Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

AKHLAK KEPADA LINGKUNGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Akidah Akhlak
Dosen Pengampu : Novita Herawati M.Pd
NIP : 199208032020122024

Disusun Oleh
Kelompok 11
1. Aldo Serena (2301071004)
2. Neni Eryanti (2301072008)

PROGRAM STUDI S1 TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kelompok penulis bisa menyelesaikan
tugas makalah “AKHLAK KEPADA LINGKUNGAN” sebagai mana mestinya.
Tak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih terhadap pihak-pihak yang
turut ikut andil dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis sadar dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan dalam segi penyusunan dan
sistematika penulisan yang baik dan benar.
Oleh karena itu penulis selaku penyusun sangat berharap banyak terhadap
para pembaca agar memberi saran dan masukkan sehingga penulis bisa
menyempurnakan kekurangan tersebut. Semoga makalah yang penulis susun ini
bermanfaat bagi kita semua terutama terhadap penulis.

Metro, 29 September 2023

Penulis

A. Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan

1
Kata Akhlak adalah jamak dari khilqun atau khuluqun yang artinya
perangai, tabiat, kebiasaan, dan agama. Sedangkan, akhlak secara terminologi
atau istilah yaitu tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan
secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan baik itu perbuatan yang baik
maupun perbuatan yang buruk. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
berada di sekitar manusia, seperti binatang, tumbuh- tumbuhan, dan benda-
benda tak bernyawa.
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari
fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dan sesamanya serta antara manusia dan alam. Maka, dapat
disimpulkan bahwa akhlak kepada lingkungan adalah perilaku, sikap, atau
perbuatan kita terhadap segala sesuatu yang ada disekitar kita. Alam sama
seperti manusia, jika diperlakukan baik, maka akan memberikan kebaikan
kepada kita. Namun jika diperlakukan tidak baik, maka alam pun marah dan
akan memberikan sesuatu yang tidak baik kepada kita. Contohnya seperti
perilaku kita terhadap sungai. Sungai akan sangat bermanfaat jika dirawat
dengan baik. Namun apabila sungai diperlakukan sebagai tempat
pembuangan sampah, maka sungai pun akan marah dan meluapkan airnya
ketika hujan dan menyebabkan banjir.1
Maka dari itu, lingkungan harus diperlakukan dengan baik dengan
selalu menjaga, merawat dan melestarikannya karena secara etika hal ini
merupakan hak dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang
mutlak adanya. Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap
lingkungan merupakan salah satu manifestasi dari etika itu sendiri. Pada
dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber
dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya
interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam
lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Dalam
pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah
sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berarti

1
Sanur, Adlan. Akhlak Kepada Lingkungan (Hewan, Tumbuh-Tumbuhan Dan Air).

2
tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati
proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang
terjadi, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata
lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan
pada diri manusia sendiri.
Akhlak yang baik terhadap lingkungan dapat ditunjukkan kepada
penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri
yang menciptanya.Dari Syaddad bin Aus berkata, “Ada dua hal yang aku
hapal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata,
‘Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala sesuatu.
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan
oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya.’ Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim
untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus
diperlakukan secara wajar dan baik.2
Karena itu dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa
binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga,
sehingga semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam
tafsirnya-- "Tidak boleh diperlakukan secara aniaya." Tuhan ini mengundang
seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri,
kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan
bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai
penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah
penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu muncul dari
pandangan mitos Yunani. Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah
Allah. Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat
kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Mahasuci Allah yang

2
Juliansyah, Aldi. Akhlak Kepada Lingkungan. Al Islam Dan Alfathah, Kemuhammadiyahan 2.

3
menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak
mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf [43]: 13).
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan
dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat
bersahabat. Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi
Muhammad saw yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu).
Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad saw bahkan memberi nama
semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak
bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan
itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Nabi Muhammad saw telah mengajarkan : "Bertakwalah kepada Allah dalam
perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan
baik." Alam sebagai rahmat dan karunia Allah dijelaskan dalam QS. Al-
Jatsiyah (45) : 13, yang berbunyi:

‫َو َس َّخ َر َلُك م َّم ا ِفى ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو َم ا ِفى ٱَأْلْر ِض َجِم يًعا ِّم ْنُهۚ ِإَّن ِفى َٰذ ِلَك َل َء اَٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َيَتَفَّك ُروَن‬

Artinya :
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berpikir”.

Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia.
Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat
yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala
sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-
benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Manusia dalam hal
ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun
asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya diridhoi Allah SWT, sesuai
dengan kaidah kebenaran dan keadilan. Akhirnya kita dapat mengakhiri
uraian ini dengan menyatakan bahwa keberagamaan seseorang diukur dari

4
akhlaknya. Nabi bersabda : “Agama adalah hubungan interaksi yang baik.”
Beliau juga bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan
(amal) seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur.”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).
Selain itu, berdasarkan kandungan Surah Al-Ahqaf ayat 3 dan Surah
Luqman ayat 20, Dr Quraish Shihab mengatakan, dalam memanfaatkan alam
manusia tidak hanya dituntut untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber
daya yang dimilikinya, tetapi juga dituntut untuk memerhatikan apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, Pemilik Alam ini. Kemudian,
manusia juga dituntut untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri
atau kelompoknya saja, tetapi kemaslahatan semua pihak juga. Dengan
demikian, manusia diperintahkan bukan untuk mencari kemenangan, tetapi
keselarasan dengan alam.3

B. Urgensi Berakhlak Terhadap Lingkungan


Alam dan segala isinya merupakan maha karya yang diciptakan Allah
swt. tanpa sedikit cacat di dalamnya. Karya yang menjadi bukti kekuasaan-
Nya serta sebagai arena bagi manusia dan makhluk lainnya untuk menjalani
proses kehidupan. Hamparan alam dan lingkungan adalah instrumen
kehidupan, dengan potensi sangat luar biasa yang dapat dimanfaatkan oleh
segenap makhluk hidup bahkan yang sudah mati sekalipun. Manusia sebagai
khalifah Allah di bumi telah diberikan “lisensi” untuk mengelola alam dan
memanfaatkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan, dari yang profan
(bersifat duniawi) seperti pemenuhan hajat hidup, sampai yang sakral seperti
menjadi media untuk beribadah. Setiap bagian dari alam dan lingkungan yang
diciptakan tidak ada yang percuma.
Selain bahaya terbesar manusia kepada lingkungannya juga kepada
sesamanya. Tingkah laku yang tidak pantas kepada sesamanya akan
menyebabkan kerusakan di muka bumi. Semuanya telah didesain dan
diciptakan lengkap dengan manfaatnya masing-masing dan menjadi
kewajiban manusia untuk mencari rahasia manfaat dan memanfaatkan tiap

3
Suryana. 2017. Kajian Akhlak Terhadap Lingkungan

5
ciptaan-Nya. Termasuk untuk senatiasa menjaga dan melestarikan
lingkungan. Sebagaimana dalam QS. Al-A’raaf: 56 yang berbunyi :

‫َو اَل ُتْفِس ُد ْو ا ِفى اَاْلْر ِض َبْع َد ِاْص اَل ِحَها َو اْدُع ْو ُه َخ ْو ًفا َّو َطَم ًع ۗا ِاَّن َر ْح َم َت ِهّٰللا َقِرْيٌب ِّم َن‬
‫اْلُم ْح ِسِنْيَن‬
Artinya :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Demikian janji Allah dalam mengajarkan kepada hamba-Nya untuk


senantiasa menjaga dan melestarikan lingkungan, bukan justru merusak atau
hanya sekadar memanfaatkannya saja. Rahmat Allah adalah balasan terbaik
bagi mereka yang melaksanakannya. Salah satunya melakukan konservasi
alam, yaitu perlindungan dan pemeliharaan alam secara teratur untuk
mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan pelestarian. Pelestarian
tersebut di antaranya melalui pendekatan agama. Pentingnya berakhlak
kepada lingkungan dikarenakan oleh kehidupan dunia sebagai modal
kehidupan sesudahnya mestilah diarungi dengan baik tanpa cela. Karena
akhlak merupakan segala tindakan dalam kehidupan baik hubungan dengan
Allah, diri sendiri, dengan manusia lain, ataupun hubungan dengan alam.4
Oleh karenanya, berbuat kerusakan di atas dunia, termasuk merusak
lingkungan adalah perbuatan tercela. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
‫َظَهَر ٱْلَفَس اُد ِفى ٱْلَبِّر َو ٱْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ى ٱلَّناِس ِلُيِذ يَقُهم َبْع َض ٱَّلِذ ى َع ِم ُلو۟ا َلَع َّلُهْم‬
‫َيْر ِج ُعوَن‬
Artinya :

4
Kurniawan. Alhafiz. 2021. Akhlak kepada Lingkungan.

6
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Selain itu manusia sebagai makhluk berakal harus memelihara


ekosistem. Keseimbangan mutlak harus dijaga demi kelangsungan hidup
umat manusia. Semua makhluk yang diciptakan Tuhan adalah mulia dan
berguna. Maka siapapun dilarang mengeksploitasi berlebih-lebihan. Manusia
sebagai pemimpin di muka bumi adalah pengelolaan alam demi kelestarian
kehidupan. Segala tindakannya di dunia akan dipertanggungjawabkan di
akhirat kelak.

C. Bentuk Akhlak Yang Baik Terhadap Lingkungan


Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan hanya
semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu sendiri, tetapi jauh
dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan lingkungan atau
alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran,
kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga. Berikut ini ada
beberapa bentuk akhlak yang baik terhadap lingkungan.5
a) Keharusan Menjaga Lingkungan Hidup.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak melakukan kerusakan di
dalamnya merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Karena itu,
siapapun orangnya, melakukan kerusakan hidup dianggap sebagai
sesuatu yang tidak baik sehingga orang munafik sekalipun tidak mau
dituduh telah melakukan kerusakan di muka bumi ini meskipun ia
sebenarnya telah melakukan kerusakan, Allah Swt. berfirman dalam QS.
Al-Baqarah ayat 11-12 :
١١ - ‫َو ِاَذ ا ِقْيَل َلُهْم اَل ُتْفِس ُد ْو ا ِفى اَاْلْر ِۙض َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ا َنْح ُن ُم ْص ِلُحْو َن‬
١٢ - ‫َآاَل ِاَّنُهْم ُهُم اْلُم ْفِس ُد ْو َن َو ٰل ِكْن اَّل َيْش ُعُرْو َن‬

Artinya :

5
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta : AMZAH

7
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang
yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.”

Oleh karena itu, orang-orang yang suka melakukan kerusakan di muka


harus diwaspadai, Allah Swt berfirman : dalam QS. Al-Baqarah ayat
205 :
‫َو ِإَذ ا َتَو َّلٰى َسَع ٰى ِفى ٱَأْلْر ِض ِلُيْفِس َد ِفيَها َو ُيْهِلَك ٱْلَح ْر َث َو ٱلَّنْس َل ۗ َو ٱُهَّلل اَل ُيِح ُّب ٱْلَفَس اَد‬
Artinya :
“Dan apabila ia (munafik) berpaling (dari kamu), ia berjalan di muka
bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-
tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”
b) Anjuran Menanam Pohon
Agar lingkungan hidup yang kita diami tetap asri dan lestari, maka kaum
muslimin sangat dianjurkan untuk menanam pohon, dengan adanya
pohon, apalagi pohon yang besar, manusia akan memperoleh keuntungan
seperti penghijauan, air hujan bisa menyerap lebih banyak ke dalam
tanah sebagai cadangan air, udara tidak terlalu panas, buah yang
dihasilkan serta kayu yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
manusia. Anjuran menanam pohon ini terdapat dalam hadits Nabi Saw:
Jika hari kiamat datang dan pada tangan seseorang diantara kamu
mampu menanamnya terdapat sebuah bibit tanaman, jika ia sebelum
datangnya kiamat itu, maka hendaklah ia menanamnya (HRA. hmad dan
Bukhari)
c) Tidak Boleh Buang Air di Jalan, Tempat Bernaung dan Dekat Sumber
Air.
Lingkungan hidup yang bersih, indah dan nyaman merupakan dambaan
bagi setiap orang, karena itu harus dicegah adanya usaha untuk
mengotori lingkungan, karena itu Rasulullah Saw melarang siapapun
untuk membuang air di jalan, tempat bernaung maupun dekat sumber air,
Rasulullah Saw bersabda: Takutlah kepada dua hal yang dilaknati.

8
Mereka (sahabat) bertanya: Apakah dua hal yang dilaknati itu, ya
Rasulullah?. Rasulullah Saw menjawab: Orang yang membuang hajat di
jalan umum atau di bawah pohon tempat orang berteduh (HR. Muslim)
d) Tidak Boleh Buang Air di Air Yang Tergenang.
Air merupakan kebutuhan yang sangat utama bagi masusia, dalam
kehidupan sekarang, manusia tidak hanya mengandalkan air dari dalam
tanah, tapi justeru sekarang ini banyak orang yang mengandalkan air
sungai yang dibersihkan dan disucikan. Karena itu, manusia jangan
sampai mengotori atau mencemari air sungai. Disamping itu, kebersihan
lingkungan juga harus dijaga dan dipelihara dengan tidak “buang air “
pada air yang tergenang, karena hal itu akan mendatangkan penyakit dan
bau yang tak sedap, Rasulullah Saw bersabda: Jabir ra berkata:
Rasulullah Saw telah melarang kencing dalam air yang berhenti tidak
mengalir (HR. Muslim).6
e) Memelihara Tanaman.
Ketika para sahabat telah menanam pohon kurma, mereka ingin agar
pohon itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang banyak, tapi
mereka agak bingung bagaimana harus mengurusnya, karenanya mereka
bertanya kepada Nabi tentang hal itu, namun Nabi menjawab: “Kamu
lebih tahu tentang urusan duniamu”. Kisah di atas menunjukkan bahwa
pohon yang sudah ditanam harus dipelihara dengan sebaik-baiknya,
namun teknisnya diserahkan kepada masing-masing orang sesuai dengan
perkembangannya. Dalam kaitan dengan memelihara tanaman,
penebangan pohon pun sedapat mungkin dihindari, kecuali bila hal itu
memang sangat diperlukan, itupun bila tidak menganggu lingkungan, ini
berarti harus sesuai dengan izin Allah Swt meskipun dalam keadaan
perang, Allah Swt berfirman dalam QS. Al Hasyr ayat 5 :
‫َم ا َقَطْع ُتم ِّم ن ِّليَنٍة َأْو َتَر ْك ُتُم وَها َقٓاِئَم ًة َع َلٰٓى ُأُصوِلَها َفِبِإْذ ِن ٱِهَّلل َو ِلُيْخ ِزَى ٱْلَٰف ِس ِقيَن‬
Artinya :
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang kafir) atau
yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu)

6
Surin, Bachtiar. 1978. Terjemah dan Tafsir Al Quran 30 Juz. Bandung : Fa. Sumatra

9
adalah 10 dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan
kehinaan kepada orang-orang fasik”
f) Boleh Memakan Buah.
Bagi seorang muslim, disadari bahwa Allah Swt telah menganugerahkan
buah yang begitu banyak macamnya, karenanya boleh saja kita
memakannya, namun jangan sampai berlebih-lebihan, setelah itu jangan
sampai lupa memanjatkkan rasa syukur dengan menunaikan zakatnya
pada saat panen, Allah berfirman dalam QS. Al-An'am ayat 141 :
‫َو ُهَو ٱَّلِذٓى َأنَش َأ َج َّٰن ٍت َّم ْعُروَٰش ٍت َو َغْيَر َم ْعُروَٰش ٍت َو ٱلَّنْخ َل َو ٱلَّز ْر َع ُم ْخ َتِلًفا ُأُك ُل ۥُه‬
‫۟ا‬ ‫۟ا‬
‫َو ٱلَّز ْيُتوَن َو ٱلُّر َّم اَن ُم َتَٰش ِبًها َو َغْيَر ُم َتَٰش ِبٍهۚ ُك ُلو ِم ن َثَم ِرِهٓۦ ِإَذ ٓا َأْثَم َر َو َء اُتو َح َّق ۥُه َيْو َم‬
‫َحَص اِدِهۦۖ َو اَل ُتْس ِرُفٓو ۟ا ۚ ِإَّن ۥُه اَل ُيِح ُّب ٱْلُم ْس ِرِفيَن‬
Artinya :
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-
macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya),
dan tidak sama rasanya. Makanlah dari buahnya (yang bermacam-
macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dari memetik
hasilnya (zakat); dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
g) Tidak Menggunakan Air Secara Boros.
Hal yang juga amat penting untuk mendapat perhatian kita adalah
menggunakan air secara hemat, karenanya wudhu itu masing-masing
dilakukan maksimal tiga kali, meskipun wudhu pada air yang banyak,
bahkan wudhu di sungai sekalipun, karenanya Rasulullah berwudhu
hanya menggunakan sedikit air, hal ini tergambar dalam hadits:
Rasulullah Saw berwudhu, dengan satu mud air (HR. Abu Daud dan
Nasa’I). Datang seorang Badui kepada Nabi Saw, kemudian bertanya
kepada beliau tentang wudhu, maka Nabi Saw memperlihatkan padanya
tiga kali, tiga kali, lalu sabda: “Inilah wudhu, siapa yang lebih berarti
telah berbuat keburukan dan kezaliman (HR. Nasa’I, Ahmad dan Ibnu
Majah).

10
h) Meminta Hujan Saat Kemarau.
Musim kemarau apalagi kemarau panjang bisa mengakibatkan
kesengsaraan bagi manusia, karena bisa mengakibatkan kekurangan
persediaan air yang pada akhirnya kegagalan dalam pertanian dan
perkebunan. Bahkan musim kemarau bisa mengakibatkan bencana yang
lebih besar lagi seperti mudahnya terjadi kebakaran, termasuk kebakaran
hutan. Disamping itu, kesengsaraan juga dialami oleh binatang yang
kesulitan bahan makanan karena daun dan rumput yang biasa dimakan
menjadi kering serta kesengsaraan bagi lingkungan hidup itu sendiri.
Oleh karena itu, sebagai upaya menumbuhkan alam lingkungan yang
subur, indah dan nyaman, menjadi suatu keharusan bagi kaum muslimin
untuk berdo’a meminta hujan dengan melaksanakan shalat istisqa.7

D. Keprihatinan Islam Terhadap Lingkungan


Berdasarkan QS. Al-A'raf (7) : 56 “Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi ini, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harap kan
dikabulkan. sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik.". Ayat ini menunjukkan bahwa apa yang diberikan Allah
kepada manusia, sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah, yang berarti
harus dijaga. Atas dasar kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi
ini dengan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sebagai
konsekuensi nikmat yang diberikan Allah Tuhan yang maha Pengasih dan
maha Penyayang kepada manusia, sebagaimana tampak dari ayat di atas,
yang patut disukuri dan dilindungi serta di junjung tinggi manusia yang perlu
meningkatkan kesadaran lingkungan. Tetapi manusia sebagai khalifah
terkadang lupa posisi mereka yang menyebabkan kerusakan yang ada di
muka bumi baik di darat maupun di laut.8

7
Zaini, Syahminan. 1989. Isi Pokok Ajaran Islam. Jakarta : Kalam Mulia
8
Harun Nasution dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 9

11
a) Pemananasan Global
Badai tornado, dan gelombang laut raksasa kini makin sering
muncul di bumi. Penduduk kota pantai di Amerika dan Eropa kini
dilanda kecemasan. Indonesia juga tidak luput dari berbagai bencana
alam yang muncul akibat adanya global warming tersebut. Pesawat
penumpang hancur diterjang badai seperti pesawat Adam Air, kapal laut
tenggelam karena tak sanggup menghadapi terjangan ombak besar, dan
orang di darat ketakutan karena menghadapi topan yang sering
menghantam rumah-rumah mereka. Semua fenomena ini merupakan
reaksi alam atas terjadinya pemanasan global Manusia di bumi harus
membiasakan diri menghadapi perubahan iklim yang ekstrem dan
menghadapi bencana alam yang muncul dari atmosfer bumi.
Berdasarkan berbagai studi menunjukkan bahwa dalam 20 tahun
terakhir kenaikan air laut makin cepat. Jika kenaikan air terus
berlangsung, maka sejumlah negara kecil di Pasifik dan Atlantik akan
tenggelam. Ribuan kota pantai di Asia, Eropa, dan Amerika akan
terendam air laut. Kondisi ini besar kemungkinan tidak akan kembali
seperti semula. Penyebabnya antara lain adalah industrialisasi yang
tampaknya, dua abad industrialisasi telah merusak keseimbangan
kimiawi dan fisika atmosfer bumi. Miliaran ton CO2 dari pembakaran
batu bara, migas kayu dan berjuta ton gas methan akibat eksplorasi gas
bumi atau mengudara di atas tanah persawahan di Asia telah mengubah
lapisan udara menjadi perangkap panas. Sebuah perangkap raksasa yang
berfungsi seperti `rumah kaca` menyekap sinar matahari dengan akibat
peningkatan suhu bumi.
Efek rumah kaca ini akan bertambah akibat penggunaan gas di
seluruh dunia. Penipisan lapisan ozon secara radikal berpeluang
mengakibatkan terkoyaknya lapisan ozon. Lapisan ozon merupakan
lapisan yang mampu menyerap dan menghalangi radiasi matahari yang
paling radikal, yaitu sinar ultra violet. sinar ultra violet merupakan sinar
yang sangat berbahaya dan membahayakan bagi penghuni bumi.
Permasalahan tersebut ide dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua

12
yaitu “jika langit terbelah” dan `jika langit menjadi lemah`. ide dasar
pertama mengandung nilai substansial fenomena terjadinya pemanasan
global yang ditandai antara lain dengan terkoyaknya lapisan ozon. Hanya
saja penyebab lebih lengkap memang belum terlihat.
Oleh karena itu, informasi lebih detail tentang penyebab terjadinya
pemanasan global yang bersifat antropogenik perlu bantuan disiplin
ekologi. Secara ekologis, penyebab terjadinya pemanasan global antara
lain karena terjadinya konsentrasi atau penumpukan karbon dioksida,
metana, nitrat, ozon dan CFC. Oleh sebab itu, insan beriman wajib
mengemilir terjadinya konsentrasi gas-gas rumah kaca tersebut. Adapun
secara teknis yang harus dilakukan adalah hemat energi, eliminasi emisi
CO2, nitrat, metana dan CFC, sedangkan ide dasar kedua mengandung
nilai ekologis Islam bahwa jika terjadi pemanasan gelobal, langit
terbelah, maka fungsi ekologis langit akan menurun bahkan jika
penurunan tersebut secara radikal, maka terjadilah kiamat.9
b) Musibah Banjir, dan Kekeringan Akibat Penggundulan Hutan
Secara ekologis, banjir merupakan peristiwa alam berupa
peningkatan debet air secara cepat, sehingga meluap dari palungnya dan
menggenangi daerah sekitarnya secara temporer. Adapun macam-macam
terjadinya banjir baik di sungai, danau dan laut yaitu: Curah hujan yang
tinggi sehingga air hujan melebihi daya tampung sungai; menurnya daya
serap tanah yang disebabkan oleh penutupan permukaan tanah karena
betonisasi dan sejenisnya, rendahnya daya penahan air hujan karena
terjadi dehutanisasi; penipisan hutan lindung dan perluasan lahan
pertanian tepi di daerah hulu sungai, penipisan hutan lindung untuk
kepentingan lahan pertanian, cepatnya ke sungai karena gundulnya
pepohonan, pengelupasan permukaan tanah; kondisi alam yang
disebabkan kecekungan geografis daerah aliran sungai, sehingga rentan
menjadi daerah pelanggan tetap banjir. Kerapuhan atau ketidakadaan
daerah penangkal banjir. Perubahan daerah pemukiman atau lingkungan
industri (reklamasi).

9
Abdul Karim Zaidah, Ushul ad-Da’wah (Baghda: jam’iyyah al-Amani, 1976),

13
Dalam konsideran UU no. 41 Tahun 1999, tentang kehutanan,
dikatakan bahwa hutan adalah sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang
Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan
kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serba guna
bagi umat manusia. Karenanya wajib disukuri, diurus, dan dimanfaatkan
secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Tapi, di sisi lain banyak penebangan hutan liar yang menyebabkan
penggundulan hutan, seperti yang terjadi pada suku Sakai yang kini
terancam eksistensinya itu, sebenarnya memiliki kearifan lokal dalam
menjaga keseimbangan ekologi selama berabad-abad lamanya, jauh
melebihi manusia moderen yang mengak lebih beradab. Terbukti
sebelum kedatangan mesin-mesin industri, masyarakat Sakai mampu
menjaga hutan mereka tetap lestari. Salah satu cara yang dipakai untuk
menjaga ekologi hutan adalah dengan menerapkan zonifikasi lahan yang
ketat. Namun, semuanya aturan itu kemudian dihancurkan. Awalnya
adalah perusahan besar, yang mendapat izin negara untuk menembus
jantung hutan larangan suku Sakai.
Sering terjadi bentrokan antara pengusaha dan suku Sakai, tapi
mereka tidak berdaya dan hanya bisa melihat hutan mereka dihancurkan
oleh PT Arara Abadi yang juga anak perusahaan PT Indah Kiat Plup dan
Paper (IKKP). Masyarakat juga diusir dan rumahnya dibakar oleh
perusahan tersebut yang mengeksplorasi hutan secara besar-besaran.
Pantaslah Indonesia mendapat Guinness World Record sebagai negara
penghancur hutan. Dari fakta yang ada bisa dapat ditarik kesimpulan
bahwa Indonesia yang mengalami kebanjiran setiap musim hujan akibat
resapan air tidak ada, serta musim kemarau yang berkepanjangan dalam
kurun waktu yang begitu lama, di samping itu hutan yang menjadi tempat
resapan air sudah banyak ditebang, sehingga Indonesia menjadi lazim
terkena banjir setiap tahun. Dilihat dari kacamata al-Qur`an bahwa banjir
adalah bentuk kemurkaan Allah atau musibah dari Allah akibat
kerusakan yang diperbuat kepada para pendusta Ternyata permohonan

14
kedua nabi tersebut dikabulkan manusia. Refleksi teologis demikian
terlihat dari muatan ayat prolog banjir Nabi Nuh (Q.S. 1- 24), al-A`raf:
59-63) dan banjir nabi Hud yang didahului oleh penceritaan pelaksanaan
religius mengajak umat untuk beriman pada Allah (al-`Araf: 65-71).
Akan tetapi, umat kedua Nabi tersebut menolak ajakan religius
tersebut. Kedua Nabi tersebut tidak sabar, kemudian mengadu kepada
Allah sekaligus memohon kepada Allah sekaligus mohon agar
diturunkan bencana dan terjadilah bencana banjir. seperti al-Qur`an yang
berbunyi: "Mereka mendustakan Allah, maka kami selamatkan nabi Nuh
dan pengikutnyadengannaik kapal dan kami tenggelamkan orang-orang
yang mendustai ayat-ayat kami, sesungguhnya mereka adalah kaum
yang buta." Q.S.Al-A'raf (7):64. Dalam al-Qur`an ayat yang lain
berbunyi “Maka kami selamatkan nabi Hud dan pengikutnya dengan
kasih-Ku dan kami musnahkan orang-orang yang mendustai tanda-tanda
(kekuasaan ) kami. Mereka bukan termasuk orang-orang beriman.” Q.S.
Hud (11):58.10
Konsep al-Qur’an mengenai banjir dapat dirumuskan bahwa banjir
bukan fenomena kemurkaan Allah kepada umat manusia yang
disebabkan manusia tidak mau menerima kehadiran Tuhan dalam
dirinya, tetapi banjir merupakan fenomena ekologis yang disebabkan
karena prilaku manusia dalam mengelola lingkungan menentang
sunnatullah. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa banjir di masa kini
lebih dominan diakibatkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola
lingkungan. Adapun kerangka acuan teologisnya adalah didasarkan pada
catatan ayat-ayat banjir dalam al-Qur`an seperti Q.S 11: 101, Bukan kami
yang menganiaya mereka tapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri, citra lingkungan mereka tidak mampu menolong di saat
terjadinya banjir, bahkan mereka semakin terpuruk pada kehancuran.
Refleksi teologi banjir yang demikian akan melahirkan sikap ekologis
yang positif dan bertanggung jawab yang kuat bagi manusia modern

10
DR. H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 1999, tebal 266 halaman.

15
cukup dominan dalam pengelolaan lingkungan yang potensial menjadi
penyebab banjir, maka manusia merupakan makhluk yang paling
bertanggung jawab pula untuk mencegah terjadinya banjir. Oleh karena
itu, mukmin sejati adalah mukmin mencegah terjadinya banjir.
c) Masalah Krisis Energi
Pada dasarnya, munculnya kesadaran manusia tentang kebutuhan
energi adalah sejak awal keberadaan manusia itu sendiri. Hanya saja
munculnya kesadaran akan pemakaian fungsional terhadap sumber daya
mengalami perkembangan. Citra energi kayu bakar semula dianggap
sebagai sumber daya tunggal, tetapi setelah ditemukan batu bara maka
kayu bakar mulai ditinggalkan. Batu Bara mulai tergeser citranya setelah
ditemukannya minyak bumi yang hanya menjadi penggerak mesin
internal. Kemudian ditemukannya lagi sumber daya listrik, gas alam,
nuklir dan matahari citra minyak bumi tidak lagi menjadi satu-satunya
penggerak mesin internal.
Secara global, sumber daya alam (SDA), dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yakni sumber daya alam yang dapat terbarui dan
yang tidak dapat diperbaharui. Adapun sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang habis setelah dipakai.
Dengan kata lain, sumber daya alam yang tidak diperbaharui adalah
sumber daya alam yang tidak memiliki kemampuan untuk memulihkan
diri setelah dipakai. Sumber daya alam tak terbaharui meliputi: tanah,
bahan bakar Fosil (minyak bumi), batu bara, nuklir, mineral. Betapapun
dikategorikan sebagai sumber daya alam tak terbaharui, namun rentang
usia pemanfaatan dapat diperpanjang asal dikelola secara lestari.
Pandangan dunia terhadap energi yang tidak terbarui inilah yang
menyebabkan banyak negara berupaya untuk mencari solusi untuk
mendapatkan energi dengan menggunakan energi alternatif. Indonesia
yang diperkirakan 90 tahun lagi minyak bumi akan habis, berupaya untuk
mencari. Masyarakat Barat mulai memalingkan energi minyak bumi
dengan energi nuklir. Sebenarnya, keperihatinan terhadap akibat negatif
teologi energi berkelimpahan menimbulkan kesadaran baru bagi

16
masyarakat ekologi untuk merumuskan sistem teologi energi alternatif
untuk mengantisipasi terjadinya krisis energi yang lebih parah.
Hal ini disebabkan oleh embargo minyak bumi yang diprakarsai
negara negara Timur Tengah terhadap negara Barat, Amerika dan Eropa
pada decade tahun 1973 yang merupakan titik letup terjadinya krisis
energi minyak bumi. Padahal energi minyak bumi yang diimpor negara
Barat tersebut adalah dari OPEC. Akhirnya mereka mencari energi
pengganti minyak bumi untuk upaya jalan keluar. Islam sendiri
memandang energi yang ada itu terbatas sekali. Secara teologis
berpeluang kuat untuk dinyatakan bahwa salah satu pilar keberimanan
dalam sistem keimanan Islam adalah `Percaya bahwa energi itu terbatas`.
Teologi keterbatasan energi didasarkan pada spiritual Islam antara lain:
“Kami ciptakan sumber daya alam dan lingkungan dengan cara yang
benar dan dalam keadaan terbatas.
Sementara itu, orang-orang kafir cenderung mengabaikan
peringatanku.” Q.S Al-Ahqaf (46):3. Pokok pikiran dari ayat ini
mengenai ciptaan Allah yang mempunyai batasan tertentu. Telah
dimaklumi bersama bahwa sesungguhnya sumber energi itu terdapat di
berbagai langit dan bumi seperti matahari. Selanjutnya, maka fungsional
teologis bahwa salah satu dasar keimanan yaitu percaya akan terbatasnya
energi yang ada di langit dan di bumi.. Dengan ungkapan lain, tidak
sempurna iman seseorang jika orang tersebut tidak meyakini bahwa
energi itu terbatas.Tegasnya salah satu rukun iman dalam konsep
ekoteologi Islam dalah percaya bahwa energi itu terbatas.

E. Cara Menyikapi Bencana Alam


Manusia sebagai khalifah fil ardh telah diperintakan Allah Swt.untuk
memelihara, melestarikan dan mempergunakan lingkungan hidup untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah Swt.dalam al
Qur’an : alam ini diciptakan untuk kita dan kita diperintakan untuk
melestarikan, memakmurkan dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya
untuk kepentingan diri kita sendiri. Namun harus diingat, bahwa kita harus

17
menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup. Janganlah kita membuat
kerusakan di muka bumi ini, tidak boleh mengeksploitasi alam hanya untuk
kepentingan nafsu serakah. Misalnya menebang pohon seenak udelnya tanpa
menanam kembali pohon sebagai pengantinya. Karena itu akan
mengakibatkan bencana bagi manusia itu sendiri.
Setiap kali muncul / terjadi suatu bencana, sering orang bertanya-tanya,
ada apa dengan bencana? Setiap orang beragam dalam menjawab pertanyaan
seperti ini. Ada yang menjawab, terjadi karena pergeseran lempengan-
lempengan yang ada di dasar laut, sehingga berpotensi menimbulkan gempa
tektonik dan tsunami. Ada lagi yang menjawab, mungkin karena alam sudah
tidak bersahabat dengan kita. Bahkan ada yang lebih radikal lagi jawabannya,
karena alam sudah terlalu sering disakiti, dirusak, dizholimi (dieksploitasi)
oleh manusia, maka alam itu marah yang membabi buta. Dan kalau alam itu
sudah marah dan murka maka dampaknya adalah kepada manusia itu sendiri.
Semua jawaban di atas apabila disimpulkan, karena umat manusia
sudah tidak lagi memelihara dan menjaga akhlak yang baik terhadap alam dan
lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. Sudah bosan rasanya telinga kita
mendengar berita-berita yang menggambarkan tentang prilaku manusia yang
berbuat tidak adil terhadap alam dan lingkungan. Padahal dampak dari
perbuatannya itu akan kembali lagi kepada manusia itu sendiri. Sebut saja
misalnya penebangan liar (penggundulan) hutan tanpa memperhatikan
undang- undang yang berlaku, mengakibatkan banjir bandang dan longsor.
Membakar hutan secara ilegal, untuk kepentingan oknum para pengusaha
Kelapa Sawit, mengakibatkan asap tebal dimana-mana bahkan sampai ke
negara tetangga. Dan pengeboran minyak tanpa memperhatikan peraturan
yang berlaku, berdampak luapan lumpur yang tidak terkendali seperti di
Sidoarjo dan lain-lain. Kenapa manusia tega berbuat demikian? Allah Swt.
berfirman dalam Al-Qur’an :
‫ُز ِّيَن ِللَّناِس ُحُّب الَّش َهٰو ِت ِم َن الِّنَس ۤا ِء َو اْلَبِنْيَن َو اْلَقَناِط ْيِر اْلُم َقْنَطَر ِة ِم َن الَّذ َهِب َو اْلِفَّض ِة‬
‫َو اْلَخْيِل اْلُمَس َّو َم ِة َو اَاْلْنَع اِم َو اْلَح ْر ِثۗ ٰذ ِلَك َم َتاُع اْلَح ٰي وِة الُّد ْنَياۗ َو ُهّٰللا ِع ْنَدٗه ُح ْسُن اْلَم ٰا ِب‬
Artinya :

18
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik.” (QS. Ali Imran (3) : 14)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia diberi potensi hawa


nafsu untuk mendapatkan rasa cinta kepada wanita cantik, ingin memiliki
harta Benda yang banyak seperti emas, perak, kuda pilihan (kendaraan
mewah), binatang ternak dan sawah ladang. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan semuanya itu, walaupun dengan berbagai cara, tidak peduli
apakah cara yang digunakan itu merusak alam dan lingkungan atau tidak yang
penting bagi dirinya bahwa tujuan itu tercapai. Maka dari sinilah awal mula
proses terjadinya kerusakan alam yang mengakibatkan bencana yang sangat
dasyat di negeri ini. Islam memandang bahwa segala musibah yang terjadi di
alam ini akibat perbuatan manusia itu sendiri. Seperti dalam firman Allah Swt
QS. Ar-Rum ayat 41 :
‫َظَهَر ٱْلَفَس اُد ِفى ٱْلَبِّر َو ٱْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ى ٱلَّناِس ِلُيِذ يَقُهم َبْع َض ٱَّلِذ ى َع ِم ُلو۟ا َلَع َّلُهْم‬
‫َيْر ِج ُعوَن‬
Artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).”

Dalam ayat ini menjelaskan bahwa musibah yang terjadi baik di daratan
maupun di lautan akibat ulah manusia yang mengumbar hawa nafsunya untuk
kepentingan dirinya. Dan musibah sengaja Allah Swt. timpahkan kepada
manusia agar manusia kembali ke jalan Tuhannya yakni jalan yang benar.
Bila mempergunakan lingkungan hidup di jalan yang dimurkai Allah Swt.,
misalnya membiarkan bumi (tanah) dan berbagai macam kemaksiatan
tumbuh subur di negeri ini, para pemimpin negara banyak yang korupsi,

19
kaum muda-mudi tidak risih memamerkan auratnya di depan umum,
tayangan TV penuh dengan pornografi dan pornoaksi, maka jangan heran bila
bencana silih berganti, sebagai peringatan dari Allah Swt. na’udzu billah min
dzalik.
Manusia di muka bumi ini adalah khalififah, yang diberi kemampuan
oleh Allah untuk mengelola, merawat dan mendaya gunakan dengan sebaik-
baiknya, apabila manusia sebagai khalifah tak mumpu mengelolanya dengan
baik maka akan munculah musibah- musibah dari hukum alam ini yang susah
sekali untuk mengelakkannya, sekedar contoh apabila manusia membabat
habis hutan maka yang terjadi adalah banjir besar yang bisa meluluh lantakan
orang yang tak bersalah sekalipun. Bencana seperti ini adalah merupakan
ujian bagi kita semua, karena musibah ini telah menimpa tidak saja bagi
orang yang berdosa tapi juga bagi orang yang beriman. Mereka menanggung
penderitaan yang sama, marilah kita menghindarkan anggapan bahwa ini
merupakan azab atas dosa-dosa yang diperbuat oleh para korban sendiri.,
disaat kita menganggap ini azab, maka bagi korban yang menderita akan
mendapatkan kesusahan dua kali, pertama musibah itu sediri dan yang kedua
adalah suudlon kita, tentunya ungkapan- ungkapan itu akan menyudutkan
bagi yang terkena musibah.
Cara kerja azab Tuhan di dalam Alquran hanya menimpa kaum yang
durhaka dan tidak menimpa atau mencederai orang-orang yang shaleh dan
taat pada Tuhan. Sedangkan cara kerja mushibah dan bala tidak membedakan
satu sama lainnya. Seperti sabda Rasulullah SAW, ''Siapa yang akan diberi
limpahan kebaikan dari Allah, maka diberi ujian terlebih dahulu.'' (HR
Bukhari Muslim). Semua ujian haruslah kita hadapi dengan kesabaran,karena
kesabaran adalah sebuah tanda lulusnya sebuah ujian, seperti pada sebuah
hadis : ''Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman seluruh
perkaranya menjadi baik. Ketika ditimpa musibah dia bersabar, itu
membawa kebaikan baginya. Dan ketika mendapatkan nikmat dia bersyukur
dan itu membawa kebaikan baginya.'' (Al-Hadis). Bahwa seberat apapun
ujian yang berupa musibah alam raya ini, kita yakin Allah pasti sudah

20
proprosional dalam mengujinya dan tidak akan melebihi dari kesanggupan
dalam menjalaninya bagi orang yang tertimpa.
‫ُو ْس َعَهاۗ َلَها َم ا َك َسَبْت َو َع َلْيَها َم ا اْك َتَسَبْت ۗ َر َّبَنا اَل ُتَؤ اِخ ْذ َنٓا ِاْن َّنِس ْيَنٓا‬ ‫اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًسا ِااَّل‬
‫َتْح ِم ْل َع َلْيَنٓا ِاْص ًرا َك َم ا َح َم ْلَتٗه َع َلى اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلَناۚ َر َّبَنا َو اَل ُتَحِّم ْلَنا َم ا‬ ‫َاْو َاْخ َطْأَناۚ َر َّبَنا َو اَل‬
‫اَل َطاَقَة َلَنا ِبٖۚه َو اْعُف َع َّنۗا َو اْغ ِفْر َلَنۗا َو اْر َح ْم َناۗ َاْنَت َم ْو ٰل ىَنا َفاْنُصْر َنا َع َلى اْلَقْو ِم اْلٰك ِفِر ْيَن‬
Artinya :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak
sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan
rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami
menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah (2) : 286).

Apapun bentuk musibah yang di derita oleh seorang muslim, baik itu
berupa kesususahan, penderitaan maupun penyakit, Allah akan menghapus
sebagian kesalahan dan dosa, dengan demikian derajat para korban bencana
akan mulia, bagi yang meninggal dunia dia akan mati syahid dan bagi yang
masih hidup tentunya dengan kesabaran atas penderitaan itu Allah akan hapus
sebagian kesalahan dan dosa dosanya. Bagi kita yang tidak secara langsung
mengalami musibah itu, hendaknya kita jadi peristiwa itu sebagai momentum
untuk menyaksikan kebesaran dan keagungan Allah, sehingga akan
menguatkan iman kita pada sang pencipta alam semesta.11
Marilah kita bayangkan apabila musibah itu menimpa diri kita sendiri,
keluarga kita, atau temen-teman kita, tentunya kita akan menderita dan susah

11
Qomarullah, Muhammad. LINGKUNGAN DALAM KAJIAN AL-
QUR`AN: Krisis Lingkungan dan Penanggulangannya Perspektif Al-Qur`an. Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014.

21
menjalani cobaan besar ini. Maka marilah kita bantu para korban bencana
semaksimal mungkin karena sekecil apapun bantuan itu akan sangat berharga
sekali bagi kehidupan para korban yang masih hidup. Kita berharap musibah
ini akan membawa kebaikan-kebaikan dalam ridlo Allah. Kita semua berduka
atas musibah ini. Kita semua harus mohon ampun atas semua dosa. Namun,
kita tidak boleh mengeluh dan bersedih berkepanjangan serta kehilangan
harapan pada Tuhan Sembari bertobat dan mohon petunjuk Tuhan, mari kita
baca hikmah dan pembelajaran dari musibah ini. Jalan terbaik menyikapi
musibah adalah kita pasrahkan diri kita kepada Allah SWT dengan sikap
tawakkal dan tawaddhu’ serta bersabar. Mudah-mudahan banyak hikmah
yang bisa kita petik dan ambil pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini.
Islam tidak memandang musibah itu adalah bentuk murkanya Allah,
tapi adalah teguran kepada umat- Nya, cobaan bagi orang-orang yang
beriman dan pelajaran buat orang-orang yang masih bergelimang dosa dan
maksiat. Melalui musibah seyogianya dapat mempertebal keimanan kita
karena begitu mudahnya Allah SWT menunjukkan keperkasaan-Nya kepada
kita. Allah SWT berfirman:
‫اَّلِذ ْي َخ َلَق اْل ْو َت َو اْلَح ٰي وَة ِلَيْبُلَو ُك ْم َاُّيُك ْم َاْح َس ُن َع ۗاًل َو ُهَو اْلَع ْيُز اْلَغ ُفْو ُۙر‬
‫ِز‬ ‫َم‬ ‫َم‬
Artinya :
“Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu,
siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Mulk : 2).
Ayat ini mengajarkan kita Allah SWT akan menguji kesabaran kita
sebagai orang beriman, sama halnya dengan orang-orang yang menempuh
pendidikan, ada ujian yang dilalui agar dapat lulus dengan hasil yang
memuaskan. Rasulullah SAW bersabda: “Jika Allah berkehendak positif
kepada hamba-Nya, maka Dia akan mendahulukan siksanya terhadap
hamba-Nya, dan jika Allah berkehendak negatif terhadap hamba-Nya, maka
siksa akibat dosa-dosanya ditunda sampai ke akherat kelak.” (HR Tirmidzi).
Sikap yang diajarkan Rasulullah SAW hendaknya senantiasa mampu
kita terapkan karena lima belas abad yang lalu Nabi mengalami banyak
serangkaian musibah dan cobaan ketika berupaya meyakinkan orang-orang

22
kafir tentang kebenaran Islam. Cobaan dan musibah datang silih berganti.
Beliau dicela, dicaci maki dan hendak dibunuh. Tapi beliau tidak pernah
berputus asa dan menyurutkan langkah serta menganggap itu adalah
“bencana” sebagai bentuk ujian yang harus ia lalui. Nabi akhirnya dapat
memetik hasil sempurna dari perjuangannya: Islam dapat diterima.
Selain meneladani perilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
kita harus menyikapi musibah yang terjadi dan menimpa kita dengan tetap
ber-husnuzzhan kepada Allah SWT, berbaik sangka kepada-Nya dengan
memandang serba positif terhadap keputusan yang Dia ambil. Baik terhadap
diri kita, orang lain dan alam seluruhnya. Orang yang ber-husnuzzhan
terhadap Allah SWT memiliki pandangan yang luas yang didasari oleh
keimanan yang tangguh. Ia meyakini bahwa segala keputusan atau takdir
Allah baik berupa kesenangan maupun yang menyusahkan tidak mungkin
ditujukan-Nya untuk menyengsarakan umat manusia.12
Keputusan Allah atas manusia tadi adalah bentuk dari pendidikan,
cobaan atau ujian untuk mengukur sejauhmana keimanan seseorang. Bagi
yang memiliki sifat husnuzzhan kepada Allah SWT, bila ia mendapat ujian
kenikmatan tidak sombong tetapi tetap tawaddhu’ dan bila mendapat musibah
di kala sulit tidak berkeluh kesah, tetap kukuh berprasangka baik kepada-Nya.
Karena Allah tidak akan memberikan beban kepada umat-Nya di luar
kemampuan. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya : “Allah menghendaki
kemudahan bagimu, bukan kesusahan.” (QS Al- Baqarah 185).
Islam memberikan pedoman bagaimana menyikapi musibah
sebagaimana ditulis Ibrahim Anis dalam bukunya Al-Mu’jam Al-Wasith:
Iman dan ridha terhadap ketentuan Allah SWT. Sebagai orang yang beriman
kita harus mempunyai keyakinan bahwa setiap bencana dan musibah adalah
benar datangnya dari Allah, tidak mengaitkan dengan hal-hal lain seperti
murkanya makhluk halus yang menunggu tempat tersebut. Karena setiap
musibah dan bencana yang menimpa kita adalah bentuk pelajaran yang harus
kita ambil hikmahnya. Sabar menghadapi musibah.

12
Asmaran. 1999. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan

23
Sabar adalah orang yang mampu menahan diri terhadap bentuk ujian
yang menimpa kita dan menerimanya dengan lapang dada. Karena orang
yang beriman itu bila dia ditimpa musibah akan tetap sabar dan bila dia diberi
nikmat akan tetap tawaddhu’ atau tidak sombong. Ada hikmah dibalik
musibah. Setiap musibah dan bencana yang datang pasti mengandung hikmah
yang tersembunyi. Bagi orang yang beriman menganggap itu merupakan
pelajaran atau mungkin Allah punya rencana dan maksud lain yang kita tahu
rahasia dibalik musibah tersebut. Tetap berikhtiar. Maksudnya tetap berusaha
untuk memperbaiki keadaan atau menghindarkan diri dari bencana yang
menimpa tidak pasrah, menunggu dan diam saja. Kita harus punya inisiatif
untuk berbuat dan bertindak agar kita dapat keluar dari kesulitan yang
menghimpit. Bertobat.
Tobat adalah kembali kepada Allah setelah kita melakukan maksiat atau
kita membersihkan semua kesalahan yang kita perbuat dengan jalan dekat
kepada-Nya. Islam tidak memandang manusia itu bagaikan malaikat tanpa
berbuat dosa, tapi sebaik-baik manusia itu adalah segera berhenti dari
perbuatan dosa dan bertobat dari kesalahan yang diperbuat. Memperbanyak
doa dan dzikir. Selagi sedang ditimpa musibah kita dianjurkan
memperbanyak zikir karena dengan jalan tersebut dapat menentramkan hati
dan menghilangkan kegelisahan sambil berdoa supaya kita bisa keluar dari
masalah tersebut. Nabi SAW mengajarkan dalam doanya: “Allahumma jurnii
khairon fii mushiibathii wa akhluf lii khairan minhaa.” Artinya: “Ya Allah,
berilah pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti bagiku yang lebih baik
daripadanya.” (HR Muslim).

24
A. Kesimpulan
Akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari
fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Manusia
sebagai khalifah Allah di bumi sebagai penjaga alam raya agar tetap asri dan
nyaman, karena bumi dengan segala ekosistemnya adalah untuk digunakan
manusia yang Allah menjadikan bumi sebagai tempat bagi umat manusia.
Bila kerusakan-kerusakan diperbuat manusia, maka sunnatullah akan
berperanan di situ dengan bentuk musibah seperti; banjir, angin topan,
kekeringan serta bencana angin topan sebagai bagian dari sebab-akibat dari
dampak yang diperbuat manusia itu sendiri. Kunci keberhasilan dalam
menangani masalah lingkungan hidup adalah faktor manusia yang
menentukan itu semua.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, harapan dari penulis adalah kita sebagai
manusia kaitannya dengan akhlak memiliki tanggung jawab pada pelestarian
dan pemeliharaan lingkungan hidup. Bahkan, inti dari risalah Nabi
Muhammad SAW atau agama Islam adalah berkasih sayang terhadap alam
semesta. Dengan demikian, perilaku umat Islam menjadikan kasih sayang
terhadap alam semesta termasuk pelestarian lingkungan sebagai orientasi
beragama manusia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sanur, Adlan. Akhlak Kepada Lingkungan (Hewan, Tumbuh-Tumbuhan Dan Air).

Juliansyah, Aldi. Akhlak Kepada Lingkungan. Al Islam Dan Alfathah,


Kemuhammadiyahan 2.

Suryana. 2017. Kajian Akhlak Terhadap Lingkungan.

Kurniawan. Alhafiz. 2021. Akhlak kepada Lingkungan

Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta :


AMZAH

Surin, Bachtiar. 1978. Terjemah dan Tafsir Al Quran 30 Juz. Bandung : Fa.
Sumatra

Zaini, Syahminan. 1989. Isi Pokok Ajaran Islam. Jakarta : Kalam Mulia

Harun Nasution dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1992),


hal. 9

Abdul Karim Zaidah, Ushul ad-Da’wah (Baghda: jam’iyyah al-Amani, 1976),

DR. H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 1999, tebal 266
halaman

26
Qomarullah, Muhammad. LINGKUNGAN DALAM KAJIAN AL-QUR`AN:
Krisis Lingkungan dan Penanggulangannya Perspektif Al-Qur`an. Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014.

Asmaran. 1999. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan

LAMPIRAN

ALDO SERENA
(2301071004)

NENI ERYANTI
(2301072008)

27

Anda mungkin juga menyukai