BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI ISTILAH
b. Definisi: Ilmu yang mempelajari tentang dosa (manusia). Adalah suatu hal yang
wajar jika Doktrin Dosa ini tidak dapat lepas dari Doktrin Manusia, karena pada
hakekatnya dosa merupakan bagian dari keadaan natur manusia sesudah jatuh
dalam dosa.
BAB II
MANUSIA DAN ASAL USULNYA
A. PENCIPTAN MANUSIA
a. Pandangan Atheistik
Kaum atheis yang tidak percaya akan adanya Tuhan melihat bahwa dunia,
termasuk manusia, terjadi karena ‘kebetulan’, dan bukan karena diciptakan oleh
Tuhan. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kehidupan di bumi dimulai
dari kehidupan di air yang dalam kurun waktu yang sangat lama terjadi rentetan
reaksi dan kombinasi yang sangat kompleks sehingga menghasilkan
protoplasma yang menjadi awal dari suatu ‘kehidupan’. Dan dengan berjalannya
waktu yang sangat lama ‘kehidupan’ itu terus menerus mengalami modifikasi
dan akhirnya menjadi bermacam- macam mahluk hidup yang ada.
b. Pandangan Theistik
Orang-orang non-atheis percaya akan keterlibatan Allah dalam penciptaan,
termasuk penciptaan manusia, namun demikian tidak ada kesepakatan
pendapat bahwa Allah menciptakan manusia secara langsung dan bukan setelah
melalui proses-proses alamiah yang panjang. Atau dengan kata lain, ada
kelompok orang-orang theis yang percaya bahwa Allah mungkin tidak
menciptakan manusia dari yang tidak ada menjadi ada, tapi dari mahluk ciptaan
lain yang sudah ada dan Allah menciptakan jiwa untuk ditambahkan sehingga
menjadi manusia sekarang.
c. Pandangan Alkitab
Alkitab mencatat peristiwa penciptaan manusia dalam Kejadian 1:16-27 dan
Kejadian 2:7,21-23. Dari kedua bagian Alkitab ini dapat disimpulkan bahwa:
1) Tidak seperti ciptaan yang lain, Allah menciptakan manusia dengan
rencana, pertimbangan dan ketetapan, karena dikatakan ‘Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.’. {Kejadian 1:26}
4) Manusia diciptakan dari dua elemen yang dibedakan, yaitu tubuh dan
jiwa. Tubuh dibentuk dari debu dan tanah liat, yaitu materi yang sudah
ada. Tapi dikatakan bahwa tubuh itu belum hidup sampai Allah
‘menghembuskan nafas hidup’, {Kejadian 2:7} di sini jelas bahwa jiwa
manusia diciptakan oleh Allah sendiri terpisah dari tubuh.
8) Terdapat kesatuan umat manusia, bahwa semua manusia berasal dari satu
pasang manusia. Setelah menciptakan Adam dan Hawa, Allah berkata:
‘Beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi … .’. {Kejadian
1:28} Kisah Rasul 17:26, ‘Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua
bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi … ’
’Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang
kuingini di bumi.’{Maz 73:25}
Hal ini juga ditandaskan oleh Calvin yang berkata bahwa, ‘Manusia tidak akan
pernah mencapai pengetahuan jelas akan dirinya kecuali jika ia sebelumnya
melihat wajah Tuhan, kemudian beranjak dari memandang Dia dan mulai meneliti
dirinya sendiri.’ Dengan kata lain, manusia tidak akan menemukan jati dirinya jika
ia terpisah dari Penciptanya. Hanya di dalam persekutuan dengan Penciptanya lah
manusia menemukan arti dan tujuan hidupnya.
Evolusionisme
Pandangan yang mengganggap bahwa segala sesuatu terjadi secara kebetulan
dan tidak ada campur tangan Allah Pencipta.
Evolusi Teistik
Allah memang Pencipta dunia dan segala mahluk hidup, namun demikian
pembentukan manusia merupakan tingkatan penciptaan lebih tinggi dari
yang dilakukan Allah dari mahluk yang sudah ada.
Kreationisme langsung
Percaya bahwa Allahlah yang menciptakan segala sesuatu sebagaimana
pernyataan Kejadian 2:7-8.
Kreationisme progresif
Karya penciptaan Allah diterima sebagaimana Kejadian 1:27, namun
demikian manusia yang diciptakan pertama mengalami proses evolusi
sehingga manusia yang diciptakan pertama tsb. tidak lagi sama dengan
manusia sekarang.
2) Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa tubuh manusia tidak berasal dari
binatang, {Kejadian 3:19 1 Korintus 15:39} karena daging binatang tidak
sama dengan manusia, demikian pula darah manusia dan darah binatang.
5) Dalam hal kedudukan Teori Evolusi adalah kebalikan dari Alkitab. Alkitab
berkata bahwa manusia pada awalnya adalah manusia yang paling mulia,
namun karena dosa manusia menjadi rendah. Teori Evolusi berkata bahwa
manusia berasal dari mahluk lebih rendah namun kemudian perlahan-
lahan menjadi lebih tinggi dari segala mahluk yang ada.
6) Teori Evolusi tidak memiliki bukti ilmiah yang memastikan bahwa mahluk
hidup dapat keluar dari spesiesnya, yang dapat terjadi adalah lahirnya
varietas baru, bukan spesies baru. Asal mula spesies masih menjadi misteri
dalam dunia ilmu pengetahuan.
B. NATUR MANUSIA
a. Trikotomi
Trikotomi adalah pandangan yang percaya bahwa natur manusia terdiri dari
tiga bagian, yaitu tubuh, jiwa dan roh. Menurut teori ini ketika Allah
menciptakan manusia, Allah memberikan tiga unsur utama di dalam diri
manusia yaitu tubuh, jiwa dan roh.
Tubuh adalah unsur lahiriah manusia yang dapat dilihat yang melaluinya
manusia dapat melihat, mendengar, menyentuh dan sebagainya. Jiwa adalah
unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia terdiri dari tiga
unsur utama yaitu pikiran, emosi (perasaaan) dan kehendak. Dengan
pikirannya, manusia dapat berpikir, dengan perasaannya manusia dapat
mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat bertindak. Roh adalah
unsur yang paling dalam dari manusia yang memungkinkannya untuk
bersekutu dengan Tuhan.
"Semoga Allah dami sejahtera menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh,
jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan
Yesus Kristus, Tuhan kita.". {1Te 5:23}
"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata
dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-
sendi dan sumsum,; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati
kita.." {Ibrani 4:12}
b. Dikotomi
Dikotomi adalah pandangan yang percaya bahwa natur manusia hanya terdiri
dari tubuh dan roh (jiwa termasuk di dalamnya); dua unsur yang berbeda
(dualitas) namun bukan dua bagian yang dipisahkan (dualisme). Kebanyakan
para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada argumentasi berikut
ini:
2) Para penganut dikotomi memandang istilah jiwa dan roh di dalam Alkitab
bukan sebagai dua substansi yang berbeda, tetapi merupakan istilah yang
sering dipakai secara bergantian/bisa dipertukarkan oleh penulis Alkitab,
misalnya dalam Matius 6:25; 10:28 (Manusia disebut dengan istilah tubuh
dan jiwa) dan Pengk 12:7; 1 Korintus 5:3,5 (manusia disebut dengan istilah
tubuh dan roh). Contoh lainnya adalah Kejadian 41:8; Maz 42:6; Matius
20:28; 27:50; Yohanes 12:27; Ibrani 12:23; Wah 6:9.
3) Penyebutan jiwa dan roh secara bersamaan seperti dalam 1Te 5:23 dan
Ibrani 4:12, tidak harus ditafsirkan sebagai adanya dua substansi yang
berbeda. Sebab jika ditafsirkan demikian, maka manusia tidak hanya dibagi
dalam tiga substansi saja, melainkan lebih, misalnya dalam Matius 22:37
menyebutkan secara bersamaan hati, jiwa dan akal budi (pikiran).
c. Monoisme
Monokotomi adalah pandangan yang percaya bahwa manusia merupakan
pribadi yang utuh yang tidak dipisah-pisahkan. Manusia tidak akan bisa
ada/hidup tanpa tubuh atau jiwa/rohnya. Tubuh tidak akan bisa hidup tanpa
jiwa/roh, demikian juga sebaliknya. Menurut teori ini, istilah Alkitab "jiwa,"
"roh," ‘tubuh’, ‘hati’, ‘akal budi’ dan sebagainya merupakan cara yang berbeda-
beda untuk melihat pribadi seseorang. Keberadaan manusia dalam satu
kesatuan yang utuh adalah keadaan manusia yang ideal. Itu sebabnya sesudah
kematian Alkitab mengatakan bahwa untuk sementara manusia akan berpisah
dengan tubuh, namun pada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua, manusia yang
diselamatkan akan menerima kebangkitan tubuh; tubuh yang mulia. {Fil 3:21}
d. Istilah
Ada beberapa kata yang perlu diperhatikan dalam bahasa Ibrani dan Yunani:
1) roh (Ibr.: ruakh, Yun.: pneuma)
2. ASAL JIWA
Perdebatan tentang asal usul jiwa telah berlangsung hampir sepanjang sejarah
gereja. Masalah yang diperdebatkan adalah seputar, kapan ‘jiwa’ mulai ada?
Beberapa hal penting yang muncul dari perdebatan tsb. adalah:
b. Pandangan tentang asal usul jiwa yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani (yang
akhirnya mempengaruhi sebagian orang Kristen) adalah pendapat bahwa ‘jiwa’
adalah bagian dari Allah. Pendapat ini dengan tegas ditentang sejak jaman
Agustinus, karena jika ‘jiwa’ adalah bagian dari Allah yang ditambahkan kepada
orang percaya maka ada Allah dalam masing-masing manusia (sama dengan
pandangan pantheisme).
3. PANDANGAN ALKITAB
Secara ringkas pandangan Alkitab tentang natur manusia dapat disimpulan sbb.:
a. Kejadian 2:7 menjelaskan bahwa ketika diciptakan manusia dibentuk dari ‘debu
tanah’ yang dihembusi nafas hidup oleh Allah sehingga menjadikannya mahluk
hidup.
b. Dari Kejadian 2:7 juga disimpulkan bahwa hidup manusia memiliki awal. Namun
tubuh manusia memiliki sifat mortal (tidak kekal) karena akan kembali ke tanah
Untuk Kalangan Sendiri [ 10 ] www.TheologiaOnline.com
TEOLOGIA SISTIMATIKA | Antropology & Hamartology
(berhenti memiliki keadaan) ketika mati. {Kejadian 3:19} Namun ada bagian dari
manusia (jiwa/roh) yang diberikan sifat kekekalan (immortal) sehingga tidak akan
pernah berhenti keberadaannya. {Pengk 12:7; Ibrani 12:23; Wah 6:9}
c. Alkitab sering menyebutkan bahwa manusia memiliki ‘tubuh dan jiwa’, {Matius
6:25; 10:28} tapi dibagian lain sering dipakai kata ‘tubuh dan roh’ atau ‘daging dan
roh’. {1 Korintus 5:3-5; 2 Korintus 7:1; Efe 2:3} [Dalam bahasa Indonesia lebih
membingungkan karena ada banyak kata lain yang dipakai untuk ‘jiwa’, mis: hidup,
nyawa, nafas].
d. Roh sering ditunjuk sebagai elemen spiritual dalam diri manusia yang mengatur
hidup dan tindakan manusia, sedangkan jiwa merupakan subjek dari tindakan
manusia terutama yang memberikan ekspresi perasaan yang dalam, sehingga
dapat dikatakan bahwa jiwa merupakan refleksi dari roh manusia.
e. Istilah jiwa dan roh dalam Alkitab sering dipertukartempatkan seperti ditunjukkan
dalam beberapa ayat ini: Kejadian 41:8; Maz 42:6; Matius 20:28; 27:50; Yohanes
12:27.
f. Pada dasarnya manusia tidak memiliki kesadaran untuk membedakan antara jiwa
dan roh, yang disadari perbedaannya adalah antara keberadaan yang kelihatan dan
yang tidak kelihatan.
g. Secara umum Alkitab memberikan pengertian yang jelas tentang adanya kesatuan
antara tubuh dan jiwa/roh, keduanya tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia.
h. Aspek pikiran, perasaan dan kehendak terdapat baik dalam jiwa atau roh ( Ayu
32:8; Yesaya 11:2; Matius 26:41; Mar 14:38).
4. PANDANGAN SEJARAH
Perbedaan pandangan tentang natur manusia sudah terjadi sejak abad dua dan tiga.
Walaupun sampai abad Pertengahan (bahkan sampai jaman Reformasi) pada
umumnya gereja-gereja barat menerima pandangan Dikotomi, namun ada juga
beberapa Bapak-bapak Kejreja Timur yang lebih cenderung menerima pandangan
Trikotomi. Ketika memasuki abad 19 pandangan Trikotomi mulai diterima kembali
oleh beberapa para teolog Inggris dan Jerman, namun itupun tidak menghasilkan
pendapat yang sama. Di kalangan aliran gereja- gereja Protestan secara umum sampai
sekarang pandangan Dikotomi lebih diterima, sedangkan di aliran gereja-gereja
Pantekosta, pandangan Trikotomi lebih populer.
a. Arti Etimologis
1) Tselem Kata ‘gambar’ dalam bahasa Inggris adalah ‘image’ sedangkan dalam
bahasa Ibrani adalah tselem, artinya gambar yang ada bentuk patronnya
(dihias) yang sering dihubungkan dengan bentuk fisik atau materi.
2) Demuth Kata ‘rupa’ dalam bahasa Inggris adalah ‘likeness’ sedangkan dalam
bahasa Ibrani adalah demuth, artinya suatu kesamaan dalam model atau
bentuk yang pertama, tapi lebih bersifat abstrak atau ideal (standard).
Kata penghubung ‘dan’ antara gambar dan rupa dalam bahasa Ibrani
sebenarnya tidak ada. Terjemahan yang betul seharusnya, ’ Mari Kita
menciptakan manusia menurut gambar, yaitu menurut rupa Kita.’ Jadi kedua
kata gambar atau rupa sebenarnya tidak perlu dibedakan tapi sebaliknya
harus diharmoniskan. {Band. Kejadian 5:1,3; 9:6; 1 Korintus 11:7; Kolose 3:10;
Yakobus 3:9}
b. Arti Teologis
Manusia pertama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah berarti adanya
aspek-aspek tertentu yang Allah ciptakan di dalam diri manusia yang
menyebabkan manusia itu seperti Allah untuk tujuan agar manusia dapat
menjadi wakil Allah. Karenanya manusia menjadi makhuk yang paling mulia
melebihi ciptaan Allah yang lain. Namun demikian, perlu diingat bahwa
terdapat perbedaan kualitas antara ciptaan dan Penciptanya. Manusia adalah
seperti Allah, tapi manusia bukan Allah.
a. Aspek Moral
Secara moral manusia bertanggung jawab kepada Allah, karena Allah telah
memberikan hati nurani di dalam hati manusia untuk mengetahui apa yang
benar dan salah. Ketika manusia menjalankan hidup sesuai dengan standard
moral Allah maka manusia mencerminkan keserupaannya dengan Allah.
b. Aspek Rohani
Selain tubuh jasmani, manusia juga diberikan tubuh rohani oleh Allah yang
bersifat kekal. Dengan tubuh rohani inilah manusia dimungkinkan untuk
berhubungan dengan Allah. Ketika manusia jatuh dalam dosa dan tidak taat
kepada Allah maka hubungan rohaninya terpisah dan putus dari Allah.
c. Aspek Mental
Manusia memiliki kemampuan mental untuk berpikir, berlogika, berkreasi
dan berbahasa yang terus berkembang sejauh manusia memiliki kehidupan.
Melalui kemampuan mental ini manusia sanggup memikirkan masa depan
dan kehidupan setelah kematian. Kemampuan manusia untuk menelusuri
emosinya yang sangat kompleks merupakan cermin akan kesegambarannya
dengan Allah.
d. Aspek Relasi/Hubungan
Manusia yang diciptakan dengan keinginan untuk melakukan hubungan antar
pribadi yang sedemikian unik (dan juga dengan mahluk lain) merupakan
cermin akan natur Allah Tritunggal, dimana ada hubungan yang saling
mengasihi dan mempedulikan.
e. Aspek Fisik
Walaupun Allah adalah Roh, karenanya aspek keserupaan Allah dengan
manusia tidak dapat dilihat secara jasmani, namun demikian kemampuan
yang dimiliki oleh tubuh manusia untuk melihat, mendengar, merasakan,
mencium dan bertindak merupakan cermin akan kemampuan kualitas yang
dilakukan oleh Allah. Allah memberikan tubuh kepada manusia agar manusia
dapat melakukan apa yang juga Allah lakukan sekalipun Allah melakukannya
tanpa memerlukan tubuh jasmani.
BAB III
MANUSIA DAN KEJATUHANNYA
Jadi, darimanakah dosa berasal? Dosa berasal dari hati Lucifer, seorang malaikat
Tuhan yang diciptakan oleh Tuhan, tetapi karena berbagai kelebihan yang
dimilikinya ia menjadi sombong dan mulai melawan Tuhan. {Yehezkiel 28:15-17
Yesaya 14:13-14} Nama Lucifer kemudian diganti menjadi Setan dan melaluinyalah
segala jenis dosa dan kejahatan ada di dunia ini.
Untuk melihat lebih lanjut bagaimana Alkitab menjelaskan tentang dosa, marilah
kita menyelidiki lebih dahulu istilah ‘dosa’ yang dipakai oleh Alkitab PL dan PB.
Dari arti istilah-istilah di atas dapat disimpulkan bahwa ciptaan Tuhan (termasuk
malaikat dan manusia) pada dasarnya diciptakan Tuhan tidak dengan tanpa batas,
atau kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia diciptakan dengan
standard/target/sasaran yang sudah ditetapkah oleh Allah. Target yang
dimaksudkan di sini adalah ‘hukum Allah’ yang merupakan kebenaran-Nya dan
menjadi standard tertinggi bagi motivasi, sikap dan tindakan. Jadi ‘dosa’ adalah
tidak tercapainya standard kemuliaan yang telah ditentukan Allah. {Rom 3:23}
Sesuai dengan konteks ini, dijelaskan dalam Rom 5:6,8,10, bahwa keberadaan
‘dosa’ dalam diri manusia menunjukkan 3 fakta utama tentang manusia:
Alkitab melihat dosa sebagai sesuatu yang serius dan berat, dosa bukan hanya
sekedar kelemahan, dosa sekecil dan sesedikit apapun merupakan pelanggaran
yang membuat manusia menjadi seteru Allah. Pelanggaran terhadap satu hukum
Allah merupakan pelanggaran terhadap semua hukum. Alkitab juga menyebutkan
tentang adanya perbedaan kualitas dosa dan kuantitas dosa.
Dosa pertama yang dilakukan manusia menunjukkan sifat dosa pada umumnya,
yaitu:
Kisah kejatuhan manusia dalam dosa yang diceritakan dalam Kejadian 3 tidak
selalu diterima sebagai kebenaran historis dan harafiah. Beberapa pendapat lain
tentang Kisah Kejadian 3:
Namun seluruh kebenaran Alkitab dengan jelas memaparkan bahwa kisah Kejadian
bukanlah cerita figuratif. {Yesaya 43:27; Rom 5:12,18,19; 1 Korintus 15:21 1
Timotius 2:14, dll.}
Dosa yang dilakukan Adam bukanlah dosa pribadi karena Adam adalah wakil dari
umat manusia dimana Allah memberikan perjanjiannya. Istilah yang dipakai adalah
Adam ‘impute’ dosa kepada semua keturunannya. Sedangkan dosa yang diperbuat
keturunan Adam sekarang adalah dosa pribadi sebagai sifat manusia berdosa,
dimana untuk itupun Allah juga akan memperhitungkannya pada hari
penghakiman. {Rom 2:6}
Sebelum Adam berbuat dosa Adam adalah tidak berdosa dan memiliki kehendak
bebas yang sebebas-bebasnya untuk taat (tidak berdosa) atau tidak taat kepada
Tuhan (berdosa). Namun keturunan Adam tidak lagi memiliki kebebasan untuk
memilih seperti Adam karena statusnya adalah sudah berdosa. Dengan demikian
maka dosa pertama Adam adalah dosa yang membawa pengaruh bagi seluruh umat
manusia (dosa warisan), yaitu kematian kekal, karena Adam adalah wakil seluruh
umat manusia.
Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa setelah makan buah terlarang itu,
manusia mengalami kekecewaan yang besar. Apa yang dikatakan setan sama sekali
bertolak belakang, karena mereka bukannya menjadi seperti Allah tapi justru
sekarang mereka memiliki rasa malu yang sangat mendalam. {Kejadian 3:7} Setelah
kejatuhan memang manusia tidak berubah menjadi binatang (mahluk yang lebih
rendah dari manusia), namun ada akibat dosa pertama ini arah hidup manusia
berubah total:
a. Kesadaran akan kebersalahannya, terlihat dari rasa malu karena telanjang dan
rasa takut untuk bertemu Allah. Hal ini merupakan tanggapan langsung dari
hati nurani yang bersalah. Namun bersamaan dengan ini, muncul keinginan
untuk mengelakkan diri dari tanggung jawab {Kejadian 3:10-12} yang
merupakan tabiat dari dosa.
b. Manusia mengalami kerusakan total (total depravity), sehingga setiap bagian
dalam diri manusia tidak ada yang tidak tercemar oleh dosa, baik tubuh
ataupun jiwa/rohnya. {Rom 7:18}
c. Hilangnya persekutuan dengan Allah, sebagai sumber hidup dan berkat. Oleh
karena itu manusia mengalami kematian rohani. {Efe 2:1,5, 12; 4:18}
d. Manusia akan mengalami kematian jasmani; manusia akan kembali kepada
debu.
e. Manusia diusir dari taman Eden, tempat dimana Allah bersekutu dengan
manusia.
f. Setan mendapat kutukan, demikian juga seluruh alam dimana manusia hidup.
g. Laki-laki akan bersusah payah bekerja dan perempuan akan susah payah
mengandung, birahi terhadap suaminya dan suami akan berkuasa atasnya..
Tapi dosa Adam tidaklah hanya ditanggung oleh Adam, karena sejak kejatuhan
seluruh umat manusia menanggung hukuman dosa. Alkitab berkata: ‘Sebab itu,
sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu
juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua
orang telah berbuat dosa.’ {Rom 5:12}
Namun puji Tuhan karena kejatuhan oleh satu orang (Adam) yang menyebabkan
kebinasaan semua orang telah diganti dengan keselamatan oleh satu orang, yaitu
Yesus Kristus, yang oleh karena kematian-Nya maka semua orang percaya boleh
diselamatkan. {Rom 5:19}
BAB IV
MANUSIA DAN
SIFAT-SIFAT DOSANYA
A. NATUR DOSA
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dosa yang diperbuat Adam telah
mengakibatkan adanya perubahan status/kedudukan manusia dari ‘tidak berdosa’
menjadi ‘berdosa’. Sejak kejatuhan dalam dosa status manusia sudah bergeser dari yang
ditetapkan oleh Allah, pergeseran inilah yang menjadi sumber dari segala macam dosa
dan sejak itu pula manusia tidak dapat lari dari kenyataan adanya dosa.
f. Teori bahwa dosa adalah ketamakan. Bahwa pada dasarnya semua dosa
dipicu oleh nafsu ketamakan/keserakahan manusia untuk memiliki lebih dari
yang ia miliki.
g. Teori bahwa dosa adalah kecenderungan natur manusia yang lebih rendah
menuju pada kesadaran moral yang lebih tinggi (pengarus Teori Evolusi).
a. Dosa tidak memiliki eksistensi yang independen. Dosa bukanlah suatu esensi
atau substansi diri manusia (tidak tercipta bersama penciptaan manusia), tapi
suatu ‘aksiden’ yang menyebabkan kecacatan dalam diri manusia yang mulanya
baik. Agustinus menyebutnya sebagai privatio boni, hilangnya kebaikan. Dosa
tidak mengubah esensi tapi mengubah arah hidup manusia. Stuktur gambar
Allah (esensi yang Allah karuniakan kepada manusia) masih ada, tetapi tidak
lagi memberikan fungsi yang seharusnya, bahkan menyimpang dari fungsi yang
telah ditentukan Allah, sehingga berbalik dipakai untuk menentang Allah.
b. Dosa adalah jenis kejahatan yang sangat spesifik Dosa adalah kejahatan moral
yang aktif karena manusia adalah mahluk berakal sehingga dosa yang
dilakukannya merupakan pilihan manusia sendiri (sengaja). Oleh karena itu
dosa menghasilkan permusuhan aktif dengan Allah.
c. Dosa memiliki sifat mutlak Tidak ada keadaan yang netral antara baik dan
jahat. Jika seseorang tidak dalam status yang benar maka ia pasti ada di posisi
yang salah, karena tidak ada pilihan lain di antaranya. Oleh karena itu Alkitab
selalu mengajak orang berdosa berbalik dari statusnya yang berdosa, artinya
posisinya harus diubah mutlak.
d. Dosa selalu memiliki hubungan dengan pelanggaran akan kehendak Allah. Dosa
tidak dapat dilihat tanpa menghubungkan diri dengan Allah dan kehendak-Nya
karena dosa merupakan pelanggaran akan hukum Allah. Bahkan untuk orang
yang belum mengenal Allah, dosa merupakan pelanggaran akan norma-norma
yang telah Allah tulis dalam hati manusia. {Rom 2:14-16} Oleh karena itu akibat
dari dosa adalah pemisahan dari Allah.
f. Dosa menempati kedudukan dalam hati Dosa mengendap di hati, yang adalah
organ utama jiwa, karena hati adalah sumber/pusat keluarnya segala sesuatu
tentang hidup. Oleh karena itu dari hati dosa menyebar ke seluruh intelektual,
kehendak, perasaan dan ke seluruh tubuh manusia. Beberapa ayat Alkitab yang
menunjukkan hati sebagai pusat/sumber:
1. Amsal 4:23
2. Yeremia 17:9
3. Matius 15:19
4. Lukas 6:45b
g. Dosa tidak hanya mencakup tindakan tetapi juga pikiran. Hukum Allah
mengatakan bahwa dosa bisa mencakup pikiran sebagaimana juga ucapan atau
perbuatan, sebagaimana tercantum dalam Hukum Kesepuluh. {Keluaran 20:17}
Hal itu diulangi Yesus dalam Perjanjian Baru. {Matius 5:28} Juga Paulus di
Galatia 5:16,17 dan Galatia 5:24, yang disebut sebagai ‘keinginan daging’.
Baik orang Kristen maupun bukan Kristen menyadari bahwa dosa memiliki sifat
yang universal, karena setiap orang sadar atau tidak sadar mengakui kenyataan
bahwa manusia selalu bergumul dengan kejahatan moral di dalam dirinya. Bagi
orang Kristen sifat universalitas dosa ini sangat jelas karena Alkitab menyatakan
hal itu berkali-kali. Ada 4 relasi universalitas dosa yang dapat dijelaskan, yaitu
relasi dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan setan dan dengan Allah:
a. Dosa sebagai kuasa yang membelenggu. Sejak kejatuhan dalam dosa, di dalam
diri manusia ada kuasa yang mengikat (’ bondage of the will)’ yang mendorong
manusia untuk melawan Allah. Disebut sebagai ‘kuasa’ karena seringkali
manusia tidak memiliki kekuatan untuk melawannya sehingga kebebasan
manusia menjadi terganggu.
b. Dosa sebagai kelakuan yang merugikan. Dosa yang dilakukan didalam tindakan
menjadi perbuatan yang merugikan orang lain, baik sadar atau tidak sadar.
c. Dosa sebagai alat pemersatu dengan setan. Selain dimengerti sebagai suatu
kuasa dan kelakuan, dosa juga sebagai alat yang dipakai untuk mempersatukan
manusia dengan setan.
d. Dosa sebagai sikap melawan Allah. Karena dosa relasi manusia dengan Allah
menjadi rusak. Bahkan lebih dari pada hanya rusak karena manusia menjadi
4. MACAM-MACAM DOSA
a. Klasifikasi kuno membagi jenis-jenis dosa sebagai ‘Tujuh dosa maut’, yaitu:
1) Kesombongan
2) Ketamakan
3) Nafsu yang terlarang dan tak terkendali
4) Iri hati
5) Kerakusan
6) Kemarahan
7) Kemalasan
6) Pembedaan antara dosa yang membawa maut dan yang tidak membawa
maut.
1. PENYEBARAN DOSA
Dengan cara bagaimanakah keberdosaan dan kesalahan Adam diturunkan kepada
kita? Dosa Adam tidak diturunkan kepada keturunannya karena proses peniruan.
Adam adalah kepala umat manusia sekaligus menjadi wakil manusia. Ketika ia
berdosa, maka semua manusia tercakup di dalam kesalahan akibat dosa dan di
dalam penghukuman akibat dosa (imputasi). Oleh karena itu semua orang yang
lahir kemudian adalah dalam keadaan rusak. Kerusakan itu diturunkan kepada
manusia melalui orangtuanya. Namun demikian Alkitab tidak memberikan
penjelasan yang gamblang tentang bagaimana hal itu terjadi, tapi satu hal kita tahu
bahwa dosa Adam adalah dosa kita.
Dosa yang berasal dari Adam ini membuka kesempatan bagi iblis untuk bekerja
secara leluasa karena keadaan natur manusia yang sudah rusak/tercemar.
Kecemaran dalam diri manusia bagaikan pancaran mata air yang kotor bagi
seluruh dosa perbuatan yang dilakukan manusia. Dosa perbuatan ini adalah dosa-
dosa pribadi, yang bersifat jamak, yang dilakukan manusia baik yang berupa
tindakan maupun yang ada dalam pemikiran manusia, sedangkan dosa asal adalah
bersifat tunggal. Dosa asal memberi kekuatan yang fatal yang menyebabkan
manusia secara terus menerus melakukan tindakan/ perbuatan yang
memberontak kepada Allah, yang membawa pada penghukuman.
2. HUKUMAN DOSA
Allah adalah Allah yang adil, dan dosa adalah hal sangat serius bagi Allah. Oleh
karena itu dosa yang dilakukan manusia akan mendapat hukuman. Allah tidak
dapat membiarkan dosa, karena dosa merupakan tindakan agresif manusia untuk
melawan dan membenci Allah. {Keluaran 20:5}
BAB V
MANUSIA DAN
PENGHARAPANNYA
A. KONSEP ANUGERAH
a. Arti dan definisi ’ anugerah’dalam Perjanjian Lama Sebenarnya tidak ada kata
Ibrani yang tepat yang dipakai sebagai terjemahan kata ‘grace’ (anugerah)
seperti yang diartikan dalam bahasa Inggris. Yang paling mendekati adalah kata
hanan, artinya ‘perkenanan’ atau ‘kebaikan’ (to be merciful/gracious). Berasal
dari kara hen, artinya ‘merendahkan diri, membungkuk.’
Kata Ibrani lain yang sering dipakai adalah ‘hesed’ artinya ‘lovingkindness’ atau
‘mercy’, yang mengandung arti kasih setia Allah yang dilimpahkan kepada
manusia berdasarkan perjanjian yang telah dibuat untuk umat-Nya. {Keluaran
15:13}
yang dilakukan Kristus untuk menebus dosa manusia, yang sebenarnya tidak
layak menerimanya. {contoh Rom 11:6,2Ko 4:15,6:1}
1. Anugerah Umum Anugerah umum adalah kebaikan yang dinyatakan oleh Tuhan
melalui pemeliharaan-Nya akan semua ciptaan-Nya (manusia dan alam
seisinya), sekalipun manusia dan dunia telah mendapat kutukan akibat dosa.
Dengan demikian dunia dan isinya masih dapat terus berkembang baik, bahkan
segala sesuatu yang memungkinkan manusia hidup dengan nyaman, tertib dan
penuh kebaikan, adalah karena anugerah umum yang Tuhan sediakan.
Berkat-berkat dalam anugerah umum meliputi: berkat jasmani dan juga hal-hal
yang lebih bersifat abstrak, misalnya rasa keindahan, kebaikan, keadilan,
kebajikan pengetahuan dan kesopanan. Anugerah umum ini diberikan secara
cuma-cuma kepada semua orang tanpa pandang bulu. {Matius 5:45}
Tujuan diberikan anugerah umum ini adalah untuk menopang hidup manusia,
khususnya yang akan menerima anugerah keselamatan (anugerah khusus),
sedangkan untuk mereka yang tidak diselamatkan anugerah umum merupakan
penundaan akan pelaksanaan hukuman kekal.
2. Anugerah Khusus
Anugerah khusus adalah kebaikan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia
untuk melepaskannya dari hukuman dosa kekal, melalui karya keselamatan
Yesus Kristus. Disebutkan khusus karena anugerah ini diberikan dengan cuma-
cuma tetapi tidak kepada semua orang, hanya kepada orang-orang khusus yang
dipilih-Nya.
Sifat dari anugerah khusus adalah untuk penyelamatan, oleh karena itu hasil
akhirnya adalah keselamatan umat Allah. Bagaimana anugerah khusus ini
diefektifkan dalam hidup manusia? Melalui kesadarannya akan kebutuhan
keselamatan sehingga ia menjawab panggilan Injil yang diwartakan yang
membawanya pada pengenalan akan Kristus yang menjadi sumber dari
anugerah khusus.
Kesimpulan: Hubungan anugerah umum dan khusus sangat jelas, karena anugerah
umum pada ujungnya akan melayani anugerah khusus. Anugerah umum
memungkinkan semua manusia menyadari akan ketergantungannya kepada Allah.
Namun bagi mereka yang ditentukan untuk binasa akan menolak mengakui
kebutuhannya akan Allah. Penolakan akan anugerah umum sekaligus
membuktikan bahwa mereka tidak layak untuk menerima anugerah khusus.
B. PERJANJIAN ANUGERAH
Bahwa Allah Bapa menetapkan untuk mengirim Allah Anak untuk menjadi tebusan
bagi dosa-dosa manusia, dan Allah Anak setuju untuk melaksanakan ketetapan itu.
Allah Roh Kudus setuju untuk melaksanakan kehendak Bapa dengan memberi
kuasa atas karya penebusan Kristus untuk bekerja dalam hati manusia setelah
Kristus naik ke surga.
Perjanjian Anugerah adalah perjanjian yang dibuat Allah dengan manusia. Bahwa
Allah sebagai pihak yang lebih tinggi membuat perjanjian dengan manusia ciptaan-
Nya bahwa Ia akan menyelamatkan umat pilihan-Nya dari kebinasaan kekal.
Perjanjian ini tidak dapat diubah dan sudah dinyatakan sejak jaman Perjanjian
Lama melalui kehidupan orang-orang pilihan Allah, seperti Nuh, Abraham dan
keturunannya. Namun sebelum janji itu dinyatakan secara kongkrit melalui
kedatangan Kristus ke dunia, perjanjian itu hanya dinyatakan dalam bentuk
simbol-simbol saja. Kristus, dalam Perjanjian Anugerah adalah ‘Mediator’ antara
Allah Bapa dan manusia. Di dalam perannya sebagai Mediator ini Kristus
memenuhi semua tuntutan perjanjian pihak manusia sehingga sanggup
mendamaikan manusia dengan Allah.
Allah membuat janji kepada manusia bukan karena manusia baik, sehingga layak
untuk menerima anugerah itu. Allah membuat janji karena kasih dan rahmat-Nya
kepada manusia, sebagaimana tertulis dalam Efe 1:5-7; ‘Dalam kasih Ia telah
menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya,
sesuai kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia,
yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Sebab di
dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa,
menurut kekayaan karunia-Nya.’
DAFTAR KEPUSTAKAAN
3. Berkhof, Louis, Teologi Sistematika, Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993
5. Ensiklopedia Masa Kini-Jilid A-Z, Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1993
7. Grudem, Wyne, Systematic Theology, Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House,
1994
9. Lukito, Daniel Lukas, Pengantar Teologi Kristen I, Bandung; Yayasan kalam Hidup
11. Nieftrik, G.C. van dan Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, Jakarta
14. Soedarmo, R., Ikhtisar Dogmatik, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
15. Sproul, RC., Essential Truths of The Christian Faith, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc.,
1992
16. Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, Malang: Penerbit Gandum Mas, 1977
17. Tong, Stephen, Peta dan Teladan Allah, Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1990