Anda di halaman 1dari 5

Mendorong Isu Lingkungan di Khotbah Jumat

Koran Tempo, Sabtu, 4 Februari 2023

Lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia menyangkal perubahan iklim. Khotbah Jumat bisa
meningkatkan kesadaran publik.

Warga mendengarkan khutbah saat mengikuti shalat Jumat di Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. ANTARA/Wahyu Putro A. tempo : 167548391383

Lihat Ringkasan Berita Ini

Sekitar 99,9 persen ilmuwan menyepakati perubahan iklim yang membahayakan seluruh kehidupan


di bumi saat ini terjadi karena ulah manusia.

Namun, berdasarkan survei terbaru oleh organisasi nirlaba Dialogue Development Asia bersama
Communications for Change, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia justru menyangkal hal
tersebut.

Temuan ini amat disayangkan. Upaya meredam laju perubahan iklim membutuhkan kontribusi dari
seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi pemanasan global juga
membutuhkan dukungan publik supaya penerapannya efektif.

Kendati demikian, hasil survei di atas bisa menjadi peluang bagi kita untuk mengemas ulang pesan-
pesan yang lebih mengena di hati masyarakat. Harapannya, persoalan perubahan iklim bukan hanya
menjadi konsumsi elite, tapi juga warga di tingkat akar rumput. Nantinya masyarakat yang memiliki
kesadaran tentang perubahan iklim dapat lebih terlibat dalam menjaga kelestarian bumi.

Saya sebagai dosen biologi konservasi sekaligus peneliti kajian Islam berpendapat bahwa, di
Indonesia, para penceramah agama Islam berperan strategis untuk menyebarkan pesan-pesan
tersebut. Sebab, mayoritas penduduk Tanah Air beragama Islam. Sebagian besar di antaranya pun
menempatkan ulama sebagai salah satu tokoh yang dapat dipercaya.

Kita bisa menyampaikan pesan perubahan iklim secara reguler dan lebih tepat sasaran. Salah satu
momen yang pas adalah salat Jumat, ketika sejumlah muslim berkumpul untuk mendengarkan
khotbah dari penceramah.

Potensi ini bukanlah pepesan kosong belaka.

Pada 2015, para ulama dan cendekiawan muslim menyepakati Deklarasi Islam untuk Perubahan Iklim
Global (Islamic Declaration on Global Climate Change) di Istanbul, Turki. Deklarasi ini mengimbau
umat Islam agar lebih peduli dan aktif dalam menanggulangi bahaya perubahan iklim.

Sejak lebih dari lima tahun lalu, saya bersama Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional dan
lembaga terkait sudah terlibat dalam Program Dai Konservasi. Melalui program ini, kami melatih
ribuan penceramah dari berbagai provinsi agar mereka lebih aktif menyampaikan pesan-pesan
pelestarian satwa liar di berbagai daerah di Indonesia. Saya yakin upaya ini dapat diperluas untuk
mendekatkan pesan-pesan perubahan iklim di masyarakat, khususnya para muslim.

Khutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh. ANTARA/Ampelsa

Pesan Menjaga Keseimbangan 

Dalam membawa pesan tentang perubahan iklim, para penceramah dapat bersandar pada dalil-dalil
yang ada dalam Al-Quran.

Misalnya, dalam Surat Al-Qamar ayat 49, Allah berfirman, “Sungguh, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.”
Ayat ini menegaskan pesan keseimbangan alam bahwa segala sesuatu di dunia ini berjalan harmonis
sesuai dengan fungsi dan ukurannya masing-masing. Rukun Iman yang menjadi landasan akidah
Islam juga menekankan kepercayaan manusia terhadap qadar, yakni suatu hal yang bisa diartikan
sebagai ketentuan.

Al-Quran turut membicarakan konsep al Mizan (keseimbangan), di mana manusia dilarang


mengganggu ataupun merusak keseimbangan tersebut.

Karena itulah, keseimbangan merupakan hukum alam. Berbagai bukti ilmiah juga menunjukkan
kerusakan-kerusakan yang terjadi di bumi ini, dari kebakaran hutan, memutihnya terumbu karang,
hingga cuaca ekstrem, merupakan akibat dari keseimbangan yang terganggu.

Al-Quran dalam Surat Ar-Rum ayat 41 juga menyampaikan kerusakan-kerusakan yang terjadi di darat
dan laut disebabkan perbuatan manusia. Terjadinya bencana alam yang merugikan manusia dan
makhluk di bumi menjadi peringatan bagi manusia untuk menjaga keseimbangan itu.

Namun penyampaian pesan perubahan iklim tak semata-mata seputar kabar buruk. Untuk
memelihara harapan di tengah-tengah masyarakat, para penceramah dapat memantik umat Islam
untuk bahu-membahu mengatasi perubahan iklim.

Aksi ini sejalan dengan tugas manusia sebagai khalifah atau pengurus bumi, seperti yang tertulis
dalam Surat Al-Baqarah ayat 30.

Untuk memperkuat pesan ini, para penceramah dapat memberikan contoh langkah-langkah yang
sudah dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia, upaya lembaga pesantren di Indonesia
melestarikan lingkungan, ataupun inisiatif "hijau" lainnya yang ditempuh oleh masyarakat di
lingkungan terdekat mereka.

Semua upaya tersebut dapat menjadi uswatun hasanah atau teladan baik yang bisa disampaikan
para dai kepada umat.
Khutbah Jumat di Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. ANTARA/Wahyu Putro A

Pentingnya Iqra

Ada sejumlah khotbah Jumat yang menyinggung isu bencana banjir, tapi tidak memuat pesan yang
mendorong masyarakat untuk berubah.

Ceramah seperti ini amat disayangkan karena berangkat dari pemahaman Islam yang setengah-
setengah. Islam justru menekankan pentingnya amar makruf nahi mungkar (melakukan perbuatan
baik dan mencegah perbuatan buruk).

Untuk memperbaiki kualitas pesan-pesan tersebut, para penceramah mesti kembali membuka buku
dan literatur lainnya, termasuk karya-karya ilmiah.

Artinya, mereka harus kembali menghidupkan budaya iqra atau membaca. Bukan hanya teks yang
tertulis di dalam Al-Quran (ayat-ayat qauliyah), tapi juga bagaimana tanda-tanda kekuasaan Tuhan
dalam bentuk ciptaan-Nya (ayat-ayat kauniyah), seperti peristiwa bergantinya siang dan malam serta
keberadaan langit ataupun bumi.

Hal ini diperlukan agar isi khotbah sesuai dengan perubahan zaman, di mana kerusakan bumi tengah
menuju kondisi yang tidak bisa dipulihkan lagi.

Namun para penceramah tidak bisa melakukannya sendirian. Kita membutuhkan gerakan yang lebih
luas dalam upaya membekali para dai untuk menyampaikan pesan tersebut kepada umat Islam.

Kami di Pusat Pengajian Islam berfokus memperkuat pemahaman etika lingkungan dalam perspektif
Islam. Selain itu, kami mengadakan berbagai pelatihan guna membekali para dai untuk mengabarkan
pesan pelestarian lingkungan hidup. Kami juga menyediakan referensi naskah khotbah yang dapat
diadopsi oleh penceramah.
Majelis Ulama Indonesia juga melakukan hal serupa. Begitu pula organisasi Islam, seperti
Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama (NU).

Inisiatif ini perlu diperluas. Harapannya, ceramah berisikan pesan-pesan pelestarian lingkungan
hidup menjadi "tren" baru yang tersebar di berbagai masjid di kota ataupun desa.

---

Artikel ini ditulis oleh Fachruddin Majeri Mangunjaya, dosen biologi konservasi Universitas Nasional.
Terbit pertama kali di  The Conversation.

https://koran.tempo.co/read/agama/480062/isu-perubahan-iklim-di-khotbah-jumat

Anda mungkin juga menyukai