Anda di halaman 1dari 47

PERNYATAAN INTEGRITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Sefta Noviyanti


NIM : 05011181621171
Judul : Prosedur Pelaksanaan Program Menanam Hutan Bersama Masyarakat
(MHBM) Di Wilayah I Suban Jeriji PT. Musi Hutan Persada, Kecamatan
Rambang Dangku, Kebupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dimuat di dalam


laporan magang ini merupakan hasil penelitian saya sendiri, kecuali yang
disebutkan dengan jelas sumbernya. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya
unsur plagiasi dalam laporan magang ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dari Universitas Sriwijaya.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
mendapatat paksaan dari pihak manapun.

Indralaya, Juli 2019

Sefta Noviyanti
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Sefta Noviyanti dilahirkan pada tanggal 23


September 1998 di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Adalah anak sulung dari dua bersaudara. Putri dari Heri Nofiyansyah dan Minarti.
Penulis menyelesaikan pendidikan TK Tunas Bangsa pada tahun 2004, lalu
Sekolah Dasar Negri 007 Pkl. Kerinci di tahun 2010. Lulus Sekolah Menengah
Pertama Swasta Taruna Andalan tahun 2013, dan lulus Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Pkl. Kerinci, Pelalawan, Riau pada tahun 2016. Penulis diterima sebagai
mahasiswa di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Study Agribisnis
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada bulan Agustus 2016.
Selama masa pendidikan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti
kegiatan organisasi kampus Universitas Sriwijaya yaitu staff HUMAS di
HIMASEPERTA FP UNSRI tahun 2017-2018, Sekertaris Departemen Keputrian
di Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau (IPMR) tahun 2017-2018, dan pada tahun 2018
penulis diamanahkan menjadi Bendahara Umum HIMASEPERTA FP UNSRI.
Lalu saat ini penulis sedang mengemban amanah menjadi Bendahara Umum di
UKM Videografi Unsri periode 2018-2019.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dikelola dan
dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat banyak
dengan tetap menjaga kelangsungan fungsi dan kemampuannya dalam
melestarikan lingkungan hidup. Hutan sebagai salah satu sumber daya alam telah
memberikan hasil dan peranannya dalam pembangunan nasional melalui
pengelolaan dan pemanfaatan hutan alam maupun hutan tanaman. Peranan
strategis hutan dalam pembangunan nasional selama ini hampir sepenuhnya
bertumpu pada hutan alam yang harus mampu menyediakan bahan baku bagi
industri yang ada. Pengaturan pengusahaan hutan alam tersebut telah ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan dan
Hak Pemungutan Hasil Hutan. Perkembangan industri hasil hutan menuntut
kebutuhan bahan baku yang semakin besar, namun hal itu semakin sulit dipenuhi
dari potensi hutan alam yang ada, sekalipun efisiensi pemungutan dan
pemanfaatannya telah ditingkatkan. Menurunnya potensi hutan akibat kebakaran,
pembalakan liar dan sebab-sebab lain belum sepenuhnya dapat ditanggulangi.

Selain penerapan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI) secara


lengkap dan benar pada hutan alam, pembangunan Hutan Tanaman Industri
(HTI) merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku.
Pembangunan HTI tersebut tidak semata-mata ditujukan untuk mendukung
industri hasil hutan, melainkan sekaligus juga bertujuan untuk melestarikan
lingkungan hidup melalui konservasi hutan. Wilayah hutan yang merupakan
sasaran utama pembangunan HTI adalah wilayah hutan yang tidak berhutan yang
perlu dihutankan kembali dan dipertahankan sebagai hutan tetap sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman yang dibangun
dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
hasil hutan (Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1990). Kegiatan Pengusahaan
hutan di HTI, meliputi: penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengelolaan dan
pemasaran. Pengusahaan HTI bertujuan untuk: 1) Menunjang pengembangan
industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa. 2)
Meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta 3)
Memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha.

Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun untuk meningkatkan potensi dan


kualitas hutan produksi dalam pemanfaatan hasil hutan kayu yang dapat
dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik
sumberdaya hutan dan lingkungannya (Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2008).
Hutan Tanaman Industri merupakan masa depan untuk pembangunan kehutanan
di Indonesia karena selain menjadi pemasok bahan baku kayu juga dapat
digunakan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan,
dan sebagai upaya untuk pelestarian sumberdaya hutan. Jenis jenis tanaman yang
ditanam di areal Hutan Tanaman Industri merupakan tanaman yang cepat tumbuh
(fastgrowing species) dan dapat digunakan sebagai bahan baku industri
perkayuan,seperti: Acacia mangium, Gmelina arborea, Eucalyptus sp, dan jenis-
jenis tanaman lainnya.Areal hutan yang dapat diusahakan sebagai areal HTI
adalah kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif. Menteri menetapkan
lokasi areal hutan untuk pembangunan HTI. Untuk mendukung industri pulp
ditetapkan seluasluasnya 300.000 Ha. Untuk mendukung industri kayu
pertukangan atau industri lainnya ditetapkan seluas-luasnya 60.000 Ha.

Selain itu, salah satu industri kehutanan yang menggunakan bahan baku
dari Hutan Tanaman Industri adalah industri pulp dan kertas, dimana industri ini
makin berkembang pesat akhir-akhir ini. Perkembangan industri tersebut akan
menuntut tersediannya bahan baku yang mencukupi dan daya dukung lingkungan
disekitarnya. Kondisi yang umum terjadi di Indonesia adalah kapasitas industri
yang kurang mampu diimbangi oleh ketersediaan bahan baku dan daya dukung
lingkungan. Kelangkaan bahan baku telah mengancam perkembangan industri
khususnya yang menggunakan bahan baku utama kayu.

Perusahaan kehutanan juga memiliki tanggung jawab sosial untuk


berkontribusi kepada masyarakat di sekitarnya. Sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Kehutanan No. 4795/Kpts-II/2002 tentang Pengelolaan
Hutan Alam Produksi Lestari dan Keputusan Menteri Kehutanan No.
P.11/MenhutII/2004, maka penyelenggaraan pembinaan masyarakat desa hutan
oleh pemegang IUPHHK pada Hutan Alam dan IUPHHK pada Hutan Tanaman
menjadi satu kesatuan di dalam pengelolaan hutan secara lestari.

Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai Corporate Sosial


Responsibility (CSR) atau Corporate Citizenship dimaksudkan untuk mendorong
perusahaan lebih etis dalam menjalankan aktvitasnya agar tidak berpengaruh atau
berdampak buruk pada masyarakat dan linkungan hidupnya.sehingga pada
akhirnya perusahaan daapat bertahan secara berkelanjutan dan memperoleh
keuntungan secara social dan ekonomi.

Menurut Wibisono (2007), implementasi program-program CSR sangat


bergantung pada cara setiap perusahaan memandang makna atau motivasi
perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Kenyataannya, terdapat perusahaan yang hanya melihat program-program CSR
dari perspektif ekonomi, sehingga kegiatan tersebut dimaknai sebagai program-
program yang hanya menghabiskan dana perusahaan saja. Namun, ada juga
perusahaan yang memandang program-program CSR dengan perspektif goodwill
yang memaknai setiap kegiatan berorientasi masyarakat yang didanai perusahaan
sebagai program yang mampu menarik dan menumbuhkan simpati dari
stakeholder, investor, masyarakat luas, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam
kegiatan bisnis perusahaan tersebut.

PT. Musi Hutan Persada adalah salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang industri perkayuan di Indonesia, saat ini memiliki program kemitraan
yang berhubungan dengan masyarakat dibawah divisi Corporate Social
Responsibility(CRS) yakni diantaranya adalah program Mengelola Hutan
Bersama Rakyat (MHBM) dan Menanam Hutan Rakyat (MHR), program ini
diharapkan dapat membantu pelaksanaan seiap kegiatan operasional perusahaan.
Selain itu program ini dapat megurangi pengurangan luas hutan yang
menghambat pasokan bahan pokok kebutuhan masyarakat maka dilakukan usaha
berupa pengembangan Hutan Rakyat. Berdasarkan latar belakang diatas
dianggap relevan sebagai tempat magang yang baik untuk mahasiswa Agribisnis
Universitas Sriwijaya dalam mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan
program kerja Mengelola Hutan Bersama Rakyat (MHBM) dibawah divisi
Corporate Social Responsibility (CSR) di PT. Musi Hutan Persada, Wilayah I
Desa Suban Jeriji, Kecamaan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim.

1.2 Tujuan Magang


Adapun tujuan magang adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi ilmu pengetahuan mahasiswa melalui pengalaman
kerja langsung yang diperoleh dari PT Musi Hutan Persada
2. Mengetahui bagaimana sistem yang dimiliki dan kondisi dunia kerja
sebenarnya di PT. Musi Hutan Persada.
3. Mendiskripsikan tahapan dan proses pelaksanaan program Mengelola Hutan
Bersama Masyarakat (MHBM), dan Menanam Hutan Rakyat (MHR) di PT.
Musi Hutan Persada, Wilayah I Desa Suban Jeriji, Kecamaan Rambang
Dangku, Kabupaten Muara Enim.

1.3 Manfaat Magang


Adapun manfaat dari magang ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswa, mengetahui secara langsung hubungan (relevansi) antara
penerapan teori perkulian dengan keadaan dilapangan terutama yang
berhubungan dengan teori yang telah dipelajari. Serta bermanfaat khususnya
bagi penulis untuk mengambil pengalaman kerja di Industri agar dapat
bersaing menghadapi dunia kerja sebenarnya.
2. Bagi perusahaan, menjadi masukan dalam kaitannya dengan objek yang
diteliti atau dibahas peserta magang
3. Bagi Institusi Perusahaan, beruguna sebagai masukan untuk mengevaluasi
sejauh mana kurikulum yang ada sesuai dengan kebutuhan dalam bidang
agribisnis dan sebagai masukan untuk penyempurnaan kurikulum dan dapat
dijadikan sumber dalam rangka melakukan penelitian mengenai manajemen
ketenagakerjaan.
4. Bagi Masyarakat, berguna untuk memberi informasi kepada masyrakat
mengenai dampak positif dan negative perusahaan bagi masyarakat sekitar
perusahaan, menjadi acuan membangun hubungan baik antara masyarakat
dan perusahaan.
BAB 2
PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Magang ini dilaksanakan di PT. Musi Hutan Persada Wilayah I Desa


Suban Jeriji, Kecamaan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim. Kode pos
31172. Telp: (+62)713-324024, Fax: (+62)713-324215. Website
:www.mhp.co.id. PT. Musi Hutan Persada merupakan satu-satunya perusahan
yang bergerak pada industri HTI (Hutan Tanaman Industri) terkhusus di wilayah
Sumatera Selatan.

Kegiatan magang berlangsung selama satu bulan, dimulai pada tanggal 15


Mei 2019 sampai dengan 14 Juni 2019. Kegiatan magang berlangsung setiap hari
dimulai pada pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 16.00, dengan jam waktu
istirahat dari pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00, dan Day off atau hari libur
perusahaan yang telah diatur oleh perusahaan pada tanggal 29 Mei 2019 sampai
9 Juni 2019.

2.2 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan magang ini mengggunakan metode observasi
langsung dan partisipasi aktif. Metode observasi langsung merupakan dimana
praktikan dengan bantuan pengarahan dosen pengarahan dan pembimbing dan
pembimbing lapangan melakukan pengamatan sendiri secara langsung kegitan
dan pencatatan kegiatan yang berlangsung.
Sumber data yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan magang ini
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari pengamatan dan wawancara dengan pihak Divisi
Corporate Social Responsibility (CSR) Wilayah I PT Musi Hutan Persada. Data
sekunder diperoleh dari studi literatur yang terkait dengan laporan magang ini.
Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif.

2.3 Jadwal Kegiatan


Kegiatan magang ini dimulai pada tanggal 15 Mei 2019 sampai dengan
14 Juni 2019. Proses persiapan magang dimulai dari awal sampai akhir tertera
pada table berikut :

Tabel 2.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Magang

Februari Maret April Mei Juni

No Kegiatan

1 2 3 41 2 3 41 2 3 4 1 2 34 1 2 3 4

1 Pengajuan x

proposal

magang kepada

PT Musi Hutan

Persada

2 Penerimaan X

surat balasan

dari PT Musi

Hutan Persada

3 Pelaksanaan Xx x x

magang di PT

Musi Hutan

Persada

4 Penyusunan x x x x X

laporan dan

konsultasi
Keterangan:

1,2,3,4 : Minggu ke-

X : Pelaksanaan pada minggu ke-


BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Perusahaan


3.1.1 Profil Perusahaan

PT. Musi Hutan Persada (MHP) didirikan pada Maret 1990, pada
awalnya PT. MHP adalah gabungan antara pemerintah Indonesia yang diwakili
PT. Inhutani V (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara dengan 40%
saham dan Marubeni Corperation dari Jepang dengan 60% saham, yang
berkonsentrasi pada pengembangan hutan tanaman industri. Sejak Maret 2015,
PT. Musi Hutan Persada telah menjadi 100% atau sepenuhnya dimiliki anak
perusahaan dari Marubeni Corporation.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia


No.38/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, PT. Musi Hutan Persada
diberikan hak untuk mengusahakan hutan tanaman industri (HPHTI) pada areal
konsesi seluas 296.400 ha di Provinsi Sumatera Selatan dan memanfaatkan
hasil hutan berupa kayu yang terbagi menjadi tiga kelompok hutan yaitu
Benakat (198.741 Ha), Suban Jeriji (87.354 ha) dan Martapura (10.305 Ha).

Barito Pasifik Group (BPG) mengajukan proposal tentang


“Permohonan pembangunan HTI untuk mendukung Industri Pulp di Sumatera
Selatan” kepada Menteri Kehutanan dengan surat No. 1533/BPG/K-1/1989,
pada tanggal 8 September 1989. Dua bulan kemudian tepatnya pada tanggal 2
Desember 1989 BPG mendapat izin percobaan penanaman seluas 50.000 Ha di
Suban Jeriji dan Martapura yang harus diselesaikan selama lima tahun dari
Menteri Kehutanan dengan surat No.1775/Menhut-V/1989 dan Direktur
Jenderal dari RRL Departemen Kehutanan dengan surat tertanggal 19
Desember 1989, No. 1109/DJRRL/V/89.

Pada tanggal 13 April 1991, Menteri Kehutanan mengeluarkan SK No.


205/Kpts/91 yang isinya antara lain memberikan HPHTI (sementara) pada PT.
Musi Hutan Persada atas areal hutan produksi di wilayah Provinsi Dati I
Sumsel dengan Luas 300.000 ha di kelompok hutan Suban Jeriji, Martapura
dan Benakat. Konsesi diberikan selama 35 tahun ditambah satu daur tanaman
pokok paling lama 10 tahun. Tanggal 17 Mei 1991 PT. Musi Hutan Persada
mendapat rekomendasi dari gubernur Sumatera Selatan dengan suratnya No.
593.82/2798/I (seluas 300.000 ha) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
SK HPHTI tetap. Satu bulan kemudian tepatnya pada tanggal 17 Juni 1991
Menteri Kehutanan kembali mengeluarkan SK No. 316/Kpts-II/1991 tentang
pemberian HPHTI (sementara) kepada PT. Musi Hutan Persada.

Menteri Kehutanan kembali mengeluarkan SK satu tahun kemudian


yaitu pada tanggal 18 Juni 1992. SK No. 616/Kpts-I/1992 berisi tentang
perubahan peta lampiran keputusan Menhut No. 205/Kpts-II/1991, tanggal 13
April 1991, tentang pemberian HPHTI (sementara) seluas 300.000 ha (hasil
pengukuran planimetris = 447.190 ha) kepada PT. Musi Hutan Persada.
Berdasarkan hasil pembahasan Studi Kelayakan pada tanggal 1 Setember 1994
di Departemen Kehutanan, 103.960 ha areal di Kelompok Hutan Musi
Banyuasin dikeluarkan, sehingga sisa areal di Kelompok MHP mendapatkan
areal perluasan HTI seluas 64.043 ha, berdasarkan Surat Rekomendasi dari
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan No. 1668/Kwl-
6.1/7/94 tertanggal 30 Juli 1994 dan Gubernur Sumatera Selatan dengan No.
552/00237/95 tertanggal 16 Januari 1995.

Sebagai syarat untuk memperoleh SK HPHTI tetap pada tanggal 13


November 1995 tim penilai FS Hutan Tanaman Industri telah menilai
Feasibility Study PT. Musi Hutan Persada. Akhirnya pada tanggal 29 Januari
1996 Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Tetap Pemberian
HPHTI No. 038/Kpts-II/96 kepada PT. Musi Hutan Persada seluas 296.400 ha.
Pada tanggal 12 April 1996 PT. Musi Hutan Persada mendapat persetujuan
AMDAL, RKL dan RPL HPHTI-Pulp di Provinsi Sumatera Selatan dari Dirjen
PHPA (Ketua Komisi Pusat AMDAL Departemen Kehutanan) dengan surat
No. 51/DJ-VI/AMDAL/96..

PT. Musi Hutan Persada memang diperuntukkan untuk memasok bahan


baku industri pulp sehingga jenis pohon yang dominan ditanam adalah jenis
yang cepat tumbuh dan cocok sebagai bahan baku pulp, yaitu Acacia mangium
dan Eucalyptus pelita. Pohon akasia merupakan pohon inti pada kegiatan hutan
tanaman di PT. Musi Hutan Persada yang merupakan bahan baku bagi industri
pulp PT. Tanjung Enim Lestari. Kegiatan penanaman telah dimulai pada tahun
1990 dan pemanenan pohon akasia untuk daur pertama dilaksanakan pada
tahun 1998. Potensi hutan produksi HTI PT. Musi Hutan Persada tahun 1999-
2003 sebesar 218,40 m3/ha serta pada tahun 2004 ke atas dengan target sebesar
352,80 m3/ha. Awal tahun 2012 PT. Musi Hutan Persada mencoba mengganti
Acacia mangium dengan Eucalyptus pellita dan tahun 2013 100% sudah
tanaman Eucalyptus pelita di karenakan Acacia mangium lebih mudah
terserang hama dan penyakit.

Sesuai dengan peruntukannya, PT. Musi Hutan Persada membagi areal


menjadi beberapa bagian sesuai dengan konsep “Lestari Hutanku” yaitu :

1. Luas Tanaman HTI 193.500 Ha (65,28%)


2. Kawasan Lindung :
a. Sempadan Sungai 6.076 Ha (2,05%)
b. Hutan Konservasi 80.372 Ha (27,12%)
3. Sarana dan Prasarana 9.152 Ha (3,09%)
4. Tanaman Kehidupan 4.300 Ha (1,45%)
5. Tanaman Unggulan Lokal 3.000 Ha
(1.01%)

Jumlah Total 296.400 Ha (100,00%)

Keterangan sebelumnya berupa :

1. Padang alang-alang 70.563 Ha


2. Belukar 59.891 Ha
3. Lahan produktif 63.046 Ha

3.1.2 Tata Letak PT. Musi Hutan Persada


3.1.2.1 Letak Geografis
Cara umum penyebaran jenis tanah di wilayah kerja HTI PT. Musi Hutan
Persada terdiri dari jenis tanah aluvial, latosol, padsolik, dan asosiasi latosol.
Tekstur tanah adalah liat, halus dengan tingkat kesuburan rendah. Lapisan atas
(organik) sangat tipis dan permeabilitasnya kurang baik dengan kedalaman tanah
efektif berkisar antara 60-90 cm.
Secara geografis letak HTI PT. Musi Hutan Persada terbagi menjadi tiga
kelompok hutan, diantaranya:
1. Kelompok Hutan Martapura : 103o35’-104o30’ BT; 4o5’ – 4o20’ LS’
2. Kelompok Hutan Subanjeriji : 103o20’-104o15’ BT; 3o30’ – 4o00’ LS’
3. Kelompok Hutan Benakat: 102o45’-104o00’ BT; 2o40’ – 3o45’ LS’

Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Musi Hutan Persada (MHP) terletak
di Provinsi Sumatera Selatan dan termasuk kedalam tujuh kabupaten,
diantaranya adalah Kabupaten Lahat, Kabupaten OKU Timur, Kabupaten
OKU, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten MUBA (Musi Banyuasin) dan
Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten PALI. PT Musi Hutan Persada
memiliki 3 wilayah kerja dan 1 Kantor Pusat Operasional (KPO) yaitu wilayah
1 Suban Jeriji, wilayah 2 Benakat Minyak dan wilayah 3 Lematang, sedangkan
kantor pusat berada di Niru Desa Tebat Agung Kecamatan Rambang Dangku
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Penataan kawasan PT Musi Hutan Persada berdasarkan letak geografis


dan luasan area, secara garis besar areal MHP dibagi menjadi tiga wilayah
kerja (kelompok hutan). Masing-masing wilayah juga dikepalai oleh seorang
General Manager (GM). Dalam tataran lingkup wilayah General Manager
sebagai penanggung jawab tertinggi di Wilayah membawahi Kepala Divisi.
Wilayah I (Subanjeriji) dibagi kedalam 5 unit, Wilayah II (Benakat) dibagi
kedalam 5 Unit pengelolaan dan Wilayah III (Lematang) dibagi 4 Unit, yaitu
sebagai berikut :

1. Wilayah 1 Suban Jeriji


a. Unit 1 Martapura
b. Unit 2 Merbau
c. Unit 3 Gemawang
d. Unit 4 Caban
e. Unit 5 Sodong
2. Wilayah 2 Benakat
a. Unit 6 Lubuk Guci
b. Unit 7 Baung Utara
c. Unit 8 Tebing Indah
d. Unit 9 Semangus
e. Unit 11 Bukit Kulin
3. Wilayah 3 Lematang
a. Unit 15 Keruh Satu
b. Unit 13 Lantingan
c. Unit 14 Serai
d. Unit 10 Keruh Dua
Dalam operasional pengelolaan tanaman, areal Hutan Tanaman Industri
PT. MHP dibagi menjadi 14 Unit pengelolaan dengan rincian:

Tabel 3.1 Unit- Unit Pengelolaan di PT. Musi Hutan Persada

Wilayah I Wilayah II Wilayah III


Unit Luas Ha Unit Luas Ha Unit Luas Ha
I 6.081,07 VI 13.819,61 XI 6.139,49
II 12.000,00 VII 8.536,26 XII 6.165,33
III 17.135,77 VIII 11.621,78 XIII 12.118,09
IV 12.675,97 IX 12.812,46 XIV 13.123,04
V 15.348,47 X 21.879,76 XV 7.137,40
Total 63.241,83 68.669,87 44.703,40
Sumber : PT. Musi Hutan Persada, Agustus 2016
Dalam unit-unit tersebut, dibagi ke dalam blok-blok dengan luas sekitar
5.000 ha. Blok tersebut terdiri dari sub blok dengan luas sekitar 1500-2000 ha.
Sub blok dibagi lagi ke dalam petak-petak yang merupakan satuan unit terkecil
yang memiliki luas sekitar 50 ha dengan panjang 1000 m membentang arah
utara-selatan dan lebar 500 m membentang arah Barat-Timur.

Gambar 3.1 Gambar 1. Peta Areal PT. Musi Hutan Persada

3.1.2.2 Tanah dan Geologi


Secara umum penyebaran jenis tanah di wilayah kerja HTI PT. Musi
Hutan Persada terdiri dari jenis tanah aluvial, latosol, padsolik, dan asosiasi
latosol. Tekstur tanah adalah liat, halus dengan tingkat kesuburan rendah.
Lapisan atas (organik) sangat tipis dan permeabilitasnya kurang baik dengan
kedalaman tanah efektif berkisar antara 60-90 cm.
3.1.2.3 Iklim

Berdasarkan klasifikasi-klasifikasi Koppen, iklim di areal ini termasuk


type alfa, sedangkan menurut klasifikasi schimdt & Ferguson sebagian besar
areal ini termasuk type A dengan nilai Q berkisar 0-14,3%. Curah hujan rata-
rata tahunan adalah 2.082 mm dan bulanan 173,5 mm. Hari hujan rata-rata
tahunan adalah 142 dan bulanan 11,8 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan Desember s/d Maret dan terendah jatuh pada bulan Juni. Suhu udara rata-
rata berkisar antara 23oC s/d 32,4oC. Selain itu kelembaban nisbi udara selama
5 tahun terakhir berkisar antara 29,73% s/d 79,92% untuk kecepatan angin rata-
rata bulanan 30,2 km/jam.

3.1.2.4 Keadaan Hutan (potensi, jenis)

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di PT. Musi Hutan Persada


ini memang diperuntukkan untuk memasok bahan baku industri pulp sehingga
jenis pohon yang dominan ditanam adalah jenis yang cepat tumbuh dan cocok
sebagai bahan baku pulp, yaitu Acacia mangium dan Ecalyptus pellita namun
acasia sudah tidak bisa dipanen lagi karena sebagian besar sudah rusak akibat
hama.

Penataan hutan harus memperhatikan tata ruang sesuai dengan


peruntukkannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-
11/1995 tanggal 6 Februari 1995 yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri
Kehutanan No. 246/Kpts-11/1996 tanggal 29 Mei 1996. Berdasarkan keputusan
tersebut areal Hutan Tanaman Industri harus ditata sesuai dengan
peruntukkannya yaitu:
1. Tanaman Pokok, seluas 70% dari suatu unit HTI
2. Tanaman unggulan, seluas 10% dari suatu unit HTI
3. Tanaman kehidupan, seluas 5% dari suatu unit HTI
4. Kawasan Lindung, seluas 10% dari suatu unit HTI
5. Sarana dan Prasarana, seluas 5% dari luas suatu unit HTI
Menurut keputusan Menhut dari lokasi kelompok hutan yang ada pada PT.
Musi Hutan Persada dapat dirincikan sebagai berikut:
A. Kelompok Hutan Martapura
1. Tanaman pokok, seluas 7213,5 Ha
2. Tanaman Unggulan, seluas 1030,5 Ha
3. Tanaman Kehidupan, seluas 515,2 Ha
4. Kawasan Lindung, seluas 1030,5 Ha
5. Sarana dan Prasarana, seluas 515,2 Ha
B. Kelompok Hutan Subanjeriji

1. Tanaman pokok, seluas 61147,8 Ha


2. Tanaman Unggulan, seluas 8735,4 Ha
3. Tanaman Kehidupan, seluas 4367,7 Ha
4. Kawasan Lindung, seluas 8735,4 Ha
5. Sarana dan Prasarana, seluas 4367,7 Ha
C. Kelompok Hutan Benakat
1. Tanaman pokok, seluas 139118,7 Ha
2. Tanaman Unggulan, seluas 19874,1 Ha
3. Tanaman Kehidupan, seluas 9937,05 Ha
4. Kawasan Lindung, seluas 19874,1 Ha
5. Sarana dan Prasarana, seluas 9937,05 Ha
Dilihat dari segi kelerengannya, Hutan Tanaman Industri PT. Musi Hutan

Persada memiliki areal datar (0-8%) seluas 149.527 Ha atau 50,45% dari luas
total, areal landai (8-15%) sesuai 134.248 Ha atau 45,29% dari luas total, areal
bergelombang (15-25%) seluas 12,625 Ha atau 45,29% dari luas total. Ketinggian
tempat berada pada kisaran 10-400 mdpl (rata-rata 200 mdpl). DAS/Sub DAS
yang melalui areal HTI diantaranya adalah Musi/Lakitan, Rawas, Semangus,
Lematang Ogan, Komering. Peta Vegetasi Hutan dan Penggunaan Lahan Provinsi
Sumatera Selatan
Gambar 3.2 Peta Vegetasi Hutan dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Selatan

3.1.3 Visi dan Misi PT. Musi Hutan Persada


3.1.3.1 Visi Perusahaan :

PT Musi Hutan Persada memiliki visi : “Menjadi Perusahaan Industri


Tanaman yang Berkelanjutan dengan selalu Meningkatkan Kapasitas
Pertumbuhan Tegakan, Kualitas Karyawan, Sistem dan Struktur. Tujuannya
adalah Mengamankan Lahan dan Memaksimalkan Hasil Kayu untuk Memuaskan
Pelanggan Kita.”
3.1.3.2 Misi Perusahaan :
PT Musi Hutan Persada juga memiliki misi : “Menghutankan Kembali
Lahan yang Tidak Produktif dan Mengelolanya Menjadi Tanaman yang Tinggi
Produktifitasnya Secara Berkelanjutan Seraya Memperbaiki Biodiversitas dan
Lingkungan untuk Menghasilkan Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dan
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Setempat.”

3.1.4 Pengenalan Struktur Manajemen PT. Musi Hutan Persada

Organisasi tertinggi adalah Direktur Utama dan dibantu oleh 4 orang


direktur, diantaranya Direktur Forest Protection dan SEA, Direktur HR dan
GA, Direktur Accounting dan Finance dan Direktur Operasional. Untuk
menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh satu orang Sekretaris dan beberapa
General Manager untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Secara
struktural nama-nama jabatan mulai dari General Manager, Manager, Head
atau Superintendent, Supervisor atau Peneliti, Formant/Staff/Pelaksana/Teknisi
yang tersebar dalam beberapa divisi serta memiliki fungsi dan tugas masing-
masing yaitu :

1. Divisi Plantation
2. Divisi Production
3. Divisi Planning
4. Divisi Human Resource dan General Affair
5. Divisi Pengamanan Hutan Sosial
6. Divisi Fire Protection
7. Divisi Construction
8. Divisi Workshop
9. Divisi Research and Development (R & D)
10. Divisi Accounting dan Finance
11. Divisi Audit
12. Divisi Quality Control dan Innovation
13. Divisi Legal
14. Divisi Procurement
3.1.5 Sertifikasi Perusahaan

Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan hutan tanaman,


memperoleh pengakuan dari stakeholder tentang kinerja perusahaan, serta
memenuhi tuntutan pasar global yang menghendaki produk kayu yang berasal
dari hutan yang dikelola secara lestari dan ramah lingkungan. Maka perusahaan
melaksanakan beberapa skema sertifikasi, baik yang bersifat mandatory
maupun voluntary dan telah memperoleh sertifikat sebagai berikut :

1. Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 (mulai tahun 2007,


berlaku sampai dengan 2017).
2. Sertifikasi Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (mulai tahun 2010,
berlaku sampai dengan 2018).
3. Sertifikasi FSC Controlled Wood mulai tahun 2009 berlaku sampai dengan
2019 (saat ini dalam proses perbaikan untuk menutup temuan major).
4. Sertifikasi PROPER 2014/2015 dengan peringakat BIRU (mulai tahun
2012/2013).
5. Saat ini dalam proses untuk mengikuti Setifikasi Sustainable Forest
Management – IFCC dan diharapkan sudah memperoleh Sertifikat SFM-
PEFC pada akhir tahun 2016.
Pemberlakuan sertifikasi kayu (SVLK) mengacu pada Peraturan
Menteri Kehutanan (Permenhut) P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan
Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi
Legalitas Kayu pada pemegang Izin atau pada hutan hak (P.38/2009).
Berdasarkan ketentuan tersebut, SVLK memiliki definisi sebagai persyaratan
untuk memenuhi legalitas kayu dan produk kayu yang dibuat berdasarkan
kesepakatan para pihak di sektor kehutanan. Pemberlakuan P.38/2009
dimaksudkan untuk menuju pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL), serta
penerapan tata-kelola kehutanan, pemberantasan penebangan liar dan
perdagangannya. Sebagai landasan operasional dari Permenhut ini, diterbitkan
pula Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bina Produksi Kehutanan No.
P.6/VI-Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Perdirjen ini kemudian
disempurnakan lagi menjadi Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Dan Verifikasi Legalitas Kayu.

SVLK merupakan bagian utama dalam perjanjian kemitraan antara


Indonesia dengan Uni Eropa karena dapat digunakan sebagai Sistem Jaminan
Legalitas Kayu (TLAS : Timber Legality Assurance System). Di bawah sistem
ini, semua produk kayu yang tercakup dalam perjanjian tersebut harus memiliki
lisensi ekspor (FLEGT lisence) untuk memasuki pasar Uni Eropa.

Pengembangan dan perbaikan kebijakan SLVK selalu dilakukan oleh


pemerintah. Revisi standar persyaratan agar lebih mudah diterapkan tanpa
mengurangi esensi legalitas kayu merupakan salah satu diantaranya. Beban
pengurusan dokumen perizinan yang dikeluhkan banyak biaya diperingan.
Pada standar terbaru SLVK (yang diatur dalam Perdirjen BUK P.14/VI-
BPPHH/2014 Jo. Perdirjen BUK P.1/VI-BPPHH/2015), beberapa dokumen
legalitas diperkenankan sedang dalam proses pengurusan saat pengajuan
Sertifikasi ke LVLK (Lembaga Verivikasi Legalitas Kayu). Bagi beberapa
jenis kategori pemasok bahan baku juga diperkenankan menggunakan
Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) sebagai pengganti kepemilikan SLVK.

Verifikasi legalitas kayu dimaksudkan untuk menjamin bahwa kayu


yang beredar adalah legal. Kayu disebut legal apabila kebenaran asal kayu, izin
penebangan, sistem dan prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi
angkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat
dibuktikan dengan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu berlaku untuk seluruh pelaku bisnis


hutan dan industri pengolahan kayu (industri kecil, menengan maupun besar
untuk tujuan ekspor maupun pasar lokal) di Indonesia. SVLK ini bersifat wajib
(mandatory) untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan hutan dan menjaga
kredibilitas legalitas kayu dari Indonesia, sebagaimana yang telah diatur dalam
Permenhut No. P43/Menhut-II//2014 dan Permen LH dan K No. P.95/2014.
Kepastian legalitas merupakan titik awal menuju pengelolaan hutan lestari.
Pada akhirnya diharapkan seluruh produk kayu diIndonesia dihasilkan dari
pengelolaan hutan yang lestari.

Dalam rangka mengimplementasikan visi dan misi perusahaan untuk


mempertahankan biodiversitas dan menjaga lingkungan, maka perusahaan
bertanggung jawab untuk mengelola kawasan dengan nilai konservasi tinggi
serta mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam dokumen AMDAL, RKL dan RPL.
Bekerjasama dengan pakar HCV dari IPB, pada tahun 2008 perusahaan telah
melaksanakan identifikasi kawasan dengan nilai konservasi tinggi (NKT atau
HCV) dan dilakukan verifikasi pada tahun 2011 pada areal seluas 44.098 ha
(14% dari area konsesi) yang terdiri atas :

a. NKT 1.1 : Kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung


keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung atau konservasi.
b. NKT 1.2 : Spesies hampir punah.
c. NKT 1.3 : Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang
terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup.
d. NKT 1.4 : Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan
spesies yang digunakan secara temporer.
e. NKT 2.3 : Kawasan yang berisi populasi dari perwakilan spesies alami
yang mampu bertahan hidup.
f. NKT 4.1 : Kawasan atau ekosistem yang penting bagi penyedia air dan
pengendalian banjir bagi masyarakat hilir.
g. NKT 6 : Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya
komunitas lokal.

Pada Kawasan NKT dilakukan monitoring secara kontinyu untuk


melindungi dan mempertahankan kondisi alamiahnya, serta menyediakan
infrastuktur yang memadai agar masyarakat setempat memperoleh kemudahan
dalam mengakses situs budaya/religi. Dalam kawasan hutan konservasi masih
dapat ditemukan satwa liar yang berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 termasuk
dalam kategori dilindungi antara lain : Panthera tigris sumatrensis (harimau
sumatera), Elephas maximus (gajah sumatera), Cervus unicolor (rusa),
Hylobates syndactyus (siamang), Manis javanica (trenggiling), Tapirus indicus
(tapir), dan Tragulus javanicus (kancil). Salah satu kegiatan pengelolaan NKT
yang menonjol saat ini adalah melakukan restorasi atau rehabilitasi kawasan
NKT yang mengalami degradasi karena perambahan dan illegal logging untuk
mengembalikan fungsinya menjadi kawasan lindung.

Perusahaan telah melaksanakan pengelolaan dan pemantauan


lingkungan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sesuai
dokumen AMDAL, RKL, dan RPL yang telah disahkan oleh Komisi Amdal
Pusat Dephut pada tahun 1996. Kegiatan pemantauan dilaksanakan melalui
kerjasama dengan laboratorium BLH Provinsi Sumatera Selatan untuk
pengambilan dan pengujian sampel udara ambient, kualitas air permukaan,
biota air, emisi udara dari genset dan sebagainya.

Limbah B3 merupakan singkatan dari Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun.Digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya
atau beracunyang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak
langsung dapatmerusakatau mencemarkan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan manusia.Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila
memiliki salah satu atau lebih karakteristikberikut: mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,bersifat korosif, dan
lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuklimbah
B3. Perijinan yang dimaksud adalah perizinan yang dikeluarkan oleh
KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai peraturan yang berlaku.
Saat ini KLHK melakukan proses perizinan untuk pengelolaan limbah B3
(pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan,penimbunan, dan dumping limbah
B3) dan pembuangan limbah.

Dalam hal pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),


perusahaan telah memiliki izin pembuangan limbah cair dan izin TPS Limbah
B3 dari BLHD Kabupaten Muara Enim dan Lahat sebagai bukti ketaatan
perusahaan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

3.1.6 Infrastruktur
Untuk mendukung efektivitas pengelolaan hutan tanaman dengan skala
luas, perusahaan telah membangun infrastruktur sebagai berikut :

1. Basecamp wilayah di Suban Jeriji, Air Kemang dan Subat


2. Basecamp unit di 14 lokasi
3. Pusat Pelatihan Acacia Center di Jl. Merdeka Km 10 Pendopo PALI
4. Pusat penelitian dan Pengembangan di Suban Jeriji
5. Nursery Permanen di Gemawang, Air Kemang dan Keruh 1
6. Mother Plant House di Gemawang
7. Jalan (Utama, Cabang dan Tanam) dengan total panjang 7.408,9 km
8. Jembatan sebanyak 76 unit dan box culvert 205 unit
9. Menara Pemantau Permanen sebanyak 40 unit dengan ketinggian 25 meter
10. Jaringan internet yang terhubung sampai basecamp unit

3.1.7 Sumberdaya Manusia


3.1.7.1 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terlibat langsung dengan pelaksanaan
pembangunanHTI dapat dibedakan menjadi 4 kelompok kerja yaitu :
1. Pegawai organik PT. Musi Hutan Persada terdiri dari karyawan tetap dan
bulanan.
2. Tenaga anorganik yang terdiri dari tenaga kontraktor dan karyawan lainnya.
3. Tenaga transmigrasi HTI sebagai mitra kerja.
4. Kelompok-kelompok masyarakat peserta MHR dan MHBM.
Untuk mencapai visi dan misi, perusahaan memiliki 974 orang
karyawan tetap dengan kompetensi yang memenuhi persyaratan pengelolaan
hutan tanaman. Sampai saat ini jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari
pembangunan HTI berjumlah ± 10.000 orang yang melaksanakan pekerjaan
persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan
hutan, pemanenan dan pengangkutan kayu. Sumber tenaga kerja PT. Musi
Hutan Persada sebagian besar adalah penduduk lokal, mulai dari tingkat
pelaksana sampai tingkat manajemen.

3.1.7.2 Pelatihan untuk Meningkatkan Kualitas SDM


PT. Musi Hutan Persada melakukan pelatihan bagi karyawan dari
tingkat pelaksana sampai tingkat manager baik yang bersifat intern maupun
ekstern. Sebagai penunjang penambahan informasi, dilakukan kerjasama
dengan pihak Universitas, BLK dan lain-lain. Maksud dan tujuan dilakukan
program pelatihan agar karyawan PT. Musi Hutan Persada menjadi kompeten
dalam melakukan tugasnya dan dapat diterapkan langsung diperusahaan sesuai
hasil pelatihan yang diperoleh.

Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi bagian penting dalam segala


aspek kegiatan di sebuah perusahaan. Oleh karena itu, perlunya penerapan
sistem manajemen keselamatan kerja (SMK3) dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif. Pelatihan mengacu pada UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan PP 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3. Pelatihan
ini diikuti oleh karyawan PT. Musi Hutan Persada yang bertujuan untuk
memahami standar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan
kerja, khususnya di lingkungan PT. Musi Hutan Persada.

Pelatihan SMK3 di PT. Musi Hutan Persada diharapkan mampu


meningkatkan efektifitas perlindungan keselatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi. Mencegah dan mengurangi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan menlibatkan unsur
manajemen, pekerja/buruh, dan serikat pekerja/serikat buruh. Serta
menciptakan tempat kerja yang aman dan efisien untuk mendorong
produktivitas kerja.

3.1.8 Pembangunan Tanaman

Dalam pembangunan HTI yang menjadi prioritas yaitu memperbaiki


lingkungan hidup, meningkatkan produktivitas lahan, menciptakan lapangan
kerja dan meningkatkan pendapatan daerah (PSDA, PBB, dll). Sedangkan
dalam pembukaan areal oleh PT. Musi Hutan Persada dilakukan dengan cara
yaitu pembukaan lahan secara mekanis, pembukaan hutan secara manual tanpa
bakar dan pembukaan lahan secara chemis. Dari pembukaan lahan tersebut PT.
Musi Hutan Persada menanam dengan jenis tanaman yang cepat tumbuh yang
cocok untuk bahan baku industri hasil hutan khususnya pulp dan kertas.

Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan


sangat menjanjikan untuk program industri salah satunya adalah industri pulp
dan kertas serta sangat potensial sebagai jenis alternatif pengganti Acacia
mangium. Oleh karena itu Eucalyptus pellita dikembangkan dalam
pembangunan HTI karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dan
kayunya digunakan untuk mensuplai bahan baku pulp dan kertas di Indonesia.
Pengembangan jenis ini sebagai tanaman HTI telah menunjukkan petumbuhan
yang baik dari bentuk batang, kecepatan tumbuh dan kualitas kayu yang bagus
serta memiliki kemampuan bertunas tinggi.

Dalam kegiatan pemeliharaan tanaman, PT. Musi Hutan Persada


menerapkan silvikultur yang meliputi pemupukan, pemeliharaan (wedding I, II,
III dan chemis; singling pruning; slashing I, II, III, IV, V, VI) dan penjarangan
untuk kayu pertukangan (thining).

Silvikutur adalah teknik pekerjaan untuk mewujudkan keinginan politik


hutan yang ditentukan oleh kepentingan umum, tujuan perusahaan, dan
keadaan setempat di tempat pengelolaan hutan berada. Kepentingan umum
tercermin dengan fungsi hutan, tujuan pengelolaan adalah memaksimalkan
manfaat, sedangkan keadaan setempat adalah daya dukung tapak (iklim, tanah,
vegetasi), dan daya dukung sosial masyarakat sekitar hutan.

Untuk mendukung kegiatan operasional HTI, PT. Musi Hutan Persada


mempunyai divisi litbang untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang
mencakup kegiatan genetika dan pemuliaan tanaman, silvikultur, hama dan
penyakit tanaman, tanah dan persemaian, pertumbuhan dan riap, disversifikasi
hasil hutan, lingkungan, dan perhutanan sosial/sosial ekonomi.

PT. Musi Hutan Persada juga membentuk divisi perencanaan untuk


menunjang dan menghasilkan suatu model pengaturan hasil hutan secara
lestari. Divisi perencanaan memiliki sarana peralatan kerja berupa kompas,
clinometer, hagameter, handcounter, theodolite, GPS (Global Positioning
System), ploter, komputer dan mesin lightdruck, serta GIS (Geographic
Information System).

3.1.9 Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah ancaman utama dalam pembangunan hutan


tanaman industri. PT. Musi Hutan Persada telah menyiapkan segala upaya
untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan. Upaya preventif kuratif
yang telah dilaksanakan antara lain :

a. Pembuatan jalan sekat bakar selebar 30 meter mengelilingi petak


tanaman.
b. Deteksi asap dari menara api.
c. Pengadaan sarana prasarana (jalan, jembatan chekdam, menara api,
bulldozer, grander, excavator, wheel tractor, dish plougt, tangki air,
sarana komunikasi, dan alat tangan pemadam kebakaran).
d. Pembentukan regu-regu, satpam, satuan khusus, satuan inti, satuan
bantuan, satuan cadangan dan satuan pagar betis.
e. Pembuatan sistem dan prosedur tetap dan mekanisme kerja.
f. Latihan tenaga simulasi.
g. Penyuluhan dan pelaksanaan program HPTHTI bina desa.
h. Pelibatan masyarakat secara langsung melalui MHR dan MHBM.

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P/12/Menhut-II/2009 tentang


Pengendalian Kebakaran Hutan, Kebakaran Hutan merupakan suatu keadaan
dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan
yang hampir terjadi setiap tahun merupakan salah satu ancaman terhadap
kelestarian hutan di Indonesia, yang pada umumnya peristiwa kebakaran hutan
ini terjadi pada musim kemarau, terutama kemarau panjang. Oleh sebab itu
diperlukan tindakan pencegahan terhadap kebakaran hutan dan lahan.

Dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan, PT. Musi Hutan
Persada melakukan pengecekan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran hutan dan
lahan. Selain melakukan pengecekan kesiapan peralatan dan perlengkapan
pencegahan kebakaran hutan dan lahan di PT. Musi Hutan Persada, diadakan
juga audiensi perihal kesiapan penangan kebakaran hutan dan lahan, mamantau
menara api, melakukan pengecekan cekdam dan melakukan simulasi pemadaman
api.

3.1.10 Perhutanan Sosial

Kebijakan pengembangan perhutanan sosial merupakan wujud nyata yang


dilaksanakan dalam rangka mewadahi dan mendorong peran serta masyarakat
dalam pembangunan kehutanan. Perhutanan sosial merupakan sistem
pengelolaan hutan Negara dan atau hutan hak untuk memberikan kesempatan
kepada masyarakat setempat sebagai pelaku atau mitra utama dalam rangka
meningkatkan kesejahtraan dan kelestarian hutan tanpa merubah status dan
fungsi hutan. Salah satu kegiatan yang mendukung pelaksanaan program
perhutanan sosial adalah kelola kawasan yang merupakan serangkaian kegiatan
prakondisi dalam rangka optimalisasi usaha pemanfaatan kawasan hutan. Tahap
awal untuk mendapatkan kepastian berusaha didalam areal kerja perhutanan
sosial tersebut perlu adanya kepastian lokasi areal kerja perhutanan sosial yang
meliputi letak, luas, batas-batas dan potensi hutannya. Untuk meningkatkan
kerjasama dan membantu mensejahterakan masyarakat disekitar HTI,
dibentuklah pola yang saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat.

3.2 Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM)


3.2.1 Divisi Pengamanan Hutan dan Sosial

Divisi Pengamanan Hutan dan Sosial (PHS) adalah divisi yang menaungi
langsung dengan Divisi Corporate Social Responsibility (CSR) yang ditetapkan
untuk guna mencegah / mengatasi timbulnya ancaman dan gangguan keamanan,
ketertiban dilingkungan kerja secara fisik, dengan tujuan untuk menjaga dan
mengamankan semua asset dari ancaman dan okupasi pihak lain. Adapun hal
yang dilakukan adalah operasi patrili pengamanan hutan dan sosial.
Manager PHS

Superitendent Superitenden
PHS Wil PHS Unit

Suvervisor Suvervisor Suvervisor Suvervisor CSR


Suvervisor CSR
PHS Wil Security Wil PHS Unit Unit

Anggota
Anggota PHS Staff CSR Anggota PHS
Secutiry

Gambar 3.3 Bagan Struktur Organisasi PHS Wilayah I Suban Jeriji


3.2.2 Divisi Corporate Sosial Responsibility (CSR)

3.2.3 Program Mengelola Hutan Bersama Masyarakat


Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM) adalah suatu pola
pegelolaan Hutan Tanaman Industri yag dilakukan secara bersama- sama anatara
PT. Musi Hutan Persada (MHP) dengan kelmpok masyarakat pada suatu luasan
tertentu (areal kerja MHBM) pada atau didalam areal konsesi PT. MHP dengan
prinsip saling mengguntungkan dan berkelajutan, serta dijalankan secara
partisipatif, akuntabel, dan transparan. Program MHBM ini dilaksanakan baik
diareal yang bermassalah atau berengketa dengan pihak lain ataupun tidak
bermasalah yan pernah diusahakan oleh PT. MHP.
Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM) sebagai salah satu
strategi yang diterapkan oleh PT. Musi Hutan Persada dalam rangka membangun
dan mengelola hutan tanaman sebagai pusat unggulan kehutanan Indonesia yang
dilaksanakan bersama-sama dalam bentuk kemitraan antara persahaan dengan
masyarakat yang berada didalam dan disekitar atau yang terkait dengan lahan
areal pengusahaan HTI dengan prinsip saling menguntungkan. MHBM
dilaksanakan melalui kerjasama antara PT. Musi Hutan Persada dengan
masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat yang dibentuk oleh
masyarakat. Masyarakat akan mendapatkan kemanfaatan dari jasa kerja, jasa
manajemen dan jasa produksi.

3.2.4 Prosedur Pelaksanaan Mengelola Hutan Bersama Masyarakat


1. Tahap Sosialisasi
Sosialisasi program dilakukan untuk menjelaskan serta mengetahui
persepsi / gambaran / pesan tentang program MHBM kepada masyarakat.
Sosialisasi dan komunikasi program MHBM dilakukan baik sebelum
pembentukan, maupun setelah program MHBM berjalan. Pelaksanaan sosialisasi
program sebelum pembentukan kelompok MHBM akan dilakuka secara langsung
melalui penyuluhan / diskusi / seminar. Penyuluhan sosialisasi seteleh program
berjalan dapat dilakukan secara langsung melalui penyuluhan / diskusi / seminar,
maupun tidak langsung melalui leaflet, brosur, majalah dinding, bulletin, dan
media massa.
Sosialisasi dilakukan oleh sebuh tim pelaksana sosialisasi program (Legal
and public reation head dan MHBM-MHR Head) PT. MHP. Materi yang
disampaikan dan dibahas dalam sosialisasi program MHBM antara lain meliputi :
a. Kebijakan dan komitmen perusahaan.
b. Konsep dan ketentuan dalam program MHBM.
c. Panduan teknis pembangunan Hutan Tanaman Industri untuk
kelompok MHBM.
d. Rencana Kerja Tahunan (RKT)
e. Rencana Operasional (RO)
f. Informasi lain terkait program MHBM

2. Pembentukkan kelompok MHBM


Masyarakat yang berminat mengikuti program MHBM harus membentuk
kelompok sesuai dengan syarat- syarat yang sudah ditentukan, antara lain :
a. Pembentukkannya berdasarkan “Self Legitimate” atau aspirasi dan
keinginan dari masyarakat itu sendiri
b. Landasannya adalah Pancasila dan UUD 1945.
c. Kelompok dibentuk dalam satu lembaga yang berbadan hokum.
d. Memiliki susunan organisasi dan kepengurusan , anggota dengan
daftar nama yang jelas dan disertai alinan kartu identitas ,memiliki
Anggaran Dasar da Anggara Rumah Tangga (AD/ART), serta akta
notaris.
e. Disyahkan oleh Pemerintah Desa dan Kecamatan.
f. Memiliki rekening bank atas nama kelompok/ lembaga dari kelompok
MHBM yang telah terbentuk.
Peran perusahaan dalam pembentukan kelompok/ lembaga ini cenderung
lebih banyak bersifat advistor dan fasilitator dalam arti tidak terlibat secara
langsung. Kelompok / lembaga yang telah terbentuk harus mengajukan
permohonan keikutsertaan dalam program MHBM kepada perusahaan dengan
menyertakan:
a. Surat permohonan keterlibatan dalam program MHBM yang ditujukan
kepada General Manajer Wilayah PT. MHP sesuai dengan lokasi areal
kerja yang akan diusulkan.
b. Berita acara (BA) pembentukan kelompok / lembaga.
c. Susunan organisasi dan kepengurusan, serta perangkat organisasi
lainnya berupa Akta Notaris, Anggaran Dasar(AD) dan Anggaran
Rumah Tangga (ART), serta daftar anggota yang dilengkapi dengan
salinan kartu identitas
d. Surat keterangan kelompok/ lembaga dari Pemerintah Desa dan
Kecamatan.
e. Sketsa lokasi areal kerja MHBM yang diakui oleh kelompok MHBM
lain yang berbatasan dengan areal kerja MHBM kelompok/ lembaga
tersebut.
f. Rekening Bank atas nama kelompok / lembaga dari kelompok MHBM
yang terbentuk.
g. Surat pernyataan tentang komitmen dan kesediaan kelompok/lembaga
untuk melindungi areal kerja MHBM, membantu penyelesaian
permasalahan social, dan terlibat aktif dalam pelaksanaan seluruh
kegiatan dari program MHBM.
Perusahaan melalui sebuah tim yang dipimpin oleh MHBM-MHR Head
akan melakukan verifikasi untuk mengetahui validitas dan legitimasi kelompok/
lembaga pengusul. laporan tim verifikasi selanjutnya disampaikan dan diperiksa
oleh General Manajer Wilayah untuk kemudian dilaporkan kepada Direktur SDM
& Umum untuk membuat keputusan persetujuan atau penolakan. Perusahaan
dapat menerima atau menolak permohonan kelompok / lembaga pengusul
berdasarkan laporan verifikasi, kemudian perusahaan akan mengirimkan
pemberitahuan secara tertulis mengenai penerimaan atau penolakan keterlibatan
dalam program MHBM kepada kelompok / lembaga pengusul.

3. Pemetaan Areal Kerja MHBM


Areal yang akan dikerjakan dalam program MHBM adalah areal yang
masuk dalam wilayah konsesi HPHTI PT. MHP berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 038/Kpts-II/1996. Areal tersebut sudah dikelola oleh PT. MHP,
adapun areal yang diprioritaskan untuk dijadikan areal kerja MHBM adalah :
a. Areal yang bersengketa / diklaim oleh masyarakat.
b. Areal yang berpotensi / rawan masalah sosial.

Adapun langkah dalam pemetaan areal kerja MHBM adalah : (1) survei
dan pengumpulan data, (2) pembuatan peta rencana wilayah MHBM, (3)
pemancangan batas sementara, (4) pemancangan batas wilayah, (5) pemancangan
batas tetap, (6) pengukuran dan pemetaan. Pemetaan areal kerja MHBM
dilaksanakan oleh tim pelaksana pemetaan dari PT. MHP yang ditunjuk oleh
General Manajer Wilayah areal kerja MHBM yang akan dipetakan bersama
perwakilan kelompok MHBM, akil kelompok MHBM lain yang berbatasan
dengan areal kerja MHBM yang akan dipetakan dan wakil Pemerintah Desa atau
Kecamatan.
4. Pembuatan Akta Kesepakatan
Untuk kepastian hukum, baik bagi perusahaan maupun kelompok MHBM
ini diikat dalam suatu Akta Kesepakatan MHBM, adapun langkah-langkah
pembuatan Akta Kesepakatan MHBM adalah :
a. Penyiapan rancangan (draf) Akta Kesepakatan MHBM oleh Legal and
Public Relation Head.
b. Penyerahan rancangan Akta Kesepakatan MHBM untuk dipelajari oleh
kelompok MHBM
c. Pertemuan antara perwakilan dari PT. MHP (MHBM dan MHR Head,
Legal and Pubic Relation Head) dengan perwakilan dari kelompok
MHBM, menjelaskan rancangan Akta Kesepakatan MHBM.
d. Penandatanganan Akta Kesepakatan MHBM yang dihadiri oleh
perwakilan PT. MHP dengan kelompok MHBM

Akta Kesepakatan MHBM dapat diperpanjang setelah berakhirnya jangka


waktu kesepakatan tersebut. Lalu Akta Kesepakatan yang telah ditandatangani
harus didistribusikan keseluruhan Manajer PT. MHP.

5. Pelaksanaan Pekerjaan
Komponen pekerjaan meliputi : persiapan lahan, penanaman dan
pemupukan, pemeliharaan (weeding slashing), perlindungan hutan, dan produksi/
penebangan, dimana detail masing-masing pekerjaan akan diuraikan tersendiri
dalam sfesifikasi pekerjaan. Dasar pelaksanaan pekerjaan antara lain adalah
Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Operasional Kerja, Surat Perintah Kerja
Berita Acara Pekerjaan dan Spesifikasi perkerjaan. Pelaksana pekerjaan adalah
kelompok MHBM, dana tau kelompok lain yang ditunjuk.

Adapun mekanisme pelaksanaan pekerjaan MHBM meliputi:

a. PT. MHP akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada kelompok


MHBM perihal pelaksanaan tata waktu dimulainya pekerjaan.
b. Kelompok MHBM diberikan tenggang waktu selama satu minggu dari
pemberitahuan secara tertulis.
c. Surat pemberitahuan disusun dan disampaikan kepada kelompok MHBM
oleh Manajer Tanam/ Manajer Produksi.
d. Penyerahan surat pemberitahuan kepada kelompok MHBM harus disertai
tanda terima.
e. PT. MHP akan menentukan pihak ketiga untuk melaksanakan pekerkjaan
jika dalam satu minggu, terhitung mulai dari tanggal yang tertera pada
tanda terima penyerahan surat pemberitahuan.
f. Jika kelompok MHBM sanggup melakukan pekerjaan, kelompok MHBM
harus menyampaikan surat resmi kepada PT. MHP melalui Manajer
Tanam/ Manajer Produksi.
g. Perusahaan akan memberikan pelatihan kepada kelompok MHBM,
pelaksanaan pelatihan dilakukan oleh Manajer Tanam/ Produksi
h. Perusahaan melalui Contract Management Services Manajer membuat
kontrak kerja yang ditandatangani oleh Direktur Keuangan dan Direktur
Produksi.
i. Perusahaan melalui Manajer Tanam / Manajer Produksi akan membuat
Surat Perintah Kerja (SPK) berdasarkan kontrak kerja.
j. Perusahaan melalui Manajer Tanam/ Manajer Produksi harus memastikan
SPK yang dikeluarkan pada suatu lokasi kerja yang masih belum
dikerjakan oleh kelompok Kerja atau pihak lainnya.
k. Pelaksanaan pekerjaan MHBM dapat dilaksanakan setelah SPK
diserahkan kepada Kelompok MHBM.
l. Suvervisi pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh PT. MHP melalui
Manajer Tanam / Manajer Produksi.
m. Hasil supervise akan di tuangkan kedalam Laporan Pemeriksaan Hasil
Pekerjaan (LPHP) yang akan dipertimbangkan dalam proses pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
n. Proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilakukan setelah
kelompok MHBM melaksanakan Pekerjaan.
o. BAP disusun oleh PT. MHP Melalui Manajer Tanam/ Manajer Produksi.
p. Kelompok MHBM mengajukan surat tagihan pembayaran jasa kerja
kepada perusahaan yang dilampiri BAP.
q. Kelompok MHBM diberikan jasa kerja berdasarkan BAP.

6. Penunjukkan pihak ketiga


Penunjukkan pihak ketiga dilakukan apabila kelompok MHBM tidak
dapat melakukan sendiri komponen pekerjaan berdasarkan surat pernyataan
ketidaksanggupan dari Ketua Kelompok MHBM yang diterima oleh PT. MHP.
Penunjukkan pihak ketiga dapat dilakukan langsung oleh PT. MHP (Manajer
Tanam / Manajer Produksi) jika kelompok MHBM tidak menyampaikan surat
jawaban kesanggupan dalam waktu satu minggu setelah surat pemberitahuan
diterima. Pihak ketiga wwajib memberikan jasa manajemen kepada kelompok
MHBM melalui PT. MH
7. Program Penunjang
Program penunjang adalah program pendukung dari program MHBM
berupa kegiatan usaha pengembangan ekonomi kerakyatan untuk mendukung
pembangunan Hutan Tanaman Industri. Kegiatan program penunjang ini
dilakukan berdasarkan pada keinginan dan aspirasi dari warga masyarakat itu
sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan , kondisi dan modal yang ada di
Masyarakat. Ini akan menambah pendapatan para anggota kelompok MHBM,
untuk pelaksanaannya dilakukan oleh Manajer Tanam dibawah Koordinasi
General Manajer Wilayah dan MHBM & MHR Head. Program penunjang bersifat
tidak ajib ada dalam setiap kerja sama MHBM, tergantung kemampuan
perusahaan.
8. Pelatihan dan Pendampingan
Perusahaan akan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada
kelompok MHBM dengan pelatihan oleh Manajer Tanam dan Manajer Produksi,
serta pendampingan dilakukan oleh Divisi CSR dibawah koordinasi General
Manajer Wilayah dan MHBM & MHR Head. Pelatihan dan pendampingan akan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kemampuan perusahaan, dilakukan
berdasarkan hasil penilaian atau atas permintaan dari kelompok MHBM yang
dinilai produktif. Pelaksanaan dapat dilakukan sendiri atau oleh pihak ketiga yang
ditunjuk oleh perusahaan.
9. Penanganan pengaduan
Pengaduan mengenai pelaksanaan program MHBM dapat disampaikan
oleh kelompok MHBM dan staf PT. MHP, secara langsung melalui pertemuan
maupun secara tidak langsung melalui media lainnya (surat tertulis, SMS, telepon,
dll)
Adapun mekanisme penanganan pengaduan dari Kelompok MHBM meliputi:
a. Pengeduan mengenai pelaksanaan program MHBM dapat disampaikan
kepada PT. MHP melalui Superitenden CSR.
b. Setiap pengaduan yang masuk akan dicatat dan didalam formulir
pengaduan.
c. Superitenden CSR akan melakukan konfirmasi, menganalisis dan
merespon pengaduan kelompok MHBM. Penanganan pengaduan oleh
Superitenden CSR maksimal dilakukan dua hari.
d. Proses penanganan pengaduan yang belum dapat diselesaikan oleh
Superitenden CSR akan dilimpahkan kepada General Manajer Wilayah.
e. Proses penanganan pengaduan yang belum dapat diselesaikan oleh
General Manajer Wilayah akan dilimpahkan kepada MHBM & MHR
Head.
f. MHBM & MHR Head akan memfasilitasi musyawarah bersama kelompok
MHBM yang menyampaikan pengaduan.
g. Jika proses penyelesaian oleh MHBM & MHR Head melalui musyawarah
tidak selesai maka proses penyelesaian pengaduan dibawa kejalur hokum.
h. Superitenden CSR bertugas untuk merekapitulasi formulir pengaduan
yang masuk dan hasil penanganan setiap bulannya.
i. Setiap penanganan pengaduan harus dilengkapi oleh dokumen Berita
Acara (BA).
Penanganan pengaduan pelaksanaan program MHBM dari staf PT. MHP akan
dilakukan oleh MHBM & MHR Head.
10. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi program MHBM akan dilakukan pada kelompok
MHBM dan internal perusahaan secara periodik dan insidental. Monitoring dan
evaluasi program secara periodik (perbulan/triwulan/semester) akan dilakukan
melalui kunjungan dan pertemuan formal atau informal. Monitoring dan evaluasi
program secara incidental dilakukan apabila ada peristiwa tertentu yang
berpotensi menimbulkan kerugian dan atau merugikan perusahaan dan atau
kelompok MHBM. Monitoring dan evaluasi program pada kelompok MHBM
didokumentasikan melalui formulir atau laporan kegiatan. Monitoring dan
evaluasi program pada kelompok MHBM dilakukan oleh Superintenden CSR di
bawah koordinasi MHBM & MHR Head. Hasil monitoring dan evaluasi program
pada kelompok MHBM akan dihimpun oleh superintenden CSR untuk seluruh
kelompok MHBM yang ada di wilayah, serta MHBM & MHR Head untuk
seluruh kelompok MHBM di wilayah konsesi PT. MHP sebagai database dan
dasar penilaian kelompok MHBM berdasarkan kriteria kelompok MHBM.

Aspek-aspek yang dilihat dalam monitoring dan evaluasi program pada


kelompok MHBM antara lain meliputi:

a. Pengelolaan kelembagaan kelompok masyarakat.


b. Pelaksanaan dan mutu pekerjaan kelompok MHBM.
c. Pelaksanaan perlindungan lahan oleh kelompok MHBM.
d. Distribusi jasa manajemen, jasa produksi, dan jasa kerja.
e. Batas dan luas areal kerja MHBM.

Monitoring dan evaluasi program pada internal PT. MHP dilakukan oleh General
Manager Social Responsibility and Government Relation

Aspek-aspek yang dilihat dalam monitoring dan evaluasi pada internal PT. MHP
antara lain meliputi:
a. Pelaksanaan seluruh prosedur dari SPO. MHBM oleh staf PT.
MHP
b. Hasil dan capaian program MHBM.
3.3 Manfaat program MHBM
Adapun manfaat yang diterima oleh masyarakat dari mengikuti program
Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM) yang dilaksanakan bersama PT.
MHP adalah:
1. Pelatihan dan pendampingan pelaksanaan pekerjaan pada areal konsesi
PT. MHP.
2. Program penunjang berupa kegiatan usaha pengembangan ekonomi
kerakyatan untuk mendukung pembangunan Hutan Tanaman Industri.
3. Jasa kerja, yaitu sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada
kelompok MHBM yang melaksanakan pekerjaan sebagai imbalan atas
hasil pelaksanaan dari setiap komponen pekerjaan pengelolaan Hutan
Tanaman Industri berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Berita
Acara Pemeriksan (BAP).
4. Jasa produksi, yaitu uang yang diberikan oleh perusahaan kepada
kelompok MHBM atas hasil panen kayu tanaman, berdassarkan hasil
timbangan pabrik (pembeli), yang dibbayarkan setelah perusahaan
menerima pembayaran dari hasil penjualan kayu dari pembeli atau yang
akan dibayarkan oleh perusahaan kepada kelompok MHBM paling
lambat 30 hari sejak pengajuan invoice/ tagihan pembayaran dari
kelompok masyarakat.
5. Jasa manajemen, yaitu sejumlah uang yang disepkati berdasarkan
persentase tertetu dari jasa kerja pelaksanaan pihak ketiga yang
diberikan melalui perusahaan kepada kelompok MHBM sebagai

imbalan dari ikatan pengelolaan areal MHBM.


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil magang di PT. Musi Hutan Persada maka dapat


disimpulkan sebagai berikut:

1. PT. Musi Hutan Persada merupakan


2.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam kegiatan magang di PT. Musi Hutan Persada
yaitu adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan
PT. Musi Hutan Persada sebaiknya lebih meningkatkan pemberitahuan
informasi perusahaan kepada masyarakat agar masyarakat awam lebih
mengetahui tentang perusahaan.
2. Bagi masyarakat sekitar
Masyarakat sekitar PT. Musi Hutan Persada perlu memahami program-
program yang diajukan maupun dibuat oleh perusahaan, perlu pemahaman
bahwa setiap pengajuan memiliki tahapan dan proses sesuai prosedur
operasional perusahaan.
3. Bagi mahasiswa
Melaksanakan praktik lapangan atau magang hendaknya lebih memperhatikan
mekanisme karyawan dalam bekerja diperusahaan, aturan perusahaan dan
disiplin waktu.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Perlu peningkatan terhadap kurikulum kejuruan dan arahan yang sesuai untuk
mahasiswa dalam melaksanakan praktik lapangan sesuai dengan teori – teori
yang dipelajari

Anda mungkin juga menyukai