Anda di halaman 1dari 17

ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT JIWA IBNU SINA

(Studi Analisis Mengenai Hierarki Serta Relasi Antara Manusia dengan Alam Menurut
Filsafat Jiwa Ibnu Sina)

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:

Ardinal Wahyu Pamungkas (1830302087)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
A. Latar Belakang Masalah
Krisis lingkungan yang tengah terjadi saat ini sudah memasuki tahap kronis
yang bukan hanya mengancam eksistensi bumi melainkan tentu saja mengancam
kehidupan para penghuninya, baik tumbuhan, hewan, manusia, dan lainnya.
Kehidupan manusia yang sejatinya ditopang oleh sistem lingkungan perlahan-lahan
mulai mengalami kerusakan yang kian hari semakin parah. Kerusakan lingkungan
yang tengah terjadi bisa kita lihat melalui beberapa indikator terutama yang
diakibatkan oleh degradasi lahan seperti banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi
sungai dan danau, serta beberapa contoh kasus lainnya yang memberikan efek buruk
bagi manusia. Beberapa indikator lainnya seperti polusi air dan udara, pemanasan
global, punahnya beberapa spesies hewan dan tumbuhan, meledaknya jumlah hama
dan penyakit merupakan efek dari ketidakseimbangan dan kerusakan lingkungan. 1
Kasus terbaru dan tengah kita alami saat ini yakni mewabahnya virus Covid-19 juga
menurut peneliti tak lain merupakan efek tak langsung dari ketidakseimbangan dan
kerusakan lingkungan.
Lingkungan hidup bisa dipahami sebagai oikos yang dalam bahasa Yunani
berarti habitat tempat tinggal atau rumah tempat tinggal. Namun, oikos bukanlah
sekadar tempat tinggal manusia, lebih jauh, oikos merangkum keseluruhan alam
semesta dengan seluruh interaksi yang berlangsung di dalamnya. Jadi, jika oikos
adalah rumah, maka ia berarti rumah bagi semua makhluk hidup dengan seluruh
keadaan dan interaksi serta kehidupan yang terjalin dan berkembang di dalamnya.
Dengan kata lain lingkungan hidup dipahami sebagai ekosistem tempat makhluk
hidup tinggal dengan keseluruhan sistem dan interaksi yang saling terkait secara
harmonis dan berkembang secara dinamis. 2
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini penyebabnya tak lain dan
tak bukan merupakan ulah dari tangan manusia yang tidak memiliki tanggung jawab
terhadap lingkungan. Meningkatnya populasi manusia membawa dampak pada sikap
eksploitasi intensif (berlebihan) terhadap sumber daya alam yang memicu kerusakan
lingkungan padahal itu semua merupakan penyangga kehidupan seluruh makhluk di

1 Ilyas Asaad, Teologi Lingkungan Hidup (Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Jakarta
dan Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah,
2011), cet 2, h.1
2 A. Sonny Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup: Alam sebagai Sebuah Sistem Kehidupan Bersama Fritjof

Capra, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2014), h.42-43

1
bumi termasuk manusia itu sendiri. 3 Kerusakan lingkungan memang bukan hanya
disebabkan oleh tangan manusia melainkan ada juga faktor lain yang menjadi
sebabnya yakni peristiwa alam (takdir). Namun kerusakan lingkungan yang berakar
dari ulah manusia justru memberikan dampak lebih besar karena penyebabnya yaitu
perbuatan merusak lingkungan itu terjadi secara terus-menerus, berkelanjutan, dan
bahkan cenderung meningkat setiap waktunya. 4 Manusia seolah mengabaikan bahwa
lingkungan hidup dengan segala sumber daya alamnya merupakan faktor utama yang
mendukung keberlangsungan hidup manusia. Merusak lingkungan sama dengan
menghancurkan sistem keberlangsungan hidup manusia atau bila dibahasakan ke
dalam bahasa agama maka merusak lingkungan sama dengan menjemput kiamat.
Faktor utama yang mendorong manusia dalam mengeksploitasi lingkungan
secara berlebihan adalah kekurangsadaran manusia atas etika terhadap lingkungan
alam. Istilah etika itu sendiri berangkat dari Bahasa Yunani Kuno dengan dua bentuk,
yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak. Bentuk tunggal istilah etika adalah ethos
yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kendang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, cara berpikir. Sedangkan bentuk jamak etika adalah ta etha yang artinya
adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang kemudian melatarbelakangi
terbentuknya istilah etika. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan
sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat.5 Bila kita tarik kepada
persoalan lingkungan, maka dapat digambarkan bahwa etika terhadap linkungan
artinya manusia harus memiliki adat kebiasaan yang baik dan memberikan azas atau
nilai terhadap lingkungan alam. Perlu disadari bahwa alam bukan hanya hadir untuk
memenuhi kebutuhan manusia melainkan juga untuk menjaga keseimbangan
kosmos di sekitar kehidupan manusia. Jika kosmos tidak seimbang maka akan
menimbulkan bencana alam yang akan berdampak buruk bagi manusia. 6
Selain itu, perbuatan merusak lingkungan sangat dipengaruhi oleh orientasi
hidup manusia yang materialistik dan hedonistik. Berangkat dari hal tersebut
akhirnya manusia memiliki pemahaman dikotomis yang memisahkan antara manusia

3 Ilyas Asaad, Teologi Lingkungan Hidup (Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Jakarta
dan Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah,
2011), cet 2, h.1
4 Eva Anggraeni Diah, Skripsi: “Hakikat Manusia Dan Lingkungan Dalam Perspektif Ekologi Islam”,

(Bandar Lampung: Fakultas Ushuluddi UIN Raden Intan, 2018), h.7


5 Syefrieni, Etika, Dasar-Dasar Filsafat Moral, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), h.10-11
6 Syefrieni, Etika, Dasar-Dasar Filsafat Moral, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), h.176

2
dengan alam dan paham antroposentris yang menganggap bahwa manusia
merupakan hierarki tertinggi yang menjadi pusat dari keseluruhan sistem yang ada
di bumi. Kedua paham tersebut menjadi doktrin yang berperan besar terhadap
terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. 7
Cara pandang antroposentris manusia terhadap lingkungan menjadikan
manusia merasa bahwa ia adalah pusat dari keseluruhan sistem alam semesta bahkan
manusia menganggap bahwa hanya spesiesnya sajalah yang memiliki nilai
sementara spesies lain yakni alam dan segala isinya tidak memiliki nilai melainkan
hanya sebagai alat pemuas hasrat kepentingan hidup manusia. Pada paham
antroposentrisme¸ manusia dan lingkungan alam dianggap dikotomis yakni
keduanya terpisah satu sama lain. Manusia menganggap dirinya adalah penguasa
atas alam dan demi kepentingan hidupnya maka manusia berhak melakukan apa saja
terhadap alam.8
Dalam agama Islam memang disebutkan bahwa hadirnya manusia ke bumi
merupakan sebagai sosok pemimpin/penguasa (khalifah). Gelar tersebut diberikan
langsung oleh Allah SWT. melalui firman-Nya yang berbunyi:

َ ِ ‫ُّك ِللملٰٓ ِٕٮك َِة اِنِىَ جا ِعلَ فِى اۡلر‬


َ‫ض خ ِليفة‬ َ ‫وَاِذَ قالَ رب‬

Artinya: Dan (ingatlah) ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…” (Q.S Al-
Baqarah: 30)9

Namun, khalifah yang dimaksudkan oleh Allah SWT. bukanlah sosok


pemimpin/penguasa yang berperilaku semena-mena terhadap apa yang dipimpinnya.
Khalifah disini memiliki arti sebagai sosok yang diberi amanah atau tanggungjawab
terhadap dirinya sendiri untuk tidak berbuat kerusakan terhadap apa yang
dipimpinnya yakni lingkungan alam. Amanah tersebut diterangkan oleh Allah SWT.
dalam firman-Nya:

‫اد‬ َّٰ ‫ك الحـرثَ والنَّسلَؕ و‬


َ ‫ّللاُ ۡلَ ي ُِحبُّالفس‬ َ ِ ‫واِذا تولّٰى سعى فِى اۡلر‬
َ ‫ض ِليُفسِدَ فِيها ويُه ِل‬

7 Ilyas Asaad, Teologi Lingkungan Hidup (Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Jakarta
dan Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah,
2011), cet 2, h.2
8 Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: Kompas, 2010), h.2
9 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Jakarta: Penerbit Wali, 2012), h.6

3
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan”. (Q.S Al-Baqarah: 205)10
Jelaslah bahwa manusia sebagai pemimpin di muka bumi yang dimaksud dalam
agama Islam adalah sosok yang mampu memimpin atau mengontrol dirinya untuk
tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan bahkan diharuskan untuk melestarikan
lingkungan sebab Sang Pemberi Gelar pemimpin kepada manusia yaitu Allah SWT.
tidak menyukai kebinasaan lingkungan. Secara hakikat, manusia memanglah
pemimpin atau penguasa alam yang memanfaatkan alam untuk diolah dan
dipergunakan.َNamun,َpemahamanَmanusiaَtentangَkataَ“menguasai”َperluَdirubah.
Menguasai alam bukan berarti mempergunakan alam dengan sesuka hati apalagi
sampai pada kadar mengeksploitasi. Hendaknya manusia memahami kata menguasai
dengan arti menguasai sambal menyayangi, menghargai, dan mengembangkan serta
melestarikan. Menguasai alam bukanlah dengan arti bahwa manusia sebagai pihak
yang berada di luar dan di atas alam, melainkan sebagai pihak yang menyatu sebagai
bagian dari alam dan ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan ekosistem lingkungan
alam.11
Cara pandang yang berangkat dari paham antroposentrisme yang memberi
dikotomi antara manusia dengan alam pada akhirnya akan menelurkan perilaku dan
sikap eksploitatif terhadap lingkungan dan mengesampingkan rasa peduli serta nilai-
nilai yang terdapat pada sumber daya alam. 12 Hal tersebut sangat bertentangan
dengan ajaran Islam sebagaimana yang tertuang dalam ayat di atas. Manusia dituntut
untuk tidak mengadakan perbuatan yang dapat merusak lingkungan karena
perbuatan tersebut dapat membinasakan yang bukan saja membinasakan tumbuhan
dan hewan melainkan akan membinasakan manusia itu sendiri.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh masyarakat di tingkat nasional
maupun global, baik melalui perorangan maupun melalui kelompok-kelompok atau
organisasi pemerhati/pecinta lingkungan. Tidak ketinggalan pemerintah juga melalui
upaya-upaya seperti penyadaran, pendidikan, dan pelatihan serta tak ketinggalan

10 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Jakarta: Penerbit Wali, 2012), h.34
11 Untoro Hariadi, Panduan Etika Lingkungan Hidup, Vol.17 No.1, (Yogyakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Janabadra, 2015), h.142
12 Sofyan Anwar Mufid, Islam Dan Ekologi Manusia, “Paradigma Baru, Komitmen Dan Integritas

Manusia Dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban Atas Tantangan Pemanasan Global Dimensi
Intelektual, Emosional, Dan Spiritual”, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2010), h.99

4
juga melalui kekuasaannya pemerintah memberlakukan kebijakan undang-undang
dan penegakan hukum dan berbagai cara lainnya demi menyelamatkan lingkungan.
Namun, realita yang kita saksikan bahwa perbuatan merusak lingkungan masih
terjadi di mana-mana.
Krisis lingkungan yang dialami oleh bumi tentu saja mendapat perhatian dari
kalangan akademisi dan para peneliti yang memfokuskan penelitiannya kepada
lingkungan. Berbagai cara mereka lakukan seperti melahirkan paham-paham atau
prinsip-prinsip terhadap pengelolaan dan etika lingkungan. Paham-paham seperti
biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme hadir sebagai bentuk perlawanan
terhadap paham antroposentrisme.
Ketiga paham etika lingkungan yakni biosenrisme, ekosentrisme, dan
ekofeminisme hadir untuk memberikan proteksi atau perlindungan kepada
lingkungan. Secara umum, ketiga paham tersebut membawa misi dengan
pemahaman bahwa alam juga memiliki nilai bahkan lebih jauh khususnya pada
paham ekosentrisme menganggap bahwa alam juga memiliki jiwa sehingga ia juga
memiliki kehidupan yang sama dan tidak untuk dieksploitasi oleh manusia.
Berbicara mengenai jiwa, sudah sewajarnya bagi penulis yang sedang menimba ilmu
filsafat Islam untuk melirik paham seorang filsuf terkemuka yang masyhur dengan
filsafat jiwanya yaitu Ibnu Sina.
Ibnu Sina tampil sebagai seorang filsuf yang memberikan perhatian khusus
terhadap persoalan jiwa. Sejak abad 19 M, Ibnu Sina mampu memberikan pengaruh
yang tidak bisa diremehkan dalam khasanah pemikiran dunia Arab. Tokoh-tokoh
seperti Thomas Aquinas, Roger Bacon, Gundisallinus, Albert the Great, dan Dun
Scott adalah sederet nama yang terpengaruh oleh pemikiran Ibnu Sina tentang
kejiwaan.13 Hal ini membuktikan bahwa konsep filsafat jiwa yang dibangun oleh
Ibnu Sina bukanlah hal sembarangan yang tidak memiliki pengaruh signifikan.
Berang dari fakta tersebut penulis juga meyakini bahwa konsep filsafat jiwa Ibnu
Sina bisa diimplikasikan ke dalam etika lingkungan demi terjaganya lingkungan dari
perbuatan eksploitatif yang dilakukan oleh manusia.
Konsep filsafat jiwa Ibnu Sina secara sepintas memang cukup berseberangan
dengan konsep etika lingkungan yang menolak adanya hierarki alam di mana
manusia berada di puncak hierarki sehingga ia bebas menentukan nasib hierarki di

13 A.R. Shohibul Ulum, IBNU SINA: Sebuah Biografi, (Yogyakarta: Penerbit Sociality, 2019), h.42-43

5
bawahnya yakni alam sementara konsep filsafat jiwa Ibnu Sina menegaskan bahwa
alam memanglah memiliki jiwa namun jiwa tertinggi tetaplah jiwa manusia. Namun
konsep yang diusung oleh Ibnu Sina bukan untuk menegaskan bahwa manusia
adalah spesies tertinggi yang memiliki hak penuh dan semena-mena terhadap alam
melainkan untuk menegaskan bahwa manusia yang bijaksana dengan memiliki jiwa
manusia dan daya teoritis adalah manusia yang mendekati kesempurnaan atau
memenuhi gelarnya sebagai khalifah di muka bumi yang mampu melestarikan alam.
Paham-paham etika lingkungan, baik itu biosentrisme, ekosentrisme, dan
ekofeminisme tampil untuk menyelamatkan lingkungan namun masih belum
menyelesaikan krisis lingkungan. Usaha-usaha praktis yang memanfaatkan sain dan
teknologi pun masih belum cukup juga untuk menyelesaikan krisis lingkungan yang
disebabkan oleh manusia. Permasalahan lingkungan bukan hanya soal teknis ekologi
saja melainkan juga menyangkut persoalan teologi karena permasalahan lingkungan
sangatlah kompleks dan multi dimensi sehingga nilai-nilai agama yang sifatnya
universal serta multi dimensi juga bisa digunakan sebagai salah satu alternatif
pijakan untuk menyelamatkan lingkungan. 14 Namun realita yang ada bahwa banyak
manusia yang tidak menyukai bila agama apalagi dikerucutkan pada satu agam yakni
Islam tampil dengan konsepnya untuk menyelesaikan persoalan lingkungan. Oleh
karena itu, filsafat jiwa Ibnu Sina yang tentunya mengandung unsur-unsur
keagamaan merupakan salah satu alternatif yang bisa ditawarkan untuk ikut serta
membantu menyelamatkan lingkungan dari krisis yang sedang dialami dengan
merangkul sisi filsafat, kejiwaan, etika, dan teologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep etika lingkungan antroposentrisme, biosentrisme,
ekosentrisme, dan ekofeminisme?
2. Bagaimanakah konsep filsafat jiwa Ibnu Sina?
3. Bagaimanakah konsep etika lingkungan dalam perspektif filsafat jiwa Ibnu
Sina?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

14 Ilyas Asaad, Teologi Lingkungan Hidup (Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam),
(Jakarta dan Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP
Muhammadiyah, 2011), cet 2, h.4

6
Penelitian secara lebih dinamis memiliki tujuan inventif yaitu berupaya
memperbaharui teori dan kesimpulan yang telah ada serta memberikan pemahaman
yang sesuai dengan fakta-fakta atau realita yang sedang ada agar bisa dipahami oleh
orang pada masa yang sesuai sehingga mejadikan ilmu pengetahuan terus hidup dan
tidak berhenti apalagi tenggelam. 15 Dari latar belakang permasalah penelitian di atas,
penelitian ini bertujuan untuk, sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana korelasi antara filsafat jiwa Ibnu Sina dengan etika
lingkungan
2. Mengetahui bagaimanakah etika dan peran manusia terhadap lingkungan
dalam perspektif filsafat jiwa Ibnu Sina
Sedangkan manfaat penelitian yang berjenis penelitian filsafat adalah agar
filsafat berdialog dengan ilmu-ilmu lain serta menjadikan filsafat menjadi
operasional yang dapat ikut serta memecahkan masalah yang ada di dunia secara
holistis.16 Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi alternatif lain tentang konsep etika lingkungan agar lingkungan
tidak dieksploitasi sehingga terjaga kelestariannya
2. Berupaya membuktikan bahwa filsafat Islam yang dalam hal ini diwakili
oleh filsafat jiwa Ibnu Sina tetaplah eksis dan dapat terus menyesuaikan
dan menjadi solusi bagi tiap permasalah khususnya lingkungan yang
sedang terjadi
3. Lebih lanjut, semoga penelitian ini bisa menjadi contoh bagi penelitian-
penelitian selanjutnya untuk terus diperbaharui ataupun dievaluasi untuk
terus dikembangkan ke beberapa topik pembahasan lain.

D. Definisi Operasional
Dalam upaya untuk mempermudah proses memahami penelitian ini secara
mendalam serta tidak mengalami perluasan makna yang dapat menyebabkan proses
pemahaman keluar dari tujuan penelitian, maka diperlukan adanya pemaparan
tentang variable-variabel dan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini untuk

15 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
1990), h.11
16 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

1990), h.18-19

7
memberikan gambaran dari ruang lingkup pembahasan. Adapun variable-variabel
dan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini, yaitu:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata analisis mengandung arti
penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri
serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan. 17 Dengan kata lain analisis adalah proses mengkaji
sesuatu secara teliti dan mendalam untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat
kemudia dijabarkan secara jelas.
Perspektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sudut
pandang atau pandangan. 18 Berangkat dari arti kata tersebut, maka dapat dipahami
bahwa perspektif adalah upaya memahami sesuatu melalui sudut pandang yang lain
untuk menemukan pandangan atau tinjauan baru demi memecahkan persoalan yang
terjadi agar bisa dipahami untuk kemudian mencari solusinya.
Berdasarkan definisi kata analisis dan perspektif di atas, maka penelitian ini
bermaksud hendak menguraikan, mempelajari, dan menemukan tinjauan atau
pandangan baru tentang etika lingkungan hidup sebagai alternatif untuk
memecahkan persoalan krisis lingkungan hidup yang disebabkan oleh sikap manusia
yang eksploitatif terhadap lingkungan.

E. Tinjauan Pustaka
Demi tercapainya kesuksesan dalam sebuah penelitian yang mampu
menghasilkan pemahaman atau interpretasi baru (inventif) secara komprehensif agar
bisa memberikan edukasi baik kepada penulis sendiri maupun kepada para pembaca,
maka sebelum menyusun karya ilmiah ini dilakukanlah proses pra penelitian
terhadap objek yang berkaitan dengan penelitian ini yakni mengenai etika
lingkungan hidup, filsafat jiwa, dan peran manusia dalam berinteraksi dengan alam.
Adapun tinjauan yang berupa karya ilmiah, baik itu buku maupun skripsi dan
jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini di antaranya, yaitu:
1. Ir. Ilyas Asaad, MP.MH, dalam bukunya: Teologi Lingkungan Hidup
(Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Jakarta dan

17 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
“ana.li.sis, bentuk tidak baku: analisa, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/analisis, (diakses pada 26 Mei
2021, pukul 13.47)
18 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,

“per.spek.tif”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perspektif, (diakses pada 26 Mei 2021, pukul 13.59)

8
Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan
Hidup PP Muhammadiyah, 2011). Dalam buku ini diterangkan bahwa
dalam upaya mengantisipasi krisis lingkungan hidup maka tidak cukup
hanya dengan memanfaatkan sain dan teknologi serta konsep-konsep
etika lingkungan hiduap seperti biosentrisme dan ekosentrisme saja
melainkan juga harus melibatkan peran teologi karena persoalan
lingkunngan sangatlah kompleks dan multi dimensi sehingga nilai-nilai
agama yang sifatnya universal serta multi dimensi juga bisa digunakan
sebagai salah satu alternatif pijakan untuk menyelamatkan lingkungan.
2. A.R. Shohibul Ulum, dalam buku: Ibnu Sina (Sebuah Biografi),
(Yogyakarta: Penerbit Sociality, 2019). Buku ini mepaparkan secara
cukup gamblang mengenai biografi Ibnu Sina beserta pemikiran-
pemikirannnya khususnya pada bidang filsafat jiwa yang merupakan
tinjauan utama dari penelitian ini. Di dalam buku ini, penulisnya
menjelaskan secara eksplisit mengenai tiga tingkatan jiwa, yaitu jiwa
tumbuhan, jiwa hewan, dan jiwa manusia. Manusia dapat memiliki
ketiga potensi jiwa tersebut tergantung bagaimana sikapnya dalam
menjalani kehidupan. Manusia dapat mencapai derajat tertinggi yang
mendekati kesempurnaan apabila ia mempunya jiwa manusia dengan
daya teoritis yang mampu mempergunakan potensi akal-akal yang
terdapat dalam dirinya.
3. Syefrieni, M.Ag, dalam karyanya yang berjudul Etika, Dasar-Dasar
Filsafat Moral, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006). Dalam
bukunya ini, Syefrieni, M.Ag. memaparkan dengan jelas dan
komprehensif tentang etika dan moral serta berbagai konsep etika yang
ada di dunia khususnya di bagian akhir yang mengupas persoalan etika
alam lingkungan. Menurutnya, krisis lingkungan disebabkan dan
semakin diperparah oleh manusia yang berpandangan bahwa alam
semesta terpisah dari etika dan nilai-nilai. Pemikiran semacam itu
diusungَolehَfilsafatَpositivisَyangَmemilikَsikapَ“netralitasَilmiah”.
4. Dr. A. Sonny Keraf, dalam buku: Filsafat Lingkungan Hidup (Alam
sebagai Sebuah Sisten Kehidupan Bersama Fritjof Capra),
(Yogyakarta: PT Kanisius, 2014). Dalam buku ini dijelaskan bahwa
lingkungan hidup bukanlah manusia saja melainkan rumah bagi semua

9
makhluk hidup dengan seluruh keadaan dan interaksi serta kehidupan
yang terjalin dan berkembang di dalamnya. Dengan kata lain
lingkungan hidup dipahami sebagai ekosistem tempat makhluk hidup
tinggal dengan keseluruhan sistem dan interaksi yang saling terkait
secara harmonis dan berkembang secara dinamis. Apabila manusia
melek akan hal tersebut (ekologi atau lingkungan hidup) maka manusia
akan menuju masyarakat berkelanjutan.
5. Skripsi Eva Anggraeni Diah yang berjudul: Hakikat Manusia dan
Lingkungan dalam Perspektif Ekologi Islam, tahun 2018. Mahasiswa
UIN Raden Intan jurusan Aqidah dan Filsafat Islam. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana relasi yang seharusnya antara manusia
dengan lingkungan dalam perspektif ekologi Islam.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sifat data yang tidak
kuantitaif atau mengunnakan pengukuran statistik. Penelitian kualitatif juga
disebut dengan penelitian naturalistic karena kondisi lapangan penelitian
yang natural dan tidak dimanipulasi atau diatur oleh serangkaian eksperimen
dan tes.19 Berdasarkan judul, rumusan masalah, serta manfaat dan tujuan
penelitian ini, maka jenis penelitian yang penulis lakukan masuk ke dalam
kategori penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan
sendiri adalah penelitian yang dilakukan dengan menghimpun dan berpijak
pada sumber-sumber literatur bacaan seperti buku, jurnal, atau sumber data
lainnya.20
Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian kepustakaan karena
sumber data mayoritas yang penulis butuhkan adalah bersumber dari pustaka
yakni buku-buku mengenai etika khususnya etika lingkungan hidup
sementara sumber data non-pustaka hanya penulis gunakan sebagai abstraksi

19 Nasution, Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), h.18


20 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h.31

10
atau memberikan gambaran seperti kondisi lingkungan dan wabah yang
sedang terjadi saat ini.
2. Sifat Penelitian
Dalam upaya mendukung penelitian kepustakaan ini, penulis
menerapkan sifat penelitian deskriptif analitik yakni mengutarakan,
melukiskan dan mengelompokkan data yang dikaji untuk kemudian
diinterpretasi dan dianalisa. 21 Berangkat dari definisi tersebut, pada
penelitian ini penulis berupaya memberikan gambaran atas kajian mengenai
Etika Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Filsafat Jiwa Ibnu Sina.
3. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan judul dari penelitian ini yang berkutat pada persoalan
etika dan filsafat jiwa, maka penelitian ini menggunakan pendekatan
filosofis, yakni pendekatan suatu penelitian menggunakan gagasan-gagasan
yang bersifat fundamental, radikal, sistematis, dan universal. 22
4. Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang penulis lakukan menggunakan metode
dokumentasi, yakni menghimpun buku-buku serta literatur yang memiliki
hubungan dengan penelitian yang penulis lakukan kemudian data yang
diperoleh dibagi ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan objek formal
penelitian.23 Proses tersebut bertujuan agar data-data yang dihimpun lebih
terfokus pada masing-masing topik sehingga penulis lebih mudah dalam
memahami data.
5. Metode Analisa Data
Menurut Patton, Analisa data adalah usaha menertibkan urutan data
dan mengorganisirnya ke dalam suatu kategori untuk selanjutnya diahami,
ditafsirkan, dan diinterpretasikan.24 Berdasarkan sifat deskriptif analitik pada
penelitian ini, maka hasilnya pun berupa data deskriptif. Karena hasil
penelitian berupa data deskriptif, maka data tersebut perlu dianalisa dengan
metode:

21 Kholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksa, 2001), cet.3, h.44
22 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h.2
23 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h.217
24 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h.88

11
a. Metode interpretasi
Metode interpretasi adalah upaya memberikan atau menyajikan
sesuatu data agar bisa dijadikan sebagai dasar dari keterangan
selanjutnya.25 Dalam hal ini penulis berupaya menyajikan data-data
yang berkaitan dengan etika lingkungan hidup kemudian
menafsirkannya untuk mengetahui kesesuaiannya dengan filsafat jiwa
Ibnu Sina.
b. Metode idealisasi
Metode idealisasi adalah suatu metode yang berupaya
memahami secara mendalam dari sesuatu yang tersembunyi di balik
kenyataan kemudian diungkapkan dalam bentuk refleksi untuk
dikonstruksikan struktur-strukturnya secara sempurna dengan
menonjolkan ciri khas dari refleksi tersebut. 26
Pada metode ini penulis berupaya memahami secara mendalam
tentang etika lingkungan hidup dan filsafat jiwa Ibnu Sina dengan
interpretasi yang penulis himpun sebelumnya lalu menguak substansi
yang tersembunyi di balik realita filsafat jiwa Ibnu Sina. Kemudian
setelah itu penulis menyusun substansi tersebut ke dalam konstruksi
etika lingkungan hidup sehingga terbentuk struktur etika lingkungan
hidup dalam perspektif yang lain atau yang baru, yakni dalam
perspektif filsafat jiwa Ibnu Sina.
6. Metode Penarikan Kesimpulan
Dalam merumuskan atau menarik kesimpulan, metode yang
digunakan tentu saja adalah metode induksi dan deduksi. Menurut Beerling,
metode induksi dan deduksi adalah siklus empiris yang harus dan pasti ada
dalam sebuah penelitian ilmu pengetahuan.27 Induksi adalah penarikan
kesimpulan yang bermula dari menghimpun data-data tertentu kemudian dari
data-data tersebut diungkapkan secara umum. Metode induksi disebut juga
dengan generalisasi. Sedangkan metode deduksi adalah kebalikan dari

25 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
1990), h.41
26 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

1990), h.48-49
27 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

1990), h.43

12
induksi, yaitu dari ungkapan atau pemahaman umum kemudian diterapkan
ke data-data yang lebih khusus.28 Dalam proses induksi dan deduksi terdapat
lingkaran hermeunetis yang menunjukkan pola dari umum ke khusus ke
umum ke khusus dan seterusnya karena dalam proses induksi dan deduksi itu
sendiri tidak bisa diklaim mana yang lebih dahulu terjadi. 29
Lingkaran hermeunetis atau hermeunetika merupakan sebuah
polarisasi dalam suatu penelitian untuk mendapatkan interpretasi, karena di
dalam lingkaran hermeunetika terdapat sebuah unsur kategori yang telah
ditentukan atau dikehendaki oleh peneliti.30

G. Sistematika Penulisan

Sebagaimana yang terdapat pada karya-karya ilmiah lain, secara umum


penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian pendahuluan, bagian isi atau
pembahasan, dan bagian penutup. Ketiga bagian tersebut ditujukan agar penelitian
ini tersusun dengan sistematis sebagaimana syarat ilmu pengetahuan agar penelitian
ini bisa dipahami oleh para pembaca atau pengkaji ilmu. Secara lebih rinci,
sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama, yakni pendahuluan yang merupakan fondasi atau kerangka


dasar dari penelitian ini. Dalam bab ini memuat latar belakang masalah yang
memberikan gambaran atau penjelasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan.
Kemudian diikuti oleh rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi
operasional, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
Melalui bab pendahuluan inilah penulis akan menggambarkan landasan serta
rangkaian dari penelitian ini.

Bab kedua yaitu landasan teori, yang akan memberikan gambaran umum
mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan hidup. Bab ini akan menyajikan
definisi dari lingkungan hidup, manusia, serta macam-macam etika lingkungan

28 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
1990), h.43-44
29 Anton Bakker, Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

1990), h.45
30 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h.81

13
hidup mulai dari antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme, sampai
ekofeminisme.

Bab ketiga, yakni penyajia data. Bab ini akan memaparkan biografi dari Ibnu
Sina, mulai dari riwayat hidup Ibnu Sina, karya-karyanya, dan pemikirannya tentang
filsafat khususnya filsafat jiwa.

Bab keempat, yakni analisis data. Pada bab ini penulis akan menyajikan
analisa mengenai korelasi antara filsafat jiwa Ibnu Sina dengan etika lingkungan
hidup yang kemudia akan menghasilkan suatu tinjauan atau pijakan tentang
bagaimana seharusnya relasi antara manusia dengan lingkungan sehingga mampu
minimal untu meminimalisir krisis lingkungan.

Bab kelima, yakni penutup. Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan
mengenai bagaimana filsafat jiwa Ibnu Sina bisa diterapkan menjadi sebuah konsep
etika lingkungan hidup. Dalam bab ini juga terdapat saran dan kritik serta gambaran
tentang bagaiman mengurangi jiwa arogan manusia terhadap lingkungan demi
tercapainya kelestarian lingkungan untuk keberlangsungan kehidupan di muka bumi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asaad, Ilyas. (2011). Teologi Lingkungan Hidup: Etika Pengelolaan Lingkungan dalam
Perspektif Islam. Jakarta dan Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah. Cetakan ke-2.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


RI. (2021). “Kamus Besar Bahasa Indonesia (Daring)”,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses 26 Mei 2021.

Bakker, Anton. dan Achmad Charris Zubair. (1990). Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Diah, Anggraeni, Eva. (2018). Hakikat Manusia Dan Lingkungan Dalam Perspektif
Ekologi Islam. Bandar Lampung: Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan.

Hariadi, Untoro. (2015). Panduan Etika Lingkungan Hidup. Vol.17 No.1. Yogyakarta:
Fakultas Pertanian Universitas Janabadra.

Kaelan. (2005). Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma.

Kementerian Agama RI. (2012). Al-Qur’an Dan Terjemah. Jakarta: Penerbit Wali.

Keraf, A, Sonny. (2014). Filsafat Lingkungan Hidup: Alam sebagai Sebuah Sistem
Kehidupan Bersama Fritjof Capra. Yogyakarta: PT Kanisius.

Keraf, Sonny. (2010) Etika Lingkungan Hidup.Jakarta: Kompas.

Narbuko, Kholid., Abu Achmadi. (2001). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksa.
Cetakan ke-3

Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Mufid, Sofyan Anwar. (2010). Islam Dan Ekologi Manusia, “Paradigma Baru,
Komitmen Dan Integritas Manusia Dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban Atas
Tantangan Pemanasan Global Dimensi Intelektual, Emosional, Dan Spiritual”.
Bandung: Penerbit Nuansa.

Nasution. (1998). Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

15
Syefrieni. (2006). Etika, Dasar-Dasar Filsafat Moral. Palembang: IAIN Raden Fatah
Press.

Ulum, Shohibul, A.R. (2019). IBNU SINA: Sebuah Biografi. Yogyakarta: Penerbit
Sociality.

16

Anda mungkin juga menyukai