D
I
S
U
S
U
N
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat,
taufiq dan hidayahnya sehingga kami dapat melaksanakan tugas agama ini dengan baik dan
tepat waktu. Seperti yang telah kita ketahui, kepedulian agama dan lingkungan dalam
masyarakat sangat penting bagi masyarakat sejak dini. Makalah ini harus mencakup kepada
semua masyarakat mengapa agama dan kesadaran lingkungan sangat diperlukan dan layak
untuk diketahui.
Tugas ini saya lakukan untuk merangkum anak-anak atau masyarakat untuk
kemajuan bangsa. Semoga makalah yang saya buat ini dapat meningkatkan kesadaran dan
memperluas serta meningkatkan pengetahuan kita tentang pentingnya kepedulian kepada
lingkungan. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dokumen ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
tugas makalah saya ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Agama dan lingkungan terkadang dipahami secara terpisah. Pemahaman ini telah
berkembang sejauh ini, itulah sebabnya agama umumnya tidak berkontribusi dengan baik
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlindungan lingkungan. Agama dan
lingkungan seringkali merupakan dua hal yang terpisah dan tidak memiliki hubungan,
namun keduanya saling mempunyai kaitan yang sangat erat antara agama dan lingkungan,
terutama dalam kontribusi agama dalam mempengaruhi perilaku, persepsi dan perilaku
manusia dalam melestarikan lingkungan sekitar.
Agama mengajarkan umat beragama dengan tulus untuk mengetahui dan memahami
pentingnya menjaga lingkungan setiap hari. Karena agama bisa mengajarkan manusia untuk
peduli terhadap lingkungan. Bahwa segala kerusakan alam dan lingkungan pada akhirnya
akan berdampak buruk bagi manusia itu sendiri. Sebagaimana terjemahan surat ar-Rum
mengatakan:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, Allah
menghendaki agar mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka sehingga
mereka berbalik ( jalan yang lurus)” (QS. Al-Rum: 1).
Secara umum ilmu agama dan lingkungan telah banyak dipelajari, Moehammad
Soerjani juga menyatakan bahwa secara umum penelitian tersebut ingin menunjukkan dan
menegaskan bahwa agama telah menempatkan nilai-nilai pada lingkungan. Namun,
sebagian besar studi ini fokus secara teoritis pada agama dan lingkungan dan tidak
dilengkapi dengan studi kasus atau studi lingkungan dan tidak menyertakan studi kasus atau
mengkomunikasikan asumsi dasar bahwa agama mempengaruhi lingkungan.
Demikian pula hasil penyelidikan Sajogya, yang memberikan perhatian khusus kepada
penduduk desa, lingkungan masyarakat desa dan tempat tinggal penduduk desa di Jawa.
Fokus penelitian ini tidak secara khusus pada hubungan antara agama dan lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud adalah hutan dan alam kehidupan manusia dalam masyarakat.
Kajian lingkungan juga ditulis atau dibahas oleh jurnalis Atmakusumah dalam tulisannya
pada jurnalisme, yakni jurnal yang mengangkat isu-isu lingkungan ke media dan membuat
majalah tentang isu-isu lingkungan dan pembangunan.
Pada saat yang sama, teori ini mencoba menggambarkan bagaimana hubungan antara
agama dengan kesadaran akan pelestarian lingkungan alam dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Hutan merupakan ekosistem penting dan bagian dari komponen yang menentukan
stabilitas alam. Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan luar biasa yang dapat
menginspirasi para pecinta alam, tentunya bukan hanya untuk hiburan, melainkan untuk
memahami makna keagungan kekuatan sang pencipta. Pepohonan di hutan berfungsi
sebagai penopang sekaligus penahan untuk menyerap air ke dalam tanah sehingga air tidak
mudah lepas yang dapat mengakibatkan banjir dan melanda masyarakat. Begitupun dengan
hewan, yaitu menambah kekayaan hutan menjadi lebih bermakna. Suasana ini seolah
memberi tahu manusia bahwa tidak hanya manusia yang diciptakan Tuhan di dunia ini,
tetapi juga hewan dan tumbuhan yang hidup dan tumbuh sesuai sunnah yang disampaikan.
Islam juga sangat menganjurkan konservasi sumber daya hewan. Dalam Islam,
terdapat beberapa konsep tentang konservasi sumber daya hewan. Pertama, selain untuk
keperluan konsumsi, rata-rata hewan yang memiliki populasi cukup besar diperbolehkan
makan dalam Islam, bukan hewan langka yang populasinya hanya sedikit. Kedua, Syariah
juga tidak mengizinkan penyalahgunaan hewan. Ketiga, Islam menganjurkan untuk
memelihara hewan dengan memberi mereka kebebasan hidup atau menyediakan
kebutuhan hidup bagi hewan ketika hewan tersebut dalam perawatan pemiliknya. Keempat,
dalam aturan tentang pembunuhan hewan, Islam hanya mengutamakan hewan yang
tergolong hewan berbahaya (alfawasiq al-khams) dan hewan sejenis, yaitu hewan yang
berbahaya, hewan yang mengganggu atau menyerang manusia.
Sama halnya dengan masalah lingkungan yang berkaitan dengan sampah. Di daerah
pedesaan, pengelolaan sampah relatif mudah ditangani, tetapi kecerobohan dan budaya
membuang sampah sembarangan telah membuat masalah ini serius dengan implikasi
jangka panjang bagi kesehatan masyarakat. Masalah lingkungan selalu didasarkan pada nilai
keuntungan yang dihasilkan untuk kepentingan manusia, bukan pada nilai keuntungan
lingkungan itu sendiri. Akibatnya, masalah lingkungan yang tidak bermanfaat bagi manusia
diabaikan. Dengan demikian, ekologi antroposentrisme adalah ekologi yang arogan dan
kikuk, bukan ekologi yang santun dan sempurna dengan manusia. Pendekatan
antroposentris ekologi mengacu pada keyakinan sosial masyarakat lingkungan bahwa
manusia adalah makhluk elit, manusia adalah makhluk istimewa. Jadi, selain manusia tuhan
juga menciptakan dan menyediakan organisme untuk kepentingan dan kebutuhan manusia.
Dalam konsep Islam, Al-Qur'an menyajikan lingkungan dengan cara yang berbeda.
Diantaranya adalah al-bi'ah (wilayah hunian, ruang hidup dan lingkungan), yaitu lingkungan
sebagai tempat tinggal, terutama bagi spesies manusia. Ekologi tampaknya merupakan
penggunaan makna lingkungan sebagai habitat, yang secara umum dipahami sebagai
lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar organisme. Jadi, ketika Al-Qur'an
memperkenalkan lingkungan ke tempat tinggal melalui al-bi'ah, dapat dikatakan bahwa
meskipun Al-Qur'an sebenarnya ada jauh sebelum munculnya teori ekologi modern.
Deskripsi lingkungan dengan ungkapan “berdiam di ruang" (al-bi'ah) sudah mapan dalam
teori ekologi lingkungan modern.
Ulama islam kontemporer Yusuf al-Qardawi telah mengungkapkan pendapatnya
tentang hubungan antara Islam dan lingkungan dalam beberapa fatwa dan tulisan.
Menurutnya, ada beberapa teori dalam Islam yang dapat dikaitkan dengan perlindungan
lingkungan, antara lain teori al-istishlah (manfaat), pendekatan Lima Tujuan Dasar
(maqashid al-syari'ah) dan Sunnah. Rasulullah.
Al- Istishlah
Islam telah menetapkan dalam Al-Qur'an bahwa keadaan alam yang seimbang dan
dinamis tidak dapat dirusak karena Allah telah memberikan manusia keadaan yang baik,
sehingga jelas bahwa Islam mengatur lingkungan dan memiliki hubungan yang kuat. Al-
istishlah menguntungkan orang, yang merupakan salah satu syarat mutlak ketika
mempertimbangkan perlindungan lingkungan. Pandangan Islam tentang lingkungan
melibatkan upaya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Kepentingan tersebut tidak
hanya untuk hari ini tetapi juga untuk kepentingan masa depan.
Makna ayat di atas adalah janganlah kamu menuruti perintah atasan dan atasanmu
yang selalu mengajakmu untuk menyelinap, beriman dan berperang melawan kebenaran.
Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkan kondisi bumi dan ekosistem
yang rusak. Bahkan jika faktor pendukungnya hancur, pemulihannya akan mengarah pada
ekosistem yang berbeda. Misalnya, jika suatu ekosistem hutan telah ditebangi secara
ekstensif, kawasan-kawasan tertentu harus dicadangkan sebagai ekosistem yang utuh.
Ekosistem cagar terletak dekat dengan lokasi kawasan yang dieksploitasi karena
dapat berperan sebagai pemasok alam, yaitu nutrisi yang terbawa angin, spora dan biji,
serangga, burung dan hewan penyebar biji lainnya. Kondisi demikian diharapkan dapat
menetralisir ekosistem secara alami jika terjadi suksesi dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama. Di sisi lain, ketika deforestasi dilakukan terus-menerus di luar kemampuan
ekosistem yang ada untuk memulihkannya, transisi dan pertukaran ekosistem terbalik
sepenuhnya. Contoh perubahan akibat eksploitasi bruto tersebut adalah banyaknya lahan
terlantar yang menjadi tidak produktif dan tidak subur lagi.
Menurut Yusuf Qardawi dalam bukunya Ri'ayah al-Bi'ah fi Syari'ah al-Islam (2001)
menjelaskan bahwa ada hubungan penting antara agama dan lingkungan. Agama dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam menjaga kualitas lingkungan alam.
Dijelaskannya, melestarikan lingkungan sama dengan melestarikan lima tujuan dasar
(maqashid al-syari'ah) Islam. Oleh karena itu, melestarikan lingkungan sama dengan
maqashid al-syari'ah. Aturan ushul fiqh mengatakan, ma la Yatim al-wajib illa bihi fawuha
wajibyun (sesuatu yang mengandung kewajiban, maka sesuatu itu wajib).
Beliau menambahkan bahwa ada lima alasan mengapa menjaga lingkungan adalah
kewajiban setiap Muslim. Pertama, rekonstruksi makna khilafah. Al-Qur'an menegaskan
bahwa menjadi khalifah di muka bumi tidak berarti kehancuran dan pertumpahan darah.
Namun membangun kehidupan yang damai, sejahtera dan penuh keadilan. Jadi orang yang
berbuat jahat di negeri ini otomatis melanggar kualitas orang seperti khalifah. Meski alam
diciptakan untuk kepentingan manusia, namun tidak boleh digunakan sembarangan.
Dengan demikian, merusak alam adalah bentuk mengingkari ayat-ayat Allah dan dijauhkan
dari rahmat-Nya.
Oleh karena itu, gagasan bahwa orang-orang seperti khalifah dapat melakukan
apapun yang mereka inginkan dengan lingkungan di sekitar mereka memiliki dukungan
teologis yang mutlak. Padahal, segala bentuk eksploitasi dan perusakan alam adalah
kejahatan serius.
Ketiga, tidak lengkap iman seseorang jika tidak menjaga lingkungan. Iman seseorang
tidak hanya diukur dari banyaknya ibadah. Tetapi juga sangat penting untuk kesempurnaan
iman untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa pemahaman yang sia-sia tentang alam
adalah posisi orang-orang yang tidak percaya. Selain itu, bahkan sampai pada perusakan
alam. Kata kafir tidak hanya merujuk pada orang yang tidak beriman kepada Tuhan, tetapi
juga tidak beriman terhadap segala nikmat yang diberikan kepada manusia, termasuk
keberadaan alam semesta ini. Allah berfirman: “Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu
berfirman.” Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (pelayanan-Ku)
kepadamu, dan jika kamu menolak (pelayanan-Ku), maka azab-Ku sungguh pedih. . " (QS.
Ibrahim: 7).
Menurut Yusuf Qardawi, larangan menebang pohon sudah ada sejak zaman Nabi,
dimulai dengan larangan menebang pohon sidrah yang dikenal dengan nama al-sidr. Pohon
ini tumbuh di gurun, tahan terhadap panas matahari dan tidak membutuhkan air. Ancaman
neraka bagi orang yang menebang pohon sidrah menunjukkan perlunya menjaga
lingkungan.
Islam juga turut serta dalam pelestarian jenis-jenis makhluk hidup dan
kepunahannya, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur'an terjemahan Al-An'am pada ayat 38:
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. (QS. al-An’am: 38).
Ayat ini berarti bahwa ada kesamaan antara kelompok hewan dan serangga. Tetapi
kesamaan yang dimaksud di sini tidak berarti kesamaan dalam segala hal. Kesetaraan tidak
harus sama persis dengan kesetaraan dalam segala hal, tetapi hanya dalam hal-hal tertentu.
Aspek ini adalah adanya kesetaraan dimana setiap orang memiliki kebangsaannya masing-
masing untuk dihormati. Selama ia adalah bagian dari suatu kelompok mahkluk hidup maka
tidak boleh membuatnya punah.
2. Faktor Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana masyarakat tidak dapat melakukan segala
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan minimum. Kemiskinan merupakan salah satu
masalah yang paling berpengaruh dalam munculnya masalah sosial. Masyarakat
berpenghasilan rendah bingung dengan kebutuhan keluarganya, jadi bagaimana
mereka bisa berpikir untuk menjaga lingkungan. Di saat kelaparan dan kebutuhan
mendesak, orang hanya bisa memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan,
sementara lingkungan tidak bisa dipahami.
3. Faktor Kemanusiaan
Kemanusiaan adalah fitrah manusia sebagai pengatur alam. Sifat manusia ingin
menguasai lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini karena
manusia tidak berpedoman pada agama, tetapi agama telah mengatur sikap manusia
terhadap alam. Jadi agama harus mampu mengubah orang yang merusak lingkungan
menjadi orang yang peduli lingkungan.
Belum lagi kondisi lingkungan yang sangat buruk, yaitu keadaan toilet umum yang
sangat kotor dan tampak tidak layak pakai. Bahkan, dalam wawancara dengan pejabat
PNPM Mandir Elli Zalianana, dikatakan bahwa toilet dan kamar kecil adalah fasilitas umum
yang baru dibangun tahun ini dengan bantuan BKPG (Bantuan Keuangan Pemakmue
Gampong) PNPM Mandir. Namun karena tidak adanya kesadaran di antara warga akan sikap
saling menjaga, maka kerusakan dan kotoran seperti itu akan terjadi.
Hal tersebut karena kesadaran lingkungan mesti diajarkan dalam materi keagamaan
dan kegiatan keagamaan yang dipraktikkan di masyarakat. Tengku Imum meunasah, desa
Meunasah Lhee, berdasarkan observasi dan wawancaranya, ia menyatakan bahwa fungsi
keagamaan seperti pengajian dan sholat berjamaah selalu berjalan dengan baik di desa ini.
Setelah sholat maghrib saya terkadang memberikan ceramah singkat. Dalam kuliah saya,
saya hanya menjelaskan bagaimana cara beribadah yang benar, menyucikan diri dan
bersedekah. Dan ada banyak orang tua di desa ini yang terus bertanya tentang taharahi.
Hanya tentang ibadah fiqh dan aqidah tanpa ada pembahasan tentang lingkungan. Jadi bisa
dikatakan bahwa manusia yang paham tentang fiqh dan aqidah belum tentu paham dan
kurangnya kesadaran mereka tentang menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya.
Kesimpulan
Dari uraian dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
agama dan lingkungan hidup satu tidak terpisahkan. Karena di dalam konsep Islam,
lingkungan hidup diperkenalkan oleh al-Quran dengan beragam macam. Di antaranya
adalah al-bi’ah (menempati wilayah, ruang kehidupan dan lingkungan) yaitu lingkungan
sebagai ruang kehidupan khususnya bagi spesies manusia. Islam menempatkan ekosistem
hutan sebagai wilayah bebas (al-mubahat) dengan status bumi mati (al-mawat) dalam
hutan-hutan liar, serta berstatus bumi pinggiran (marafiq al-balad) dalam hutan yang secara
geografis berada di sekitar wilayah pemukiman. Bahkan menurut Yusuf al-Qardhawi,
terdapat beberapa teori dalam agama Islam yang dapat dikaitkan dengan pemeliharaan
lingkungan hidup diantaranya yaitu teori al-istishlah (kemaslahatan), Pendekatan lima
tujuan dasar Islam (maqashid al-syari’ah) dan Sunnah dari Rasullullah Saw.
Hal ini juga dikarenakan oleh kegiatan sosial keagamaan yang dilakukan oleh
masyarakat tidak pernah mengandung materi kajian lingkungan hidup alam untuk
masyarakat. Akibatnya pemahaman yang berkembang di kalangan masyarakat selama ini
kurang terhadap agama dan lingkungan dipandang sebagai dua hal yang terpisahkan dan
tidak saling memberikan kontribusi yang memadai. Agama hanya dianggap sebagai kajian
fiqih, ibadah, haji, tajhiz mayat, nikah, mawaris dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan
dianggap sebagai kajian ilmiah alamiah dan merupakan pekerjaan dunia.
Sajogyo. Ekologi Pedesaan Sebuah Bunga Rampai ( Jakarta: Rajawali, 1999 ), 87.
Fachruddin, Konservasi Alam Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),
Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir ( Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), 607.
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/fiqih-lingkungan/ diakses
pada tanggal 2 Maret 2013.
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/fiqih-lingkungan/ diakses
tanggal 25 Mei 2014.
Yusuf Qardhawi. As-Sunnah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1998), 177.
Yusuf Qardhawi, Sunnah Rasul Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban ( Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), 261.
Fachruddin M. Mangunjaya. Hidup Harmonis dengan Alam (Jakarta : Obor Indonesia, 2006),
83.
Wawancara dengan Teungku Abu Bakar (60 tahun) Teungku Imum desa Meunasah Lhee,
Tanggal 24 Januari 2013.