Anda di halaman 1dari 7

Nama : Efraim Pasila

No. Stnbk : 2181.3654

PENDAHULUAN

Eko-Teologi adalah bagian dari ilmu Etika Sosial Kristen. Ilmu ini mengeksplorasi
pemahaman Kristen tentang alam semesta dan penciptaan, khususnya tanggung jawab orang
Kristen terhadap lingkungan, dan sering disebut "Teologi Lingkungan". Dalam kajian agama
ekologi memasuki konsep sentral sebagai gerakan kelompok intelektual agama yang mengajak
manusia untuk bertanggung jawab atas kepedulian dan kepedulian keseimbangan alam dengan
mengembangkan berbagai interpretasi dalam karya teologis. Hal ini ditunjukkan agar manusia,
khususnya umat kristen, menyadari bahwa krisis ekologis dapat mengakibatkan penderitaan dan
ancaman manusia secara global. 1

Istilah ekologi pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin pada
tahun 1866, yang menunjuk pada keseluruhan organisme atau pola hubungan antara organisme
dan lingkungannya.2 Ekologi berasal dari kata Yunani: oikos dan logos, yang secara harafiah
berarti rumah ‟ dan „pengetahuan‟. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang
lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Bumi dianggap sebagai rumah
tempat kediaman manusia dan seluruh makhluk dan benda fisik lainnya. Selanjutnya menurut
William Chang, secara harafiah ekologi berarti penyelidikan tentang organismeorganisme dalam
jagad raya.3

Agama berperan dalam proses membangun sistem nilai dalam diri seseorang sehingga
setiap orang percaya dapat menggunakannya dalam memahami, mengevaluasi, dan menafsirkan
situasi dan pengalaman. Dengan kata lain, sistem nilai yang dimilikinya dimanifestasikan dalam
bentuk norma-norma yang mengarah pada sikap diri. Gereja disebut sebagai persekutuan ciptaan
baru. untuk menyajikan shalom Allah di bumi dengan mencari keharmonisan semua ciptaan.
Dengan demikian, tugas mengingat adalah bagian dari sifat dan misi gereja sebagai persekutuan
baru dengan penebusan Tuhan Yesus Kristus untuk menyajikan shalom. Dengan melihat

1
Jan S Aritonang, Teologi-Teologi Kontemporer, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 207.
2
Robert. P. Borrong, Etika Bumi Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2004), hal. 18.
3
William Chang, Moral Spesial, (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia 2015), hal. 261.
penyempurnaan ciptaan Tuhan, gereja dipanggil untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian
ciptaan Tuhan. Dalam melaksanakan tugas ini, gereja mengembangkan berbagai cara sesuai
dengan konteks masalah krisis lingkungan masing-masing.4

4
Yunus, "Teologi Lingkungan Hidup (Ekoteologi) Peran Gereja dalam Era Globalisasi", diakses 14 April 2020.
PEMBAHASAN

Gereja Toraja Jemaat Miallo yang berada di kawasan tepi sungai Lembang Miallo
Kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja, membuat gereja tidak dapat menghindari masalah
ekologis yang terjadi akibat aktivitas pekerjaan dari penambangan pasir secara bebas. 5 Masalah
ekologis yang terjadi antara lain erosi tanah akibat penambangan pasir yang mengancam
keberadaan bangunan gereja dan juga beberapa daerah di bantaran sungai yang mengalami
longsor yang mengancam lahan pertanian rakyat. Melihat dari permasalahan tersebut sebagai
manusia harus menyadari bahwa sudah menjadi kewajiban untuk melestarikan alam agar
terhindar dari masalah yang lebih besar.

Alkitab menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Allah sehingga
manusia memiliki otoritas dalam menaklukkan alam. Tuhan memberkati manusia untuk
menaklukkan dan memerintah alam (Kejadian 1:28) tidak berarti bahwa manusia dapat dengan
bebas mengkonsumsi dan menguras alam. Dalam Kejadian 2:15, menjadi perintah bagi manusia
untuk bertanggung jawab untuk menjaga bumi dan hidup dalam hubungan yang dekat dan
bersahabat dengan semua ciptaan Allah. 6 Dalam posisi menjadi penerima mandat dari Tuhan,
manusia bertanggung jawab untuk mengatur, memelihara, dan mengembangkan isi bumi untuk
kesejahteraan bersama umat manusia dan makhluk-makhluk yang menghuni bumi sehingga
makhluk-makhluk, serta bumi, tidak rusak dan punah.

Seiring perkembangan budayanya, manusia yang menganggap diri mereka sebagai pusat
alam semesta tanpa disadari menjadi dasar perusak lingkungan alam tempat manusia hidup dan
hidup.7 Jika manusia berjuang untuk sumber daya alam hanya berdasarkan pandangan untuk
kebutuhan jangka pendek untuk memanfaatkan produksi sebanyak mungkin dengan modal
minimal dalam waktu singkat, maka ini akan mensejahterakan generasinya tetapi merugikan
generasi berikutnya. Alam hanya dieksploitasi dan dikotori tanpa rasa bersalah dan kasih sayang.

1. Spiritualitas Ekoteologi sebagai agen Keadilan

5
Wawancara dengan PPGT Gereja Toraja Jemaat Miallo Tanggal 16 Mei 2020, 11:19.
6
Nuban Timo, Polifonik Bukan Monofonik, 104-105.
7
Lukas Awi Tristanto, Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 21- 22.
Ekoteologi tidak terpisah dari keadilan sosial. Prinsip keadilan menjadi dasar berpijak
dalam memandang ekologi. Menurut Charles Birch, kaitan antara ekologi dan keadilan sangat
penting, sebab penghargaan terhadap kesatuan alam harus dipikirkan dalam rangka keadilan
sosial. Kebijakan politik dan ekonomi selalu berkaitan dengan keadilan atas seluruh ciptaan,
termasuk alam. Keduanya tidak terpisahkan. Keadilan yang diperjuangkan atas manusia akan
sia-sia jika tidak diusahakan pula keadilan bagi seluruh alam semesta. Kemakmuran bagi
manusia tidak semata-mata menjadi ukuran, keadilan harus memperhitungkan kemakmuran dari
faktor alam. Pandangan ini coba mengingatkan dunia bahwa sering kali kebijakan politik
berakibat pada alam. Kecenderungannya, alam sering dikorbankan demi kepentingan politik dan
ekonomi. Perkembangan industri, memang bisa memberikan kemakmuran bagi manusia, tetapi
juga mendatangkan polusi yang luar biasa bagi alam semesta.8

2. Ekoteologi dalam Pemahaman Kristen

Dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan bersama dengan seluruh alam
semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai keterkaitan dan kesatuan dengan lingkungan
hidupnya. Akan tetapi, diceritakan pula bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai
gambar Allah ("Imago Dei") dan diberikan kewenangan untuk menguasai dan menaklukkan
bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral dari ciptaan
(lingkungan), akan tetapi di lain segi, ia diberikan kekuasaan untuk memerintah dan
memelihara bumi. Maka hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari
mata uang yang mesti dijalani secara seimbang.9

Teologi lingkungan adalah bagian dari ilmu Etika Sosial Kristen. Ilmu ini mengeksplorasi
pemahaman Kristen tentang alam semesta dan penciptaan, khususnya tanggung jawab orang
Kristen terhadap lingkungan, dan sering disebut "Teologi Lingkungan". Dalam kajian agama
ekologi memasuki konsep sentral sebagai gerakan kelompok intelektual agama yang
mengajak manusia untuk bertanggung jawab atas kepedulian dan keseimbangan alam dengan
mengembangkan berbagai interpretasi dalam karya teologis. Hal ini ditunjukkan agar

8
Jan S. Aritonang, Teologi-Teologi Kontemporer, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 20-30.
9
http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen. Rabu, 20 April 2020. Pukul
10:53.
manusia, khususnya umat Kristiani, menyadari bahwa krisis ekologis dapat menyebabkan
penderitaan dan ancaman manusia secara global.10

3. Kajian Ekoteologi terhadap fenomena Penambangan Pasir di Mappak Tana Toraja

Sungai merupakan sumber daya alam yang dapat fungsi mendukung kehidupan organisme.
Salah satu hal penting adalah ketersediaan air yang dapat menarik organisme untuk tetap
hidup. Meskipun fungsinya sebagai jalan air ke laut, sungai sangat penting dalam menopang
kehidupan manusia. Pembangunan manusia dan budaya erat kaitannya dengan keberadaan
sungai. Sungai di Mappak Tana Toraja memiliki peran vital bagi pertanian. Sungai tersebut
berfungsi sebagai tempat kegiatan sosial bagi masyarakat Mappak. Fungsi Sungai di Mappak
telah bergeser sejak beroperasinya penambangan pasir. Pertambangan sebagai salah satu
jenis proses kegiatan ekstraksi untuk bahan yang dapat diekstraksi, seperti mineral dan bahan
tambang bumi lainnya. Penambangan pasir adalah proses penggalian pasir dari bumi untuk
digunakan sebagai bahan bangunan.11

Pasir diambil dari sungai dan dijual untuk bahan bangunan. Penambangan pasir di Sungai
Mappak pada awalnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penduduk setempat secara
manual. Peralatan yang digunakan masih tradisional dan ramah lingkungan dan penduduk
setempat hanya menggunakan serok (sekop stainless) untuk menggali pasir di dasar sungai,
dan tas untuk mengumpulkan pasir. Seiring dengan kemajuan teknologi modern, ada pihak-
pihak tertentu yang menganggap penambangan pasir sebagai lahan yang dapat dijadikan
sumber ekonomi. Penambangan pasir mesin yang dilakukan oleh masyarakat Mappak Tana
Toraja berpotensi terhadap kerusakan ekologi sungai. Potensi kerusakan lingkungan akibat
penambangan pasir antara lain longsor tanah, erosi tanah, berkurangnya ketersediaan air
akibat kerusakan tanah akibat penambangan pasir, berkurangnya resapan air tanah, dan
tingginya lalu lintas kendaraan di desa yang mengakibatkan pencemaran udara. Masyarakat
di wilayah Mappak dapat mengalami kerusakan tanah akibat penambangan pasir. Dalam
penambangan pasir tersebut masyarakata yang ikut malakukan penambangan untuk

10
Jan S. Aritonang, Teologi-Teologi Kontemporer, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 203.
11
Yudhistira, W. K. (2011). Kajian dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasirdi desa
Keningar daerah kawasan gunungmerapi. Jurnal ilmu Lingkungan, 76-84.
kebutuhan ekonomi mereka menggunakan alat moderen seperti pompa danjuga alat-alat
tradisional lainnya.12

Gereja harus berkontribusi pada spiritualitas perjuangan dalam membela kehidupan dan
hak asasi manusia atas tanah dan air. Perwakilan gereja sepakat untuk meningkatkan
kesadaran tentang masalah pertambangan dan untuk mengembangkan kolaborasi di antara
masyarakat yang terkena dampak48. Belajar dari pemahaman global tentang kesucian tanah,
Gereja Toraja Jemaat Miallo dipanggil untuk menjauh dari konsep penguasaan dan
kepemilikan Bumi. Gereja berusaha keras untuk melawan apa yang merusak kesehatan
ciptaan dan komunitasnya. Sungai Mappak adalah rumah bagi masyarakat pedesaan dan
terpencil, terutama masyarakat Mappak Tana Toraja.

12
Wawancara dengan PPGT Gereja Toraja Jemaat Miallo, 22 April 2020
KESIMPULAN

Kajian ekoteologi secara apologetik menjelaskan bahwa penggunaan pasir sebagai


sumber bahan baku berpotensi menghabiskan sumber daya dan memiliki dampak yang
merugikan. Terdapat dampak fisik yang merupakan hasil penambangan dari dasar sungai
yang menyebabkan perubahan kemiringan saluran dan perubahan morfologi saluran.

Upaya gereja secara konstruktif terkait dengan fenomena penambangan pasir, gereja
menyatakan bahwa secara umum diketahui bahwa pada suatu wilayah yang terjadi
deforestasi, erosi tanah menjadi masalah serius yang juga menimbulkan pengendapan tanah
dan lanau di saluran. Dalam kajian, ekologi memasuki konsep sentral sebagai gerakan
kelompok intelektual agama yang mengajak manusia untuk bertanggung jawab atas
kepedulian dan kepedulian keseimbangan alam dengan mengembangkan. Analisis Ekotologi
secara kontektual menjelaskan bahwa sikap memisahkan manusia dari alam, dan
menaklukkan dan menguasai alam, adalah masalah teologis dan spiritual. Melihat dari
permasalahan tersebut sebagai manusia harus menyadari bahwa sudah menjadi kewajiban
untuk melestarikan alam agar terhindar dari masalah yang lebih besar

Anda mungkin juga menyukai