Pada Bab I, penulis sudah mendeskripsikan gambaran umum GKS Jemaat Kahambi Kalelangu
dan deskripsi terhadap keberadaan pabrik dan perkebunan tebu. Dalam Bab ini penulis akan
mendeskripsikan dan menganalisis hasil penelitian terhadap faktor dan dampak dari keberadaan
Menurut Erari, relasi manusia dan alam secara esensial tidak bisa lagi dipandang seperti
subjek dan objek. Karena, baik manusia maupun sesama ciptaan, adalah subjek dari penciptaan
itu sendiri. Manusia dan alam, dalam terang Teologi Penciptaan, membutuhkan pembebasan
yang utuh dan komperhensif. Pembebasan itu mutlak diperlukan, karena kedua-duanya
menderita sebagai milik Allah. Erari sependapat dengan seorang ahli sejarah dan budaya,
Thomas Berry, yang menghendaki adanya keterkaitan hubungan antara Ekologi dan Teologi.
Berry menegaskan bahwa sedang memasuki abad ekologi, yang di dalamnya terjadi suatu proses
pembebasan dalam relasi antara manusia dan alam, dan menuntut suatu revolusi atas pemahaman
kita tentang Allah, dunia, sejarah manusia, dan seluruh makhluk hidup lainnya. Charles Birch
menambahkan, dalam abad ekologi ini, manusia memikul tanggung jawab untuk membebaskan
sesamanya maupun lingkungan sekitarnya dari penindasan dan kehancuran. Dalam konteks relasi
manusia dan alam, tugas manusia kini lebih kearah dimensi proteksi dan aspek perawatan atas
alam ini.
Dari studi ekoteologi yang Erari lakukan sejak 1996, Erari kemudian merumuskan bahwa
manusia secara fundamental adalah bagian dari alam ini. Relasi manusia dan alam merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup karena ada alam sebagai “rumah”,
sebagai karunia Allah. Ia berada bersama semua organisme yang sedang menghadapi ancaman
karena kerusakan seluruh ekosistem planet ini, sebagai akibat pemanasan global yang berdampak
pada perubahan dan kehancuran iklim.1 Erari mengatakan bahwa: “Manusia boleh makan ikan
tanpa harus membunuh semua plankton dengan mendinamit ikan dan rumahnya. Manusia boleh
saja menebang pohon untuk kepentingan pembangunan sosial ekonomi, tanpa harus membabat
seluruh hutan rimba yang terbentuk ratusan tahun lamanya. Sumber mineral dapat dimanfaatkan,
tanpa harus menghancurkan seluruh ekosistem sungai, lembah, gunung, dan laut disekitarnya.2
Erari juga melihat bumi ini sedang mengalami sakit, ibarat menderita penyakit kanker yang
mana bumi sedang mengalami suatu proses kematian secara perlahan-lahan karena manusia.3
bahwa krisis lingkungan sudah sangat parah saat ini, sehingga bencana alam terus menerjang
umat manusia. Sebab kesalahan pemikiran teologislah yang mendorong manusia mendominasi,
menguasai, dan mengeksploitasi alam tanpa batas, bahkan dengan sangat serakah. Pandangan
tentang posisi manusia dengan alam menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta sehingga
teknologi pun dikembangkan sebagai sarana eksploitasi alam dengan alasan demi kesejahteraan
Erari melihat gereja berperan penting untuk melihat hal ini sehingga ia mengatakan gereja
persekutuan di antara sesama gereja dan manusia, tetapi juga lingkungan atau sesama ciptaan.
1
Karel Phil Erari, Spirit Ekologi Integral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017. Hlm, 121
2
Bestian Simangunsong, “Spiritualitas Eco-Kenosis” (Program Pascasarjana, Fakultas Teologi UKDW,
Yogyakarta, 2022), hlm. 3-4
3
Karel Phil Erari, Spirit Ekoteologi Integral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017, hal.111.
4
Ibid, Erari, hal.145
Salah satu tugas gereja adalah menyelamatkan alam semesta sebagai bentuk
alam ini mengalami keseimbangan yang stabil dan dinamis. Menurut teori ekologi,
keseimbangan dan kestabilan ekosistem di suatu tempat tertentu diperbesar bila sistem itu
beragam (diversified). Ekosistem lebih stabil di lingkungan yang memiliki tanaman, hewan dan
sumber alam yang beranekaragam karena memiliki jaringan interedepensi yang luas, sehingga
mampu menampung perubahan yang besar dan banyak. Sebaliknya, ekosistem menjadi labil di
lingkungan yang hanya memiliki satu jenis tanaman atau hewan (monokultur) sebab jaringan
ekosistem menjadi terganggu ketika manusia merusak ekosistem melalui pengelolaan yang tidak
bertanggung jawab karena sering melampaui batas-batas kebutuhan manusia dan batas-batas
daya dukung alam. Pengolahan alam sering kali bersifat deskruktif-eksploitatif sehingga
ekosistem menjadi terganggu. Misalnya, karena manusia menebang terlalu banyak pohon, maka
spesies dalam hutan yang pohonnya ditebang terlalu banyak akan berkurang. Dengan
kekurangannya spesies tersebut maka ada unsur dalam ekosistem yang tidak berfungsi. Maka
ekosistem itupun terganggu. Kita melihat bahwa ekosistem dan akosfer menjadi terganggu ketika
manusia hanya memperhatikan asas tertentu dari hukum alam. Misalnya asas persaingan dan
asas manfaat, tetap tidak memperhatikan asas lain, yaitu asas keseimbangan dan asas
5
Opcit, Erari, hal. 545-546
6
Ibid. hlm. 24.
1.3. Antara Ekonomi dan Ekologi
Pada level biologis, manusia tidak bisa hidup tanpa air, udara dan makanan yang
disediakan oleh alam. Tanpa air manusia akan mati. Tanpa udara tidak akan ada kehidupan.
Tanpa tanah beserta air dan udara tidak akan ada makanan. Air dan udara bergantung pada
tumbuhan atau hutan dan laut. Jadi, ada rangkaian jaring kehidupan yang terajut erat dalam
ekosistem yang memungkinkan kehidupan, baik kehidupan manusia maupun kehidupan pada
umumnya.
Demikian pula, secara ekonomis, manusia bergantung sepenuhnya pada alam, pada
ekosistem, pada segala yang disediakan oleh alam di sekitar tempat tinggalnya. Manusia sangat
bergantung pada alam. Tanpa alam, tidak ada kehidupan bahkan pada tingkat ekonomis. Tidak
ada ekonomi yang berkembang di luar alam dan tidak mengandalkan jasa alam berupa tanah, air,
Penekanan pada sisi ekonomi ini sangat dipengaruhi oleh rasionalisme yang memandang
alam sebagai obyek, lalu melahirkan materialisme. Alam dipandang sebagai bernilai ekonomis,
kurang bernilai ekologis. Artinya, alam ini bernilai untuk dipakai, tetapi kurang bernilai untuk
dipelihara. Manusia hanya memandang dirinya sebagai tuan yang mempunyai hak mengambil,
tetapi kurang menyadari dirinya sebagai pelayan yang berkewajiban untuk memelihara. Etika
Kristen menghendaki manusia memainkan peranannya, bukan hanya, dan bahkan tidak
7
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
8
Marthinus Ngabalin, “Ekoteologi : Tinjauan Teologi Terhadap Keselamatan Lingkungan Hidup,” Caraka:
Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, Vol 1, no. 2 (September 2020) :132-133
Maka pengertian “Spiritualitas” tidak boleh diartikan begitu saja sebagai saleh beragama
dan beribadah. Berdasarkan kata latin spiritus I (=napas), pengertian “spiritualitas” menunjuk
pada daya hidup, energy (seperti api), roh, semangat, jadi, bersifat roh bukan materil. Maka,
spiritualitas berarti: suatu daya, kemampuan, kekuatan, bersifat rohani, dalam diri manusia, yang
karena itu, hendak diperjuangkan, sebagai tujuannya, dengan bersedia memikul beratnya resiko
kesulitan. Khusus terkait spiritualisme Kristen, “spiritualitas” menunjuk pada kemampuan orang
Kristiani. Kemampuan spiritualitas demikian diperoleh orang Kristen atas dasar keyakinannya
yang terdalam (hakiki) yang benar akan nilai dirinya, nilai sesamanya, dunia, dan alam semesta,
di hadapan Tuhan, Sang Pencipta. Penghayatan mendalam akan keyakinan mendasar inilah,
merupakan daya, kekuatan (spiritus) orang Kristen yang membuat mereka mampu
memperjuangkan pencapaian tujuan-tujuan mulia yang tentu, bersesuaian dengan etos Kristiani.
Tulisan ini dengan mengasumsikan tesis klasik Max Weber bertolak dari asumsi bahwa
salah satu faktor penting sebagai penyebab permasalahan-permasalahan ekologis adalah belum
berperannya nilai-nilai spiritual yakni sumber dan dasar dari semua perilaku manusia, termasuk
membuat manusia peka dan sadar diri untuk membina kualitas hubungan yang spiritual dengan
ciptaan lain entah itu hubungan manusia dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan
alam. Dimensi spiritual merupakan instrument yang mengarahkan sikap/tindakan manusia dalam
relasi manusia dengan entitas yang lain dalam alam secara bermoral. Dimensi spiritual
9
Ira D. Mangilio dan Mesakh A. P. Dethan, Spiritualitas Ekologi Kristen Kontekstual, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2021. Hlm. 7-8
memungkinkan manusia untuk hidup secara rohani dalam menghayati totalitas eksistensinya
dalam alam.
Krisis spiritual itu terletak di dalam cara yang asing yang di dalamnya kita memandang diri
kita sendiri terpisah dari alam. “Kita telah salah memahami siapakah kita, bagaimana kita
menghubungkan diri ke tempat kita di dalam ciptaan, dan mengapa keberadaan kita yang
sebenarnya itu memberikan kita suatu tugas kewaspadaan moral terhadap konsekuensi-
konsekuensi dari apa yang kita perbuat. 10 Dan konsekuensinya, manusia mengeksploitasi alam
secara sewenang-wenang. Manusia dan alam akhirnya sama-sama rusak, sama-sama hancur,
Manusia bukan saja hidup dalam interaksi dan bergantung satu sama lain dengan
sesamanya. Manusia justru hidup dalam satu kesatuan interaksi hakiki dan bergantung satu sama
lain dengan alam semesta dan seluruh isinya. Melainkan sejatinya dan pada hakikatnya yang
paling dalam, manusia adalah makhluk ekologis. Yaitu, makhluk yang tidak bisa hidup dan
berkembang menjadi manusia seutuhnya tanpa alam, tanpa lingkungan ekologis. Manusia tidak
bisa menjadi manusia tanpa lingkungan hidup. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam semesta,
tanpa air, tanpa udara, tanpa hutan, tanpa laut, tanpa tanah, dan seluruh biota, fauna dan flora di
dalam alam ini. Manusia tidak bisa hidup tanpa ekosistem dan seluruh isi ekosistem tersebut.
Sebagai makhluk ekologis, secara hakiki manusia berada dalam rangkaian jaring kehidupan yang
terkait dan mengait satu sama lain. Ia bergantung pada ekosistem dan seluruh isinya sekaligus
10
Laary. L. Rasmussen, Etika Bumi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Hlm. 316
11
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
Allah telah memberikan kita kuasa atas bumi. Sesungguhnya kekuasaan kita yang unik itu
atas bumi adalah karena akibat hubungan kita yang unik pula dengan Allah. Allah mengatur
suatu tatanan bahkan hierarki, penciptaan. Dia menetapkan agar makhluk manusia berada di
tengah, antara diri-Nya sebagai Pencipta dan ciptaan-ciptaan lain, baik makhluk hidup maupun
benda mati. Di satu pihak, kita adalah satu dengan seluruh alam, merupakan bagian dari alam,
dan sama-sama berstatus makhluk. Di pihak lain, kita berbeda dengan alam, karena kita
diciptakan menurut gambar Allah dan diberikan kekuasaan. Tetapi, kita juga menikmati tingkat
pengalaman yang lebih tinggi, yaitu: kita tidak seperti hewan dan kita seperti Allah. Kita mampu
berpikir, memilih, membuat, mencintai, berdoa, dan menjalankan kekuasaan. Itulah posisi
menengah kita, posisi berada di antara Tuhan dan alam, antara Pencipta dan ciptaan-Nya.
diberikan Allah, kita tidak menciptakan seluruh proses alam, tetapi bekerja sama dengan alam.
Hal itu adalah kerja sama manusia dengan Tuhan. Itu merupakan pengakuan bahwa apa yang
Allah berikan adalah “alam” (nature), sedangkan apa yang kita lakukan dengan itu adalah
Kekuasaan kita adalah suatu pendelegasian. Oleh karena berupa pendelegasian, maka
kekuasaan itu yang perlu dipertanggung jawabkan. Artinya, kekuasaan yang kita jalankan atas
bumi tidak kita miliki sebagai hak, tetapi sebagai sebuah pemberian. Bumi adalah “milik” kita
bukan karena kita menciptakan atau memilikinya, tetapi karena Penciptanya mempercayakan
Hal itu memiliki konsekuensi penting. Jika kita mengandaikan bumi sebagai sebuah
kerajaan, maka kita buka raja yang berkuasa atas wilayah kita sendiri, tetapi raja muda yang
berkuasa atas nama raja, karena raja tidak melepaskan takhtanya. Atau, jika kita
mengumpamakan bumi sebagai usaha perkebunan, maka kita bukan pemilik tanah, tetapi
pengurus perkebunan yang mengelola dan mengolahnya atas nama pemilik. Tuhan membuat kita
“pengasuh”.
Jadi, jika kekuasaan kita atas bumi merupakan delegasi dari Allah dengan maksud agar kita
bekerja sama dengan Dia dan berbagi hasilnya dengan orang lain, maka kita bertanggung jawab
kepada-Nya melalui penatalayanan yang kita lakukan. Kita tidak memiliki kebebasan untuk
berbuat sekehendak kita atas lingkungan alam; kita tidak berhak memperlakukannya sesuka hati
kita. “Berkuasa atas” bukanlah sinonim dari “menguasai” (dengan seenaknya atau keras)”, apa
lagi “menghancurkan.” Oleh karena lingkungan alam telah dipercayakan kepada kita, kita perlu
mengelolahnya secara bertanggung jawab dan seproduktif mungkin untuk kepentingan kita
12
sendiri maupun generasi yang akan datang.
Adanya kebutuhan hidup menyebabkan manusia selalu memiliki minat yang kuat pada
organisme lain dan lingkungannya. Pada kenyataannya lingkungan menyediakan berbagi sumber
alam yang sangat dibutuhkan manusia mulai dari papan, pangan, dan sandang. Kelangsungan
hidup manusia dan juga organisme lain sangat ditentukan apabila ekosistem dalam keadaan
seimbang. Suatu kenyataan bahwa setiap makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri. Setiap
makhluk hidup sangat dipengaruhi dan memengaruhi lingkungan hidupnya. Hubungan saling
memengaruhi (timbal balik) antara makhluk hidup dan lingkungannya ini dipelajari dalam ilmu
ekologi. Mula-mula Geoffrey St. Hilaire (tahun 1859) menggunakan istilah ekologi untuk
mempelajari hubungan antara organisme hidup dalam keluarganya atau masyarakatnya dengan
lingkungan alamnya. Ekologi, berasal dari bahasa Yunani oikos artinya ruamh (tempat hidup)
12
Jhon Stott, Isu-isu Global, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015. Hlm. 163-168
dan logos artinya ilmu, sehingga ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi di
hidupnya. Makhluk hidup dan lingkungannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan atau
sistem.13
Bahkan kini tampak bahwa “keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup telah
mencapai titik kritis” (kompendium ASG. No. 461). Selain itu, lingkungan hidup juga rusak
karena dulu manusia mengira bahwa dunia ini “tersedia jumlah energi dan sumber-sumber daya
alam yang tidak terbatas, bahwa ada kemungkinan untuk membaharui sumber-sumber itu secara
cepat, dan bahwa dampak-dampak eksploitasi alam dapat dengan mudah ditangkal”
kewajiban bersama dan universal” karena lingkungan hidup itu “diperuntukkan bagi semua
orang” (compendium ASG no. 466). Karena itu manusia harus sadar, misalnya, bahwa “hutan
membantu menjaga keseimbangan alamiah yang hakiki dan mutlak diperlukan bagi kehidupan;
13
Mohammad Noor, Bencana Merusak Ekosistem, Bekasi: CV MITRA UTAMA, 2015. Hal 33
14
Al. Purwa Hadiwardoyo, Teologi Ramah Lingkungan, Yogyakarta:PENERBIT PT KANISIUS, 2015. Hal.
34
15
Ibid, Hal. 35-36
Gereja berharap bahwa model pembangunan ekonomi masyarakat disesuaikan dengan
budaya bangsa masing-masing. Karena itu, misalnya, “hubungan suku-suku pribumi dengan
tanah serta sumber daya mereka layak mendapat perhatian khusus sebab hubungan itu
merupakan sebuah ungkapan hakiki tentang jati diri mereka” (kompedium ASG no. 471).
Pembangunan modern tidak boleh melupakan kepentingan suku-suku pribumi. Karena itu,
pembangunan hanya layak dijalanka dengan menghormati hak-hak mereka. Apalagi bila
disadari bahwa “suku-suku itu menyajikan sebuah teladan tentang satu kehidupan yang dialkoni
Etika diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain. etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana manusia
harus hidup yang baik sebagai manusia. Etika merukapan ajaran yang berisikan perintah dan
larangan tentang baik buruknya perilaku manusia. kaidah, norma dan aturan tersebut
sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang
dianggap baik dan penting. Bencana bukan hanya terjadi secara alamiah, tetapi juga akibat
Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam dan juga relasi
di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai
dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk hidup yang lain atau dengan alam
secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai
dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Pentingnya kelestarian lingkungan hidup
untuk masa sekarang hingga masa yang akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa
16
Opcit, Hal. 37
perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara
Perkebunan Tebu
GKS Jemaat Kahambi Kalelangu adalah wilayah pelayanan GKS yang bertempat di Klasis
Pahunga Lodu, Kecamatan Pahunga Lodu, Kabupaten Sumba Timur. Jemaat di Kahambi
Kalelangu melihat keberadaan perkebunan tebu berbanding terbalik dari tujuan hadirnya
Kecamatan Pahunga Lodu, desa Mburukullu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten
Sumba Timur yang memiliki hutan dan padang sebagai tempat bagi hewan, tumbuhan dan
juga terdapat berbagai jenis ekosistem, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pada
awalnya lahan yang dijadikan perkebunan tebu di kecamatan ini hidup berbagai jenis
marga satwa. Mayoritas ternak peliharaan di Pahunga Lodu adalah kuda, sapi, kerbau dan
Jemaat menjadi bagian yang tidak dapat terpisahakan dengan alam semesta. Mereka
memiliki hubungan yang dekat dan harmonis dengan alam. Mereka memahami bahwa
alam adalah rumah tempat mereka tinggal dan melangsungan hidup. Jemaat melihat alam
17
Mohammad Noor, Bencana Merusak Ekosistem, Bekasi: CV MITRA UTAMA, 2015. Hal. 63
18
Andreas K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 15 Juni 2022.
sebagai bagian dari diri mereka. Ada kebergantungan antara alam dan manusia. Manusia
adalah bagian dari alam, dan sebaliknya. Pada zaman dulu, para leluhur sangat menjaga
kelestarian alam. Mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap alam. Mereka meyakini
bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini memiliki tuan. Mereka adalah marapu yang
sangat keras, mereka akan memasuki hutan setelah berdoa, melakukan ritual dan meminta
izin kepada maramba marapu sebagai pemilik hak ulayat. Mereka akan mengambil apa
yang menjadi kebutuhan di hutan setelah melakukan doa dan ritual serta adanya tanda
persetujuan daripada maramba marapu. Dalam prosesnya ketika mereka sudah menganut
kepercayaan Kristen Protestan, mereka tetap menjaga apa yang menjadi warisan dan
Hutan adalah sumber kehidupan bagi jemaat karena hutan memiliki peranan penting
untuk keberlangsungan hidup. Hal itulah yang menyebabkan jemaat sangat menjaga
kelestarian alam. Jemaat awalnya tidak melakukan mengolah lahan yang ada. Jemaat
melihat alam sebagai bagian dari diri mereka. Mereka sadar bahwa alam dan manusia
memiliki hubungan timbal balik. Apa yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara
dengan baik demi keberlangsungan hidup mereka, generasi penerus, dan ekosistem yang
ada. Jemaat memiliki pemahaman bahwa hutan, tanah, batu, tumbuh-tumbuhan, air, udara
adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dari hidup manusia. Mereka memandang
alam sebagai satu bentuk tubuh yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh hancur maka
19
Nguli Ndamanyilu, Wawancara, Desa Mburukullu, 11 September 2022; Oktovianus Kalambar Ndatang,
Wawancara Desa Mburukullu, 28 September 2022.
20
Ngulli Ndamanyilu, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022
Jemaat mengatakan pada saat ini mereka belum begitu merasakan dampak dari hadirnya
perkebunan tebu selain dari peningkatan panas, kekurangan air, gagal panen, diserang
hama, padang pengembalaan semkain sempit, hewan-hewan kehilangan tempat tinggal dan
tempat untuk mencari makan. Jemaat berupaya melihat kehidupan jauh kedepan, mereka
berpikir akan kehidupan dimasa mendatang. Jemaat mengingat akan perjuangan orang
zaman dulu yang berupaya menjaga alam, sehingga generasi saat ini dapat menikmati hal-
hal baik. Menurut jemaat, mereka sudah menanamkan hal-hal yang tidak baik dan
dampaknya akan dirasakan oleh generasi mendatang. Mereka berpikir bahwa mereka
Tebu
PT. Muria Sumba Manis adalah perusahan yang ada di Kecamatan Umalulu, Kabupaten
Timur. Perusahan tebu hadir dengan tujuan untuk melakukan investasi dalam rangka
perekonomian.22
lapangan pekerjaan demi kesejahteraan jemaat. Dengan hadirnya perusahan jemaat, anak-
anak muda yang tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dapat bekerja di
tempat tersebut, serta mencegah anak-anak muda bahkan orang-orang dewasa untuk pergi
merantau. Pemerintah menjelaskan bahwa kehadiran perusahan tebu ini akan sangat
21
Dominggus Turu Marambandima, Wawancara, Desa Mburukullu, 15 september 2022
22
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 30 Oktober 2022
membantu perekonomian jemaat di wilayah tersebut. Pemerintah menyampaikan daripada
sekian ribu ha tidak dikelola dan hanya menjadi belukar, alangkah baiknya dikelola demi
menunjang kebutuhan hidup. Lahan yang dikelola adalah milik jemaat, yang menjadi
Pemerintah melakukan kerja sama untuk investasi demi kesejahteraan jemaat, tetapi
jemaat memiliki pemahaman serta tanggapan yang berbeda berkaitan dengan kehadiran
perkebunann tebu. Mereka melihat bahwa keberadaan perkebunan tebu adalah suatu
masalah yang berakibat pada perekonomian secara khusus bagi mereka yang berprofesi
sebagai petani sawah. Hal ini dikarenakan mata air yang airnya dialirkan kearah
persawahan ditutup dan diarahkan ke perkebunan tebu. Sehingga pada musim kemarau
24
jemaat mengalami kekurangan air yang berakibat pada penurunan hasil panen. Untuk
saat ini sebagian besar jemaat adalah petani sawah dan petani kebun. Jika musim hujan tiba
mendapatkan hasil panen yang sangat baik. Jemaat yang bekerja sebagai petani
dari 50-80an bahkan ada yang mendapatkan 100 karong padi. Namun, semakin berjalannya
waktu para petani mengalami kesulitan akan kebutuhan air, serta tanaman padi diserang
hama belalang, burung dan tikus. Pada puluhan tahun yang lalu, para petani tidak pernah
terserang hama belalang dan hama burung kecuali hama tikus. Namun, beberapa tahun
terakhir lahan persawahan diserang oleh hama, sekaligus kekurangan akan kebutuhan air
23
Dominggu T. Marambandima, Wawancara, Desa Mburukullu, 28 September 2022
24
Jhonbar Taraandung, Wawancara, Desa Mburukullu, 28 September 2022
Beberapa tahun terakhir ini jemaat benar-benar mengalami gagal panen. Sebelumnya,
jikalau ada jemaat yang gagal panen tidak sampai pada tahap yang memang tidak
bawah tetapi beberapa tahun terakhir ini banyak jemaat yang tidak panen, dan memilih
memotong padi untuk dijadikan makanan hewan peliharaan. Dan sebagian besar jemaat
hanya memperoleh padi 20-an karong ke bawah. Ini adalah masalah yang sangat serius dan
perkebunan tebu. Jemaat tidak dengan mudah melihat keberadaan perkebunan tebu sebagai
penyebab jemaat menemukan sesuatu yang berbeda tentang keberadaan perkebunan tebu.
Jemaat melihat bahwa mereka tidak bisa hidup sejahtera ketika terjadi pemanfaatan lahan,
karena peranan lahan cukup penting bagi keberlangsungan hidup jemaat setempat, generasi
Mereka mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari ciptaan yang lain. Jemaat setempat
melihat alam sebagai diri mereka sendiri “rumah” tempat mereka tinggal. Mereka sadar
benar bahwa alam dan manusia sama-sama saling bergantungan satu dengan yang lain. Apa
25
Umbu Ndiki Njurumai, Wawancara, Desa Mburukullu, 17 September 2022.
yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara dengan baik demi keberlangsungan
hidup mereka, generasi penerus kedepannya, dan juga setiap ekosistem yang ada.26
perekonomian, kesejahteraan jemaat, menciptakan lapangan kerja ini juga dipengaruhi oleh
sikap rasionalisme yang memandang alam sebagai obyek, yang melahirkan sikap
materialisme. Jemaat memandang alam tidak hanya memiliki nilai ekonomisnya, tetapi
juga melihat bahwa alam bernilai teologis. Dalam artian bahwa, alam tidak hanya siap
dipakai, tetapi juga penting untuk dipelihara. Rasa tanggungjawab yang besar terhadap
mandat Allah inilah yang menjadi sebab akibat pada jemaat setempat sehingga tidak hanya
mampu melihat kehadiran perkebunan tebu sebagai peluang yang baik untuk
kesejahteraaan hidup tetapi juga kritis terhadap persoalan yang terjadi.27 Hal-hal seperti ini
yang dirasakan oleh jemaat setempat sehingga mereka memiliki pemahaman yang
berbanding terbalik dari tujuan kehadiran perkebunan tebu yaitu untuk kesejahteraan dan
Hadirnya perkebunan tebu tidak hanya membawa dampak negative, tetapi juga membawa
dampak positif. Dampak positif dari hadirnya perusahan tebu adalah terciptanya lapangan kerja
bagi setiap masyarakat yang pengangguran, anak-anak yang sudah sarjana pun bekerja di
perusahan dibagian perkantoran. Kebutuhan makan minum juga terpenuhi, serta mencegah anak-
26
Yohanes Kalikit Retang, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022; Rambu Ana Maeri,
Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022.
27
Tay Djangga Ly, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022; Orpa May Ngadi, Wawancara, Desa
Mburukullu, 20 Desember 2022; Andreas K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 20 Desember 2022.
anak muda bahkan orang-orang dewasa untuk merantau. Masyarakat dipermudah untuk
Kehadiran perkebunan tebu tidak hanya merekrut karyawan atau pekerja buruh tetapi jemaat
setempat memanfaatkan peluang yang ada untuk membuka kios di perumahan karyawan untuk
menambah pendapatan. Jemaat yang tidak bekerja baik sebagai karyawan amupun sebagai
bekerja buruh dapat memasuki wilayah perkebunan tebu untuk menjual makanan (lauk pauk) dan
minuman dingin di lahan perkebuna tebu, sehingga selain mendapatkan pemasukan, para pekerja
juga mendapatkan kemudahan dalam memperoleh makan minum.29 Perkebunan tebu juga
membawa perubahan pada kehidupan setiap karyawan dan pekerja buruh, dimana sebelum
adanya perkebunan tebu sebagain besar jemaat setempat belum memiliki kendaran pribadi.
Namun, semenjak kehadiran perkebunan tebu membawa perubahan yang cukup pesat oleh
karena sebagain besar bahkan hampir semua karyawan dan pekerja buruh sudah mampu membeli
motor pribadi.30
Kehadiran perusahan tebu di wilayah pelayanan GKS Jemaat Kahambi Kalelangu memberi
dampak negatif bagi jemaat, baik yang bekerja di perkebunan maupun yang tidak. Secara khusus
bagi jemaat yang pekerjaan tetapnya adalah sebagai petani. Jemaat yang pekerjaannya adalah
sebagai petani mengalami kekurangan air. Hal tersebut diakibatkan dari pihak perusahan yang
menutup mata air inti, dan airnya dialirkan ke lahan tebu dengan menggunakan pipa ukuran
besar. Sebelumnya jemaat tidak pernah mengalami kekeringan hingga sampai kepada titik gagal
panen. Kekeringan yang terjadi sangat memberikan dampak yang buruk bagi jemaat yang adalah
28
Arie Praing, Wawancara, Desa Mburukullu, 20 September 2022
29
Marlin K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 Januari 2023
30
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 Januari 2023
petani. Para petani mengalami gagal panen oleh karena kekeringan yang luar biasa. Jumlah
(debit) air yang sangat berkurang dari sebelumnya, berakibat pada terjadi perselisihan antara
sesama petani dalam memperebutkan sisa air yang masih ada. Karena itu, jemaat mengadukan
hal tersebut kepada pihak pemerintah untuk mengambil kebijakan bagi para petani di wilayah
Pemerintah akhirnya mengadakan pertemuan bersama semua para petani untuk membahas
masalah air. Dan dalam keputusan saat pertemuan bersama di kantor desa ialah pembagian
jadwal dalam mengaliri air disetiap sawah milik masing-masing KK. Masing-masing KK
mendapatkan jadwal setengah hari untuk mengaliri air di sawahnya. Dan di wilayah tersebut
hampir semua penduduk adalah bekerja sebagai petani, sehingga sekalipun mendapatkan jadwal
sehari untuk mengaliri air di sawah itupun tidak cukup. Dan karena itu, maka banyak jemaat
Kehadiran perkebunan tebu di wilayah pelayanan GKS Jemaat Kahambi Kalelangu, tidak
hanya berdampak bagi para petani, tetapi juga bagi para peternak dimana hewan peliharaan yang
biarkan hidup bebas kehilangan tempat tinggal bahkan kesusahan dalam memperoleh makanan
karena tempat mereka tinggal sudah dijadikan perkebunan tebu. Pekerjaan sebagai petani dan
peternak adalah pekerjaan tetap jemaat sekalipun tidak semua.33 Masyarakat menghabiskan
waktu mereka untuk bekerja di lahan perkebunan, persawahan dan sebagai pekerja buruh yang
menyita banyak waktu, sehingga partisipasi jemaat dalam mengikuti persekutuan sangat kurang.
Oleh karena waktu luang yang sangat terbatas, banyak warga jemaat yang juga menunda-nuda
jadwal pelayanan PART ke hari Minggu. Ketika ada kegiatan di gereja sedikit bahkan tidak ada
31
Orpa May Ngadi, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022
32
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022
33
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022;
warga jemaat yang turut mengambil bagian kecuali pendeta, vikaris, GI dan beberapa orang
majelis.34
Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi sebab akibat dari pada pemahaman jemaat
yang betolak belakang terhadap keberadaan perkebunan tebu di wilayah pelayanan GKS
Kahambi Kalelangu.
kehidupan jemaat, menciptakan lapangan pekerjaan tidak hanya kepada jemaat yang
berpendidikan dan bergelar sarjana, juga jemaat yang adalah kepala rumah tangga, ibu
rumah tangga bahkan mereka yang pengangguran dan membutuhkan lapangan kerja
dapat mengambil bagian dalam bekerja di pabrik dan perkebunan tebu. Sekalipun
demikian, jemaat yang bergelar sarjana tetap mengambil bagian sebagai karyawan
dipabrik oleh karena harus berhadapan dengan computer dan mengelolah data. Sementara
jemaat yang tidak menempuh pendidikan diperguruan tinggi atau tidak memiliki ijasah
sarjana mengambil bagian dalam perkebunan tebu. Namun, pemahaman jemaat tentang
keberadaan perkebunan tebu berbanding terbalik oleh karena jemaat melihat bahwa
terhadap sesama ciptaan. Hal demikian terjadi karena jemaat melihat alam sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari diri dan kehidupan mereka. Jemaat menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan alam semesta. Mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dan
harmonis dengan alam. Mereka memahami bahwa alam adalah “rumah” tempat mereka
34
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022
tinggal dan melangsungkan hidup. Mereka menjaga alam dengan baik. Mereka
memahami bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Mereka memahami bahwa jika salah satu bagian dari alam disalahgunakan maka secara
Bagi Bevans, keutuhan semua ciptaan merupakan salah satu konsekuensi logis dari
pemberian mandat Tuhan terhadap manusia. Pemberian mandat oleh Tuhan kepada
manusia atas semua ciptaan yang lain mengandung nilai solidaritas antara manusia dan
ciptaan lain. Solidaritas tersebut menjadi prinsip moral dan sosial dalam bersikap
terhadap semua ciptaan. Tuhan Allah sendiri, karena solidaritas dan cintanya terhadap
manusia dan semua ciptaan-Nya, mendeklarasikan bahwa semuanya baik dan merupakan
sebuah keutuhan yang utuh. Kisah penciptaan sungguh merupakan kisah cinta Allah yang
Hutan adalah sumber kehidupan bagi jemaat. Hutan memiliki peranan penting untuk
keberlangsungan hidup. Hal itulah yang menyebabkan jemaat sangat menjaga kelestarian
alam. Jemaat setempat melihat alam sebagai diri mereka sendiri “rumah” tempat mereka
tinggal. Mereka sadar benar bahwa alam dan manusia sama-sama saling bergantungan
satu dengan yang lain. Apa yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara dengan
baik demi keberlangsungan hidup mereka, generasi penerus kedepannya, dan juga setiap
Menurut mereka hutan, tanah, batu, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara adalah satu
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dari hidup manusia. Mereka memandang alam
sebagai satu bentuk tubuh yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh dihancurkan maka
35
Tay Djangga Ly, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022.
36
Martin Chen dan Agustinus Mandred Habur, Diakonia Gereja, Jakarta:PENERBIT OBOR, 2020. hlm.
214-216
anggota tubuh yang lain pun menjadi hancur. Menurut Erari, manusia secara fundamental
adalah bagian dari alam ini. Relasi manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup karena ada alam sebagai “rumah”, sebagai karunia
Allah. Ia berada bersama semua organisme yang sedang menghadapi ancaman karena
kerusakan seluruh ekosistem planet ini, sebagai akibat pemanasan global yang
Erari melihat bahwa gereja berperan penting untuk melihat hal ini sehingga ia
mengatakan gereja selaku persekutuan orang percaya, tidak hanya bertanggung jawab
untuk mewujudkan persekutuan diantara sesama gereja dan manusia, tetapi juga
lingkungan atau sesama ciptaan. Salah satu tugas gereja adalah menyelamatkan alam
Manusia tidak bisa hidup dari dirinya sendiri tanpa ciptaan lain. Seluruh
keanekaragaman hayati memiliki nilai pada dirinya sendiri oleh karena ada kehidupan di
dalamnya. Pada level biologis, manusia tidak bisa hidup tanpa air, udara dan makanan
yang disediakan oleh alam. Tanpa air manusia akan mati. Tanpa udara tidak akan ada
kehidupan. Tanpa tanah beserta air dan udara tidak akan ada makanan. Air dan udara
bergantung pada tumbuhan atau hutan dan laut. Jadi, ada rangkaian jaring kehidupan
yang terajut erat dalam ekosistem yang memungkinkan kehidupan, baik kehidupan
Demikian pula, secara ekonomis, manusia bergantung sepenuhnya pada alam, pada
ekosistem, pada segala yang disediakan oleh alam di sekitar tempat tinggalnya. Manusia
sangat bergantung pada alam. Tanpa alam, tidak ada kehidupan bahkan pada tingkat
ekonomis. Tidak ada ekonomi yang berkembang di luar alam dan tidak mengandalkan
jasa alam berupa tanah, air, udara, energi, matahari, dan sumber daya alam.37 Rasa
solidaritas inilah yang melatar belakangi berbandingan terbalik antara tujuan hadirnya
perkebunan tebu dan pemahaman jemaat. Jemaat melihat bahwa kebutuhannya tidak jauh
alam dalam artian bahwa manusia boleh mengambil apa yang ada di alam tetapi harus
memperhatikan kelestarian alam. Manusia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan pada
saat yang sama alam juga mendapatkan apa yang dibutuhkan. Erari mengatakan bahwa
manusia dan alam adalah sebagai subjek dalam Penciptaan itu sendiri. Alam dan manusia
kepada warga masyarakat, bahwa mandat untuk menguasai alam tidak dalam artian
Rambu Ana Maeri, sebagai ketua Majelis Jemaat di GKS Kahambi Kalelangu
keselamatan tidak hanya kepada manusia tetapi keselamatan kepada alam. Gereja
sama dengan pihak LSM untuk melalukan sosialisasi tentang dampak dari krisis
37
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
investasi untuk mensejahterakan warga masyarakat. Namun, dampaknya besar bagi
kehidupan jemaat sehingga gereja menentang keberadaan perkebunan tebu. Gereja tidak
memiliki uang yang cukup untuk memberi makanan kepada warga masyarakat. Tetapi
gereja tetap berupaya memberikan pemahaman kepada warga jemaat bahwa adalah tidak
oleh rasionalisme yang memandang alam sebagai obyek yang siap pakai, pada akhirnya
melahirkan sikap materialisme. Jemaat memandang alam tidak hanya pada nilai
ekonomisnya, tetapi juga melihat bahwa alam juga bernilai ekologis. Artinya, alam ini
tidak hanya siap dipakai, tetapi juga penting untuk dipelihara. Rasa tanggungjawab yang
besar terhadap mandat Allah inilah yang menjadi sebab akibat pada jemaat setempat
sehingga tidak hanya mampu melihat kehadiran perkebunan tebu sebagai peluang yang
Rangkuman
Manusia maupun sesama ciptaan adalah subjek dari teologi penciptaan. Dengan demikian
maka sudah seharusnya memiliki sikap solidaritas dalam memperhatikan asas keseimbangan dan
keharmonisan antar sesama ciptaan. Manusia tidak bisa hidup tanpa ciptaan lain. Karena itu
spiritualitas memiliki peranan penting dalam mengarahkan sikap/tindakan manusia dalam relasi
manusia dengan entitas yang lain dalam alam secara bermoral. Dimensi spiritual memungkinkan
manusia untuk hidup secara rohani dalam menghayati totalitas eksistensinya dalam alam.
Karena sejatinya dan pada hakikatnya yang paling dalam, manusia adalah makhluk ekologis.
38
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022
Sebagai makhluk ekologis, secara hakiki manusia berada dalam rangkaian jaring kehidupan yang
terkait dan mengait satu sama lain. Ia bergantung pada ekosistem dan seluruh isinya sekaligus
Allah telah memberikan kita kuasa atas bumi. Sesungguhnya kekuasaan kita yang unik itu
atas bumi adalah karena akibat hubungan kita yang unik pula dengan Allah. Di satu pihak, kita
adalah satu dengan seluruh alam, merupakan bagian dari alam, dan sama-sama berstatus
makhluk. Artinya, kekuasaan yang kita jalankan atas bumi tidak kita miliki sebagai hak, tetapi
sebagai sebuah pemberian. Bumi adalah “milik” kita bukan karena kita menciptakan atau
Namun, adanya kebutuhan hidup menyebabkan manusia selalu memiliki minat yang kuat pada
organisme lain dan lingkungannya. Pada kenyataannya lingkungan menyediakan berbagi sumber
alam yang sangat dibutuhkan manusia mulai dari papan, pangan, dan sandang. Kelangsungan
hidup manusia dan juga organisme lain sangat ditentukan apabila ekosistem dalam keadaan
seimbang. Suatu kenyataan bahwa setiap makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri. Karena
itu, “kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan kewajiban bersama dan universal “karena
lingkungan hidup itu” diperuntukkan bagi semua orang”. Sehingga dalam hal ini “etika
lingkungan hidup” memiliki peranan penting untuk menghidupkan nilai moral manusia terhadap
alam dan juga relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk hidup yang
lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi
Pemahaman jemaat berbanding terbalik dari idel keberadaan perkebunan tebu di wilayah
pelayanan GKS Kahambi Kalelangu dilatar belakangi oleh sikap solidaritas jemaat terhadap
sesama ciptaan dan sikap tanggungjawabnya terhadap mandat Allah atas eksistensi seluruh
ciptaanNya.