YAYASAN PELAYANAN LITERATUR ANUGERAH

PESAN
DAFTAR ISI
Pemimpin Umum :
Mangaranap Pandjaitan, B.Sc.
Pemimpin Redaksi :
Ir. T. Aritonang, M.Sc. Hal.
Dewan Redaksi : 1. WAWASAN
Dr. Ny. N. Sinulingga, M.A.
Audy R. Ngantung, M.Th. 2010 .............................................. 1
Jerry H.M. Sumanti, S.Th.
Ir. Alexander J.T. Gerung, M.Sc. 2. MARI BELAJAR
Koresponden : Tuhan Yesus adalah Kristus .......... 4
Ir. Audy Kadang (Makassar)
Dr. Ny.Shirley Sumolang Palit (Manado) 3. SANA-SINI
Billy Sambuaga (Balikpapan)
Panggilan Misi ............................. 11
Sekretariat/Tata Usaha :
Szonie R. Pontolawokang 4. RUANG TANYA JAWAB ......... 13
Ny. Shirley Pandjaitan-Kawengian
Ny. Laura Gerung-Soriton 5. SANA-SINI
Alamat Sekretariat : Postmodern ......................................... 22
Jl. Rawasari Barat III E-47 Jakarta 10510
6. SANA-SINI
Alamat Surat :
PO. Box 1134 Jakarta 13011 Dispensasi Pemerintahan... ........ 34
Telepon Flexi : 021 32419031
Telepon/Fax : 021 4214976
Alamat Email : pelitaministry@holypower.net

Yayasan PELITA mengakui “Pengakuan Iman Rasuli” dan meyakini ajaran Alkitab
yang ikhtisarnya sebagai berikut:
1. Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan-Nya secara verbal.
2. Tuhan Allah adalah Esa dan dalam penyataan-Nya beroknum tiga; Allah Bapa, Allah
Anak yaitu Yesus Kristus dan Roh Kudus (II Korintus 13:13)
3. Kejatuhan total manusia (Roma 3:10,23)
4. Penghukuman bagi setiap orang yang menolak Yesus Kristus (Yohanes 3:36; 8:24)
5. Penebusan hanya melalui darah Yesus dan keselamatan adalah anugerah Allah yang
harus diterima dengan beriman kepada Tuhan Yesus dan sama sekali bukan oleh usaha
manusia (Roma 3:24-25, Efesus 2:8-9)
6. Hidup yang kekal dan jaminan keselamatan kekal bagi setiap orang yang percaya Tuhan
Yesus (Yohanes 10:28-29)
7. Kebangkitan tubuh dan pengangkatan Tubuh Kristus, disusul oleh masa kesengsaraan
besar dan pemerintahan Yesus Kristus selama 1000 tahun di bumi (I Tesalonika 4:16-
17; I Korintus 15:35-49; Matius 25; Wahyu 20)
Yayasan PELITA bertujuan: Mengemban amanat Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus,
memberitakan Injil, dan menumbuhkan persekutuan orang-orang percaya.
Yayasan PELITA dalam mencapai tujuan mengadakan:
1. Penerbitan dan Penyebaran literatur Kristiani.
2. Seminar, diskusi, latihan, konsultasi, dan bimbingan/konseling Kristen.
3. Kegiatan gerejawi, sosial dan pendidikan dalam rangka mengemban kemanusiaan melalui
penelitian dan penulisan Kristen.

20:12
Oleh: Jerry H M Sumanti
K
ontroversial film 2012 We
Were Warned, This Day
Would Come, From The
Director of The Day After
Tomorrow and Independence Day,
film yang menceritakan tentang
kehancuran bumi ini, yang di
sebut sebagai hari akhir dunia ini
yang akan terjadi pada November
2012. Film mulai dipertontonkan
13 November 2009 ini, telah
menghebohkan, bahkan sempat
diissuekan akan dilarang. Dalam
film yang penuh action ini
dipertontonkan tentang bencana
yang datang dari langit berupa
ledakan, api dan bebatuan jatuh
dari langit yang memporak poran-
dakan dan membumi hanguskan
bumi ini, dan yang datang dari
bumi sendiri yakni gempa bumi
dan letusan gunung-gunung yang
meluluh lantakan bangunan-ba-
ngunan dan kedasyatan banjir
yang menyapu bersih serta me-
nenggelamkan bumi ini, yang dimu-
WAWASAN
lai dari benua Amerika ke Afrika,
Eropa, Asia dan berakhir di China.
Berbagai upaya manusia mencari
perlindungan keselamatan, namun
hanya sekelompok orang dapat
diselamatkan/ menyelamatkan diri
dengan mengunakan tiga buah
bahtera. Film yang cukup mene-
gangkan dan penuh action. Tetapi
ini hanyalah sebuah cerita fiksi
belaka, bukanlah kisah nyata
sebagai kehancuran dunia yang
akan terjadi pada tahun 2012 yang
akan datang. Cerita ini sama se-
kali tidak ada kaitan dengan nu-
buatan kehancuran dunia seba-
gaimana diceritakan di dalam
Alkitab.
Dari tahun ketahun, Me-
mang banyak peristiwa yang
sangat mengerikan yang terjadi
yang menimpa dan membinasakan
umat manusia dan makluk hidup
lainnya, Yakni sakit penyakit,
gempa bumi, bencana kelaparan,
tsunami, banjir, kebakaran hutan,
1
dll. Tetapi semua ini bukanlah
awal penggenapan nubuatan
Alkitab tentang akhir dari dunia ini
(kiamat).
Peristiwa-peristiwa bencana
alam yang terjadi sampai saat ini
adalah peristiwa alam dan juga
akibat kerusakan alam atas ulah
manusia sendiri. Misalnya, banjir
terjadi di mana-mana karena hutan-
hutan sudah pada digunduli, su-
ngai dan kali jadi tempat pem-
buangan sampah, bahkan daerah-
daerah resapan air diuruk, diubah
fungsi menjadi tempat hunian dan
fungsi lainnya.
Kembali ke cerita film 2012,
yang telah Membuat kontroversial,
pro dan kontra, takut dan resah
dan sebagainya itu, bahwa itu
hanyalah cerita fiksi belaka, se-
perti film-film yang lainnya yang
penuh action dan menegangkan.
Kalaupun bencana-bencana yang
digambarkan dalam cerita tersebut
terjadi menimpa kita saat ini atau
kapan saja, kitapun siap dan tak
perlu ditakuti.
Selanjutnya, akhir dunia ini
(kiamat) tidak ada seorangpun
yang dapat memprediksinya.
Kapan dunia ini akan berakhir tak
seorangpun yang mengetahuinya
dan dapat memastikan. Sudah
berkali-kali orang (khususnya to-
koh-tokoh agama/spiritual) men-
coba mengira-gira tentang peris-
tiwa itu tapi semuanya pada me-
leset. Hari kiamat Hanyalah
Tuhan Sang Khalik yang menge-
tahuinya. Dia yang menciptakan,
DIA pula yang akan meng-
akhirinya.
2
Dalam keyakinan Kristen
sesuai dengan penjelasan di da-
lam Alkitab bahwa tak seorangpun
yang dapat menentukannya.
Tuhan Yesus Kristus, ketika
ditanya para murid-Nya mengenai
pemulihan kerajaan Israel, men-
jawab: “Engkau tidak perlu menge-
tahui masa dan waktu, yang dite-
tapkan Bapa sendiri menurut ku-
asa-Nya (Kisah 1:7).” Itu mengenai
pemulihan kerajaan Israel, yang
sampai saat ini belum terjadi dan
tak seorangpun perlu mengeta-
huinya, apalagi tentang hari
kiamat!
Juga penjelasan Rasul
Paulus kepada Jemaat di Tesa-
lonika, menjawab tentang per-
gumulan pengangkatan Tubuh
Kristus dan akhir zaman, beliau
memberi jawaban: “Tetapi tentang
zaman dan masa, saudara-
saudara, tidak perlu dituliskan
kepadamu, karena kamu sendiri
tahu benar-benar, bahwa hari
Tuhan datang seperti pencuri pada
malam (1 Tesalonika 5:1-2).”
Dan Rasul Petrus menja-
wab tentang hal yang sama, me-
ngatakan: “Tetapi hari Tuhan akan
tiba seperti pencuri. Pada hari itu
langit akan lenyap dengan ge-
muruh yang dahsyat dan unsur-
unsur dunia akan hangus dalam
nyala api, dan bumi dan segala
yang ada di atasnya akan hilang
lenyap (2 Petrus 3:10)”.
Paulus dan Petrus memberi
gambaran yang sama mengenai
akhir dunia ini, bahwa hari itu akan
datang seperti pencuri, artinya
siapakah pencuri yang akan
memberitahukan kapan waktu dan
saat kedatangannya untuk beraksi
melakukan pencurian? Tuhan
Allah bukanlah pencuri, tetapi
yang dimaksudkan Rasul Paulus
dan Petrus, itu mengambarkan
bahwa tak seorangpun tahu dan
dapat mengetahuinya kapan waktu
dan saatnya dunia ini berakhir
(kiamat).
Alkitab memberi nasehat
agar setiap orang selalu siap me-
nanti kedatangan Tuhan. Saat ini
kita masih hidup di tahun 2009 dan
sebentar lagi tahun ini memasuki
masa lalu, dan kita beralih ke
tahun 2010, dan entahlah kapan
waktunya kedatangan Tuhan/hari
Tuhan, tak seorangpun dapat
mengetahuinya dan biarlah kiranya
sebagai umat yang percaya kita
siap sedia selalu dalam setiap
saat.
Dalam pemahaman teologi,
saat ini kita hidup dalam masa
(dispensasi) Kasih Karunia, atau
dikenal dengan masa Gereja atau
juga disebut Tubuh Kristus.
Dispensasi ini akan berakhir
dengan pengangkatan Gereja
(Tubuh Kristus) Yakni orang-orang
yang telah menerima Tuhan Yesus
menjadi Juruselamatnya secara
pribadi. Kapan ini terjadi, seperti
penjelasan Paulus di atas bahwa
tidak seorangpun tahu, karena
kedatangan hari ini seperti pencuri
adanya. Paulus menjelaskan agar
kita siap sedia selalu, hidup seba-
gai anak-anak terang dan terjaga,
bukan tertidur lelap. Selanjutnya
setelah pengangkatan Gereja akan
ada Masa Sengsara yang akan
berlangsung selama 7 (tujuh)
tahun. Masa itu akan dialami oleh
mereka yang tidak terangkat.
Masa ini adalah masa yang sangat
sukar (baca mulai Wahyu pasal 6
dst), tetapi kita bersyukur karena
kita sebagai anggota Tubuh Kris-
tus tidak akan mengalami ini,
karena ketika peristiwa ini terjadi
kita semua telah diangkat ke
sorga. Selanjutnya sesudah Masa
Sengsara, masih ada lagi satu
masa sebagai pemulihan kerajaan
bagi Israel di mana Kristus Yesus
menjadi Rajanya yang akan ber-
langsung selama 1.000 (seribu)
tahun (baca Wahyu pasal 20 dst).
Jadi antara tahun 2009 sampai
pengankatan dan 7 (tujuh) tahun
Masa Sengsara merupakan tahun-
tahun mistery, entah masih berapa
lama, tak seorangpun yang dapat
mengetahuinya dan tak seorang-
pun yang dapat memastikannya.
Ingin memastikannya sama de-
ngan mau mendahului rencana dan
kehendak Tuhan. Hati-hatilah!
Dari seluruh peristiwa yang
pernah terjadi yang telah mem-
porak-porandakan dan membi-
nasakan manusia dan makhluk
hidup lainnya sebagaimana telah
disebutkan di atas, maupun pe-
ristiwa-peristiwa yang hanya
merupakan cerita fiksi belaka
boleh menjadi pelajaran bagi kita
agar kita senantiasa siap dalam
segala hal.
Dunia ini memang pada
suatu ketika akan berakhir. Petrus
sudah menjelaskan, bahwa nanti
bersambung ke hal.12
3

Yesus Memperhatikan
Tuhan Yesus adalah Kristus
Pada bagian ini, kita akan
belajar dari Injil Markus Pasal 8.
Tuhan Yesus kembali memberi
makan kepada 4000 orang laki-laki
(ditambah dengan sejumlah kaum
perempuan dan anak-anak). Ada
banyak pelajaran berharga yang
sama dengan yang kita sudah
pelajari dari Pasal 6 dan juga ada
pelajaran-pelajaran lainnya.
Bagian-bagian selanjutnya mulai
dari peringatan akan bahaya ragi
orang Farisi dan ragi Herodes,
penyembuhan orang buta, serta
pengakuan Petrus bahwa Yesus
adalah Kristus juga kita akan
pelajari dalam bagian ini.
Mujizat lagi: Tuhan Yesus
memberi makan kepada orang
banyak
Seperti halnya dalam
Markus 6:33-44, pada Injil Markus
pasal 8 ayat 1-10 ini Tuhan Yesus
kembali memberi makan kepada
orang banyak, dan menurut ca-
4
MARI BELAJAR
(Bagian 19)
Oleh: Pdt. Dr. Frans P. Tamarol
tatan Markus ada 4000 orang yang
diberi makan kali ini dengan tujuh
roti dan beberapa ekor ikan kecil.
Hal yang sama juga kita dapat
baca dalam Matius 15:32-39, bah-
kan Matius menegaskan bahwa
jumlah 4000 orang itu hanyalah
laki-laki, “tidak termasuk perem-
puan dan anak-anak” (Mat. 15:38).
Entah bagi orang banyak yang
diberi makan itu bagaimana me-
reka memandang Yesus, apakah
mereka hanya menganggap Yesus
itu orang yang sangat baik hati
sehingga beusaha mengobati ke-
laparan mereka setelah tiga hari
terus menerus mengikuti-Nya (lihat
ayat 2), ataukah dengan menyak-
sikan perbuatan-perbuatan ajaib-
Nya dan mendengar pengajaran-
pengajaran-Nya mereka tahu be-
nar siapa Dia yang mereka
sedang ikuti.
Bagi murid-murid-Nya,
Yesus itu adalah seorang Guru
yang bijaksana dan penuh kasih.
Dari pengakuan Petrus akan ter-
singkap bahwa sebenarnya me-
reka sudah belajar banyak dan
tahu banyak mengenai Guru me-
reka. Tetapi herannya mereka
kurang memperhatikan hal-hal
ajaib yang diperbuat-Nya demikian
sehingga mereka tidak dapat
menghubungkan apa yang mereka
dengar dan saksikan dengan per-
masalahan-permasalahan hidup
yang mereka hadapi sembari me-
reka mengikuti Yesus (Perhatikan
ayat2 14-21).
Hal yang sangat jelas tam-
pak dari dua mujizat serupa ini
ialah Tuhan Yesus sangat mem-
perhatikan kebutuhan para peng-
ikut-Nya, baik kebutuhan rohani
maupun kebutuhan jasmani me-
reka. Lihat apa yang dikatakan
Tuhan Yesus dalam ayat 2, “Ha-
tiku tergerak oleh belas kasihan
kepada orang banyak ini. Sebab
tiga hari mereka mengikuti Aku
dan mereka tidak mempunyai
makanan.” Kalimat-kalimat Tuhan
Yesus ini cukup jelas mengajar
kepada kita untuk memperhatikan
kebutuhan orang lain. Dalam kisah
ini orang-orang yang mengikuti Dia
sudah tidak mempunyai makanan
lagi. Dengan kata lain, di dalam
hati Tuhan Yesus timbul niat
untuk memberi makan kepada
orang-orang yang sedang kela-
paran, dan niat itu harus diwujud-
nyatakan.
Berikut, dalam ayat 3,
Tuhan Yesus berkata, “Dan jika
mereka Kusuruh pulang ke ru-
mahnya dengan lapar, mereka
akan rebah di jalan, sebab ada
yang datang dari jauh.” Tuhan
Yesus sedang menarik perhatian
murid-murid-Nya kepada sesuatu
yang alami, dalam hal ini akibat
kelaparan ialah orang-orang dapat
pingsan, jadi ide untuk memberi
mereka makan bukan hanya untuk
mengenyangkan orang-orang yang
lapar itu, tetapi sekaligus men-
cegah akibat yang lebih buruk
yang dapat terjadi kalau mereka
tidak diberi makan.
Sekiranya para pemimpin di
dalam organisasi-organisasi gereja
dan badan-badan misi, ataupun
kalau kita tarik lebih luas ke para
pemimpin di masyarakat umum,
sekiranya mereka mempunyai hati
pelayan (hati seorang hamba)
seperti Tuhan Yesus, paling ku-
rang para pelayan yang bekerja di
bawah mereka serta orang-orang
yang dilayani akan sangat ber-
bahagia karena selalu mendapat
perhatian dan tidak pernah dite-
lantarkan. Malangnya, hal yang
kita saksikan dengan mata kepala
kita sendiri dalam kenyataan se-
hari-hari, tampaknya tidaklah de-
mikian yang terjadi baik dalam
lingkaran pelayanan Kristen, apa-
lagi di masyarakat luas. Para
pelayan di tingkat bawah serta
orang-orang yang memerlukan
pertolongan justru ditelantarkan
karena para pemimpin kurang
memberi perhatian dan mereka
kurang berusaha untuk menye-
diakan pertolongan dan bantuan.
5
 Dalam pelayanan kristiani,
para pemimpin yang demikian
harus bertobat, atau kalau tidak
maka mereka harus mundur su-
paya boleh digantikan oleh orang-
orang lain yang lebih bertang-
gungjawab, yaitu orang-orang
yang mau mengikuti teladan Kris-
tus sesuai panggilan Firman-Nya
(Mark. 8:34; I Kor. 11:1). Di ma-
syarakat luas, biasanya keadaan
seperti itu diakibatkan oleh iklim
politik yang tidak menunjang dan
lebih banyak dimanipulasi oleh
orang-orang yang merasa diri
berkuasa. Perbedaan type kepe-
mimpinan duniawi dan rohani dije-
laskan dan ditegaskan oleh Tuhan
Yesus dalam Markus 10:42-45
yang akan kita pelajari dalam seri-
seri mendatang.
Peringatan untuk
waspada terhadap ragi orang
Farisi dan ragi Herodes
Orang-orang Farisi datang
kepada Yesus dengan maksud
mencobai-Nya (Baca ayat 11).
Mereka meminta tanda dari sorga.
Hal serupa disebut oleh Paulus
dalam suratnya kepada Jemaat di
Korintus yaitu orang-orang Yahudi
menghendaki tanda dan orang-
orang Yunani mencari hikmat (I
Kor. 1:22). Tuhan Yesus tahu
betul motivasi orang-orang Farisi
yang datang itu, hati mereka
sudah dikeraskan, mereka ber-
tanya tetapi sebenarnya mereka
tidak mau mendengar, mereka
meminta tanda dari sorga, tetapi
sebenarnya mereka tidak mau
6
percaya. Karena itu Tuhan Yesus
memilih untuk tidak meladeni
permintaan mereka demikian se-
hingga Dia dan murid-murid-Nya
yang baru saja tiba di Dalmanuta,
harus bertolak lagi ke seberang
tasik.
Kepada murid-murid-Nya
Tuhan Yesus memanfaatkan ke-
lengahan mereka dengan tidak
membawa roti sebagai bekal da-
lam perjalanan, untuk menga-
jarkan sesuatuyang prinsipial yaitu
“Berwaspada terhadap ragi orang
Farisi dan ragi Herodes.” Topik ini
rupanya mengagetkan mereka, dan
mereka tidak siap diri. Karena itu
mereka berkata sama sendiri, “Itu
dikatakan-Nya karena kita tidak
mempunyai roti” (ayat 16).
Baca dan parhatikan per-
kataan Tuhan Yesus dalam ayat-
ayat 17-21 yang dikemas dalam
tujuh pertanyaan retorik. Sean-
dainya ketujuh pertanyaan itu
boleh dikalimatkan lain dalam
bahasa dan cara kita di zaman ini,
Tuhan Yesus sepertinya mau
berkata, “Bagaimana kamu ini,
setelah Aku melakukan dua mu-
jizat serupa di depan mata kamu
yaitu memberi makan kepada
ribuan orang dengan hanya bebe-
rapa roti dan ikan kecil-kecil, dan
mereka semuanya kenyang, tokh
masih ada juga sisanya berbakul-
bakul, kok kamu masih saja ber-
pikr bahwa Aku merisaukan ketia-
daan roti dalam perbekalan kita?”
Tuhan Yesus juga sepertinya mau
menambahkan, “Belajarlah dan
bertumbuhlah dalam iman, hal
sekecil itu tidak menjadi kepri-
hatinan bagi-Ku, dan seharusnya
tidak juga bagi-Mu, tetapi ada hal
yang lebih utama yang kamu
harus prihatin, yakni bahaya ragi
orang Farisi dan ragi Herodes.”
Ragi selalu melambangkan
kejahatan dan keburukan, itu yang
kita dapat baca di dalam Per-
janjian Baru, seperti misalnya
dalam Matius 16:6, 11; Lukas.
12:1, I Korintus 5:6-8; Galatia. 5:9.
Kecuali dalam Matius 13:33 ragi
itu dipakai untuk perumapamaan
bagi kerajaan sorga. Dalam NASB
Study Bible (Ed. Kenneth L. Bar-
ker, p. 1435) dikatakan, “… leaven
is a symbol of evil or corruption.
The metaphor includes the idea
of a tiny amount of leaven being
able to perment a large amount
of dough. In this context it refers
to the evil disposition of both the
Pharisees and Herod Antipas (see
Luke 23:8), who called for Jesus
to produce a sign, i.e., a proof of
His divine authority …. ”
Demikian juga halnya da-
lam Perjanjian Lama. Menurut
Garland, (“Mark” in Zondervan
Illustrated Bible Backgrounds
Commentary, Ed. Clinton E.
Arnold, Vol. 1, p. 253), “In the
Old Testament, leaven symbo-
lizing corruption and the infectious
power of evil. This image was
widely understood.”
Kesempatan yang dimanfa-
atkan Tuhan Yesus untuk meng-
ingatkan bahaya ragi orang Farisi
dan ragi Herodes, tidak datang
tiba-tiba, walaupun hal ini tidak
diantisipasi oleh murid-murid-Nya.
Alasannya karena di Dalmanuta
mereka bertemu dengan orang-
orang Farisi yang meminta suatu
tanda dari sorga, jadi dapat dika-
takan bahwa peringatan yang dibe-
rikan oleh Tuhan Yesus mengenai
ragi orang Farisi itu merupakan
follow up dari pertemuan dan per-
cakapan Tuhan Yesus dengan
mereka disaksikan oleh murid-mu-
rid-Nya. Dari pengamatan Garland,
kata-kata yang dipakai Tuhan
Yesus untuk menjawab “tidak”
terhadap permintaan orang-orang
Farisi, disampaikan dalam struktur
bahasa yang sangat keras. Tuhan
Yesus bukan saja mengatakan
tidak akan memberi tanda kepada
angkatan ini, tetapi Dia meng-
gunakan frasa yang merupakan
sumpah. Dalam penjelasan Gar-
land, “The text reads literally, ‘If
a sign shall be given to this ge-
neration.’ It comprises part of a
vehement oath formula that would
begin or conclude: ‘May God
strike me down’ or ‘May I be
accursed of God’ if a sign is given
to this generation. Only false pro-
phets will give signs to this ge-
neration (13:22, 30).”
Demikian juga ketika Tuhan
Yesus sekalian mengingatkan
kepada murid-murid-Nya mengenai
bahaya ragi Herodes. Bagi murid-
murid pun seharusnya hal ini tidak
membuat mereka kurang siap
karena dua alasan: (1) Per-
7
masalahan yang baru saja dialami
dengan orang-orang Farisi terjadi
di dekat wilayah Tiberias, wilayah
itu dikenal sebagai lokasi istana
Herodes Antipas, tetrarch (a go-
vernor of the fourth part-peme-
rintah seperempat dari Kerajaan
Herodes yang Agung, ayahnya);
Herodes Antipas menguasai
Galilea dan Perea dari 4 sM - 39
M; dan (2) Sama dengan orang-
orang Farisi, Herodes Antipas pun
mempunyai sifat yang sama yakni
menghendaki tanda dari Yesus
Kristus (Baca: Lukas 23:8).
Motivasi Herodes pun sama de-
ngan motivasi orang-orang Farisi
yakni mau mencobainya bukan
untuk percaya.
Perangai jahat dan buruk
seperti inilah yang digambarkan
oleh Tuhan Yesus sebagai ragi
karena akan merusak seluruh
adonan. Di masa pelayanan Tuhan
Yesus waktu itu, ragi orang Farisi
sangat berbahaya, dan di dalam
masyarakat umum, ragi Herodes
itu yang harus diwaspadai. Semua
jenis ragi ini yang dapat meracuni
baik dalam kehidupan rohani mau-
pun politik/pemerintahan harus
dihindari. Terhadap bahaya-bahaya
itulah Tuhan Yesus merasa perlu
mengingatkan murid-murid-Nya.
Penyembuhan seorang buta
Seperti halnya peristiwa pe-
nyembuhan seorang tuli dan gagap
di Dekapolis (7:31-37), tampaknya
8
kali ini Tuhan Yesus harus bekerja
keras dalam usaha menyem-
buhkan orang buta di Betsaida
(8:22-26). Ungkapan “bekerja ke-
ras” di sini bukan dengan maksud
mengurangi kemahakuasaan
Tuhan Yesus. Dia adalah Allah
yang sejati sehingga Dia mampu
membuat mujizat, hal itu tidak
perlu diragukan. Tetapi penulis
mau menunjukkan kepada para
pembaca bahwa walaupun Tuhan
Yesus berkuasa mengerjakan mu-
jizat, namun pelayanan penyem-
buhan, seperti juga jenis pela-
yanan lainnya, memerlukan kerja
keras.
Perhatikan bahwa dalam
setiap layanan penyembuhan
yang Tuhan Yesus lakukan,
proses yang Dia tempuh selalu
berbeda-beda tergantung pada
jenis penyakit yang diderita, orang
yang mengidap penyakit itu, dan
maksud yang hendak dicapai
Tuhan melalui layanan penyem-
buhan itu. Apabila kita mau mem-
pelajari dengan teliti peristiwa-
peristiwa penyembuhan yang di-
kerjakan oleh Tuhan Yesus, ke-
sembuhan si sakit memang me-
rupakan tujuan utama, tetapi
Tuhan Yesus tidak melakukannya
untuk mendemonstrasikan kema-
hakuasaan-Nya sebagai Allah
yang sejati (Bandingkan Filipi 2:5-
6), tetapi untuk memuliakan Bapa
di sorga atau dalam kata-kata
Tuhan Yesus, “… pekerjaan-pe-
kerjaan Allah harus dinyatakan di
dalam dia.” (Yoh. 9:3).
Hal serupa dilukiskan oleh
Grassmick ketika dia katakan,
“Jesus led the man outside the
village, probably to establish a
one-to-one relationship with him
(cf. 7:33) and to avoid publicity
(8:26).” Ditambahkannya bahwa
biasanya peristiwa mujizat itu
dilakukan di depan umum tetapi
ada tiga peristiwa mujizat pe-
nyembuhan yang merupakan pe-
ngecualian dalam Injil Markus
(5:35-43; 7:31-37; 8:22-26). Dua
peristiwa mujizat yang disebut
terakhir dapat mengajarkan ke-
pada kita bahwa pemahaman yang
benar tentang Yesus terjadi mela-
lui hubungan pribadi dengan-Nya,
bukan karena pengaruh dari pan-
dangan orang-orang di sekeliling
kita (Grassmick, “Mark” in Bible
Knowledge Commentary, p. 138).
Dalam peristiwa penyem-
buhan orang buta kali ini, Tuhan
Yesus harus menjamah mata
orang itu dua kali. Tidak jelas
manfaat air ludah dalam proses
pencelikan mata. Dalam peristiwa
lain yang serupa, Tuhan Yesus
meludah ke tanah lalu menga-
duknya dan mengoleskannya di
mata orang buta yang sedang
disembuhkannya (Baca: Yoh. 9:5).
Menurut Grassmick, penggunaan
air ludah dan jamahan tangan di
mata si sakit dimaksudkan untuk
menyungguhkan niat Tuhan
Yesus menyembuhkan orang itu
dan sekalian menstimulasi iman
orang buta itu (Perhatikan pe-
nyembuhan orang tuli dan gagap
dalam Markus 7:33-35). Garland
pada pihak lain mencatat penje-
lasan Plinny bahwa air liur me-
mang digunakan untuk menyem-
buhkan penyakit mata (“Mark” in
Zondervan Illustrated Bible Back-
ground Commentary, Vol. 1, p.
254).
Setelah orang buta ini mem-
peroleh kesembuhan, Tuhan
Yesus kembali kepada kebia-
saannya melarang mempublika-
sikan mujizat yang dikerjakan-
Nya. Ini berhubungan dengan apa
yang sudah dibahas dari seri-seri
pelajaran yang lalu yakni
Messianic Secret. Tuhan Yesus
menyuruh orang buta yang baru
saja memperoleh penglihatannya
itu untuk pulang ke rumahnya,
tetapi dia dilarang untuk masuk ke
kampung (ayat 26), maksudnya
supaya dia tidak memberitakan
kesembuhannya kepada banyak
orang. Tampaknya orang yang
baru saja disembuhkan ini bukan
berasal dari Betsaida.
Dari peristiwa ini banyak hal
dapat kita pelajari, tiga di anta-
ranya ialah: (1) Tuhan Yesus
menginginkan kita mengutamakan
hubungan pribadi dengan-Nya, itu
lebih penting daripada pendapat
orang-orang di sekililing kita.
Dalam perskutuan gerejawi pun
9
adakalanya hubungan sosial de- Tuhan yang lain, pada kesem-
ngan orang-orang menjadi yang patan lain, dalam waktu Tuhan,
lebih utama kita kejar, sementara dan kita tahu bahwa waktu Tuhan
hubungan pribadi dengan Tuhan selalu indah.
Yesus terabaikan, sadar maupun
tidak sadar; (2) Kebutaan orang Pengakuan Petrus
itu sulit disembuhkan, namun
Tuhan Yesus dan murid-
Tuhan Yesus yang adalah Allah
murid-Nya berangkat lagi ke arah
yang Mahakuasa sanggup me-
utara memasuki perkampungan di
nyembuhkannya. Pelayanan Injil
dekat Kaisaria Filipi, kota yang
bukanlah sesuatu yang mudah,
terletak di dekat hulu Sungai Yor-
permasalahan yang dihadapi
dan, di lereng Gunung Hermon,
seringkali terasa berat sekali tetapi
sekitar 40 km jauhnya dari Tasik
itu bukan berada di luar kuasa
Galilea. Kaisaria Filipi adalah
Tuhan Yesus, dan bagi kita para
ibukota seperempat dari Kerajaan
pengikut-Nya tidak boleh ada kata
Herodes yang Agung yang
mundur, kita maju terus oleh dan
diperintah oleh anaknya yang lain,
di dalam kekuatan Tuhan Yesus,
Herodes Philipus II, tetrarch
Dialah yang empunya ladang ini,
wilayah Iturea dan Traconitis 4 sM
kita bersyukur bahwa kita boleh
– 34 M (Luk. 3:1). Nama asli kota
dipanggil menjadi pekerja-pekerja
ini adalah Paneas (atau Panion)
di ladang-Nya; dan (3) Pecelikan
sebagai penghormatan kepada
mata yang buta secara jasmani
dewa Yunani yang bernama Pan.
pun memerlukan sentuhan kedua
Oleh Herodes Filipus, kota ini
kali, bagaimana dengan pence-
dibangun kembali dan namanya
likan kebutaan rohani? Pihak yang
diubah menjadi Kaisaria Filipi
dilayani mungkin tidak mudah
untuk menghormati Kaisar Tiberius
menerima kebenaran Injil, tetapi
dan dirinya sendiri. Dengan
dari pihak pelayan Injil tidak boleh
menamakan kota ini demikian,
berputus asa, pemberitaan Firman
selain namanya juga turut
Tuhan yang benar diiringi doa yang
dibesarkan, Herodes Filipus ingin
tekun dengan berkanjang pada
membedakannya dengan Kota
kuasa Roh Kudus, dapat mem-
Kaisaria yang besar dan jaya
buahkan hasil yang positif. Kalau
yang dibangun oleh ayahnya,
usaha pelayanan pertama gagal,
Herodes yang Agung, di pantai
masih terbuka kesempatan kedua
Timur Laut Tengah.
kalinya, mungkin juga ketiga
Di tengah perjalanan ke
dstnya. Kalau pun kita tetap
utara ini, Tuhan Yesus mengambil
gagal, Tuhan tidak pernah gagal,
Tuhan dapat memakai hamba bersambung ke hal. 37

10

PANGGILAN MISI Oleh: Royke L Kumowal
M
embangun kembali
semangat misi yang
pernah begitu masyhur
sekitar abad pertama dapat dimulai
dari Yerusalem, yang dikenang
sebagai tempat di mana Yesus
Kristus mengawali pengutusan
murid-murid-Nya. Generasi se-
lanjutnya sampai dengan saat ini
masih banyak pula yang menaruh
perhatian akan pentingnya me-
nyampaikan kehidupan misi pada
orang/bangsa lain, seperti yang
sudah ada dan masih ada, yaitu
“Mission Urbana” dan “Mission
Korea “. Sekarang pertanyaannya
adalah, apakah generasi saat ini
juga masih membuka diri untuk
mengambil bagian dalam kehi-
dupan misi dengan terlibat secara
langsung?
Keberanian untuk membe-
ritakan Injil dan teladan hidup
Kristus ke tengah kehidupan orang/
bangsa lain yang telah memunyai
cara/pedoman hidup tersendiri,
perlu disertai dengan pemahaman
dan pengertian tentang bagaimana
melakukannya dengan tulus.
Pengetahuan yang benar akan
SANA-SINI
mengubah hidup, terutama ke-
siapan dan keputusan untuk ter-
libat menjadi lebih mantap.
Seringkali terlalu mudah untuk
mengiyakan panggilan sehingga
kurang berhati-hati. Kemauan saja
tidaklah cukup, diperlukan juga
pengetahuan yang benar.
Panggilan adalah mengetahui ten-
tang adanya suatu kebutuhan.
Saat kita benar-benar tahu kebu-
tuhan hidup di dunia, mungkin
kitalah yang dipanggil untuk me-
menuhi kebutuhan tersebut dan
panggilan itu menjadi tanggung
jawab kita.
Kita menyia-nyiakan hak
kita sebagai pemberita Injil karena
tidak mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan seorang
pemberita berita. Bahkan kita tidak
peduli pada banyaknya orang
yang belum percaya dan orang-
orang yang teraniaya karena men-
jadi percaya. Semuanya kelihatan
baik-baik saja termasuk juga di
masa depan. Memandang orang/
bangsa lain dengan perbedaan
menjauhkan keinginan untuk me-
nyampaikan Injil.
11
 Banyak alasan untuk tidak
terlibat dalam pekerjaan misi,
seperti “saya tidak ada panggilan,”
ada juga yang berkata, “saya
tidak pernah dipanggil,” padahal
yang sebenarnya adalah kita “tidak
mendengar panggilan-Nya”.
Memberi bantuan berupa makan-
an, pakaian, atau uang telah mem-
beri kebanggaan karena sudah
memberi.. Pertolongan kita hanya
untuk meredakan masalah sesaat,
namun masalah yang sebenarnya
belum teratasi. Pilihan hidup cu-
kup bagi diri sendiri saja, sama
dengan menolak hak Allah untuk
melakukan apa saja pada hak
kepunyaan-Nya. Keajaiban terjadi
jika ada kerelaan untuk menye-
rahkan milik kita sebagai hak-Nya.
Sambungan dari hal. 3
seluruh alam semesta ini akan
dimusnahkan oleh Tuhan Allah.
Tuhan Allah sendiri yang akan
membumi hanguskan alam raya ini,
dan mengantinya dengan yang
baru yang tiada noda, dosa dan
polusi. Semuanya dijadikan baru
(2 Petrus 3:10-13). Bagi kita yang
hidup dalam Dispensasi Kasih
Karunia ini (sebagai anggota Tu-
buh Kristus), sebagaimana penje-
lasan Paulus, bahwa kita semua
akan diangkat menyongsong
Tuhan di angkasa dan di bawah
ke dalam Sorga untuk hidup ber-
sama Tuhan selamanya (1 Te-
salonika 4:13-18). Semua orang
yang tidak percaya dalam se-
panjang sejarah kehidupan ma-
nusia, yang nama-namanya tidak
12
Allah akan benar-benar sangat
menghargai kerelaan itu.
Jika kita mau dipakai Allah,
harus ada keberanian untuk men-
cari tahu tentang kebutuhan-kebu-
tuhan dunia, kebutuhan-kebutuhan
sesama, kekerasan yang terjadi
di dunia saat ini, kebutuhan-ke-
butuhan suku-suku terasing yang
belum pernah mendengar Injil, atau
kebutuhan akan Alkitab dalam
bahasa-bahasa yang belum ter-
sedia. Mendengar tentang adanya
suatu kebutuhan dan keingin-
tahuan yang tulus akan membuat
kita mendengar panggilan-Nya.
Panggilan semakin besar setelah
mengetahui adanya kebutuhan
yang semakin besar pula.
***
tercatat dalam Kitab Kehidupan,
maka pada akhir dunia (kiamat)
akan dicampakkan ke dalam
Lautan Api Neraka (Wahyu 20:12-
15).
Penghakiman dan penghu-
kuman dunia ini bukanlah akan
terjadi pada tahun 2012 tetapi
penghakiman dunia ini akan terjadi
berdasarkan Wahyu 20:12.
Pastikanlah bahwa namamu
sudah tercatat dalam Kitab Kehi-
dupan di Sorga. Sekaranglah saat-
nya mencatatkan namamu di Sor-
ga. Syaratnya tidak sukar: Hanya
PERCAYA saja. PERCAYA kepa-
da Tuhan Yesus. Terimalah DIA
menjadi Tuhan Juruselamatmu
secara pribadi. Di dalam DIA
namamu tercatat di dalam Sorga
menjadi warga Sorga (Filipi 3:20).
Pastikanlah bahwa 20:12
tidak akan menimpamu!
Ruang Tanya-Jawab Alkitab
Diasuh oleh: Pdt. Frans P. Tamarol
Tanya:
Saya melihat signifikansi hubungan
antara utusan Injil di garis depan
dengan lembaga pengutus, tetapi
mendengar Bapak Pendeta
memberikan ceramah tentang
“Church Planting” baru-baru ini,
tampaknya Bapak tidak melihat atau
tidak memberi penekanan mengenai
hal itu, apakah pengamatan saya
benar? Berikut, menurut Bapak
Pendeta, di manakah letak peran
lembaga pengutus, dan apa saja
tugas-tugas lembaga pengutus itu,
dan bagaimana kalau orang-orang
yang duduk dalam lembaga itu tidak
melakukan tugasnya dengan
semestinya?
Manado
Jawab:
Ya, pengamatan anda memang benar,
saya tidak memberi penekanan pada
peran lembaga pengutus maupun
hubungan antara lembaga pengutus
dan Utusan Injil di garis depan.
Ceramah itu ditujukan kepada para
penginjil yang pergi ke garis depan
dengan satu tugas yakni melayani
Injil Tuhan Yesus karena itu
penekanan saya adalah kepada
ketersediaan (availability) sang
penginjil untuk menjawab “ya”
kepada panggilan Tuhan, dan tekad
(commitment) untuk melaksanakan
tugas panggilan itu sesuai amanat
(commission) yang diberikan Tuhan
Yesus kepadanya. Saya mengutip
kata-kata seorang penginjil di
Indochina di abad lalu yang
berbunyi, “Pekerjaan Allah yang
dilakukan dengan cara Allah, tidak
akan kekurangan dukungan Allah
(the work of God, done in God’s way,
would not be lacking of God’s
support).”
Jadi harus diperhatikan bahwa
kemampuan sang penginjil ataupun
ketidakmampuannya tidak
berpengaruh pada panggilan Tuhan
Yesus (perhatikan contoh-contoh
dalam Alkitab, Musa, Daud, Yesaya
dll), tetapi kesediaan untuk menjawab
“ya” dan tekad untuk melakanakan
sesuai panggilan dan amanat Tuhan
13
kepada penginjil yang bersangkutan.
Itu yang saya maksudkan ketika saya
katakana, God calls you neither for
your ability, nor for your inability,
but for your availability. Anda
berserah di tangan Tuhan, dan Tuhan
sendiri dengan segala kuasa dan
kasih-Nya akan memakai anda di
tangan-Nya. Doa anda hendaknya
berbunyi, “Oh Tuhan, walaupun
hamba ini kecil dan hina, tetapi
pakailah hamba-Mu di dalam tangan-
Mu untuk melakukan perkara-perkara
besar, demi keselamatan jiwa-jiwa,
demi pertumbuhan iman orang
percaya, dan pada akhirnya nama
Tuhan Yesus Kristus sajalah yang
ditinggikan, dimuliakan dan
dibesarkan, Amin.”
Itulah sebabnya penekanan dalam
ceramah Church Planting baru-baru
ini adalah pada ketergantungan
hamba Tuhan kepada Tuhan saja.
Penginjil yang pergi itu harus pergi
karena Tuhan Yesus yang
memerintahnya, dan dia pergi
bersama dengan Tuhan Yesus, dan
dia melayani di ladang dengan
kekuatan dan pertolongan Roh
Kudus saja. Hanya Tuhan Yesus
yang menjadi fokus dan sumber
pelayanannya.
Dalam ceramah itu, saya tidak
berbicara kepada lembaga pengutus
melainkan kepada para utusan Injil,
karena itu saya menekankan
pentingnya commitment para
penginjil untuk menjawab “ya”
terhadap panggilan Tuhan Yesus
(Yesaya 6:5-6), bukan saja, tetapi juga
untuk melaksanakan dan menunaikan
tugas pekabar Injil (II Timotius 4:5).
Jadi setiap utusan Injil mempunyai
14
tanggungjawabnya (tagihan atau
charge) yaitu melakukan penginjilan
dan menunaikan tugas pelayanan.
Dalam menunaikan tugas pelayanan
ini, fokus dan sumber pelayanan
pekabar Injil hanyalah Tuhan Yesus,
sebab apabila fokus dan sumber
pelayanan anda itu manusia atau
lembaga manusia, maka anda akan
gagal menghadapi tantangan dan
cobaan di garis depan, anda akan
kecewa, putus asa, dan anda akan
jatuh terjerembab bahkan kembali dari
ladang dan lari pontang-panting.
Anda mungkin akan berkata, apa
yang Bpk. Pendeta Tamarol sedang
katakan ini adalah idealnya, tetapi
pada kenyataan (realitasnya) tidak
musti demikian kan? Saya menjawab,
ya, itu idealnya, dan itu juga
realitasnya. Ketika seorang penginjil
merasakan panggilan Tuhan untuk
pergi ke ladang, yang mendorong dia
untuk menjawab “ya” ialah Tuhan
Yesus, hanya kasih Yesus yang
memberi motivasi kepadanya untuk
melayani (II Kor. 5:14). Ingat apa yang
dikatakan oleh Rasul Paulus dengan
ilham Roh, “Celakalah aku kalau tidak
memberitakan Injil” (I Kor. 9:16). Anda
melayani dengan kekuatan dari
Tuhan, anda berlumba dalam
pertandingan, dan anda melakukan
peperangan rohani dengan
memandang hanya kepada Tuhan
Yesus. Anda bekerja keras untuk
memenangkan jiwa dan menjemaatkan
para petobat baru. Yang menjadi
target yang akan anda capai di garis
finish adalah keselamatan jiwa-jiwa
dan terbentuknya jemaat baru, itu
semua anda lakukan hanya oleh
kekuatan dan pertolongan Tuhan
Yesus semata, kesanalah mata anda
diarahkan, kepada Tuhan Yesus saja.
Itu juga yang saya tulis dalam
booklet Pelayanan Rohani, yakni
para penginjil harus melaksanakan
Satu Tugas Dua Langkah. Satu tugas
itu ialah menjadi pelayan Injil
anugerah Allah, dan dua langkah itu
ialah menginjil dan mengajar. Dalam
ceramah Church Planting ini saya
menggunakan istilah menjemaatkan,
sedangkan dalam pelayanan di
persekutuan-persekutuan ataupun
pelatihan-pelatihan, istilah yang biasa
dipakai agak longgar (loose term)
yakni “pemuridan” (ya tentu
kedengarannya lebih tepat karena
ketika Tuhan Yesus sedang melayani
di muka bumi ini, kita hanya mengenal
istilah “murid-murid” Tuhan Yesus
bukan “jemaat” Tuhan Yesus). Tetapi
alasan yang lebih jelas bagi
persekutuan-persekutuan atau
lembaga-lembaga yang bukan bersifat
organisasi gereja untuk
menggunakan istilah yang lebih
longgar yaitu pemuridan, bukan
penjemaatan, ialah demi menghindar
dari tuduhan bahwa mereka sedang
mendirikan gereja di dalam gereja.
Tetapi para petobat baru harus dibina
supaya iman mereka bertumbuh
dalam program pemuridan atau
penjemaatan (istilah apa pun yang
anda mau pakai), mereka harus
sampai pada tiga kepastian yakni:
Kepastian keselamatan, Kepastian
keampunan dosa, dan Kepastian
kemenangan. Mereka harus diajar
untuk melakukan empat kegiatan
rohani yakni: Rajin membaca Alkitab,
Tekun berdoa, Setia bersekutu
dengan sesama anak Tuhan, dan Giat
bersaksi dan melayani Tuhan. Jadi,
para penginjil pergi ke ladang untuk
menabur benih Injil dan menuai hasil
pekerjaan mereka berupa petobat-
petobat baru yang mereka harus bina
dalam proses penjemaatan agar
supaya pada gilirannya nanti mereka
juga akan ikut aktif dalam usaha
menabur benih Injil kepada orang-
orang lain. Dengan dipakainya istilah
penjemaatan, maka tugas pekabar Injil
tidak berhenti sampai kepada ikut
aktifnya para petobat baru dalam
usaha penginjilan, tetapi sampai
kepada penjemaatan, artinya para
petobat baru itu dibina sedemikian
rupa sehingga terbentuk jemaat baru
dan mereka begrabung dalam satu
organisasi gereja yang jelas dan
resmi.
Lalu anda bertanya, di manakah letak
peran lembaga pengutus? Bukankah
Roma 10:13-17 melibatkan peran pihak
pengutus juga? Ya, lembaga
pengutus mempunyai peran yang
penting, mereka mempunyai
tanggungjawab (tagihan atau charge)
mereka sendiri, dan Roma 10:13-17
memang melibatkan peran pihak
pengutus. Tetapi mereka yang di
lembaga pengutus adalah manusia
juga, mereka pun harus menjawab
“ya” terhadap panggilan Tuhan
(availability) dan mereka pun harus
mempunyai tekad (commitment)
untuk melaksanakan amanat
(commission) dari Tuhan Yesus yakni
memenangakan jiwa-jiwa melalui
pengutusan para penginjil ke garis
depan.
Apabila anda bertanya, apa saja yang
menjadi tugas lembaga pengutus?
Jawabanya, tugas-tugas mereka itu
15
banyak, antara lain yang penting
disebut di sini ialah: (1) Mereka harus
tekun berdoa untuk program
pekabaran Injil yang mereka susun
dan laksanakan, mereka harus
memobilisasi jam-jam doa secara
perorangan dan berkelompok, mereka
harus selalu berdoa buat para
penginjil dan orang-orang yang
sedang dicapai di garis depan, (2)
Mereka harus rajin berkomunikasi
dengan para penginjil, mereka harus
mendorong dan memberi semangat
kepada mereka, dan siap sedia
membantu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh para penginjil di garis
depan, (3)menyediakan bahan-bahan
penginjilan untuk mendukung
pelayanan di garis depan, dan (4)
Mereka harus ulet mencari uang
untuk menopang kebutuhan para
penginjil (dan keluarga mereka) serta
kebutuhan pengembangan jemaat-
jemaat baru. Semua tugas-tugas ini
dan tugas-tugas lain yang tidak
disebut di sini harus mereka
laksanakan dengan giat, itu adalah
tanggungajawab mereka, itu adalah
tagihan (charge) buat mereka.
Hal-hal itu juga yang saya sampaikan
kepada para pemimpin dalam
perjalanan perkunjungan saya baru-
baru ini. Dengan mengutip panggilan
Tuhan kepada Yesaya (Yesaya 6:8)
dan kata-kata Mordekai kepada Ester
(Ester 4:14), saya mengingatkan para
pemimpin untuk tidak berbangga
hanya karena sudah berhasil
mengutus para penginjil, juga tidak
berbangga dengan hasil-hasil yang
dicapai oleh para penginjil di garis
depan lalu melaporkannya sebagai
16
keberhasilan-keberhasilan lembaga
mereka, padahal mereka hanya duduk
ongkang-ongkang di kantor, ngobrol
ngalor-ngidul dan menghabiskan
waktu di internet dan facebook
dsbnya, tetapi tidak melakukan tugas
pelyaanan selaku lembaga pengutus.
Saya mengingatkan bahwa ada dua
lagu yang sering dinyanyikan oleh
para pemimpin di lembaga-lembaga
seperti itu yakni: (1) Tidak ada waktu,
dan (2) Tidak ada uang. Apabila para
pemimpin membubuhkan
tandatangan dalam Surat Tugas
kepada para penginjil untuk pergi ke
garis depan, maka kedua lagu itu
tidak boleh mereka nyanyikan.
Mereka sudah harus menjawab “ya”
pada pangglan Tuhan untuk
melakukan pengutusan pekabar Injil,
karena itu mereka harus melakukan
tugas yang diamanatkan kepada
mereka (ya seperti yang anda fahami
dari Roma 10:13-17 dan juga dari
Yakobus 2:15-16, walaupun bagian
Alkitab ini secara kontekstual dipakai
sebagai ilustrasi bagi pentingnya
perbuatan iman).
Saya menyerukan kepada para
pemimpin dan kita semua dapat
menyerukan kepada mereka, apabila
mereka tidak melakukan tugas yang
diemban oleh jabatan yang mereka
duduki, maka mereka harus mundur,
supaya memberi kesempatan kepada
orang lain yang benar-benar
menjawab “ya” terhadap panggilan
Tuhan. Tuhan akan memakai orang-
orang yang benar-benar bertekad
untuk melakukan amanat Tuhan
sesuai dengan tanggungjawab
(tagihan atau charge) buat mereka.
Kalau orang-orang yang duduk
sebagai pemimpin di lemabga-
lembaga pengutus tetap duduk di situ
tanpa melakukan tugas atau tagihan
buat mereka (mereka tidak
menunaikan tugas pelayanan), maka
mereka akan menjadi penghalang bagi
pekerjaan Tuhan. Padahal kalau
memang mereka tidak mau bekerja,
Tuhan tidak akan habis akal, Tuhan
akan bertindak tetapi tidak melalui
mereka, persis seperti yang dikatakan
Mordekai kepada Ester, “… sekalipun
engkau pada saat ini berdiam diri saja,
bagi orang Yahudi akan timbul juga
pertolongan dan kelepasan dari pihak
lain ….”
Pda pihak lain, kalau sudah berbicara
mengenai tanggungjawab
organisatoris, maka tentu saja para
penginjil harus selalu mengirimkan
laporan kepada lembaga pengutus,
apalagi kalau mereka memang
mengirimkan supply berupa bahan-
bahan penginjilan dan uang untuk
menanggung biaya hidup di ladang-
ladang dan membantu
pengembangan jemaat baru, itu
namanya accountability. Laporan-
laporan itu dibuat secara berkala
sesuai dengan aturan yang berlaku,
dan di sela-selanya para penginjil
dapat menerbitkan Surat Doa yang
tujuannya bukan untuk mendapatkan
uang, tetapi untuk meminta bantuan
doa. Tentu dalam laporan atau pokok-
pokok doa dapat diselipkan daftar
kebutuhan serta hambatan-hambatan
yang dihadapi, tetapi bukanlah tujuan
para penginjil mengirimkan laporan
dan Surat Doa untuk mendapatkan
uang. Para pemimpin di lembaga
pengutus harus tahu tugas kewajiban
mereka, tanpa menunggu para
ututsan Injil memintanya.
Doa yang tekun adalah satu-satunya
modal bagi anak Tuhan untuk
meminta sesuatu dari Tuhan melalui
jalur-jalur yang dipilih-Nya apakah
melalui lembaga pengutus, melalui
donor lewat lembaga pengutus, atau
melalui donor secara langsung.
Memang di abad modern ini ada jalan
pintas bagi pihak-pihak yang
membutuhkan bantuan keuangan
(apakah mereka itu adalah para
pemimpin yang berkedudukan di
kantor-kantor Badan Misi atau
Sinode Gereja, apakah mereka adalah
para pengembang program yang
melayani di dalam kepanitiaan atau
komisi-komisi antara (di antara ladang
dan lembaga pengutus), ataukah
mereka itu adalah para penginjil
secara perorangan yang bertugas di
garis depan. Jalan pintas itu ialah
“SMS”, asal saja sudah ada nomor
HP dari donor (baru ataupun lama),
rasanya sudah bereslah, paling
kurang kebutuhan keuangan sudah
terkomunikasikan dengan cepat dan
harap-harap donasi pun akan tiba
dengan cepat. Padahal modal utama
bagi pelayan Tuhan untuk memenuhi
kebutuhannya dan kebutuhan
pelayanan di daerah pelayanannya
ialah berlutut dan berdoa kepada
Tuhan yang empunya ladang, itu
akan makan waktu berhari-hari,
berminggu-minggu mungkin juga
berbulan-bulan.
Sayang sekali cara yang sangat hakiki
dalam pelayanan Injil ini (yaitu
bergumul dalam doa) sepertinya
sudah di-bypass dengan SMS.
Syukur-syukur kalau sebelum
mengirim SMS, pihak yang meminta
17
bantuan sempat mendoakan pihak
donor, mendoakan kehidupan orang
itu dan keluarganya (termasuk anak-
anaknya, kalau dia berkeluarga dan
mempunyai anak atau anak-anak),
mendoakan kesehatan mereka,
sumber nafkah mereka, dan
pelayanan mereka. Syukur-syukur
kalau SMS yang dikirim itu bukanlah
berfungsi sebagai jalan pintas untuk
mem-bypass doa yang tekun.
Dalam beberapa kesempatan saya
mengingatkan bahwa dalam
hubungan kebutuhan hidup dan
pelayanan, atau lebih khusus lagi,
berhubungan dengan uang, para
pelayan Injil harus bermodalkan
dengkul (benaran), maksudnya harus
sering menggunakan lutut dalam
pergumulan doa yang sungguh untuk
berserah dan bergantung
sepenuhnya kepada Tuhan Yesus
Kristus. Mengirim surat, e-mail, fax
ataupun SMS semuanya hanyalah
sebagai alat yang kiranya dipakai
Tuhan untuk berkomunikasi dengan
para donor, tetapi doa yang tekun
tidak boleh diganti dengan semua
kecanggihan komunikasi yang
tersedia.
Di salah satu Jemaat baru di Sulawesi
Selatan, saya diberitahu oleh
penginjil yang melayani di situ bahwa
mereka membutuhkan uang 60 juta
rupiah untuk membeli sebidang tanah
yang akan dipakai guna membangun
tempat ibadah di ladang baru. Saya
katakan, “terus berdoa, gumuli itu
dalam doa yang sungguh, ambil
waktu untuk berlutut dan meminta
rahmat Tuhan, minta jemaat untuk
membantu, jangan pandang enteng
terhadap bantuan-bantuan yang
18
jumlahnya kecil, karena mungkin
sekali persembahan yang berjumlah
sedikit itu justru di hadapan Tuhan
nilainya lebih besar daripada semua
persembahan yang masuk (ingat
kisah persembahan seorang janda
yang dilihat oleh Tuhan Yesus).”
Berikut, saya katakan kepada pihak
Panitia untuk mendaftar 60 orang
yang diperkirakan dapat memberi satu
juta rupiah tiap orang, dan setelah
daftar itu sudah dibuat, ambil waktu
untuk mendoakan mereka satu
persatu, jangan dulu berdoa minta
uang, tetapi berdoalah supaya anak-
anak Tuhan di dalam daftar itu
diberkati oleh Tuhan, keluarga mereka
diberkati, anak-anak mereka diberkati,
pekerjaan-pekerjaan mereka dan
usaha-usaha mereka diberkati, dan
pelayanan mereka juga diberkati. Itu
memerlukan waktu berhari-hari
sampai berminggu-minggu, mungkin
juga berbulan-bulan. Setelah jemaat
berdoa untuk mereka terus-menerus,
baru dikirimkan pemberitahuan dalam
bentuk Surat Doa mengenai
kebutuhan untuk membeli tanah
(dengan mencantumkan secara jelas
ukuran tanah, lokasinya, dan harga
totalnya). Jangan minta uang,
mintalah mereka berdoa untuk
kebutuhan itu. Kalau mau lebih
bersabar sedikit, janganlah
mencantumkan nomor rekening
Panitia, cukup memberikan alamat
atau nomor telpon salah seorang dari
panitia sebagai contact person.
Setelah surat doa itu diedarkan
kepada 60 orang yang ada di dalam
daftar, mungkin di antara mereka
sudah ada yang tergerak untuk
memberi, dan pihak bersangkutan
akan mengontak nomor telpon yang
disediakan dan akan bertanya
bagaimana caranya memberi dana
untuk pembelian tanah itu. Apabila
setelah beberapa waktu berselang
dan ternyata belum ada atau hanya
beberapa orang yang menanggapi,
boleh juga dikirimi update (Surat Doa
berikut yang membertitahukan
keadaan terbaru, misalnya disebutkan
pertambahan dana pembelian tanah
sejak pengiriman surat Doa yang
pertama). Sementara itu, pihak Panitia
terus bergumul dalam doa, dan
mungkin harus menambah nama-
nama baru yang perlu dikirimi Surat
Doa. Jangan langsung mengirimi
mereka dengan Surat Doa, ambillah
waktu untuk mendoakan mereka satu
persatu lebh dahulu seperti pada
langkah pertama itu. Berimanlah, dan
tunggulah Tuhan bekerja, jangan
kecepatan, jangan pula kelambatan,
waktu Tuhan itu selalu indah. Dalam
beberapa kesempatan (termasuk di
Makassar) baru-baru ini, saya
berkhotbah tentang topik mengenai
penggunaan.
Cara seperti ini sangat halus dan
lebih menunjukkan sikap beriman
daripada menjadi peminta-minta.
Ingat bahwa pekerjaan yang anda-
anda emban itu bukalah pekerjaan
anda-anda tetapi adalah pekerjaan
Tuhan yang dipercayakan untuk
anda laksanakan. Karena ini adalah
pekerjaan Tuhan, lakukanlah dengan
cara Tuhan (cara yang sesuai dengan
perintah dan kehendak Tuhan), pasti
Tuhan akan menyediakan dananya.
Jadi, perhatikan, dalam jawaban
pertanyaan ini sepertinya saya
berbicara banyak tentang lembaga
pengutus dan hubungan antara
penginjil di garis depan dan lembaga
pengutus. Dengan kata lain, ya, saya
melihat signifikansi peran lembaga
pengutus dalam proses penjemaatan,
tetapi ini saya lakukan karena
menjawab pertanyaan khusus
mengenai hal itu. Dalam ceramah
baru-baru ini saya tidak memberi
penekanan kecuali ketika saya
menjawab pertanyaan serupa dengan
pertanyaan yang anda ajukan di atas.
Questions:
I was discussing Psalm 22 with the
director of my Bible school. In verse
1, it reads, “My God, my God why
hast thou forsaken me?” Of course,
this passage was fulfilled when Jesus
cried it out from the cross (Matt.
27:46; Mark 15:34). I asked the
director what these words really
mean. At first, he said, “You see, even
the Lord Jesus asked God, how much
more do I?”
So our discussion went on and I
asked another question: whether God
can die. I quoted from 2 Cor. 5:19
which said, “God was in Christ
reconciling the world unto Him.” In
his explanation, he said that all in
Christ is only the will of God. But
something struck my mind when he
said that the divine nature of Christ
was left in heaven when he took the
form of a servant. I could not believe
it, even Philippians 2:7, a passage
19
that teaches about “kenosis” does
not say that Jesus did leave His
divine nature. It does say, “but [He]
emptied Himself” and the following
verses explain what this phrase really
means.
The director argued that Jesus was
merely human when he took the form
of a servant because, in his thought,
when the Bible commanded us to
follow His example, especially in
suffering and temptation, we will
have an excuse when we fail. We may
say, “Jesus had the divine nature
which made it impossible for Him to
sin, but we are not so, we are merely
human.” He does believe that Jesus
is God, even now, but in His
incarnation, He was merely human.
How would you respond to the
director’s belief about Jesus being
merely human in His incarnation?
Also, please explain to me the
meaning of the statement (or
question) in Psalm 22:1.
The Philippines
Answers:
One of the principles in studying the
Bible is that, “When the Bible does
not say anything about one thing; we
should not say anything about it
either. To put it in another way of
saying, “When the Bible is silent, we
should be silent too.” The Bible does
not say that Jesus left His divine
nature (His deity) when He came to
20
the earth in His incarnation, even the
opposite is true as Bible passages
clearly show us. From the Old
Testament prophecies down to the
pages of the New Testament back to
back give proofs to the divine nature
of Christ along with His human
nature in His incarnation.
One may infer from those Bible
passages such as Psalm 22:1 and Phil.
2:7, which seem to support such idea
that Jesus left His divine nature in
His incarnation, hence He was merely
human, but other passages will argue
against it. Even one of the sayings
from the cross which fulfilled Psalm
22:1 could not support such
inference. When Jesus said, “My
God, my God why hast Thou
forsaken me,” He was in the position
of bearing our sins. That position
was ours, but He died in our place. It
was our agony that He cried out to
the Father. It was our sin that
separated us from God; it was our
transgression that made Him turned
away His face from us (Isaiah 59:2).
So, this is my answer to your query
of Psalm 22:1.
He took our place, He made Himself a
sinner though He was not, and He
died in our place. It is known as the
substitutionary death of Christ. I
would not elaborate much because I
have written about it in PESAN (“Arti
Kata Anti dalam Markus 10:45”). It is
also recommended that you read
Isaiah 53:4-5.
So, Psalm 22:1 does not support the
idea of Jesus was merely human in
His incarnation. On the other hand,
this passage cannot be used to
support the teaching that God in
Jesus died when Jesus died on the
cross of Calvary. I have also
answered similar question in an
edition of PESAN.
There is a group of theologians and
Bible scholars, who teach the so
called Theory of Kenosis, but this
theory has been long recognized as
unbiblical, it is against the sound
doctrine believed by the church
fathers and, of course, it is against
the Bible. Theory of Kenosis teaches
that Jesus, the second Person of the
Godhead, in His incarnation, laid
aside His divine nature and became a
man. The word “kenosis” is found as
a main verb (ekenosen from kenoo) in
Philippians 2:7. It says, “But [Jesus]
emptied Himself, taking the form of a
bond-servant, and being made in the
likeness of men.” This theory goes
on to say that Jesus emptied Himself
from all His divine nature, and
therefore He was merely human.
Again, this conclusion from
Philippians 2:7 was wrong. Jesus did
not take off His divine nature as
though it was a clothe or a military
emblem, He simply did not exercise all
His power as God (He did in many
occasions demonstrate His divine
power, but most of the time He
appeared to be weak (or meek, to say
it more precisely) just like other
human beings, except that He did not
commit any sin. He could, if He
would, come out strong and powerful
all the times, but for the sake of His
mission (in conformity with His
Father’s will), He emptied Himself
and, in obedience, He died for our
sins.
There are some variations of this
Theory of Kenosis; however,
because there is no clear passage to
support such a theory, the only way
to get around is by speculating.
People could come out with many
kinds of speculations, one of them:
“If Jesus continued to be God (deity)
in His incarnation, there is an excuse
for us, His followers, to fall in sin.
Since Jesus is God, by nature, He was
able to resist temptation and
therefore He did not fall.” This is a
wrong speculation because the
commandment to us to resist
temptation and not to commit sin was
not based upon our own ability,
which by nature is human, but upon
Christ (which by nature is divine). It
is in His power that works in us, we
may rely upon, just trust in Him and
surrender your life to Him and you’ll
be shouting in victory just like Paul
did (Phil. 4:13; 1 Cor. 15:57). So, there
is no excuse for us. Next question
would be, “why then we fall even
though we do have Christ in our
lives?” This would be the job of your
director to answer, “you see, Christ
would never fall into sin, but we do.”
Keep on studying and doing a good
job for the praise of Christ’s glory.
God bless you.
888
21

POSTMODERN Oleh, Cathie Ward
Pendahuluan
Friedrich Wilhelm Nietzche
(1844-1900) seorang pioneer yang
menentang rasionalitas, moralitas
tradisional, objektivitas dan pemi-
kiran-pemikiran Kristen pada
umumnya, berkata bahwa “ Ada
banyak macam mata. Bahkan
Spinx juga memilki mata; dan oleh
sebab itu ada banyak kebenaran,
makanya tidak ada kebenaran.”
Pandangan Nietzche seolah
menjadi semakin jelas ketika C.S
Lewis mengeluarkan statement
yang hampir serupa “ My good is
my good and your good is your
good.” Pada intinya menekankan
sama sekali tidak ada standar yang
absolute tentang benar dan salah
di jaman sekarang ini, inilah jaman
yang dikenal dengan postmodern.
Niestche dan Lewis memang
bukan pelopor dari postmodernisme,
namun pemikiran mereka seper-
tinya menjadi sumber lahirnya
22
SANA-SINI
pandangan ini. Sebab postmo-
dernisme mendukung pandangan
relativisme yang telah ada sebe-
lumnya. Pandangan mereka adalah
cikal bakal lahirnya era baru dalam
sejarah dunia.
Frase “postmodern” pertama
kali hadir dalam kamus para
cendikiawan diperkenalkan oleh
Jean-François Lyotard dengan
artikel La Condition Postmoderne di
1979. Menurut Lyotard, manusia
sedang berkembang pada sebuah
“permainan kata” yang baru, salah
satunya adalah tidak bisa lagi
menyatakan kebanaran yang
mutlak tapi lebih kepada sebuah
perayaan dunia yang besar yaitu
mengubah hubungan (antara ma-
nusia dengan manusia dan manusia
dengan dunia).
Seorang pencetus teori dari
Perancis Jean Baudrillard (1929–
2007, salah satu dari figure kaum
intelektual di abad ini, bekerja
mengkombinasikan filosofi, teori
social, keistimewaan budaya.
Baudrillard dikenal sebagai maha-
guru dari teori postmodern Perancis,
meskipun ia juga dikenal sebagai
pemikir yang mengkombinasikan
teori social dan filsafat dalam cara
yang asli dan provokatif. Dan juga
seorang penulis yang mengem-
bangkan gaya dan bentuk dari
tulisan-tulisannya. Salah satunya
karya Baudrillard adalah ketika ia
memperkenalkan sebuah versi
aristrokat Niestzche, yaitu “master
morality” di mana “superioritas”
individu adalah ketika individu
secara berlebihan dan intensifikasi
menciptakan nilai dan pengertian
mereka sendiri tentang sesuatu.
Steven Best and Douglas
Kellner dalam buku mereka
Postmodern Theory menyebut
generasi mereka sebagai pelopor
dalam teori dan politik, orang-orang
yang lebih radikal daripada yang
redikal dan lebih baru daripada yang
baru. Generasi hyperradical dan
hypernew. Jürgen Habermas,
seorang tokoh postmodern juga
mengatakan bahwa generasi post-
modern adalah pergeseran untuk
melengkapi modernis yang lebih
dari sekedar tranformasi diri.
Bagi generasi postmodern,
kebenaran itu adalah relative. Tidak
ada kebenaran absolute dalam
agama bahkan dalam kitab suci
apapun, yang ada hanyalah kebe-
naran relative, kebenaran menurut
masing-masing orang, sehingga
manusialah yang menjadi penentu
kebenaran dan bukan Tuhan. Ini
adalah fakta yang sedang terjadi di
dunia ini. Manusia melakukan apa
yang menurut mereka benar.
Gereja saat ini tengah dilanda
oleh persoalan yang serupa. Sadar
atau tidak jemaat yang ada dalam
gereja adalah orang-orang yang
hidup dalam era postmodern, yang
tentu saja mempengaruhi konsep
berpikir mereka. Padahal gereja
memiliki kebenaran yang pasti, yang
absolute dan murni, sangat bertolak
belakang dengan pandangan gene-
rasi postmodern. Di satu pihak
gereja perlu konsisten terhadap
kebenaran yang absolute yang
bersumber dari Alkitab, tapi di pihak
lain gereja harus menggunakan
metode dan cara yang tepat untuk
menghadapi generasi postmodern
tapi juga di lain pihak tidak boleh
ikut terpengaruh dengan cara
generasi postmodern.
Jika dalam masa modern ma-
nusia mengingkari agama karena
pengaruh rasionalitas maka pada
zaman postmodern ini manusia
mengingkari agama karena pe-
ngaruh irasionalitas.
Pengertian Kata Postmodern
Secara etimologis, “Post-
modern” dari kata post modern
(post-modern) adalah sebuah kata
sifat. Dalam bentuk yang lain
postmodernism (kata benda),
postmodernist (kata sifat) (kata
benda). Pada awalnya berhubungan
dengan seni dan arsitektur. Tapi
kemudian berkembang menjadi
reaksi yang berhubungan dengan
23
literatur-literatur yang melawan
prinsip era modern yang kembali
memperkenalkan elemen klasik
tradisional.
Kata “postmodern“ sendiri sulit
untuk dimengerti secara tepat. Asal
kata “postmodern” adalah dari kata
“modern” yang berarti “terbaru,
barusan, mutakhir.” Sedangkan kata
“post (pasca)” berarti “sesudah.”
Jadi secara harafiah sesungguhnya
pengertian postmodern mengan-
dung makna sesuatu yang bukan
modern lagi.
Postmodernisme adalah wa-
cana kesadaran yang memper-
tanyakan kembali batas-batas,
implikasi dan realisasi asumsi-
asumsi modernisme yang ditandai
dengan kejayaan kapitalisme,
penyebaran informasi dan teknologi
secara massal dan besar-besaran,
meledaknya konsumerisme, la-
hirnya realitas semu dan simulasi
serta tumbangnya nilai guna dan
nilai tukar oleh nilai tanda dan nilai
simbol.
Seperti yang telah dikatakan
sebelumnya bahwa frase “post-
modern” pertama kali hadir dalam
kamus para cendikiawan diper-
kenalkan oleh Jean-François
Lyotard dengan artikel La Condition
Postmoderne pada tahun 1979.
Postmodernism disebut post
karena ia menyangkal eksistensi
prinsip-prinsip pokok serta me-
nentang segala macam karakter
pemikiran modern. Postmodern
adalah sebuah grakan yang dila-
kukan oleh mereka yang sedang
24
mencari pengertian yang berbeda
dalam menghindari kritik klasik dari
pendangan modern, jadi post-
modern adalah sebuah bentuk
reaksi yang menentang pandangan
modern.
Postmodernisme merupakan
gerakan pemikiran, seni, sosial,
agama dan budaya yang menjadi
titik balik dari modernisme. Jika
peradaban modern dibangun atas
narasi-narasi besar (Grand naratif)
ex emiprisme, komunisme,
fasisme, logos, spirit dll. Peradaban
tersebut dibangun berdasarkan
klaim-klaim universalitas, rasio-
nalitas, sentralisme, ketunggalan
yang terstruktur kuat dalam oposisi
biner (Binary opposition) yakni
benar/salah, baik/buruk, kaya/
miskin, moral/amoral. Sedangkan
postmodernisme menolak segala
bentuk grand narasi yang menjadi
tumpuan peradaban modernisme.
Posmo mengembangkan antifon-
dational, antiidiologi, antiunver-
salisme, antiteori, antikemutlakan
anti sentralisme, antiepistemologi,
antistructur dan antirasionalis.
Dewasa ini semangat berpikir
scientific manusia , yang notabene
sangat bergantung pada keyakinan
akan keunggulan rasionalisme ala
pencerahan (enlightmen), semakin
lama semakin menurun, ini dipe-
ngaruhi oleh filsafat postmodern.
Gereja terjebak dalam situasi ini,
karena di satu pihak postmodern
bukanlah susuatu yang salah
namun di pihak lain ajaran dan
pandangan mereka bisa merusak
pola pikir jemaat yang ada di gereja.
Alasan Munculnya Postmodern
Kegagalan para teolog pada
abad pertengahan melahirkan abad
pencerahan. Penekanan kepada
iman yang berkelebihan akan terjadi
pemberontakan akal budi.
Kepercayaan manusia kepada akal
budi dan kemampuan akal budi
menjadi tolok ukur manusia akan
menjadikan dirinya Tuhan.
Postmodernisme yang muncul
pada abad 20 M merupakan sebuah
reaksi kritis dan reflektif terhadap
paradigma modernisme yang dipan-
dang gagal menuntaskan proyek
pencerahan dan menyebabkan
munculnya sebagai patologi moder-
nitas. Sasaran dari munculnya
postmodernisme dapat dikatakan
untuk menggugat watak moder-
nisme yang monoton. Postivistik,
rasionalistik dan teknosentris.
Sementara postmodern sendiri
menawarkan watak yang bertolak
belakang dari era pendahulunya
yakni menekankan emosi daripada
rasio, media daripada isi, tanda dan
makan, kemajemukan daripada
penunggalan, kemungkinan dari-
pada kepastian, permainan daripada
keseriusan, ketebukaan daripada
pemusatan, lokal daripada uni-
versal, fiksi daripada fakta, estetika
daripada etika dan narasi daripada
teori. Cara berpikir dan cara pan-
dang yang seperti ini menjadi hal
yang harus diwaspadai oleh gereja.
Budaya Dalam Postmodern
Tulisan-tulisan Lyotard lebih
menberikan penekanan pada peru-
bahan kultur manusia yang secari
partikular telah meninggalkan era
modern memasuki postmodern. Ia
berkata bahwa dalam era post-
modern metanarrative tidak lagi
memiliki kekuasaan untuk menen-
tukan kebenaran. Lyotard berkata
bahwa era postmodern adalah
pengembangan dari sebuah “per-
mainan kata”- bukan lagi membuat
pernyataan kebenaran yang mutlak
tapi lebih dari itu yaitu mengubah
hubungan antara orang dengan
orang dan dunia. Menurut Jean
Baudrillard kebudayaan dalam era
postmodern didominsai oleh dua
hal, yakni Nilai Tanda dan Nilai
Simbol juga simulacra dan simulasi.
Nilai Tanda dan Nilai Simbol
Pada era kapitalisme awal,
produksi menjadi faktor dominan
yang membentuk pasar kapitalisme
kompetetif maka dalam era kapi-
talisme lanjut, konsumsi adalah
determinan pasar kapitalisme yang
juga berubah semakin bersifat
monopoli. Upaya yang ditujukan
pada penciptaan dan peningkatan
kapasitas konsumsi dilakukan
melalui pemassalan produk, dife-
rensiasi produk dan manajemen
pemasaran. Makanya, iklan, pa-
meran teknologi, kemasan media
massa dan shopping mall meru-
pakan ujung tomabk strategi era
konsumsi. Inilah awal lahirnya
25
masyarakat konsumer yang selalu
berhasrat untuk mengkonsumsi.
Dalam masyarakat konsumen,
objek-objek konsumsi berupa
komoditi tidak lagi memilki manfaat
(nilai guna) dan harga (nilai tukar)
seperti yang dikatakan Karl Marx,
namun kini menjadi penandaan
status, prestise dan kehormatan
(nilai tanda dan nilai simbol).
Pergeseran nilai terjadi seiiring
dengan perubahan karakter ma-
syarakat postmodern.
Bagi masyarakat konsumer,
konsumsi sebagai sistem pemak-
naan, tidak lagi diatur oleh faktor
kebutuhan atau hasrat untuk men-
dapatkan kehormatan, prestise,
status dan identitas melalui sebuah
mekanisme penandaan. Makanya,
masyarakat konsumer yang sedang
berkembang saat ini adalah individu
yang menerima identitas mereka
dalam hubungannya dengan orang
lain bukan dari siapa dan apa yang
dilakukannya namun dari tanda dan
makna yang mereka konsumsi,
miliki dan tampilkan dalam interaksi
sosial, sehingga ada satu prinsip
masyarakat bahwa tanda adalah
cermin aktualisasi diri dari individu
yang paling meyakinkan.
Menurut Karl Marx bahwa nilai
guna adalah nilai yang secara
alamiah terdapat dalam setiap
objek dan berdasarkan manfaatnya
setiap objek itu dinilai sesuai
dengan kegunaannya bagi kepen-
tingan manusia. Sedangkan nilai
tukar adalah nilai yang diberikan
kepada objek-objek produksi ber-
26
dasarkan ukuran nilai gunanya,
makanya setiap objek komoditi
memiliki kedua nilai dasar tersebut.
Di era kapitalis awal, uang
sebagai sarana tukar pemenuhan
kebutuhan, sedangkan dalam era
kapitalise lanjut, uang telah menjasi
tujuan akhir dengan komoditi
sebagai sarananya sehingga nilai
tukar menjadi lebih penting dari nilai
guna dan komoditi diciptakan bukan
untuk nilai gunanya lagi tapi nilai
tukarnya yaitu berupa uang, ma-
kanya uang telah menjadi bahasa
baru yang membentuk dan memberi
makna realitas bahkan dengan uang
maka setiap orang dapat membeli
dan memilki berbagai kwalitas hidup
manusia yang diinginkannya sesuai
dengan budaya moral keinginannya.
Siapakah saya dan apa ke-
ahlian saya tidaklah ditentukan oleh
individualitas saya. Sekalipun saya
bertampang jelek (bahkan bersikap
jelek) namun saya bisa menjadi
cantik atau tampan karena saya
bisa membeli wanita cantik / pria
tampan yang saya inginkan. Efek
kejelekan sebagai faktor determian
telah dihapuskan oleh uang. Maka,
disinilah manusia telah berubah
menjadi benda (uang) yang akan
menggantikan kebenaran dengan
kekuasaan manusia.
Faktor yang ditunjukan oleh
benda (uang) adalah komoditi
tontonan (commodity of spectacle)
yang menghasilkan masyarakat
tontonan pula (society spectacle).
Masyarakat tontonan adalah ma-
syarakat yang hampir di segala
bidang aspek kehidupannya dipe-
nuhi oleh berbagai bentuk tontonan
dan menjadi kaumnya, sebagai
rujukan nilai dan tujuan hidup. Jadi,
jelas tontonan telah memanipulasi
dan mengeksploitasi nilai guna dan
kebutuhan manusia sebagai sarana
untuk memperbesar keuntungan
sepihak dan mengontrol ideologis
atas manusia.
Masyarakat tontonan bisa
terjadi dalam kebudayaan, pen-
didikan, olahraga, politik bahkan juga
agama yang di kemas sebagai
tontonan publik semata. Dewasa ini
dengan banyaknya gedung gereja
yang dibangun dengan semewah-
mewahnya bahkan ada yang ber-
usaha berlomba-lomba membangun
gedung gereja terbesar dn termewah
tanpa memperhatikan nilai gunanya
namun hanya sekedar melihat nilai
tontonannya.
Begitulah, kelahiran nilai dan
selanjutnya diikuti oleh simbol.
Dalam aktivitas konsumsi yang
dibutuhkan masyarakat pada da-
sarnya bukan hanya dilakukan
karena alasan kebutuhan, namun
lebih pada alasan simbolis, kehor-
matan, status da prestise. Objek
komoditi diberi karena makna
simbolis yang ada di dalamnya dan
bukan karena harga atas man-
faatnya. Misalnya ada banyak orang
akhir-akhir ini datang ke gereja
bukan lagi mencari manfaat teologi
dan doktrin yang menjadi fokus
ibadah tapi kemewahan gedung,
fasilitas, alat musik, bahkan yang
lebih fatal ingin mencari prestise
sebagai majelis dan tak jarang
sebagai simbol untuk berberdagang
dan mencari keuntungan di dalam
gereja.
Simulacra dan Simulasi
Simulasi dalam Kamus Bahasa
Indonesia memberi arti yaitu suatu
metode yang memperagakan se-
suatu dalam bentuk tiruan yang
mirip dengan keadaan yang se-
benarnya.
Dalam perkembangan zaman
ilmu dan teknologi maka berubah
pula arah angin peradaban. Ketika
media elketronika televisi dite-
mukan, maka dalam sekejap terjadi
sebuah revolusi kesadaran tentang
dunia yang mengecil. Dimensi ruang
lipat dalam sebuah kotak layar
kaca. Dunia inilah yang meng-
gantikan peran komoditi tradisional
Marx. Di dalam layar kaca televisi,
segala sesuatu, berita politik, film,
telenovela, opera sabun, bencana
alam, acara keagamaan dikemas
dalam kerangka tontonan meng-
hibur. Tak ada lagi kekhusukan,
kekudusan dan kerinduan terhadap
makna luhur.
Dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang
dahsyat, menurut Baudrillard, tidak
hanya nilai-nilai sublim dan luhur
yang menghilang tapi juga bahkan
relitas itu sendiri. Realitas kini
dapat dibuat, direkayasa dan di
simulasi. Dalam realitas simulasi ini
semua bercampur baur. Realitas
buatan adalah ciri zaman ini, zaman
tengah menjelangnya era sebuah
27
era kebudayaan baru yang disebut
dengan kebudayaan postmodern
yang ditandai dengan logika si-
mulasi.
Menurut William F. Fore bahwa
teknologi menentukan masyarakat.
Teknologi adalah kemajuan yang
tidak dapat dihindari. Ia tidak dapat
dihentikan dan tidak peduli dengan
implikasi-implikasi manusiawinya.
Jadi teknologi menggunakan rea-
litas yang berada di luar pengaruh
manusiawi. Masyarakat tidak
memutuskan bagaimana masya-
rakat akan digunakan.
Dalam era postmodern, prinsip
simulasi menjadi panglima, dimana
teknologi, informasi, komunikasi
dan industri pengetahuan meng-
gantikan prinsip produksi sementara
permainan tanda dan citra men-
dominasi hampir seluruh proses
komunikasi manusia. Makanya
dalam masyarakat simulasi, segala
sesuatu ditentukan oleh relasi,
tanda, citra dan kode.
Dalam wacana simulasi ma-
nusia mendiami suatu ruang rea-
litas, dimana perbedaan antara yang
nyata dan fantasi, yang asli dan
yang palsu sangat sulit keli-
hatannya. Manusia kini hidup dalam
ruang khayal yang nyata, sebuah
fiksi yang aktual. Realitas-realitas
simulasi menjadi ruang kehidupan
dimana manusia mengaktualisa-
sikan eksistensi dirinya. Dengan
televisi,realitas tidak hanya di-
produksi bahkan juga dimanipulasi.
Realitas simulasi membentuk
sebuah kesadaran baru bagi
28
masyarakat dewasa ini. Dalam
realitas sperti ini manusia tidak lebih
dari sekumpulan massa mayoritas
yang diam, yang menerima segala
sesuatu yang diberikan padanya.
Dalam dunia simulasi identitas
seseorang tidak ditentukan oleh dan
dari dalam dirinya sendiri. Identitas
itu ditentukan oleh konstruksi tanda,
citra dan kode yang membentuk
cermin bagaimana seorang individu
memahami diri mereka dan hu-
bungannya dengan orang lain dan
juga kode dan model-model ini
menentukan bagaimana seseorang
harus bertindak dan memahami
lingkungannya.
Hal ini nyata sekali ketika
beberapa tahun yang lalu muncul
novel karangan Dan Brown “The Da
Vinci Code” yang sempat meng-
guncang dunia kekristenan. Karena
novel fiksi ini seolah memaparkan
fakta, sehingga banyak sekali orang
yang percaya dengan “kebenaran-
kebenaran” fiktif dari novel itu, yang
pada akhirnya merekapun mulai
meragukan apa yang sedang me-
reka yakini.
Bahaya-Bahaya Dalam
Pengaruh Postmodernisme
Terhadap Kekristenan
Beberapa bahaya postmodern
yang sangat berpengaruh dalam
kekeristenan antara lain:
1. Pemikiran postmodernisme
yang mengatakan semua
relatif dan tidak ada yang
mutlak.
 Sebenarnya hal ini
bukanlah sesuatu hal yang
baru, dalam Alkitab sendiri
dalam Hakim-hakim 17:6 dan
21:25 kita temukan hal yang
sama , ketika tidak ada raja
pada zaman itu mereka berbuat
apa yang benar menurut
pandangan mereka sendiri.
Salah satu gerakan zaman
baru yaitu postmodernisme,
sekalipun hadir dalam beragam
bentuk tetapi disatukan dengan
satu tema bahwa dunia ini tidak
ada kebenaran yang mutlak, diri
sendiri adalah allah, seluruh
alam semesta adalah ilusi dan
kebenaran adalah relatif. Hal ini
sejajar denngan apa yang
dikatakan Nietzsche bahwa
kebenaran bukan muncul dari
apa yang kita lihat tapi dari apa
yang kita ciptakan dan kenaka
atas apa yang ada sebelumnya.
Di samping itu di dunia
postmodern tidak ada
seorangpun yang dapat
mengklaim kebenaran yang
paling benar. Semua kebenaran
masing-masing pribadi adalah
kebenaran yang sah. Tidak
seorangpun memilki hak untuk
melaksanakan kebenarannya
kepada orang lain. Tak ada lagi
standar untuk menentukan
benar dan salah. Satu-satunya
standar adalah diri sendiri.
Maka muncul kekerasan
spritual.
Hal ini menjadi tantangan
lagi bagi gereja. Karena gereja
memiliki otoritas tertinggi,
satandar kebenaran yang
mutlak bahkan yang menjadi
kebenaran mutlak itu sendiri
yaitu Alkitab. Jika pemikiran era
postmodern ini telah
mempengaruhi orag percaya
maka orang percaya akan
berpikir bahwa Alkitab-pun
bukan kebenaran yang mutlak.
2. Muncul Kekerasan
Spiritual atau Kekerasan
Sosial.
Hal ini muncul karena
kegagalan janji modernisme
seperti kebebasan dan
pluralisme yang justru
memunculkan keraguan,
kekaburan dan ambiguitas. Dan
kekerasan spiritual ini akhirnya
memunculkan fundaentalisme
keagamaan.
Tanpa nilai absolut yang
menjadi suatu standar acuan
tertentu dalam segala hal,
postmodernisme telah
memberikan kebebasan yang
tidak pernah ada sebelumnya
dalam sejarah dunia.
Kebebasan seperti ini mau
tidak mau telah membuka jalan
bagi relativisme dan pluralisme.
Dalam keagamaan pluralisme
telah menciptakan sebuah
‘warna baru’ bagi posoisi
kekristenan dalam dunia.
Relatif pluralisme dalam era
postmodern bersifat
individualistik, pilihan cita rasa
pribadi diagung-agungkan
29
 dengan satu motto : “Setiap
orang berhak mengeluarkan
pendapat dan dianggap benar.”
Akibatnya pluralisme dan
reativisme postmodern me-
nyempitkan lingkup kebenaran
menjadi “lokal”. Suatu keper-
cayaan dianggap benar dalam
konteks komunitas yang meya-
kininya. Makanya generasi
postmodern tidak merasa perlu
untuk membuktikan sejauh-
mana diri mereka benar dan
orang lain salah. Bagi mereke
masalah keyakinan dan keper-
cayaan adalah konteks sosial.
Jika pemikiran seperti ini
masuk dalam gereja, maka
orang percaya akan cendrung
masa bodoh dengan lingkung-
annya, bahkan secara tidak
langsung pola pikir yang sperti
ini menghambat penginjilan.
3. Timbulnya Paradigma Herme-
neutik Yang Baru
Dalam postmodern muncul
juga satu budaya yang disebut
“budaya penafsiran” yang
merupakan produk penting dari
postmodern. Hermeneutika
bukan lagi dipandang sebagai
penjelasan kebenaran teks
otoritatif, yang mereka uta-
makan di sini adalah imajinasi
dari batiniah manusia. Dengan
model ini mencetuskan satu
semangat sekularisasi di dalam
kekristenan dan membawa
kekristenan lebih kepada
30
“bersandar-pada-diri-sendiri”
(self reliance).
Hal ini menjadi tantangan
berat bagi gereja, karena khot-
bah-khotbah yang akan diba-
wakan tidak lagi seperti apa
yang Allah mau dalam hidup
orang percaya, tapi lebih kepa-
da apa yang pengkhotbah ingin
khotbahkan akibat dari penga-
ruh paradigma hermeneutic
yang baru ini.
Tantangan Postmodernisme
Terhadap Gereja
Sebagai umat Kristen dan
Gereja Tuhan kita harus bijaksana
hidup dalam era postmodern. Era
postmodern tengah mengarah pada
tiga hal yang merupakan tantangan
kekristenan di era postmodern ini,
yaitu : Nasioanalis, Ekumeni-
kalisme dan teknikalisme.
1. Nasionalis
Dalam model ini masing-
masing kelompok kecil yang
memebentuk dunia kebenaran
sendiri menunjukkan sentiment
mereka dengan mengklaim diri
mereka sendiri sebagai ilahi.
Kebudayaan dan sub kebu-
dayaan akan mengilahkan diri
sendiri. Komunitas akan mejadi
sumber nilai-nlai moral yang
berlaku hanya bagi anggota
komunitas tersebut.
Sehingga setiap kelompok
menentukan kebenaran mereka
masing-masing sebagai perwu-
judan nasionalisme mereka dan
 orang-orang yang diluar dari
hukum moral mereka akan
dianggap musuh. Sebagai-
mana seringnya pelayanan
dalam gereja kacau dan rusak
akibat umat gereja baik secara
pribadi maupun kelompok mem-
bangun kebenarannya masing-
masing tanpa mengacu pada
Kebenaran Allah yang mutlak.
Jadi, sifat postmodern ini harus
diwaspadai dan dihindari se-
hingga tidak ada umat yang
mengingkari kebenaran Allah
yang mutlak ini.
Jika hal ini sampai terjadi
dalam gereja, maka akan terjadi
banyak perpecahan di dalam
gereja akibat banyaknya kebe-
naran yang dibangun oleh
kelompok-kelompok tertentu
yang merasa diri paling benar
bersdasarkan standar eks-
pektasi mereka sendiri dan
tidak di dasarkan pada Alkitab.
2. Ekumenikalisme
Gerakan ini tengah beru-
paya untuk menyatukan semua
agama di dunia. Hal ini berarti
menghilangkan perbedaan-
perbedaan keyakinan mereka
demi menerima iman yang
sama sekali baru. Mereka ingin
merangkul semua kebudayaan
dan agama. Mereka menekan-
kan “kesatuan global” di mana
semua yang ada bergantung
pada ekosistem tunggal. Dan
dalam istilah globalisasi inilah
para oikumenis postmoder-
nisme memberikan ruang yang
terbuka bagi relativisme ke-
budayaan dan kesatuan global.
Hal ini akan sangat mem-
bahayakan bagi gereja, karena
tugas gereja di dunia ini adalah
untuk menjadikan semua bang-
sa murid Kristus, membawa
mereka pada keselamatan yang
telah disediakan Allah bagi kita.
Jika gereja mulai mendukung
ekumenikalisme maka berarti
gereja berkompromi dengan
dunia ini, hal ini bertentangan
dengan Firman Tuhan yang
berkata bahwa, jangan menjadi
serupa dengan dunia ini tapi
berubahlah oleh pembaharuan
budi (Roma 12:2).
3. Teknikalisme
Teknologi yang sedang
berkembang telah mengambil
fungsi suatu keyakinan atau
agama. Atribusi ilahi tentang
kemahatahuan dan kemaha-
kuasaan sudah dikenakan pada
teknologi.
Masyarakat postmodern
menentukan fungsi religi ke-
pada diri mereka sendiri.
Postmodernisme menurunkan
nilai teologi, moral dan misteri
manusia kepada hal-hal teknis.
Bagi mereka, Allah yang
mereka sembah tidak berbicara
tentang kebenaran, kebaikan,
kemurahan atau anugerah.
Allah mereka adalah efesiensi
ketapatan, keobjekttivisan,
begitupun konsep mereka
31
 tentang dosa dan kejahatan.
Bagi generasi ini dosa hanyalah
penyimpangan social dalam
konsep statistic mereka se-
mentara kejahatan hanyalah
“psikopatology” dalam konsep
medis. Sementara dalam
Alkitab konsep tentang dosa
dan kejahatan sangat jauh
berbeda dengan pandangan
mereka.
Dominasi Atas Kepelbagaian
dan Moralitas Keinginan
Bagi kaum postmodernisme
moralitas seperti agama adalah
suatu masalah keinginan (desire).
Apa yang saya inginkan dan apa
yang saya pilih tidak hanya benar
benar – “true” – tetapi juga tepat –
“right” – bagi saya. Makanya
kebenaran dan moralitas adalah
relatif dimana setiap orang yag
berbeda wajar memilih yang ber-
beda pula, sehingga tak seorangpun
punya hak untuk mengkritik apa
yang diinginkan dan dipilh orang
lain. Disinilah ‘toleransi’ menjadi
suatu kebaikan yang terpuji dan
tertinggi. Makanya filsafat post-
modernisme memilki dan menerima
prinsip ‘kepelbagaian kebudayaan’
yaitu bahwa setiap cara berpikir satu
kelompok tertentu adalah menya-
takan satu kebudayaan tertentu
yang harus dipertimbangkan se-
bagai hal yang baik sebagaimana
dengan kebudayaan yang lain.
Inilah yang disebut dengan dominasi
kepelbagaian. Makanya kaum
postmodernis boleh dikatakan
memilki konsep dosa “menghakimi”
32
(being judgemental) dan “pemikiran
yang sempit dan picik” (being
narrow minded) yang menganggap
hanya ia yang memilki kebenaran
dan berusaha memaksakan nilai-
nilainya kepada orang lain.
Selain konsep dosa, mereka
juga menganut konsep tanggung
jawab secara kolektif (kelompok)
dan perasaan (baik atau jahat) yang
kolektif dengan pandangan satu
warna idiologi mereka mengecilkan
nilai individu dan mengecilkan
tanggung jawab individu. Apapun
keinginan moral mereka umumnya
dilakukan secara kolektif. Kebe-
naran dan status moral mereka
tidak ditentukan oleh tindakan
seseorang melainkan oleh ke-
anggotaan seseorang dalam suatu
kelompok tertentu. Makanya umum-
nya penganut postmodernisme
mengalami dilema konsep ‘keadilan’
karena mereka menolak adanya nilai
moral yang mutlak.
Pilar utama kritik postmodern
adalah desakan atas dominasi
kepelbagaian. Penganut post-
modern menegaskan dan mencoba
merangkul perbedaan-perbedaan
yang begitu bervariasi dan meng-
herankan yang memebentuk dunia
yang mereka pahami melalui
pengalaman mereka. Sebenarnya
alasan adanya dominasi terhadap
kepelbagaian bisa digambarkan
secara sederhana yaitu suatu
pengalaman pengetahuan manusia
di saring dengan filter yang sangat
beragam dan fiter itu terikat oleh
waktu, situasional dan linguistik.
Sarat akan teori pengalaman serta
hermeneutis masing-masing.
Makanya perbedaan ini diusahakan
disatukan (wacana global) ke dalam
satu dunia baru yang diakui
bersama.
Setiap masyarakat memilki
filternya sendiri, pandangan
dunianya sendiri dan jika kita bisa
masuk ke dalam kultur tersebut kita
akan menyadari bahwa ia berfungsi
lebih efektif dan lebih memadai
daripada yang kita bayangkan
sebelumnya. Setiap filter harus
dinilai dari konteksnya dan kita
tidak bisa memakai filter filter dari
satu kultur untuk menilai kultur
yang yang lainnya.
Adapun beberapa sifat atau
cara pandang generasi postmodern
terhadap segala sesuatu disim-
pulkan oleh Edwin Karwur dalam
sebuah ceramah di “Telling STI” 7-
10 Juli 2008 adalah,sbb:
1). Generasi postmodern mem-
bentuk kebenaran mereka sendiri,
2). Generasi postmodern lebih
mengutamakan perasaan atau
pengalaman-pengalaman pribadi,
3). Generasi postmodern lebih
menekankan pada metode eks-
plorasi spiritual. 4). Generasi
postmodern tidak mengenal ba-
tasan-batasan moral, tapi ber-
pendapat bahwa moralitas adalah
sesuatu yang relativ. 5). Generasi
postmodern percaya pada banyak
allah dan allah-allah itu adalah
setara. 6). Generasi postmodern
lebih mengutamakan kelompok
daripada individu. 7). Generasi
postmodern lebih senang dengan
hal-hal yang “misteri”.
Dengan adanya fakta-fakta di
atas, maka jelas gereja memiliki
tantangan yang sangat berat di era
postmodern ini. Kita sedang ber-
hadapan dengan perubahan zaman
modern dan postmodern. Bukan
sekedar perubahan gejala, namun
perubahan cara berpikir yang
mendorong perubahan nilai ke-
hidupan. Perubahan itu meresap
dalam sendi-sendi kehidupan kita
sehari-hari. Bahkan bukan hanya
pada kita secara khusus tapi juga
menentang gereja secara umum.
Penutup
Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa era postmodern dapat mem-
bawa pengaruh buruk bagi orang
percaya dan gereja secara umum,
karena cara berpikir mereka yang
mengaburkan kebenaran mutlak
bisa membawa gereja jatuh pada
zona temporer dan akhirnya me-
ragukan kebenaran yang ada dalam
Alkitab sebagai Firman Allah yang
adalah kebenaran mutlak itu sendiri
dan memiliki otoritas dalam kehi-
dupan orang percaya.
Kebanyakan cara berpikir orang
postmodern sangat bertentangan
dengan cara berpikir orang Kristen,
namun gereja hidup di tengah-
tengah komunitas postmodern
karena itu gereja harus menam-
pakkan gaya hidup yang berbeda
dari generasi postmodern dan tidak
terkontaminasi dengan falsafah
hidup mereka.
(Disusun dari berbagai sumber )
33

PEMERINTAHAN
PERJANJIAN
Oleh, Jerry H. M. Sumanti, S.Th.
PENDAHULUAN
Peristiwa Menara Babel te-
lah mengakibatkan kekacauan
bahasa. Kekacauan bahasa ini
adalah hukuman Tuhan bagi ke-
hidupan manusia yang tidak mau
taat pada perintah dan peraturan-
Nya. Kekacauan bahasa ini mem-
buat tujuan manusia untuk tidak
berserak ke seluruh bumi tidak
tercapai, manusia harus pergi dan
pergi untuk memenuhi bumi.
PANGGILAN ABRAHAM
Sekarang manusia telah
terserak ke seluruh bumi, ber-
kembang biak dengan membentuk
bangsa dan bahasa masing-ma-
sing (Kejadian pasal 10 – 12).
Dalam perkembang biakkan dan
di antara kekacauan bangsa-bang-
sa Tuhan memanggil seseorang
yang patuh pada-Nya untuk me-
lanjutkan program-Nya untuk
menggenapkan janji dalam Keja-
34
SANA-SINI
DISPENSASI
dian 3:15. Abraham adalah
orangnya.
Siapakah Abraham itu? Ke-
jadian 10:27-32 menjelaskan ten-
tang silsilah Abraham. Abraham
adalah anak Terah, yang adalah
penduduk Ur Kasdim. Keluarga
Terah mengadakan perjalanan dari
Ur Kasdim dengan tujuan tanah
Kanaan dan kemudian tiba di Ha-
ran dan menetap di sana. Di Haran
Abraham dipanggil, berpisah de-
ngan keluarga, untuk menuju ke
tanah perjanjian di Kanaan yang
akan Tuhan tentukan kemudian.
Abraham bersama istrinya Sarah,
dan ikut serta Lot memenuhi pang-
gilan Tuhan meninggalkan ke-
luarga dan sanak saudara, dan
tanah kelahirannya berjalan meng-
ikuti pimpinan Tuhan menuju ke
tanah perjanjian (Kejadian 12:1-7).
Melalui pemanggilan Abraham,
Tuhan menambahkan dan memu-
lai program/dispensasi baru bagi
dunia ini, yakni Dispensasi Per-
janjian dalam penggenapan janji-
Nya. Jadi sementara Dispensasi
Pemerintahan Manusia berjalan,
ditambahkan Dispensasi baru
yakni Dispensasi Perjanjian
Tuhan tetap setia pada janji-
Nya, oleh sebab itu marilah kita
belajar setia kepada-Nya seperti
Abraham. Walaupun mayoritas
manusia pada zamannya tidak
setia bahkan tidak menyembah
Tuhan, namun Abraham dan
keluarganya tetap setia kepada-
Nya, karenanya Abraham dipanggil
Tuhan untuk meneruskan janji-
Nya.
JANJI-JANJI DAN PERATURAN
TUHAN DALAM DISPENSASI
PERJANJIAN
Janji sementara Dispensasi
Pemerintahan Manusia masih ber-
jalan, Tuhan menambahkan Dis-
pensasi Baru berjalan bersama-
sama, yakni Dispensasi Perjan-
jian. Mengapa disebut Dispensasi
Perjanjian? Dispensasi ini disebut
Dispensasi Perjanjian karena me-
lalui pemanggilan Abraham, Tuhan
mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan Abraham (Kejadian 12:1-
3, Kejadian 15, 17), yang dilan-
jutkan kepada Ishak dan kepada
Yakub dan selanjutnya kepada
bangsa Israel. Abraham dan ketu-
runannya akan berjalan pada Dis-
pensasi Perjanjian sedangkan di
luar keturunan Abraham akan be-
rada di bawah Dispensasi Peme-
rintahan Manusia.
Perjanjian Tuhan dengan
Abraham diuraikan dalam Kejadian
12:1-3, Kejadian 15 dan 17. Paling
tidak ada tujuh janji besar yang
diberikan Tuhan kepada Abraham
yakni, 1) Tuhan akan menjadikan-
nya bangsa besar; 2) Tuhan akan
memberkatinya; 3) Tuhan akan
menjadikan namanya termashyur;
4) Tuhan membuat Abraham men-
jadi berkat; 5) Orang-orang yang
memberkatinya akan diberkati; 6)
Orang-orang yang mengutuk akan
dikutuk; 7) Melalui Abraham se-
mua bangsa di bumi akan di-
berkati
Janji-janji tersebut diikutkan
dengan peraturan-peraturan seba-
gai dasar atau tanda peneguhan
janji, yakni: 1) Memisahkan diri
dari penyembahan berhala; 2)
Tinggal menetap di negeri yang
diberikan Tuhan; 3) Sunat sebagai
tanda peneguhan janji, yang harus
dilaksanakan dalam keturunan
Abraham.
KEBERHASILAN DAN KEGA-
GALAN ABRAHAM SERTA KE-
TEGUHAN DAN PENGGENAPAN
JANJI TUHAN
Abraham dan Sarah wa-
laupun sebagai orang-orang ber-
iman, mereka tetap adalah ma-
nusia biasa yang mempunyai
kelemahan dan kekurangan-keku-
rangan. Mereka tak luput dari
kekuatiran dan ketakutan. Karena
bencana kelaparan di Kanaan me-
reka pergi ke Mesir. Abraham
demi untuk menyelamatkan diri di
hadapan Firaun, tidak mau
35
berterus terang bahwa Sarah ada- kan janji-Nya kepada Abraham,
lah istrinya dan merelakannya bahkan Tuhan selalu memberkati
diambil Firaun. Tindakan Abraham Abraham, dan sunat sebagai tan-
ini membuat Tuhan murka (Ke- da bahwa Tuhan meneguhkan
jadian 12:10-20). Selanjutnya Keja- janji-Nya. Kejadian 18 Tuhan
dian 13 menceritakan tentang mengulangi janji-Nya bahwa
perpisahan Abraham dengan Lot Abraham akan memperoleh
karena persoalan lahan peng- seorang anak laki-laki sebagai ahli
gembalaan. Abraham dan Sarah waris penerus janji. Janji ini dige-
kemudian meragukan janji Tuhan napi dalam Kejadian pasal 21
bahwa mereka akan menjadi bang- ketika Ishak dilahirkan. Ishak
sa besar (Kejadian sebagai penerus
15). Ragu karena janji, dan kemudian
sudah lanjut usia Melalui Yesus semua kepada Yakub, se-
namun belum mem- bangsa memperoleh lanjutnya kepada
peroleh seorang berkat keselamatan. bangsa Israel, dan
anakpun. Karena penggenapan janji
ingin menimang
Yesus berkorban dan menjadi berkat se-
anak sehingga mati bagi dosa semua kaligus penggenap-
Sarah merelakan orang. Namun yang an nubuatan yang
Abraham menikahi memperoleh berkat itu diberikan kepada
Hagar pemban- Hawa (Kejadian
tunya, dan lahirlah
yakni hanya mereka 3:15) di dalam Tu-
Ismail yang kemu- yang percaya saja, han Yesus. Melalui
dian menjadi mala- dan yang menulaknya Yesus semua
petaka dalam kehi- maka kutuk yang bangsa memper-
dupan keluarga oleh berkat kese-
Abraham (Kejadian
diterima. lamatan. Yesus
16). Sodom dan Go- berkorban dan mati
mora ditunggang balikkan karena bagi dosa semua orang. Namun
keserakan, sehingga Lot harus yang memperoleh berkat itu yakni
keluar dari sana dengan tidak hanya mereka yang percaya saja,
membawa seuatu apapun. Namun dan yang menulaknya maka kutuk
demikian Tuhan tidak memba- yang diterima. Tuhan menghukum
talkan janji-Nya, karena kelemahan pelanggaran-pelanggaran, tetapi
Abraham, tetapi Tuhan meng- Tuhan tidak pernah membatalkan
hukum Abraham melalui ketu- janji-Nya.
runannya, bahwa keturunan
Abraham akan diperbudak di Mesir SUNAT SEBAGAI TANDA PENE-
selama 400 tahun (Kejadian GUH JANJI TUHAN.
15:13). Tuhan selalu mengingat-
Setelah Tuhan menyam-

36
paikan janji-Nya kepada Abraham,
maka janji itu dikuatkan dengan
SUNAT. Sunat ini menjadi keha-
rusan untuk dilakukan kepada
setiap anak laki-laki turun-te-
murun (Kejadian 17) pada waktu
itu. Sunat menjadi symbol keta-
hiran, pembersihan jasmani dan
rohani. Selanjutnya Sunat ini ke-
mudian diteguhkan sebagai bagian
yang penting dalam peribadatan
bangsa Israel sebagai bangsa
pilihan penerus perjanjian. Tidak
disunat dianggap najis/kafir.
Apabila tidak disunat maka mala-
petaka hukuman harus dijalani.
Peraturan ini harus dipatuhi Abra-
ham dan keturunannya, sampai
kepada bangsa Israel. Selan-
jutnya, Rasul Paulus menjelaskan
mengenai sunat secara lahiriah ini
sambungan dari hal. 10
kesempatan bertanya kepada mu-
rid-murid-Nya, menurut mereka,
siapa Yesus sebenarnya. Cara
menggali jawaban yang diterapkan
Tuhan Yesus sangat taktis. Ia
mulai dengan mengajukan per-
tanyaan, “Kata orang, siapakah
Aku ini?” (ayat 27). Tentu mareka
masing-masing memberi jawaban
sesuai dengan apa yang pernah
mereka dengar orang mengatakan
siapa Yesus itu sebenarnya.
tidak ada makna rohani apa-apa
lagi dalam kehidupan kita seka-
rang sebab itu telah digenapi dan
dilakukan sekali untuk selamanya
oleh dan di dalam Tuhan Yesus,
Sunat secara rohaniah, yakni pe-
nanggalan tubuh yang berdosa
(Kolose 2:11). Penggenapan ini
menjadi bagian dalam kehidupan
orang yang percaya sekali untuk
selamanya, ia dibersihkan/disu-
cikan dari kenajisan dosa dan
diselamatkan sekali untuk sela-
manya. Penulis Ibrani menje-
laskan bahwa, karena kehendak-
Nya inilah kita telah dikuduskan
satu kali untuk selama-lamanya
oleh persembahan tubuh Yesus
Kristus (Ibrani 10:10).
(bersambung pada edisi berikut).
Jawaban-jawaban yang diberikan
antara lain, “Ada yang menga-
takan: Yohanes Pembaptis, ada
juga yang mengatakan: Elia, ada
pula yang mengatakan: seorang
dari para nabi.” (ayat 28). Lalu
Tuhan Yesus mengajukan per-
tanyaan pokoknya, “Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?”
Ada beberapa pelajaran
penting yang dapat ditarik dari
cara tuhan Yesus bertanya kepada
murid-murid-Nya yakni: (1) Pokok
pembicaraan adalah Yesus (Bagi
Tuhan Yesus itu memang adalah
diri-Nya, tetapi bagi para pelayan
Tuhan Yesus, bukanlah diri pe-
37
layan, melainkan Yesus adalah
pokok pembicaran); (2) Pende-
katan yang digunakan ialah de-
ngan bertanya mengenai pendapat
orang lain (pihak ketiga), untuk
mengetahui apakah pihak yang
ditanya (pihak kedua) akan me-
nempatkan diri sejalan dengan arus
yang berkembang, ataukah me-
reka mempunyai pendapat pribadi
yang berbeda; dan (3) Segera
kembali ke maksud utama yang
menjadi fokus yakni menurut mu-
rid-murid (pihak kedua), siapakah
Yesus (yang menjadi pokok pem-
bicaraan). Cara mengajukan per-
tanyaan seperti ini dapat dterapkan
dalam program penginjilan pribadi,
ataupun dalam pembelajaran di
Sekolah Minggu, ataupun diskusi-
diskusi Alkitab.
Entah ketika pertanyaan itu
diajukan langsung mengarah ke-
pada murid-murid, apakah mereka
siap dengan jawaban pribadi, atau-
kah tidak, yang jelas mereka
terdiam. Hanya Petrus yang me-
mang dianggap (atau menganggap
diri) sebagai juru bicara yang
berani menjawab langsung, “Eng-
kau adalah Kristus!” Seandainya
Tuhan Yesus adalah pembawa
acara Cerdas-Cermat (atau apa
pun namanya) yang terkenal da-
lam siaran televisi, Dia akan ber-
kata, “Seratus untuk Simon
Petrus!”
Apakah yang sedang digali
dari jawaban murid-murid-Nya?
Apakah Tuhan Yesus tidak tahu
kalau murid-murid-Nya sudah cu-
38
kup belajar sampai pada titik ini?
Justru dalam catatan Injil Markus,
saat-saat ini adalah peralihan
dalam pelayanan Tuhan Yesus:
(a) secara geografis: dari Galilea
ke Yerusalem, dan (b) secara
teologis: dari penampilan-Nya yang
tegas, keras dan sering menun-
jukkan kuasa ke-Allahan-Nya ke
persiapan-Nya untuk menjalani
misi-Nya sebagai hamba yang taat
sampai mati di salib Golgota
menggantikan kita (subsidiary
sacrifice). Garland mengomentari
perikop Markus 8:27-9:1 dengan
kata-kata berikut, “This passage
is the axis on which the two hal-
ves of the gospel turn. The first
half reveals Jesus performing
mighty works; the second half
shows him bound for the cross and
crucified in weakness.” (“Mark” in
Zondervan Illustrated Babile
Backgrounds Commentary, Vol.
1, p. 254).
Istilah “Mesias” (atau “Kris-
tus”) dalam pemahaman populer
masyarakat Yahudi pada zaman
itu lebih banyak bersifat politis
dan nasionalistis (NASB Study
Bible, Ed. Kenneth Barker, p.
1435). Dibandingkan dengan peng-
gunaan kata “Anak Manusia” (di
dalam keempat Kitab Injil muncul
sebanyak 84 kali). istilah
“Mesias” (atau “Kristus”) jarang
sekali dipakai oleh Tuhan Yesus.
Perlu diingat bahwa hanya Tuhan
Yesus yang menggunakan istilah
itu untuk menyebut diri-Nya sen-
diri. Dalam Injil Markus, hanya
tujuh kali Tuhan Yesus meng-
gunakan istilah Mesias dan hampir
semuanya tidak menunjuk kepada
diri-Nya, kecuali dalam Markus
9:41 yang dapat dianggap bahwa
Tuhan Yesus sedang mengata-
kannya bagi diri-Nya sendiri.
Namun tentu saja jawaban
Petrus itu benar (Markus 1:1
menyungguhkannya), dan dalam
catatan Matius, Tuhan Yesus
menegaskan kebenarannya de-
ngan berkata, “Berbahagialah eng-
kau Simon bin Yunus sebab bu-
kan manusia yang menyatakan itu
kepadamu, melainkan Bapa-Ku
yang di sorga” (Mat. 16:17). Tetapi
sehubungan dengan Messianic
Secret, Tuhan Yesus tetap mela-
rang murid-murid-Nya dengan ke-
ras supaya tidak memberitahukan
kepada siapapun tentang Dia,
waktunya belum tiba untuk itu
(Mark. 8:30).
Lalu Tuhan Yesus mulai
mengajarkan “bahwa Anak
Manusia” (istilah yang selalu
dipakai-Nya untuk menyebut diri-
Nya sendiri), “harus menanggung
banyak penderitaan dan ditolak
oleh tua-tua imam-imam kepala
dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh
dan bangkit sesudah tiga hari”
(ayat 31). Ini adalah pem-
beritahuan yang pertama dan
sangat jelas tentang pende-
ritaannya dan kematian-Nya
sekaligus kebangkitan-Nya.
Tetapi Petrus seperti bia-
sanya, ia diangap (atau merasa
diri) selaku pemimpin dan juru
bicara, Petrus menarik Tuhan
Yesus ke samping dan menegur-
Nya. Markus tidak menyebutkan
isi teguran Petrus itu apa, tetapi
Matius menuliskan kata-kata
Petrus, “Tuhan, kiranya Allah
menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-
kali takkan menimpa Engkau”
(Mat. 16:22). Tuhan Yesus
memarahi Petrus di depan murid-
murid-Nya, “Enyahlah Iblis, sebab
engkau bukan memikirkan apa
yang dipikirkan Allah, melainkan
apa yang dipikirkan manusia.”
Hardikan Tuhan Yesus ada-
lah kejutan besar bukan hanya
bagi Petrus tetapi juga bagi se-
mua murid-murid-Nya. Petrus baru
saja mendapat nilai seratus untuk
jawabannya terhadap pertanyaan
Tuhan Yesus, bahkan dalam ca-
tatan Injil Matius, dia baru saja
mendapat amanat mulia tentang
rencana Tuhan Yesus untuk men-
dirikan gereja-Nya. Tuhan Yesus
berkata kepadanya, “Engkau ada-
lah Petrus dan di atas batu karang
ini Aku akan mendirikan jemaat-
Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya” (Matius 16:18).
Ucapan Tuhan Yesus kepada
Petrus tersebut sampai di zaman
modern ini menjadi pokok pemba-
hasan yang alot di kalangan para
teolog untuk memastikan apa
maksud Tuhan Yesus dengan
frasa “di atas batu karang ini.”
Apakah frasa itu merujuk kepada
Petrus, sang pemimpin di antara
para rasul yang menerima amanat
Injil kerajaan, ataukah kepada diri-
39
Nya sendiri sebagai dasar bagi
gereja-Nya? Tuhan Yesus bahkan
melanjutkan, “Kepadamu akan
Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.
Apa yang kau ikat di dunia ini
akan terikat di sorga dan apa yang
kau lepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga” (Mat. 16:19).
Pantaskah seorang pemi-
mpin seperti Petrus ini mendapat
hardikan yang begitu keras? Ya,
di hadapan Tuhan Yesus, pe-
mimpin maupun bukan pemimpin
semuanya mendapat teguran dan
tidak jarang teguran itu sungguh
keras seperti yang dialami Petrus
di depan murid-murid yang lain.
Istilah yang dipakai oleh Tuhan
Yesus untuk menyebut Petrus
dalam teguran-Nya adalah “Iblis”
karena apa yang dikatakan Petrus
kepada Tuhan Yesus, walaupun
mungkin dalam pikirannya itu
bermaksud baik, adalah buah piki-
ran manusia bukan pikiran Allah.
Teologi Petrus adalah teologi dari
bumi (theology from below), teo-
logi yang Tuhan Yesus kehendaki
adalah teologi dari sorga (theology
from above). Lalu mengapa Tuhan
Yesus menyebutnya Iblis? Karena
hanya Iblis yang mempunya teo-
logi seperti itu.
Ketika Petrus menjawab
benar pertanyaan Yesus mengenai
siapa diri-Nya, Tuhan Yesus tahu
kalu Petrus menjawab itu bukan
dari pikiran manusia (theology
from below), tetapi berasal dari
Allah (theology from above).
Tetapi ketika Petrus menarik-Nya
40
ke samping dan menegur-Nya
bahwa penderitaan-Nya dan kema-
tian-Nya itu tidak akan terjadi,
Tuhan Yesus langsung tahu juga
bahwa itu bukan dari Allah (theo-
logy from above) tetapi dari Iblis
(theology from below). Itulah se-
babnya Tuhan menghardiknya
dengan keras. Tentu dengan har-
dikan-Nya itu Tuhan Yesus bukan
memecat Petrus sebagai murid-
Nya, tetapi Tuhan Yesus menolak
pemikirannya yang salah itu.
Hanya Iblis yang mencoba
menghalangi rencana Allah demi
pencapaian kehendak-Nya yaitu
penebusan orang-orang berdosa.
Kemudian Tuhan Yesus
lebih memperjelas misi-Nya yang
melibatkan penderitaan bahkan
kematian, dan hal serupa juga
harus ditanggung oleh para
pengikut-Nya apabila mereka mau
sungguh-sungguh mengikuti Dia
dan melayani Injil-Nya. Tuhan
Yesus berkata, “Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus me-
nyangkal dirinya, memikul salib-
nya dan mengikut Aku. Karena
siapa yang mau menyelamatkan
nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya, tetapi barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku
dan karena Injil, ia akan menye-
lamatkannya. Apa gunanya se-
orang memperoleh seluruh dunia,
tetapi ia kehilangan nyawanya….”
(8:34-36).
Mari kita terus belajar
bersama.
 YAYASAN PELAYANAN LITERATUR ANUGERAH
(Yayasan “PELITA”)
Berdiri di Jakata Tanggal, 19 Oktober 1984
Jl. Rawasari Barat III E-47 Jakarta 10510, PO Box 1134 Jakarta 13011
Untuk sumbangan sukarela (donasi) dapat dikirim :
Lewat Bank:
BCA Cabang Mandala Raya, No. Rek.: 3981244573, a.n. : N. Sinulingga
(Mohon, copy bukti pengiriman dikirim ke alamat surat Yayasan PELITA)
KOORDINATOR PELITA MINISTRY
NAMA JABATAN WILAYAH
PROF. DR JIMMY POSANGI KOORDINATOR MANADO
IR ROBIN S MAMENGKO KOORDINATOR KOTAMOBAGU
IR MURPHY E.K. KUHU KOORDINATOR PINELENG
EV IR AUDY KADANG KOORDINATOR MAKASSAR
SDRI YESSY WARD KOORDINATOR BALIKPAPAN
SAMLAROBU SH KOORDINATOR PALU

MAKSUD DAN TUJUAN

Mengemban amanat Tuhan Allah dalam Kristus Yesus, memberitakan Injil

dan menumbuhkan persekutuan orang percaya.
Untuk mencapai tujuan mengadakan:
1. Penerbitan dan Penyebaran literatur Kristiani
2. Seminar, diskusi, latihan, konsultasi dan bimbingan konseling Kristen
3. Kegiatan gerejawi, sosial dan pendidikan dalam rangka pengembangan
kemanusiaan melalui penelitian dan penulisan Kristen

UCAPAN TERIMA KASIH

Pengurus Yayasan PELITA dan Dewan Redaksi PESAN

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Jecy Sigar, untuk penginjilan di garis depan
2. IECC Ontario, untuk penginjilan di garis depan
3. GBC/GLEAM USA, untuk penginjilan di garis depan
4. GLEAM USA, untuk Dana Umum
5. IECC Ontario, USA, untuk Dana penerbitan PESAN