Kelompok 11
NIP : 199208032020122024
Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kelompok penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah “Akhlak Kepada Lingkungan” sebagai mana
mestinya. Tak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih terhadap
pihak-pihak yang turut ikut andil dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis
sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan
kekurangan dalam segi penyusunan dan sistematika penulisan yang baik dan
benar oleh karena itu penulis selaku penyusun sangat berharap banyak
terhadap para pembaca agar memberi saran dan masukkan sehingga penulis
bisa menyempurnakan kekurangan tersebut. Semoga makalah yang penulis
susun ini bermanfaat bagi kita semua terutama terhadap penulis.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kelompok 11
Akhlak mempunyai kedudukan yang
tinggi dan istimewa dalam Islam.
Rasulullah saw. menempatkan
penyempurnaan akhlak yang mulia
sebagai misi pokok ajaran Islam.
Akhlak merupakan perangai atau
perilaku yang diwujudkan dengan
tuntutan dan dorongan dari hati. Meskipun akhlak sudah dimiliki setiap
manusia dari lahir, akan tetapi akhlak juga harus dibentuk. Akhlak yang baik
merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara
manusia dengan sesamanya maupun lingkungannya. Sehingga orang- orang
yang mampu mewujudkan hubungan baik tersebut adalah orang-orang yang
ruhnya bersih, yang konsisten menunaikan segala perintah, dan menjauhi
segala larangan Allah Swt. Agama Islam selain mengatur hubungan dengan
Allah (hablum minallah) dan mengatur hubungan sesama manusia (hablum
minannas), juga mengatur hubungan dengan alam dan lingkungan hidup
(hablum minal’alam). Hubungan dengan Allah yaitu melalui ibadah berupa
sholat, puasa, haji dan lainnya. Hubungan dengan manusia dijalin melalui
ibadah sosial berupa zakat, infak, sedekah dan lainnya. Sedangkan
hubungan dengan lingkungan hidup diwujudkan dengan memelihara
kelestarian lingkungan hidup dalam berbagai aspeknya. Pada dasarnya,
akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan.
Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan, dan
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Alasan
Nabi Adam as. diturunkan Allah Swt. ke dunia, tidak lain dan tidak bukan
adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi serta mengatur dan mengurusi
dunia yang pada saat itu belum tertata dan masih liar. Seiring berjalannya
waktu, tak bisa dipungkiri bahwa manusia sangat bergantung pada
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk bernafas, tempat
tinggal, makanan dan lain-lain. Maka kelestarian lingkungan dibutuhkan
untuk terciptanya kehidupan manusia yang damai, tenteram dan nyaman
tinggal di bumi. Akan tetapi, tidak sedikit manusia yang merasa bahwa
dirinya khalifah di muka bumi kemudian berbuat semena-mena sehingga
tejadi kerusakan di muka bumi ini. Padahal, jika lingkungan hidup dirusak,
maka akan berakibat kepada manusia itu sendiri, hanya saja mereka belum
merasakannya. Sebenarnya, alam tidak membutuhkan manusia. Alam dapat
hidup meskipun tak ada manusia. Akan tetapi, manusia lah yang
membutuhkan alam. Manusia tak akan bisa hidup bila tak ada lingkungan.
Ilmu Akhlak dengan judul “Akhlak Terhadap Lingkungan (Hablum
Minal’alam)” untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita
mengenai akhlak sebagai manusia terhadap lingkungannya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. kemudian berbuat semena-
mena sehingga tejadi kerusakan di muka bumi ini. Padahal, jika
lingkungan hidup dirusak, maka akan berakibat kepada manusia itu sendiri,
hanya saja mereka belum merasakannya. Sebenarnya, alam tidak
membutuhkan manusia. Alam dapat hidup meskipun tak ada manusia. Akan
tetapi, manusia lah yang membutuhkan alam. Manusia tak akan bisa hidup
bila tak ada lingkungan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami
membuat makalah tentang Ilmu Akhlak dengan judul “Akhlak Terhadap
Lingkungan (Hablum Minal’alam)” untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan kita mengenai akhlak sebagai manusia terhadap
lingkungannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang
.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji pada makalah ini
adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari akhlak terhadap lingkungan (Hablum Minal’alam)?
2. Apa urgensi berakhlak terhadap lingkungan?
3. Bagaimana bentuk akhlak yang baik terhadap lingkungan?
4. Bagaimana keprihatinan islam terhadap masalah lingkungan?
5. Bagaimana cara menyikapi bencana alam?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai
pada
makalah ini yaitu untuk:
1. Menjelaskan pengertian akhlak terhadap lingkungan (Hablum
Minal’alam),
2. Menjelaskan urgensi berakhlak terhadap lingkungan,
3. Menjelaskan bentuk akhlak yang baik terhadap lingkungan,
4. Menjelaskan keprihatinan islam terhadap masalah lingkungan, dan
5. Menjelaskan cara menyikapi bencana alam.
BAB II
PEMBAHASAN
َو اَل ُتْفِس ُد ْو ا ِفى اَاْلْر ِض َبْع َد ِاْص اَل ِح َها َو اْد ُع ْو ُه
َخ ْو ًفا َّو َطَم ًع ۗا ِاَّن َر ْح َم َت ِهّٰللا َقِر ْيٌب ِّم َن اْلُم ْح ِس ِنْيَن
Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Demikian janji Allah
dalam mengajarkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa menjaga dan
melestarikan lingkungan, bukan justru merusak atau hanya sekadar
memanfaatkannya saja. Rahmat Allah adalah balasan terbaik bagi mereka
yang melaksanakannya. Salah satunya melakukan konservasi alam, yaitu
perlindungan dan pemeliharaan alam secara teratur untuk mencegah
kerusakan dan kemusnahan dengan jalan pelestarian. Pelestarian tersebut di
antaranya melalui pendekatan agama. Pentingnya berakhlak kepada
lingkungan dikarenakan oleh kehidupan dunia sebagai modal kehidupan
sesudahnya mestilah diarungi dengan baik tanpa cela. Karena akhlak
merupakan segala tindakan dalam kehidupan baik hubungan dengan Allah,
diri sendiri, dengan manusia lain, ataupun hubungan dengan alam. Oleh
karenanya, berbuat kerusakan di atas dunia, termasuk merusak lingkungan
adalah perbuatan tercela. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ruum
ayat 41 yang berbunyi:
َظ َهَر اْلَف َس اُد ِفى اْلَب ِّر َو اْل َب ْح ِر ِبَم ا َك َسَب ْت َاْيِدى الَّن اِس ِلُيِذ ْي َقُهْم َب ْع َض
41 اَّلِذ ْي َعِم ُلْو ا َلَع َّلُه ْم َي ْر ِج ُعْو َن
َو ِإَذ ا ِقيَل َلُهْم اَل ُتْفِس ُدوا ِفي األْر ِض َقاُلوا ِإَّنَم ا َنْح ُن ُم ْص ِلُح وَن
) َأال ِإَّنُهْم ُهُم اْلُم ْفِس ُدوَن َو َلِكْن اَل َيْش ُعُر وَن11(
Oleh karena itu, orang-orang yang suka melakukan kerusakan di muka harus
diwaspadai, Allah Swt berfirman : dalam QS. Al-Baqarah ayat 205 :
Agar lingkungan hidup yang kita diami tetap asri dan lestari, maka kaum
muslimin sangat dianjurkan untuk menanam pohon, dengan adanya pohon,
apalagi pohon yang besar, manusia akan memperoleh keuntungan seperti
penghijauan, air hujan bisa menyerap lebih banyak ke dalam tanah sebagai
cadangan air, udara tidak terlalu panas, buah yang dihasilkan serta kayu
yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Anjuran
menanam pohon ini terdapat dalam hadits Nabi Saw: Jika hari kiamat
datang dan pada tangan seseorang diantara kamu terdapat sebuah bibit
tanaman, jika ia mampu menanamnya sebelum datangnya kiamat itu, maka
hendaklah ia menanamnya (HR. Ahmad dan Bukhari)
Lingkungan hidup yang bersih, indah dan nyaman merupakan dambaan bagi
setiap orang, karena itu harus dicegah adanya usaha untuk mengotori
lingkungan, karena itu Rasulullah Saw melarang siapapun untuk membuang
air di jalan, tempat bernaung maupun dekat sumber air, Rasulullah Saw
bersabda: Takutlah kepada dua hal yang dilaknati. Mereka (sahabat)
bertanya: Apakah dua hal yang dilaknati itu, ya Rasulullah?. Rasulullah Saw
menjawab: Orang yang membuang hajat di jalan umum atau di bawah
pohon tempat orang berteduh (HR. Muslim)
Ketika para sahabat telah menanam pohon kurma, mereka ingin agar pohon
itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang banyak, tapi mereka
agak bingung bagaimana harus mengurusnya, karenanya mereka bertanya
kepada Nabi tentang hal itu, namun Nabi menjawab: “Kamu lebih tahu
tentang urusan duniamu”. Kisah di atas menunjukkan bahwa pohon yang
sudah ditanam harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, namun teknisnya
diserahkan kepada masing-masing orang sesuai dengan perkembangannya.
Dalam kaitan dengan memelihara tanaman, penebangan pohon pun sedapat
mungkin dihindari, kecuali bila hal itu memang sangat diperlukan, itupun
bila tidak menganggu lingkungan, ini berarti harus sesuai dengan izin Allah
Swt meskipun dalam keadaan perang, Allah Swt berfirman dalam QS. Al
Hasyr ayat 5 :
َم ا َقَطْع ُتْم ِّم ْن ِّلْيَنٍة َاْو َتَر ْك ُتُم ْو َها َقۤا ِٕىَم ًة َع ٰٓلى ُاُص ْو ِلَها
َفِبِاْذ ِن ِهّٰللا َو ِلُيْخ ِز َي اْلٰف ِس ِقْيَن
Artinya : “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang kafir)
atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua
itu) adalah 10 dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan
kehinaan kepada orang-orang fasik”
َّٰن
َو ُهَو ٱَّلِذ ٓى َأنَش َأ َج ٍت َّم ْعُروَٰش ٍت َو َغْيَر َم ْعُروَٰش ٍت َو ٱلَّنْخ َل
َۚو ٱلَّز ْر َع ُم ْخ َتِلًفا ُأُك ُل ۥُه َو ٱلَّز ْيُتوَن َو ٱلُّر َّم اَن ُم َتَٰش ِبًها َو َغْيَر ُم َتَٰش ِبٍه
ۚ ُك ُلو۟ا ِم ن َثَم ِرِهٓۦ ِإَذ ٓا َأْثَم َر َو َء اُتو۟ا َح َّق ۥُه َيْو َم َح َص اِدِهۦۖ َو اَل ُتْس ِر ُفٓو ۟ا
ِإَّن ۥُه اَل ُيِح ُّب ٱْلُم ْس ِر ِفيَن
Artinya : “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-
macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan
tidak sama rasanya. Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu)
bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dari memetik hasilnya (zakat); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.”
Hal yang juga amat penting untuk mendapat perhatian kita adalah
menggunakan air secara hemat, karenanya wudhu itu masing-masing
dilakukan maksimal tiga kali, meskipun wudhu pada air yang banyak,
bahkan wudhu di sungai sekalipun, karenanya Rasulullah berwudhu hanya
menggunakan sedikit air, hal ini tergambar dalam hadits: Rasulullah Saw
berwudhu, dengan satu mud air (HR. Abu Daud dan Nasa’I). Datang
seorang Badui kepada Nabi Saw, kemudian bertanya kepada beliau tentang
wudhu, maka Nabi Saw memperlihatkan padanya tiga kali, tiga kali, lalu
sabda: “Inilah wudhu, siapa yang lebih berarti telah berbuat keburukan dan
kezaliman (HR. Nasa’I, Ahmad dan Ibnu Majah).
a) Pemananasan Global
Badai tornado, dan gelombang laut raksasa kini makin sering muncul di
bumi. Penduduk kota pantai di Amerika dan Eropa kini dilanda kecemasan.
Indonesia juga tidak luput dari berbagai bencana alam yang muncul akibat
adanya global warming tersebut. Pesawat penumpang hancur diterjang badai
seperti pesawat Adam Air, kapal laut tenggelam karena tak sanggup
menghadapi terjangan ombak besar, dan orang di darat ketakutan karena
menghadapi topan yang sering menghantam rumah-rumah mereka. Semua
fenomena ini merupakan reaksi alam atas terjadinya pemanasan global
Manusia di bumi harus membiasakan diri menghadapi perubahan iklim yang
ekstrem dan menghadapi bencana alam yang muncul dari atmosfer bumi.
Berdasarkan berbagai studi menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir
kenaikan air laut makin cepat. Jika kenaikan air terus berlangsung, maka
sejumlah negara kecil di Pasifik dan Atlantik akan tenggelam. Ribuan kota
pantai di Asia, Eropa, dan Amerika akan terendam air laut. Kondisi ini besar
kemungkinan tidak akan kembali seperti semula. Penyebabnya antara lain
adalah industrialisasi yang tampaknya, dua abad industrialisasi telah
merusak keseimbangan kimiawi dan fisika atmosfer bumi. Miliaran ton
CO2 dari pembakaran batu bara, migas kayu dan berjuta ton gas methan
akibat eksplorasi gas bumi atau mengudara di atas tanah persawahan di Asia
telah mengubah lapisan udara menjadi perangkap panas. Sebuah perangkap
raksasa yang berfungsi seperti `rumah kaca` menyekap sinar matahari
dengan akibat peningkatan suhu bumi. Efek rumah kaca ini akan bertambah
akibat penggunaan gas di seluruh dunia. Penipisan lapisan ozon secara
radikal berpeluang mengakibatkan terkoyaknya lapisan ozon. Lapisan ozon
merupakan lapisan yang mampu menyerap dan menghalangi radiasi
matahari yang paling radikal, yaitu sinar ultra violet. sinar ultra violet
merupakan sinar yang sangat berbahaya dan membahayakan bagi penghuni
bumi. Permasalahan tersebut ide dasarnya dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu “jika langit terbelah” dan `jika langit menjadi lemah`. ide dasar
pertama mengandung nilai substansial fenomena terjadinya pemanasan
global yang ditandai antara lain dengan terkoyaknya lapisan ozon. Hanya
saja penyebab lebih lengkap memang belum terlihat. Oleh karena itu,
informasi lebih detail tentang penyebab terjadinya pemanasan global yang
bersifat antropogenik perlu bantuan disiplin ekologi. Secara ekologis,
penyebab terjadinya pemanasan global antara lain karena terjadinya
konsentrasi atau penumpukan karbon dioksida, metana, nitrat, ozon dan
CFC. Oleh sebab itu, insan beriman wajib mengemilir terjadinya konsentrasi
gas-gas rumah kaca tersebut. Adapun secara teknis yang harus dilakukan
adalah hemat energi, eliminasi emisi CO2, nitrat, metana dan CFC,
sedangkan ide dasar kedua mengandung nilai ekologis Islam bahwa jika
terjadi pemanasan gelobal, langit terbelah, maka fungsi ekologis langit akan
menurun bahkan jika penurunan tersebut secara radikal, maka terjadilah
kiamat.
ۤا
ُز ِّيَن ِللَّناِس ُحُّب الَّش َهٰو ِت ِم َن الِّنَس ِء َو اْلَبِنْيَن َو اْلَقَناِط ْيِر
اْلُم َقْنَطَرِة ِم َن الَّذ َهِب َو اْلِفَّض ِة َو اْلَخْيِل اْلُمَس َّو َم ِة َو اَاْلْنَع اِم
14 َو اْلَح ْر ِثۗ ٰذ ِلَك َم َتاُع اْلَح ٰي وِة الُّد ْنَياۗ َو ُهّٰللا ِع ْنَد ٗه ُح ْسُن اْلَم ٰا ِب
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia diberi potensi hawa nafsu
untuk mendapatkan rasa cinta kepada wanita cantik, ingin memiliki harta
Benda yang banyak seperti emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah),
binatang ternak dan sawah ladang. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan semuanya itu, walaupun dengan berbagai cara, tidak peduli
apakah cara yang digunakan itu merusak alam dan lingkungan atau tidak
yang penting bagi dirinya bahwa tujuan itu tercapai. Maka dari sinilah awal
mula proses terjadinya kerusakan alam yang mengakibatkan bencana yang
sangat dasyat di negeri ini. Islam memandang bahwa segala musibah yang
terjadi di alam ini akibat perbuatan manusia itu sendiri. Seperti dalam
firman Allah Swt QS. Ar-Rum ayat 41 :
َظَهَر ٱْلَفَس اُد ِفى ٱْلَبِّر َو ٱْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ى ٱلَّناِس ِلُيِذ يَقُهم
َبْع َض ٱَّلِذ ى َع ِم ُلو۟ا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعوَن
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa musibah yang terjadi baik di daratan
maupun di lautan akibat ulah manusia yang mengumbar hawa nafsunya
untuk kepentingan dirinya. Dan musibah sengaja Allah Swt. timpahkan
kepada manusia agar manusia kembali ke jalan Tuhannya yakni jalan yang
benar. Bila mempergunakan lingkungan hidup di jalan yang dimurkai Allah
Swt., misalnya membiarkan bumi (tanah) dan berbagai macam kemaksiatan
tumbuh subur di negeri ini, para pemimpin negara banyak yang korupsi,
kaum muda-mudi tidak risih memamerkan auratnya di depan umum,
tayangan TV penuh dengan pornografi dan pornoaksi, maka jangan heran
bila bencana silih berganti, sebagai peringatan dari Allah Swt. na’udzu
billah min dzalik.
Manusia di muka bumi ini adalah khalififah, yang diberi kemampuan oleh
Allah untuk mengelola, merawat dan mendaya gunakan dengan sebaik-
baiknya, apabila manusia sebagai khalifah tak mumpu mengelolanya dengan
baik maka akan munculah musibah- musibah dari hukum alam ini yang
susah sekali untuk mengelakkannya, sekedar contoh apabila manusia
membabat habis hutan maka yang terjadi adalah banjir besar yang bisa
meluluh lantakan orang yang tak bersalah sekalipun. Bencana seperti ini
adalah merupakan ujian bagi kita semua, karena musibah ini telah menimpa
tidak saja bagi orang yang berdosa tapi juga bagi orang yang beriman.
Mereka menanggung penderitaan yang sama, marilah kita menghindarkan
anggapan bahwa ini merupakan azab atas dosa-dosa yang diperbuat oleh
para korban sendiri., disaat kita menganggap ini azab, maka bagi korban
yang menderita akan mendapatkan kesusahan dua kali, pertama musibah itu
sediri dan yang kedua adalah suudlon kita, tentunya ungkapan- ungkapan itu
akan menyudutkan bagi yang terkena musibah.
Cara kerja azab Tuhan di dalam Alquran hanya menimpa kaum yang
durhaka dan tidak menimpa atau mencederai orang-orang yang shaleh dan
taat pada Tuhan. Sedangkan cara kerja mushibah dan bala tidak
membedakan satu sama lainnya. Seperti sabda Rasulullah SAW, ''Siapa
yang akan diberi limpahan kebaikan dari Allah, maka diberi ujian terlebih
dahulu.'' (HR Bukhari Muslim). Semua ujian haruslah kita hadapi dengan
kesabaran,karena kesabaran adalah sebuah tanda lulusnya sebuah ujian,
seperti pada sebuah hadis : ''Sungguh menakjubkan perkara orang yang
beriman seluruh perkaranya menjadi baik. Ketika ditimpa musibah dia
bersabar, itu membawa kebaikan baginya.
Dan ketika mendapatkan nikmat dia bersyukur dan itu membawa kebaikan
baginya.'' (Al-Hadis). Bahwa seberat apapun ujian yang berupa musibah
alam raya ini, kita yakin Allah pasti sudah proprosional dalam mengujinya
dan tidak akan melebihi dari kesanggupan dalam menjalaninya bagi orang
yang tertimpa
اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًسا ِااَّل ُو ْس َعَهاۗ َلَها َم ا َك َسَبْت َو َع َلْيَها َم ا اْك َتَسَبْت
ۗ َر َّبَنا اَل ُتَؤ اِخ ْذ َنٓا ِاْن َّنِس ْيَنٓا َاْو َاْخ َطْأَناۚ َر َّبَنا َو اَل َتْح ِم ْل َع َلْيَنٓا
ِاْص ًرا َك َم ا َح َم ْلَتٗه َع َلى اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلَناۚ َر َّبَنا َو اَل ُتَح ِّم ْلَنا َم ا اَل
َطاَقَة َلَنا ِبٖۚه َو اْعُف َع َّنۗا َو اْغ ِفْر َلَنۗا َو اْر َح ْم َناۗ َاْنَت َم ْو ٰل ىَنا
286 ࣖ َفاْنُصْر َنا َع َلى اْلَقْو ِم اْلٰك ِفِرْيَن
Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.
Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah
pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS.
Al-Baqarah (2) : 286).
Apapun bentuk musibah yang di derita oleh seorang muslim, baik itu berupa
kesususahan, penderitaan maupun penyakit, Allah akan menghapus
sebagian kesalahan dan dosa, dengan demikian derajat para korban bencana
akan mulia, bagi yang meninggal dunia dia akan mati syahid dan bagi yang
masih hidup tentunya dengan kesabaran atas penderitaan itu Allah akan
hapus sebagian kesalahan dan dosa dosanya. Bagi kita yang tidak secara
langsung mengalami musibah itu, hendaknya kita jadi peristiwa itu sebagai
momentum untuk menyaksikan kebesaran dan keagungan Allah, sehingga
akan menguatkan iman kita pada sang pencipta alam semesta. Marilah kita
bayangkan apabila musibah itu menimpa diri kita sendiri, keluarga kita, atau
temen-teman kita, tentunya kita akan menderita dan susah menjalani cobaan
besar ini. Maka marilah kita bantu para korban bencana semaksimal
mungkin karena sekecil apapun bantuan itu akan sangat berharga sekali bagi
kehidupan para korban yang masih hidup. Kita berharap musibah ini akan
membawa kebaikan-kebaikan dalam ridlo Allah. Kita semua berduka atas
musibah ini. Kita semua harus mohon ampun atas semua dosa. Namun, kita
tidak boleh mengeluh dan bersedih berkepanjangan serta kehilangan
harapan pada Tuhan Sembari bertobat dan mohon petunjuk Tuhan, mari kita
baca hikmah dan pembelajaran dari musibah ini. Jalan terbaik menyikapi
musibah adalah kita pasrahkan diri kita kepada Allah SWT dengan sikap
tawakkal dan tawaddhu’ serta bersabar. Mudah-mudahan banyak hikmah
yang bisa kita petik dan ambil pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini.
Islam tidak memandang musibah itu adalah bentuk murkanya Allah, tapi
adalah teguran kepada umat- Nya, cobaan bagi orang-orang yang beriman
dan pelajaran buat orang-orang yang masih bergelimang dosa dan maksiat.
Melalui musibah seyogianya dapat mempertebal keimanan kita karena
begitu mudahnya Allah SWT menunjukkan keperkasaan-Nya kepada kita.
Allah SWT berfirman:
اَّلِذ ْي َخ َلَق اْلَم ْو َت َو اْلَح ٰي وَة ِلَيْبُلَو ُك ْم َاُّيُك ْم َاْح َس ُن َع َم ۗاًل َو ُهَو
2 اْلَع ِز ْيُز اْلَغ ُفْو ُۙر
Ayat ini mengajarkan kita Allah SWT akan menguji kesabaran kita sebagai
orang beriman, sama halnya dengan orang-orang yang menempuh
pendidikan, ada ujian yang dilalui agar dapat lulus dengan hasil yang
memuaskan. Rasulullah SAW bersabda: “Jika Allah berkehendak positif
kepada hamba-Nya, maka Dia akan mendahulukan siksanya terhadap
hamba-Nya, dan jika Allah berkehendak negatif terhadap hamba-Nya, maka
siksa akibat dosa-dosanya ditunda sampai ke akherat kelak.” (HR Tirmidzi).
Sikap yang diajarkan Rasulullah SAW hendaknya senantiasa mampu kita
terapkan karena lima belas abad yang lalu Nabi mengalami banyak
serangkaian musibah dan cobaan ketika berupaya meyakinkan orang-orang
kafir tentang kebenaran Islam. Cobaan dan musibah datang silih berganti.
Beliau dicela, dicaci maki dan hendak dibunuh. Tapi beliau tidak pernah
berputus asa dan menyurutkan langkah serta menganggap itu adalah
“bencana” sebagai bentuk ujian yang harus ia lalui. Nabi akhirnya dapat
memetik hasil sempurna dari perjuangannya: Islam dapat diterima. Selain
meneladani perilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita harus
menyikapi musibah yang terjadi dan menimpa kita dengan tetap ber-
husnuzzhan kepada Allah SWT, berbaik sangka kepada-Nya dengan
memandang serba positif terhadap keputusan yang Dia ambil. Baik terhadap
diri kita, orang lain dan alam seluruhnya. Orang yang ber-husnuzzhan
terhadap Allah SWT memiliki pandangan yang luas yang didasari oleh
keimanan yang tangguh. Ia meyakini bahwa segala keputusan atau takdir
Allah baik berupa kesenangan maupun yang menyusahkan tidak mungkin
ditujukan-Nya untuk menyengsarakan umat manusia. Keputusan Allah atas
manusia tadi adalah bentuk dari pendidikan, cobaan atau ujian untuk
mengukur sejauhmana keimanan seseorang. Bagi yang memiliki sifat
husnuzzhan kepada Allah SWT, bila ia mendapat ujian kenikmatan tidak
sombong tetapi tetap tawaddhu’ dan bila mendapat musibah di kala sulit
tidak berkeluh kesah, tetap kukuh berprasangka baik kepada-Nya. Karena
Allah tidak akan memberikan beban kepada umat-Nya di luar kemampuan.
Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya : “Allah menghendaki kemudahan
bagimu, bukan kesusahan.” (QS Al- Baqarah 185).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, harapan dari penulis adalah kita sebagai
manusia kaitannya dengan akhlak memiliki tanggung jawab pada
pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup. Bahkan, inti dari risalah
Nabi Muhammad SAW atau agama Islam adalah berkasih sayang terhadap
alam semesta. Dengan demikian, perilaku umat Islam menjadikan kasih
sayang terhadap alam semesta termasuk pelestarian lingkungan sebagai
orientasi beragama manusia.
DAFTAR PUSTAKA