Pendahuluan
Hal ini menjadi ketertarikan para teolog untuk mencari tahu apa
itu keselamatan? Bagaimana cara memperolehnya? Mengapa kita
butuh keselamatan? Untuk menjawab hal tersebut kita memerlukan
Alkitab sebagai sumber refrensi atas jawaban tersebut.
1
Desti Samarenna, “Konsep Soteriologi Menurut Efesus 2:1-10,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 2, no. 2 (2019): 248,
https://www.researchgate.net/publication/337880792_Konsep_Soteriologi_Menurut_Efesus_21-10.
2
Demsy Jura, “KAJIAN SOTERIOLOGI DALAM TEOLOGI UNIVERSALISME, CALVINISME, DAN
ARMINIANISME SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN,” Shanan
Jurnal Pendidikan Agama Kristen 1, no. 2 (2017): 23,
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/view/1484/1184.
pada hari yang ketiga. Kebangkitan Yesus Kristus menjadi tanda
keselamatan yang nyata.
Manusia Asali
3
Ibid.
4
Jeremia Djadi, “Gambar Dan Rupa Allah,” Jurnal Jaffray (2004): 1–2,
https://ojs.sttjaffray.ac.id/JJV71/article/view/144/.
Pertama, kesamaan itu adalah kesamaan rohani. Hodge,
sebagaimana dikutip oleh Henry C. Thiessen yang mengatakan, "Allah
adalah Roh, jiwa manusia adalah roh juga. Sifat-sifat hakiki dari roh
ialah akal budi, hati nurani, dan kehendak. Roh adalah unsur yang
mampu bernalar, bersifat moral, dan oleh karena itu juga berkendak
bebas. Ketika menciptakan manusia menurut gambarNya, Allah
menganugerahkan kepadanya sifat-sifat yang dimiliki-Nya sebagai roh.
Dengan demikian, manusia berbeda dari semua makhluk lain yang
mendiami bumi ini, serta berkedudukan jauh lebih tinggi daripada
mereka. Manusia termasuk golongan yang sama dengan Allah sendiri
sehingga mampu berkomunikasi dengan Penciptanya. Kesamaan sifat
antara Allah dan manusia... juga merupakan keadaan yang diperlukan
untuk mengenal Allah dan karena itu merupakan dasar dari kesalehan
kita. Bila kita tidak diciptakan menurut gambar Allah, kita tidak dapat
mengenal Dia. Kita akan sama dengan binatang yang akhirnya binasa".
Pernyataan Hodge di atas didukung oleh Alkitab. Dalam pengudusan,
manusia "...terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh
pengetahuan yang benar mnenurut gambar Khaliknya" (Kolose 3:10).
Sudah tentu pembaruan itu dimulai pada saat terjadi kelahiran
kembali dan dilaniutkan dalarn pengudusan. Manusia diberi
kemampuan intelektual yang tinggi tersirat dalam perintah untuk
mengusahakan Taman Eden (Kejadian 2:15), juga perintah uniuk
menguasai bumi serta segala isinya (Kejadian 1:28), dan dalam
pernyataan bahwa manusia memberi nama kepada segala binatang di
bumi (Kejadian 2:1,9-20). Kesamaan dengan Allah ini tidak dapat
dihapus, maka kehidupan manusia yang belum dilahirkan kembali
juga berharga (Kejadian 9:6; I Korintus 77:7; Yakobus 3:9). Gambaran
tentang keadaan mula-mula manusia ini sangat berbeda dengan
pandangan evolusi. Menurut teori evolusi, manusia yang pertama
hanya sedikit di atas binatang liar - yang tidak hanya bodoh, tetapi
sama sekali tanpa kemampuan mental apa pun.
Kedua, kesamaan itu adalah kesamaan moral. Kesamaan moral
artinya manusia diiengkapi dengan kebenaran dan kekudusan. Hal itu
sangat jelas dalam Alkitab, seperti yang diungkapkan dalam Efesus
4:24, "Dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang
sesungguhnya." Dapat disimpulkan bahwa pada mulanya manusia
memiliki, baik kebenaran maupun kekudusan. Konteks Kejadian 1 dan
2 membuktikan hal itu, yaitu ketika manusia diciptakan, sebelum
kejatuhannya ke dalam dosa. Hanya dengan dasar kebenaran dan
kekudusan inilah manusia dapat bersekutu dengan Allah. Kenyataan
ini juga dapat disimpulkan dari Kejadian 1:31 yang mengatakan, "Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sesungguhnya amat baik." Kata
"segala" mencakup juga manusia yang diciptakan dengan keadaan
moral yang sempurna.
Ketiga, kesamaan itu adalah kesamaan sosial. Sifat sosial Allah
didasarkan pada kasih sayang-Nya. Yang menjadi sasaran kasih
sayang-Nya adalah pribadi-pribadi lain di dalam ketritunggalan-Nya.
Karena Allah memiliki sifat sosial, maka Ia menganugerahkan kepada
manusia sifat sosial. Akibatnya, manusia senantiasa mencari sahabat
untuk bersekutu dengannya. Pertama- tama manusia menemukan
persahabatan ini dengan Allah sendiri. Allah menciptakan manusia
untuk diri-Nya sendiri dan manusia menemukan kepuasan tertinggi
dalam persekutuan dengan Tuhannya. Di sampinp; itu, Aliah juga
menganugerahkan persahabatan manusiawi. Ia menciptakan
perempuan, karena scbagaimana dikatakan-Nya sendiri, "Tidak baik
kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong
baginya yang sepadan dengan cit" (Kejadian 2:18). Agar persekutuan ini
menjarli sangat mesra, Ia menciptakan perempuan dari tulang rusuk
laki-laki. Adam mengakui bahwa Hawa adalah tulang dari tulangnya
dan daging dari dagingnya, maka dinamakannya perempuan. Oleh
sebab hubungan yarrg begitu intim c1i antara keduanya, "Seorang laki-
laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24).
Jelaslah bahwa manusia diciptakan dengan sifat sosiai, sebagaimana
Allah mempunyai sifat sosial. Kasih dan perhatian sosial manusia
bersumber langsung dari unsur ini dalam watak manusia. 5
5
Ibid.
termasuk spiritual, rasio, kehendak dan moralitas, dan juga adanya
relasi antara Pencipta dan ciptaan, serta relasi antar ciptaan.
Manusia Berdosa
6
Natanael Wasiyono, “Memahami Teologi Paulus Tentang Dosa,” SOTIRIA : Jurnal Theologia dan
Pendidikan Agama Kristen 2, no. 2 (2019): 80–82, accessed February 23, 2021,
http://sttpaulusmedan.ac.id/e-journal/index.php/sotiria/article/view/12/10.
Manusia jatuh dalam dosa karena melanggar perintah Allah,
kejatuhan yang dimaksud adalah ketika Adam dan Hawa di dalam
Taman Eden, memakan buah, “pengetahuan yang baik dan yang
buruk” yang ada di tengah-tengah taman itu (Kej. 3). Halini terjadi
ketika manusia menjadikan dirinya bebas di luar tatanan yang telah
ditentukan bagi mereka oleh firman Allah. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh James Montgomery Boice, ia berkata bahwa dosa
bermula dari kejatuhan dari Adam dan Hawa di Taman Eden. 7
Ketika Adam dan Hawa memakan buah dari pohon tentang yang
baik dan yang jahat, akibat pertama kali yang mereka alami ialah mata
mereka terbuka tahu bahwa mereka telanjang (Kejadian 3:7), mereka
ketakutan mendengar suara langkah Tuhan Allah (sebelumnya berelasi
dengan dengan Allah) (Kejadian 3:7,10), mereka saling menyalahkan
(Kejadian 3:12, 13), mereka kena kutuk dari Allah (Kejadian 3:16-19),
dan yang terakhir ialah mereka dikeluarkan dari taman Eden (Kejadian
3:23).
7
Pardomuan Marbun, “Konsep Dosa Dalam Perjanjian Lama Dan Hubungannya Dengan Konsep
Perjanjian,” CARAKA: Jurnal Theologi Biblika Dan Praktika 1, no. 1 (2020),
https://ojs.sttibc.ac.id/index.php/ibc/article/view/9.
8
Ibid.
Dampak yang manusia alami ialah relasi dengan Allah, dimana
manusia sebelumnya berelasi dekat dengan Allah, manusia dipelihara
oleh Allah di taman Eden (Kejadian 2), tetapi karena manusia jatuh
dalam dosa akhirnya putuslah hubungan antara manusia dan Allah.
9
Limasaputra. Alexander Dermawan, “Tinjauan Terhadap Dampak Dosa Asal Dan Kaitannya Dengan
Doktrin Prevenient Grace Kaum Classical Arminian,” Consilium : Jurnal Teologi dan Pelayanan 11 (2014):
3–4, http://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/523.
Dari beberapa pendapat dari para teologi, yang perlu diketahui
bahwa kejatuhan manusia, membuat banya dampak didalamnya, baik
dari relasi, ketidak kemampuan manusia untuk memulihkannya,
bahkan sampai hukuman maut.
Kesimpulan
10
Bakhoh Jatmiko, “Teologi Keluarga: Kajian Terhadap Kejadian 1-3 Sebagai Dasar Pemahaman Esensi
Keluarga Kristen,” SANCTUM DOMINE : Jurnal Theologi 6, no. 2 (June 2018): 98, accessed February 23,
2021, https://journal.sttni.ac.id/index.php/SDJT/article/view/40.
11
Ibid.
Kesimpulan yang diambil atas penjelasan dari Soteriologi Kitab
Kejadian, bahwa manusia yang diciptakan menurut gambar rupa Allah
(Kej 1:26), dan berelasi dekat dengan Allah (Kejadian 2), yang disebut
manusia asali.