Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dan Lingkungan Hidup
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul “Relasi
tuhan dan lingkungan”. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak tantangan
dan hambatan, akan tetapi dengan dukungan dari orang tua, guru, dan beberapa teman lainnya
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya dan dukungannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari penulisan,
bentuk penyusunan penulisan maupun pemilihan materinya. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
` Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 3
D. Manfaat Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
B. Tawaran Solusi 7
A. Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki hubungan yang erat dengan alam semesta. Fitrahnya sebagai
khalîfah di alam raya ini sejak manusia diciptakan mengemban tanggung jawab agar dapat
melestarikan dan merawatnya. Khalîfah dalam pandangan AlGhazali adalah makhluk pilihan
Tuhan yang memiliki kedudukan sebagai makhluk muqaddas (suci), yang merupakan
bayangan Tuhan di muka bumi, karena manusia di alam ini adalah wakil-Nya
Oleh sebab itu, manusia diberi kelebihan daripada makhluk Tuhan yang lain. Salah
satunya adalah diberikannya ilmu pengetahuan agar manusia dapat merawat alam dengan
baik. Seiring dengan perjalanan waktu, manusia tumbuh dan mengalami peningkatan
populasi. Perseriakatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2020 dalam situs resminya merilis
bahwa jumlah manusia sudah mencapai 7,7 milyar. Sepuluh tahun kemudian diprediksi 8,5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul yang tertera pada halaman judul makalah yang bertuliskan
“Pendekatan Metode Studi Islam”, maka penulis sajikan dalam makalah ini sesuai dengan
judul yakni:
1
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
dari membaca dan mempelajari serta membuat makalah ini adalah:
2. Dengan adanya penyusunan makalah ini kita dapat mengetahui hubungan relasi
manusia, alam, dengan tuahan.
D. Manfaat Masalah
Berdasarkan pembahasan yang disajikan dan berdasarkan tujuan dari masalah dalam
makalah ini maka penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja
yang mau membaca dan mempelajarinya. Manfaat yang didapat dari mempelajari makalah ini
antara lain seperti menambah wawasan dan pemahaman mengenai bagaimana hubungan
relasi hubungan manusia dengan tuhan sang pencipta alam.
2
BAB II
Pembahasan
Kalau berbicara filsafat, Al-Ghazali bisa dibilang filsuf yang memiliki basis
pemikiran etika yang kuat. Namun, sayangnya, pemikirannya tentang etika lingkungan tidak
etika ekologi tersebar pada beberapa karya-karyanya. Untuk mengetahui pandangan etika
kuat.1 ekologinya dapat ditelusuri dari beberapa karyanya yang memuat pandangan-
pandangan tentang alam lingkungan dan relasinya dengan manusia dan Tuhan, atau etika
ekologi. Ekologi sendiri merupakan disiplin cabang ilmu yang mengkaji tentang relasi timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah makhluk hidup dalam konteks
pertanian adalah tanaman, dan adapun lingkungan pertanian bisa air, tanah, unsur hara, dan
lainnya. Secara etimologi, kata ekologi diambil dari kata oikos dan logos. Oikos artinya
rumah yang ditinggali, sedangkan logos artinya pengetahuan. Jadi, ekologi dapat
pula yang mendefiniskan bahwa ekologi adalah pengetahuan tentang relasi antara organisme
atau sekelompok organisme dengan lingkungannya. Pendek kata, saat ini ekologi lebih
dikenal sebagai ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi dari alam. Bahkan, ekologi
dikenal sebagai ilmu yang mempelajari rumah tangga makhluk hidup. Jadi, etika ekologi
adalah relasi nilai atau moral timbal balik antara manusia dengan alam lingkungan. Relasi
yang terkait dengan tiga aspek, yakni antara manusia, lingkungan alam dan Tuhan, dikenal
dengan istilah ekosufisme. Ekosufisme sendiri diambil dari dua kata, yakni eko yang berasal
dari kata ekologi, dan sufisme yang berarti ilmu tentang nilai-nilai dan jalan kedekatan
1
W. M. Watt, Muslim Intellectual: A Study of Al-Ghazali, (Edinburgh University Press, 1965), h.10
3
manusia dengan Tuhannya.13 Jadi, ekosufisme dapat diartikan sebagai ilmu tentang relasi
nilai antara manusia, alam dan lingkungan dalam satu kesatuan wujud.
B. Tawaran Solusi
antara manusia dengan ekosistem yang lain. Al-Ghazali mengilustrasikan relasi manusia
dengan ekosistem yang lain seperti bangunan rumah, yang di dalamnya ada langit-langit
rumah, tembok, lampu rumah, perabotan rumah, makanan, dan minuman 2. Kesemuanya harus
dijaga dan digunakan sebagaimana mestinya. Semua makhluk memiliki peran masingmasing.
Merusak alam berarti merusak rumah sendiri. Berarti juga merusak diri sendiri. Eksploitasi
yang berlebihan tanpa mempedulikan kerusakan yang ditimbulkan berarti telah membunuh
dirinya dan generasi berikutnya secara perlahan-lahan. Oleh sebab itu diperlukan etika dalam
menjaga alam, sebagai bentuk kewajiban dengan tujuan untuk mempertahankan hidup di
kekayaan alam terutama pohon dan tumbuh-tumbuhan boleh dilakukan sepuas-puasnya untuk
kesejahteraan manusia. Hal ini disebabkan karena umumnya negara berkembang selalu
eksploitasi sumber kekayaan alam agar dapat mengejar ketinggalan. Paradigma yang dianut
adalah hak untuk membangun (the right to development) tanpa mengindahkan kebutuhan
alam yang lain. Inilah yang menjadi pemantik yang cepat terjadinya eksploitasi hutan dan
abai pada hak-hak moral ekosistem yang ada. Problemnya adalah tidak ada syukur pada diri
manusia atas apa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Syukur tidak hanya dipahami
2
Al-Ghazali, al-Hikmah fî Makhlûqȃtillah, (Beirut: Dȃr Ihyȃ al-Ulûm, 1978), h.40
4
Syukur adalah bentuk timbal-balik yang saling menguntungkan dan menyayangi pada
semuanya. Syukur adalah bentuk cinta pada yang memberi. Syukur tidak dimaknai sebagai
bentuk apatisme, namun meruakan bentuk aktif yang didasarkan pada rasionalitas-spiritual.
Membangun rumah sebagai kebutuhan manusia harus dicukupi dengan tetap menjaga
keseimbangan alam. Menjaga keseimbangan alam itulah yang disebut bentuk syukur. Dengan
menjaga lingkungan dan tidak merusaknya adalah bentuk syukur kepada alam dan Tuhan.
Menurut Al-Ghazali, hutan adalah pakubumi planet bumi. Menjadi tiang pancang berdiri dan
kokohnya bumi. Bumi dijadikan sebagai tempat tinggal manusia dan binatang. Bentuknya
menghampar agar manusia dapat tinggal dengan nyaman sehingga manusia dapat berteduh
dan terhindar dari terik matahari dan hujan. Bumi menjadi tempat tumbuhnya manusia,
binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bumi tercipta dengan dataran yang rata dan gembur, tidak
seperti tekstur gunung-gunung yang keras. Kemakmuran bumi akan sulit dilakukan jika
tekstur bumi keras. Tekstur bumi yang gembur menjadikannya mudah untuk digunakan
mendirikan bangunan, mengolah susu, membuat perkakas tembikar, dan lain-lain.19 Tanah
gembur menjadi sarang bagi hewan-hewan. Di atas bumi terdapat gunung. Sekiranya bumi
tidak memiliki gunung, ia akan diombang-ambing oleh angin dan kering oleh terik matahari.
Akibatnya manusia tidak memperoleh air. Gunung dapat dikatakan sebagai tempat
penyimpanan air. Di beberapa tempat Tuhan menurunkan salju. Di beberapa tempat terdapat
sungai dan danau yang berfungsi untuk menampung air untuk keperluan hidup penduduk
bumi. Bumi mengeluarkan air untuk dapat dimanfaatkan kebutuhan makhluk hidup di
atasnya. Di bumi manusia bisa membangun rumah untuk ditempati. Tuhan menjadikan
tempat berhembusnya angin utara lebih tinggi daripada angin selatan, supaya air bisa
mengalir di atas permukaan bumi sehingga dapat menyirami dan menyegarkan bumi, dan
5
akhirnya bermuara di lautan. Gunung juga menyimpan makanan dan obat-obatan. Di gunung
tempat tumbuhnya pohon-pohon besar. Bagi para pelaut, gunung berfungsi sebagai petunjuk
bagi orang-orang yang melakukan perjalanan laut. Perlaku hidup masyarakat modern
sinilah muara persoalan itu. Oleh karena itu, menurut Al-Ghazali, manusia harus ber-zuhud.
Zuhud artinya menghilangkan ketergantungan yang berlebihan kepada urusan dunia dan
WWF Indonesia pada tahun 2020 menyebut bahwa 82% sungai di Insonesia dari 550
sungai rusak, selebihnya telah tercemar oleh limbah pabrik dan sampah. Sampah plastik
menjadi problem yang sampai saat ini belum ada solusinya. Sampah plastik adalah bahan
yang tidak bisa terutai di bumi meskipun tertimbun untuk ratusan tahun lamanya. LIPI pada
tahun 2020 juga menemukan fakta bahwa laut di dunia sudah terkotori dan dipadati sampah
plastik. Ditemukan 14 juta ton potongan plastik di dasaran laut. Organisasi CSIRO juga
Sampah plastik mikro terdeteksi 25 kali lebih tinggi dibanding temuan riset sebelumnya.
Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat sampah plastik merupakan sampah
yang tidak bisa terurai kurun waktu yang sangat lama. Sampah plastik akan merusak bumi
dan air tanah. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki mahabbah,
baik kepada Tuhan maupun kepada alam. Sifat mahabbah adalah sifat mencintai dengan
ketulusan hati atas dasar kasih sayang, menghargai, dan menghormati demi keberlangsungan
hidup. Mencintai Allah harus termanifestasi pada kecintaan kepada alam, karena alam
merupakan ciptaan Tuhan yang harus dijaga. Salah satu bentuk tidak adanya mahabbah pada
diri manusia adalah dengan membuang sampah sembarangan. Dalam sebuah rilis penelitian
yang diterbitkan tahun 2015, para peneliti dari Universitas Georgia membuat pemeringkatan
negara-negara pembuang sampah plastik terbanyak ke laut, diperkirakan terdapat antara 4,8–
6
12,7 juta MT masuk ke lautan lepas. Indonesia dalam penelitian tersebut, berada dalam posisi
nomor dua di bawah Tiongkok dan berada satu peringkat di atas Filipina.
Fakta ini juga memperlihatkan kondisi yang sangat memperihatinkan, karena bangsa
Indonesia masih memiliki kesadaran yang minim dalam menjaga lingkungan. Di samping
problem sampah plastik, bangsa Indonesia juga masih menyisakan problem sanitasi.
Organisasi WSP pernah merilis hasil risetnya pada tahun 2011 bahwa Indonesia berada di
urutan kedua di dunia sebagai negara dengan sanitasi buruk. Menurut data yang
dipublikasikan PBB, 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air
besar (BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah. Kondisi semacam ini
tentu ironi jika melihat fakta bahwa Indonesia berpenduduk mayoritas muslim. Ajaran Islam
dan perilaku hidup umat Islam di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus. Pemahaman dan
kesadaran pada pentingnya menjaga kebersihan lingkungan masih minim. Tanpa manusia
sadari, faktor untuk memenuhi kebutuhan hidup telah membawa manusia pada kerusakan
alam yang telah dibuatnya sendiri. Mereka tidak memperhatikan relasi yang harmonis antara
dirinya dengan alam. Padahal apabila ekosistem lain terganggu, keberlangsungan hidup
manusia juga terganggu, bahkan malapetaka. Supriatna menyebut perilaku seperti ini sebagai
dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam dengan baik. Kecerdasan ekologis
adalah kesadaran pikir dan nurani manusia pada keberlangsungan jangka panjang untuk
7
Sebagaimana telah disebutkan dalam dalam kitab-kitab kalam bahwa salah satu bukti
yang paling populer dan yang paling penting atas keniscayaan mengenal Tuhan yaitu bahwa
bersyukur kepada pemberi adalah kewajiban. Tuhan adalah pemberi wujud dan
kesempurnaan kita serta segala kemungkinan yang kita miliki, maka bersyukur kepada-Nya
mungkin dilakukan hanya dengan mengenal Tuhan. Selama kita tidak mengenal Tuhan, maka
ketika itu pula kita tidak akan pernah bersyukur kepada-Nya. Dengan demikian, keniscayaan
mengenal Tuhan itu dilandasi oleh hukum moral yang menegaskan bahwa “bersyukur kepada
pemberi adalah sebuah keharusan. Disamping itu, banyak pemikir-pemikir Barat yang
filosof yang pertama kali membuktikan eksistensi Tuhan dengan argumen ini adalah
Immanuel Kant.Ia menganggap mandul semua argumen akal budi atas eksistensi Tuhan,
meyakini bahwa implikasi akal praktis dan undang-undang moral adalah pengakuan atas
keberadaan Tuhan dan atas sejumlah dogmadogma agama seperti keabadian roh. Menurut
Kant, iman kepada Tuhan dan kekalan roh (hingga di alam akhirat) bertummpu pada
dan dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari aturan-aturan, baik yang bersumber
dari kesepakatan antara sesame maupun norma-norma agama, karena hanya dengan norma
hidup kita akan lebih jauh memahami akhlak natara sesame manusia dan makhluk lainnya
dalam mengarungi kehidupan. Manusia tentu sajamerupakan hasil dari evolusi terkhir dan
karena itu, sebagai makhluk,manusia memiliki karakter atau sifat-sifat khusus yang tidak
dimiliki oleh hewan-hewan dan makhluk-makhluk yang lebih rendah dari manusia.Sekalipun
hewan dikatakan memiliki kesadaran dan nafsu, tapi kesadaran hewan tentang dunia fisik
8
hanyalah kesadaran indrawi, tidak biasmenjangkau ke kedalaman dan antarhubungan batin
partikular dan tidak bisa menjangkau yang bersifat universal dan general.
Berbeda dengan kesadaran hewani, kesadaran manusia bisa menjangkau apa-apa yang
tidak bisa dijangkau oleh kesadaran hewani.Kesadaran manusia tidak tetap terpenjara dalam
batas lokal atau ruang, ia juga tidak terbelenggu pada waktu tertentu. Kesadaran manusia
justru bisa melakukan pengembaraan menembus ruang dan waktu.Namun selain dari itu,
yang benar-benar membedakan antara manusia dengan hewan adalah “ilmu dan iman”.Inilah
perbedan utama manusia dari hewan.Oleh karena itu, sains dan iman adalah dua hal yang
makhluk-makhluk lain dan memiliki peran khusus sebagai wakil Tuhan dan misi khusus
terhadap evolusi dan pertumbuhan serta pendidikannya begitu pula dengan perbaikan
masyarakatnya. Alam semesta merupakan sekolah bagi manusia dan Tuhan akan memberi
pahala pada setiap diri manusia sesuai dengan niat baik dan usahanhya yang tulus.
Sifat kebebasan yang dimiliki manusia sehingga ia menjadi makhluk moral yang bisa
diberi sifat baik dan buruk, tergantung perbuatan mana yang dipilihnya secara sadar. Sebagai
makhluk moral senantiasa berinteraksi untuk mencapai kebahagian sebagai tujuan puncak
dari etika, karena tak seorang pun yang tidak mau menggapai kebahagiaan dan bahwa etika
adalah ilmu yang menunjukkan jalan kebahagiaan Bagaimanakah etika bisa membawa
kebahagiaan, padahal etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah? Etika ingin
agar manusia menjadi baik, karena hanya dengan menjadi baik maka seseorang akan menjadi
bahagia. Alasannya adalah bahwa orang yang baik adalah orang yang sehat mentalnya dan
orang yang sehat mentalnya akan mampu mengecap berbagai macam kebahagiaan rohani.
9
sebagaimana orang yang sehat fisiknya bisa mengecap segala macam kesenangan
jasmaninya. Misalnya ketika seseorang terkena penyakit flu dan sejenisnya, kita terkadang
mengalami “mati rasa” ketikatidakbisa membedakan rasa manis, asin atau pahit. Ini terjadi
BAB III
10
PENUTUP
A. kesimpulan
Tuhan adalah pemberi wujud dan kesempurnaan kita serta segala kemungkinan yang
kita miliki, maka bersyukur kepada-Nya menurut hukum moral adalah sebuah keharusan.
Keharusan mensyukuri Tuhan hanya mungkin dilakukan hanya dengan mengenal Tuhan.
Selama kita tidak mengenal Tuhan, maka ketika itu pula kita tidak akan pernah bersyukur
kepada-Nya. Dengan demikian, keniscayaan mengenal Tuhan itu dilandasi oleh hukum moral
DAFTAR PUSTAKA
11
Falsafe Akhlaq, diterjemahkan oleh Faruq bin Dhiya’ dengan judul, Falsafah Akhlak: Kritik
Atas Konsep Moralitas Barat, (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 198. ,
Russel, Bertrand, History of Western Philosophy and its Connection With Political and Social
Circumstances From The Earliest Times to The Present Day, diterjemahkan oleh Sigit
Jatmiko dkk dengan judul, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi
Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga sekarang, Cet. III; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Soleh, A. Khudori, Wacana Baru Filsafat Islam, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Press.
12