REFLEKSI TEOLOGIS
Pada bab I, penulis sudah memaparkan deskripsi GKS Jemaat Kahambi Kalelangu sebagai
lokus penelitian dan deskripsi tentang perkebunan dan pabrik tebu. Pada Bab II penulis
mendeskripsikan dan menganalisa hasil penelitian terhadap faktor dan dampak dari keberadaan
aat setempat. Pada Bab III, penulis mengupayakan suatu refleksi teologis terhadap
pemahaman jemaat tentang keberadaan perkebunan tebu dan dampaknya bagi jemaat Kahambi
Kalelangu, Klasis Pahunga Lodu. Landasan teologis terbagi dalam dua bagian, pertama:
Landasan teologis terhadap peran gereja tentang penyelamatan seluruh ciptaan menurut Alkitab
Perjanjian Lama, Kejadian 1:24-31, kedua: Bagaimana peran gereja dalam menanggapi
3.1. Landasan Teologis Terhadap Peran Gereja Tentang Penyelamatan Seluruh Ciptaan
Dalam kitab Kejadian 1:24-31, dalam teks ini menyatakan dengan jelas mandat Allah
kepada manusia dan Ia memberikan tanggung jawab kepada manusia atas alam tidak
untuk keserakahannya tetapi untuk kebutuhannya dalam masa sekarang dan masa yang
akan datang. Kehidupan akan terus berlanjut jika alam semesta terpelihara. Sebab segala
sesuatu yang punah tentunya tidak akan kembali seperti pada kedaan sebelumnya.
Di satu pihak, kita adalah satu dengan seluruh alam, merupakan bagian dari alam,
dan sama-sama berstatus makhluk. Di lain pihak, kita berbeda dengan alam, karena kita
diciptakan menurut gambar Allah dan diberikan kekuasaan. Tetapi, kita juga menikmati
tingkat pengalaman yang lebih tinggi, yaitu: kita tidak seperti hewan dan kita seperti
Allah. Kita mampu berpikir, memilih, membuat, mencintai, berdoa, dan menjalankan
kekuasaan. Itulah posisi menengah kita, posisi berada di antara Tuhan dan alam, antara
jadi” (Kej. 1:3); “jadilah demikian” (Kej. 1:7, 9, 11, 15, 24). Semuanya baik, bahkan baik
(sebagaimana orang tua memelihara anak, peternak memelihara ternaknya, dan orang
yang taat kepada Allah memelihara hukum-hukum-Nya). Manusia diberi kuasa untuk
menamai dan memanfaatkan tanah, tetapi ia harus menjaga ladang, kebun, sawah tetap
subur sehingga ia dapat memberi makanan turun-temurun kepada umat manusia dalam
kesadaran bahwa apa pun usaha manusia, Allah saja yang memberikan pertumbuhan.
1
Jhon Stott, Isu-isu Global, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015. Hlm. 163-168
2
Christoph Barth dan Marie Claire Barth, Teologoi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
Hlm 28-29
Kuasa manusia baru menghasilkan karya yang baik bila dijalankan dalam tanggung
Orang yang sejahtera adalah orang yang memiliki tanah dan memelihara tanahnya
itu. Sebaliknya ketiadaan tanah memimpin kepada kemiskinan dan perbudakan. Tanah
adalah warisan nenek moyang, milik leluhur yang diberikan kepada keturunan mereka
keberlanjutan kepemilikan tanah oleh keluarga yang bersangkutan. Tanpa tanah, masa
depan kesejahteraan keluarga tidak dapat dijamin. Tanah adalah tempat di mana kita
menimba makanan untuk dibagi kepada seluruh anggota keluarga. Di atas tanah tumbuh
tanaman. Tak satupun makanan manusia yang tidak berasal dari dan berhubungan dengan
tanah. Semua makhluk hidup dan bergerak, termasuk binatang, hidup dari apa yang
tumbuh di atas tanah. Tanah adalah periuk kehidupan, tempat kita mengelolah hidup. Di
Menurut kesaksian Alkitab, ada hubungan yang sangat erat antara manusia dan
tanah. Istilah ibrani untuk manusia adalah ‘adam, sedangkan istilah untuk tanah adalah
adamah.” Manusia diciptakan dari tanah (Kejadian 2:7) yang dihembusi napas Allah dan
akan kembali ke tanah itu (Kej. 3:17). Tanah adalah asal mula manusia dan tempat
burung-burung di udara, diciptakan dari tanah. Ketika manusia diberikan mandat untuk
berkuasa atas alam, merawat, dan memeliharanya, Allah melihat itu baik (Kej. 1:28-31).
3
Ibid, hlm 37
4
Zakaria J. Ngelow dan Lady Paula R. Mandalika, Teologi Tanah, Makassar: OASE INTIM, 2015, hlm. 25-
26
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, bukan saja manusia yang menanggung penderitaan,
namun tanah juga terkutuk akibat perbuatan manusia itu (Kej. 3:17).
Manusia dan tanah juga saling membutuhkan. Tanah diciptakan Allah sebelum
manusia. Di atas tanah tumbuh berbagai pohon yang dapat manusia ambil untuk dimakan.
Tanah dan semua yang hidup di atasnya menunjang kehidupan manusia. Namun tanah,
mengusahakannya (Kej. 2:5, 15). Manusia ditempatkan di tanah itu untuk mengusahakan
tanah itu. Tugas Adam adalah mengerjakan tanah (Kej. 2:5), merawat dan menjaganya
(Kej. 2:15). Tugas manusia adalah untuk membawa damai bagi tanah (adamah). Dengan
mengerjakan damai sejahtera/Shalom bagi tanah, manusia pun akan mengalami damai
sejahtera itu. Shalom ada ketika kita melaksanakan tanggung jawab kita kepada Allah
Dalam kisah-kisah Penciptaan (Kitab Kejadian 1:1-2 dan 2:2-25) tanah (erets)
dihidupkan oleh Firman Allah dan menjadi sumber kehidupan bagi tanaman, burung,
binatang, termasuk manusia yang semuanya memperoleh hidupnya dari bumi (Kej. 1:11).
Tanah, atau bumi, mempunyai nilai dalam dirinya, memiliki daya yang menumbuhkan
kehidupan. Dan manusia diberi “kuasa (kabash) atas tanah” (Kej. 1:28). Walau kata
“berkuasa” bisa mereduksikan tanah menjadi tidak lebih dari satu “benda” atau “barang”
yang manusia bisa taklukkan. Nyatanya artian ini selama tiga abad terakhir telah
5
Ibid, hlm, 30-31
menggembalakan, bertanggungjawab atas nasibnya (Kej. 2:15; 19:20). Jadi, manusia
“berkuasa” atas tanah untuk memeliharanya dengan penuh rasa bertanggung jawab
Dalam teks 1 Raja-raja 21:1-16 dikisahkan tentang Nabot, seorang pemilik kebun
anggur di samping istana raja Ahab. Raja Ahab yang menginginkan kebun anggur tesebut
kemudian menawarkan kepada Nabot agar kebun tersebut diberikan kepadanya. Ia akan
memberikan kebun anggur lain sebagai penggantinya atau uang sebagai pembayaran
kebun tersebut. Namun, Nabot menolak dengan tegas dan menyatakan kepada raja Ahab:
moyangku kepadamu.”
Nabot memahami bahwa tanah adalah pemberian TUHAN yang diberikan kepada
nenek moyangnya. Dalam Alkitab TB, kata nahalah diterjemahkan dengan milik pusaka.
Milik pusaka bisa kita mengerti sebagai bagian yang dimiliki dan diberikan turun-
temurun dari nenek moyang, diteruskan dari generasi ke generasi. Pengertian milik
pusaka disini perlu dilihat dalam kaitan pengakuan umat bahwa tanah sebenarnya adalah
hutan atas tanah-Mu yang telah Kauberikan kepada umat-Mu menjadi milik pusaka.”
Bagian ini hanya contoh kecil yang menggambarkan bagaimana orang Israel tidak
melihat tanah sebagai milik pribadi saja tetapi merupakan milik bersama yang diwariskan
6
Ibid. hlm. 69
dari Tuhan. Nenek moyang mereka mewariskan tanah dari Tuhan dan mereka harus
Pembicaraan antara Nabot dan raja Ahab memperlihatkan secara jelas dua pandangan
berbeda tentang tanah. Dari pihak raja Ahab, tanah dilihat sebagai suatu kepemilikan
yang dapat ditukar. Sementara dari perspektif Nabot, tanah dilihat sebagai sebuah
warisan dari generasi ke generasi yang harus tetap dijaga. Nabot menyadari bahwa ia
hanyalah pemilik sementara dari tanah itu dan masih ada generasi sesudahnya yang akan
menjadi pemilik berikutnya. Dari jawabnya, Nabot memahami tanah tersebut tidak hanya
sebatas geografis tetapi terkait langsung dengan identitas diri dan akar dirinya, juga
Salah satu karakter kuat dari status tanah di dalam narasi Alkitab adalah status
ditempatkan di dalam relasi antara Allah, sebagai Pencipta sebagai pemilik tunggal dan
Artinya dalam status kepemilikan, Allah mempunyai hak milik tunggal atas tanah dan
Dengan demikian secara relasional terdapat relasi segi-tiga antara tanah, manusia dan
Allah: tanah sebagai pemberian, manusia yang diberi, dan Allah sang Pemberi. Dalam
banyak hal, konsep relasional seperti ini sebagai per-tanda awal kisah relasional manusia
dan sang Penciptanya. Sistem hukum tradisional di Indonesia, yang dikenal dengan hak
ulayat pun mengandung sinergitas dengan konsep relasional tanah di PL. Tanah, di dalam
7
Zakaria J. Ngelow dan Lady Paula R. Mandalika, Teologi Tanah, Makassar:OASE INTIM, 2015, hlm, 241-
242
8
Ibid, hlm 243-244
konsep hak ulayat didefinisikan sebagai pemberian para leluhur yang tidak dapat
hukum ulayat mengandung kritik keras terhadap budaya konsumtif dan sikap degradatif
9
terhadap tanah, yang menjadikan tanah sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan.
Perkebunan Tebu
Allah adalah Allah yang eko-universal. Allah tidak saja sebagai pencipta manusia,
melainkan juga sebagai Pencipta alam semesta. Ia menciptakan seluruh yang ada di
bumi dan memberikan hidup kepada seluruh makhluk serta memberikan mandat
kepada ciptaan-Nya untuk dapat hidup selaras. Yang kemudian mandat itu juga
ditujukan kepada masyarakat di wilayah Mburukullu dan seluruh kehidupan yang ada
Kita harus memahami bahwa tindakan memelihara alam tidak hanya sebatas
untuk alam tidak rusak dan manusia dapat melangsungkan hidupnya. Namun, lebih
daripada itu merupakan sikap pertanggung jawaban kita atas mandat Allah. Aruna
Gnadassan mengatakan:
ciptaan sebagai teologi kehidupan dan melihat dunia sebagai rumah (oikos)
yang di dalamnya semua makhluk dapat hidup bersama. Kwok Pui Lan
9
Ibid, hlm. 352-353
mereka yang menderita dan berusaha agar semua makhluk-Nya dapat
berkembang.”10
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia dan alam memiliki keterkaitan yang sangat
erat. Dari proses penciptaan dan penempatan manusia di Taman Eden, proses
keterkaitan ini terlihat sangat jelas (Kej.2) keterkaitan tersebut kemudian memberi
manusia tanggung jawab lebih untuk mengusahakan dan memelihara alam semesta
sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun, seperti yang dikatakan oleh Inabuy, bahwa
Tuhan kepadanya. Artinya bahwa manusia harus mampu menjauhkan diri dari sikap
Inabuy mengatakan bahwa manusia bisa menjadi penghambat tetapi juga menjadi
Kebutuhan hidup memang tidak bisa dihindari namun bukan berarti manusia harus
10
Christoph Barth dan Marie Claire Barth, Teologoi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
Hlm. 16
11
Junus E. E. Inabuy, Spiritualitas Ekoteologi Kristen Kontekstual, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2021. Hlm.
81-82
Manusia yang dipinggirkan mengalami makin banyak penyakit
dan pertumbuhan perekonomian adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan, sebab
alam tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan manusia semata, tetapi juga ciptaan
yang lain seperti ribuan hewan, ribuan tumbuhan, ribuan pepohonan, ribuan burung,
ribuang batu dan ribuan keanekaragaman hayati yang hidup dan ada di dalam
Mandat Allah kepada manusia atas ciptaan yang lain bukanlah supaya manusia
Nya. Ketika manusia memperoleh air yang melimpah, padang yang luas, hutan yang
lebat, hewan ternak melalui itu semua Allah mau menyatakan diri-Nya kepada
diri-Nya di bumi. Jika alam rusak dan penderitaan menghampiri hidup manusia
seringkali manusia menyalahkan Allah tanpa berpikir bahwa manusia itu sendiri
Mandat yang Allah berikan sebagai bentuk bahwa Allah tidak hanya
memperhatikan kehidupan saat ini tetapi Allah juga memperhatikan kehidupan pada
12
Christoph Barth dan Marie Claire Barth, Teologoi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
Hlm. 49
masa mendatang. Alam memang dapat rusak secara alami, tetapi kerusakan alam
karena campur tangan manusia jauh lebih susah dan butuh waktu yang tidak sedikit
Allah menciptakan sejuta keanekaragaman hayati karena Allah tahu fungsi dan
yang stabil dan dinamis. Manusia bukanlah tuan atas ciptaan yang lain yang
manusia memainkan peranannya, bukan hanya, dan bahkan tidak seharusnya sebagai
Allah memberikan kuasa kepada manusia atas alam semesta untuk melayani,
dalamnya. Kesejahteraan seluruh ciptaan adalah ketika relasi antara sesama ciptaan
dan Sang Pencipta terjalin dengan baik seperti mandat yang telah Allah firmankan
Ketika manusia diberikan mandat untuk berkuasa atas alam, merawat, dan
memeliharanya, Allah melihat itu baik (Kej. 1:28-31). Ketika manusia jatuh ke dalam
dosa, bukan saja manusia yang menanggung penderitaan, namun tanah juga terkutuk
13
Martinus Ngabalin, “Ekoteologi : Tinjauan Teologi Terhadap Keselamatan Lingkungan Hidup,”
Caraka:Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, Vol 1, No 2. (September 2020):132-133
akibat perbuatan manusia itu (Kej. 3:17). Damai sejahtera adalah ketika kita
Kita tidak memiliki kebebasan untuk berbuat sekehendak kita atas lingkungan
alam; kita tidak berhak memperlakukannya sesuka hati kita. “Berkuasa atas”
bukanlah sinonim dari “menguasai” (dengan seenaknya atau keras)”, apa lagi
“menghancurkan.” Oleh karena lingkungan alam telah dipercayakan kepada kita, kita
Manusia hidup karena ada alam sebagai “rumah”, sebagai karunia Allah. Erari
mengatakan bahwa “manusia boleh makan ikan tanpa harus membunuh semua
plankton dengan mendinamit ikan dan rumahnya. Manusia boleh saja menebang
seluruh hutan rimba yang terbentuk ratusan tahun lamanya. Sumber mineral dapat
duka dan derita pada kehidupan di dalamnya tetapi sebagai Pencipta, Allah juga turut
3.2.2. Panggilan Gereja Sebagai Agen Penyelamat Manusia dan Alam Semesta
Ngelow dan Paula pun bicara tentang gereja bahwa keselamatan adalah
pembebasan secara politik dan ekonomi. Gereja yang terlibat dalam solidaritas serta
14
Karel Phil Erari, Spirit Ekologi Integral, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2017. Hlm 3-4
pembebasan itu adalah gereja yang mengambil bagian dalam karya penebusan
Gereja hadir di dunia tidak hanya bertanggung jawab atas hubugan manusia
dengan Allah. Namun, Gereja adalah agen penyelamat seluruh ciptaan sebagai
bentuk pertanggung jawaban kepada Sang pencipta. Gereja memilik peranan penting
dalam memberitakan kabar keselamatan tidak hanya kepada manusia, tetapi seluruh
tangga, ibadah pemuda, ibadah sekolah minggu, dan waktu perkunjungan kepada
kebaikan, dan keutuhan semua makhluk ciptaan Allah. gereja sebagai penyambung
perlu dijaga kelestariannya. Gereja berperan untuk menumbuhkan rasa peduli dan
tanggung jawab jemaat terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi tidak hanya
kepada manusia dewasa, tetapi anak-anak perlu diberikan pemahaman sehingga sejak
dari kecil mereka menyadari bahwa mereka adalah bagian dari alam. dan mereka
menghidupi rasa solidaritas terhadap sesama ciptaan (alam) sejak dini. Pembentukan
karakter anak sejak dini tentang sadar akan lingkungan yang sehat dan tidak sehat
Dengan demikian, gagasan Kristus sebagai Kepala segala sesuatu tidak terlepas
dari kasih yang dianugerahkan Allah melalui dan di dalam Kristus, bahkan gagasan
dalam diriNya. Gagasan Kristus sebagai kepala gereja sekaligus segala sesuatu
15
Zakaria J Ngelow dan Lady Paula R. Mandalika, Teologi Tanah, Makassar: Yayasan Oase Intim, 2015.
mengindikasikan bahwa fokus Kristus tidak hanya pada umatNya tetapi seluruh alam
semesta. Dengan demikian, kasih yang ada pada diriNya sebagai Kepala alam
Dalam pembahasan Kristus sebagai Kepala alam semesta ini, Kristus tetap
berkaitan dengan gereja karena Kristus adalah Kepala alam semesta sekaligus Kepala
gereja. Ernest Best menjelaskan bahwa gereja akan lengkap dengan adanya Kristus
dan Kristus akan lengkap dengan adanya tubuh atau gereja. Hal tersebut berkaitan
dengan gereja yang digunakan oleh Kristus sebagai sarana untuk mewujudkan
tujuannya di bumi. Gereja merupakan tempat Kristus bertahta dan Kristus sebagai
tidak hanya menempatkan gereja sebagai alat untuk mencapai tujuan-Nya tetapi
gereja juga menjadi tempat tujuan. Hal tersebut dikatakan O’Brien dalam buku The
Letter to the Ephesians. Menurutnya, gereja menjadi tempat tujuan Allah dan Paulus
berharap bahwa gereja memahami dirinya (gereja) sebagai tujuan ilahi yang berperan
Gereja sebagai tubuh dari Kepala alam semsta berperan dalam menyatakan
tujuan-Nya. Bentuk peran tersebut melihat gagasan Kristus sebagai Kepala alam
semesta yang bukan mendominasi karena kekuasaannya atas alam semsta tetapi
mneyatakan kasih kepada alam semesta ini. Hal ini dapat disebutkan sebagai gereja
16
Tasingkem dan Asigor P. Sitanggang, “Kristus Merengkuh Alam Semesta: Gagasan Kristus Sebagai
Kepala Segala Sesuatu dalam Efesus 1:10, 22.” Jurnal Teologi Cultivation, Vol 5, No 2 (Desember 2021):29-30
Gereja sebagai agen penyelamat berarti gereja berperan penting sebagai lanjutan
tangan Allah yang bekerja menyatakan keselamatan kepada segenap ciptaan (alam
semesta). Itu berarti bahwa seruan tentang menjaga dan memelihara bumi tidak
tindakan nyata. Sebagai agen penyelamat gereja harus peka dalam mendengar keluh
kesah alam dengan melihat dan menata alam secara baik sebagaimana yang Allah
agen penyelamat yang telah bertanggung jawab menjaga dan memelihara bumi.
Sebab seruan kabar keselamatan (Injil) tidak saja diperdengarkan kepada dunia tetapi
sekaligus dirasakan oleh dunia. Tidak saja untuk segelintir ciptaan tetapi untuk
bebatuan dll). Oleh karena itu, sebagai agen, gereja bertanggung jawab menjalankan
Rangkuman
Manusia dan alam adalah kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Ada kebergantungan antar
sesama ciptaan. Allah menciptakan manusia dan alam. manusia dan alam adalah sebagais sesama
ciptaan. Tetapi yang menjadi pembeda adalah karena manusia diciptakan menurut Gambar Allah
dan diberikan akal budi sebagai karunia daripada Allah. manusia diberikan kerpecayaan lebih
kepada manusia terhadap ciptaan yang lain oleh karena Allah ingin menyatakan kasihNya
kepada semua ciptaan-Nya dan dapat merasakan kehadiran-Nya melalui keberadaan ciptaan lain.
Tanah diciptakan Allah sebelum manusia. Di atas tanah tumbuh berbagai pohon yang dapat
manusia ambil untuk dimakan. Tanah dan semua yang hidup di atasnya menunjang kehidupan
manusia. Tanah, atau bumi, mempunyai nilai dalam dirinya, memiliki daya yang menumbuhkan
kehidupan. Salah satu karakter kuat dari status tanah di dalam narasi Alkitab adalah status
relasional tanah dengan manusia. Khususnya di dalam Perjanjian Lama, tanah ditempatkan di
dalam relasi antara Allah, sebagai Pencipta sebagai pemilik tunggal dan manusia sebagai
penerima anugerahNya dan yang dipercayakan untuk mengelola. Artinya dalam status
kepemilikan, Allah mempunyai hak milik tunggal atas tanah dan manusia “hanya” mempunyai
hak pakai. Mandat Allah kepada manusia atas ciptaan yang lain bukanlah supaya manusia
menjadi “allah” atas sesama ciptaan, melainkan Allah menghendaki kita berhubungan langsung
dengan-Nya melalui kehadiran-Nya dalam diri setiap ciptaan-Nya. Allah adalah Allah yang
ekouniversal. Ia merasakan penderitaan yang menimpa ciptaanNya yang menurutnya sangat baik
dan teramat baik itu. Gereja memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman kepada
jemaat dan setiap orang percaya akan hunungannya dengan sesama ciptaan dan Sang Pencipta.