Anda di halaman 1dari 6

Nama: Semarina Yupita

NIM : 20101154

Pkk/Semester: 1/4

Mata Kuliah: Antropologi Kristiani

RESUME. Selasa, 19 juli 2022

MANUSIA: CIPTAAN TUHAN

1. Manusi dilukiskan dalam Kitab Suci

Istilah Antropologis dalam Perjanjian Lama berangkat dari satu organ konkrit
dalam diri manusia dan sebagai pernyataan antropologis, istilah-istilah itu
menyoroti dimensi tertentu pada diri manusia. Beberapa istilah tersebut antara
lain:

-Nefesy : bearti leher, kerongkongan, bisa juga diartikan sebagai nafas, hidup,
nyawa. Istilah ini menyoroti kenyataan bahwa manusia merupakan mahkluk
yang hidup dan memiliki pelbagai kebutuhan dan kerinduan.

-Ruah: artinya tidak jauh berbeda dengan nefesy. Sejatinya kata ruah bearti
angin, Roh, atau nafas. Sebagai istilah antropologis kata ruah menunjuk pada
dinamika dalam diri manusia yang digerakkan Allah.

-Basar: bearti daging (dalam arti yang sangat konkrit, dibedakan dari tulang).
Istilah ini menyoroti kenyataan bahwa manusia adalah makhluk fana dan lemah,
yang hidupnya akan berakhir. Selain itu juga menyatakan manusia makhluk
sosial, secara fundamental merupakan anggota suatu kelompok, seperti keluarga
atau suku/bgsa.

-Leb: atau lebab menurut pengertian Ibrani merupakan satu organ penting
dalam tubuh manusia, yakni otak. Dengan pengertian ini manusia digambarkan
sebagai makhluk yang berperasaan, bergembira, atau bersedih. Juga manusia
sejauh dia bijaksana, penuh pertimbangan dalam keputusan, disebut dengan
kata leb.

B. Harapan Akan Hidup Kekal Berbasiskan Antropologi Ibrani.


Dalam tradisi Israel, nasib orang mati sangat malang. Orang yang sudah
meninggal dunia tinggal di syeol, suatu tempat gelap, di mana orang-orang mati
menjalankan suatu hidup hanya sebagai bayangan saja, jauh dari Allah sumber
hidup. Kematian sebagai suatu yang alamiah, sebagai batas alamiah bagi hidup
manusia. Jika seorang mencapai umur panjang dan melihat anak cucunya, maka
kematian dianggap sebagai hal yang biasa.

Para pendoa mendekati persoalan nasib orang mati dari dua sudut.

Orang yang sudah mati tinggal di tempat yang jauh dari Allah.

Bagi mereka yang memiliki pengalaman religius persahabatan dengan Allah dan
kesetiaan Allah, tidak bisa dibatalkan oleh kematian.

Harapan itu merupakan harapan akan kebangkitan berkat kesetiaan Tuhan.


Harapan ini tidak lahir dari refleksi antropologis, tetapi lahir dari pengalaman
religius bangsa Israel dengan Allah yang setia. Maka Allah tidak akan
membiarkan orang mati berada di liang kubur, tetapi dalam kekuatan-Nya akan
memanggil dia ke dalam suatu hidup baru (hidup kekal).

2. Pertemuan Antropologi Helenis dengan Tradisi Gereja Kristen

a.Pertemuan dengan budaya Helenis

Warisan antropologis sintetis dari budaya Ibrani, agama Kristen masuk ke dalam
dunia budaya helenis dengan antropologinya yang jauh berbeda, yakni bersifat
dualistis. Bagi para penganut helenis, manusia terdiri dari dua unsur yaitu jiwa
dan badan. Masing-masing unsur mempunyai asal dan mutu yang berbeda. Jiwa
itu baik dan luhur dan jiwa itu adalah manusia. Sedangkan badan adalah unsur
yang rendah dan kurang baik. Badan merupakan sumber dosa dan sumber
segala kekacauan dalam diri manusia. Badan dianggap sebagai penjara bagi jiwa.
Setelah jiwa dipisahkan dari badan oleh kematian, jiwa bisa mulai hidup bebas
seturut hakekatnya.

Pertentangan antara pandangan Kristen dengan pandangan Helenis terjadi


terutama dalam perlawanan dengan pelbagai aliran Genosis yang mulai
berkembang di antara orang Kristen. Bagi Genosis penyelamatan berarti bagian
roh dalam diri manusia dibebaskan dari badan dan pengaruhnya. Bila dalam
kematian, jiwa bebas dari badan, dan kembali ke dunia rohani.

Menyikapi pertentangan itu, teologi kristen mengambil alih model jiwa-badan


sebagai penjelasan tentang manusia. Untuk mempertahankan iman Kristen akan
penciptaan dunia oleh Allah sendiri dan akan penyelamatan “dalam daging”,
bukan “dari daging” maka para teolog Kristen menekankan arti positif dari
badan dan eksistensi duniawi. Tekenan ini terutama dikemukakan dalam
eskatologis, dengan menguraikan kebangkitan badan. Untuk menolak paham
Genosis yang mengajarkan bahwa ada kebangkitan daging bahkan kebangkitan
daging yang kita miliki saat ini.

b. Ajaran Bapa Gereja

Ajaran Thomas Aquinas tentang jiwa sebagai forma badan (anima forma
corporis), mencoba menangkal antropologi helenis tentang dualisme manusia
yang memengaruhi ajaran Kristen. Thomas Aquinas menegaskan: jiwa dan
badan tidak merupakan dua substansi yang masing-masing bisa berdiri sendiri,
tetapi dua prinsip metafisis yang bersama-sama menjadi nyata dan ada.

Ajaran Thomas Aquinas lebih mempertegas bahwa jiwa dan badan bukan dua
kenyataan yang dipadukan di dalam manusia, melainkan manusia hanya berada
sebagai kesatuan jiwa-badan. Manusia menjadi manusia yang seluruhnya jiwa
dan seluruhnya badan. Artinya bahwa apa yang dikatakan tentang jiwa
menyangkut seluruhnya manusia, begitu pula apa yang dikatakan tentang badan
merupakan sifat manusia seluruhnya. Maka kematian, meski masih didefinisikan
sebagai pemisahan jiwa dan badan, merupakan kematian diri manusia
seutuhnya.

Kematian adalah akhir dari eksistensi manusia. Manusia sebagai manusia


dihapus dalam kematian. Badan sama sekali hancur dan jiwa dalam keadaan
cacat, di dalamnya ia tidak bisa disebut manusia lagi.

Jiwa tetap terarah pada badan dan mempunyai appetius naturalis, yakni
kerinduan alamiah akan badan. Sebelum kebangkitan badan pada akhir zaman,
kebahagiaannya dikurangi karena jiwa itu sangat cacat tanpa badan. Dengan
teori ini mau dipertahankan keyakinan biblis Kristen; bahwa di satu pihak
setelah kematian manusia berada bersama Kristus, tetapi di pihak lain
kebangkitan badan seutuhnya baru terjadi pada akhir zaman.

Beberapa catatan penting mengenai ajaran Thomas Aquina sbb:

1). Meskipun menurut Thomas jiwa adalah satu-satunya forma badan, namun
harus dikatakan bahwa sesudah pemisahan jiwa dan badan dalam kematian,
mayat masih mempunyai forma juga.
2) Meskipun jiwa sebenarnya tidak bisa berada terlepas dari badan, namun
diandaikan bahwa antara kematian dan kebangkitan badn, jiwa berada dalam
keadaan melawan kodratnya. Supaya jiwa bisa berada dalam keadaan demikian,
Allah harus menggantikan badan secara ajaib.

3). Kebakaan jiwa yang menurut Thomas merupakan sifat alamiah, sulit
diperdamaikan dengan sifat rahmat dari kebangkitan manusia, bahwa Allah
secara bebas memanggil manusia melalui kebangkitan.

4). Jiwa tanpa badan yang berada dalam keadaan melawan kodratnya tetapi
sudah menikmati kebahagiaan surgawi. Pada kebangkitan badan kebahagiaan
itu ditinggalkan, namun kebahagiaan jiwa adalah kebahagiaan sempurna.

3. Gambaran tentang manusia sebagai mahkota ciptaan

Manusia sebagai makhluk integral

Kedua kisah penciptaan dalam KSPL (Kej 1:26-27; 2:7, 18, 22)
menggambarkan manusia sebagai bagian integral dari dunia. Manusia
mempunyai tempat di antara semua mkhluk yang lain dan hidup dalam pelbagai
hubungan dan keterikatan dengan ciptaan sekitarnya. Tetapi sekaligus manusia
digambarkan sebagai makhluk istimewa yang merupakan puncak atau pusat
dari seluruh ciptaan dan mempunyai hubungan khas dengan Allah pencipta.

Sebagai makhluk integral, manusia dapat mengemukakan berbagai pertanyaan


tentang asal dan kondisinya. Ia bisa menyelidiki semua komponen yang
membentuknya dan sekaligus ia sadar, bahwa dia itu sendiri yang bertanya dan
yang menyelidiki dsb. Dalam kesdaran itu menjadi jelas, bahwa manusia itu
subjek, dan menyadari diri sebagai keutuhan.

Manusia makhluk integral pada dasarnya bersifat personalitas, bahwa manusia


itu dipanggil, disapa dengan nama unik, bahwa ia diperlakukan sebagai pribadi
oleh Allah pencipta. Allah pencipta menyapa kita secara pribadi dengan firman-
Nya.

B.Manusia sebagai puncak dan tujuan seluruh ciptaan

Berangkat dari sub judul ini kita akan merefleksikan penciptaan melalui
Firman Allah, untuk memahami dengan jelas bahwa manusia merupakan
puncak dan tujuan seluruh ciptaan Allah. Penciptaan melalui firman berarti,
Allah sendiri “berinisiatif” untuk mencipta bukan karena permintaan yang
tercipta (manusia dan segala ciptaan lainnya).

1) Penciptaan Menurut KS Perjanjian Lama


Allah adalah yang melampaui segala sesuatu dan segala sesuatu dijadikan oleh
Dia dan tanpa Dia, tidak ada sesuatu yang telah jadi dari segala sesuatu yang
telah diajdikan. Allah berada di luar dan di atas ciptaan-Nya. Allah tetap bekerja
sampai sekarang. Allah menciptakan dunia selama enam hari secara teratur dan
mengambil hari ketujuh untuk beristirahat. Dalam waktu enam
hari Allah mengatur segala sesuatu yang dicipta-Nya.

Pada hari yang ke-6, Allah menciptakan manusia. Manusia adalah satu-satunya


makhluk bumi yang paling sempurna. Manusia dibekali akal-budi yang bisa
membedakan mana yang baik, mana yang tiadak baik, (baik-buruk) karena
manusia diciptakan dari Firman Allah (bdk. Kejadian 1:26-27).

Kitab Kejadian bab 2 mengisahkan, manusia terbentuk dari ‘debu tanah’ (bahasa


Ibraninya, Adamah).  

Manusia yang dibentuk oleh Allah menjadi makhluk hidup


ketika Allah menghembuskan napas hidup kepadanya (Kejadian 2:7).

Manusia ditempatkan dalam taman Eden dengan suatu tanggung jawab. Dalam


taman Eden terdapat pohon pengetahuan yang baik dan buruk. Pohon ini
merupakan pohon pengetahuan segala sesuatu yang tidak terbatas. Setiap orang
yang makan buah dari pohon itu, maka ia akan mengetahui segala
sesuatu. Manusia ingin mengetahui segala sesuatu yang tidak terbatas. Apabila
hal itu terjadi, maka manusia telah melanggar hak yang hanya menjadi
milik Allah yaitu kekekalan. Namun, pada akhirnya manusia tergoda oleh
pencobaan dan semua menjadi kacau. Manusia menjadi makhluk yang
memberontak terhadap Sang Pencipta. Manusia tidak mampu menerima bahwa
pengetahuannya terbatas dan dirinya bukan pusat atas alam semesta.

Perbandingan antara cerita penciptaan


dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2:
1. Cerita dalam Kejadian 1 memperlihatkan bahwa manusia diciptakan ”menurut
gambar Allah”. Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk yang
memiliki hubungan khusus.

Kejadian 2 menceritakan bahwa manusia dibentuk dari debu tanah,


tetapi Allah menghembuskan napas hidup “ke dalam hidungnya”. Jadi,
antara Allah dan manusia memiliki hubungan (relasi) khusus.

2. Kejadian 1 memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan


bersama-sama. Keduanya tidak ada perbedaan derajat. Kejadian 2
memperlihatkan bahwa laki-laki diciptakan lebih dahulu daripada perempuan,
meskipun demikian perempuan merupakan “penolongnya yang sepadan dengan
dia” dan dibentuk sesuai dengan unsur yang sama.

3. Cerita dalam Kejadian 1 manusa memperoleh tugas untuk “menguasai”. Cerita


di Kejadian 2 manusia memperoleh tugas untuk “mengusahakan dan
memelihara”.

Kedua cerita penciptaan: dalam bab 1, merupakan gambaran umum penciptaan


manusia sedangkan pada bab 2 merupakan detail atau gambaran khusus tentang
penciptaan manusia.

Dengan kata lain, antara cerita penciptaan di Kejadian 1 dan Kejadian 2 tidak ada
pertentangan. Manusia tidak diciptakan hanya dengan melalui firman Allah saja
seperti ciptaan yang lainnya tetapi dikerjakan dengan sempurna oleh tangan
Allah yang maha kuasa lalu diberikan napas kehidupan sehingga manusia
memiliki hubungan atau relasi yang khusus dengan Allah.

2) Penciptaan menurut Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru ada beberapa teks yang membicarakan tentang


penciptaan.

Pertama, Kisah Para Rasul 14:15-17 yang memuat pemberitaan rasul Paulus


kepada orang-orang kafir di Listra di mana mereka menilai Rasul Paulus sebagai
“dewa yang turun di tengah-tengah mereka dalam wujud manusia”.

Pemberitaan ini bertolak dari keyakinan mereka terhadap Allah sebagai Pencipta
langit dan bumi dan menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan
seperti menurunkan hujan dari langit dan memberikan musim-musim subur
kepada manusia.  

Kedua, Kisah Para Rasul 17:22-31 berisi pemberitaan yang terkenal dari Rasul
Paulus di Athena terkait dengan tulisan “kepada Allah yang tidak dikenal” yang
dilihatnya di sebuah mezbah kafir di kota itu. Pemberitaan itu juga bertolak dari
peran Allah sebagai Pencipta langit dan bumi.

Anda mungkin juga menyukai