Anda di halaman 1dari 13

Tugas Akhir Semester

Nama : Gr. Pitu Saor Sinaga


Nim : 12.2707
Mata Kuliah : Etika Ekologi
Dosen : Pdt. Dr. Victor Tinambunan, M. St

BUMI DAN EKOLOGI: TANTANGAN UNTUK GEREJA DAN MASYARAKAT


(Norman C. Habel)

I. Isi Ringkas
Dalam tulisan ini akan disajikan empat tantangan. Fokus utama ialah bagaimana tantangan itu
melibatkan gereja dan bagaimana tantangan tersebut berhubungan dengan masyarakat.
Keempat tantangan itu dapat diringkas sebagai berikut:
Misi untuk menyelamatkan Bumi.
Keyakinan yang merendahkan atau menurunkan nilai bumi.
Teologi untuk menghargai bumi.
Iman yang selaras dengan bumi.

Tantangan Satu: Misi untuk Menyelamatkan Bumi.


Mungkin masalah yang paling mendesak dihadapi umat manusia saat ini adalah krisis
ekologi. Bumi berada di bawah ancaman dari berbagai unsur yang merusak akibat
keserakahan manusia. Unsur itu menambah bahan beracun yang meresap ke sistem bumi
yang hidup. Hal itu membunuh hutan hujan yang mempertahankan pasokan oksigen penting
dan menyebarkan bahan kimia dan racun yang membuat tanah tandus dan spesies punah.
Ancaman ini terhadap bumi begitu serius di mana beberapa suara kenabian telah
menyebutnya kemusnahan bumi, pembunuhan bumi. Jurgen Moltmann, menulis:
“Apa yang kita sebut krisis lingkungan bukan hanya krisis lingkungan alam manusia. Hal ini
lebih dari krisis manusia sendiri. Ini adalah krisis kehidupan di planet ini, krisis yang tidak
dapat diubah sehingga layak digambarkan dengan wahyu: Awal dari sebuah perjuangan
hidup dan mati bagi kehidupan di bumi ini.”
Pandangan ilmuwan yang paling bertanggung jawab adalah bahwa bumi berada dalam
bahaya besar. Sementara sidang Kristen mengabaikan ancaman tersebut dalam khotbah,
pengajaran dan ibadah. Paul Collins mengutip perkataan Thomas Berry: “Kegagalan terbesar

1
Tugas Akhir Semester

dari kekristenan di seluruh perjalanan sejarahnya adalah ketidakmampuannya untuk


menangani kehancuran planet.”
Berry menunjukkan bahwa orang Kristen peka terhadap pembunuhan diri sendiri,
pembunuhan keluarga dan pembunuhan bangsa, tetapi terhadap pembunuhan sistem
kehidupan planet, bahkan pembunuhan planet itu sendiri tidak memiliki moralitas untuk
menghadapinya.
Pembunuhan planet terjadi di setiap sudut dunia termasuk kami, apakah kita sadar akan fakta
itu atau tidak. Haruskah gereja prihatin terhadap pembunuhan planet itu? Tanggapan saya
adalah tegas, ya! Saya akan pergi sejauh mungkin untuk menyatakan bahwa misi gereja untuk
menyelamatkan planet ini sekarang sangat penting. Saya meringkas tiga misi utama gereja
dalam istilah berikut:
“TIGA MISI GEREJA”:
1. Menyelamatkan jiwa: keselamatan rohani (Mat. 28:19)
2. Menyelamatkan kehidupan: pembebasan secara menyeluruh (Luk. 4:18-19)
3. Menyelamatkan bumi: dunia ciptaan (Mark. 16:15).

Misi pertama gereja di Australia didasarkan pada mandat Matius 28:19, “Buatlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Mandat itu dipahami sebagai pemenuhan pemberitaan Injil Yesus Kristus, yang memiliki
kekuatan untuk membawa orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya (Rom 1: 16-17).
Misi yang pertama dan utama dari berbagai denominasi, sampai tahun l960an adalah tugas
menyelamatkan jiwa individu dari hukuman atas penolakan kebenaran Allah. Operasi
penyelamatan ini akan tercapai dengan pemberitaan Injil pengampunan dosa berdasarkan
kematian dan kebangkitan Yesus. Penekanannya adalah pada individu dan pribadi: dosa
individu dan pertobatan pribadi, baptisan individu dan keselamatan pribadi.
Jika misi pertama adalah tugas menyelamatkan jiwa individu setiap manusia dari dosa-dosa
pribadi yang menentukan masa depan rohani mereka, misi kedua adalah memperluas tugas
untuk ikut serta menyelamatkan seluruh manusia sebagai bagian dari komunitas. Tugas
menyelamatkan seluruh manusia mungkin harus dibagi menjadi beberapa tahap atau
pendekatan. Dalam analisis ini, saya ingin menggabungkan berbagai pendekatan dalam satu
kategori yaitu pembebasan. Manusia harus dibebaskan dari ketidakadilan individu dan sosial
yang menghalangi masyarakat untuk menikmati damai sejahtera, yaitu kepenuhan hidup
dalam Kristus.
 
2
Tugas Akhir Semester

Sehubungan dengan perubahan peran gereja di Afrika Selatan, Rev. Caesar Molebatse
menuliskan: “Misi melibatkan proklamasi, proklamasi yang diatur dan terkait dengan
keutuhan individu. Sebagai gereja, kita akan rugi besar jika kita tidak bisa memahami bahwa
sama seperti Yesus, gereja telah diurapi oleh Allah untuk membebaskan, mendengar orang-
orang yang tidak bisa mendengar, melihat orang-orang yang tidak bisa melihat, atau
membawa orang yang jatuh kepada kejahatan.” Dasar alkitab misi ini ialah perintah Yesus
yang pertama dan terutama dalam Luk. 4:18-19. Misi gereja dipandang sebagai perpanjangan
misi Kristus, bukan hanya yang bersifat rohani dan pengampunan dosa pribadi tetapi juga
jasmani, sosial dan politik. Keselamatan harus dilihat dari seluruh segi.
Di tempat lain saya telah menggunakan konsep manusia yang berdamai dengan bumi. Bukan
hanya spiritual dan sosial tetapi juga bumi, tempat manusia beribadah, membentuk
kelompok-kelompok sosial, hidup dan mati.
Hal berikut ini mungkin lebih mudah untuk melihat mengapa masyarakat harus
menyelamatkan planet ini dari kehancuran: Kepentingan sendiri menunjukkan bahwa kita
akan menghancurkan dunia kita, mencemari rumah kita, mengotori tempat tinggal kita,
menghilangkan penghijauan dari kebun kita dan akhirnya mempersulit beberapa spesies
untuk hidup di keadaan terbuka. Para pemimpin dunia selayaknya mencari alternatif untuk
bahan bakar fosil, menghentikan pemusnahan hutan hujan yang memberi hidup dan melarang
penerapan bahan kimia beracun di lahan pertanian.

Tantangan Dua: Keyakinan yang Menurunkan nilai Bumi.


Mengapa kita harus repot-repot untuk mencoba menyelamatkan, menyembuhkan atau
memulihkan bumi? Banyak tradisi Kristen yang telah lama berasumsi bahwa bumi ini
akhirnya tidak layak diselamatkan. Menurut gagasan ini bumi adalah masalah belaka; rendah
dan sementara; sekali pakai; ciptaan yang terkutuk. Pandangan ini telah menjadi masalah
yang mempengaruhi teologi kita. Oleh karena itu sebelum kita sebagai gereja siap untuk
memulai misi untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran yang akan datang, kita perlu
menyelamatkan bumi dari beberapa kecenderungan teologis yang salah dari masa lalu kita.
Kita perlu menyingkirkan teologi korupsi yang tidak menghargai bumi misalnya: heavenism
(faham surgawi), dualisme dan aliran yang menganggap bumi ini sekali pakai.
1. Heavanism: faham surgawi.
Saya terkesan dengan lagu-lagu yang nengarahkan iman kita ke tanah yang berkilauan
di atas, benteng yang bersinar dengan paduan suara surgawi dan tahta kudus dalam
kemuliaan yang tinggi. Tanah yang adalah surga. Sebagai perbandingannya bumi
3
Tugas Akhir Semester

adalah menyedihkan. Yerusalem sebagai emas yang menyinari seluruh keindahan


bumi ini, begitu murni dan suci. Sementara bumi ini adalah “sangat jahat”, tempat
bagi para peziarah dan orang asing yang berjalan menuju dataran emas. Setidaknya
hal itu menunjukkan bagaimana lagu-lagu tradisional dan para pengkhotbah Protestan
menggambarkan bumi kita.
Yang menjadi masalah dengan penggambaran ini adalah bahwa hal itu mengurangi
nilai bumi. Bumi dianggap material, duniawi, rendah dan rusak, sementara surga
dianggap spiritual, sebagai dunia yang lain, unggul dan murni. Surga adalah di mana
Allah bersemayam, Kristus memerintah dan St. Petrus menantikan kita. Bumi adalah
di mana Allah berkunjung, manusia menderita dan iblis menggoda kita. Penuh dengan
cobaan dan kesengsaraan, tetapi surga adalah tempat kebahagiaan yang tidak
berkesudahan. Bagi orang Kristen, lebih baik berada di surga dari pada di bumi. Sifat
merendahkan bumi dan menjunjung surga inilah yang ditunjukkan oleh ajaran
heavenism.
2. Dualisme: konsep yang menyatakan ada dua sifat/ hal yang saling bertentangan.
Dualisme yang paling umum kita temui adalah antara roh dan materi, budaya dan
alam, manusia dan hewan, pikiran dan tubuh. Dalam kerangka dualistik, bumi
dianggap benda mati, yang ditakdirkan untuk digunakan sesuka hati manusia. Oleh
karena itu bumi tidak memiliki nilai yang hakiki, hanya bermanfaat untuk sementara.
Bumi hanya bersifat materi, bukan rohani. Lebih buruk lagi, dalam pandangan
dualistik bumi adalah kekuatan alam yang harus dimanfaatkan. Bumi adalah tempat di
mana manusia sebagai makhluk lain membuat rumah untuk sementara.
Para filsuf dan ilmuwan dari abad ke-17 dan ke-18 juga menekankan dualisme ini
pada kekristen abad pertengahan. Mereka melihat bumi sebagai mesin. Tuhan sebagai
perancang yang hebat dari mesin tersebut dan manusia dibentuk untuk menentukan
cara kerja mesin itu dan menjalankannya untuk kepentingan pribadinya.
3. Disposability: anggapan bahwa bumi ini sekali pakai.
Sifat negatif yang lain yang telah ditujukan terhadap bumi adalah bahwa bumi adalah
sementara, tidak kekal dan ditakdirkan untuk dibuang, sementara surga adalah kekal.
Allah menciptakan bumi sebagai sesuatu yang akan usang dan oleh karena itu surga
jauh lebih berharga dari pada bumi.
Hal ini memandang bumi dan alam semesta sebagai kehidupan yang akan berakhir
dalam beberapa saat lagi. Bumi akan musnah, sekali pakai dan berada di bawah
penghakiman. Bumi adalah tempat persinggahan sehingga pelestarian bumi tidaklah
4
Tugas Akhir Semester

penting. Gerakan ekologi hanya bersifat menunda. Ledakan nuklir, lubang di lapisan
ozon atau kekeringan yang menghancurkan adalah sebagai pertanda dari kesudahan
dan kemusnahan bumi.
Jika kita ingin melanjutkan misi untuk menyelamatkan bumi, kita membutuhkan
perubahan yang kedua, yang mungkin tidak mudah untuk dicapai. Kita perlu
meninggalkan heavenism, dualisme dan disposability sebagai racun yang
membahayakan bumi seperti pestisida kimia yang sedikit banyak kita semprotkan ke
tanah. Kita perlu memahami bumi, mendengarkan bumi, merasakan bumi, dan
menemukan bumi kembali.

Tantangan Tiga: Teologi untuk Menghargai Bumi


Ada beberapa cara di mana para teolog telah berusaha untuk menyelamatkan bumi. Menjadi
seorang mahasiswa Alkitab merupakan titik berangkat saya untuk hidup dalam tradisi
Alkitab. Beberapa tradisi lain yang mungkin memberikan makna bahwa kita berusaha untuk
mengembangkan teologi bumi yang berdampak dan berfungsi pada jemaat lokal dan
masyarakat ialah:
1. Bumi sebagai tempat kudus Allah.
Saya ingat guru saya pernah memberitahu bahwa bumi tidak suci. Namun setelah
membaca Kitab Suci, saya tidak setuju dengan pandangan itu. Kita semua juga tahu
lagu terkenal dari Serafim yang didengarkan oleh Yesaya: “Kudus, kudus, kuduslah
TUHAN semesta alam; seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.” Banyak dari kita
menggemakan lagu itu dalam liturgi tetapi jarang berpikir tentang hal itu. Kita
menyanyikan, “Langit dan bumi penuh kemuliaanMu.” Di mana teks itu tidak
mengatakan “surga” tetapi “bumi.” Seluruh bumi penuh kemuliaan Allah.
Kemuliaan Tuhan dalam Perjanjian Lama adalah api, cahaya, yang mengungkapkan
kehadiran Allah, misalnya kemuliaan seperti api yang bersinar melalui awan untuk
mengungkapkan kehadiran Allah dalam kehidupan dan ibadah Israel di Gunung Sinai
(Kel 24:26), meliputi Kemah Suci di kaki Sinai (Kel 40:34) dan mendiami “rumah
Tuhan” yang dibangun oleh Salomo (1 Raja-raja 8: 11). Hal ini menunjukkan bahwa
kemuliaan hadirat Tuhan tidak terbatas pada kuil atau gunung, tapi mengisi seluruh
bumi. Kehadiran Tuhan bersinar melalui tabir alam di sekitar kita, melalui pohon,
gunung, matahari terbenam, pakis, kelelawar dan kera. Kemuliaan Allah adalah
kehadiran hidup Allah dalam semua ciptaan. Dalam hal ini, bumi harus dihargai
sebagai tempat yang unik yang dipilih oleh Allah sebagai tempat kudus
5
Tugas Akhir Semester

kehadiranNya. Tentunya kita harus memelihara kekudusan Allah dari seluruh


kenajisan yang dilakukan manusia.
2. Bumi sebagai ibu.
Tradisi lain yang kuat dalam teks Alkitab adalah acuan terhadap bumi sebagai ciptaan
Tuhan yang baik dan bahwa manusia harus menganggapnya sebagai taman Allah.
Sayangnya gagasan bahwa manusia harus mengasihi bumi telah dibayangi oleh citra
bahwa manusia adalah penguasa dengan mandat untuk menaklukkan bumi. Mandat
yang menjadi ijin untuk mengeksploitasi, menyebarkan limbah dan membunuh.
Salah satu cerita Alkitab yang sangat penting untuk teologi kita banhwa pada
Kejadian 1 Tuhan berkata, “Biarlah bumi melahirkan tumbuh-tumbuhan.” Binatang-
binantang di bumi ini tidak diciptakan dari ketiadaan. Mereka muncul dari dalam
bumi. Bumi adalah ibu mereka! Pada hari-hari berikutnya penciptaan ikan muncul
dari perairan laut dan hewan yang lahir dari bumi. Bumi adalah sumber kehidupan
flora dan fauna. Bumi adalah ibu mereka dan kita.
3. Bumi itu hidup.
Masyarakat mungkin tidak siap untuk menghormati bumi sebagai tempat kudus Allah
atau memuji bumi sebagai wahyu yang khusus. Gereja dan masyarakat harus datang
untuk berdamai dengan temuan ekologi yang mendalam dari Alkitab yang seharusnya
tidak mengejutkan kita, yaitu bahwa bumi bukan bola mati dari batu dan kotoran
makhluk hidup yang hidup di atasnya. Bumi merupakan interaksi unsur-unsur
biologis yang seimbang. Singkatnya, bumi itu hidup. Sama seperti berbagai
komponen tubuh manusia yang terkait erat, demikian juga komponen bumi, semua
terhubung dalam jaringan kehidupan. Komponen alam banyak sekali tetapi semuanya
merupakan satu sistem kehidupan. Tidak ada yang terpisah. Kita saling bergantung
pada alam. Kita terjalin dalam hubungan yang paling dekat dengan bumi, laut, udara,
iklim, hewan dan semua buah-buahan di bumi. Kita adalah bagian dari seluruh tubuh
planet ini. Kita harus menghormati, melestarikan, dan menghindari pikiran yang
bermacam-macam jika kita berharap untuk bertahan hidup.

Tantangan Empat: Iman yang Selaras dengan Bumi


Bagaimana kita beralih dari teologi kepada kehidupan, dari refleksi tentang bumi kepada
iman yang selaras dengan bumi? Bagaimana kita beralih dari pertanyaan, “Apa yang Alkitab
katakan tentang bumi?” kepada “Apa yang bumi katakan tentang Alkitab?” Bagaimana kita

6
Tugas Akhir Semester

beralih dari menggambarkan bumi sebagai tempat kudus Allah, sebagai ibu yang hidup
kepada memuja dan mencintai bumi?:
1. Mendengarkan Bumi.
Tantangan bagi gereja adalah untuk bergerak dari membicarakan bumi kepada
mendengarkan bumi, menanggapi bumi dan yang berkaitan dengan bumi sebagai
mitra hidup. Wally Fejo saat merenungkan kisah banjir dari konteks budayanya
menyatakan: “Tanah masih hidup. Saya dapat berbicara dengan tanah atau bumi,
seperti yang Tuhan lakukan. Bumi adalah sarana berkomunikasi dengan nenek
moyang saya, bangsa saya, Tuhan saya. Saya membuat hubungan kerohanian saya
melalui tanah. Allah, Sang Pencipta, hadir di negeri ini. Ketika saya mati saya
kembali ke tanah saya, Tuhan saya. Saya tidak melarikan diri dari bumi dan pergi ke
surga seperti yang diberitahukan oleh para misionaris kepadakami.”
Hal ini merupakan tantangan bagi kita. Kita perlu mendengarkan bumi. Kita perlu
melihat bumi melalui cara pandang Wally Fejo.
2. Menangis bersama dengan bumi.
Kita juga perlu mengikuti jejak Yeremia dengan mendengarkan rintihan dan tangisan
bumi dan bergabung dalam tangisan bumi tersebut. Yeremia peka terhadap
penderitaan bumi, dan bisa mengatasi bumi dalam kesedihannya. Ingat kata-katanya:
“Berapa lama lagi tanah ini berkabung, dan rumput dari setiap padang akan layu?
Karena kejahatan orang-orang yang hidup di dalamnya hewan dan burung-burung
lenyap, dan karena orang-orang berkata, "Dia buta terhadap cara kami.” (Yer. 12: 4).
Wally Fejo mengekspresikan ratapannya dalam ibadah: “Sedih untuk mengatakan,
ketika orang-orang Eropa datang mereka mengacaukan tanah kami, menajiskannya,
mencemari dan membuatnya menderita. Sebelum orang Eropa datang, ada banyak
padang semak, obat-obatan dan kehidupan di negeri ini. Sekarang bumi menangis
dengan rasa sakit terhadap pencemaran dari pertambangan yang membunuh
pepohonan, penyebab kanker di tanah dan penyakit di dalam tanah. Di mana obat
yang kita butuhkan untuk menyembuhkan bumi?”
Sekarang adalah waktu untuk mengembalikannya. Sekarang adalah waktu untuk
menggemakan tangisan bumi dalam ibadah kita. Ini adalah waktu untuk
mendengarkan Allah, bumi dan penderitaan komunitas bumi dan membiarkan
teriakan mereka menembus jiwa kita saat kita menyembah.

7
Tugas Akhir Semester

3. Bersukacita bersama-sama dengan bumi.


Iman yang selaras dengan bumi bersukacita dengan bumi dan dengan seluruh
komunitas di bumi. Ayub mengingatkan kita bahwa semua bintang pagi bersorak-
sorai ketika Allah meletakkan dasar-dasar bumi (Ayub 38:3). Dalam Mazmur 96
“seluruh bumi” dipanggil untuk menyatakan kemuliaan Allah di antara bangsa-bangsa
(Mzm 96:1-2). Pujilah TUHAN di bumi, hai ular-ular naga dan segenap samudera
raya; hai api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai yang melakukan firman-Nya;
hai gunung-gunung dan segala bukit, pohon buah-buahan dan segala pohon aras; hai
binatang-binatang liar dan segala hewan, binatang melata dan burung-burung yang
bersayap (Mzm 148: 7-10). Dalam Mazmur yang megah ini, setiap bagian dari ciptaan
bergabung dalam paduan suara pemujian, lagu sukacita dalam tempat kudus Allah.
Jika kita memiliki iman yang selaras dengan bumi kita perlu bergerak secara bertahap:
- Dari berbicara bahwa bumi sebagai sesuatu hal ke pengakuan bahwa bumi adalah
hidup, mitra penyembahan.
- Dari mendengar apa yang orang lain katakan tentang bumi kepada mendengarkan
jeritan bumi itu sendiri.
- Dari mengundang bumi untuk bersukacita kepada benar-benar bersukacita dengan
bumi.
Allah melihat bahwa bumi dan semua ciptaan itu baik. Demikian juga, Allah senang dalam
penciptaan (Amsal 8:31), dan Pemazmur berdoa supaya kenikmatan ilahi itu terus berlanjut.
Bagaimanapun, orang Kristen ditantang untuk mencintai bumi sebagai ibunya, sebagai
tempat kudus Allah dan sebagai tubuh yang hidup.

II. Perbandingan dengan buku lain


1. Menurut R. Sudhiarsa, masalah pemeliharaan dan perawatan lingkungan adalah
masalah makhluk yang berkesadaran atau yang berpikir. Lingkungan alam di dalam
dirinya sendiri memiliki pesona nilai integritas, stabilitas dan keindahan yang
harmonis dalam suatu komunitas biotik-abiotik. Dalam Kej. 1:28 ditegaskan bahwa
manusia diberi tugas oleh Allah untuk “berkuasa” dan “menaklukkan” bumi.
Tampaknya sudah sejak lama tugas dari Ilahi ini diselewengkan menjadi
“menguasai” tanpa belas kasihan dan “mengeksploitasi” sehabis-habisnya.
Keserakahan dan kerakusan mandataris Ilahi ini, yang dibantu oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi justru mempercepat krisis dan kerusakan lingkungan.

8
Tugas Akhir Semester

Sebaliknya, yang tepat ialah bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah dan telah
dijadikan wakilNya dengan tugas merawat atau menaungi bumi.1
Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengupayakan penurunan laju kerusakan
lingkungan tetapi sekaligus menjamin pembangunan berkelanjutan? Juga, bagaimana
meningkatkan kualitas lingkungan bagi kesejahteraan bersama? Tentu saja Gereja
bukanlah satu-satunya instansi yang dapat memberikan anjuran dalam menanggapi
krisis ekologis yang masif dan kompleks ini. Akan tetapi, pemerintahan yang adil,
tegas, dan bijaksana-singkatnya, pemerintahan yang visioner-barangkali yang paling
menentukan dalam pengelolaan yang bijak atas SDA dan lingkungan hidup secara
keseluruhan. Dalam hal ini departemen dan/ atau kementerian negara lingkungan
hidup perlu proaktif, khususnya dalam menindak tegas orang-orang dan lembaga-
lembaga yang melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan SDA itu. Gereja dalam
kapasitasnya sebagai kekuatan moral dan religius masyarakat dapat membantu
implementasi kebijakan-kebijakan itu, khususnya lewat upaya-upaya penyadaran dan
aksi-aksi konkret perawatan lingkungan.2
Hal ini selaras dengan pandangan Norman Habel yang diutarakan di atas, di mana
kerusakan bumi adalah akibat keserakahan manusia yang mengeksploitasi bumi
sebebas-bebasnya. Pemerintah dan gereja terpanggil untuk melakukan misi
penyelamatan bumi dengan menyadarkan manusia untuk menghargai bumi sebagai
ciptaan Allah sama seperti manusia itu sendiri dan sebagai tempat kudus Allah.

2. Hal yang sama dikatakan oleh Leonardo Boff dalam bukunya “Jeritan Bumi, Jeritan
Penderitaan”. Ia mengatakan bahwa pesatnya kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diikuti dengan perkembangan kebutuhan manusia telah membawa
perubahan cara pandangan manusia mengenai lingkungan hidup. Manusia cenderung
memandang lingkungannya sebagai bagian (subsistem) yang terpisah. Lingkungan
dianggap sebagai objek yang dapat dieksploitasi semaksimal mungkin. Pandangan
semacam ini disebut dengan pandangan transenden yang membuat suatu masyarakat
semakin menutup diri terhadap hubungan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
dan akhirnya berusaha memusatkan ekosistem pada diri manusia, antroposentrisme.3

1
Raimundus Sudhiarsa, “Merumuskan Tanggung Jawab Iman dan Keberpihakan pada Lingkungan Hidup”,
dalam Menyapa Bumi Menyembah hyang Ilahi, editor A. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto, (Yogyakarta,
Kanisius, 2008), 186-188
2
Sudhiarsa, “Merumuskan Tanggung Jawab”, 189
3
Leonardo Boff, Jeritan Bumi, Jeritan Penderitaan, (Medan: Bima Media Perintis, 2008), 43
9
Tugas Akhir Semester

Bumi sebagai satu kesatuan mulai kehilangan kekebalannya dan menjadi sakit. Itulah
situasi yang terjadi sekarang ini. Kita sungguh membutuhkan pengalaman mendasar
yang baru, suatu spritualitas baru yang memungkinkan hubungan kembali yang baru,
unik, dan mengagumkan dari seluruh dimensi kita dengan begitu banyaknya
keanekaragaman keplanetan, jagat raya, sejarah, spritual, dan kenyataan transenden.

3. Richard Bauckham dalam buku “the bible and ecology” mengatakan bahwa:
”Manusia dipanggil untuk memelihara seluruh ciptaan.” Jadi yang menjadi perhatian
ialah gagasan pemeliharaan. Pada tahun 1991, Sinode Agung Gereja-gereja Inggris
membahas suatu topik tentang tanggung jawab sosial terhadap lingkungan hidup di
mana dikatakan: “Kita tinggal dan bergantung pada dunia ini, yang mempunyai
keterbatasan dan tidak kekal.” Walaupun manusia dengan alam saling bergantung,
Alkitab juga mencatat dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur
alam yang lain. Hanya manusia yang diberikan kuasa untuk menguasai dan
menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain, dan untuk mengelola dan
memelihara lingkungan hidupnya. Kita percaya bahwa dunia ini adalah milik Allah
yang dipercayakan kepada kita, sehingga kita harus bertanggung jawab untuk
memeliharanya. Nilai utama dari pemeliharaan itu ialah bahwa manusia berperan
untuk mengusahakan dan memanfaatkannya sebaik-baiknya. Jadi ada kepedulian di
dalamnya.4
Dalam Kej.1 dijelaskan bahwa manusia adalah ciptaan terakhir yaitu pada hari
keenam. Kemudian Allah beristirahat pada hari ketujuh. Istirahat disini bukan bererti
bahwa Allah tidak peduli lagi terhadap dunia ini dan menyerahkan seluruhnya ke
tangan manusia. Karena Allah tetap bekerja dalam diri setiap ciptaanNya. Oleh
karena itu manusia memelihara ciptaan bukan dalam posisi menggantikan Allah
dalam menguasai ciptaan tetapi karena manusia sendiri adalah ciptaan dan tidak lepas
dari ciptaan lainnya.
Manusia adalah ciptaan Allah yang mempunyai tugas khusus: berkuasa atas ikan-
ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan
atas segala binatang melata yang merayap di bumi dan menaklukkan bumi (Kej.
1:26-28). Tuhan digambarkan menyuruh manusia untuk "menaklukkan bumi dan
berkuasa atas" semua makhluk hidup. Menaklukkan bumi bukan bererti sebagai
musuh yang menaklukkan lawannya, tetapi mengusahakan dengan mengolah tanah
4
Richard Bauckham, The Bible and Ecology, (Baylor University Press, 2010),
10
Tugas Akhir Semester

untuk menghasilkan makanan, seperti seorang petani yang bekerja di ladangnya dan
memanen hasilnya. Kekuasaan manusia atas ciptaan itu dibatasi oleh kuasa Allah di
atas segalanya. Manusia dilihat sebagai wakil Allah yang berada di bawah
kedaulatan-Nya.
Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang
penciptaan manusia: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah" (Kej.
2:7), oleh karena itu manusia memunyai hubungan lipat tiga yang kait-mengait
dengan manusia: manusia diciptakan dari tanah (Kej. 2:7; 3:19, 23), ia harus hidup
dari menggarap tanah (Kej. 3:23), dan ia pasti akan kembali kepada tanah (Kej. 3:19;
Maz. 90:3). Di sini nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup) hidup saling
bergantung - sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau manusia merusak
alam, maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.
Alam adalah titipan dari Allah untuk dimanfaatkan, dipakai, digunakan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi sekaligus adalah rumahnya. Maka sumber-
sumber alam diberikan kepada manusia tidak untuk diboroskan. Manusia harus
menggunakan dan memanfaatkan sumber-sumber alam itu secara bertanggung jawab.
Maka pemanfaatan atau penggunaan sumber-sumber alam haruslah dilihat sebagai
bagian dari pelayanan. Alam digunakan dengan memerhatikan keseimbangan antara
kebutuhan manusia dengan kebutuhan lingkungan. Tetapi alam juga digunakan
dengan memerhatikan kebutuhan sesama, termasuk generasi yang akan datang.
Allah telah mempercayakan alam ini untuk dimanfaatkan dan dipakai. Untuk
dilipatgandakan hasilnya, untuk disuburkan, dan dijaga agar tetap sehat sehingga
produknya tetap optimal. Oleh karena itu, alam mesti dipelihara dan keuntungan
yang didapat dari alam sebagian dikembalikan terhadap alam. Tetapi juga
dipergunakan secara adil dengan semua orang. Ketidakadilan dalam memanfaatkan
sumber-sumber alam adalah juga salah satu penyebab rusaknya alam. Panggilan
untuk memanfaatkan sumber-sumber alam sebagai pelayanan dan
pertanggungjawaban akan mendorong kita melestarikan sumber-sumber alam.

III. Tanggapan saya


Lingkungan hidup adalah bersifat umum, di mana segala sesuatu yang ada di dalamnya
tinggal, hidup, mempunyai hubungan dan saling ketergantungan. Lingkungan hidup

11
Tugas Akhir Semester

bukan hanya milik satu kelompok makhluk hidup tertentu seperti hanya manusia, tetapi
juga milik makhluk hidup lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Namun dari pemaparan di atas, saya melihat bahwa yang menjadi masalah sekarang ini
ialah manusia tidak lagi peduli akan hal itu. Manusia memiliki cara pandang yang salah
terhadap lingkungan hidup. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat, sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia, sehingga alam hanya bernilai sejauh
menunjang kepentingan manusia. Tentu anggapan ini menghasilkan sikap yang tidak
bersahabat dengan lingkungan hidup. Ungkapan yang menyatakan bahwa manusia
berkuasa atas bumi ini telah disalah artikan. Misalnya Kej. 1:28, telah digunakan secara
salah oleh para kapitalis untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran sehingga
terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah. Mungkin ayat ini juga hanya dibaca
sebagian-sebagian dan dibedah untuk ditafsirkan serta diselewengkan maknanya untuk
melegitimasi perilaku yang merusak lingkungan hidup.

Sebenarnya, penyelewengan ini seharusnya tidak akan terjadi apabila dipertimbangkan


pula dengan Kej. 2:15 yang menyebutkan: “ TUHAN Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu.”  Di sini jelas bahwa kehadiran manusia di bumi bukan untuk mengeksploitasi alam
tetapi harus memeliharanya. Dengan kata lain, mandat untuk mengeksploitasi hanya
dapat dilakukan apabila di dalamnya manusia bertanggungjawab memelihara alam
ciptaan Tuhan. Kita perlu menyadari bahwa sumber daya alam kita terbatas dan karena
itu kita perlu memanfaatkannya secara efisien.

Kejadian 1:1–2:3 memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah pada hakikatnya adalah
baik. Ini berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat harkat dan martabat yang harus
dihargai oleh ciptaan lainnya. Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh
Allah untuk menaklukkan dan menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan
penguasaan di sini bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di
dalamnya terdapat unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala
isinya. Mengapa? Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk
memelihara lingkungan hidupnya di samping memanfaatkannya dan bukan merusaknya.

Kerusakan lingkungan hidup adalah bagian dan wujud dari perilaku manusia yang tidak
sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan alam semesta. Memelihara bumi dan tidak
merusak ekosistem adalah bukti penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal
12
Tugas Akhir Semester

bersama yang sesama penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam
terlihat dalam batasan mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah
bagian iman, salah satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang
mendera kita bukan hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai pelaksana
mandat Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin.

Kepedulian terhadap lingkungan hidup sebenarnya tidak perlu dipertanyakan. Barangkali


yang menjadi persoalan adalah praktek dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. Jadi,
kita harus ingat! Bukan hanya langit dan bumi diciptakan Tuhan, tetapi manusia dan
taman. Manusia ditakdirkan hidup dalam taman, dalam suatu ketergantungan. Kita
masing-masing mempunyai taman yang perlu dipelihara. Rumah dan lingkungan sekitar,
kantor, jalan yang kita lalui. Di mana kita berada, lingkungan adalah taman yang harus
dipelihara.

13

Anda mungkin juga menyukai