Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

RELASI TUHAN DAN LINGKUNGAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dan Lingkungan Hidup

Dosen Pengampu : Abdurrohim Adri

Disusun Oleh :

1. M THORIQ EL FAJAR (2221020292)


2. MUHAMMAD ADI SAPUTRA (2221020302)

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-

Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul “Relasi

tuhan dan lingkungan”. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak tantangan

dan hambatan, akan tetapi dengan dukungan dari orang tua, guru, dan beberapa teman lainnya

tantangan itu bisa teratasi.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini, semoga

bantuannya dan dukungannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari penulisan,

bentuk penyusunan penulisan maupun pemilihan materinya. Kritik dan saran sangat kami

harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Bandar Lampung, 1 Maret 2023

` Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Masalah 3

D. Manfaat Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN 5

A. Manusia, Alam, Dan Tuhan 6

B. Tawaran Solusi 7

C. Etika Terhadap Tuhan

D. Etika Manusia Terhadap Tuhan 8

BAB III PENUTUP 9

A. Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki hubungan yang erat dengan alam semesta. Fitrahnya sebagai

khalîfah di alam raya ini sejak manusia diciptakan mengemban tanggung jawab agar dapat

melestarikan dan merawatnya. Khalîfah dalam pandangan AlGhazali adalah makhluk pilihan

Tuhan yang memiliki kedudukan sebagai makhluk muqaddas (suci), yang merupakan

bayangan Tuhan di muka bumi, karena manusia di alam ini adalah wakil-Nya

Oleh sebab itu, manusia diberi kelebihan daripada makhluk Tuhan yang lain. Salah

satunya adalah diberikannya ilmu pengetahuan agar manusia dapat merawat alam dengan

baik. Seiring dengan perjalanan waktu, manusia tumbuh dan mengalami peningkatan

populasi. Perseriakatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2020 dalam situs resminya merilis

bahwa jumlah manusia sudah mencapai 7,7 milyar. Sepuluh tahun kemudian diprediksi 8,5

miliar, bahkan 30 tahun kedepan bisa 9,7 miliar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul yang tertera pada halaman judul makalah yang bertuliskan
“Pendekatan Metode Studi Islam”, maka penulis sajikan dalam makalah ini sesuai dengan
judul yakni:

1. Apa yang dimaksud dengan relasi tuhan dan manusia ?

2. Bagaimana etika terhadap alam sebagai ciptaan tuhan ?

3. Bagaimana etika manusia terhadap alam ?

4. Mengapa manusia harus mempunyai etika ?

1
C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
dari membaca dan mempelajari serta membuat makalah ini adalah:

1. Kita dapat mengetahui bagaimana beretika dengan alam

2. Dengan adanya penyusunan makalah ini kita dapat mengetahui hubungan relasi
manusia, alam, dengan tuahan.

D. Manfaat Masalah

Berdasarkan pembahasan yang disajikan dan berdasarkan tujuan dari masalah dalam
makalah ini maka penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja
yang mau membaca dan mempelajarinya. Manfaat yang didapat dari mempelajari makalah ini
antara lain seperti menambah wawasan dan pemahaman mengenai bagaimana hubungan
relasi hubungan manusia dengan tuhan sang pencipta alam.

2
BAB II

Pembahasan

A. Manusia, Alam dan Tuhan

Kalau berbicara filsafat, Al-Ghazali bisa dibilang filsuf yang memiliki basis

pemikiran etika yang kuat. Namun, sayangnya, pemikirannya tentang etika lingkungan tidak

terformulasikan secara spesifik dalam satu buku, melainkan pandanganpandangannya tentang

etika ekologi tersebar pada beberapa karya-karyanya. Untuk mengetahui pandangan etika

kuat.1 ekologinya dapat ditelusuri dari beberapa karyanya yang memuat pandangan-

pandangan tentang alam lingkungan dan relasinya dengan manusia dan Tuhan, atau etika

ekologi. Ekologi sendiri merupakan disiplin cabang ilmu yang mengkaji tentang relasi timbal

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah makhluk hidup dalam konteks

pertanian adalah tanaman, dan adapun lingkungan pertanian bisa air, tanah, unsur hara, dan

lainnya. Secara etimologi, kata ekologi diambil dari kata oikos dan logos. Oikos artinya

rumah yang ditinggali, sedangkan logos artinya pengetahuan. Jadi, ekologi dapat

didefinisikan sebagai pengetahuan yang mempelajari organisme di tempat tinggalnya. Ada

pula yang mendefiniskan bahwa ekologi adalah pengetahuan tentang relasi antara organisme

atau sekelompok organisme dengan lingkungannya. Pendek kata, saat ini ekologi lebih

dikenal sebagai ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi dari alam. Bahkan, ekologi

dikenal sebagai ilmu yang mempelajari rumah tangga makhluk hidup. Jadi, etika ekologi

adalah relasi nilai atau moral timbal balik antara manusia dengan alam lingkungan. Relasi

yang terkait dengan tiga aspek, yakni antara manusia, lingkungan alam dan Tuhan, dikenal

dengan istilah ekosufisme. Ekosufisme sendiri diambil dari dua kata, yakni eko yang berasal

dari kata ekologi, dan sufisme yang berarti ilmu tentang nilai-nilai dan jalan kedekatan

1
W. M. Watt, Muslim Intellectual: A Study of Al-Ghazali, (Edinburgh University Press, 1965), h.10

3
manusia dengan Tuhannya.13 Jadi, ekosufisme dapat diartikan sebagai ilmu tentang relasi

nilai antara manusia, alam dan lingkungan dalam satu kesatuan wujud.

B. Tawaran Solusi

Pandangan Al-Ghazali mengajarkan pentingnya membangun relasi yang harmonis

antara manusia dengan ekosistem yang lain. Al-Ghazali mengilustrasikan relasi manusia

dengan ekosistem yang lain seperti bangunan rumah, yang di dalamnya ada langit-langit

rumah, tembok, lampu rumah, perabotan rumah, makanan, dan minuman 2. Kesemuanya harus

dijaga dan digunakan sebagaimana mestinya. Semua makhluk memiliki peran masingmasing.

Merusak alam berarti merusak rumah sendiri. Berarti juga merusak diri sendiri. Eksploitasi

yang berlebihan tanpa mempedulikan kerusakan yang ditimbulkan berarti telah membunuh

dirinya dan generasi berikutnya secara perlahan-lahan. Oleh sebab itu diperlukan etika dalam

menjaga alam, sebagai bentuk kewajiban dengan tujuan untuk mempertahankan hidup di

bumi. Ada kecenderungan di tengah masyarakat Indonesia bahwa dalam memanfaatkkan

kekayaan alam terutama pohon dan tumbuh-tumbuhan boleh dilakukan sepuas-puasnya untuk

kesejahteraan manusia. Hal ini disebabkan karena umumnya negara berkembang selalu

eksploitasi sumber kekayaan alam agar dapat mengejar ketinggalan. Paradigma yang dianut

adalah hak untuk membangun (the right to development) tanpa mengindahkan kebutuhan

alam yang lain. Inilah yang menjadi pemantik yang cepat terjadinya eksploitasi hutan dan

abai pada hak-hak moral ekosistem yang ada. Problemnya adalah tidak ada syukur pada diri

manusia atas apa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Syukur tidak hanya dipahami

dengan cara mengucapkan hamdalah beribu-ribu kali.

2
Al-Ghazali, al-Hikmah fî Makhlûqȃtillah, (Beirut: Dȃr Ihyȃ al-Ulûm, 1978), h.40

4
Syukur adalah bentuk timbal-balik yang saling menguntungkan dan menyayangi pada

semuanya. Syukur adalah bentuk cinta pada yang memberi. Syukur tidak dimaknai sebagai

bentuk apatisme, namun meruakan bentuk aktif yang didasarkan pada rasionalitas-spiritual.

Membangun rumah sebagai kebutuhan manusia harus dicukupi dengan tetap menjaga

keseimbangan alam. Menjaga keseimbangan alam itulah yang disebut bentuk syukur. Dengan

menjaga lingkungan dan tidak merusaknya adalah bentuk syukur kepada alam dan Tuhan.

Menurut Al-Ghazali, hutan adalah pakubumi planet bumi. Menjadi tiang pancang berdiri dan

kokohnya bumi. Bumi dijadikan sebagai tempat tinggal manusia dan binatang. Bentuknya

menghampar agar manusia dapat tinggal dengan nyaman sehingga manusia dapat berteduh

dan terhindar dari terik matahari dan hujan. Bumi menjadi tempat tumbuhnya manusia,

binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bumi tercipta dengan dataran yang rata dan gembur, tidak

seperti tekstur gunung-gunung yang keras. Kemakmuran bumi akan sulit dilakukan jika

tekstur bumi keras. Tekstur bumi yang gembur menjadikannya mudah untuk digunakan

mendirikan bangunan, mengolah susu, membuat perkakas tembikar, dan lain-lain.19 Tanah

gembur menjadi sarang bagi hewan-hewan. Di atas bumi terdapat gunung. Sekiranya bumi

tidak memiliki gunung, ia akan diombang-ambing oleh angin dan kering oleh terik matahari.

Akibatnya manusia tidak memperoleh air. Gunung dapat dikatakan sebagai tempat

penyimpanan air. Di beberapa tempat Tuhan menurunkan salju. Di beberapa tempat terdapat

sungai dan danau yang berfungsi untuk menampung air untuk keperluan hidup penduduk

bumi. Bumi mengeluarkan air untuk dapat dimanfaatkan kebutuhan makhluk hidup di

atasnya. Di bumi manusia bisa membangun rumah untuk ditempati. Tuhan menjadikan

tempat berhembusnya angin utara lebih tinggi daripada angin selatan, supaya air bisa

mengalir di atas permukaan bumi sehingga dapat menyirami dan menyegarkan bumi, dan

5
akhirnya bermuara di lautan. Gunung juga menyimpan makanan dan obat-obatan. Di gunung

tempat tumbuhnya pohon-pohon besar. Bagi para pelaut, gunung berfungsi sebagai petunjuk

bagi orang-orang yang melakukan perjalanan laut. Perlaku hidup masyarakat modern

cenderung senang bermegahmegahan, berlebihan, berinvestasi, menyimpan, dan rakus. Di

sinilah muara persoalan itu. Oleh karena itu, menurut Al-Ghazali, manusia harus ber-zuhud.

Zuhud artinya menghilangkan ketergantungan yang berlebihan kepada urusan dunia dan

perkara yang berlebih-lebihan.

WWF Indonesia pada tahun 2020 menyebut bahwa 82% sungai di Insonesia dari 550

sungai rusak, selebihnya telah tercemar oleh limbah pabrik dan sampah. Sampah plastik

menjadi problem yang sampai saat ini belum ada solusinya. Sampah plastik adalah bahan

yang tidak bisa terutai di bumi meskipun tertimbun untuk ratusan tahun lamanya. LIPI pada

tahun 2020 juga menemukan fakta bahwa laut di dunia sudah terkotori dan dipadati sampah

plastik. Ditemukan 14 juta ton potongan plastik di dasaran laut. Organisasi CSIRO juga

menjelaskan bahwa pencemaran di dasar laut sudah sungguh sangat memperihatinkan.

Sampah plastik mikro terdeteksi 25 kali lebih tinggi dibanding temuan riset sebelumnya.

Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat sampah plastik merupakan sampah

yang tidak bisa terurai kurun waktu yang sangat lama. Sampah plastik akan merusak bumi

dan air tanah. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki mahabbah,

baik kepada Tuhan maupun kepada alam. Sifat mahabbah adalah sifat mencintai dengan

ketulusan hati atas dasar kasih sayang, menghargai, dan menghormati demi keberlangsungan

hidup. Mencintai Allah harus termanifestasi pada kecintaan kepada alam, karena alam

merupakan ciptaan Tuhan yang harus dijaga. Salah satu bentuk tidak adanya mahabbah pada

diri manusia adalah dengan membuang sampah sembarangan. Dalam sebuah rilis penelitian

yang diterbitkan tahun 2015, para peneliti dari Universitas Georgia membuat pemeringkatan

negara-negara pembuang sampah plastik terbanyak ke laut, diperkirakan terdapat antara 4,8–

6
12,7 juta MT masuk ke lautan lepas. Indonesia dalam penelitian tersebut, berada dalam posisi

nomor dua di bawah Tiongkok dan berada satu peringkat di atas Filipina.

Fakta ini juga memperlihatkan kondisi yang sangat memperihatinkan, karena bangsa

Indonesia masih memiliki kesadaran yang minim dalam menjaga lingkungan. Di samping

problem sampah plastik, bangsa Indonesia juga masih menyisakan problem sanitasi.

Organisasi WSP pernah merilis hasil risetnya pada tahun 2011 bahwa Indonesia berada di

urutan kedua di dunia sebagai negara dengan sanitasi buruk. Menurut data yang

dipublikasikan PBB, 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air

besar (BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah. Kondisi semacam ini

tentu ironi jika melihat fakta bahwa Indonesia berpenduduk mayoritas muslim. Ajaran Islam

dan perilaku hidup umat Islam di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus. Pemahaman dan

kesadaran pada pentingnya menjaga kebersihan lingkungan masih minim. Tanpa manusia

sadari, faktor untuk memenuhi kebutuhan hidup telah membawa manusia pada kerusakan

alam yang telah dibuatnya sendiri. Mereka tidak memperhatikan relasi yang harmonis antara

dirinya dengan alam. Padahal apabila ekosistem lain terganggu, keberlangsungan hidup

manusia juga terganggu, bahkan malapetaka. Supriatna menyebut perilaku seperti ini sebagai

ketidakcerdasan ekologis, yaitu perilaku yang tidak mengindahkan kompetensi manusia

dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam dengan baik. Kecerdasan ekologis

adalah kesadaran pikir dan nurani manusia pada keberlangsungan jangka panjang untuk

kehidupan anak cucu manusia.

C. Etika terhadap Tuhan

7
Sebagaimana telah disebutkan dalam dalam kitab-kitab kalam bahwa salah satu bukti

yang paling populer dan yang paling penting atas keniscayaan mengenal Tuhan yaitu bahwa

bersyukur kepada pemberi adalah kewajiban. Tuhan adalah pemberi wujud dan

kesempurnaan kita serta segala kemungkinan yang kita miliki, maka bersyukur kepada-Nya

menurut hukum moral adalah sebuah keharusan.Keharusan mensyukuri Tuhan hanya

mungkin dilakukan hanya dengan mengenal Tuhan. Selama kita tidak mengenal Tuhan, maka

ketika itu pula kita tidak akan pernah bersyukur kepada-Nya. Dengan demikian, keniscayaan

mengenal Tuhan itu dilandasi oleh hukum moral yang menegaskan bahwa “bersyukur kepada

pemberi adalah sebuah keharusan. Disamping itu, banyak pemikir-pemikir Barat yang

mengandalkan argumen moral dalam upaya membuktikan eksistensi Tuhan.Tampaknya

filosof yang pertama kali membuktikan eksistensi Tuhan dengan argumen ini adalah

Immanuel Kant.Ia menganggap mandul semua argumen akal budi atas eksistensi Tuhan,

meyakini bahwa implikasi akal praktis dan undang-undang moral adalah pengakuan atas

keberadaan Tuhan dan atas sejumlah dogmadogma agama seperti keabadian roh. Menurut

Kant, iman kepada Tuhan dan kekalan roh (hingga di alam akhirat) bertummpu pada

kesadaran moral dan akal praktis

D. Etika Manusia Terhadap Tuhan

Sejatinya kehidupan adalah saling memiliki ketergantungan antara sesame manusia

dan dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari aturan-aturan, baik yang bersumber

dari kesepakatan antara sesame maupun norma-norma agama, karena hanya dengan norma

hidup kita akan lebih jauh memahami akhlak natara sesame manusia dan makhluk lainnya

dalam mengarungi kehidupan. Manusia tentu sajamerupakan hasil dari evolusi terkhir dan

karena itu, sebagai makhluk,manusia memiliki karakter atau sifat-sifat khusus yang tidak

dimiliki oleh hewan-hewan dan makhluk-makhluk yang lebih rendah dari manusia.Sekalipun

hewan dikatakan memiliki kesadaran dan nafsu, tapi kesadaran hewan tentang dunia fisik

8
hanyalah kesadaran indrawi, tidak biasmenjangkau ke kedalaman dan antarhubungan batin

benda-benda.Kesadaran indrawi hanyalah pada objek-objek yang bersifat individual dan

partikular dan tidak bisa menjangkau yang bersifat universal dan general.

Berbeda dengan kesadaran hewani, kesadaran manusia bisa menjangkau apa-apa yang

tidak bisa dijangkau oleh kesadaran hewani.Kesadaran manusia tidak tetap terpenjara dalam

batas lokal atau ruang, ia juga tidak terbelenggu pada waktu tertentu. Kesadaran manusia

justru bisa melakukan pengembaraan menembus ruang dan waktu.Namun selain dari itu,

yang benar-benar membedakan antara manusia dengan hewan adalah “ilmu dan iman”.Inilah

perbedan utama manusia dari hewan.Oleh karena itu, sains dan iman adalah dua hal yang

harus diperoleh dan dikembangkan oleh manusia untuk mengekspresikan nilai-nilai

kemanusiaannya Manusia menikmati kemuliaan dan keagungan yang khusus di antara

makhluk-makhluk lain dan memiliki peran khusus sebagai wakil Tuhan dan misi khusus

sebagai pengelola alam.Namun manusia (dengan kebebasan memilihnya) bertanggungjawab

terhadap evolusi dan pertumbuhan serta pendidikannya begitu pula dengan perbaikan

masyarakatnya. Alam semesta merupakan sekolah bagi manusia dan Tuhan akan memberi

pahala pada setiap diri manusia sesuai dengan niat baik dan usahanhya yang tulus.

Sifat kebebasan yang dimiliki manusia sehingga ia menjadi makhluk moral yang bisa

diberi sifat baik dan buruk, tergantung perbuatan mana yang dipilihnya secara sadar. Sebagai

makhluk moral senantiasa berinteraksi untuk mencapai kebahagian sebagai tujuan puncak

dari etika, karena tak seorang pun yang tidak mau menggapai kebahagiaan dan bahwa etika

adalah ilmu yang menunjukkan jalan kebahagiaan Bagaimanakah etika bisa membawa

kebahagiaan, padahal etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah? Etika ingin

agar manusia menjadi baik, karena hanya dengan menjadi baik maka seseorang akan menjadi

bahagia. Alasannya adalah bahwa orang yang baik adalah orang yang sehat mentalnya dan

orang yang sehat mentalnya akan mampu mengecap berbagai macam kebahagiaan rohani.

9
sebagaimana orang yang sehat fisiknya bisa mengecap segala macam kesenangan

jasmaninya. Misalnya ketika seseorang terkena penyakit flu dan sejenisnya, kita terkadang

mengalami “mati rasa” ketikatidakbisa membedakan rasa manis, asin atau pahit. Ini terjadi

BAB III

10
PENUTUP

A. kesimpulan

Tuhan adalah pemberi wujud dan kesempurnaan kita serta segala kemungkinan yang

kita miliki, maka bersyukur kepada-Nya menurut hukum moral adalah sebuah keharusan.

Keharusan mensyukuri Tuhan hanya mungkin dilakukan hanya dengan mengenal Tuhan.

Selama kita tidak mengenal Tuhan, maka ketika itu pula kita tidak akan pernah bersyukur

kepada-Nya. Dengan demikian, keniscayaan mengenal Tuhan itu dilandasi oleh hukum moral

yang menegaskan bahwa “bersyukur kepada pemberi adalah sebuah keharusan.

DAFTAR PUSTAKA

11
Falsafe Akhlaq, diterjemahkan oleh Faruq bin Dhiya’ dengan judul, Falsafah Akhlak: Kritik

Atas Konsep Moralitas Barat, (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 198. ,

Goal of Life, diterjemahkan olehMustamin al-Mandari dengan judul, Mengapa Kita

Dicptakan?: Dari Etika, Agama dan Mazhab Pemikiran Menuju Penyempurnaan

Manusia, (Cet. I; Yogyakarta: Rausyan Fikr, 2003.

Russel, Bertrand, History of Western Philosophy and its Connection With Political and Social

Circumstances From The Earliest Times to The Present Day, diterjemahkan oleh Sigit

Jatmiko dkk dengan judul, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi

Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga sekarang, Cet. III; Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2007.

Suseno, Franz Magniz,Etika Dasar – Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,Yogyakarta:

Kanisius, 1987. , Etika Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Soleh, A. Khudori, Wacana Baru Filsafat Islam, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

W. M. Watt. (1965). Muslim Intellectual: A Study of Al-Ghazali, Edinburgh University

Press.

12

Anda mungkin juga menyukai