakeholder terkait mengenai pengendalian dan kebakaran hutan.
Sosialisasi ini diharapkan masyarat mampu memahami tata cara pengedalian
kebakaran hutan dan ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan. Kegiatan
pengendalian kebakaran hutan merupakan tanggung jawab semua lapisan baik itu
Pemerintah, KPH, masyarakat maupun para pemengang ijin pemanfaatan kawasan
hutan (Stakeholder).

2.1.7. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat


2.1.7.1. Sosialisasi Operasionalisasi KPHL Brang Rea (Unit VII)
Rencana pengelolaan hutan yang telah disusun dan akan menjadi dasar
pengelolaan hutan pada kawasan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII), harus
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
19
disosialisasikan pada semua kalangan yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dalam pengelolaan hutan. Sosialisasi ini akan memberikan
pemahaman dan pandangan yang sama bagi semua pihak tentang kawasan hutan
dan akan menjadi dasar untuk kebutuhan koordinasi dan sinkronisasi berbagai
kegiatan pembangunan baik di pusat maupun daerah. Selain itu juga akan
memberikan kesepahaman bagi pihak-pihak di luar pemerintahan dalam hal
mengetahui hak, kewajiban dan peran masing-masing dalam pengelolaan hutan
sesuai dengan fungsinya. Selain itu, sosialisasi batas blok dan petak diperlukan
untuk memberikan informasi yang jelas kepada semua stakeholder dan masyarkat
terkait pembagian kawasan hutan dan rencana penggunaan atau pemanfaatan dari
setiap blok dan petak. Sosialisasi ini diharapkan akan mampu menekan potensi
permasalahan tersebut diatas dan mengetahui peruntukan setiap blok dan petak
dalam pengelolaan hutan yang akan dilakukan oleh KPH KPHL Brang Rea (Unit VII)
serta mengetahui hak dan tanggung jawab yang diemban oleh masyarakat disekitar
kawasan hutan dan para stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan kawasan
hutan.

2.1.7.2. Pengembangan SDM dan Penguatan Kelembagaan

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan sesuai dengan apa yang


telah direncanakan, maka diperlukan upaya peningkatan kualitas SDM dan
optimalisasi SDM yang ada. Sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan
hutan dinilai cukup besar dengan dukungan dan minat yang tinggi namun belum
didukung oleh kualitas SDM dan pemahaman yang baik tentang pengelolaan hutan
sehingga diperlukan upaya peningkatan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan dengan harapan semua pihak mengetahui hak dan tanggung jawabnya
serta mengetahui apa yang harus dikerjakan dan memiliki visi yang jelas dalam
pengelolaan hutan. Peningkatan kualitas SDM sangat terkait dengan upaya KPH
KPHL Brang Rea (Unit VII) untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan (Sustainable Forest Management).

Pengelolaan hutan yang baik tentunya harus didukung oleh kelembagaan


yang baik dan kuat dari pengelolanya. Prioritas sumberdaya manusia (SDM)
merupakan sumber utama dalam mendukung pengelolaan hutan, baik dari segi

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
20
kualitas maupun kuantitas SDM. Pengelolaan hutan yang baik dapat diwujudkan
melalui pembentukan kelompok tani hutan yang dberikan hak kelola hutan secara
optimal dan lestari untuk kesejeteraan masyarakat, sehingga terciptanya
keselarasan antara ekologi, ekonomi dan social serta untuk menghindari tumpang
tindih kewenangan dalam pengelolaan hutan.

2.1.8. Patroli Pengaman Hutan


2.1.8.1. Patroli Rutin
Kondusifitas kawasan hutan yang tinggi akan menjadi barometer bagi
semua pihak yang berminat untuk melakukan investasi dalam pengelolaan hutan
baik investasi dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan untuk menghasilkan
produk kayu, non kayu dan jasa lingkungan yang dapat dilakukan pada kawasan
hutan sesuai peruntukannnya. Peningkatan pengamanan selain dilakukan secara
prefentif juga perlu dilakukan secara persuasive dengan secara konsisten
melakukan tindakan (represive) dalam penegakan hukum. Peningkatan
pengamanan hutan juga harus didukung oleh sarana prasarana agar keseluruhan
kawasan hutan dapat terkaver dengan baik dengan jumlah personil yang cukup yang
tentunya harus dibantu secara langsung oleh masyarakat dan pihak-pihak terkait
(mitra) yang terlibat dalam pengelolaan hutan.

2.1.8.2. Patroli Insidentil Pengamanan Hutan

Pengamanan kawasan pada dasarnya merupakan upaya melindungi dan


mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik yang berada disekitar
maupun yang jauh dari kawasan namun mempunyai akses yang tinggi terhadap
kawasan tersebut, atau bentuk gangguan lainnya, kebakaran, gangguan ternak,
hama dan penyakit. Kegiatan patroli pengamanan hutan yang dilakukan secara
mendadak atau insidentil merupakan salah satu cara kegiatan dengan kategori
realisasi rapat dalam merespon dan menindak lanjuti adanya laporan tentang
terjadinya tindak pidana kehutanan di wilayah KPHL Brang Rea (Unit VII).

2.1.9. Fasilitasi Sarana dan Peralatan


Sarana dan prasarana kantor merupakan hal yang utama dan sangat
dibutuhkan, karena sarana dan prasarana merupakan penunjang kinerja dalam

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
21
setiap SKPD atau perangkat kerja lainnya. Selain SDM dan keterampilan, sarana
dan prasarana merupakan yang utama yang mendukung berjalannya kegiatan yang
berlangsung di KPH. Fasilitasi sarana dan peralatan oleh Kementerian Kehutanan
dalam rangka pembentukan KPHL Brang Rea (Unit VII) sudah terealisasi, namun
demikian masih ada beberapa sarana dan peralatan yang dibutuhkan dalam rangka
mendukung kegiatan operasionalisasi KPHL Brang Rea (Unit VII) baik dilapangan
maupun operasional perkantoran sebagai alat untuk mengoptimalisasi program
kegiatan tersebut.

2.1.10. Bimbingan Teknis Pengelolaan Hutan

Kualitas Sumberdaya manusia dapat menjadi tolak ukur untuk


mengetahui kemampuan dan keterampilan tenaga teknis pengelola hutan.
Peningkatan sumberdaya manusia yang terampil dipengaruhi oleh pendidikan dan
pelatihan tenaga teknis. Kemampuan dalam hal perencanaan, dan pelaksanaan
kegiatan dapat dilihat dari terlaksananya kegiatan tata kelola hutan yang dapat
memberikan kontribusi untuk kesejahteraan kepada masyarakat Bimbingan teknis
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh instansi terkait untuk
memberikan pelatihan dan keterampilan mengenai teknik pengelolaan hutan kepada
kelompok masyarat dan tenaga teknisi lapangan, sehingga pengelolaan hutan
semakin optimal dan lestari.

2.1.11. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Rangka Implementasi


SVLK
2.1.11.1. Sosialisasi Implementasi SVLK
Tingginya tingkat ilegalitas kegiatan pembalakan dan pengolahan kayu
terjadi karena sejumlah faktor. Beberapa diantaranya terjadi karena kurangnya
pengetahuan mengenai prosedur resmi untuk mendaftarkan usaha. Namun pada
umumnya, usaha skala kecil illegal berkembang karena tingginya kebutuhan kayu
dan terbatasnya pasokan kayu legal.
Tingginya ilegalitas ini tidak serta merta menjadi pertanda ketidakpatuhan
atau kesengajaan industry kayu skala kecil dalam melanggar ketentuan peraturan.
Hal ini bias tejadi karena terbatasnya pemahaman mengenai persyaratan untuk

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
22
mendaftarkan usaha mereka dan ketidakpahaman tehadap prosedur yang harus
diikuti.dalam beberapa kasus, pelakuusaha sengaja melanggar hokum untuk
menghindari beban pajak dan berbagai tanggung jawab administrative lainnya.
SVLK adalah salah satu inisiatif pemerintah yang muncul untuk mengatasi
pembalakan liar dan mempromosikan kayu legal di Indonesia. Dengan
diberlakukannya SVLK, perusahaan harus memastikan bahwa mereka
menggunakan kayu hanya dari sumber legal. SVLK bersifat wajib bagi semua
kesatuan pengelolaan hutan dan industry kehutanan, dan ini diberlakukan bersama
dengan skema sertifikasi wajib yang lain, yaitu sertifikasi pengelolaan hutan produksi
lestari (PHPL). Sosialisasi SVLK diharapkan mampu memberi pemahaman kepada
masyarakat dan instansi terkait yang berhubungan dengan pengolahan kayu serta
pentingnya penggunaan kayu yang bersertifikat.

2.1.12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Di beberapa lokasi, kondisi kawasan hutan KPH KPHL Brang Rea (Unit
VII) tergolong dalam kategori kritis dan perlu untuk mengembalikan kondisi dan
mengoptimalkan fungsi kawasan dalam rangka memberikan manfaat ekonomi,
ekologi dan sosial. Minat yang besar dari masyarakat dan investor untuk mengelola
hutan melalui pola pemanfaatan kawasan hutan dengan aktivitas budidaya tanaman
tahunan dan semusim, penggunaan kawasan hutan dengan kegiatan penambangan
serta minat investor untuk mengembangkan jasa lingkungan di KPH KPHL Brang
Rea (Unit VII) merupakan peluang untuk mengaktifkan kegiatan rehabilitasi hutan
yang disesuaikan dengan hak dan kewajiban yang akan diemban oleh setiap
stakeholder sesuai dengan pola pengelolaan yang akan ditempuh atau sebagai
konsekuensi dari ijin pengelolaan yang didapatkan. Masyarakat maupun investor
yang berminat untuk mengelola hutan akan ditempuh melalui pola kemitraan dengan
tujuan mengoptimalkan fungsi hutan sesuai peruntukannya yang dapat memberikan
manfaatan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan kawasan hutan. Kegiatan
rehabilitasi dapat dilakukan secara kolaboratif oleh setiap stakeholders dengan
pengawasan dan bimbingan dari pemerintah sebagai pengelola kawasan hutan.

2.1.13. Perencanaan dan Pengembangan Hutan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
23
2.1.13.1. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan
KPHL Brang Rea (Unit VII)
Kegiatan inventarisasi hutan di dalam wilayah kelola merupakan upaya
untuk memperoleh informasi berkaitan dengan keadaan dan potensi sumberdaya
hutan serta lingkungannya dengan tujuan untuk mendapatkan data dan informasi
yang aktual, dimana hasilnya nanti dipergunakan sebagai dasar pengembangan
perencanaan dan perumusan kebijakan serta strategi pengelolaan hutan baik jangka
pendek, menengah dan panjang. Penataan hutan merupakan kegiatan rancang
bangun unit pengelolaan mencakup pengelompokkan sumberdaya hutan sesuai
dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara
berkelanjutan. Kegiatan tata hutan di tingkat tapak merupakan kegiatan merancang
blok dan petak sebagai unit pengelolaan terkecil dimaksudkan sebagai upaya untuk
pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif dalam rangka memperoleh manfaat
yang lebih optimal dan lestari.

2.2. Proyeksi Kegiatan

Berdasarkan kegitan-kegiatan yang akan dilakukan kondisi kawasan


hutan di KPH KPHL Brang Rea (Unit VII) dapat diproyeksikan sebagai berikut:

2.2.1. Identifikasi Areal KPH

2.2.1.1. Identifikasi Potensi Seluruh Wilayah KPHL

Tertatanya potensi yang kawasan KPHL Brang Rea (Unit VII) yang
memudahkan dalam pembagian dan pengelompokan wilayah kelola yang termuat
dalam bentuk blok dan petak, sehingga pengelolaan kawasan hutan sesuai dengan
fungsi pokok dan peruntukannya.

2.2.1.2. Penataan Areal Kerja

Penataan areal kerja KPHL Brang Rea (Unit VII) yang terbagi kedalam
blok dan petak dan tertatanya blok dan petak wisata, dan HHBK di wilayah
Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Poto Tano.

2.2.2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
24
2.2.2.1. Pengumpulan Data dan Informasi

Dalam menyusun rencana pengelolaan hutan perlu memperhatikan


batas-batas pengelolaan dan data informasi pendukung seperti potensi sumberdaya
hutan. Kegiatan pengumpulan data dan informasi sebagai bahan dalam
penyusunan RPJP.

2.2.3. Penyusunan Rencan Bisinis KPHL:

2.2.3.1. Penyusunan Konsep/Rancangan Kegiatan

KPHL Brang Rea (Unit VII) memiliki core bisnis diantaranya wisata alam
(wisata kampung adat, wisata alam). Penyusunan konsep KPHL Brang Rea (Unit
VII) menjadi pedoman dan tata cara penyusunan business plan dan informasi
mengenai penjabaran business plan yang tertuang dalam bentuk dokumen business
plan.

2.2.3.2. Penyusunan Rencana Bisnis

Penyusunan business plan diharapkan mampu memberikan kenyakinan


kepada investor/mitra mengenai potensi-potensi bisnis yang dapat dikembangkan di
KPHL Brang Rea (Unit VII).

2.2.3.3. Kordinasi/Bimbingan Teknis/Supervisi Kegiatan

Kordinasi pelaksanaan business plan akan mampu membentuk global


partner yang tangguh melalui kerjasama.

2.2.3.4. Konsultasi Publik dalam Rangka Penyusunan Business Plan

Memberikan informasi mengenai penjabaran Business plan yang


berkaitan dengan potensi di KPHL Brang Rea (Unit VII) untuk menarik investor
mengenai areal kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan untuk dikelola oleh para
mitra. Konsultasi publik penyusunan business plan dengan melakukan pertemuan
dengan masyarakat terkait, investor dan instansi terkait untuk menemukan pendapat
dan masukan dalam penyempurnaan business plan.

2.2.4. Pengembangan Pemanfaatan HHBK :

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
25
2.2.4.1. Sosialisasi Tata Cara Izin Pemungutan

Kondisi kelola kawasan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII) dengan Hasil
Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial akan
dilakukan tata kelola yang lebih intensif dengan melakukan peningkatan
pemahaman masayarakat dan stakeholder dalam hal izin pemungutan hasil hutan,
sehingga nantinya diharapkan pemanfaatan sumber daya hutan ini mampu
memberikan kontribusi bagi masyarakat dan Negara.

2.2.5. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Serta Resolusi konflik di KPHL

Pemetaan potensi Konflik di KPHL Brang Rea (Unit VII) harus mampu
memetakan wilayah konflik dan menemukan kesepakatan antara pihak yang
berkonflik untuk menentukan solusi yang tepat. Wilayah yang berpotensi
menimbulkan konflik berada pada wilayah Benete, Maluk, Talonang, Sekongkang,
Tongo, Aikangkung dan Tatar.

2.2.6. Pengendalian Kebakaran Hutan

2.2.6.1. Patroli Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan

Patroli pencegahan kebakaran hutan untuk meminimalisir kerusakan


hutan harus melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan di wilayah poto tano dan
Brang Rea.

2.2.6.2. Sosialisasi Kebakaran Hutan

Sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat sekitar Desa Poto Tano


dan Desa Seminar Salit mengenai kebakaran hutan sehingga masyarakt
mengetahui pedoman dan tata cara pengendalian kebakaran hutan. Sehingga
msyarakat ikut berpartisipasi dengan membentuk kelompok masyarakat peduli
hutan. KPHL Brang Rea (Unit VII) telah membentuk tim siaga penangulangan
kebakaran hutan baik itu dari pihak KPHL Brang Rea (Unit VII) maupun dari
swadaya masyarakat, ini diharapkan mampu menanggulangi titik-titik kebakaran
hutan secara cepat (tanggap darurat) .

2.2.7. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat

2.2.7.1. Sosialisasi Operasionalisasi KPHL

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
26
Operasional KPH diharapkan kedepan mampu memberikan dampak
secara ekonomis sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
kawasan dan mampu mengurangi konflik antara masyarakat dan pemerintah dengan
memberikan gambaran wilayah pengelolaan dan bentuk pemanfaatan kawasan
dengan pola kemitraan antara kelompok tani hutan maupun pihak ketiga lainnya
sebagai pengelola hutan. Sosialisasi mengenai Operasionalisasi KPHL dilaksanakan
di Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Poto Tano.

2.2.8. Pengamanan Hutan

2.2.8.1. Patroli Rutin

Kegiatan patroli pengaman hutan di KPHL Brang Rea (Unit VII) harus
dilakukan dengan preventif, persuasive dan konsisten dalam melakukan tindakan
pengamanan hutan. Peningkatan pengamanan hutan juga harus dapat
meminimalisisr kerusakan hutan dan perlindungan vegetasi di dalam hutan produksi.
Patroli dilakukan secara rutin dan berkala pada wilayah rawan pencurian kayu yaitu
di wilayah di wilayah Seran, Rempe Rarak Rungis, Bangkat Monteh, Lamuntet,
Tepas Sepakat, Seminar Salit, Mura, Lampok dan Seloto.

2.2.8.2. Patroli Insidentil Pengamanan Hutan

Kegiatan patroli pengaman hutan dilakukan secara insidentil merupakan


tindakan pengamanan hutan secara mendadak dari informasi mengenai pencurian
kayu. Informasi gangguan hutan biasanya terjadi pada wilayah Rarak Rungis,
Seminar Salit dan Rempe, yang merupakan daerah rawan pencurian kayu.

2.2.9. Failitasi Sarana dan Peralatan

Sarana dan prasarana yang memadai akan mampu menunjang kinerja


di KPH, sehingga dengan sarana dan prasarana tersebut dapat dilaksanakan
dengan maksimal dan tercapainya tertib kegiatan administrasi perkantoran sehingga
operasionaisasi KPH dapat berjalan dengan efisien dan optimal.

2.2.10. Bimbingan Teknis Pengelolaan Hutan

Peningkatan sumberdaya manusia yang terampil dipengaruhi oleh


pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan menambah keterampilan tenaga
teknis dalam melakukan perencanaan dan pelaksaan kegiatan yang tepat dan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
27
membentuk tenaga teknis yang propesional dan tangguh. Kegiatan pelatihan
bimbingan teknis pengelolaan hutan dilaksanakan di Balai KPH Sejorong Mataiyang
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat.

2.2.11. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Rangka Implementasi


SVLK

2.2.11.1. Sosialisasi Implementasi SVLK

Orientasi kerjasama dengan pihak investor maupun masyarakat dalam


pemanfaatan HHK diharapkan terimplementasi system legalitas kayu, upaya ini
dilakukan untuk menghindari tingkat ilegelitas kayu dikarenakan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat disekitar hutan mengenai prosedur resmi dalam
pengelolaan usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Sosialisasi implementasi SVLK
dilaksanakan di Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Poto Tano.

2.2.12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan

2.2.12.1. Reboisasi Pengkayaan dalam Kawasan Hutan KPHL Brang Rea


(Unit VII)

Kegiatan rehabilitasi hutan dimaksudkan untuk memulihkan,


mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap
terjaga. Selain itu RHL bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan fungsi dan
daya dukung daerah aliran sungai (DAS) sehingga dapat meningkatkan optimalisasi
fungsi ekologi di wilayah Otak Keris dan Maluk.

2.2.13. Perencanaan dan Pengembangan Hutan

2.2.13.1. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Kwasan Hutan


KPHL Brang Rea (Unit VII)

Kegiatan pengelolaan hutan di tingkat tapak memerlukan batas blok dan


petak yang jelas. Kejelasan batas kawasan, blok dan petak memiliki beberapa
keuntungan dalam aspek perencanaan dan aspek sosial. Batas kawasan yang jelas
dapat memastikan luas areal kelola pada blok Agroforestry dan blok HHK menjadi
dasar dalam perencanaan dan mempermudah dalam pengelolaan hutan.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
28
BAB III
Rencana Kegiatan

Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2018 merupakan penjabaran
dari penjabaran visi yang tertuang dalam dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang (RPHJP) dalam mengimplementasikan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
KPH Brang Rea (Unit VII). Oleh karena itu, masing-masing rencana kegiatan merupakan
pelaksanaan misi yang mempunyai cakupan yang luas disesuaikan dengan arah rencana
pembangunan kehutanan Nasional dan Propinsi. Penjabaran hirarkinya hingga diterjemahkan
hingga ke tingkat operasional. Penjelasan masing-masing rencana kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut :

3.1. Penataan Hutan

Kegiatan pengelolaan hutan di tingkat tapak memerlukan batas blok dan petak yang
jelas. Kejelasan batas kawasan, blok dan petak memiliki beberapa keuntugan dalam
hubungan dengan perencanaan dan aspek sosial. Batas kawasan, blok dan petak yang jelas
memastikan luas areal kelola kawasan, blok dan petak yang menjadi dasar dalam
perencanaan. Batas blok dan petak yang jelas dapat mempermudah pengelolaan dan
mengurangi konflik dalam masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan.
Metode penyelesaian batas kawasan, blok dan petak tanpa menimbulkan konflik di
masyarakat merupakan harapan semua pihak dan sekaligus merupakan pekerjaan berat
pengelola kawasan hutan. Oleh karena itu dalam penataan blok dan petak di lapangan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
29
memerlukan keterlbatan dan kesepakatan bersama antara penelola dengan masyarakat yang
nantinya akan ikut terlibat dalam pengelolaan hutan. Penataan kawasan saat ini memiliki
peluang menimbulkan konflik sehingga perlu dilakukan secara hati-hati dengan
mempertimbangan semua aspek yang berpotensi menimbulkan konflik. Penataan Blok dan
petak akan dilakukan setiap tahun sesuai anggaran yang tersedia. Pada tahap awal ditarget
penyelesaian penataan blok dan petak pada blok kawasan hutan yang belum dibebani ijin
pemanfaatan salah satunya adalah blok pemanfaatan wilayah tertentu.
Penataan kawasan yang telah disepakati bersama harus dipetakan dan disosialisasikan.
Pemetaan batas kelola diperlukan sebagai salah satu dokumen tertulis yang akan menjadi
acuan khususnya jika ada konflik batas dikemudian hari. Selain itu, pemeliharaan tanda
batas baik blok dan petak bahkan batas kawasan harus dilakukan secara berkesinambungan
untuk menghindari hilangnya tanda batas di lapangan. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat
dilakukan dalam mendukung penataan batas antara lain melalui sosialisasi dan penyusunan
aturan lokal (awig-awig).
3.2. Pemanfaatan Hutan pada wilayah tertentu
Sumberdaya alam khususnya hutan, memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan
manusia, baik manfaat langsung, maupun tidak langsung. Manfaat langsung seperti
penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti
pencegahan erosi, pengaturan tata air, perlindungan dan manfaat rekreasi. Keberadaan hutan,
dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan
tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting
hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan.
Mengingat pentingnya arti hutan bagi masyarakat, maka pengelolaan sebagian
kawasan hutan di KPH Brang Rea (Unit VII) akan dilakukan dengan pola kemitraan yaitu
pada blok pemanfaatan wilayah tertentu yang terdapat pada hutan lindung dan hutan
produksi.
Rencana Pengelolaan Wilayah Tertentu pada KPHL Brang Rea (Unit VII) sesuai pada
tabel 3.1 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Wilayah Tertentu KPHL Brang Rea (Unit VII)

NO Fungsi Hutan/Blok Luas ( Ha) Arahan Pemanfaatan


1. Blok HL Pemanfaatan 8.062,55 o Pengusahaan HHBK Kemiri,
Rotan, Gaharu, Madu dan
Tanaman Bawah Tegakan.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
30
o Kemitraan antara KPH dengan
masyarakat, KTH, Koperasi,
BUMN dan BUMS
2. Blok HPT Pemanfaatan 7.250.88 o Pengusahaan Hutan Tanaman
HHK-HT Model Kemitraan dengan Investor
dan Masyarakat

3. Blok HPT Pemberdayaan 1.408,57 o Pengusahaan Kayu Jati dan


Masyarakat Mahoni

4. Blok HP Pemanfaatan 4.327,03 o Pengusahaan Kayu Jati, Mahoni


HHK-HT dan budidaya pertanian pangan

5. Blok HP Pemberdayaan 3.846,32 o Pengusahaan Kayu Jati dan


Mahoni

Program kerja yang masuk dalam misi melaksanakan pengelolaan hutan yang optimal dan
lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah Pembangunan Model Usaha
Pengembangan HHBK, Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Optimalisasi Pemanfaatan Areal
KPHL Oleh Masyarakat melalui beberapa kegiatan, antara lain:
1. Sosialisasi Kelembagaan KPHL Brang Rea (Unit VII) kepada Masyarakat Sekitar
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemahaman kepada
masyarakat terkait keberadaan KPH sebagai pengelolaan kawasan hutan di KPHL
Brang Rea (Unit VII). Sosialisasi ini dilaksanakan di Kantor Balai Balai KPH
Sejorong Mataiyang Brang Rea dengan masyarakat Poto Tano, Seteluk Taliwang dan
Brang Rea.
2. Identifikasi Potensi Produksi dan Nilai Ekonomi HHBK serta Jasa Lingkungan
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengumpulkan sumber data baik potensi hasil hutan
kayu, hasil hutan bukan kayu serta potensi-potensi wisata alam yang belum terdata
sehingga mampu memberikan informasi tentang nilai-nilai ekonomis potensi yang ada
di KPHL Brang Rea (Unit VII). Output yang diharapkan yaitu berupa sumber data
potensi yang bersifat digitasi dan pemetaan.
3. Budidaya Tanaman HHBK
Kegiatan ini akan dilaksanakan di blok pemanfaatan bawah tegakan, yaitu
pengembangan tanaman kopi dalam kawasan Hutan Lindung. Luasan yang akan
dikembangkan untuk tahap awal tanaman kopi bawah tegakan seluas 50 Ha yang
berlokasi di Dusun Rarak Desa Rarak Rungis dan dan Pengembangan HHBK di
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
31
Kawasan Hutan Lindung seluas 100 Ha di Dusun Rarak dan Dusun Rongis Desa
Rarak Rungis Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat dengan jenis
tanaman kemiri aren.
4. Penyusunan Desain Tapak Pemanfaatan Jasling Wisata Alam (Lokasi Desa Tua
Mantar dan Gua Member Bangkat Monteh)
Kegiatan ini akan diarahkan pada blok jasa lingkungan untuk pengembangan wisata
alam di lokasi Desa Tua Mantar Blok Pemanfaatan Hutan Lindung dengan jenis
tanaman Cemara dan beberapa tanaman MPTS dan Gua Member pada Blok
Pemanfaatan dalam Kawasan Hutan Produksi. Keluaran/out put dari kegiatan ini
adalah dokumen Desain Tapak pengelolaan blok jasa lingkungan.
5. Verifikasi Calon Mitra
Sebagai bentuk keseriusan KPHL Brang Rea (Unit VII) dalam mendorong proses
kemitraan akan dilakukan proses verifikasi calon mitra KPHL terhadap rencana
kegiatan tahun 2018. Out put dari kegiatan ini adalah kesesuaian kelengkapan berkas
kemitraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pembangunan Fasillitas Jasa Lingkungan Wisata (lokasi Desa Tua Mantar dan Gua
Member Bangkat Monteh)
Dalam pengembangan blok wisata akan penanaman tanaman Cemara dan beberapa
tanaman MPTS seluas 50 Ha dalam Blok Pemanfaatan Hutan Lindung serta
melakukan penataan ruang sesuai desain tapak dan desain fisik sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan nilai estetika.

3.3. Pemberdayaan Masyarakat Setempat/Sekitar Kawasan Hutan


Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk mengubah dan membentuk
kehidupan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan upaya untuk
meningkatkan kapasitas dan produkifitas masyarakat menuju kearah kemandirian.
Pemberdayaan akan meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mengarahkan,
mengendalikan, membentuk dan mengelola hidupnya. Indikator pemberdayaan meliputi
kemampuan: 1) memahami masalah, 2) menilai tujuan hidupnya, 3) membentuk strategi, 4)
mengelola sumber daya, 5) bertindak dan berbuat.
Strategi yang digunakan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat adalah penguatan
kelembagaan masyarakat melalui pendampingan. Penguatan kelembagaan di KPH Brang
Rea (Unit VII) dilakukan pada keseluruhan kelembagaan masyarakat yang terlibat dalam
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
32
pengelolaan kawasan hutan baik melalui pola kemitraan. Kelembagaan masyarakat yang baik
akan berkorelasi positif dengan peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan
pengelolaan hutan serta memahami hak dan tanggung jawabnya.
Pada tahap awal penguatan kelembagaan di KPH Brang Rea (Unit VII) akan
dilakukan beriringan dengan pelaksanaan kegiatan mengingat fakta di lapangan menunjukkan
jumlah kelembagaan masyarakat pengelola hutan yang bersifat permanen masih sangat
terbatas. Setiap pelaksanaan kegiatan terutama yang berkaitan dengan rencana
pengembangan hasil hutan kayu dan bukan kayu akan diupayakan dengan melibatkan
masyarakat sekitar hutan yang akan dihimpun dalam kelompok tani hutan dimana kelompok
tani hutan yang terbentuk harus bersifat permanen untuk memberi kepastian pelaksanaan pola
pengelolaan yang akan ditempuh.
Beberapa kegiatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat/sekitar kawasan
hutan adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Kelembagaan dan Kesepakatan Kemitraan KPHL dengan Masyarakat.
Pembentukan kelembagaan dan Kesepakatan Kemitraan KPHL dengan Masyarakat
Kegiatan ini merupakan dukungan terhadap kegiatan verifikasi dalam kemitraan
dengan KPHL Brang Rea (Unit VII). Proses kemitraan dilakukan dengan beberapa
tahapan dengan melakukan kegiatan pertemuan/rapat antar pelaksana kemitraan
dengan KPHL Brang Rea (Unit VII).
2. Pendampingan Kerja Sama Masyarakat dan KPHL
Kegiatan ini akan diarahkan pada proses pendampingan dengan kelompok masyarakat
calon mitra KPHL Brang Rea (Unit VII). Sasaran kegiatan ini untuk calon mitra
dengan melibatkan pendamping yang akan membantu dan mengarahkan kelompok
masayarakat dalam proses kemitraan.
3. Sosialisasi Kemitraan Antara KPHL Dengan Masyarakat
Kegiatan ini di arahkan pada pembekalan terhadap kelompok masyarakat yang akan
melakukan kemitraan dengan KPHL Brang Rea (Unit VII). Kegiatan akan
dilaksanakan sebanyak 4 (empat) kali yaitu di wilayah kecamatan Poto Tano, Seteluk
Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Brang Rea.
3.4. Pembinaan dan Pemantauan Pada Areal KPHL Yang Telah Dibebani Izin
Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik didalam maupun diluar kawasan
hutan. Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Pemegang ijin
usaha pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
33
diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya. Perlindungan hutan pada hutan hak
dilakukan oleh pemegang haknya. Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang
sebaik-baiknya masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
Atas dasar itu KPHL Brang Rea (Unit VII) melakukan pembinaan dan pemantauan
untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan yang dilakukan para Pemegang Ijin
Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan, terlaksana sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Kegiatan ini rutin dilaksanakan oleh KPHL Brang Rea (Unit VII),
namun pada tahun 2018 belum direncanakan untuk difasilitasi anggarannya.

3.5. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal Yang Tidak Dibebani Izin


Sebagian kecil kawasan hutan di KPHL Brang Rea (Unit VII) terutama hutan
produksi berada dalam kondisi kritis dan agak kritis. Kondisi kritis sebagian besar berada di
Kecamatan Poto Tano dan Kecamatan Brang Rea Keadaan kawasan hutan pada KPH
Brang Rea (Unit VII) berdasarkan data lahan kritis yang bersumber dari BPDAS Dododkan
Moyosari digolongkan ke dalam 5 golongan yaitu; lahan tidak kritis, potensial kritis, lahan
sangat kritis, lahan kritis dan agak kritis. Luasan lahan yang sangat kritis seluas 59,92 ha
(0,13%), lahan kritis seluas  4.140,59 ha (9,14%), agak kritis seluas 5.510,42 ha (12,16 %),
potensial kritis  25.342,92 ha (55,94%) dan tidak kritis  10.248,17 ha (22,62%) dari
seluruh luas kawasn hutan KPH Brang Rea (Unit VII). Dari luasan tersebut, untuk kategori
sangat kritis dan agak kritis dominan berada dalam kawasan hutan lindung, sedangkan
kategori kritis berada di dalam kawasan hutan lindung dan produksi. Kondisi saat ini, bahwa
sebagaian besar hutan produksi terbatas masuk dalam blok Hasil Hutan Kayu, sehingga
masih dipertimbangkan untuk dilaksanakan kegiatan rehabilitasi disamping masih dalam
proses review peta lahan kritis oleh BPDAS. Sehingga pada tahun 2017 belum direncanakan
kegiatan rehabilitasi.
Pelaksanaan rencana kegiatan rehabilitasi dalam kawasan hutan lindung seluas 200 Ha
di Olat Lamusung RTK.91 Blok Inti Desa Tuananga Kecamatan Poto Tano Kabupaten
Sumbawa Barat.
3.6. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi Pada
Areal Yang Sudah Dibebani Izin
Kewajiban para pemegang izin penggunaan kawasan hutan salah satunya adalah
melakukan reklamasi dan rehabilitasi terhadap areal izinnya. Pemegang ijin usaha
pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
34
diwajibkan untuk melaksanakan reklamasi dan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan serta
melindungi hutan dalam areal kerjanya.
Atas dasar itu KPHL Brang Rea (Unit VII) melakukan pembinaan dan pemantauan
untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi yang dilakukan
para Pemegang Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan, terlaksana sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dengan terus
membangun dan meningkatkan koordinasi dalam rangka proses pembinaan dan pemantauan.
3.7. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Arah kebijakan kegiatan perlindungan hutan dan konservasi alam dilakukan melalui
kegiatan pengamanan preventif dan represif, percepatan proses penyelesaian kasus tindak
pidana kehutanan, pengendalian kebakaran hutan, dan peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pengamanan hutan melalui pengamanan swakarsa. Untuk mendukung terlaksananya
percepatan upaya perlindungan hutan maka diperlukan dukungan parapihak (stakeholder)
melalui koordinasi dan kerjasama. Selain itu usaha-usaha untuk meningkatkan pemahaman
dan keterampilan masyarakat dalam melakukan kegiatan konservasi alam menjadi salah satu
arahan yang sangat penting dalam konservasi alam.
Kawasan hutan yang akan dikelola oleh KPH Brang Rea (Unit VII) merupakan salah
satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga dan dilindungi keberadaan dari kerusakan. Untuk
tetap mempertahankan keberadaan kawasan hutan diperlukan usaha perlindungan secara terus
menerus dan melibatkan banyak pihak.
Permasalahan terhadap kawasan hutan KPH Brang Rea (Unit VII) selama ini antara lain
kegiatan penebangan liar, perambahan, perladangan dan penggembalaan liar yang sebagian
besar merupakan aktivitas manusia. Di samping juga ada permasalahan konflik tenurial
pengklaiman hutan adat oleh sekelompok masyarakat yang menamakan sebagai masayarakat
adat Tatar. Permalsalahan tersebut mengancam eksistensi penetapan kawasan hutan sehingga
diperlukan langkah-langkap penyelesaian yang komprehensif. Sementara itu degradasi hutan
yang disebabkan oleh alam atau kondisi lainnya (hama dan penyakit) relatif kecil atau tidak
meiliki kontribusi yang besar. Sebagai bentuk upaya perlindungan hutan, KPHL Brang Rea
(Unit VII) akan melakukan pengamanan terhadap hutan meliputi tegakan hutan, satwa dan
habitatnya, serta memastikan kawasan hutan dalam kondisi yang mantap baik dari segi luas
maupun kualitas lingkungannya.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
35
Untuk mengoptimalkan upaya perlindungan hutan, KPHL Brang Rea (Unit VII)
berupaya untuk melibatkan peran aktif masyarakat sebagai salah satu pilar dalam pengelolaan
hutan. Adapun kegiatan-kegiatan terkait perlindungan hutan adalah sebagi berikut:
1. Identifikasi dan Pemetaan Konflik di Areal KPHL
Kegiatan ini diarahkan pada pengumpulan data potensi konflik, khususnya konflik
tenurial yang tersebar dibeberapa lokasi antara lain, benete, tatar dan talonang. Potensi
konflik tersebut akan dituangkan dalam peta potensi konflik sebagai basic data dalam
penyusunan kegiatan. Kebutuhan anggaran adalah sebesar
2. Patroli Partisipatif Pengamanan Hutan
Dalam rangka meminimalisir tingkat gangguan keamanan hutan di KPHL Brang Rea
(Unit VII), kegiatan rutin patroli pengamanan hutan akan dilaksanakan secara
terorganisir dengan tim pengamanan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII). Kegiatan
patroli akan dilaksanakan sebanyak 12 kali, dengan rincian 8 kali patroli rutin dan 4
kali patroli gabungan dengan intsansi terkait lainya. Out put dari kegiatan ini adalah
menurunya tingkat gangguan keamanan hutan, penindakan hukum dan dokumen
pelaporan kegiatan.
3. Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Perlindungan hutan dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan dan
berkurangnya potensi tumbuhan, satwa dan plasma nutfah. Kegiatan perlindungan dan
pegamanan hutan dilakukan secara berkala. Rencana perlindungan dan pengamanan
hutan KPHL Brang Rea (Unit VII) Tahun 2018 berupa kegiatan :
- Pembuatan Dam Penahan sebanyak 5 Unit pada Blok Perlindungan Hutan
Lindung dan Hutan Produksi di Desa Bangkat Munteh, Desa Senayan, Desa
Tamekan, Desa Tuananga dan Desa Kuang Busir.
- Pembuatan Gully Plug sebanyak 50 Unit di Resort Brang Rea dan Resort Seteluk
- Pembangunan Kantor Resort sebanyak 1 Unit di Resort Brang Rea

3.8. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin


Untuk menjadi sebuah institusi yang profesional, KPHL Brang Rea (Unit VII) harus
mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu : visi strategik,
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, responsif, efektif, efisien, dan taat hukum. Arah
Pengembangan kebijakan dengan Standard Operasi Prosedur (SOP) yang jelas bagi setiap

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
36
tahapan pengelolaan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring
merupakan langkah untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik tersebut.
Prinsip kolaboratif dalam pengembangan organisasi merupakan salah satu cara
memperbesar dan memperkuat KPHL Brang Rea (Unit VII). Sehingga perlu dilakukan
penyelenggaraan koordinasi dengan instansi dan stakeholder terkait harus merupakan salah
satu agenda utama yang dilaksanakan organisasi KPHL Brang Rea (Unit VII).
3.9. Koordinasi dan Sinergi Dengan Instansi dan Stakeholder Terkait
Kebijakan menguatkan kelembagaan KPHL diarahkan untuk menjadikan KPHL Brang
Rea (Unit VII) sebagai sebuah institusi pengelola hutan di tingkat tapak yangdijalankan
secara profesional, efektif dan efisien. Dalam kebijakan penguatan kelembagaan ini, terdapat
4 arahan yang menjadi fokus yaitu : organisasi dan tata hubungan kerja, kapasitas SDM
pengelola, tata kelola dan sarana prasarana.
Organisasi KPHL sebagai sebuah lembaga atau institusi tingkat tapak dalam
pengelolaan hutan merupakan ujung tombak dalam pencapaian target pembangunan
kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang
matang dalam organisasi, kelembagaan, dan tata hubungan kerja baik antar KPHL maupun
dengan instansi lainnya.
Selain itu, tugas dan fungsi juga akan memberikan arah tentang bagaimana hubungan
kerja atau sistem kerja antara komponen atau bagian dalam struktur organisasi KPHL, dan
bahkan pola hubungan eksternal KPHL. Selain itu keberadaan organisasi KPHL mampu
memberikan pelayanan kepada publik dalam pengusahaan dan pemanfaatan potensi kawasan
hutan terutama dalam pengembangan kemasyarakatan yang berada di wilayah KPHL.

3.10. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM

Kualitas sumber daya manusia pengelola kawasan hutan yang tinggi merupakan pokok
yang harus dimiliki baik oleh KPHL Brang Rea (Unit VII) maupun masyarakat yang akan
menjadi mitra dalam pengelolaan hutan sehingga perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
pengelolaan hutan dapat berjalan dengan optimal. Sebagai tolok ukur kualitas sumber daya
manusia yang tinggi dapat dilihat dari kemampuan, keterampilan dalam pengelolaan kawasan
hutan.
Sebagai implementasi dari tolok ukur tersebut, maka peningkatan sumber daya manusia
selain didasari atas pengalaman juga sangat dipengaruhi oleh pelatihan yang diperoleh oleh
masyarakat.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
37
Untuk mendukung program tersebut, beberapa rencana kegiatan akan diarahkan pada
tercapainya kwalitas perencanaan dan kemampuan SDM pengelola, khususnya masyarakat
sebagai calon mitra KPHL Brang Rea (Unit VII). Kegiatan tersebut antara lain:
1. Pelatihan Penanganan Pasca Panen dan Penggunaan Alat Pengelolaan HHBK Madu
Kepada Kelompok Tani Hutan.
Kegiatan ini untuk memberi pengetahuan dan ketrampilan kepada kelompok
masyarakat dalam pengelolaan potensi HHBK pasca produksi. Kegiatan dilaksanakan
sebanyak 2 (dua ) angkatan dan dilaksanakan di Kecamatan Brang Rea. Out put
kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan kelompok masyarakat
dalam pengelolaan HHBK.
2. Konsultasi Publik Desain Tapak Wisata
Kegiatan konsultasi publik ini akan melibatkan beberapa pihak termasuk ahli yang
berkompeten dalam memberikan koreksi dan masukan dalam pembuatan desain
tapak. Lokasi kegiatan akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Brang Rea dan
Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat. Out put kegiatan ini adalah
tersusunya dokumen desain tapak pengelolaan blok Wisata.
3. Penyusunan Desain Fisik Pemanfaatan Jasling Wisata
Kegiatan ini diarahkan pada pertemuan/rapat dalam menyusun dan membuat desain
fisik pemanfaatan Jasling Wisata. Kegaiatan melibatkan beberapa pihak untuk
memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam penyusunan desain fisik.
Lokasi kegiatan di Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Poto Tano.
4. Konsultasi Publik Desain Fisik Wisata
Kegiatan konsultasi publik ini akan melibatkan beberapa pihak termasuk ahli yang
berkompeten dalam memberikan koreksi dan masukan dalam pembuatan desain fisik.
Lokasi kegiatan akan dilaksanakan di Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Poto
Tano. Out put kegiatan ini adalah dokumen desain fisik pengelolaan blok jasa
lingkungan.
5. Bantuan Peralatan HHBK Rotan
Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan KPHL Brang Rea (Unit VII) dalam
mendukung usaha ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan, khususnya pada
pengelolaan HHBK Rotan. Out put kegiatan ini adalah terfasilitasinya sarana dan
prasarana pengolahan HHBK Rotan berupa perlengkapan penggorengan rotan untuk
Desa Lampok.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
38
3.11 Penyediaan Dana/ Sumber Pembiayaan
Program dan rencana yang telah disusun harus dapat ditindak lanjuti dengan
rancangan kegiatan dan strategi pendanaan. Sumber pendanaan bagi pengelolaan hutan di
KPHL Brang Rea (Unit VII) bersumber dari dana pemerintah baik APBN maupun APBD dan
juga dari sumber dana lain yang bersifat tidak mengikat yang dapat diperoleh melalui
kolaborasi dengan masyarakat, pihak swasta dan lembaga-lembaga lain yang konsen terhadap
pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.

3.11. Rasionalisasi Wilayah Kerja

KPHLBrang Rea (Unit VII) merupakan salah satu KPHL yang diharapkan dapat
menjadi contoh pengelolaan bagi wilayah lain. Penetapan KPH Brang Rea (Unit VII)
berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : SK.337/ Menhut-II/2009 dengan luas wilayah
pengelolaan seluas ± 45.302 Ha. Kemudian secara kelembagaan KPHL Brang Rea (Unit VII)
dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 20 tahun 2012. Dari luasan
wilayah pengelolaan tersebut terbagi dalam blok pengelolaan. Luas blok pengelolaan lainya
adalah blok inti seluas ± 14.579,03 Ha, blok perlindungan ± 259,19 Ha, blok khusus 177,97
Ha dan blok pemanfaatan (wilayah tertentu) ± 24.895,35 Ha atau 54% dari luasan hutan
pengelolaan KPHL Brang Rea (Unit VII). Dengan demikian luas areal yang menjadi
kewenangan pengelolaan KPHL Brang Rea (Unit VII)adalah seluas ± 24.895,35 Ha. Luasan
ini telah menjadi kesepahaman bersama antar pemangku kepentingan/pemegang izin
diwilayah KPHL Brang Rea (Unit VII).

3.14. Review Rencana Pengelolaan


Sistem pengelolaan kawasan hutan yang baik harus melalui proses penyusunan
rencana yang baik. Kepala BKPH sesuai tugas dan fungsiny,a melakukan penyusunan
rencana pengelolaan rencana pengelolaan jangka panjang kurun waktu 10 tahun yang akan
menjadi acuan dalam penyusunan jangka pendek. Penyusunan rencana pengelolaan harus
mempertimbangkan berbagai hal termasuk potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
kemampuan penganggaran dan berbagai hal lainnya serta mempertimbangkan dokumen
perencanaan yang telah disusun sebelumnya seperti RPRHL, RTKRHL, RPJMD dan renstra
Dinas Kehutanan Perkebunan dan Pertanian Kabupaten Sumbawa Barat yang memiliki
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
39
pengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan sehingga rencana tersebut nantinya dapat
diimplementasikan.
Sebagai tindak lanjut dokumen rencana pengelolaan akan disusun rencana jangka
pendek setiap tahunnya yang memuat rencana kerja KPH Brang Rea (Unit VII) pada tahun
yang bersangkutan.Hasil perencanaan yang telah disusun tentunya akan seoptimal mungkin
dapat dilaksanakan, namun tidak menutup kemungkinan rencana tersebut memiliki peluang
untuk tidak terimplementasikan sehingga evaluasi terhadap rencana kegiatan yang telah
disusun juga diperlukan. Penyesuaian-penyesuaian (review) terhadap rencana yang telah
disusun akan diperlukan untuk memastikan bahwa program/kegiatan dapat dilakukan sesuai
dengan target yang tertuang dalam RPHJP.
3.15. Pengembangan Investasi
Salah satu tugas dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2007, bahwa tugas KPH adalah membuka peluang investasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, berbagai langkah dan terobosan harus dilakukan oleh KPHL Brang Rea (Unit VII).
Semaksimal mungkin peluang investasi harus dibuka seluas luasnya untuk menarik minat
investor yang akan mengembangkan investasi dalam pengelolaan potensi yang ada di wilayah
KPHL Brang Rea (Unit VII). Kondisi tersebut juga harus diimbangi dengan jaminan investasi
baik dari segi keamanan dan kondusifitas kawasan hutan (terbebas dari konflik) dan
profesionalitas SDM KPHL Brang Rea (Unit VII) dalam melaksanakan kerja sama/kemitraan
dengan para investor. Disamping itu juga dilakukan kegiatan promosi-promosi dan penyebar
luasan informasi tentang KPHL Brang Rea (Unit VII) dengan segala potensi yang dimiliki.
Salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah:
- Pengadaan Bahan Cetak Promosi Produk
Kegiatan ini sebagai sarana penyebaran informasi dan promosi tentang potensi KPHL
Brang Rea (Unit VII) dan produk yang dapat di hasilkan dari kegiatan pengelolaan hutan,
dengan harapan dapat menarik minat investor dalam mengembangkan investasi di KPHL
Brang Rea (Unit VII). Out put kegiatan ini adalah pengadaan brosur penyebar luasan
informasi.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
40
BAB Iv
MONITORING DAN
EVALUASI

Monitoring dan evaluasi merupakan proses untuk mengawasi dan menilai


pelaksanaan dari suatu rencana pengelolaan. Pemantaun mencakup pengamatan dan
pencatatan fakta yang digunakan untuk mengukur kreteria dan indikator kinerja. Pemantauan
dilakukan secara berkala mulai input, proses, output dan dampak dari setiap program dan
kegiatan pengelolaan. Hasil pemantauan terhadap pelaksanaan program memberikan
informasi hambatan dan kendala implementasi dari rencana program dan kegiatan. Data
informasi yang diperoleh dari proses pemantauan akan menjadi bahan evaluasi.
Evaluasi merupakan penilaian terhadap kinerja program melalui analisa data dan fakta
hasil pemantauan yang dilaksanakan sesuai kepentingan mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan pengembangan pengelolaan. Secara umum, evaluasi dilakukan dengan membandingkan
antara capaian atau realisasi dengan kreteria dan standard yang telah ditetapkan dalam
rencana. Hasil pemantauan dan evaluasi ini disamping untuk mengetahui keberhasilan
pelaksanaan program dan kegiatan juga penting sebagai bahan umpan balik dari rencana
pengelolaan. Rencana kegiatan monitoring dan eveluasi program kegiatan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 5.1. Rencana kegiatan monitoring dan evaluasi program kegiatan KPHL Brang Rea
(Unit VII)

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
41
BAB Iv
PENUTUP

Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea
(Unit VII) merupakan arah kegiatan yang akan dilakukan selama 1 tahun kedepan dalam
rangka mewujudkan visi KPHL Brang Rea (Unit VII) yaitu: “Pengelolaan Hutan Yang
Lestrai Berdaya Saing Dan Mandiri Untuk Mendukung Kemakmuran Masyarakat”.

Pengelolaan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII) yang akan dilaksanakan pada tahun 2018 ini
mengacu kepada fungsi hutan yang kemudian menjadi dasar untuk perencanaan pemanfaatan
Blok Pemanfaatan; HP Blok Wisata dan Jasa Lingkungan; HP Blok Pemanfaatan HHBK,
Pemberdayaan Masyarakat serta pembentukan kelompok pengamaman hutan yang secara
teknis kegiatan pengelolaan hutan KPHL Brang Rea (Unit VII) tahun 2018 dilaksanakan
berbasis pola kemitraan dan pemberdayaan masyarakat

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL Brang Rea (Unit VII)
42

Anda mungkin juga menyukai