Anda di halaman 1dari 16

Darurat Pencemaran

dan Jalan Keluar Keselamatan

Nur Hidayati
Direktur Eksekutif Nasional WALHI

Disampaikan pada:
Environmental Outlook 2018
Bergerak Menuju Keadilan Sosial dan Ekologis
Jakarta, 15 Januari 2018
Pencemaran Tanah
Pencemaran Tanah
• Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, bisa berasal
dari industri, rumah sakit,
rumah tangga, pertanian,
pertambangan,
perkebunan, dll.
• 2015 – Limbah B3 sejumlah
125.540.827,76 ton
• 2016 – limbah B3 sejumlah
78.365.002,29 ton
• Sebagian dimanfaatkan
kembali.

Sumber: Statistik KLHK 2016, Des 2017


Pencemaran Tanah:
Total Tonase dan Luas Lahan Terkontaminasi limbah B3
per-sektor (2015-2016)

Sumber: Statistik KLHK 2016, Des 2017


Pencemaran Air
• Indonesia termasuk 10 negara kaya air dengan ketersediaan air
mencapai 3,9 trilyun m3/tahun, namun hanya 17,69 persen
yang dapat dimanfaatkan; 25,3 persen diantaranya
termanfaatkan untuk kebutuhan irigasi, domestik, perkotaan,
dan industri (BPS, 2017) -- ditampung pada tampungan-
tampungan sumber air berupa sungai, yaitu sebanyak lebih dari
5.590 sungai dan 1.035 danau. Buatan: 209
waduk/bendungan,2042 embung (BPS, 2017).
• Keadaan tampungan air di Indonesia masih dalam kategori
rawan, menampung 50 m3 per kapita per tahun, idealnya 1.975
m3 per kapita per tahun (BPS 2017).
• Susenas 2016 menunjukkan sekitar 1,53 persen rumah tangga
memanfaatkan air sungai dan sekitar 2,40 persen rumah tangga
memanfaatkan air hujan sebagai sumber air untuk minum. Di
Kalimantan Barat pemakaian air hujan sebagai sumber air
minum mencapai 40,72 persen dan 11,50 persen
memanfaatkan air sungai.
Pencemaran Air
• Data KLHK (2016), dari 105 sungai di Indonesia yang dipantau:
– Memenuhi hingga cemar ringan, 4 sungai – Cidurian Banten,
Cisadane Banten, Tukad Daya Bali, Larona Sulsel
– Sisanya (101 sungai) cemar sedang, cemar berat.
– Parameter Kelas II, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
• Selain itu, dari 471 titik sungai yang dipantau pada tahun 2015
dan 2016, terdapat 17 sungai yang kondisinya relatif tidak
berubah dan terdapat 211 titik sungai yang kualitasnya
membaik, namun sebanyak 343 titik sungai kualitasnya
memburuk.
• Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar sungai sudah
tidak layak digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan sejenisnya apalagi diperuntukkan untuk air
minum.
Ketersediaan Air
Ketersediaan Air
Pencemaran Udara:
Indeks Kualitas Udara 2013-2015
Beberapa Kesimpulan:
• Kualitas lingkungan hidup di Indonesia secara umum buruk,
sehingga hal ini juga memperngaruhi kualitas hidup
masyarakat.
• Berbagai Kementerian dan Lembaga sudah memiliki sistem dan
mekanisme pendataan kualitas lingkungan hidup. Sayangnya,
tidak konsisten (baik dari isi/sistematika maupun
periodisasinya), dan masih tersebar di berbagai K/L. Bahkan
BPS sebagai pusat data nasional pun sistematika laporannya
tidak konsisten.
• Data dan informasi tidak real time. Kalaupun ada yang real
time, publik sulit untuk mencarinya. Kesulitan akses informasi
menjadi hambatan bagi publik dalam ikut berpartisipasi dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan LH, sebagaimana yang
dijamin oleh UU PPLH 32/2009.
• KLHK sudah memiliki sistem dan mekanisme pengaduan,
namun sejauh ini tidak jelas bagi publik bagaimana proses
Outlook 2018:
• Secara umum, publik sangat ingin berpartisipasi dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan LH. Terutama
dengan akses teknologi informasi dan sosial media yang
semakin tinggi (Misalnya, app QLUE di DKI)  Potensi!
• Pemerintahan Propinsi dan Kabupaten dalam beberapa
isu juga memiliki upaya-upaya proaktif  Potensi
dilibatkan secara aktif dalam pemantauan dan penegakan
hukum. Apalagi saat ini proses AMDAL ada di level
pemerintahan di propinsi dan daerah.
• Pemulihan-pemulihan lingkungan hidup dan ekosistem
menjadi satu hal yang imperatif.
• Dalam era Open Government, maka keterbukaan
informasi juga menjadi imperatif untuk efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan.
Rekomendasi 2018:
• Pemulihan lingkungan harus berbasiskan pada prinsip
Pencemar Membayar (Polluters Pay Principle) dan strict
liability.
• Perlu ada Audit menyeluruh terhadap pelaku-pelaku
pencemaran, khususnya industri, yang mengeluarkan
limbah B3. Biaya pemulihan harus ditanggung renteng
berdasar P3.
• Perlu ada penetapan Beban Pencemaran Maksimal bagi
sungai-sungai yang sudah tercemar, dan sebelum ada
penetapan beban tersebut, maka harus ada Moratorium
terhadap seluruh izin lingkungan atau izin pembuangan
limbah ke lingkungan, terutama badan air.
Terima Kasih
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Friends of the Earth Indonesia
Jl. Tegal Parang Utara No. 14
Mampang, Jakarta Selatan
Tlp. 021-79193363
Fax. 021-7941673
www.walhi.or.id

Anda mungkin juga menyukai