Anda di halaman 1dari 8

PAPER PRIBADI

PENGGEMBALAAN MANDAT BUDAYA DAN MANDAT PENGINJILAN,


SUPAYA TIDAK TIMPANG DALAM KONTEKSTUALISASI MASA KINI.

Nama: Sahat Natan Purba


Tingkat: III (Tiga)
M. Kuliah: Penggembalaan Lintas Budaya
Dosen Pengampu: Pdt. Srymulyono M.Th

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BINA MUDA WIRAWAN MEDAN


TP/2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Banyak asumsi yang kurang bisa dipertanggungjawabkan antara pengertian


iman Kristendan kebudayaan; baik itu dari pihak orang yang non-Kristen maupun
(khususnya) orang Kristen sendiri.Penulis sendiri pernah berada didalam kelompok
kekristenan yang mengajarkan bahwa ketika seseorang menjadi Kristen, maka semua
bentuk, ekspresi dan sistem dalam kebudayaannya sebelumnya itu harus dibuang, dan
sama sekali tidak diperbolehkan untuk dikenakan kembali.muncul anggapan bahwa
itu adalah bentuk berhala dan ditunggangi oleh kuasa-kuasa kegelapan yang ada
dalam konsep kepercayaan lamanya. Akibat dari tindakantindakan yang dilakukan
oleh kelompok ini, maka muncullah anggapan bahwa kekristenan itu merusak,
menghancurkan dan tidak menghargai kebudayaan setempat1 dan juga tidak terlepas
dari mandat budaya ini kita juga perlu memahami dalam penggembalaan yang baik
jika kita menyeimbangkan yaitu mandat Penginjilan, dan dalam hal ini
kontekstualisasi yang tidak nampak jelas dalam pengetian nya dalam masa kini,
supaya tidak ada bagian yang menonjolkan prinsip atau pengertian yang ketimpang
dalam keadaaan masa kini. Faktanya banyak terjadi kerancuan pemahaman di antara
orang Kristen itu sendiri, yaitu tentang bagaimana sebaiknya menyikapi suatu
perkembangan kebudayaan pada masamasa sekarang ini2 demikian juga mandate
penginjilan yang Kristen pahami dan yang menonjol untuk dipahami adalah madat
budaya dan menghilangkan mandate yang utama juga tersebut yaitu mandate
Penginjilan (Mat 28:19-20) Misalnya: mengenakan pakaian adat, menggenakan
atribut-atribut budaya suku tertentu, membeli patung atau lukisan dari daerah tertentu,
merayakan hari-hari besar tertentu. Sementara, orang-orang yang sama mengajarkan
itu menerima dan memasukkan „budaya‟ lainnya ke dalam gereja, misalnya
masuknya musik-musik rock, dangdut, model konser musik-musik cadas, melakukan
metode-metode yang sebenarnya sama sekali tidak diajarkan oleh
Alkitab.Kebudayaan-kebudayaan yang baik dan yang agung dalam gereja digeser,
bahkan dibuang, tetapi budaya-budaya yang sebenarnya tidak ada dasar kebenarannya
dalam Kitab Suci justru yang dimasukkan ke dalam gereja 3. Dalam hal inilah yang
1
Sabar Silitonga, “Krisis Nilai Budaya Menurut Pandangan Kristen,” JUPIIS: Jurnal Pendidikan IlmuIlmu Sosial 5, no. 1
(2013): 58–67
2
2Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya: Refleksi Barat di Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992).
3
Stephen Tong, Dosa Dan Kebudayaan (Surabaya: Momentum, 2007)
dimaksutkan oleh penulis untuk memasukkan mandat Penginjilan tersebut, untuk
dapat memahami sesungguhnya pengembalaan yang tidak timpang dalam pengertian
masing masing, dan juga hamper hilang dalam pengertian mandat yang
kontekstualisasi dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sipaya
penggembalaan yang sesungguhnya kita dapat pahami dalam kontekstualisasi untuk
menemukan ketidak timpangan yang terjadi dalam iman Kristen.

Topik bahasan ini sangatlah besar dan memiliki area yang sangat luas, serta
tidak mungkin bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat ini. Ini bukan sekedar
berbicara tentang bagaimana relasi antara Kristus dan kebudayaan saja, melainkan ini
juga berbicara tentang pemahaman suatu definisi kebudayaan. Untuk menemukan
Tujuan dalam penguasaan yang baik dalam memahami atau pengembalaan yang
tertuju dalam kontekstualisasi yang akan menemukan tujuan penting dalam kedua
mandat tersebut untuk memebawa kita memahami sesungguhnya tugas kita sebagai
Kristen yang baik dalam memahami tugas besar tersebut aupaya tidak terjadi
penyimpangan yang besar Oleh sebab itu, penulis memandang perlu membahas isu
iman Kristen dan kebudayaan.Rumusan masalah dalam mandat Penginjilan tersebut
adalah bagaimana pandangan iman Kristen tentang kebudayaandan juga seimbang
dalam mandat Penginjilan?Tujuan penelitian ini adalah memaparkan pandangan iman
Kristen tentang kebudayaan.dan juga mandat Penginjilan.
BAB II
PEMBAHASAN DAN
KAJIAN TEORI
Dalam sub Bab ini kita akan lebih memperluas pengertian masing masing dalam
pembahasan yang akan memperjelas untuk memahami penggembalaan yang kita lakukan
dengan kontekstualisasi dimasa kini supaya mandate budaya dengan mandate Penginjilan
tersebut mendapat keseimbangan yang harus kita perjelas dalam kontekstualisasi dalam
menemukan sifat sifat iman Kristen tersebut.
A.Prinsip Kosmologis (Mandat Budaya)
Allah menciptakan alam semesta, bumi dan segala isinya agar manusia terpelihara
hidupnya. Allah memberikan mandat budaya (Kej. 1:28) kepada manusia untuk memenuhi
bumi dan menaklukkan bumi. Itu berarti bahwa manusia diberi tanggung jawab untuk
mengelola segala potensi alam agar berguna bagi keberlangsungan hidupnya. Mandat Budaya
itu diberikan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga berlaku secara universal.
Namun setelah kejatuhan manusia dalam dosa, mandat budaya itu tidak pernah dibatalkan
oleh Allah. Bahkan Allah mengulanginya beberapa kali. Artinya, semua manusia, meskipun
berdosa dan apa pun etnis serta agamanya, tetap memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan mandat budaya tersebut. Memang ketika manusia jatuh ke dalam dosa, seluruh
aspek budaya nya dipengaruhi dosa, sehingga mereka melaksanakan mandat budaya tersebut
dalam konteks keberdosaanya. Karena itu mereka tidak mampu melaksanakan mandat
budaya sebagaimana yang Allah kehendaki seperti semula. Tanggung jawab bersama
terhadap alam sebagai tempat tinggal bersama inilah yang mengharuskan semua manusia
membangun relasi dengan sesamanya demi terwujudnya mandat budaya dari Allah.

Allah telah menugaskan manusia sebagai ‘penatalayanan’ (Stewardship) alam.


Dalam PB, konsep stewardship ini juga nampak dalam fungsi gereja sesuai rencana Allah (1
Kor. 4:1). Penekanan stewardship adalah pada tanggung jawab penggunaan sumber-sumber
Allah sebagai pelayanan kepada Allah. Tanggung jawab bersama ini mengharuskan semua
manusia, dari berbagai etnis dan religi, bersatu mengelola bumi demi hidupnya, masa depan
generasi manusia dan demi kemuliaan Allah. Gereja masa kini tetap berkewajiban untuk
melaksanakan mandat kebudayaan. Karena itu ia harus berelasi dengan sesamanya manusia.
Dengan demikian secara kosmologis, manusia tidak mungkin tidak untuk berelasi dengan
sesamanya apapun etnis dan agamanya, karena semua manusia memiliki tanggung jawab
universal yang harus dikerjakan bersama, tanpa terkecuali

a. Tujuan Pelayanan di Gereja dalam mandat budaya


Praktek Pelayanan di Gereja perlu memberikan sumbangan khusus
bagi pemecahan masalah ekologi. Allah telah menciptakan bumi ini dan
mempercayakan pemeliharaan nya kepada manusia, dan bahwa Ia suatu ketika
akan menciptakan ulang bumi ini, pada saat menjadikan ‘langit baru dan bumi
baru’. Karena sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan
sama-sama sakit bersalin. Keluhan nya disebabkan oleh kertergantungan nya
kepada alam yang sudah mulai rusak. Pemahaman akan pelayanan yang
holistik diungkapkan Herlianto, sebagai pelayanan yang mencakup
pemberitaan Injil baik secara verbal maupun secara perbuatan dan ditujukan
untuk menjangkau manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terdiri dari tubuh,
jiwa dan roh, dan manusia yang mempunyai kaitan-kaitan sosial, budaya,
ekonomi, hukum dan politik dengan lingkungan nya. Sebagai konsekwensi
nya maka Gereja harus mengajarkan kepada setiap jemaat untuk memiliki
kepedulian terhadap kelestarian alam, untuk berpikir dan bertindak ekologis.
Bertobat dari segala tindakan yang bersifat menghambur-hamburkan sumber
daya alam, mencemarkan dan merusak tanpa alasan. Kesadaran yang muncul
bahwa lebih mudah menaklukkan bumi dari pada menaklukkan diri sendiri.
Kerusakan alam lebih besar dilakukan oleh manusia sendiri
b. . Penggembalaan terhadap pengusahaan Entrepreneurship
Perkembangan Entrepeneurship sudah sejak zaman dahulu di mana
manusia berusaha melakukan segala sesuatu dalam berusaha untuk bertahan
hidup, Adam harus bekerja keras untuk mendapatkan rezekinya dari bumi
kedua anak Adam bekerja Kain sebagai petani dan Habel sebagai seorang
peternak mereka bekerja untuk mendapatkan hasil dan bertahan hidup (kej. 3-
4), ada pun pada zaman dahulu segala sesuatu digerakan oleh tenaga manusia,
hewan, bahkan alam diganti dengan mesian uap sekalipun belum semua
menggunakannya, entrepreneursip juga terus berkembang sampai zaman
industry dimana manusia mulai berani menggunakan modal dengan
pengetahuan yang terbatas untuk mengambil resiko dalam menciptakan atau
menemukan sesuatu yang baru. Dan pada abad ke-20 manusia mulai
mengorganisasi semua usaha dan mulai mengelola sumber daya yang ada
dengan menggunkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan dalam
mengambil resiko, modal, waktu, dan penggunaan teknologi, sedangkan pada
abad ke-21 bukan sebatas pada pengorganisasian melainkan pencipta (creator),
pemodal (incentor), inovasi (Innoator), dan yang menenentukan kesuksesan
bisnis adalah kerativitas seorang wirausahawan. Entrepreneurship seyogianya
menjadi perhatian yang positif bagi peran gereja masa kini dalam membangun
kemandirian gereja. Gereja adalah senasip dengan dunia dan gereja mau
berfungsi sebagai ragi dan jiwa masyarakat. Gereja bukan saja hadir untuk
mewartakan Injil tetapi juga menyumbangkan tenaga pada pembangunan
masyarakat.
B. Prinsip Mandat Penginjilan
Pemikiran yang mengenai Mandat Budaya ini adalah buah pikiran John
Calvin melalui studinya yang begitu teliti, terintegrasidan tuntas. Calvin juga
membedakan dengan apa yang dikenal sebagai Mandat Injil atau Amanat Agung.
Kalau Mandat Budaya itu dia temukan dari Kejadian 1:28; 2:15, maka Calvin dan
bapa-bapa gereja setuju dengan Mandat Injil yang dikenal dari Matius 28:19-20.
Orang percaya mengakui bahwa Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah
berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Alkitab menegaskan
bahwa tidak ada yang benar, seorang pun tidak; tidak ada seorang pun yang berakal
budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah – semua orang telah menyeleweng,
mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak (Rm.
3:10-12). Dan upah dosa itu maut, yaitu kematian yang kekal, tetapi kasih karunia
Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus(Rm. 6:23). 4 Maka melalui Mandat
Injil inilah manusia dapat memahami bahwa ada penebusan atas orang yang berdosa,
atas manusia yang telah melawan Allah, atas kebudayaan-kebudayaan yang telah
menyeleweng. Melalui Injil manusia mengenal Wahyu Khusus Allah yang membawa
manusia pada keselamatan yang kekal. Ini adalah suatu jaminan yang tidak ragu-ragu,
yang tidak kabur dan yang tidak berspekulasi, atau dalam bentuk pengandaian; Injil
memberikan suatu finalitas yang tidak ada bandingnya.Melalui Injil ini manusia
menerima penebusan (redemption) yaitu penebusan sebagai orang yang berdosa –
dengan kata lain, manusia juga mengenal kebudayaan yang ditebus – manusia juga
mengenal agama yang ada penebusan. Penebusan ini penting, karena ini menunjukkan
4
Selderhuis, Buku Pegangan Calvin, 302–306.
betapa besar kasih Allah akan ciptaanNya ini sehingga Dia memberikan Anak-Nya
Yang Tunggal, agar setiap manusia yang percaya tidak binasa melainkan beroleh
hidup yang kekal. Allah memang murka karena manusia telah melawan dan
memberontak kepada Dia, melalui kebudayaan-kebudayaan; tetapi Allah juga
menyediakan jalan keluar, melalui penebusan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus
Kristus, sehingga manusia bisa mengenal kebudayaan yang menyatakan hormat dan
kemuliaan nama Tuhan Allah.29 Penebusan ini penting, karena ini menunjukkan
betapa Allah juga peduli dengan mandat yang nyatakan kepada manusia yaitu dalam
kebudayaan, sehingga setiap manusia memiliki kesadaran akan bagaimana bentuk
suatu kebudayaan yang harus membawa dan memperkenalkan manusia kepada Allah
yang sejati5Penebusan ini penting, karena ini menolong manusia agar bisa menikmati
kembali posisi yang mendekati sebelum kejatuhan; manusia bisa menikmati the
goodness of creation dari segala bentuk kebudayaan manusia yang ada; juga sebagai
bentuk pemeliharaan Allah di dalam kapasitas Anugerah Umum Allah. Di
sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa hanya manusia yang mampu berespon dari suatu
karya sehingga manusia boleh merasakan keindahan-keindahan dari suatu seni karya.

KESIMPULAN

5
Ibid., 379; David W. Hall and Marvin Padgett, Calvin Dan Kebudayaan (Surabaya: Momentum, 2017), 77–79.
Penulis menyimpulkan bahwa pembahasan tersebut diatas haruslah sejalan denga
napa yang tuhan inginkan dalam maksut dan tujuan untuk memuliakan Allah dalam proyek
penggembalaan ini dan juga menemukan apa yang harusnya ALKITAB cakup dalam bidang
kehidupan setiap insang di dunia, karna kedua proyek tersebut tidak akan terpidah dari
proyek kerja kita dalam pengembalaan yang inginkan oleh sang pencipta Alam semesta untuk
melanjutkan misi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan juga manusia mampu
mengenal Allah dalam sifatnya melalui sifat penggembalaan yang kita lakukan didunia ini
sehingga kita mamapu mengenal Allah yang maha Kuasa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai