I. Isi Ringkas
Dalam tulisan ini akan disajikan empat tantangan. Fokus utama ialah bagaimana tantangan itu
melibatkan gereja dan bagaimana tantangan tersebut berhubungan dengan masyarakat.
Keempat tantangan itu dapat diringkas sebagai berikut:
Misi untuk menyelamatkan Bumi.
Keyakinan yang merendahkan atau menurunkan nilai bumi.
Teologi untuk menghargai bumi.
Iman yang selaras dengan bumi.
1
Tugas Akhir Semester
Misi pertama gereja di Australia didasarkan pada mandat Matius 28:19, “Buatlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Mandat itu dipahami sebagai pemenuhan pemberitaan Injil Yesus Kristus, yang memiliki
kekuatan untuk membawa orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya (Rom 1: 16-17).
Misi yang pertama dan utama dari berbagai denominasi, sampai tahun l960an adalah tugas
menyelamatkan jiwa individu dari hukuman atas penolakan kebenaran Allah. Operasi
penyelamatan ini akan tercapai dengan pemberitaan Injil pengampunan dosa berdasarkan
kematian dan kebangkitan Yesus. Penekanannya adalah pada individu dan pribadi: dosa
individu dan pertobatan pribadi, baptisan individu dan keselamatan pribadi.
Jika misi pertama adalah tugas menyelamatkan jiwa individu setiap manusia dari dosa-dosa
pribadi yang menentukan masa depan rohani mereka, misi kedua adalah memperluas tugas
untuk ikut serta menyelamatkan seluruh manusia sebagai bagian dari komunitas. Tugas
menyelamatkan seluruh manusia mungkin harus dibagi menjadi beberapa tahap atau
pendekatan. Dalam analisis ini, saya ingin menggabungkan berbagai pendekatan dalam satu
kategori yaitu pembebasan. Manusia harus dibebaskan dari ketidakadilan individu dan sosial
yang menghalangi masyarakat untuk menikmati damai sejahtera, yaitu kepenuhan hidup
dalam Kristus.
2
Tugas Akhir Semester
Sehubungan dengan perubahan peran gereja di Afrika Selatan, Rev. Caesar Molebatse
menuliskan: “Misi melibatkan proklamasi, proklamasi yang diatur dan terkait dengan
keutuhan individu. Sebagai gereja, kita akan rugi besar jika kita tidak bisa memahami bahwa
sama seperti Yesus, gereja telah diurapi oleh Allah untuk membebaskan, mendengar orang-
orang yang tidak bisa mendengar, melihat orang-orang yang tidak bisa melihat, atau
membawa orang yang jatuh kepada kejahatan.” Dasar alkitab misi ini ialah perintah Yesus
yang pertama dan terutama dalam Luk. 4:18-19. Misi gereja dipandang sebagai perpanjangan
misi Kristus, bukan hanya yang bersifat rohani dan pengampunan dosa pribadi tetapi juga
jasmani, sosial dan politik. Keselamatan harus dilihat dari seluruh segi.
Di tempat lain saya telah menggunakan konsep manusia yang berdamai dengan bumi. Bukan
hanya spiritual dan sosial tetapi juga bumi, tempat manusia beribadah, membentuk
kelompok-kelompok sosial, hidup dan mati.
Hal berikut ini mungkin lebih mudah untuk melihat mengapa masyarakat harus
menyelamatkan planet ini dari kehancuran: Kepentingan sendiri menunjukkan bahwa kita
akan menghancurkan dunia kita, mencemari rumah kita, mengotori tempat tinggal kita,
menghilangkan penghijauan dari kebun kita dan akhirnya mempersulit beberapa spesies
untuk hidup di keadaan terbuka. Para pemimpin dunia selayaknya mencari alternatif untuk
bahan bakar fosil, menghentikan pemusnahan hutan hujan yang memberi hidup dan melarang
penerapan bahan kimia beracun di lahan pertanian.
penting. Gerakan ekologi hanya bersifat menunda. Ledakan nuklir, lubang di lapisan
ozon atau kekeringan yang menghancurkan adalah sebagai pertanda dari kesudahan
dan kemusnahan bumi.
Jika kita ingin melanjutkan misi untuk menyelamatkan bumi, kita membutuhkan
perubahan yang kedua, yang mungkin tidak mudah untuk dicapai. Kita perlu
meninggalkan heavenism, dualisme dan disposability sebagai racun yang
membahayakan bumi seperti pestisida kimia yang sedikit banyak kita semprotkan ke
tanah. Kita perlu memahami bumi, mendengarkan bumi, merasakan bumi, dan
menemukan bumi kembali.
6
Tugas Akhir Semester
beralih dari menggambarkan bumi sebagai tempat kudus Allah, sebagai ibu yang hidup
kepada memuja dan mencintai bumi?:
1. Mendengarkan Bumi.
Tantangan bagi gereja adalah untuk bergerak dari membicarakan bumi kepada
mendengarkan bumi, menanggapi bumi dan yang berkaitan dengan bumi sebagai
mitra hidup. Wally Fejo saat merenungkan kisah banjir dari konteks budayanya
menyatakan: “Tanah masih hidup. Saya dapat berbicara dengan tanah atau bumi,
seperti yang Tuhan lakukan. Bumi adalah sarana berkomunikasi dengan nenek
moyang saya, bangsa saya, Tuhan saya. Saya membuat hubungan kerohanian saya
melalui tanah. Allah, Sang Pencipta, hadir di negeri ini. Ketika saya mati saya
kembali ke tanah saya, Tuhan saya. Saya tidak melarikan diri dari bumi dan pergi ke
surga seperti yang diberitahukan oleh para misionaris kepadakami.”
Hal ini merupakan tantangan bagi kita. Kita perlu mendengarkan bumi. Kita perlu
melihat bumi melalui cara pandang Wally Fejo.
2. Menangis bersama dengan bumi.
Kita juga perlu mengikuti jejak Yeremia dengan mendengarkan rintihan dan tangisan
bumi dan bergabung dalam tangisan bumi tersebut. Yeremia peka terhadap
penderitaan bumi, dan bisa mengatasi bumi dalam kesedihannya. Ingat kata-katanya:
“Berapa lama lagi tanah ini berkabung, dan rumput dari setiap padang akan layu?
Karena kejahatan orang-orang yang hidup di dalamnya hewan dan burung-burung
lenyap, dan karena orang-orang berkata, "Dia buta terhadap cara kami.” (Yer. 12: 4).
Wally Fejo mengekspresikan ratapannya dalam ibadah: “Sedih untuk mengatakan,
ketika orang-orang Eropa datang mereka mengacaukan tanah kami, menajiskannya,
mencemari dan membuatnya menderita. Sebelum orang Eropa datang, ada banyak
padang semak, obat-obatan dan kehidupan di negeri ini. Sekarang bumi menangis
dengan rasa sakit terhadap pencemaran dari pertambangan yang membunuh
pepohonan, penyebab kanker di tanah dan penyakit di dalam tanah. Di mana obat
yang kita butuhkan untuk menyembuhkan bumi?”
Sekarang adalah waktu untuk mengembalikannya. Sekarang adalah waktu untuk
menggemakan tangisan bumi dalam ibadah kita. Ini adalah waktu untuk
mendengarkan Allah, bumi dan penderitaan komunitas bumi dan membiarkan
teriakan mereka menembus jiwa kita saat kita menyembah.
7
Tugas Akhir Semester
8
Tugas Akhir Semester
Sebaliknya, yang tepat ialah bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah dan telah
dijadikan wakilNya dengan tugas merawat atau menaungi bumi.1
Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengupayakan penurunan laju kerusakan
lingkungan tetapi sekaligus menjamin pembangunan berkelanjutan? Juga, bagaimana
meningkatkan kualitas lingkungan bagi kesejahteraan bersama? Tentu saja Gereja
bukanlah satu-satunya instansi yang dapat memberikan anjuran dalam menanggapi
krisis ekologis yang masif dan kompleks ini. Akan tetapi, pemerintahan yang adil,
tegas, dan bijaksana-singkatnya, pemerintahan yang visioner-barangkali yang paling
menentukan dalam pengelolaan yang bijak atas SDA dan lingkungan hidup secara
keseluruhan. Dalam hal ini departemen dan/ atau kementerian negara lingkungan
hidup perlu proaktif, khususnya dalam menindak tegas orang-orang dan lembaga-
lembaga yang melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan SDA itu. Gereja dalam
kapasitasnya sebagai kekuatan moral dan religius masyarakat dapat membantu
implementasi kebijakan-kebijakan itu, khususnya lewat upaya-upaya penyadaran dan
aksi-aksi konkret perawatan lingkungan.2
Hal ini selaras dengan pandangan Norman Habel yang diutarakan di atas, di mana
kerusakan bumi adalah akibat keserakahan manusia yang mengeksploitasi bumi
sebebas-bebasnya. Pemerintah dan gereja terpanggil untuk melakukan misi
penyelamatan bumi dengan menyadarkan manusia untuk menghargai bumi sebagai
ciptaan Allah sama seperti manusia itu sendiri dan sebagai tempat kudus Allah.
2. Hal yang sama dikatakan oleh Leonardo Boff dalam bukunya “Jeritan Bumi, Jeritan
Penderitaan”. Ia mengatakan bahwa pesatnya kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diikuti dengan perkembangan kebutuhan manusia telah membawa
perubahan cara pandangan manusia mengenai lingkungan hidup. Manusia cenderung
memandang lingkungannya sebagai bagian (subsistem) yang terpisah. Lingkungan
dianggap sebagai objek yang dapat dieksploitasi semaksimal mungkin. Pandangan
semacam ini disebut dengan pandangan transenden yang membuat suatu masyarakat
semakin menutup diri terhadap hubungan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
dan akhirnya berusaha memusatkan ekosistem pada diri manusia, antroposentrisme.3
1
Raimundus Sudhiarsa, “Merumuskan Tanggung Jawab Iman dan Keberpihakan pada Lingkungan Hidup”,
dalam Menyapa Bumi Menyembah hyang Ilahi, editor A. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto, (Yogyakarta,
Kanisius, 2008), 186-188
2
Sudhiarsa, “Merumuskan Tanggung Jawab”, 189
3
Leonardo Boff, Jeritan Bumi, Jeritan Penderitaan, (Medan: Bima Media Perintis, 2008), 43
9
Tugas Akhir Semester
Bumi sebagai satu kesatuan mulai kehilangan kekebalannya dan menjadi sakit. Itulah
situasi yang terjadi sekarang ini. Kita sungguh membutuhkan pengalaman mendasar
yang baru, suatu spritualitas baru yang memungkinkan hubungan kembali yang baru,
unik, dan mengagumkan dari seluruh dimensi kita dengan begitu banyaknya
keanekaragaman keplanetan, jagat raya, sejarah, spritual, dan kenyataan transenden.
3. Richard Bauckham dalam buku “the bible and ecology” mengatakan bahwa:
”Manusia dipanggil untuk memelihara seluruh ciptaan.” Jadi yang menjadi perhatian
ialah gagasan pemeliharaan. Pada tahun 1991, Sinode Agung Gereja-gereja Inggris
membahas suatu topik tentang tanggung jawab sosial terhadap lingkungan hidup di
mana dikatakan: “Kita tinggal dan bergantung pada dunia ini, yang mempunyai
keterbatasan dan tidak kekal.” Walaupun manusia dengan alam saling bergantung,
Alkitab juga mencatat dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur
alam yang lain. Hanya manusia yang diberikan kuasa untuk menguasai dan
menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain, dan untuk mengelola dan
memelihara lingkungan hidupnya. Kita percaya bahwa dunia ini adalah milik Allah
yang dipercayakan kepada kita, sehingga kita harus bertanggung jawab untuk
memeliharanya. Nilai utama dari pemeliharaan itu ialah bahwa manusia berperan
untuk mengusahakan dan memanfaatkannya sebaik-baiknya. Jadi ada kepedulian di
dalamnya.4
Dalam Kej.1 dijelaskan bahwa manusia adalah ciptaan terakhir yaitu pada hari
keenam. Kemudian Allah beristirahat pada hari ketujuh. Istirahat disini bukan bererti
bahwa Allah tidak peduli lagi terhadap dunia ini dan menyerahkan seluruhnya ke
tangan manusia. Karena Allah tetap bekerja dalam diri setiap ciptaanNya. Oleh
karena itu manusia memelihara ciptaan bukan dalam posisi menggantikan Allah
dalam menguasai ciptaan tetapi karena manusia sendiri adalah ciptaan dan tidak lepas
dari ciptaan lainnya.
Manusia adalah ciptaan Allah yang mempunyai tugas khusus: berkuasa atas ikan-
ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan
atas segala binatang melata yang merayap di bumi dan menaklukkan bumi (Kej.
1:26-28). Tuhan digambarkan menyuruh manusia untuk "menaklukkan bumi dan
berkuasa atas" semua makhluk hidup. Menaklukkan bumi bukan bererti sebagai
musuh yang menaklukkan lawannya, tetapi mengusahakan dengan mengolah tanah
4
Richard Bauckham, The Bible and Ecology, (Baylor University Press, 2010),
10
Tugas Akhir Semester
untuk menghasilkan makanan, seperti seorang petani yang bekerja di ladangnya dan
memanen hasilnya. Kekuasaan manusia atas ciptaan itu dibatasi oleh kuasa Allah di
atas segalanya. Manusia dilihat sebagai wakil Allah yang berada di bawah
kedaulatan-Nya.
Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang
penciptaan manusia: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah" (Kej.
2:7), oleh karena itu manusia memunyai hubungan lipat tiga yang kait-mengait
dengan manusia: manusia diciptakan dari tanah (Kej. 2:7; 3:19, 23), ia harus hidup
dari menggarap tanah (Kej. 3:23), dan ia pasti akan kembali kepada tanah (Kej. 3:19;
Maz. 90:3). Di sini nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup) hidup saling
bergantung - sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau manusia merusak
alam, maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.
Alam adalah titipan dari Allah untuk dimanfaatkan, dipakai, digunakan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi sekaligus adalah rumahnya. Maka sumber-
sumber alam diberikan kepada manusia tidak untuk diboroskan. Manusia harus
menggunakan dan memanfaatkan sumber-sumber alam itu secara bertanggung jawab.
Maka pemanfaatan atau penggunaan sumber-sumber alam haruslah dilihat sebagai
bagian dari pelayanan. Alam digunakan dengan memerhatikan keseimbangan antara
kebutuhan manusia dengan kebutuhan lingkungan. Tetapi alam juga digunakan
dengan memerhatikan kebutuhan sesama, termasuk generasi yang akan datang.
Allah telah mempercayakan alam ini untuk dimanfaatkan dan dipakai. Untuk
dilipatgandakan hasilnya, untuk disuburkan, dan dijaga agar tetap sehat sehingga
produknya tetap optimal. Oleh karena itu, alam mesti dipelihara dan keuntungan
yang didapat dari alam sebagian dikembalikan terhadap alam. Tetapi juga
dipergunakan secara adil dengan semua orang. Ketidakadilan dalam memanfaatkan
sumber-sumber alam adalah juga salah satu penyebab rusaknya alam. Panggilan
untuk memanfaatkan sumber-sumber alam sebagai pelayanan dan
pertanggungjawaban akan mendorong kita melestarikan sumber-sumber alam.
11
Tugas Akhir Semester
bukan hanya milik satu kelompok makhluk hidup tertentu seperti hanya manusia, tetapi
juga milik makhluk hidup lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Namun dari pemaparan di atas, saya melihat bahwa yang menjadi masalah sekarang ini
ialah manusia tidak lagi peduli akan hal itu. Manusia memiliki cara pandang yang salah
terhadap lingkungan hidup. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat, sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia, sehingga alam hanya bernilai sejauh
menunjang kepentingan manusia. Tentu anggapan ini menghasilkan sikap yang tidak
bersahabat dengan lingkungan hidup. Ungkapan yang menyatakan bahwa manusia
berkuasa atas bumi ini telah disalah artikan. Misalnya Kej. 1:28, telah digunakan secara
salah oleh para kapitalis untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran sehingga
terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah. Mungkin ayat ini juga hanya dibaca
sebagian-sebagian dan dibedah untuk ditafsirkan serta diselewengkan maknanya untuk
melegitimasi perilaku yang merusak lingkungan hidup.
Kejadian 1:1–2:3 memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah pada hakikatnya adalah
baik. Ini berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat harkat dan martabat yang harus
dihargai oleh ciptaan lainnya. Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh
Allah untuk menaklukkan dan menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan
penguasaan di sini bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di
dalamnya terdapat unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala
isinya. Mengapa? Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk
memelihara lingkungan hidupnya di samping memanfaatkannya dan bukan merusaknya.
Kerusakan lingkungan hidup adalah bagian dan wujud dari perilaku manusia yang tidak
sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan alam semesta. Memelihara bumi dan tidak
merusak ekosistem adalah bukti penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal
12
Tugas Akhir Semester
bersama yang sesama penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam
terlihat dalam batasan mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah
bagian iman, salah satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang
mendera kita bukan hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai pelaksana
mandat Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin.
13