Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH

TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

KELOMPOK 1

ANGGOTA :

1. BRAYEN VICARD BULAMEI


2. JUWITA PANGEMANAN
3. PATRICIA MINGGU

KELAS : A

PRODI : PASTORAL KONSELING

SEMESTER : 6
Bab 1 Allah Menciptakan Langit dan Bumi

1. Tempat Pokok dalam kesaksian kitab-kitab perjanjian lama

Pada mulanya Allah menjadikan langit dan bumi, ini merupakan kalimat pertama dalam Kitab
Kejadian. Semua bangsa kuno mengakui bahwa Allah tertinggi menciptakan langit dan bumi,
sebagaimana terlihat dalam cerita-mula penciptaan Allah.

2. Allah menciptakan langit dan bumi

Umat Israel mumuji Tuhan yang menciptakan langit dan bumi atas prakarsa-Nya senidri
dengan maksud menjalani hubungan timbale balik dengan para makhluk-Nya.

- Segala bangsa kuno mengenal Allah tertinggi sebagai Khalik akan semesta. Dengan
memuji Tuhan sebagai Pencita,
- Tuhan menciptakan langit dan bumi dengan sempurna
- Tuhan mengatasi langit kuasa-kuasa kegelapan dan kekacauan
- Tuhan menciptakan dengan perantara Firman, Roh dan Hikmat.

Dalam kebudayaan kuno-sebagaimana juga dalam banyak kebudayaan suku di Indonesia -


Allah tertinggi yang menciptakan alam semesta dan yang meletakkan dasar alam dan
kehidupan masyarakat diagungkan.

 Segala Bangsa Kuno Mengenal Allah Tertinggi sebagai Khalik Alam Semesta
Umat Israel mengkleim bahwa Khalik itu tak lain adalah Tuhan yang membebaskannya dari
Mesir dan mengikat perjanjian dengan mereka.

 Tuhan menciptakan langit dan bumii dengan Sempurna Tuhan dipuji karena Ia menciptakan
langit dan bumi secara baik sekali.

 Tuhan mengatasi kuasa-kuasa Kegelapan dan Kekacauan


Tuhan juga dipuji karena Ia menghadapi kekacauan dan kuasa-kuasa perusak dan menang
atas mereka. Bumi yang kosong dan gelap gulita dan belum berbentuk menutupi seluruh
samudra raya (Kej. 1:2). Meskipun dunia rusak dan mengalami kekacauan dan kerusakan
misalnya terjadi tsunami dan gunung berapi meletus tetapi Tuhan memampukan manusia
untuk menolog dan membangun kembali apa yang telah rusak dan kacau.

 Tuhan menciptakan dengan perantara Roh, Firman dan Hikmat


Menurut kesaksian utama Perjanjian Lama, Allah menciptakan dengan perantaraan Firman
yang berwibawa penuh dan senantiasa menghasilkan tindakan: "Berfirmanlah ... maka jadi”
(Kej. 1:3); "Jadilah demikian” (Kej.1:7, 9, 11, 15, 24). Semuanya baik, bahkan baik sekali
(Kej. 1:31). Ciptaan Melalui Firman menjamin bahwa semuanya dijadikan sebagaimana
dimaksudkan Allah. Melalui Firman yang sama Tuhan juga memperkenalkan rencana
menentukan peranan dan tugas segala makhluk yang diciptakan-Nya
3. Allah menciptakan manusia

 Manusia Dijadikan sebagai tubuh yang berjiwa


Ia dijadikan dari debu tanah (sebagai Adam dan adamah, kata Ibrani untuk tanah; Kej. 2:7;
Pkh. 3:20; Mzm. 89:48), pada hari keenam, sama dengan binatang. Sehingga ia bertubuh.
Tulang dan daging yang berselimutkan kulit (Ayb. 10:11; Yeh. 37:8), intlah manustia sebagai
tubuh. Tidak sedikit jumlah nas Perjanjian Lama yang membesarkan kebijaksanaan Sang
Khalik yang “membuat”, “menyusun”, “membangunkan” semua itu (Ayb. 10:8; Mzm.
139:14-15). Tak kurang pula banyaknya nas Perjanjian Lama yang menyesalkan keterbatasan
tubuh itu. Bagaikan buatan tukang periuk, tubuh itu tak permah juput dari nasib benda yang
fana dan mudah rusak.

 Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan


Menurut Kejadian 1:26-28 Allah mengambil keputusan untuk menjadikan manusia (bentuk
tunggal), lalu membuat mereka (bentuk jamak). Laki-laki disebut dengan kata sifat maskulin
(Ibr.: zakar, maskulin dan jantan) dan perempuan dengan kata sifat faminin (feminin dan
betina). Tidak ada manusia (Ibr.: adam) selain dalam jenis maskulin atau feminin, baru
keduanya bersama-sama merupakan manusia dan mencerminkan gambar Allah. Keduanya
juga diberkati dan diberikan kuasa.

 Manusia Bertindak atas pilihanya sendiri


Akan tetapi, manusia itu bertindak atas pilihannya sendiri dan menjauhkan diri dari maksud
Allah. Kejadian 3:1-6 memperlihatkan mekanisme pencobaan. Penulis menggunakan bentuk
yang serupa dongeng: seekor binatang yang cerdas berbicara kepada seorang manusia. Ular,
makhluk ciptaan Allah itu, bukan Iblis yang berkedok ular. Bukan dia yang dipentingkan,
melainkan perkataannya, yang juga dapat timbul dalam hati orang tanpa pencobaan dari luar.
Kata-kata yang diucapkan merupakan pencampuradukan antara yang tepat (jangan makan
buah, matamu akan terbuka) dan yang tidak benar (buah segala pohon, menjadi seperti Allah).
Sang perempuan dibingungkan. Perhatiannya beralih: dari larangan tersebut bergeser kepada
Dia yang memberikan perintah itu. Lalu, timbul pertanyaan: Apakah maksud Allah? Apakah
Dia hendak menyimpan yang paling berharga bagi diri sendiri, menghindarkan manusia
menjadi dewasa dan menentukan hidupnya sendiri? Apakah Allah ingin agar manusia tetap
bodoh dan mudah diatur? Perempuan mencurigai Allah, maka wibawa larangan pun hilang. Ia
memperhatikan buah yang terlarang itu dan melihat "bahwa buah pohon itu baik untuk
dimakan dan sedap". Timbullah keinginan mengambilnya (bnd. larangan mengingini milik
orang lain dalam Firman Kesepuluh, Kel. 20:17).

Secara tradisional dikatakan bahwa Allah memberikan perintah untuk menguji apakah
manusia sungguh-sungguh mendengar dan patuh kepadaNya, tetapi manusia melanggar
perintah dan jatuh ke dalam dosa.

Gereja mengajarkan kepatuhan kepada Allah, menegur dosa aktif sebagai dosa kesombongan,
tetapi kurang membina warganya untuk bertanggung jawab menentang dosa pasif atau ikut-
ikutan. Dalam hal ini sikap umat Yahudi lain. Mereka diingatkan untuk senantiasa
memperhatikan petunjuk ”torah", yang merupakan anugerah Allah kepada umat-Nya.
Sikap mencurigai itu membahayakan hubungan dan memberontak merusakkannya. Sebagai
akibat pertama kesalahan manusia, maka mata mereka terbuka dan mereka melihat bahwa
mereka telanjang, tak terlindung. Mereka membuat pakaian dan menyembunyikan diri
terhadap Allah di tengahtengah pepohonan. Seseorang baru merasa malu bila ditelanjangkan,
entah tubuh atau sikap dan tindakan yang jahat. Inilah yang terjadi di sini.

H.H. Schmid berpendapat bahwa jawaban Yehovis atas pertanyaan apakah manusia dapat
berdiri di depan Allah adalah pada satu sisi ia terarah kepada Allah. tetapi pada sisi lain ia
hendak bersaing dengan Dia sehingga "segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata” (Kej. 8:5). Pada dirinya manusia tidak dapat berdiri di hadapan Allah.
tetapi Tuhan mengambil keputusan untuk tidak memusnahkannya (Kej. 8:21) sehingga
karunia Allah menjadi dasar hidupnya.

4. Allah Memberkati Para Makhluknya dan Memelihara Ciptaan-Nya

Menyelamatkan merupakan peristiwa yang Allah kerjakan. Memberkati dan memelihara


dapat disamakan dengan suatu aliran yang tidak berhenti.

1. Allah memberkati manusia yang bertambah banyak.


2. Allah senantiasa memberkati umat manusia.
3. Allah prihatin kepada manusia yang berdosa, Ia menghakimi, tetapi memberkati pula.
4.Timbul krisis antara Allah dan manusia, namun Allah tetap memelihara ciptaan-Nya
5. Manusia diajak berkarya dan diundang dalam persekutuan dengan Tuhan.

 Allah Memberkati Manusia yang Bertambah Banyak


Allah memberkati mereka, lalu berfirman, "Beranakcuculah dan bertambah banyak:
penuhilah bumi" (Kej. 1:28). Berkat ini tampak dalam daftar keturunan yang mengisi hampir
sepertiga cerita mula-jadi.

Silsilah berperan penting dalam budaya lisan untuk menentukan waktu peristiwa yang penting
dan untuk mengetahui hubungan darah serta kewajiban adat antara warga masyarakat. Hal itu
berlaku bukan saja di Palestina kuno, melainkan juga di Indonesia. Saya pernah bertemu
dengan seorang Dayak yang dapat menyebutkan 50 nama leluhurnya. Nama-nama leluhurnya
pada angkatan yang lebih tua ada yang sama dengan nama tokoh-tokoh Alkitab. Beliau yakin
bahwa orang Dayak merupakan keturunan Adam.

Dalam kebudayaan Babel dibicarakan silsilah para dewa. Di Mesir, silsilah raja sebagai anak
ilahi diingatkan. Alkitab hanya mengenal keturunan manusia. Sekalipun diingat dalam budaya
patriarkhal. di dalam silsilah itu masih disebut beberapa perempuan.

Umat manusia dilihat sebagai keturunan sepasang ibu-bapak, yaitu sebagai persaudaraan yang
bersama-sama hendak memelihara ciptaan Allah dan menjalankan sejarah.

 Allah Senantiasa Memberkati Umat


Manusia Allah memberkati manusia dan itu sebabnya perempuan melahirkan anak, anak itu
bertambah besar, berkembang menjadi matang, dan akhirnya meninggal. Berkat itu mengalir
terus-menerus bagaikan air sungai yang dapat dinikmati, digunakan untuk mengairi tanaman,
dan diolah demi kepentingan hidup. Demikian juga berkat mengalir dan diolah menjadi damai
sejahtera antar manusia.

 Allah Prihatin kepada Manusia yang Berdosa


Sekalipun Allah kecewa atas kejahatan manusia, Ia tetap memberkatinya. Gambar Allah tetap
menandai manusia, bahkan diteruskan turun-temurun (Kej. 5:1-3). Hawa digelari "Ibu semua
yang hidup" (dengan gelar yang digunakan untuk ibu pertiwi, tanah, mahaibunda dalam
kebudayaan Kanaan) sekalipun keibuan disertai dengan penderitaan lahir batin. Ibu, yang
pada awalnya menolak tanggung jawab atas dosanya, diserahi tanggung jawab atas anak-
anaknya dengan segala suka dan dukanya dan ia belajar memelihara mereka. Anak pertama
Adam dan Hawa diberi nama "Kuperoleh laki-laki” dengan bantuan Tuhan (yakni Kain) dan
dialah yang membunuh adik serta menyebabkan susah hati pada ibu-bapanya. Sekalipun
hubungan antara laki-laki dan perempuan terganggu - akibat saling mempersalahkan dan
saling mencurigai - ia tetap berkembang dengan kegirangan dan kepahitan hati.

 Timbul Krisis antara Allah dan Manusia


Sekali saja hubungan antara Allah dan manusia mengalami krisis yang parah. Krisis itu
diawali dengan suatu cerita yang tafsirannya tetap kabur (Kej. 8:1-4). Anak-anak Allah,
mungkin anggota dewan surgawi (bnd. 1 Raj. 22:19 dan Ayb. 1:6), melihat anak perempuan
manusia yang amat cantik dan mengingini mereka, lalu menghampiri mereka. Dari hubungan
tersebut lahirlah anak-anak yang tumbuh menjadi gagah perkasa dan ternama.

Allah menderita karena ciptaan-Nya dirusak, demikianiah pada masa mitis purbakala. Apalagi
sekarang, dengan krisis lingkungan, ketika makin banyak jenis tumbuhan dan binatang yang
punah, ketika makin banyak kerusakan ekosistem yang indah, eir dan udara tercemar, dan
makhluk-makhluk menderita. Manusia yang dipinggirkan mengalami makin banyak penyakit
dan kecelakaan. Merusak ciptaan Tuhan adalah dosa yang mendukakan Roh yang
menghidupkan segala sesuatu.

Cerita air bah dikenal oleh banyak bangsa dalam budaya yang berbedabeda. Dalam cerita
yang amat kuno disebutkan bahwa air hanya membanjiri willayah tertentu dan sejumlah orang
dan binatang dapat menyelamatkan diri dengan mendaki gunung tinggi yang tidak terendam.
Sedangkan cerita dari masa yang lebih muda dan lengkap dituturkan tentang kesalahan
manusia — atau ketegangan antardewa - menyebebkan air bah sebagai hukuman. Adakalanya
seorang diberitahukannya sebelumnya, disuruh membuat kapal untuk menyelamatkan diri
serta binatang darat dan udara. Dengan melepaskan burung setelah hujan berhenti, ia dapat
mengetahui kapan boleh keluar kapal. Semua cerita tersebut menuju pembaruan ciptaan.
Dengan demikian, bumi menjadi tempat kediaman yang aman untuk sekalian makhluk
ciptaan Allah.

 Manusia Diajak Berkarya dan Diundang dalam Persekutuan dengan Tuhan


Pekerjaan bukan hanya merupakan beban. Sejak awal, manusia diajak berkarya dan ikut serta
mengembangkan sesuatu yang baru dan berguna. Ia mulai sebagai petani (Kej. 1:13: 4:2),
belajar menanam pohon anggur dan menjadikan sari buah minuman keras (Kej. 9:20). Ia
menjadi gembala domba dan kambing (Kej. 4:2 dan 20, sedangkan perempuan memintal dan
menenun pakaian wol dan kain tenda) dan berburu (Kej. 10:9). Ia bukan saja mendirikan
rumah, melainkan juga belajar membakar batu bara dan mendirikan kota-kota (Kej. 4:17:
10:11-12: 11:3). la menempa logam: tembaga dan besi (Kej. 4:22). Ia membuat dan
memainkan suling dan kecapi (Kej. 4:21) dan pasti mengajak teman menari.

Anda mungkin juga menyukai