Anda di halaman 1dari 12

TOPIK 1:

MANUSIA DAN
ASAL USULNYA
Pengampu Matakuliah Agama Katolik:
MAMAN SUTARMAN, SFK
MENURUT ILMU PENGETAHUAN YANG TERTULIS SALAM KITAB
SUCI
“manusia modern merupakan hasil
evolusi yang sudah mulai 5 atau 6 juta ❑ Segala sesuatu diciptakan dalam enam hari-
tahun yang lalu” manusia diciptakan terakhir ( Kej 1:1-31)
❑ Manusia diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah – dan diberi perintah beranak-
cucu dan menguasai ciptaan (Kej 1:26-31)
❑ Manusia diciptakan dari debu tanah, Allah
membentuk dan menghembuskan nafas-Nya
(Kej 2: 6)
❑ Menciptakan perempuan dari tulang rusuk
manusia, menutupnya dengan daging (Kej
2:21-23)
PERSOALAN:
❑ Sumber mana yang dapat dijadikan acuan untuk
memahami asal-usul dan tujuan hidup manusia? Menurut
Ilmu Pengetahuan atau Kitab Suci ?
❑ Apakah ada korelasi antara kedua sumber tersebut ?
❑ Pesan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan Kitab
Suci tentang kisah penciptaan manusia?
❑ Apa konsekuensi dari paham manusia dalam Kitab Suci itu
terhadap relasi manusia dengan dirinya sendiri, sesama,
alam ciptaan dan Allah ?
1. BERBEDA RANAH

ILMU PENGETAHUAN (Teori Evolusi:) KITAB SUCI

❑Ranah empiris dengan pendekatan ❑ Ranah meta-empiris atau


scientific, transendental.

❑meneliti kenyataan historis dunia ini ❑ menjelaskan tindakan Allah yang ingin
seperti apa adanya, untuk menjelaskan menyelamatkan manusia dengan
perkembangan dari sesuatu yang sudah terlebih dahulu menciptakan-nya, tapi
ada sebelumnya, yang terus berproses tidak membahas proses
dalam perkembangan sejarah perkembangannya secara detail dan
kehidupan faktual

❑ Tidak menjelaskan siapa yang ❑ Menegaskan Allah menciptakan dari


menciptakan “bahan awal” yang tiada menjadi ada
kemudian berevolusi
2. KORELASI IPTEK – KITAB SUCI

Bila Allah yang menciptakan “asal” segala (KATEKISMUS GEREJA KATOLIK


sesuatu yang menjadi “bahan” munculnya 301).
ciptaan yang lain, apakah Allah Sesudah mencipta, Allah tidak
membiarkan proses berlangsung dengan menyerahkan ciptaan-Nya begitu saja
kepada nasibnya. Ia tidak hanya memberi
sendirinya secara evolutif?
kepadanya “adanya” dan “eksistensi”,
tetapi Ia juga memeliharanya setiap saat
dalam adanya itu, memberi kepadanya
kemungkinan untuk bergiat dan
mengantarnya menuju tujuannya”
3. MAKNA KISAH PENCIPTAAN DLM KITAB SUCI

❑ Kata “menciptakan” (“bara” bhs. Ibrani) menunjuk perbuatan yang


hanya bisa dilakukan Allah. Menciptakan berarti membuat segala
sesuatu dari ketiadaan menjadi ada
❑ “Semua yang ada, diciptakan Allah, lapis demi lapis dan serba tertata,
baik adanya-karena sesuai dengan kehendak Allah, termasuk manusia
❑ Ketika menciptakan ciptaan lainnya, Allah hanya berfirman. Alam
semesta diciptakan dengan mudah tanpa proses yang melelahkan. Hal
ini menegaskan bahwa antara Allah dan ciptaan-Nya terdapat
perbedaan hakiki, bersifat transeden, dan tidak bersifat ilahi.
❑ Allah menciptakan Manusia dengan firman dan Tindakan.
▪ Allah menciptakan dengan melibatkan keseluruhan pribadi-Nya.
▪ Manusia tidak diciptakan sebagai “sesuatu”, melainkan sebagai
“pribadi”
▪ Terdapat relasi istimewa antara Allah- Manusia
▪ Manusia selalu terarah kpd Allah sebagai tujuan hidupnya
▪ Hubungan Manusia dengan Allah: Transenden sekaligus imanen
4. MAKNA MANUSIA DICIPTAKAN SEBAGAI CITRA ALLAH DAN KONSEKUENSINYA

1. Manusia adalah makhluk mulia, memiliki martabat luhur. , memiliki kedudukan yang
khusus di hadapan Allah. Ia tidak sama dengan Allah, dan bukan Allah, tapi memiliki
keserupaan dengan Allah dalam hal kepribadian. Manusia mahluk pribadi, bukan
“sesuatu”
2. Semua manusia adalah Citra Allah. Pengakuan itu termasuk pengakuan akan
keterarahannya kepada Tuhan, dan hak-hak dasarnya sebagai manusia yang tidak dapat
dicabut oleh sistem atau hukum duniawi. (Hak Azasi Manusia: hak beragama, dsb.)
Konsili Vatikan II menekankan bahwa “setiap orang wajib memandang sesamanya, tak
seorang pun terkecualikan, sebagai ‘dirinya yang lain’ terutama mengindahkan peri
hidup mereka beserta upaya-upaya yang mereka butuhkan untuk hidup secara layak...”
(GS 27).
3. Sebagai Citra Allah manusia dibekali akal budi, kehendak, dan hati nurani, maka selain
makhluk pribadi, manusia mahluk otonom. “mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan
atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan
orang lain, dan untuk memberi jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu
makhluk lain (KGK 357)
4. Manusia merupakan kesatuan tubuh, jiwa, dan roh. Tubuh berarti seluruh aspek fisik
material atau badan manusia. Jiwa meliputi hati dan budi, yang merupakan unsur
terdalam pada manusia. Sedangkan roh daya kekuatan adikodrati yang
memampukannya untuk menjawab panggilan Allah (KGK 362-367).
5. Berkat Roh, manusia adalah makluk pendoa. Manusia selalu tergerak membuka diri
dan mencari Allah. Dalam doa, ia mengalami kehadiran Allah, rela membiarkan diri
dibentuk oleh Allah menjadi sempurna sebagai gambaran Allah, dan
mengimplementasikan kedekatannya dalam berelasi dan bekerja secara baik dan
benar.
6. Walaupun manusia itu pribadi otonom tapi tidak terasing dari sesama. Konsili Vatikan
II menegaskan: “Adapun Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia diciptakan ‘menurut
gambar Allah’. Tetapi Allah tidak menciptakan manusia seorang diri, sebab sejak
awal mula ‘Ia menciptakan mereka pria dan wanita’ (Kej. 1:27). Kerukunan hidup
mereka merupakan bentuk pertama persekutuan antarpribadi. Sebab, dari kodratnya
yang terdalam, manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan dengan sesama ia
tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat pembawaannya” (GS 12).
7. Manusia adalah mahluk pembangun, ia rekan kerja Allah untuk mengubah dunia
dan membuat dirinya menjadi lebih manusiawi. Maka nilai kerja manusia perlu
diukur sejauh mampu membuat dirinya makin manusiawi, membawa dunia lebih
dekat pada Penciptanya
8. Sebagai citra Allah, manusia memiliki tanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan
Allah yang lain. (bdk. Kej 1:26-27, Kej. 2:19-20). Manusia wajib menghormati semua
ciptaan karena masing-masing mempunyai nilai (“baik adanya)
9. Bagi orang Katolik Kristuslah gambar Allah yang sempurna (2 Kor 4:4; Kol 1:15; Ibr
1:3), manusia dipanggil menjadi serupa dengan Dia (Rm 8:29) untuk menjadi anak
Bapa melalui kuasa Roh Kudus (Rm 8:23). Untuk "menjadi" gambar Allah yang
sempurna hanya dengan cara hidup menurut pola Yesus Kristus. Hal itu dapat
ditempuh melalui pertobatan dari dosa, partisipasi dalam Sakramen (terutama
Ekaristi)
10. Sebagai makhluk pribadi yang otonom, manusia bebas menyatakan kehendaknya
untuk terbuka terhadap dirinya sendiri, Tuhan, orang lain, dan dunia. Atau menolak
untuk terlibat dalam relasi dengan apa dan siapa pun. Tapi kebebasannya bukan
tanpa batas, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab.
11. Maka setiap tindakan manusiawi harus dipertanggungjawabakan terhadap nilai-nilai
moral, terhadap tugas yang menjadi kewajiban moral objektif, dan terhadap harapan
orang lain. Dengan demikian tidak ada kontradiksi antara aturan dengan kebebasan,
sejauh aturan tersebut baik adanya. Semakin ia bertanggung jawab semakin ia bebas
dan semakin manusiawi.
12. Dalam kebebasannya, manusia bebas menentukan apa yang harus dilakukan untuk
semakin memanusiawikan dirinya. Tindakan yang dilakukan secara sadar dan bebas
seringkali disebut tindakan moral, tindakan semacam ini selalu harus
dipertanggungjawabkan,

Anda mungkin juga menyukai