Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

AHKLAK TERHADAP LINGKUNGAN


Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam 1
Dosen Pengampu:
Ilham Fadilah S.Ud, M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 7


1. Nurhalisa (C012361201004)
2. Putri Anggraeni Sapitri (C012361201013)
3. Linda Amelia (C012361201032)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SALI AL-AITAM
T. A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah


melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah Pendidikan Agaka Islam 1,dengan judul “Ahklak
Terhadap Lingkungan”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, kritik
dan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kamipun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisn makalah ini
jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak agar kami dapat terus berkembang. Pada akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca fan perkembangan dunia pendidikan.

Bandung, Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan............................................................................................
D. Manfaat..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................
A. Pengertian Ahlak Terhadap Lingkungan........................................
B. Urgensi Berahlak Terhadap
Lingkungan........................................
C. Bentuk Ahlak Yang Baik Terhadap
Lingkungan.............................
D. Keprihatinan Islam Terhadap
Lingkungan.....................................
E. Cara Menyikapi Bencana
Alam......................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................
B. Saran..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak mempunyai kedudukan yang tinggi dan istimewa
dalam islam. Rasulullah saw. Menempatkan
penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi pokok
ajaran Islam. Akhlak merupakan perangai atau perilaku
yang diwujudkan dengan tuntutan dan dorongan dari hati.
Meskipun akhlak sudah dimiliki setiap manusia dari lahir,
akan tetapi akhlak juga harus dibentuk. Akhlak yang baik
merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya
hubungan baik antara manusia dengan sesamanya maupun
lingkungannya. Sehingga orang-orang yang mampu
mewujudkan hubungan baik tersebut adalah orang-orang
yang ruhnya bersih, yang konsisten menunaikan segala
perintah, dan menjauhi segala larangan Allah Swt.

Agama Islam selain mengatur hubungan dengan Allah


(hablum minallah) dan mengatur hubungan sesama
manusia (hablum minannas), juga mengatur hubungan
dengan alam dan lingkungan hidup (hablum minal’alam).
Hubungan dengan Allah yaitu melalui ibadah berupa sholat,
puasa, haji dan lainnya. Hubungan dengan manusia dijalin
melalui ibadah sosial berupa zakat, infak, sedekah dan
lainnya. Sedangkan hubungan dengan lingkungan hidup
diwujudkan dengan memelihara kelestarian lingkungan
hidup dalam berbagai aspeknya.
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia
dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan.
Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,
dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan
penciptanya.

Alasan Nabi Adam as. Diturunkan Allah Swt. Ke dunia,


tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menjadi khalifah di
muka bumi serta mengatur dan mengurusi dunia yang pada
saat itu belum tertata dan masih liar. Seiring berjalannya
waktu, tak bisa dipungkiri bahwa manusia sangat
bergantung pada lingkungan dalam kehidupan sehari-
hari, baik untuk bernafas, tempat tinggal, makanan dan
lain-lain.

Maka kelestarian lingkungan dibutuhkan untuk terciptanya


kehidupan manusia yang damai, tenteram dan nyaman
tinggal di bumi. Akan tetapi, tidak sedikit manusia yang
merasa bahwa dirinya khalifah di muka bumi kemudian
berbuat semena-mena sehingga tejadi kerusakan di muka
bumi ini. Padahal, jika lingkungan hidup dirusak, maka
akan berakibat kepada manusia itu sendiri, hanya saja
mereka belum merasakannya. Sebenarnya, alam tidak
membutuhkan manusia. Alam dapat hidup meskipun tak
ada manusia. Akan tetapi, manusia lah yang
membutuhkan alam. Manusia tak akan bisa hidup bila tak
ada lingkungan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami


membuat makalah tentang Ilmu Akhlak dengan judul
“Akhlak Terhadap Lingkungan (Hablum Minal’alam)”
untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita
mengenai akhlak sebagai manusia terhadap lingkungannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji
pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari akhlak terhadap lingkungan ?
2. Apa urgensi berakhlak terhadap lingkungan?
3. Bagaimana bentuk akhlak yang baik terhadap
lingkungan?
4. Bagaimana keprihatinan islam terhadap masalah
lingkungan?
5. Bagaimana cara menyikapi bencana alam?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
yang hendak dicapai pada makalah ini yaitu untuk:
1. Menjelaskan pengertian akhlak terhadap lingkungan,
2. Menjelaskan urgensi berakhlak terhadap lingkungan,
3. Menjelaskan bentuk akhlak yang baik terhadap
lingkungan,
4. Menjelaskan keprihatinan islam terhadap masalah
lingkungan, dan
5. Menjelaskan cara menyikapi bencana alam.

D. Manfaat

Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi


tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 1 yang telah
diberikan Bapak Ilham Padilah S.Ud, M.Ag Selain itu, juga
untuk menambah wawasan kita mengenai Ilmu Akhlak
khususnya akhlak terhadap lingkungan. Adapun manfaat
sebagai pembaca, mereka mendapatkan pengetahuan baru
mengenai bentuk akhlak yang baik terhadap lingkungan
dan juga cara menyikapi jika terjadi suatu bencana alam.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan


Kata Akhlak adalah jamak dari khilqun atau khuluqun yang
artinya perangai, tabiat, kebiasaan, dan agama. Sedangkan,
akhlak secara terminologi atau istilah yaitu tingkah laku
seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar
untuk melakukan suatu perbuatan, baik itu perbuatan yang baik
maupun perbuatan yang buruk.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar


manusia, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-
benda tak bernyawa. Akhlak yang dianjurkan Alquran
terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai
khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dan sesamanya serta antara manusia dengan alam.
Maka, dapat disimpulkan bahwa akhlak kepada lingkungan
adalah perilaku, sikap, atau perbuatan kita terhadap segala
sesuatu yang ada disekitar kita.

Alam sama seperti manusia, jika diperlakukan baik, maka


akan memberikan kebaikan kepada kita. Namun jika
diperlakukan tidak baik, maka alam pun akan marah dan akan
memberikan sesuatu yang tidak baik kepada kita. Contohnya
seperti perilaku kita terhadap sungai. Sungai akan sangat
bermanfaat jika dirawat dengan baik. Namun apabila sungai
diperlakukan sebagai tempat pembuangan sampah, maka sungai
pun akan marah dan meluapkan airnya ketika hujan dan
menyebabkan banjir. Maka dari itu, lingkungan harus
diperlakukan dengan baik dengan selalu menjaga, merawat
dan melestarikannya karena secara etika hal ini merupakan hak
dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang
mutlak adanya.
Dalam pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan
mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga
sebelum mekar. Karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu
menghormati setiap proses-proses yang sedang berjalan, dan
terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia tidak
melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap
perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan
pada diri manusia itu sendiri.

Akhlak yang baik terhadap lingkungan dapat ditunjukkan


kepada penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan
lingkungan agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup,
tanpa membuat kerusakan dan polusi sehingga pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yang
menciptanya.

Dari Syaddad bin Aus berkata, “Ada dua hal yang aku hapal dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata,
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala
sesuatu, baik itu binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak
bernyawa lainnya, semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan
menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan
kepada- Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk
menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus
diperlakukan secara wajar dan baik. Karena itu dalam Al-Quran
surat Al-An’am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan
burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga
semuanya seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam
tafsirnya—“Tidak boleh diperlakukan secara aniaya.” Tuhan ini
mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan
kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya
saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi
kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai
penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya.
Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran
Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani. Yang
menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia
tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat
kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

Alam sebagai rahmat dan karunia Allah dijelaskan dalam QS.


Al-Jatsiyah (45): 13, Yang berbunyi

Artinya: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di


langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berpikir”.

Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk


manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-
baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh
tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah
direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu.
Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Manusia dalam
hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh
meraih apa pun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya
diridhoi Allah SWT, sesuai dengan kaidah. Kebenaran dan
keadilan. Akhirnya kita dapat mengakhiri uraian ini dengan
menyatakan bahwa keberagamaan seseorang diukur dari
akhlaknya.
Selain itu, berdasarkan kandungan Surah Al-Ahqaf ayat 3 dan
Surah Luqman ayat 20, Dr Quraish Shihab mengatakan, dalam
memanfaatkan alam manusia tidak hanya dituntut untuk tidak
bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi
juga dituntut untuk memerhatikan apa yang sebenarnya
dikehendaki oleh Allah SWT, Pemilik Alam ini. Kemudian,
manusia juga dituntut untuk tidak hanya memikirkan
kepentingan diri sendiri atau kelompoknya saja, tetapi
kemaslahatan semua pihak juga. Dengan demikian, manusia.
Diperintahkan bukan untuk mencari kemenangan, tetapi
keselarasan dengan alam.

B. Urgensi Berakhlak Terhadap Lingkungan


Alam dan segala isinya merupakan maha karya yang diciptakan
Allah swt. Tanpa sedikit cacat di dalamnya. Karya yang menjadi
bukti kekuasaan-Nya serta sebagai arena bagi manusia dan
makhluk lainnya untuk menjalani proses kehidupan. Hamparan
alam dan lingkungan adalah instrumen kehidupan, dengan
potensi sangat luar biasa yang dapat dimanfaatkan oleh segenap
makhluk hidup bahkan yang sudah mati sekalipun.

Manusia sebagai khalifah Allah di bumi telah diberikan "lisensi"


untuk mengelola alam dan memanfaatkannya untuk memenuhi
berbagai kebutuhan, dari yang profan (bersifat duniawi) seperti
pemenuhan hajat hidup, sampai yang sakral seperti menjadi
media untuk beribadah. Setiap bagian dari alam dan lingkungan
yang diciptakan tidak ada yang percuma. Selain bahaya terbesar
manusia kepada lingkungannya juga kepada sesamanya.
Tingkah laku yang tidak pantas kepada sesamanya akan
menyebabkan kerusakan di muka bumi.

Semuanya telah didesain dan diciptakan lengkap dengan


manfaatnya masing-masing dan menjadi kewajiban manusia
untuk mencari rahasia manfaat dan memanfaatkan tiap ciptaan-
Nya. Termasuk untuk senatiasa menjaga dan melestarikan
lingkungan.

Sebagaimana dalam QS. Al-A'raaf: 56 yang berbunyi:

Artinya: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka


bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-
Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik."

Demikian janji Allah dalam mengajarkan kepada hamba-Nya


untuk senantiasa menjaga dan melestarikan lingkungan, bukan
justru merusak atau hanya sekadar memanfaatkannya saja.
Rahmat Allah adalah balasan terbaik bagi mereka yang
melaksanakannya. Salah satunya melakukan konservasi alam,
yaitu perlindungan dan pemeliharaan alam secara teratur untuk
mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan pelestarian.
Pelestarian tersebut di antaranya melalui pendekatan agama.

Pentingnya berakhlak kepada lingkungan dikarenakan oleh


kehidupan dunia sebagai modal kehidupan sesudahnya mestilah
diarungi dengan baik tanpa cela. Karena akhlak merupakan
segala tindakan dalam kehidupan baik hubungan dengan Allah,
diri sendiri, dengan manusia lain, ataupun hubungan dengan
alam.
Oleh karenanya, berbuat kerusakan di atas dunia, termasuk
merusak lingkungan adalah perbuatan tercela. Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut


disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Selain itu manusia sebagai makhluk berakal harus memelihara


ekosistem. Keseimbangan mutlak harus dijaga demi
kelangsungan hidup umat manusia. Semua makhluk yang
diciptakan Tuhan adalah mulia dan berguna. Maka siapapun
dilarang mengeksploitasi berlebih-lebihan. Manusia sebagai
pemimpin di muka bumi adalah pengelolaan alam demi
kelestarian kehidupan. Segala tindakannya di dunia akan
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

C. Bentuk Akhlak Yang Baik Terhadap Lingkungan

Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan


hanya semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu
sendiri, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan
memakmurkan lingkungan atau alam ini. Dengan memenuhi
kebutuhannya sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan
keharmonisan hidup dapat terjaga.

Berikut ini ada beberapa bentuk akhlak yang baik terhadap


lingkungan:
a) Keharusan Menjaga Lingkungan Hidup

Menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak melakukan


kerusakan di dalamnya merupakan suatu keharusan bagi setiap
manusia. Karena itu, siapapun orangnya, melakukan kerusakan
hidup dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik sehingga orang
munafik sekalipun tidak mau dituduh telah melakukan
kerusakan di muka bumi ini meskipun ia sebenarnya telah
melakukan kerusakan, Allah Swt.. berfirman dalam QS. Al-
Baqarah ayat 11-12: yang artinya: “Dan apabila dikatakan
kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang yang
mengadakan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak
menyadari."

Oleh karena itu, orang-orang yang suka melakukan kerusakan di


muka harus diwaspadai, Allah Swt berfirman: dalam QS. Al-
Baqarah ayat 205:

‫واذا تولى سعى في األرض لُيْفِس َد ِفيَها َو ُيْهِلَك اْلَح ْر ث والنسل و ُهللا اَل ُيِح ُّب اْلَفَس اَد‬

Artinya: "Dan apabila ia (munafik) berpaling (dari kamu), ia


berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya,
dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan"

b) Anjuran Menanam Pohon

Agar lingkungan hidup yang kita diami tetap asri dan lestari,
maka kaum muslimin sangat dianjurkan untuk menanam pohon,
dengan adanya pohon, apalagi pohon yang besar, manusia akan
memperoleh keuntungan seperti penghijauan, air hujan bisa
menyerap lebih banyak ke dalam tanah sebagai cadangan air,
udara tidak terlalu panas, buah yang dihasilkan serta kayu yang
bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Anjuran
menanam pohon ini terdapat dalam hadits Nabi Saw:

Jika hari kiamat datang dan pada tangan seseorang diantara


kamu terdapat sebuah bibit tanaman, jika ia mampu
menanamnya sebelum datangnya kiamat itu, maka hendaklah ia
menanamnya (HR. Ahmad dan Bukhari)

Manakala pohon yang ditanam itu menghasilkan buah yang


banyak, maka pahala untuk orang yang menanam pohon itu
akan lebih besar lagi, Rasulullah saw bersabda: Tidak
seorangpun menanam tanaman, kecuali ditulis baginya pahala
sesuai dengan buah yang dihasilkan oleh tanaman itu (HR.
Ahmad).

c) Tidak Boleh Buang Air di Jalan, Tempat Bernaung dan dekat


sumber air

Lingkungan hidup yang bersih, indah dan nyaman merupakan


dambaan bagi setiap orang, karena itu harus dicegah adanya
usaha untuk mengotori lingkungan, karena itu Rasulullah Saw
melarang siapapun untuk membuang air di jalan, tempat
bernaung maupun dekat sumber air. Rasulullah Saw bersabda:

Takutlah kepada dua hal yang dilaknati. Mereka (sahabat)


bertanya: Apakah dua hal yang dilaknati itu, ya Rasulullah?.
Rasulullah Saw menjawab: Orang yang membuang hajat di
jalan umum atau di bawah pohon tempat orang berteduh (HR.
Muslim).

d) Tidak Boleh Buang Air di Air Yang Tergenang


Air merupakan kebutuhan yang sangat utama bagi masusia,
dalam kehidupan sekarang, manusia tidak hanya mengandalkan
air dari dalam tanah, tapi justeru sekarang ini banyak orang yang
mengandalkan air sungai yang dibersihkan dan disucikan.
Karena itu, manusia jangan sampai mengotori atau mencemari
air sungai. Disamping itu, kebersihan lingkungan juga harus
dijaga dan dipelihara dengan tidak "buang air" pada air yang
tergenang, karena hal itu akan mendatangkan penyakit dan bau
yang tak sedap, Rasulullah Saw bersabda: Jabir ra berkata:
Rasulullah Saw telah melarang kencing dalam air yang
berhenti tidak mengalir (HR. Muslim).

e) Memelihara Tanaman

Ketika para sahabat telah menanam pohon kurma, mereka ingin


agar pohon itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah
yang banyak, tapi mereka agak bingung bagaimana harus
mengurusnya, karenanya mereka bertanya kepada Nabi tentang
hal itu, namun Nabi menjawab: "Kamu lebih tahu tentang
urusan duniamu".

Kisah di atas menunjukkan bahwa pohon yang sudah ditanam


harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, namun teknisnya
diserahkan kepada masing-masing orang sesuai dengan
perkembangannya. Dalam kaitan dengan memelihara tanaman,
penebangan pohon pun sedapat mungkin dihindari, kecuali bila
hal itu memang sangat diperlukan, itupun bila tidak menganggu
lingkungan, ini berarti harus sesuai dengan. izin Allah Swt
meskipun dalam keadaan perang. Allah Swt berfirman dalam
QS. Al- Hasyr ayat 5:
Artinya: "Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik
orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas
pokoknya, maka (semua itu) adalahdengan izin Allah, dan
karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang
fasik”

f) Boleh Memakan Buah.

Bagi seorang muslim, disadari bahwa Allah Swt telah


menganugerahkan buah yang begitu banyak macamnya,
karenanya boleh saja kita memakannya, namun jangan sampai
berlebih-lebihan, setelah itu jangan sampai lupa memanjatkkan
rasa syukur dengan menunaikan zakatnya pada saat panen,
sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 141:
yang artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-
tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama rasanya.
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya dari memetik hasilnya
(zakat); dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

g) Tidak Menggunakan Air Secara Boros.

Hal yang juga amat penting untuk mendapat perhatian kita


adalah menggunakan air secara hemat, karenanya wudhu itu
masing-masing dilakukan maksimal tiga kali, meskipun wudhu
pada air yang banyak, bahkan wudhu di sungai sekalipun,
karenanya Rasulullah berwudhu hanya menggunakan sedikit air,
hal ini tergambar dalam hadits: Rasulullah Saw berwudhu,
dengan satu mud air (HR. Abu Daud dan Nasa’l). Datang
seorang Badui kepada Nabi Saw, kemudian bertanya kepada
beliau tentang wudhu, maka Nabi Saw memperlihatkan padanya
tiga kali, tiga kali, lalu sabda: “Inilah wudhu, siapa yang lebih
berarti telah berbuat keburukan dan kezaliman (HR. Nasa ‘I,
Ahmad dan Ibnu Majah).

h) Meminta Hujan Saat Kemarau.

Musim kemarau apalagi kemarau panjang bisa mengakibatkan


kesengsaraan bagi manusia, karena bisa mengakibatkan
kekurangan persediaan air yang pada akhirnya kegagalan dalam
pertanian dan perkebunan. Bahkan musim kemarau bisa
mengakibatkan bencana yang lebih besar lagi seperti mudahnya
terjadi kebakaran, termasuk kebakaran hutan. Disamping itu,
kesengsaraan juga dialami oleh binatang yang kesulitan bahan
makanan karena daun dan rumput yang biasa dimakan menjadi
kering serta kesengsaraan bagi lingkungan hidup itu sendiri.
Oleh karena itu, sebagai upaya menumbuhkan alam lingkungan
yang subur, indah dan nyaman, menjadi suatu keharusan bagi
kaum muslimin untuk berdo’a meminta hujan dengan
melaksanakan shalat istisqa.

D. Keprihatinan Islam Terhadap Lingkungan

Berdasarkan QS. Al-A’raf (7): 56 “Dan janganlah kamu


membuat kerusakan di muka bumi ini, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harap kan dikabulkan. Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa apa yang diberikan Allah kepada


manusia, sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah, yang
berarti harus dijaga. Atas dasar kedudukan manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini dengan kewajiban dan tanggung
jawabnya terhadap lingkungan sebagai konsekuensi nikmat yang
diberikan Allah Tuhan yang maha Pengasih dan maha
Penyayang kepada manusia, sebagaimana tampak dari ayat di
atas, yang patut disukuri dan dilindungi serta di junjung tinggi
manusia yang perlu meningkatkan kesadaran lingkungan. Tetapi
manusia sebagai khalifah terkadang lupa posisi mereka yang
menyebabkan kerusakan yang ada di muka bumi baik di darat
maupun di laut.

a) Pemananasan Global

Badai tornado, dan gelombang laut raksasa kini makin sering


muncul di bumi. Penduduk kota pantai di Amerika dan Eropa
kini dilanda kecemasan. Indonesia juga tidak luput dari berbagai
bencana alam yang muncul akibat adanya global warming
tersebut. Pesawat penumpang hancur diterjang badai seperti
pesawat Adam Air, kapal laut tenggelam karena tak sanggup
menghadapi terjangan ombak besar, dan orang di darat
ketakutan karena menghadapi topan yang sering menghantam
rumah-rumah mereka. Semua fenomena ini merupakan reaksi
alam atas terjadinya pemanasan global. Manusia di bumi harus
membiasakan diri menghadapi perubahan iklim yang ekstrem
dan menghadapi bencana alam yang muncul dari atmosfer bumi.

Berdasarkan berbagai studi menunjukkan bahwa dalam 20 tahun


terakhir kenaikan air laut makin cepat. Jika kenaikan air terus
berlangsung, maka sejumlah negara kecil di Pasifik dan Atlantik
akan tenggelam. Ribuan kota pantai di Asia, Eropa, dan Amerika
akan terendam air laut. Kondisi ini besar kemungkinan tidak
akan kembali seperti semula. Penyebabnya antara lain adalah
industrialisasi yang tampaknya, dua abad industrialisasi telah
merusak keseimbangan kimiawi dan fisika atmosfer bumi.
Miliaran ton CO2 dari pembakaran batu bara, migas kayu dan
berjuta ton gas methan akibat eksplorasi gas bumi atau
mengudara di atas tanah persawahan di Asia telah mengubah
lapisan udara menjadi perangkap panas. Sebuah perangkap
raksasa yang berfungsi seperti rumah kaca menyekap sinar
matahari dengan akibat peningkatan suhu bumi. Efek rumah
kaca ini akan bertambah akibat penggunaan gas di seluruh
dunia.

Penipisan lapisan ozon secara radikal berpeluang


mengakibatkan terkoyaknya lapisan ozon. Lapisan ozon
merupakan lapisan yang mampu menyerap dan menghalangi
radiasi matahari yang paling radikal, yaitu sinar ultra violet,
sinar ultra violet merupakan sinar yang sangat berbahaya dan
membahayakan bagi penghuni bumi. Permasalahan tersebut ide
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu “jika langit
terbelah” dan jika langit menjadi lemah, ide dasar pertama
mengandung nilai substansial fenomena terjadinya pemanasan
global yang ditandai antara lain. Dengan terkoyaknya lapisan
ozon. Hanya saja penyebab lebih lengkap memang belum
terlihat. Oleh karena itu, informasi lebih detail tentang penyebab
terjadinya pemanasan global yang bersifat antropogenik perlu
bantuan disiplin ekologi. Secara ekologis, penyebab terjadinya
pemanasan global antara lain karena terjadinya konsentrasi atau
penumpukan karbon dioksida, metana, nitrat, ozon dan CFC.
Oleh sebab itu, insan beriman wajib mengemilir terjadinya
konsentrasi gas-gas rumah kaca tersebut. Adapun secara teknis
yang harus dilakukan adalah hemat energi, eliminasi emisi CO2,
nitrat, metana dan CFC, sedangkan ide dasar kedua mengandung
nilai ekologis Islam bahwa jika terjadi pemanasan gelobal,
langit terbelah, maka fungsi ekologis langit akan menurun
bahkan jika penurunan tersebut secara radikal, maka terjadilah
kiamat.

b) Musibah Banjir, dan Kekeringan Akibat Penggundulan Hutan

Secara ekologis, banjir merupakan peristiwa alam berupa


peningkatan debet air secara cepat, sehingga meluap dari
palungnya dan menggenangi daerah sekitarnya secara temporer.
Adapun macam-macam terjadinya banjir baik di sungai, danau
dan laut yaitu: Curah hujan yang tinggi sehingga air hujan
melebihi daya tampung sungai; menurnya daya serap tanah yang
disebabkan oleh penutupan permukaan tanah karena betonisasi
dan sejenisnya, rendahnya daya penahan air hujan karena terjadi
dehutanisasi, penipisan hutan lindung dan perluasan lahan
pertanian tepi di daerah hulu sungai, penipisan hutan lindung
untuk kepentingan lahan pertanian, cepatnya ke sungai karena
gundulnya pepohonan, pengelupasan permukaan tanah, kondisi
alam yang disebabkan kecekungan geografis daerah aliran
sungai, sehingga rentan menjadi daerah pelanggan tetap banjir.
Kerapuhan atau ketidakadaan daerah penangkal banjir.
Perubahan daerah pemukiman atau lingkungan industri
(reklamasi).

Dalam konsideran UU no. 41 Tahun 1999, tentang kehutanan,


dikatakan bahwa hutan adalah sebagai karunia dan amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa
Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara,
memberikan manfaat serba guna bagi umat manusia. Karenanya
wajib disukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta
dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Tapi, di sisi lain banyak penebangan hutan liar yang


menyebabkan penggundulan. Hutan, seperti yang terjadi pada
suku Sakai yang kini terancam eksistensinya itu, sebenarnya
memiliki kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan ekologi
selama berabad-abad lamanya, jauh melebihi manusia moderen
yang mengak lebih beradab. Terbukti sebelum kedatangan
mesin-mesin industri, masyarakat Sakai mampu menjaga hutan
mereka tetap lestari. Salah satu cara yang dipakai untuk menjaga
ekologi hutan adalah dengan menerapkan zonifikasi lahan yang
ketat. Namun, semuanya aturan itu kemudian dihancurkan.
Awalnya adalah perusahan besar, yang mendapat izin negara
untuk menembus jantung hutan larangan suku Sakai. Sering
terjadi bentrokan antara pengusaha dan suku Sakai, tapi mereka
tidak berdaya dan hanya bisa melihat hutan mereka dihancurkan
oleh PT Arara Abadi yang juga anak perusahaan PT Indah Kiat
Plup dan Paper (IKKP). Masyarakat juga diusir dan rumahnya
dibakar oleh perusahan tersebut yang mengeksplorasi hutan
secara besar-besaran. Pantaslah Indonesia mendapat Guinness
World Record sebagai negara penghancur hutan.

Dari fakta yang ada bisa dapat ditarik kesimpulan bahwa


Indonesia yang mengalami kebanjiran setiap musim hujan
akibat resapan air tidak ada, serta musim kemarau yang
berkepanjangan dalam kurun waktu yang begitu lama, di
samping itu hutan yang menjadi tempat resapan air sudah
banyak ditebang, sehingga Indonesia menjadi lazim terkena
banjir setiap tahun. Dilihat dari kacamata al-Qur’an bahwa
banjir adalah bentuk kemurkaan Allah atau musibah dari Allah
akibat kerusakan yang diperbuat manusia. Refleksi teologis
demikian terlihat dari muatan ayat prolog banjir Nabi Nuh (Q.S.
I- 24), al-A’raf: 59-63) dan banjir nabi Hud yang didahului oleh
penceritaan pelaksanaan religius mengajak umat untuk beriman
pada Allah (al-Araf: 65-71). Akan tetapi, umat kedua Nabi
tersebut menolak ajakan religius tersebut. Kedua Nabi tersebut
tidak sabar, kemudian mengadu kepada Allah sekaligus
memohon kepada Allah sekaligus mohon agar diturunkan
bencana kepada para pendusta Ternyata permohonan kedua nabi
tersebut dikabulkan dan terjadilah bencana banjir. Seperti al-
Qur’an yang berbunyi: “Mereka mendustakan Allah, maka kami
selamatkan nabi Nuh dan pengikutnya dengan. Naik kapal dan
kami tenggelamkan orang-orang yang mendustai ayat-ayat
kami, sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta.” Q.S. Al-
A’raf(7):64.

Dalam al-Qur’an ayat yang lain berbunyi “Maka kami


selamatkan nabi Hud dan pengikutnya dengan kasih-Ku dan
kami musnahkan orang-orang yang mendustai tanda-tanda
(kekuasaan) kami. Mereka bukan termasuk orang-orang
beriman.” Q.S. Hud (11):58.

Konsep al-Qur’an mengenai banjir dapat dirumuskan bahwa


banjir bukan fenomena kemurkaan Allah kepada umat manusia
yang disebabkan manusia tidak mau menerima kehadiran Tuhan
dalam dirinya, tetapi banjir merupakan fenomena ekologis yang
disebabkan karena prilaku manusia dalam mengelola lingkungan
menentang sunnatullah. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa
banjir di masa kini lebih dominan diakibatkan oleh kesalahan
manusia dalam mengelola lingkungan. Adapun kerangka acuan
teologisnya adalah didasarkan pada catatan ayat-ayat banjir
dalam al-Qur’an seperti Q.S 11: 101, Bukan kami yang
menganiaya mereka tapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri, citra lingkungan mereka tidak mampu menolong
di saat terjadinya banjir, bahkan mereka semakin terpuruk pada
kehancuran. Refleksi teologi banjir yang demikian akan
melahirkan sikap ekologis yang positif dan bertanggung jawab
yang kuat bagi manusia modern cukup dominan dalam
pengelolaan lingkungan yang potensial menjadi penyebab
banjir, maka manusia merupakan makhluk yang paling
bertanggung jawab pula untuk mencegah terjadinya banjir. Oleh
karena itu, mukmin sejati adalah mukmin mencegah terjadinya
banjir.

c) Masalah Kritis Energi

Pada dasarnya, munculnya kesadaran manusia tentang


kebutuhan energi adalah sejak awal keberadaan manusia itu
sendiri. Hanya saja munculnya kesadaran akan pemakaian
fungsional terhadap sumber daya mengalami perkembangan.
Citra energi kayu bakar semula dianggap sebagai sumber daya
tunggal, tetapi setelah ditemukan batu bara maka kayu bakar
mulai ditinggalkan. Batu Bara mulai tergeser citranya setelah
ditemukannya minyak bumi yang hanya menjadi penggerak
mesin internal. Kemudian ditemukannya lagi sumber daya
listrik, gas alam, nuklir dan matahari citra minyak bumi tidak
lagi menjadi satu-satunya penggerak mesin internal.

Secara global, sumber daya alam (SDA), dapat dikelompokkan


menjadi dua macam, yakni sumber daya alam yang dapat
terbarui dan yang tidak dapat diperbaharui. Adapun sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui adalah sumber daya alam
yang habis setelah dipakai. Dengan kata lain, sumber daya alam
yang tidak diperbaharui adalah sumber daya alam yang tidak
memiliki kemampuan untuk memulihkan diri setelah dipakai.
Sumber daya alam tak terbaharui meliputi: tanah, bahan bakar
Fosil (minyak bumi), batu bara, nuklir, mineral. Betapapun
dikategorikan sebagai sumber daya alam tak terbaharui, namun
rentang usia pemanfaatan dapat diperpanjang asal dikelola
secara lestari.

Pandangan dunia terhadap energi yang tidak terbarui inilah yang


menyebabkan banyak negara berupaya untuk mencari solusi
untuk mendapatkan energi dengan. Menggunakan energi
alternatif. Indonesia yang diperkirakan 90 tahun lagi minyak
bumi akan habis, berupaya untuk mencari alternatif dengan
menggantikan minyak tanah dengan gas. Masyarakat Barat
mulai memalingkan energi minyak bumi dengan energi nuklir.

Sebenarnya, keperihatinan terhadap akibat negatif teologi energi


berkelimpahan menimbulkan kesadaran baru bagi masyarakat
ekologi untuk merumuskan sistem teologi energi alternatif untuk
mengantisipasi terjadinya krisis energi yang lebih parah. Hal ini
disebabkan oleh embargo minyak burni yang diprakarsai negara
negara Timur Tengah terhadap negara Barat, Amerika dan Eropa
pada dekade tahun 1973 yang merupakan titik letup terjadinya
krisis energi minyak bumi. Padahal energi minyak bumi yang
diimpor negara Barat tersebut adalah dari OPEC. Akhirnya
mereka mencari energi pengganti minyak bumi untuk upaya
jalan keluar.

Islam sendiri memandang energi yang ada itu terbatas sekali.


Secara teologis berpeluang kuat untuk dinyatakan bahwa salah
satu pilar keberimanan dalam sistem keimanan Islan adalah
Percaya bahwa energi itu terbatas. Teologi keterbatasan energi
didasarkan pada spiritual Islam antara lain:

“Kami ciptakan sumber daya alam dan lingkungan dengan cara


yang benar dan dalam keadaan terbatas. Sementara itu, orang-
orang kafir cenderung mengabaikan peringatanku.” Q.S Al-
Ahqaf (46):3. Pokok pikiran dari ayat ini mengenai ciptaan
Allah yang mempunyai batasan tertentu. Telah dimaklumi
bersama bahwa sesungguhnya sumber energi itu terdapat di
berbagai langit dan bumi seperti matahari. Selanjutnya, maka
fungsional teologis bahwa salah satu dasar keimanan yaitu
percaya akan terbatasnya energi yang ada di langit dan di bumi..
Dengan ungkapan lain, tidak sempurna iman seseorang jika
orang tersebut tidak meyakini bahwa energi itu. Terbatas.
Tegasnya salah satu rukun iman dalam konsep ekoteologi Islam
dalah percaya. Bahwa energi itu terbatas.

E. Cara Menyikapi Bencana Alam

Manusia sebagai khalifah fil ardh telah diperintakan Allah


Swt.untuk memelihara. Melestarikan dan mempergunakan
lingkungan hidup untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Sebagaimana firman Allah Swt.dalam al Qur’an: alam ini
diciptakan untuk kita dan kita diperintakan untuk melestarikan,
memakmurkan dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya
untuk kepentingan diri kita sendiri. Namun harus diingat, bahwa
kita harus menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup.
Janganlah kita membuat kerusakan di muka bumi ini, tidak
boleh mengeksploitasi alam hanya untuk kepentingan nafsu
serakah. Misalnya menebang pohon seenak udelnya tanpa
menanam kembali pohon sebagai pengantinya. Karena itu akan
mengakibatkan bencana bagi manusia itu sendiri.

Setiap kali muncul / terjadi suatu bencana, sering orang


bertanya-tanya, ada apa dengan bencana? Setiap orang beragam
dalam menjawab pertanyaan seperti ini. Ada yang menjawab,
terjadi karena pergeseran lempengan-lempengan yang ada di
dasar laut, sehingga berpotensi menimbulkan gempa tektonik
dan tsunami. Ada lagi yang menjawab, mungkin karena alam
sudah tidak bersahabat dengan kita. Bahkan ada yang lebih
radikal lagi jawabannya, karena alam sudah terlalu sering
disakiti, dirusak, dizholimi (dieksploitasi) oleh manusia, maka
alam itu marah yang membabi buta. Dan kalau alam itu sudah
marah dan murka maka dampaknya adalah kepada manusia itu
sendiri.

Semua jawaban di atas apabila disimpulkan, karena umat


manusia sudah tidak lagi memelihara dan menjaga akhlak yang
baik terhadap alam dan lingkungan hidup yang ada di
sekitarnya. Sudah bosan rasanya telinga kita mendengar berita-
berita yang menggambarkan tentang prilaku manusia yang
berbuat tidak adil terhadap alam dan lingkungan.

Padahal dampak dari perbuatannya itu akan kembali lagi kepada


manusia itu sendiri. Sebut saja misalnya penebangan liar
(penggundulan) hutan tanpa memperhatikan undang- undang
yang berlaku, mengakibatkan banjir bandang dan longsor.
Membakar hutan secara ilegal, untuk kepentingan oknum para
pengusaha Kelapa Sawit, mengakibatkan asap tebal dimana-
mana bahkan sampai ke negara tetangga. Dan pengeboran
minyak tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku,
berdampak luapan lumpur yang tidak terkendali seperti di
Sidoarjo dan lain-lain. Kenapa manusia tega berbuat demikian?
Allah Swt. Berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta
terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan,
anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas
dan perak. Kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali. Yang baik.” (QS. Ali Imran (3): 14).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia diberi potensi


hawa nafsu untuk mendapatkan rasa cinta kepada wanita cantik,
ingin memiliki harta benda yang banyak

Seperti emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang


ternak dan sawah ladang. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan semuanya itu, walaupun dengan berbagai cara,
tidak peduli apakah cara yang digunakan itu merusak alam dan
lingkungan atau tidak yang penting bagi dirinya bahwa tujuan
itu tercapai. Maka dari sinilah awal mula proses terjadinya
kerusakan alam yang mengakibatkan bencana yang sangat
dasyat di negeri ini. Islam memandang bahwa segala musibah
yang terjadi di alam ini akibat perbuatan manusia itu sendiri.
Seperti dalam firman Allah Swt QS. Ar-Rum ayat 41:

‫َظَهَر اْلَفَس اُد ِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ي الَّناِس ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض‬

‫اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعْو َن‬

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut


disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah
menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Dalam ayat ini menjelaskan bahwa musibah yang terjadi baik di


daratan maupun di lautan akibat ulah manusia yang mengumbar
hawa nafsunya untuk kepentingan dirinya. Dan musibah sengaja
Allah Swt. Timpahkan kepada manusia agar manusia kembali ke
jalan Tuhannya yakni jalan yang benar.

Bila mempergunakan lingkungan hidup di jalan yang dimurkai


Allah Swt., misalnya membiarkan bumi (tanah) dan berbagai
macam kemaksiatan tumbuh subur di negeri ini. Para pemimpin
negara banyak yang korupsi, kaum muda-mudi tidak risih
memamerkan auratnya di depan umum, tayangan TV penuh
dengan pornografi dan pornoaksi, maka jangan heran bila
bencana silih berganti, sebagai peringatan dari Allah Swt.
Na’udzu billah. Min dzalik.

Berakhlakulkarimah dengan lingkungan hidup adalah berani


memelihara, melestarikan, dan memanfaatkannya untuk
kepentingan manusia dalam rangka menuju ridho Allah Swt.
Dan apabila dipergunakan untuk sebaliknya. Maka bersiap-
siaplah menerima bencana yang maha dahsyat, seperti dijanjikan
dalam Al-Qur’an:

‫َو اَّتُقْو ا ِفْتَنًة اَل ُتِص يَبَن اَّلِذ يَن َظَلُم ْو ا ِم ْنُك ْم َخاَّص ًة َو اْع َلُم وا َأَّن َهَّللا َش ِد يُد اْلِع َقاِب‬

Artinya: “Dan hendaklah kalian takut akan fitnah (bencana)


yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di
antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-
Nya” (QS. Al-Anfal (8): 25).

Manusia di muka bumi ini adalah khalififah, yang diberi


kemampuan oleh Allah untuk mengelola, merawat dan mendaya
gunakan dengan sebaik-baiknya, apabila manusia sebagai
khalifah tak mumpu mengelolanya dengan baik maka akan
munculah musibah- musibah dari hukum alam ini yang susah
sekali untuk mengelakkannya, sekedar contoh apabila manusia
membabat habis hutan maka yang terjadi adalah banjir besar
yang bisa meluluh lantakan orang yang tak bersalah sekalipun.
Bencana seperti ini adalah merupakan ujian bagi kita semua,
karena musibah ini telah menimpa tidak saja bagi orang yang
berdosa tapi juga bagi orang yang beriman. Mereka
menanggung penderitaan yang sama, marilah kita
menghindarkan anggapan bahwa ini merupakan azab atas dosa-
dosa yang diperbuat oleh para korban sendiri., disaat kita
menganggap ini azab, maka bagi korban yang menderita akan
mendapatkan kesusahan dua kali, pertama musibah itu sediri
dan yang kedua adalah suudlon kita, tentunya ungkapan-
ungkapan itu akan menyudutkan bagi yang terkena musibah.
Cara kerja azab Tuhan di dalam Alquran hanya menimpa kaum
yang durhaka dan tidak menimpa atau mencederai orang-orang
yang shaleh dan taat pada Tuhan. Sedangkan cara kerja
mushibah dan bala tidak membedakan satu sama lainnya.

Seperti sabda Rasulullah SAW, “Siapa yang akan diberi


limpahan kebaikan dari Allah, maka diberi ujian terlebih
dahulu.” (HR. Bukhari Muslim). Semua ujian haruslah kita
hadapi dengan kesabaran, karena kesabaran adalah sebuah tanda
lulusnya sebuah ujian, seperti pada sebuah hadis “Sungguh
menakjubkan perkara orang yang beriman seluruh perkaranya
menjadi baik. Ketika ditimpa musibah dia bersabar, itu
membawa kebaikan baginya. Dan ketika mendapatkan nikmat
dia bersyukur dan itu membawa kebaikan. Baginya.” (Al-
Hadis).

Bahwa seberat apapun ujian yang berupa musibah alam raya ini,
kita yakin Allah pasti sudah proprosional dalam mengujinya dan
tidak akan melebihi dari kesanggupan dalam menjalaninya bagi
orang yang tertimpa.

Apapun bentuk musibah yang di derita oleh seorang muslim,


baik itu berupa kesususahan, penderitaan maupun penyakit,
Allah akan menghapus sebagian kesalahan dan dosa, dengan
demikian derajat para korban bencana akan mulia, bagi yang
meninggal dunia dia akan mati syahid dan bagi yang masih
hidup tentunya dengan kesabaran atas penderitaan itu Allah akan
hapus sebagian kesalahan dan dosa dosanya.

Bagi kita yang tidak secara langsung mengalami musibah itu,


hendaknya kita jadi peristiwa itu sebagai momentum untuk
menyaksikan kebesaran dan keagungan Allah, sehingga akan
menguatkan iman kita pada sang pencipta alam semesta.

Marilah kita bayangkan apabila musibah itu menimpa diri kita


sendiri, keluarga kita, atau temen-teman kita, tentunya kita akan
menderita dan susah menjalani cobaan besar ini. Maka marilah
kita bantu para korban bencana semaksimal mungkin karena
sekecil apapun bantuan itu akan sangat berharga sekali bagi
kehidupan para korban yang masih hidup. Kita berharap
musibah ini akan membawa kebaikan-kebaikan dalam ridlo
Allah. Kita semua berduka atas musibah ini. Kita semua harus
mohon ampun atas semua dosa. Namun, kita tidak boleh
mengeluh dan bersedih berkepanjangan serta kehilangan
harapan pada Tuhan Sembari bertobat dan mohon petunjuk
Tuhan, mari kita baca hikmah dan pembelajaran dari musibah
ini.

Jalan terbaik menyikapi musibah adalah kita pasrahkan diri kita


kepada Allah SWT dengan sikap tawakkal dan tawaddhu serta
bersabar. Mudah-mudahan banyak hikmah. Yang bisa kita petik
dan ambil pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini. Islam
tidak memandang musibah itu adalah bentuk murkanya Allah,
tapi adalah teguran kepada umat- Nya, cobaan bagi orang-orang
yang beriman dan pelajaran buat orang-orang yang masih
bergelimang dosa dan maksiat. Melalui musibah seyogianya
dapat mempertebal keimanan kita karena begitu mudahnya
Allah SWT menunjukkan keperkasaan-Nya kepada kita. Allah
SWT berfirman:
‫اَّلِذ ي َخلق الموت والحيوة ِلَيْبُلَو ُك ْم َأُّيُك ْم َأْح َس ُن َع َم اًل َو ُهَو‬

‫اْلَع ِز يُز اْلَغ ُفور‬

Artinya: “Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya


Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS
Al-Mulk: 2).

Ayat ini mengajarkan kita Allah SWT akan menguji kesabaran


kita sebagai orang beriman, sama halnya dengan orang-orang
yang menempuh pendidikan, ada ujian yang dilalui agar dapat
lulus dengan hasil yang memuaskan.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika Allah berkehendak positif


kepada hamba-Nya, maka Dia akan mendahulukan siksanya
terhadap hamba-Nya, dan jika Allah berkehendak negatif
terhadap hamba-Nya, maka siksa akibat dosa-dosanya ditunda
sampai ke akherat kelak.” (HR Tirmidzi).

Sikap yang diajarkan Rasulullah SAW hendaknya senantiasa


mampu kita terapkan karena lima belas abad yang lalu Nabi
mengalami banyak serangkaian musibah dan cobaan ketika
berupaya meyakinkan orang-orang kafir tentang kebenaran
Islam. Cobaan dan musibah datang silih berganti. Beliau dicela,
dicaci maki dan hendak dibunuh. Tapi beliau. Tidak pernah
berputus asa dan menyurutkan langkah serta menganggap itu
adalah “bencana” sebagai bentuk ujian yang harus ia lalui. Nabi
akhirnya dapat memetik hasil sempurna dari perjuangannya:
Islam dapat diterima.

Selain meneladani perilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah


SAW, kita harus menyikapi musibah yang terjadi dan menimpa
kita dengan tetap ber-husnuzzhan kepada Allah SWT, berbaik
sangka kepada-Nya dengan memandang serba positif terhadap
keputusan yang Dia ambil. Baik terhadap diri kita, orang lain
dan alam seluruhnya.

Orang yang ber-husnuzzhan terhadap Allah SWT memiliki


pandangan yang luas yang didasari oleh keimanan yang
tangguh. La meyakini bahwa segala keputusan atau takdir Allah
baik berupa kesenangan maupun yang menyusahkan tidak
mungkin ditujukan-Nya untuk menyengsarakan umat manusia.
Keputusan Allah atas manusia tadi adalah bentuk

Dari pendidikan, cobaan atau ujian untuk mengukur sejauhmana


keimanan seseorang.

Bagi yang memiliki sifat husnuzzhan kepada Allah SWT, bila ia


mendapat ujian. Kenikmatan tidak sombong tetapi tetap
tawaddhu’ dan bila mendapat musibah di kala sulit tidak
berkeluh kesah, tetap kukuh berprasangka baik kepada-Nya.
Karena Allah tidak akan memberikan beban kepada umat-Nya di
luar kemampuan. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya:
“Allah menghendaki kemudahan hagimu, bukan kesusahan.”
(QS Al- Baqarah 185).

Islam memberikan pedoman bagaimana menyikapi musibah


sebagaimana ditulis Ibrahim Anis dalam bukunya Al-Mu’jam
Al-Wasith: Iman dan ridha terhadap ketentuant Allah SWT.
Sebagai orang yang beriman kita harus mempunyai keyakinan
bahwa setiap bencana dan musibah adalah benar datangnya dari
Allah, tidak mengaitkan dengan hal-hal lain seperti murkanya
makhluk halus yang menunggu tempat tersebut. Karena setiap
musibah dan bencana yang menimpa kita adalah bentuk
pelajaran yang harus kita ambil hikmahnya.

Sabar menghadapi musibah. Sabar adalah orang yang mampu


menahan diri terhadap bentuk ujian yang menimpa kita dan
menerimanya dengan lapang dada. Karena orang yang beriman
itu bila dia ditimpa musibah akan tetap sabar dan bila dia diberi
nikmat akan tetap tawaddhu’ atau tidak sombong

Ada hikmah dibalik musibah. Setiap musibah dan bencana yang


datang pasti mengandung hikmah yang tersembunyi. Bagi orang
yang beriman menganggap itu merupakan pelajaran atau
mungkin Allah punya rencana dan maksud lain yang kita tahu.
Rahasia dibalik musibah tersebut..

Tetap berikhtiar. Maksudnya tetap berusaha untuk memperbaiki


keadaan atau menghindarkan diri dari bencana yang menimpa
tidak pasrah, menunggu dan diam saja. Kita harus punya
inisiatif untuk berbuat dan bertindak agar kita dapat keluar dari
kesulitan yang menghimpit.

Bertobat. Tobat adalah kembali kepada Allah setelah kita


melakukan maksiat atau kita membersihkan semua kesalahan
yang kita perbuat dengan jalan dekat kepada-Nya. Islam tidak
memandang manusia itu bagaikan malaikat tanpa berbuat dosa,
tapi sebaik-baik manusia itu adalah segera berhenti dari
perbuatan dosa dan bertobat dari kesalahan yang diperbuat.

Memperbanyak doa dan dzikir. Selagi sedang ditimpa musibah


kita dianjurkan

Memperbanyak zikir karena dengan jalan tersebut dapat


menentramkan hati dan. Menghilangkan kegelisahan sambil
berdoa supaya kita bisa keluar dari masalah tersebut. Nabi SAW
mengajarkan dalam doanya:

“Allahumma jurnii khairon fi mushiibathii wa akhluf lii khairan


minhaa.” Artinya: “Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku
ini dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.” (HR
Muslim).
Tetap Istiqamah. Seorang muslim yang tangguh dalam
menjalani cobaan yang diberikan Allah, dia tetap konsisten dan
teguh pendirian dalam menjalankan dan mengamalkan ajaran
Islam. Tidak lantas dengan ujian tersebut membuat ia semakin
jauh dari ajaran agama bahkan timbul penyakit stres atau
mengambil jalan pintas bunuh diri.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Akhlak kepada lingkungan adalah perilaku, sikap, atau


perbuatan kita terhadap segala sesuatu yang ada disekitar kita.
Alam sama seperti manusia, jika diperlakukan baik, maka akan
memberikan kebaikan kepada kita.Namun jika diperlakukan
tidak baik, maka alam pun akan marah dan akan memberikan
sesuatu yang tidak baik kepada kita.

Alam dan segala isinya merupakan maha karya yang diciptakan


Allah swt. Tanpa sedikit cacat di dalamnya. Karya yang menjadi
bukti kekuasaan-Nya serta sebagai arena bagi manusia dan
makhluk lainnya untuk menjalani proses kehidupan. Hamparan
alam dan lingkungan adalah instrumen kehidupan, dengan
potensi sangat luar biasa yang dapat dimanfaatkan oleh segenap
makhluk hidup bahkan yang sudah mati sekalipun.

Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan


hanya semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu
sendiri, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan
memakmurkan lingkungan atau alam ini. Dengan memenuhi
kebutuhannya sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan
keharmonisan hidup dapat terjaga.

Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dengan kewajiban


dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sebagai
konsekuensi nikmat yang diberikan Allah yang maha Pengasih
dan maha Penyayang kepada manusia, sebagaimana tampak
pada QS. Al-A’raf (7): 56, yang patut disukuri dan dilindungi
serta di junjung tinggi manusia yang perlu meningkatkan
kesadaran lingkungan. Tetapi manusia sebagai khalifah
terkadang lupa posisi mereka yang menyebabkan kerusakan
yang ada di muka bumi baik di darat maupun di laut.
Jalan terbaik menyikapi musibah adalah kita pasrahkan diri kita
kepada Allah SWT dengan sikap tawakkal dan tawaddhu serta
bersabar. Mudah-mudahan banyak hikmah. Yang bisa kita petik
dan ambil pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini. Islam
tidak memandang musibah itu adalah bentuk murkanya Allah,
tapi adalah teguran kepada umat- Nya, cobaan bagi orang-orang
yang beriman dan pelajaran buat orang-orang yang masih
bergelimang dosa dan maksiat. Melalui musibah seyogianya
dapat mempertebal keimanan kita karena begitu mudahnya
Allah SWT menunjukkan keperkasaan-Nya kepada kita.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, harapan dari penulis adalah kita


sebagai manusia kaitannya dengan akhlak memiliki tanggung
jawab pada pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Bahkan, inti dari risalah Nabi Muhammad SAW atau agama
Islam adalah berkasih sayang terhadap alam semesta. Dengan
demikian, perilaku umat Islam menjadikan kasih sayang
terhadap alam semesta termasuk pelestarian lingkungan sebagai.
Orientasi beragama manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Sanur, Adlan. Akhlak Kepada Lingkungan (Hewan, Tumbuh-


Tumbuhan Dan Air). Diakses Pada Tanggal 24 Desember 2023
Di https://www.academia.edu/resource/work/27635157 AHLAK
KEPADA LINGKUNGAN.

Juliansyah, Aldi. Akhlak Kepada Lingkungan. Al Islam Dan


Kemuhammadiyahan 2. Diakses Pada Tanggal 24 Desember
2023 Di https://www.academia.edu/resource/work/12955476
ahlak kepada lingkungan.

Alfathah, Suryana. 2017. Kajian Akhlak Terhadap Lingkungan.


Diakses Pada Tanggal 24 Desember 2023 di
https://www.academia.edu/resource/work/82187942 Akhlak
Terhadap Lingkungan

Qomarullah, Muhammad. LINGKUNGAN DALAM KAJIAN


AL-QUR’AN: Krisis Lingkungan dan Penanggulangannya
Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan
Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014.

Kurniawan. Alhafiz. 2021. Akhlak kepada Lingkungan. Diakses


pada tanggal 24 Desember 2023 di
https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/akhlak-kepada-lingkungan-
Z4EgH

Anda mungkin juga menyukai