Anda di halaman 1dari 8

KEUTUHAN CIPTAAN DAN KELESTARIAN

LINGKUNGAN HIDUP

DITINJAU DARI ETIKA KRISTEN

PENGERTIAN KEUTUHAN CIPTAAN DAN LINGKUNGAN HIDUP


KEUTUHAN CIPTAAN
Keutuhan ciptaan merupakan Bahasa oikumenis yang sangat popular pada akhir-akhir ini.
Hal itu sengaja disebarluaskan ke segala penjuru peserta Gerakan oikumenis untuk memberi
ciri kepada pola pemikiran Kristen, dan sebagai alternatif terhadap pemikiran-pemikiran yang
lain.
Istilah ini pertama kali dimunculkan oleh gereja-gereja sedunia dalam siding DGD VI di
Vancouver, Kanada pada tahun 1983 dan ajakan siding Raya Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia di Surabaya tahun 1989. Konferensi selanjutnya diadakan di Soul (Korea Selatan)
pada bulan Maret 1990, yakni untuk mendorong gereja-gereja agar semuanya meningkatkan
diri secara Bersama-sama untuk memperjuangkan Keutuhan Ciptaan.

Istilah Keutuhan Ciptaan memberikan kesan suatu persfektif secara keseluruhan. Ini
menentang cara berfikir yang sempit dan terpisah-pisah. Cara berfikir ini mendorong
menggali makna dari keseluruhan lingkungan bukan hanya dari paguyuban setempat, bangsa,
wilayah dan benua melakukan secara global bahkan mencakup seluruh jagad raya.

Dalam asumsi teologis sebagaimana dicerminkan dalam kata “integritas ciptaan” maka baik
partikularitas segenap makhluk dan unitas dari segenap makhluk tersebut hendak
dikonfirmasikan secara mendasar, atau secara teologis. Kata “Keutuhan” ini dihubungkan
dengan “ciptaan” yang memberikan kesan akan suatu “kaitan struktural” dengan yang
mencipta. Seluruh hayat hidup diletakkan dan diakui kesungguhannya dalam relasi Pencipta
dan ciptaan. Dengan kata lain dalam hubungan Tuhan dengan makhluk. Sebab itu integritas
ciptaan memberikan suatu kerangka di mana manusia dengan segenap isi dunia dipersatukan
sebagai “ciptaan” Tuhan. Di satu pihak ciptaan itu memiliki otonomi dan hidup di dalam
hukum-hukumnya sendiri. Akan tetapi di pihak lain diakui bahwa manusia itu dan ciptaan
lainnya bukanlah absolut. Hanya Tuhan yang mutlak. Ciptaan dating dan pergi, hidup dan
mati, ada dan tidak ada. Tuhan merupakan pusat yang memberikan dimensi maknawi yang
lebih dan bahkan lebih realistis terhadap keberadaan tersebut. Karena itu Keutuhan Ciptaan
menyebabkan kita menegaskan kebenaran bahwa segala sesuatu hadir, yang tampak maupun
yang tidak tampak adalah ciptaan Tuhan. Hal tersebut tidak hanya menyebutkan atau
menunjukkan akan harkat dan nilai ciptaan itu sendiri, yang hidupnya ditunjang dan dihargai
dengan mahal.

LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan hidup berasal dari kata Lingkungan dan Hidup. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, lingkungan diartikan sebagai daerah (Kawasan) yang termasuk di dalamnya,
sedangkan lingkungan alam diartikan sebagai keadaan (kondisi, kekuatan) sekitar yang
mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, mengartikan lingkungan sebagai bulatan yang
melingkupi (melingkar); lingkaran sekalian yang terlingkung dalam suatu daerah atau alam
sekitarnya, bekerja sebagaimana mestinya yang dapat mempengaruhi penghidupan dan
kehidupan mausia, binatang, tumbuh-tumbuhan ataupun makhluk hidup lainnya.

Dari uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa perkataan lingkungan hidup
mengandung arti tempat, wadah atau ruang yang ditempati oleh makhluk hidup dan tidak
hidup yang berhubungan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain, baik antara
makhluk-makhluk itu sendiri maupun antara makhluk-makhluk dengan alam sekitarnya.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas lagi tentang lingkungan hidup, di bawah ini
akan diketengahkan pendapat para ahli dari bidang lingkungan hidup, antara lain:
 Otto Soemarwoto, seorang ahli/pakar lingkungan yang terkemuka mendefinisikan
lingkungan hidup sebagai berikut: “Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi
yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita”.
 Emil Salim, menyatakan bahwa secara umum lingkungan hidup dapat diartikan sebagai
segala benda, kondisi dan keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita
tempati dan mempengaruhi hal hidup termasuk kehidupan manusia.
 Munadjat Danusaputro, Mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi
termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang
tempat manusia berada, dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia jasad hidup
lainnya.
Mengenai unsur-unsur lingkungan hidup, N.H.T. Siahaan merumuskan unsur-unsur
lingkungan hidup sebagai berikut :
- Semua benda berupa : manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, organisme, tanah, udara, air,
rumah, dan lain-lain. Keseluruhan yang disebut ini digolongkan sebagai materi,
sedangkan satuannya disebut sebagai komponen.
- Daya, disebut juga sebagai energi
- Keadaan, disebut juga sebagai energi
- Perilaku atau tabiat
- Ruang, yaitu wadah sebagai komponen berada
- Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi atau biasa juga disebut dengan
jaringan kehidupan

Keseluruhan unsur-unsur di atas, tidaklah merupakan unsur-unsur yang terlepas satu sama
lain unsur-unsur tersebut mempunyai pola hubungan tertentu yang bersifat tetap dan teratur
yang merupakan suatu system hubungan timbal-balik (interaksi) yang saling mempengaruhi.

DASAR TEOLOGIS TENTANG KEUTUHAN CIPTAAN DAN KELESTARIAN


LINGKUNGAN HIDUP
Alkitab menegaskan bahwa dunia diciptakan oleh Allah, ciptaan terjadi karena kehendak dan
kasih Allah. Sebagai Pencipta, Allah melihat ciptaa-Nya sebagai bagian yang utuh dan
sempurna. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempatan untuk
mengusahakan dan memelihara ciptaan-Nya, ternyata tidak mempergunakannya atau
mempertahankan keutuhan ciptaan Allah. Ketidakmampuan tersebut ditandai dengan
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada tanah dan lingkungannya, sehingga dasar bumi
diancam oleh penggundulan melalui penebangan hutan secara besar-besaran yang dapat
berakibat rendahnya daya duungan tanah terhadap curah hujan. Juga penting untuk
diperhatikan adalah penggundulan hutan telah mengakibatkan lenyapnya perpohonan dan
spesies serangga tertentu secara dramatis. Para ilmuan pernah mengemukakan bahwa setiap
satu jam, satu spesien pohon/tumbuh-tumbuhan dan binatang lenyap dari permukaan bumi,
semuanya ini akibat ulah manusia yang mengekspolitasi sumber daya alam secara besar-
besaran tanpa ada usaha-usaha untuk memulihkannya Kembali.

Dalam Alkitab telah dijelaskan bahwa Allahlah yang menciptakan bumi dan segala isinya,
dan seluruh ciptaan tersebut telah dikuasakan kepada umat manusia untuk diusahakan dan
dipelihara secara baik (Kej. 1-2; 1 Kor. 8:6; Roma 11:36). Oleh sebab itu seluruh ciptaan
menaikkan pujian dan syukur kepada Allah. Di dalam Mazmur 148 dijelaskan, bahwa
matahari, bulan dan bintang-bintang, api dan badai, salju dan es, pohon-pohon, gunung-
gunung, binatang-binatang buas dan ternak diundang untuk memuji Allah. Pada bagian lain
Mazmur 96:1 menjelaskan bahwa seluruh bumi “menyanyi untuk Tuhan” (bnd. Maz. 97:1-6;
19:1).

Dalam dampingan Roh Kudus, manusia disadarkan untuk menerima pembaruan pemahaman
arti mandat ilahi untuk “menaklukkan dan menguasai” (Kej. 1:28) bumi dalam kaitannya
dengan perintah Tuhan Allah kepada manusia untuk “mengusahakan dan memulihkannya”
(Kej. 2:15), bukan membinasakan sekedar memuaskan kerakusan manusia.

Dapat dipahami bahwa kita telah mengerti betapa Allah mengasihi dunia dan segala isinya
(Yoh. 3:16). Selain itu juga Allah telah memberikan tanah anugerah dan tempat kerajaan
Allah di dunia ini agar manusia dapat bertemu dalam kasih Allah dan sesame manusia.
Sesungguhnya Allah terus memelihara dunia ini kendati manusia telah jatuh ke dalam dosa
dan senantiasa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Kesaksian
akibat-akibat dari usaha manusia untuk menguasai ciptaan Allah ternyata berakibat kepada
kehancuran seluruh ciptaan baik tanah, udara, air, ikan-ikan, hutan dan sebagainya.
Semuanya ini mengakibatkan penderitaan bagi ciptaannya antara lain : penyakit, penderitaan,
sampai kepada kematian. Sepanjang sejarah umat manusia telah mengalami ketegangan
antara hidup dalam hubungan dengan ciptaan dan usaha untuk menguasainya. Dorongan
untuk menguasai ciptaan telah mengakibatkan penghisapan sumber-sumber alam tanpa
perasaan, keterasingan tanah dari manusia yang juga mempunyai dampak buat kehancuran
kebudayaan/ peradaban manusia. Oleh sebab itu untuk tidak mengulangi lagi peristiwa yang
pernah terjadi berdasarkan sejarah Alkitab (peristiwa Nuh dan air bah), maka kepada manusia
diminta/ dituntut untuk menggunakan hak dan tanggung jawabnya sesuai dengan kehendak
Allah. Allah senantiasa menyelamatkan umat-Nya/ciptaan-Nya (II Kor. 5:19).

MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN HIDUP


Masalah-masalah lingkungan bukanlah suatu permasalahan yang baru. Permasalahan yang
terjadi pada lingkungan dikarenakan adanya suatu gangguan di dalam fungsi mata rantai
ekosistem, di mana gangguan itu melampaui kemampuan ekosistem untuk memulihkan diri
secara alami. Bila salah satu mata rantai siklus mengalami gangguan, maka komponen-
komponen yang lainnya pun akan mengalami gangguan pula. Untuk mengejar tingkat
kehidupan ekonomi kebanyakan negara di dunia mengambil kebijakan untuk mengurus
sumber alamnya tanpa memperhitungkan kelestariannya. Begitu juga kelompok masyarakat
yang ingin segera kaya dan berkuasa, cenderung mengambil jalan pintas menyikat dan
menghabiskan sumber alam, sehingga terancamlah keseimbangan lingkungan.

Bila kita perhatikan, maka kita melihat masalah-masalah lingkungan seperti :


- Polusi udara, air dan tanah
- Penggundulan hutam
- Pemakaian energi yang berlebihan
- Limbah industruu dan nuklir
- Pemakaian zat-zat kimia

Akibat-akibat dari masalah ini, maka terjadilah erosi tanah, punahnya tumbuh-tumbuhan dan
binatang, rusaknya hutan, timbulnya penyakit dan perusakan ciptaan.

Kurangnya kesadaran akan lingkungan yang diikuti oleh tingginya penggunaan kemasan
plastic dan kaleng yang tidak bisa membusuk ikut memperparah pencemaran lingkungan.

Keinginan untuk memacu produksi pertanian ditambah dengan kebijaksanaan untuk


memasarkan hasil produk pabrik-pabrik kimia telah mendorong penggunaan pestisida dan
racun-racun tanaman atau hama yang berlebihan sehingga mengancam kehidupan makhluk-
makhluk lainnya dan bahkan manusia sendiri dengan termecarnya air dan tanah.

Akibat tidak langsung dari penguasaan teknologi dan kemajuan yang dijanjikan teknologi,
manusia tergoda untuk mencapai lebih jauh dari pada yang mampu diserap oleh masyarakat.
Dalam hal ini, kita patut mencatat ketakutan dan ketidak pedulian akan akibat dan
pengembangan teknologi dan permanfaatannya, yang terlalu dipusatkan pemuasan keinginan
manusia tanpa memperdulikan sesamanya dan masyarakatnya. Bukankah sikap demikian
juga tidak memperdulikan Tuhannya?.

Keadaan ini menimbulkan krisis ketidakseimbangan yang dihadapi masyarakat dunia,


ketidakselarasan dalam habitat (tindakan) manusia dan ciptaan lainnya serta kelangsungan
hidup bagi generasi berikut, apalagi makhluk hidup yang lain. Acapkali masyarakat
(manusia) melaksanakan keputusan-keputusan yang bermanfaat memenuhi kebutuhan
seketika dan setempat tanpa mempertimbangkan akibatnya yang lebih jauh kepada seluruh
tatanan alam; seperti kasus penipisan ozon di angkasa (unsur udara yang diperlukan agar
pernapasan sehat) dan kepunahan flora dan fauna (tumbuh-tumbuhan dan binatang) akibat
penggunaan zat-zat kimia dan lain-lain. Oleh karena itu penting sekali segenap umat manusia
bersatu hati untuk mencegah pemanfaatan sewenang-wenang akan sumber alam. Serentak
dengan itu kita perlu melakukan tindakan-tindakan Bersama yang memperbaiki keutuhan
ciptaan agar kita benar-benar menjadi patner Tuhan untuk memuliakan atau menjaga alam.

SIKAP DAN TANGGUNG JAWAB ORANG KRISTEN TENTANG KEUTUHAN


CIPTAAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Mandat Allah kepada manusia di dalam Kejadian 1:28 adalah untuk menjaga, memelihara,
melindungi dan melestarikan alam semesta sebaik-bainya. Di dalam tugas ini terkandung arti
bahwa manusia berperan mengatur dan menata segala kehidupan alam semesta supaya
terdapat keharmonisan dan keselarasan secara bertanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab
manusia untuk memelihara dan mengelola ciptaan berhubungan dengan kesegambaran
manusia kepada Allah. Dengan kesegambaran ini manusia diangkat menjadi “mahkota
ciptaan”. Tugas sebagai mahkota ciptaan adalah mewujudkan integritasnya selaku ciptaan
yang bisa mencipta. Kesegambaran ini menunjukkan manusia sebagai teman Allah di dalam
memelihara dan menjaga keutuhan ciptaan, demi keseimbangan hidup ciptaan. Pemeliharaan
ciptaan tidak akan terjadi bila pemeliharaan hidup ciptaan tidak dilaksanakan.

Memelihara hidup berarti bertindak untuk keadilan dan Tindakan untuk keadilan akan
memunculkan ciptaan yang terpelihara. Sikap kita sebagai manusia yang diberi mandat untuk
menguasai alam ciptaan Allah, bukanlah sikap yang disertai kerakusan. Hanya ada satu di
bumi, manusia mempunyai peran yang sangat penting di bumi ini.

Manusia harus sadar bahwa kelanjutan hidupnya sangat tergantung pada sampai berapa jauh
ia ramah terhadap alam semesta. Barang kali ini harus merupakan sikap dasar dari manusia,
disamping upaya penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, keluarga berencana,
dan lain-lain. Lagi-lagi manusia kembali diingatkan untuk berhenti dari sikap egoism dan
egosentrisnya untuk mengeksploitasi, mendominasi dan memanipulasi alam.
Berdasarkan semuanya itu, maka manusia terpanggil untuk mampu :
- Lebih meningkatkan kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam
- Lebih meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan teknologi yang jitu dan tepat
sehingga tidak sampai membahayakan terhadap lingkungan manusia dan melesatarikan
lingkungannya

Disamping itu juga, ilmu-ilmu pengetahuan mengenai lingkungan alam harus dikembangkan.
Sekarang ini masih kurang diketahui tentnag proses lingkaran dan keseimbangan alam.
Penemuan-penemuan baru harus dikontrol, pertama-tama oleh para ilmuan sendiri agar tidak
menimbulkan gangguan bagi eksistensi alam. Kebebasan yang diberikan Allah kepada
manusia untuk mendayagunakan lingkungan alam, adalah kebebasan yang disertai sikap yang
bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara alam ciptaan beserta isinya (Kej. 2:15),
karena sejak awalnya Allah menciptakan suatu ekosistem yang baik, serasi, selaras dan
seimbang.

KESIMPULAN
Melestarikan suatu lingkungan berarti juga memperlakukan benda alam sedemikian rupa
sehingga ekosistem yang ada di dalamnya dapat dipertahankan dan tidak dirusak, baik flora
maupun faunanya, serta sumber-sumber daya alam yang ada di dalamnya. Semuanya itu
dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, namun haruslah
dijaga dan diusahakan untuk membebaninya dan memperbaharuinya secara terus-menerus.

Permasalahan ekologis atau pengrusakan lingkungan, berkenaan dengan sikap manusia itu
sendiri, dan pola interaksi manusia dengan alamnya. Manusia harus sadar bahwa kelanjutan
hidupnya sanga tergantung sejauh mana ia bersikap ramah dan bersahabat dengan alam
semesta alam. Untuk itu harus diupayakan suatu reboisasi, penghematan energi dan
sebagainya.

Prinsip orang Kristen harus disadari bahwa ala mini adalah milik Tuhan. Tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepada manusia harus dipertanggungjawabkan kepada khaliknya.
Dengan itu manusia dan makhluk lainnya mempunyai hak untuk hidup, dihormati, dilindungi
dan dipelihara serta dibenahi secara terus-menerus. Sehingga terjadi keutuhan ciptaan,
keadilan dan perdamaian manusia dengan alam tersebut. Manusia harus memperlihatkan
suatu sikap yang manis dan harmonis sebagai Tindakan iman. Hal itulah yang dituntut oleh
Allah Bapa Pencipta, bahwa manusia mau bersahabat dengan “sesame makhluk” sebagai
pendamaian manusia dengan alam.

Anda mungkin juga menyukai