Anda di halaman 1dari 7

KONFLIK AGRARIA

1.DESKRIPSI KASUS

a.lokasi konflik (nama tempat/kasus,desa/kec/kab/provinsi) di desa bangkal,kecamatan seruyan


raya,Kalimantan Tengah

b.pihak-pihak yang berkonflik

PT Hamparan masawit bangun persada (HMBP),apparat kepolisian,wakil ketua bidang advokasi dan
jaringan Yayasan Lembaga bantuan hukum Indonesia (YLBHI),pemerintah provinsi kalimantan
Tengah,pemerintah kabupaten seruyan.

c. waktu/masa kejadian konflik ,7 oktober 2012


d. masalah pokok
adanya penggunaan lahan yang berlebihan sehingga Masyarakat lokal ha katas tanah mereka
terganggu. Dan adanya juga perbedaan persepsi mengenai ha katas tanah dan manfaat ekonomi dari
Perkebunan menjadi pemicu konflik.
e. kronologi ringkas konflik
Konflik agraria di Seruyan dimulai dengan konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan
kelapa sawit. Aparat menggunakan tindakan represif terhadap masyarakat yang menuntut hak atas
tanah mereka, termasuk penangkapan dan intimidasi. Masyarakat memprotes dan menuntut keadilan,
tetapi konflik terus berlanjut karena ketidaksetaraan kekuatan antara pihak-pihak yang terlibat.
f. kejadian-kejadian penting
Pada konflik agraria di Seruyan, Kalimantan Tengah, terjadi sejumlah kejadian penting. Salah satunya
adalah ketegangan antara Masyarakat lokal dengan perusahaan kelapa sawit yang mengklaim lahan
tersebut. Konflik tersebut melibatkan pengusiran petani, protes, dan adu argumen hukum terkait
kepemilikan lahan.

2.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK


Penggunaan Lahan Berlebihan oleh Perusahaan Perkebunan: Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dan
ketegangan dengan masyarakat lokal yang merasa hak atas tanah mereka terganggu.
Janji Tidak Ditepati: Salah satu contoh adalah di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan. Perusahaan
kelapa sawit PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) dianggap tidak memenuhi janji
memberikan lahan plasma sawit seluas dua hektare kepada setiap keluarga desa.
Ketidaksepahaman antara Masyarakat Lokal dan Perusahaan: Perbedaan persepsi mengenai hak atas
tanah dan manfaat ekonomi dari perkebunan menjadi pemicu konflik. Masyarakat lokal berusaha
mempertahankan hak mereka, sementara perusahaan berupaya memaksimalkan produksi.
Jadi dalam lingkup konflik pengelolaan Sumber Daya Alam,konflik yang terjadi merupakan konflik
kepentingan.

3.DAMPAK KONFLIK YANG TERJADI TERHADAP MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN


Dampak yang terjadi merupakan adanya kerusakan lingkungan seperti deforestasi,dan juga hilangnya
mata pencaharian akibat pengusiran Masyarakat lokal dari tanah mereka sehingga terganggunya
aktivitas pertanian mereka.
4.KATEGORI KONFLIK
Konflik agraria di Seruyan dapat dikategorikan sebagai konflik antara masyarakat lokal dan
perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengklaim dan/atau menguasai lahan yang dianggap oleh
masyarakat sebagai tanah adat atau milik mereka. Ini adalah konflik yang melibatkan pertentangan
hak kepemilikan dan penggunaan tanah antara pihak-pihak yang terlibat.
5.PENANGANAN KONFLIK
A. deskripsikan ringkas proses pengelolaan konflik yang dilakukan
Mengadakan dialog antara pihak-pihak yang terlibat, termasuk masyarakat lokal, perusahaan, dan
pemerintah, untuk mencari solusi bersama dan menengahi perselisihan. Melakukan pemantauan
terhadap implementasi solusi serta mengevaluasi dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan,
dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pengelolaan konflik di masa depan.
B.pihak-pihak yang aktif melakukan penanganan konflik
Pemerintah daerah,Perusahaan Perkebunan,Masyarakat lokal,LSM dan aktivis lingkungan,dan juga
Badan Penegak Hukum.
C. Hasil akhir
hasil akhir dari konflik agraria di Seruyan mungkin berupa penyelesaian damai antara pihak-pihak
yang terlibat, termasuk pembagian tanah yang adil, kompensasi bagi pihak yang terdampak, dan
rencana pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Selain itu, dapat pula terjadi kesepakatan untuk
meningkatkan transparansi, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan
lahan, serta perbaikan penegakan hukum terkait hak-hak tanah masyarakat lokal. Dengan demikian,
masyarakat dan lingkungan di Seruyan dapat mendapatkan perlindungan yang lebih baik dan
keberlanjutan ekonomi serta lingkungan yang lebih terjaga.

6. ANALISIS KARAKTERISTIK KONFLIK


a. tingkatan eskalasi konflik yang sudah terjadi
eskalasi konflik yang digunakan yaitu force , Dimana,adanya potensi mengancam keselamatan dan
keamanan Masyarakat lokal serta pihak-pihak yang terkait.
b.pendekatan atau strategi yang digunakan dalam pengelolaan konflik yaitu pendekatan mediation
(mediasi)

7. a. judul tulisan : konflik agrarian di seruyan,Kalimantan tengah


b.penulis : aurelia gracia
c.nama jurnal/penerbit : -
d.nomor/volume/tahun : 25 oktober 2023
KONFLIK KEHUTANAN
1.Deskripsi kasus
a.lokasi konflik : Kawasan Hutan Produksi Sungai Sembulan, Desa Penagan, Kecamatan Mendo
Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
b.pihak-pihak yang berkonflik : Pelaku (Buron), Tim Penegak Hukum, Masyarakat dan Lingkungan,
Pengadilan Negeri Koba Kabupaten Bangka Tengah
c.waktu/masa kejadian konflik : 25 februari 2024
d. masalah pokok :
Penggunaan lahan secara ilegal untuk pertanian, perkebunan, atau pembangunan infrastruktur dapat
mengakibatkan hilangnya habitat dan degradasi lingkungan.Konflik terkait hak kepemilikan tanah,
akses terhadap sumber daya alam, dan kebijakan pengelolaan hutan bisa menjadi masalah di kawasan
tersebut.
e.kronologi ringkas konflik :
Konflik di kawasan hutan produksi Sungai Sembulan dimulai dengan pengumuman Rencana
Pengelolaan Hutan (RPH) oleh pemerintah, yang memicu keberatan dari masyarakat lokal karena
ancaman terhadap hak kepemilikan tanah dan akses terhadap sumber daya alam. Konflik eskalatif
terjadi melalui demonstrasi, protes, dan tindakan hukum oleh masyarakat. Negosiasi antara
pemerintah dan masyarakat lokal kemungkinan dilakukan untuk mencapai solusi, namun eskalasi
konflik tetap menjadi ancaman jika tidak ada penyelesaian yang memuaskan bagi kedua belah pihak.
f.kejadian-kejadian penting :
Pengumuman Rencana Pengelolaan Hutan (RPH) oleh pemerintah, memicu ketegangan antara
pemerintah dan masyarakat lokal. Demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat lokal sebagai respons
terhadap RPH yang dianggap mengancam hak kepemilikan tanah dan akses mereka terhadap sumber
daya alam.

2.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK


Ketidakpastian Areal Kawasan Hutan: Ketidakpastian mengenai areal kawasan hutan menjadi salah
satu hambatan dalam tata kelola hutan di Indonesia.
Ketidakseimbangan Kebijakan: Kebijakan pertambangan dan kehutanan yang tidak seimbang dapat
memicu konflik.
Ketidakpastian Hak Atas Tanah: Masyarakat lokal seringkali tidak memiliki kepastian hak atas tanah
di sekitar kawasan hutan.
Kegagalan Pengelolaan: Indikasi kegagalan pengelolaan hutan oleh pemerintah juga menjadi faktor
penyebab.
Ketidaksetaraan Ekonomi: Ketidaksetaraan dalam distribusi manfaat ekonomi dari sumber daya hutan
juga memainkan peran.
Jadi dalam lingkup konflik pengelolaan Sumber Daya Alam,konflik yang terjadi merupakan konflik
distributive.
3.Dampak konflik yang terjadi terhadap Masyarakat dan lingkungan
Dampak konflik yang terjadi terhadap Masyarakat dapat berupa,gangguan terhadap mata
pencaharian,ketegangan sosial,ancaman keamanan, dan juga dampak pada lingkungan.
4.Kategori konflik
Konflik Kawasan hutan produksi dapat dikategorikan dalam beberapa kategori yaitu,konflik atas hak
kepemilikan tanah,konflik antara pemerintah dan Masyarakat dan juga konflik sosial&budaya.
5.Pengelolaan konflik
a. Proses pengelolaan konflik yang dilakukan pada konflik kawasan hutan produksi Sungai Sembulan
mungkin melibatkan langkah-langkah berikut,identifikasi pihak yang terlibat,analisis
konflik,negoisasi dan mediasi.
b.pemerintah daerah,badan pengelola hutan,Masyarakat lokal,komisi penyelesaian sengketa
pertahanan.
c. hasil akhir dari konflik Kawasan hutan produksi, adanya kesepakatan Antara Pemerintah dan
Masyarakat Lokal,Pihak-pihak yang terlibat dapat mencapai kesepakatan melalui negosiasi dan
mediasi, yang memungkinkan untuk revisi kebijakan pengelolaan hutan atau program kompensasi
bagi masyarakat yang terdampak.Revisi Kebijakan Pengelolaan Hutan,Pemerintah dapat merevisi
Rencana Pengelolaan Hutan (RPH) atau kebijakan pengelolaan hutan lainnya untuk
mempertimbangkan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal serta meminimalkan dampak negatif
terhadap mereka.
6.Analisis karakteristik konflik
a. eskalasi konflik yang digunakan yaitu compromise/trade-offs
b.strategi/pendekatan yang digunakan arbitasi.
7. Sumber referensi kasus
a.judul tulisan : kasus perambahan hutan illegal di bangka Belitung
b.penulis : pradipta pandu
c.nama jurnal/penerbit :audio berita
d.nomor/volume/tahun : 4 maret 2024
KONFLIK PERTAMBANGAN
1.deskripsi kasus
a.lokasi konflik : konflik pertambangan di kabupaten lumajang,provinsi jawa timur
b.pihak-pihak yang berkonflik : Masyarakat lokal,penambang lokal,perusahaan tambang,pemerintah
daerah,.
c.waktu/masa kejadian konflik : maret 2017
d. masalah pokok : Masalah pokok konflik pertambangan di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa
Timur, umumnya berkaitan dengan dampak lingkungan, penolakan masyarakat terhadap kegiatan
pertambangan yang dianggap merusak lingkungan, serta konflik lahan antara perusahaan
pertambangan dengan masyarakat lokal yang mengklaim hak atas tanah mereka. Beberapa isu yang
sering muncul adalah degradasi lingkungan, pencemaran air dan udara, serta konflik sosial antara
pihak-pihak yang terlibat.
e.kronologi ringkas konflik : Konflik ini dipicu oleh isu-isu seperti sengketa kepemilikan lahan,
interaksi antara pelaku tambang dengan masyarakat lokal, legalitas aktivitas pertambangan, degradasi
lingkungan, dan regulasi pertambangan. Meskipun konflik cenderung bersifat disosiatif dan
menekankan pada oposisi, namun konflik juga memiliki potensi untuk menghasilkan perbaikan dan
konsensus jika dikelola dengan baik melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif yang adil
dan efektif.
f.kejadian-kejadian penting : Pemberian izin pertambangan oleh pemerintah kepada perusahaan untuk
melakukan kegiatan pertambangan di daerah tersebut.Protes dan Penolakan,Masyarakat lokal atau
kelompok aktivis mulai memprotes kegiatan pertambangan yang mereka anggap merugikan
lingkungan dan kehidupan mereka.Konflik Lahan,Konflik muncul antara perusahaan pertambangan
dengan masyarakat lokal yang mengklaim hak atas tanah mereka yang akan digunakan untuk
pertambangan.

2.Faktor penyebab konflik


Beberapa faktor penyebab terjadinya konflik , adanya perbedaan kepentingan antara Masyarakat
lokal,penambang,Perusahaan tambang,dan pemerintah terkait pemanfaatan sumber daya alam,hak
kepemilikan lahan,dan pembagian manfaat ekonomi dari kegiatan pertambangan. Juga dampak
negative dari kegiatan pertambangan terhadap lingkungan seperti pencemaran air,udara,tanah. Faktor
penyebab konflik ini juga terjadi karena keterbatsan akses informasi,seperti ketidak trasparan dalam
mengelola pertambangan,dan juga konflik kepemilikan lahan perselisihan terkait kepemilikan dan
penggunaan lahan antara Masyarakat lokal,penambang,dan Perusahaan tambang.
3.Dampak konflik yang terjadi terhadap Masyarakat dan lingkungan
Dampak sosial ekonomi pada Masyarakat,dampak lingkungan,dan dampak psikologis.
4. Kategori konflik
Konflik ini dapat dikategorikan kedalam konflik kepentingan.
5. Pengelolaan konflik
a. proses pengelolaan konflik yang dilakukan ,dialog dan pertemuan,negoisasi,mediasi,dan juga
partisipasi Masyarakat.
b.pemerintah daerah,Perusahaan pertambangan,Masyarakat lokal,pihak mediasi dan juga pihak ketiga.
c. hasil akhir dari konflik pertambangan dilumajang yang terjadi,kesepakatan damai,pemutusan
kontrak atau pembatalan izin,rekonsiliasi Pembangunan berkelanjutan.
6. Analisis karakteristik konfil
a. tingkatan eskalasi yang sudah dilakukan compromise
b.pendekatan dan strategi yang digunakan mediasi dan juga adjudication
7.Sumber referensi kasus
a. judul tulisan : alternatif penyelesaian sengketa pertambangan (studi di kabupaten lumajang
provinsi jawa timur )
b.penulis : Rachmad & Indah
c.nama jurnal atau penerbit : Universitas Brawijaya
d.nomor/volume/tahun : 03 maret 2017

KONFLIK PERKEBUNAN
1.Deskripsi kasus
a.lokasi konflik : Desa silampuyang ,kecamatan siantar kabupaten simalungun
b.pihak-pihak yang berkonflik : PTPN IVMarihat,Masyarakat desa silampung,lembaga panitia
pengembalian silampuyang
c.waktu/masa kejadian konflik : tahun 1928
d. masalah pokok : perselisihan terkait kepemilikan tanah dan juga pemberdayaan Masyarakat.
e.kronologi ringkas konflik : Konflik perebutan lahan antara PTPN IV dan masyarakat Desa
Silampuyang merupakan masalah kompleks yang melibatkan perbedaan pendapat, kesalahpahaman,
perasaan dirugikan, serta sensitivitas individu. Faktor-faktor seperti perbedaan latar belakang budaya,
perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial juga turut mempengaruhi terjadinya konflik.Proses
penyelesaian konflik melalui mediasi,pengadilan, dan pembentukan lembaga resmi menunjukkan
upaya untuk mencari solusi damai dan keadilan bagi kedua belah pihak. Konflik tersebut juga
memberikan pelajaran bahwa penyelesaian konflik memerlukan kerjasama, komunikasi yang
baik,serta pengakuan atas hak-hak masing-masing pihak.
f.kejadian-kejadian penting –
2.Faktor-faktor penyebab konflik
Perbedaan pendapat,salah paham,perbedaan latar belakang budaya,dan juga perbedaan
kepentingan.konflik ini termasuk kedalam konflik kepentingan dan juga perbedaan budaya.
3.dampak konflik yang terjadi terhadap Masyarakat dan lingkungannya
Konflik Perkebunan ini dapat mengganggu mata pencaharian Masyarakat,dan juga menimbulkan
ketegangan sosial,dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
4.Kategori Konflik
Konflik ini dapat dikategorikan kedalam konflik kepentingan dan perbedaan budaya.
5. a.proses yang sudah dilakukan Upaya mediasi telah dilakukan untuk mencari solusi damai antara
kedua belah pihak. Namun, mediasi tersebut tidak berhasil karena bukti yang diberikan oleh
masyarakat desa dianggap tidak valid oleh PTPN IV. Setelah upaya mediasi tidak berhasil, kasus
konflik tersebut kemudian dibawa kepengadilan.
b. Pemerintah daerah,perusahaan perkebunan,masyarakat lokal,pihak mediasi atau penengah
c. Konflik perebutan lahan perkebunan antara PTPN IV dan masyarakat Desa Silampuyang belum
sepenuhnya berujung pada penyelesaian yang final. Meskipun telah melalui proses mediasi,
pengadilan, dan pembentukan lembaga resmi, namun dari informasi yang diberikan dalam dokumen
tersebut, masih belum jelas nasib dari tanah sengketa tersebut. Kurangnya bukti yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Silampuyang menjadi salah satu hambatan dalam penyelesaian konflik ini.

6.analisis
a.tingkat eskalasi yang sudah terjadi yaitu compromise
b.pendekatan/strategi yang sudah dilakukan mediasi dan juga pengadilan.

7. Sumber referensi kasus


a.judul tulisan : Konflik perebutan lahan Perkebunan PTPN IV dan Masyarakat desa silampuyang
kecamatan siantar kabupaten simalungun
b.penulis : Rahmi & Amiruddin
c.nama jurnal/penerbit : jurnal sosiologi dialektika sosial
d.nomor/volume/tahun : volume 7,nomor 2,September 2021

Anda mungkin juga menyukai