Anda di halaman 1dari 3

Nama : Efraim Hesed El-Roi Pasila

Mata Kuliah : Teologi Ekumenika

Dosen : Pdt. Dr. Lidya K. Tandirerung, M.A., M.Th

RIVIEW ARTIKEL

Judul Artikel : Berita Oikumene untuk Keesaan dan Kebangsaan


(Maret-April 2024)

Sub Judul : Memperingati Hari Bumi dan Partisipasi Gereja


dalam Merawat Lingkungan

Publish Artikel : Persekutuan Gereje-Gereja di Indonesia

Tempat : Jakarta

Nomor ISSN : 0726-2762

Tebal Artikel : 29 Hlm.

RINGKASAN ARTIKEL

Hari Bumi atau Earth Day diperingati setiap tahun pada 22 April. Tujuannya, meningkatkan
kesadaran dan apresiasi masyarakat dunia terhadap bumi sebagai tempat tinggal. Pada tahun
1960-an muncul gerakan lingkungan berkelanjutan yang mengkhawatirkan kondisi lingkungan
di AS, saat itu marak aktivitas pabrik yang menghasilkan asap beracun hingga dibuang berton-
ton limbah beracun ke sunggai terdekat. Simon lewis, seorang profesor ilmu perubahan global
di University Collage mengatakan bahwa manusia menghancurkan keanekaragaman
hayati, mengubah iklim, dan mencemari rumah kita sedemikian rupa sehingga kita telah
mendorong planet kita keluar dari kondisi stabil yang memungkinkan bumi tidak layak huni.
Peran gereja dalam meghadapi krisis lingkungan telah diperbincangkan dalam PGI sendiri
ketika Sidang Raya XVII di Sumba, 2019 lalu, menegaskan, salah satu krisis utama yang harus
direspons oleh gereja-gereja di Indonesia adalah krisis ekologi. Dalam hal ini bahkan gereja
diharapkan dapat menjadi lembaga yang proaktif dalam bersinergi dan berkolaborasi dengan
elemen-elemen masyarakat lainnya untuk mengatasi krisis lingkungan, dan yang harus
dilakukan adalah merubah paradigma teologis tentang alam yang dimana manusia
memperlakukan alam hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Paradigma manusia yang
kemudian harus dirubah bahwa alam punya hubungan dengan Allah dan memiliki
marwahnya sendiri.

EVALUASI REFLEKSI KRITIS

Krisis ekologi yang diakibatkan aktivitas manusia dalam dunia ini telah mengancam
eksistensi kehidupan manusia, alam, dan berbagai makhluk hidup lainnya. Dalam konteks
krisis lingkungan hidup saat ini, ada beberapa prinsip yang harus kita pahami mengapa kita
harus memelihara alam. Pertama, alam tanpa manusia, maka alam dapat melangsungkan
keberlangsungan hidupnya sebagai mana dia adanya, seperti yang terlihat dari sejarah bumi
sebelum ada manusia. Sebaliknya, manusia tanpa alam, manusia tidak akan dapat bertahan
hidup dan melangsungkan hidupnya, sebab manusia bergantung kepada lingkungannya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.1 Dalam Mazmur 104:10-18 menggambarkan bahwa Allah
pemberi hidup dan Allah sebagai sumber air hidup untuk segala yang hidup di bumi. Dalam
teologi Mazmur ini penulis mau melihat bahwa semua makhluk yang ada di muka bumi ini
memiliki hak untuk hidup, semua dipelihara dan dilindungi.2

Peran gereja harus terpanggil memberikan kontribusi dan tidak menutup mata pada krisis
lingkungan. Kita harus sadar, bahwa kerusakan lingkungan bersumber dari perilaku manusia.
Perilaku kolektif manusia yang konsumtif telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kita
memahami bahwa bumi ini menjadi tanggung jawab kita kepada Tuhan. Oleh sebab itu,
pelestarian bagi umat Kristus semestinya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
penginjilan. Borrong menekankan misi Gereja-gereja di dunia adalah melanjutkan misi Kristus
(missio Christi) dan misi Allah (missio Dei) dalam rangka menghadirkan tandatanda Kerajaan
Allah yang real dalam pendamaian dan pembaruan bagi semua ciptaan. Jika gereja dipandang
sebagai tanda dari ciptaan baru dalam Kristus maka sejatinya gereja dalam sikap dan tindakan
terhadap alam juga harus menampakkan pendamaian dengan alam dengan hidup harmonis
dengan alam.3

KESIMPULAN

Dalam artikel “Memperingati Hari Bumi dan Partisipasi Gereja dalam Merawat
Lingkungan” membahas bahwa manusia menghancurkan keanekaragaman hayati, mengubah
iklim, dan mencemari rumah kita sedemikian rupa sehingga kita telah mendorong planet kita
keluar dari kondisi stabil yang memungkinkan bumi tidak layak huni. Sehingga Gereja-gereja
harus menyuarakan pentingnya mencintai dan memelihara alam agar tetap terjaga dari krisis
ekologis. Kehadiran Gereja-gereja yang ada sangat dibutuhkan untuk menyuarakan suara-
suara kenabiannya. Untuk itu Gereja-gereja yang ada harus melakukan langkah konkrit dalam
menyikapi krisis lingkungan.

1
Yosefo, “Konsep Eduecologi dalam Pendidikan Agama Kristen Konteks Sekolah,” Fidei: Jurnal
Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 3, No. 2, (Desember.2020), 188.

2
Kalemba Mwambazambi, “A Glance on Environmental Protection in Africa: Theological
Perspective,” Ethiopian Journal of Environmental Studies and Management 2, no. 3 (2009), 19–26.
3
Robert P. Borrong, “Etika Bumi Baru” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 255.

Anda mungkin juga menyukai