Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMAHAMAN JEMAAT TENTANG KEBERADAAN PERKEBUNAN TEBU

Pada Bab I, penulis sudah mendeskripsikan gambaran umum GKS Jemaat Kahambi Kalelangu

dan deskripsi terhadap keberadaan pabrik dan perkebunan tebu. Dalam Bab ini penulis akan

mendeskripsikan dan menganalisis hasil penelitian terhadap faktor dan dampak dari keberadaan

perkebunan tebu bagi jemaat dan menguraikan teori-teori ekologi.

1.1. Teori Ekologi Karel Phil Erari

Menurut Erari, relasi manusia dan alam secara esensial tidak bisa lagi dipandang seperti

subjek dan objek. Karena, baik manusia maupun sesama ciptaan, adalah subjek dari penciptaan

itu sendiri. Manusia dan alam, dalam terang Teologi Penciptaan, membutuhkan pembebasan

yang utuh dan komperhensif. Pembebasan itu mutlak diperlukan, karena kedua-duanya

menderita sebagai milik Allah. Erari sependapat dengan seorang ahli sejarah dan budaya,

Thomas Berry, yang menghendaki adanya keterkaitan hubungan antara Ekologi dan Teologi.

Berry menegaskan bahwa sedang memasuki abad ekologi, yang di dalamnya terjadi suatu proses

pembebasan dalam relasi antara manusia dan alam, dan menuntut suatu revolusi atas pemahaman

kita tentang Allah, dunia, sejarah manusia, dan seluruh makhluk hidup lainnya. Charles Birch

menambahkan, dalam abad ekologi ini, manusia memikul tanggung jawab untuk membebaskan

sesamanya maupun lingkungan sekitarnya dari penindasan dan kehancuran. Dalam konteks relasi

manusia dan alam, tugas manusia kini lebih kearah dimensi proteksi dan aspek perawatan atas

alam ini.

Dari studi ekoteologi yang Erari lakukan sejak 1996, Erari kemudian merumuskan bahwa

manusia secara fundamental adalah bagian dari alam ini. Relasi manusia dan alam merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup karena ada alam sebagai “rumah”,

sebagai karunia Allah. Ia berada bersama semua organisme yang sedang menghadapi ancaman

karena kerusakan seluruh ekosistem planet ini, sebagai akibat pemanasan global yang berdampak

pada perubahan dan kehancuran iklim.1 Erari mengatakan bahwa: “Manusia boleh makan ikan

tanpa harus membunuh semua plankton dengan mendinamit ikan dan rumahnya. Manusia boleh

saja menebang pohon untuk kepentingan pembangunan sosial ekonomi, tanpa harus membabat

seluruh hutan rimba yang terbentuk ratusan tahun lamanya. Sumber mineral dapat dimanfaatkan,

tanpa harus menghancurkan seluruh ekosistem sungai, lembah, gunung, dan laut disekitarnya.2

Erari juga melihat bumi ini sedang mengalami sakit, ibarat menderita penyakit kanker yang

mana bumi sedang mengalami suatu proses kematian secara perlahan-lahan karena manusia.3

Menurutnya landasan epistemologis dari teologi lingkungan adalah kesadaran agama-agama

bahwa krisis lingkungan sudah sangat parah saat ini, sehingga bencana alam terus menerjang

umat manusia. Sebab kesalahan pemikiran teologislah yang mendorong manusia mendominasi,

menguasai, dan mengeksploitasi alam tanpa batas, bahkan dengan sangat serakah. Pandangan

tentang posisi manusia dengan alam menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta sehingga

teknologi pun dikembangkan sebagai sarana eksploitasi alam dengan alasan demi kesejahteraan

dan kemakmuran manusia.4

Erari melihat gereja berperan penting untuk melihat hal ini sehingga ia mengatakan gereja

selaku persekutuan orang percaya, tidak hanya bertanggungjawab untuk mewujudkan

persekutuan di antara sesama gereja dan manusia, tetapi juga lingkungan atau sesama ciptaan.

1
Karel Phil Erari, Spirit Ekologi Integral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017. Hlm, 121
2
Bestian Simangunsong, “Spiritualitas Eco-Kenosis” (Program Pascasarjana, Fakultas Teologi UKDW,
Yogyakarta, 2022), hlm. 3-4
3
Karel Phil Erari, Spirit Ekoteologi Integral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017, hal.111.
4
Ibid, Erari, hal.145
Salah satu tugas gereja adalah menyelamatkan alam semesta sebagai bentuk

pertanggungjawabannya kepada sang pencipta-Nya.5

1.2. Keseimbangan Dan Kestabilan Ekosistem

Setiap makhluk mempunyai fungsi dan peranan masing-masing sehingga kehidupan di

alam ini mengalami keseimbangan yang stabil dan dinamis. Menurut teori ekologi,

keseimbangan dan kestabilan ekosistem di suatu tempat tertentu diperbesar bila sistem itu

beragam (diversified). Ekosistem lebih stabil di lingkungan yang memiliki tanaman, hewan dan

sumber alam yang beranekaragam karena memiliki jaringan interedepensi yang luas, sehingga

mampu menampung perubahan yang besar dan banyak. Sebaliknya, ekosistem menjadi labil di

lingkungan yang hanya memiliki satu jenis tanaman atau hewan (monokultur) sebab jaringan

interdepensinya sempit, sehingga kurang mampu menampung perubahan. Keseimbangan

ekosistem menjadi terganggu ketika manusia merusak ekosistem melalui pengelolaan yang tidak

bertanggung jawab karena sering melampaui batas-batas kebutuhan manusia dan batas-batas

daya dukung alam. Pengolahan alam sering kali bersifat deskruktif-eksploitatif sehingga

ekosistem menjadi terganggu. Misalnya, karena manusia menebang terlalu banyak pohon, maka

spesies dalam hutan yang pohonnya ditebang terlalu banyak akan berkurang. Dengan

kekurangannya spesies tersebut maka ada unsur dalam ekosistem yang tidak berfungsi. Maka

ekosistem itupun terganggu. Kita melihat bahwa ekosistem dan akosfer menjadi terganggu ketika

manusia hanya memperhatikan asas tertentu dari hukum alam. Misalnya asas persaingan dan

asas manfaat, tetap tidak memperhatikan asas lain, yaitu asas keseimbangan dan asas

keharmonisan dalam daur alam.6

5
Opcit, Erari, hal. 545-546
6
Ibid. hlm. 24.
1.3. Antara Ekonomi dan Ekologi

Pada level biologis, manusia tidak bisa hidup tanpa air, udara dan makanan yang

disediakan oleh alam. Tanpa air manusia akan mati. Tanpa udara tidak akan ada kehidupan.

Tanpa tanah beserta air dan udara tidak akan ada makanan. Air dan udara bergantung pada

tumbuhan atau hutan dan laut. Jadi, ada rangkaian jaring kehidupan yang terajut erat dalam

ekosistem yang memungkinkan kehidupan, baik kehidupan manusia maupun kehidupan pada

umumnya.

Demikian pula, secara ekonomis, manusia bergantung sepenuhnya pada alam, pada

ekosistem, pada segala yang disediakan oleh alam di sekitar tempat tinggalnya. Manusia sangat

bergantung pada alam. Tanpa alam, tidak ada kehidupan bahkan pada tingkat ekonomis. Tidak

ada ekonomi yang berkembang di luar alam dan tidak mengandalkan jasa alam berupa tanah, air,

udara, energy matahari, dan sumber daya alam.7

Penekanan pada sisi ekonomi ini sangat dipengaruhi oleh rasionalisme yang memandang

alam sebagai obyek, lalu melahirkan materialisme. Alam dipandang sebagai bernilai ekonomis,

kurang bernilai ekologis. Artinya, alam ini bernilai untuk dipakai, tetapi kurang bernilai untuk

dipelihara. Manusia hanya memandang dirinya sebagai tuan yang mempunyai hak mengambil,

tetapi kurang menyadari dirinya sebagai pelayan yang berkewajiban untuk memelihara. Etika

Kristen menghendaki manusia memainkan peranannya, bukan hanya, dan bahkan tidak

seharusnya sebagai tuan, tetapi sebagai hamba yang melayani.8

1.4. Manusia Sebagai Makhluk Spiritual dan Ekologi

7
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
8
Marthinus Ngabalin, “Ekoteologi : Tinjauan Teologi Terhadap Keselamatan Lingkungan Hidup,” Caraka:
Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, Vol 1, no. 2 (September 2020) :132-133
Maka pengertian “Spiritualitas” tidak boleh diartikan begitu saja sebagai saleh beragama

dan beribadah. Berdasarkan kata latin spiritus I (=napas), pengertian “spiritualitas” menunjuk

pada daya hidup, energy (seperti api), roh, semangat, jadi, bersifat roh bukan materil. Maka,

spiritualitas berarti: suatu daya, kemampuan, kekuatan, bersifat rohani, dalam diri manusia, yang

membuatnya mampu menggerakkan, memperjuangkan sesuatu yang diyakininya mulia dan,

karena itu, hendak diperjuangkan, sebagai tujuannya, dengan bersedia memikul beratnya resiko

kesulitan. Khusus terkait spiritualisme Kristen, “spiritualitas” menunjuk pada kemampuan orang

Kristen memperjuangkan pencapaian tujuan-tujuan mulia, sesuai dengan nilai-nilai (etos)

Kristiani. Kemampuan spiritualitas demikian diperoleh orang Kristen atas dasar keyakinannya

yang terdalam (hakiki) yang benar akan nilai dirinya, nilai sesamanya, dunia, dan alam semesta,

di hadapan Tuhan, Sang Pencipta. Penghayatan mendalam akan keyakinan mendasar inilah,

merupakan daya, kekuatan (spiritus) orang Kristen yang membuat mereka mampu

memperjuangkan pencapaian tujuan-tujuan mulia yang tentu, bersesuaian dengan etos Kristiani.

Tulisan ini dengan mengasumsikan tesis klasik Max Weber bertolak dari asumsi bahwa

salah satu faktor penting sebagai penyebab permasalahan-permasalahan ekologis adalah belum

berperannya nilai-nilai spiritual yakni sumber dan dasar dari semua perilaku manusia, termasuk

perilaku ekologisnya (human ecology).9

Kapasitas spiritual manusia sebagai ciptaan Tuhan, menurut Skolimowski, seharusnya

membuat manusia peka dan sadar diri untuk membina kualitas hubungan yang spiritual dengan

ciptaan lain entah itu hubungan manusia dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan

alam. Dimensi spiritual merupakan instrument yang mengarahkan sikap/tindakan manusia dalam

relasi manusia dengan entitas yang lain dalam alam secara bermoral. Dimensi spiritual

9
Ira D. Mangilio dan Mesakh A. P. Dethan, Spiritualitas Ekologi Kristen Kontekstual, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2021. Hlm. 7-8
memungkinkan manusia untuk hidup secara rohani dalam menghayati totalitas eksistensinya

dalam alam.

Krisis spiritual itu terletak di dalam cara yang asing yang di dalamnya kita memandang diri

kita sendiri terpisah dari alam. “Kita telah salah memahami siapakah kita, bagaimana kita

menghubungkan diri ke tempat kita di dalam ciptaan, dan mengapa keberadaan kita yang

sebenarnya itu memberikan kita suatu tugas kewaspadaan moral terhadap konsekuensi-

konsekuensi dari apa yang kita perbuat. 10 Dan konsekuensinya, manusia mengeksploitasi alam

secara sewenang-wenang. Manusia dan alam akhirnya sama-sama rusak, sama-sama hancur,

sama-sama bergerak ke ambang kepunahannya.

Manusia bukan saja hidup dalam interaksi dan bergantung satu sama lain dengan

sesamanya. Manusia justru hidup dalam satu kesatuan interaksi hakiki dan bergantung satu sama

lain dengan alam semesta dan seluruh isinya. Melainkan sejatinya dan pada hakikatnya yang

paling dalam, manusia adalah makhluk ekologis. Yaitu, makhluk yang tidak bisa hidup dan

berkembang menjadi manusia seutuhnya tanpa alam, tanpa lingkungan ekologis. Manusia tidak

bisa menjadi manusia tanpa lingkungan hidup. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam semesta,

tanpa air, tanpa udara, tanpa hutan, tanpa laut, tanpa tanah, dan seluruh biota, fauna dan flora di

dalam alam ini. Manusia tidak bisa hidup tanpa ekosistem dan seluruh isi ekosistem tersebut.

Sebagai makhluk ekologis, secara hakiki manusia berada dalam rangkaian jaring kehidupan yang

terkait dan mengait satu sama lain. Ia bergantung pada ekosistem dan seluruh isinya sekaligus

menentukan kelangsungan dan kehidupan ekosistem dan seluruh isinya. 11

1.5. Relasi Antara Allah, Manusia Dan Alam.

10
Laary. L. Rasmussen, Etika Bumi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Hlm. 316
11
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
Allah telah memberikan kita kuasa atas bumi. Sesungguhnya kekuasaan kita yang unik itu

atas bumi adalah karena akibat hubungan kita yang unik pula dengan Allah. Allah mengatur

suatu tatanan bahkan hierarki, penciptaan. Dia menetapkan agar makhluk manusia berada di

tengah, antara diri-Nya sebagai Pencipta dan ciptaan-ciptaan lain, baik makhluk hidup maupun

benda mati. Di satu pihak, kita adalah satu dengan seluruh alam, merupakan bagian dari alam,

dan sama-sama berstatus makhluk. Di pihak lain, kita berbeda dengan alam, karena kita

diciptakan menurut gambar Allah dan diberikan kekuasaan. Tetapi, kita juga menikmati tingkat

pengalaman yang lebih tinggi, yaitu: kita tidak seperti hewan dan kita seperti Allah. Kita mampu

berpikir, memilih, membuat, mencintai, berdoa, dan menjalankan kekuasaan. Itulah posisi

menengah kita, posisi berada di antara Tuhan dan alam, antara Pencipta dan ciptaan-Nya.

Kekuasaan kita merupakan kekuasaan bersama. Dalam menjalankan kekuasaan yang

diberikan Allah, kita tidak menciptakan seluruh proses alam, tetapi bekerja sama dengan alam.

Hal itu adalah kerja sama manusia dengan Tuhan. Itu merupakan pengakuan bahwa apa yang

Allah berikan adalah “alam” (nature), sedangkan apa yang kita lakukan dengan itu adalah

“budaya” (Culture) atau “budidaya” (cultivation).

Kekuasaan kita adalah suatu pendelegasian. Oleh karena berupa pendelegasian, maka

kekuasaan itu yang perlu dipertanggung jawabkan. Artinya, kekuasaan yang kita jalankan atas

bumi tidak kita miliki sebagai hak, tetapi sebagai sebuah pemberian. Bumi adalah “milik” kita

bukan karena kita menciptakan atau memilikinya, tetapi karena Penciptanya mempercayakan

pemeliharaan bumi kepada kita.

Hal itu memiliki konsekuensi penting. Jika kita mengandaikan bumi sebagai sebuah

kerajaan, maka kita buka raja yang berkuasa atas wilayah kita sendiri, tetapi raja muda yang

berkuasa atas nama raja, karena raja tidak melepaskan takhtanya. Atau, jika kita
mengumpamakan bumi sebagai usaha perkebunan, maka kita bukan pemilik tanah, tetapi

pengurus perkebunan yang mengelola dan mengolahnya atas nama pemilik. Tuhan membuat kita

“pengasuh”.

Jadi, jika kekuasaan kita atas bumi merupakan delegasi dari Allah dengan maksud agar kita

bekerja sama dengan Dia dan berbagi hasilnya dengan orang lain, maka kita bertanggung jawab

kepada-Nya melalui penatalayanan yang kita lakukan. Kita tidak memiliki kebebasan untuk

berbuat sekehendak kita atas lingkungan alam; kita tidak berhak memperlakukannya sesuka hati

kita. “Berkuasa atas” bukanlah sinonim dari “menguasai” (dengan seenaknya atau keras)”, apa

lagi “menghancurkan.” Oleh karena lingkungan alam telah dipercayakan kepada kita, kita perlu

mengelolahnya secara bertanggung jawab dan seproduktif mungkin untuk kepentingan kita
12
sendiri maupun generasi yang akan datang.

1.6. Ekosistem Dan Peranan Manusia Dalam Ekosistem

Adanya kebutuhan hidup menyebabkan manusia selalu memiliki minat yang kuat pada

organisme lain dan lingkungannya. Pada kenyataannya lingkungan menyediakan berbagi sumber

alam yang sangat dibutuhkan manusia mulai dari papan, pangan, dan sandang. Kelangsungan

hidup manusia dan juga organisme lain sangat ditentukan apabila ekosistem dalam keadaan

seimbang. Suatu kenyataan bahwa setiap makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri. Setiap

makhluk hidup sangat dipengaruhi dan memengaruhi lingkungan hidupnya. Hubungan saling

memengaruhi (timbal balik) antara makhluk hidup dan lingkungannya ini dipelajari dalam ilmu

ekologi. Mula-mula Geoffrey St. Hilaire (tahun 1859) menggunakan istilah ekologi untuk

mempelajari hubungan antara organisme hidup dalam keluarganya atau masyarakatnya dengan

lingkungan alamnya. Ekologi, berasal dari bahasa Yunani oikos artinya ruamh (tempat hidup)

12
Jhon Stott, Isu-isu Global, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015. Hlm. 163-168
dan logos artinya ilmu, sehingga ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi di

antara makhluk-makhluk baik di rumahnya, di tempat tinggalnya, di alamnya, atau di lingkungan

hidupnya. Makhluk hidup dan lingkungannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan atau

sistem.13

1.7. Krisis Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup menjadi rusak terutama karena manusia menyalahgunakan kekuasaannya

terhadap ciptaan-ciptaan nonhuman; manusia telah mengeksploitasi alam secara acak-acakan.

Bahkan kini tampak bahwa “keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup telah

mencapai titik kritis” (kompendium ASG. No. 461). Selain itu, lingkungan hidup juga rusak

karena dulu manusia mengira bahwa dunia ini “tersedia jumlah energi dan sumber-sumber daya

alam yang tidak terbatas, bahwa ada kemungkinan untuk membaharui sumber-sumber itu secara

cepat, dan bahwa dampak-dampak eksploitasi alam dapat dengan mudah ditangkal”

(kompendium ASG. No. 462).14

Gereja Katolik mengajarkan bahwa “kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan

kewajiban bersama dan universal” karena lingkungan hidup itu “diperuntukkan bagi semua

orang” (compendium ASG no. 466). Karena itu manusia harus sadar, misalnya, bahwa “hutan

membantu menjaga keseimbangan alamiah yang hakiki dan mutlak diperlukan bagi kehidupan;

perusakkan atasnya membahayakan kehidupan banyak suku bahkan pribumi serta

kemasalahatan generasi-generasi yang akan datang” (compendium ASG no. 466).15

13
Mohammad Noor, Bencana Merusak Ekosistem, Bekasi: CV MITRA UTAMA, 2015. Hal 33
14
Al. Purwa Hadiwardoyo, Teologi Ramah Lingkungan, Yogyakarta:PENERBIT PT KANISIUS, 2015. Hal.
34
15
Ibid, Hal. 35-36
Gereja berharap bahwa model pembangunan ekonomi masyarakat disesuaikan dengan

budaya bangsa masing-masing. Karena itu, misalnya, “hubungan suku-suku pribumi dengan

tanah serta sumber daya mereka layak mendapat perhatian khusus sebab hubungan itu

merupakan sebuah ungkapan hakiki tentang jati diri mereka” (kompedium ASG no. 471).

Pembangunan modern tidak boleh melupakan kepentingan suku-suku pribumi. Karena itu,

pembangunan hanya layak dijalanka dengan menghormati hak-hak mereka. Apalagi bila

disadari bahwa “suku-suku itu menyajikan sebuah teladan tentang satu kehidupan yang dialkoni

dalam keselarasan dengan lingkungan hidup”( kompedium ASG no. 471). 16

1.8. Etika Lingkungan

Etika diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke

generasi lain. etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana manusia

harus hidup yang baik sebagai manusia. Etika merukapan ajaran yang berisikan perintah dan

larangan tentang baik buruknya perilaku manusia. kaidah, norma dan aturan tersebut

sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang

dianggap baik dan penting. Bencana bukan hanya terjadi secara alamiah, tetapi juga akibat

perbuatan manusia yang tidak peduli terhadap lingkungan.

Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam dan juga relasi

di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai

dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk hidup yang lain atau dengan alam

secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai

dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Pentingnya kelestarian lingkungan hidup

untuk masa sekarang hingga masa yang akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa

16
Opcit, Hal. 37
perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara

berkesinambungan, dengan jaminan estafer antara generasi yang dapat dipertanggungjawabkan.


17

1.9. Hasil Penelitian Berkaitan Dengan Pemahaman Jemaat Tentang Keberadaan

Perkebunan Tebu

GKS Jemaat Kahambi Kalelangu adalah wilayah pelayanan GKS yang bertempat di Klasis

Pahunga Lodu, Kecamatan Pahunga Lodu, Kabupaten Sumba Timur. Jemaat di Kahambi

Kalelangu melihat keberadaan perkebunan tebu berbanding terbalik dari tujuan hadirnya

perkebunan tebu di wilayah tersebut.

1.9.1. Deskripsi Pemahaman Jemaat Terhadap Sesama Ciptaan

Kecamatan Pahunga Lodu, desa Mburukullu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten

Sumba Timur yang memiliki hutan dan padang sebagai tempat bagi hewan, tumbuhan dan

juga terdapat berbagai jenis ekosistem, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pada

awalnya lahan yang dijadikan perkebunan tebu di kecamatan ini hidup berbagai jenis

marga satwa. Mayoritas ternak peliharaan di Pahunga Lodu adalah kuda, sapi, kerbau dan

kambing dan semua itu dilepas hidup bebas.18

Jemaat menjadi bagian yang tidak dapat terpisahakan dengan alam semesta. Mereka

memiliki hubungan yang dekat dan harmonis dengan alam. Mereka memahami bahwa

alam adalah rumah tempat mereka tinggal dan melangsungan hidup. Jemaat melihat alam

17
Mohammad Noor, Bencana Merusak Ekosistem, Bekasi: CV MITRA UTAMA, 2015. Hal. 63
18
Andreas K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 15 Juni 2022.
sebagai bagian dari diri mereka. Ada kebergantungan antara alam dan manusia. Manusia

adalah bagian dari alam, dan sebaliknya. Pada zaman dulu, para leluhur sangat menjaga

kelestarian alam. Mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap alam. Mereka meyakini

bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini memiliki tuan. Mereka adalah marapu yang

sangat keras, mereka akan memasuki hutan setelah berdoa, melakukan ritual dan meminta

izin kepada maramba marapu sebagai pemilik hak ulayat. Mereka akan mengambil apa

yang menjadi kebutuhan di hutan setelah melakukan doa dan ritual serta adanya tanda

persetujuan daripada maramba marapu. Dalam prosesnya ketika mereka sudah menganut

kepercayaan Kristen Protestan, mereka tetap menjaga apa yang menjadi warisan dan

budaya para leluhur yang telah tiada.19

Hutan adalah sumber kehidupan bagi jemaat karena hutan memiliki peranan penting

untuk keberlangsungan hidup. Hal itulah yang menyebabkan jemaat sangat menjaga

kelestarian alam. Jemaat awalnya tidak melakukan mengolah lahan yang ada. Jemaat

melihat alam sebagai bagian dari diri mereka. Mereka sadar bahwa alam dan manusia

memiliki hubungan timbal balik. Apa yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara

dengan baik demi keberlangsungan hidup mereka, generasi penerus, dan ekosistem yang

ada. Jemaat memiliki pemahaman bahwa hutan, tanah, batu, tumbuh-tumbuhan, air, udara

adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dari hidup manusia. Mereka memandang

alam sebagai satu bentuk tubuh yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh hancur maka

anggota tubuh yang lain pun menjadi hancur.20

19
Nguli Ndamanyilu, Wawancara, Desa Mburukullu, 11 September 2022; Oktovianus Kalambar Ndatang,
Wawancara Desa Mburukullu, 28 September 2022.
20
Ngulli Ndamanyilu, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022
Jemaat mengatakan pada saat ini mereka belum begitu merasakan dampak dari hadirnya

perkebunan tebu selain dari peningkatan panas, kekurangan air, gagal panen, diserang

hama, padang pengembalaan semkain sempit, hewan-hewan kehilangan tempat tinggal dan

tempat untuk mencari makan. Jemaat berupaya melihat kehidupan jauh kedepan, mereka

berpikir akan kehidupan dimasa mendatang. Jemaat mengingat akan perjuangan orang

zaman dulu yang berupaya menjaga alam, sehingga generasi saat ini dapat menikmati hal-

hal baik. Menurut jemaat, mereka sudah menanamkan hal-hal yang tidak baik dan

dampaknya akan dirasakan oleh generasi mendatang. Mereka berpikir bahwa mereka

meninggalkan hal yang buruk, yang menyusahkan keturunan mereka kedepannya. 21

1.9.2. Deskripsi Mengenai Pemahaman Jemaat Terhadap Keberadaan Perkebunan

Tebu

PT. Muria Sumba Manis adalah perusahan yang ada di Kecamatan Umalulu, Kabupaten

Sumba Timur. Namun, perkebunannya ada dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Sumba

Timur. Perusahan tebu hadir dengan tujuan untuk melakukan investasi dalam rangka

menciptakan lapangan pekerjaan bagi jemaat setempat dan meningkatkan pertumbuhan

perekonomian.22

Pemerintah menjelaskan bahwa tujuan masuknya perusahan ialah untuk membuka

lapangan pekerjaan demi kesejahteraan jemaat. Dengan hadirnya perusahan jemaat, anak-

anak muda yang tidak melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dapat bekerja di

tempat tersebut, serta mencegah anak-anak muda bahkan orang-orang dewasa untuk pergi

merantau. Pemerintah menjelaskan bahwa kehadiran perusahan tebu ini akan sangat

21
Dominggus Turu Marambandima, Wawancara, Desa Mburukullu, 15 september 2022
22
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 30 Oktober 2022
membantu perekonomian jemaat di wilayah tersebut. Pemerintah menyampaikan daripada

sekian ribu ha tidak dikelola dan hanya menjadi belukar, alangkah baiknya dikelola demi

menunjang kebutuhan hidup. Lahan yang dikelola adalah milik jemaat, yang menjadi

karyawan adalah jemaat setempat, dan menunjang kebutuhan hidup.23

Pemerintah melakukan kerja sama untuk investasi demi kesejahteraan jemaat, tetapi

jemaat memiliki pemahaman serta tanggapan yang berbeda berkaitan dengan kehadiran

perkebunann tebu. Mereka melihat bahwa keberadaan perkebunan tebu adalah suatu

masalah yang berakibat pada perekonomian secara khusus bagi mereka yang berprofesi

sebagai petani sawah. Hal ini dikarenakan mata air yang airnya dialirkan kearah

persawahan ditutup dan diarahkan ke perkebunan tebu. Sehingga pada musim kemarau
24
jemaat mengalami kekurangan air yang berakibat pada penurunan hasil panen. Untuk

saat ini sebagian besar jemaat adalah petani sawah dan petani kebun. Jika musim hujan tiba

jemaat akan mengusahakan lahan persawahan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jemaat

mendapatkan hasil panen yang sangat baik. Jemaat yang bekerja sebagai petani

mengusahakan lahan persawahan. Masing-masing KK biasanya memperoleh hasil panen

dari 50-80an bahkan ada yang mendapatkan 100 karong padi. Namun, semakin berjalannya

waktu para petani mengalami kesulitan akan kebutuhan air, serta tanaman padi diserang

hama belalang, burung dan tikus. Pada puluhan tahun yang lalu, para petani tidak pernah

terserang hama belalang dan hama burung kecuali hama tikus. Namun, beberapa tahun

terakhir lahan persawahan diserang oleh hama, sekaligus kekurangan akan kebutuhan air

untuk mengaliri daerah persawahan.

23
Dominggu T. Marambandima, Wawancara, Desa Mburukullu, 28 September 2022
24
Jhonbar Taraandung, Wawancara, Desa Mburukullu, 28 September 2022
Beberapa tahun terakhir ini jemaat benar-benar mengalami gagal panen. Sebelumnya,

jikalau ada jemaat yang gagal panen tidak sampai pada tahap yang memang tidak

mendapatkan hasil apa-apa. Masyarakat gagal panen ketika mendapatkan 40 karong ke

bawah tetapi beberapa tahun terakhir ini banyak jemaat yang tidak panen, dan memilih

memotong padi untuk dijadikan makanan hewan peliharaan. Dan sebagian besar jemaat

hanya memperoleh padi 20-an karong ke bawah. Ini adalah masalah yang sangat serius dan

sangat merugikan bagi para petani.25

Keberadaan perkebunan tebu di wilayah pelayanan GKS Jemaat Kahambi Kalelangu

mendapatkan tenggapan dan pemahaman yang berbanding terbalik terhadap ideal

perkebunan tebu. Jemaat tidak dengan mudah melihat keberadaan perkebunan tebu sebagai

wadah untuk memperoleh lapangan pekerjaan, mendatangkan kesejahteraan, menghadirkan

dampak-dampak positif bagi keberlangsungan hidup jemaat. Tetapi atas sikap

solidaritasnya terhadap ciptaan yang lain, rasa peduli, senasib/sepenanggungan menjadi

penyebab jemaat menemukan sesuatu yang berbeda tentang keberadaan perkebunan tebu.

Jemaat melihat bahwa mereka tidak bisa hidup sejahtera ketika terjadi pemanfaatan lahan,

karena peranan lahan cukup penting bagi keberlangsungan hidup jemaat setempat, generasi

kedepannya dan keberlangsungan semua ekosistem yang ada di dalamnya.

Mereka mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari ciptaan yang lain. Jemaat setempat

melihat alam sebagai diri mereka sendiri “rumah” tempat mereka tinggal. Mereka sadar

benar bahwa alam dan manusia sama-sama saling bergantungan satu dengan yang lain. Apa

25
Umbu Ndiki Njurumai, Wawancara, Desa Mburukullu, 17 September 2022.
yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara dengan baik demi keberlangsungan

hidup mereka, generasi penerus kedepannya, dan juga setiap ekosistem yang ada.26

Jemaat melihat bahwa keberadaan perkebunan tebu dalam hal peningkatan

perekonomian, kesejahteraan jemaat, menciptakan lapangan kerja ini juga dipengaruhi oleh

sikap rasionalisme yang memandang alam sebagai obyek, yang melahirkan sikap

materialisme. Jemaat memandang alam tidak hanya memiliki nilai ekonomisnya, tetapi

juga melihat bahwa alam bernilai teologis. Dalam artian bahwa, alam tidak hanya siap

dipakai, tetapi juga penting untuk dipelihara. Rasa tanggungjawab yang besar terhadap

mandat Allah inilah yang menjadi sebab akibat pada jemaat setempat sehingga tidak hanya

mampu melihat kehadiran perkebunan tebu sebagai peluang yang baik untuk

kesejahteraaan hidup tetapi juga kritis terhadap persoalan yang terjadi.27 Hal-hal seperti ini

yang dirasakan oleh jemaat setempat sehingga mereka memiliki pemahaman yang

berbanding terbalik dari tujuan kehadiran perkebunan tebu yaitu untuk kesejahteraan dan

pertumbuhan perekonomia masyarakat setempat.

1.10. Dampak-dampak dari Keberadaan Perkebunan Tebu

1.10.1. Dampak Positif

Hadirnya perkebunan tebu tidak hanya membawa dampak negative, tetapi juga membawa

dampak positif. Dampak positif dari hadirnya perusahan tebu adalah terciptanya lapangan kerja

bagi setiap masyarakat yang pengangguran, anak-anak yang sudah sarjana pun bekerja di

perusahan dibagian perkantoran. Kebutuhan makan minum juga terpenuhi, serta mencegah anak-

26
Yohanes Kalikit Retang, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022; Rambu Ana Maeri,
Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022.
27
Tay Djangga Ly, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022; Orpa May Ngadi, Wawancara, Desa
Mburukullu, 20 Desember 2022; Andreas K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 20 Desember 2022.
anak muda bahkan orang-orang dewasa untuk merantau. Masyarakat dipermudah untuk

mendapatkan lapangan kerja.28

Kehadiran perkebunan tebu tidak hanya merekrut karyawan atau pekerja buruh tetapi jemaat

setempat memanfaatkan peluang yang ada untuk membuka kios di perumahan karyawan untuk

menambah pendapatan. Jemaat yang tidak bekerja baik sebagai karyawan amupun sebagai

bekerja buruh dapat memasuki wilayah perkebunan tebu untuk menjual makanan (lauk pauk) dan

minuman dingin di lahan perkebuna tebu, sehingga selain mendapatkan pemasukan, para pekerja

juga mendapatkan kemudahan dalam memperoleh makan minum.29 Perkebunan tebu juga

membawa perubahan pada kehidupan setiap karyawan dan pekerja buruh, dimana sebelum

adanya perkebunan tebu sebagain besar jemaat setempat belum memiliki kendaran pribadi.

Namun, semenjak kehadiran perkebunan tebu membawa perubahan yang cukup pesat oleh

karena sebagain besar bahkan hampir semua karyawan dan pekerja buruh sudah mampu membeli

motor pribadi.30

1.10.2. Dampak Negatif

Kehadiran perusahan tebu di wilayah pelayanan GKS Jemaat Kahambi Kalelangu memberi

dampak negatif bagi jemaat, baik yang bekerja di perkebunan maupun yang tidak. Secara khusus

bagi jemaat yang pekerjaan tetapnya adalah sebagai petani. Jemaat yang pekerjaannya adalah

sebagai petani mengalami kekurangan air. Hal tersebut diakibatkan dari pihak perusahan yang

menutup mata air inti, dan airnya dialirkan ke lahan tebu dengan menggunakan pipa ukuran

besar. Sebelumnya jemaat tidak pernah mengalami kekeringan hingga sampai kepada titik gagal

panen. Kekeringan yang terjadi sangat memberikan dampak yang buruk bagi jemaat yang adalah

28
Arie Praing, Wawancara, Desa Mburukullu, 20 September 2022
29
Marlin K. Rihi, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 Januari 2023
30
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 Januari 2023
petani. Para petani mengalami gagal panen oleh karena kekeringan yang luar biasa. Jumlah

(debit) air yang sangat berkurang dari sebelumnya, berakibat pada terjadi perselisihan antara

sesama petani dalam memperebutkan sisa air yang masih ada. Karena itu, jemaat mengadukan

hal tersebut kepada pihak pemerintah untuk mengambil kebijakan bagi para petani di wilayah

tersebut berkaitan dengan kekurangan air.31

Pemerintah akhirnya mengadakan pertemuan bersama semua para petani untuk membahas

masalah air. Dan dalam keputusan saat pertemuan bersama di kantor desa ialah pembagian

jadwal dalam mengaliri air disetiap sawah milik masing-masing KK. Masing-masing KK

mendapatkan jadwal setengah hari untuk mengaliri air di sawahnya. Dan di wilayah tersebut

hampir semua penduduk adalah bekerja sebagai petani, sehingga sekalipun mendapatkan jadwal

sehari untuk mengaliri air di sawah itupun tidak cukup. Dan karena itu, maka banyak jemaat

yang gagal panen.32

Kehadiran perkebunan tebu di wilayah pelayanan GKS Jemaat Kahambi Kalelangu, tidak

hanya berdampak bagi para petani, tetapi juga bagi para peternak dimana hewan peliharaan yang

biarkan hidup bebas kehilangan tempat tinggal bahkan kesusahan dalam memperoleh makanan

karena tempat mereka tinggal sudah dijadikan perkebunan tebu. Pekerjaan sebagai petani dan

peternak adalah pekerjaan tetap jemaat sekalipun tidak semua.33 Masyarakat menghabiskan

waktu mereka untuk bekerja di lahan perkebunan, persawahan dan sebagai pekerja buruh yang

menyita banyak waktu, sehingga partisipasi jemaat dalam mengikuti persekutuan sangat kurang.

Oleh karena waktu luang yang sangat terbatas, banyak warga jemaat yang juga menunda-nuda

jadwal pelayanan PART ke hari Minggu. Ketika ada kegiatan di gereja sedikit bahkan tidak ada

31
Orpa May Ngadi, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022
32
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022
33
Melkianus Ndiki Kondanamu, Wawancara, Desa Mburukullu, 18 September 2022;
warga jemaat yang turut mengambil bagian kecuali pendeta, vikaris, GI dan beberapa orang

majelis.34

1.11. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perbandingan Terbalik Antara Ideal Perkebunan

Tebu Dan Pemahaman Jemaat Terhadap Keberadaan Perkebunan Tebu

Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi sebab akibat dari pada pemahaman jemaat

yang betolak belakang terhadap keberadaan perkebunan tebu di wilayah pelayanan GKS

Kahambi Kalelangu.

1.11.1. Solidaritas Terhadap Sesama Ciptaan

Pabrik dan perkebunan tebu pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan

kehidupan jemaat, menciptakan lapangan pekerjaan tidak hanya kepada jemaat yang

berpendidikan dan bergelar sarjana, juga jemaat yang adalah kepala rumah tangga, ibu

rumah tangga bahkan mereka yang pengangguran dan membutuhkan lapangan kerja

dapat mengambil bagian dalam bekerja di pabrik dan perkebunan tebu. Sekalipun

demikian, jemaat yang bergelar sarjana tetap mengambil bagian sebagai karyawan

dipabrik oleh karena harus berhadapan dengan computer dan mengelolah data. Sementara

jemaat yang tidak menempuh pendidikan diperguruan tinggi atau tidak memiliki ijasah

sarjana mengambil bagian dalam perkebunan tebu. Namun, pemahaman jemaat tentang

keberadaan perkebunan tebu berbanding terbalik oleh karena jemaat melihat bahwa

sebagai sesama ciptaan mereka memiliki solidaritas (perasaan senasib / sepenanggungan)

terhadap sesama ciptaan. Hal demikian terjadi karena jemaat melihat alam sebagai bagian

yang tidak terpisahkan dari diri dan kehidupan mereka. Jemaat menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dengan alam semesta. Mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dan

harmonis dengan alam. Mereka memahami bahwa alam adalah “rumah” tempat mereka
34
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022
tinggal dan melangsungkan hidup. Mereka menjaga alam dengan baik. Mereka

memahami bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Mereka memahami bahwa jika salah satu bagian dari alam disalahgunakan maka secara

perlahan bagian lainnya akan mengalami kerusakan.35

Bagi Bevans, keutuhan semua ciptaan merupakan salah satu konsekuensi logis dari

pemberian mandat Tuhan terhadap manusia. Pemberian mandat oleh Tuhan kepada

manusia atas semua ciptaan yang lain mengandung nilai solidaritas antara manusia dan

ciptaan lain. Solidaritas tersebut menjadi prinsip moral dan sosial dalam bersikap

terhadap semua ciptaan. Tuhan Allah sendiri, karena solidaritas dan cintanya terhadap

manusia dan semua ciptaan-Nya, mendeklarasikan bahwa semuanya baik dan merupakan

sebuah keutuhan yang utuh. Kisah penciptaan sungguh merupakan kisah cinta Allah yang

menyelamatkan semua makhluk.36

Hutan adalah sumber kehidupan bagi jemaat. Hutan memiliki peranan penting untuk

keberlangsungan hidup. Hal itulah yang menyebabkan jemaat sangat menjaga kelestarian

alam. Jemaat setempat melihat alam sebagai diri mereka sendiri “rumah” tempat mereka

tinggal. Mereka sadar benar bahwa alam dan manusia sama-sama saling bergantungan

satu dengan yang lain. Apa yang menjadi kekayaan alam sangat mereka pelihara dengan

baik demi keberlangsungan hidup mereka, generasi penerus kedepannya, dan juga setiap

ekosistem yang ada.

Menurut mereka hutan, tanah, batu, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara adalah satu

kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dari hidup manusia. Mereka memandang alam

sebagai satu bentuk tubuh yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh dihancurkan maka

35
Tay Djangga Ly, Wawancara, Desa Mburukullu, 12 September 2022.
36
Martin Chen dan Agustinus Mandred Habur, Diakonia Gereja, Jakarta:PENERBIT OBOR, 2020. hlm.
214-216
anggota tubuh yang lain pun menjadi hancur. Menurut Erari, manusia secara fundamental

adalah bagian dari alam ini. Relasi manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup karena ada alam sebagai “rumah”, sebagai karunia

Allah. Ia berada bersama semua organisme yang sedang menghadapi ancaman karena

kerusakan seluruh ekosistem planet ini, sebagai akibat pemanasan global yang

berdampak pada perubahan dan kehancuran iklim.

Erari melihat bahwa gereja berperan penting untuk melihat hal ini sehingga ia

mengatakan gereja selaku persekutuan orang percaya, tidak hanya bertanggung jawab

untuk mewujudkan persekutuan diantara sesama gereja dan manusia, tetapi juga

lingkungan atau sesama ciptaan. Salah satu tugas gereja adalah menyelamatkan alam

semesta sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada sang pencipta-Nya.

Manusia tidak bisa hidup dari dirinya sendiri tanpa ciptaan lain. Seluruh

keanekaragaman hayati memiliki nilai pada dirinya sendiri oleh karena ada kehidupan di

dalamnya. Pada level biologis, manusia tidak bisa hidup tanpa air, udara dan makanan

yang disediakan oleh alam. Tanpa air manusia akan mati. Tanpa udara tidak akan ada

kehidupan. Tanpa tanah beserta air dan udara tidak akan ada makanan. Air dan udara

bergantung pada tumbuhan atau hutan dan laut. Jadi, ada rangkaian jaring kehidupan

yang terajut erat dalam ekosistem yang memungkinkan kehidupan, baik kehidupan

manusia maupun kehidupan pada umumnya.

Demikian pula, secara ekonomis, manusia bergantung sepenuhnya pada alam, pada

ekosistem, pada segala yang disediakan oleh alam di sekitar tempat tinggalnya. Manusia

sangat bergantung pada alam. Tanpa alam, tidak ada kehidupan bahkan pada tingkat

ekonomis. Tidak ada ekonomi yang berkembang di luar alam dan tidak mengandalkan
jasa alam berupa tanah, air, udara, energi, matahari, dan sumber daya alam.37 Rasa

solidaritas inilah yang melatar belakangi berbandingan terbalik antara tujuan hadirnya

perkebunan tebu dan pemahaman jemaat. Jemaat melihat bahwa kebutuhannya tidak jauh

lebih kepenting dari keberlangsungan hidup ciptaan yang lain.

1.11.2. Bertanggungjawab Terhadap Mandat Allah

Manusia dimandatkan oleh Allah untuk menjaga, memelihara, merawat, menguasai

alam dalam artian bahwa manusia boleh mengambil apa yang ada di alam tetapi harus

memperhatikan kelestarian alam. Manusia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan pada

saat yang sama alam juga mendapatkan apa yang dibutuhkan. Erari mengatakan bahwa

manusia dan alam adalah sebagai subjek dalam Penciptaan itu sendiri. Alam dan manusia

sama-sama mebutuhkan pembebasan dalam pemahaman yang keliru akan eksistensinya.

Gereja memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan pemahaman

kepada warga masyarakat, bahwa mandat untuk menguasai alam tidak dalam artian

melalukan tindakan semena-mena terhadap alam. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Rambu Ana Maeri, sebagai ketua Majelis Jemaat di GKS Kahambi Kalelangu

mengatakan bahwa, gereja sudah melalukan tugasnya dalam menjalankan misi

keselamatan tidak hanya kepada manusia tetapi keselamatan kepada alam. Gereja

berupaya mengingatkan kepada jemaat melalui mimbar, ibadah-ibadah, melakukan kerja

sama dengan pihak LSM untuk melalukan sosialisasi tentang dampak dari krisis

lingkungan hidup. Gereja seharusnya mendukung pemerintah yang berupaya membangun

37
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. hlm. 89-91.
investasi untuk mensejahterakan warga masyarakat. Namun, dampaknya besar bagi

kehidupan jemaat sehingga gereja menentang keberadaan perkebunan tebu. Gereja tidak

memiliki uang yang cukup untuk memberi makanan kepada warga masyarakat. Tetapi

gereja tetap berupaya memberikan pemahaman kepada warga jemaat bahwa adalah tidak

baik dan tidak berkenan dihadapan Tuhan.38

Jemaat melihat bahwa keberadaan perkebunan tebu dalam hal peningkatan

perekonomian, kesejahteraan jemaat, menciptakan lapangan kerja ini juga dipengaruhi

oleh rasionalisme yang memandang alam sebagai obyek yang siap pakai, pada akhirnya

melahirkan sikap materialisme. Jemaat memandang alam tidak hanya pada nilai

ekonomisnya, tetapi juga melihat bahwa alam juga bernilai ekologis. Artinya, alam ini

tidak hanya siap dipakai, tetapi juga penting untuk dipelihara. Rasa tanggungjawab yang

besar terhadap mandat Allah inilah yang menjadi sebab akibat pada jemaat setempat

sehingga tidak hanya mampu melihat kehadiran perkebunan tebu sebagai peluang yang

baik untuk kesejahteraaan hidup tetapi juga kritis.

Rangkuman

Manusia maupun sesama ciptaan adalah subjek dari teologi penciptaan. Dengan demikian

maka sudah seharusnya memiliki sikap solidaritas dalam memperhatikan asas keseimbangan dan

keharmonisan antar sesama ciptaan. Manusia tidak bisa hidup tanpa ciptaan lain. Karena itu

spiritualitas memiliki peranan penting dalam mengarahkan sikap/tindakan manusia dalam relasi

manusia dengan entitas yang lain dalam alam secara bermoral. Dimensi spiritual memungkinkan

manusia untuk hidup secara rohani dalam menghayati totalitas eksistensinya dalam alam.

Karena sejatinya dan pada hakikatnya yang paling dalam, manusia adalah makhluk ekologis.

38
Rambu Ana Maeri, Wawancara, Desa Mburukullu, 23 September 2022
Sebagai makhluk ekologis, secara hakiki manusia berada dalam rangkaian jaring kehidupan yang

terkait dan mengait satu sama lain. Ia bergantung pada ekosistem dan seluruh isinya sekaligus

menentukan kelangsungan dan kehidupan ekosistem dan seluruh isinya.

Allah telah memberikan kita kuasa atas bumi. Sesungguhnya kekuasaan kita yang unik itu

atas bumi adalah karena akibat hubungan kita yang unik pula dengan Allah. Di satu pihak, kita

adalah satu dengan seluruh alam, merupakan bagian dari alam, dan sama-sama berstatus

makhluk. Artinya, kekuasaan yang kita jalankan atas bumi tidak kita miliki sebagai hak, tetapi

sebagai sebuah pemberian. Bumi adalah “milik” kita bukan karena kita menciptakan atau

memilikinya, tetapi karena Penciptanya mempercayakan pemeliharaan bumi kepada kita.

Namun, adanya kebutuhan hidup menyebabkan manusia selalu memiliki minat yang kuat pada

organisme lain dan lingkungannya. Pada kenyataannya lingkungan menyediakan berbagi sumber

alam yang sangat dibutuhkan manusia mulai dari papan, pangan, dan sandang. Kelangsungan

hidup manusia dan juga organisme lain sangat ditentukan apabila ekosistem dalam keadaan

seimbang. Suatu kenyataan bahwa setiap makhluk hidup tidak mungkin hidup sendiri. Karena

itu, “kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan kewajiban bersama dan universal “karena

lingkungan hidup itu” diperuntukkan bagi semua orang”. Sehingga dalam hal ini “etika

lingkungan hidup” memiliki peranan penting untuk menghidupkan nilai moral manusia terhadap

alam dan juga relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan

manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk hidup yang

lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi

yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam.

Pemahaman jemaat berbanding terbalik dari idel keberadaan perkebunan tebu di wilayah

pelayanan GKS Kahambi Kalelangu dilatar belakangi oleh sikap solidaritas jemaat terhadap
sesama ciptaan dan sikap tanggungjawabnya terhadap mandat Allah atas eksistensi seluruh

ciptaanNya.

Anda mungkin juga menyukai