Anda di halaman 1dari 12

MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN TUHAN PALING BERMARTABAT

Disusun Oleh:

NIM : 1962401058

ZEHESKHIEL OV MUEL NAPITUPULU

JURUSAN AKUNTANSI

KELAS 1 AKT A

POLITEKNIK CALTEX RIAU

JL.UMBAN SARI (PATIN) NO.1 RUMBAI KOTA PEKANBARU


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Keberadaan dan kehidupan manusia adalah sebuah misteri. Darimana manusia
berasal? Bagaimana manusia hidup? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain.
Ada begitu banyak penelitian yang coba menggali apa dan bagaimana sebenarnya
manusia, serta arti kehidupan manusia. Orang-orang mendasarkan penelitiannya pada
disiplin ilmu biologi, fisika, sejarah atau bahkan teologi. Namun ketidak puasan masih
saja dialami oleh sebagian besar manusia. Usaha manusia untuk menyelami apa dan
bagaimana manusia, tidak akan pernah menemukan jawaban yang memuaskan dan
pasti jika manusia tidak mengetahui sumber dari hidup manusia itu sendiri. Manusia
terus berupaya mencari kebenaran.
Kebenaran adalah sesuatu hal yang sesuai dengan kenyataan yang ada, dan
hanya ada satu kebenaran karena hanya ada satu kenyataan. Alkitab adalah benar
karena Alkitab memberitahukan kepada manusia tentang kenyataan yang ada
sekarang, dahulu dan yang akan datang. Alkitab memberi kesaksian kepada manusia
bahwa Allah adalah sumber kehidupan manusia. Melalui Alkitab, jawaban yang pasti
dan dapat dipercaya mengenai apa dan bagaimana manusia dapat diperoleh dengan
melihat kesaksiannya tentang Allah yang adalah sumber hidup manusia, serta
kehendak, penyertaan dan rancangan-Nya yang agung terhadap manusia itu sendiri.
Salah satu pernyataan agung yang tertulis dalam Alkitab tentang manusia
sebagai makhluk yang bersumber dari (ciptaan) Allah adalah bahwa Allah menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Hal ini merupakan hal yang cukup sulit untuk
dipahami dengan benar oleh kebanyakan orang, secara khusus oleh orang-orang
percaya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dalam kesempatan ini penulis
menyusun makalah antropologi dalam perspektif Alkitab, dengan judul: MANUSIA
SEBAGAI GAMBAR DAN RUPA ALLAH.

2. Pokok Masalah
Adapun masalah pokok yang akan dibahas oleh penulis adalah apakah arti
manusia sebagai gambar dan rupa Allah?
3. Tujuan Penulisan
Melalui karya tulis ini, diharapkan para pembaca – khususnya orang-orang percaya –
dapat mengetahui arti manusia sebagai gambar dan rupa Allah.

2
B. PEMBAHASAN

1. Pernyataan Alkitab Tentang Manusia

A. Manusia Adalah Ciptaan

Salah satu misteri besar mengenai eksistensi manusia adalah bagaimana atau dengan
cara apa manusia itu bisa muncul dan berkembang biak di muka bumi. Dogma sains modern
mengajarkan bahwa (1) dunia ada dengan sendirinya atau kekal, (2) dunia bukan dijadikan
dari ketiadaan, (3) bentuk dunia sekarang ini adalah hasil dari proses seleksi dan bukan
dikendalikan Allah dan (4) tidak terdapat alasan ultimat bagi semua hal ini.1 Dengan
demikian, sains modern menolak keberadaan Allah dan menolak hal penciptaan. Agaknya,
orang-orang yang berpegang pada dogma sains modern mengimani bahwa terbentuknya bumi
dan segala isinya adalah suatu kebetulan, termasuk eksistensi manusia.
Pertanyaannya adalah apakah kejadian bumi dan manusia adalah suatu kebetulan
semata? Jika benar demikian, apakah arti hidup manusia? Apakah tujuan hidup manusia?
Sains modern tidak mampu memberikan jawaban untuk hal-hal tersebut.
Melalui kesaksian Alkitab, manusia dapat menemukan jawaban-jawaban yang dapat
dipercaya atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Alkitab menegaskan bahwa manusia bukanlah
hasil dari evolusi, melainkan diciptakan oleh Allah.
Ada beberapa kata Ibrani yang dipkai untuk menunjuk kepada penciptaan atau
penjadian, yaitu kata bara, yatsar, asa, dan kun. Kata bara berarti menciptakan dari sesuatu
yang tidak ada.2 Kata asa dan yatsar berarti membentuk dari materi yang sudah ada.3
Sedangkan kata kun berarti menegakkan, menguatkan, mengokohkan, menstabilkan,
mendirikan.4

3
Dalam kitab Kejadian 1:26 disebutkan: “baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita……..” Kata Ibrani yang digunakan untuk kata menjadikan adalah asa.
Artinya adalah bahwa manusia itu dijadikan dari materi yang sudah ada (debu tanah --
Kejadian 2:7). Kemudian dalam Kejadian 1:27 disebutkan: “Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya…….” Kata Ibrani yang digunakan untuk menciptakan
adalah bara. Artinya bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sebelumnya
belum pernah ada (creatio ex nihilo), dan Ia belum pernah membentuk suatu makhluk lain
seperti manusia.5 Manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Ada begitu banyak
pendapat dari para teolog mengenai arti ungkapan firman ini. Adapun perihal “gambar dan
rupa Allah” ini akan dibahas lebih dalam pada pokok bahasan selanjutnya.
Allah tidak menciptakan manusia secara bagian per bagian (kakinya atau kepalanya
dahulu, kemudian badannya, dan sebagainya), tetapi langsung jadi. Manusia pertama yang
Allah ciptakan adalah manusia dewasa yang produktif, bukan bayi atau embrio.
Manusia pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Adam (laki-laki). Kemudian, dari
tulang rusuk Adam Allah menciptakan (Ibr. Bana: membangun) Hawa (perempuan) sebagai
penolong yang sepadan dengan Adam, sebagai isterinya. Kemudian dari Adam dan Hawa
penuhlah bumi ini dengan manusia, dengan berbagai suku, bangsa dan bahasanya (Kejadian
1:28).
B. Manusia Sebagai Makhluk yang Rasional dan Berbudaya
Manusia adalah mandataris Allah yaitu pelaksana dan wakil Allah dalam memerintah
dan memelihara alam semesta ini (Kejadian 1:28; 2:15).6 Manusia adalah satu-satunya ciptaan
yang diberikan mandat ini. Manusia adalah ciptaan yang mulia, yang melebihi ciptaan-ciptaan
yang lain.
Manusia juga diberikan mandat untuk memenuhi bumi. Perintah atau mandat ini
dikenal dengan mandat kebudayaan atau mandat untuk berbudaya.7Perintah ini pun hanya
diberikan kepada manusia bukan kepada makhluk ciptaan yang lain. “Mandat itu hanya bisa
dilaksanakan karena Tuhan memperlengkapi manusia dengan potensi rasional (kemampuan

4
rasional) yang menjadi salah satu ciri khas manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan
yang lain, bahkan dengan binatang paling cerdas sekalipun.”8
Rasional inilah yang menjadi keunikan manusia dari ciptaan yang lain. Rasional ini
adalah karunia Allah kepada manusia sehingga manusia dapat memelihara dan mengusahakan
bumi dan hidup berkebudayaan. Potensi rasional yang Allah berikan kepada manusia
sangatlah mengagumkan. Olehnya manusia bukan saja dapat menciptakan teknologi modern,
tetapi bahkan dapat memecahkan rahasia yang selama ini belum terpecahkan termasuk
bepergian ke planet yang lain.9 Namun demikian, potensi yang Allah berikan ini dapat disalah
gunakan sehingga menjadi potensi yang mengerikan. Melalui rasio ini, manusia dapat
menciptakan senjata-senjata berbahaya atau kegiatan-kegiatan berbahaya yang dapat
mengancam bumi dan peradaban manusia.
Untuk itulah, manusia dengan akal budinya atau rasionya harus tunduk kepada otoritas
dan kehendak Allah sehingga manusia tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada
Allah.
C. Manusia Sebagai Makhluk Etis
“Secara klasik, Alkitab menggambarkan bahwa manusia diberi “hukum” (Yun.
nomos) oleh Allah dalam bentuk larangan memakan buah pohon pengetahuan hal yang baik
dan jahat.”10 Dalam kitab Kejadian 2:16-17 dapat dilihat bahwa Allah memberikan suatu
hukum atau aturan (nomos) kepada manusia. Nomos ini menempatkan manusia pada
persimpangan jalan ketika ia dapat memilih di antara dua alternatif yaitu ketaatan atau
pelanggaran terhadap nomos; berbuat yang baik atau jahat.11 Hal ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki kebebasan untuk memilih dari dua pilihan yang diperhadapkan kepadanya.
Ajaran Kristen mengedepankan adanya pilihan yang bebas, dan hanya
karena adanya pilihan bebas itulah manusia tidak saja bertanggung jawab
atas pilihannya tetapi juga diminta mempertanggungjawabkan pilihannya
itu. Sebab tanpa pilihan bebas, manusia tidak dapat dituntut untuk

5
bertanggung jawab. Kesadaran untuk membedakan yang baik dan yang jahat
menunjuk kepada hakikat manusia sebagai makhluk etis.12

Sebagai makhluk etis, manusia memiliki kesadaran etis, yaitu mampu membedakan
yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah. Manusia memiliki pula kebebasan
untuk menentukan pilihan, dengan kesadaran etis yang dimilikinya, serta bertanggung jawab
atas pilihan-pilihannya.
D. Manusia Adalah Makhluk Sosial
Dr. Theo Huijbers mengatakan bahwa manusia memperoleh suatu pengertian akan
benda-benda yang ada di dunia melalui proses pengetahuan yang nyata, sehingga dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan manusia dengan realitas merupakan hubungan
asli.13 Dalam kaitannya dengan realitas, manusia bukan hanya diperhadapan dengan benda-
benda yang ada di dunia ini, melainkan dengan manusia (baik dirinya sendiri, maupun orang
lain).14 Jika manusia hanya berhadapan dengan benda-benda dunia tanpa dihadapkan dengan
manusia lainnya, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam memperoleh pengertian yang
benar. Sebab pengertian manusia tercipta bukan hanya melalui interaksinya terhadap benda-
benda dunia, namun juga melalui realitas dan relasinya dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya atau di lingkungannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sangat penting manusia
menjalin hubungan dengan manusia lainnya yang ada di sekelilingnya. Seorang filsuf
menggambarkan seperti “aliran listrik tak dapat mengalir bila kutub positif atau negatif
dihapuskan, demikian juga dengan kehidupan manusia yang sejati hanya dapat berkembang
bila ada komunikasi antara persona (pribadi) dan masyarakat.”15 Kehidupan manusia hanya
dapat berkembang jika menjalin komunikasi dengan masyarakat, begitu pun sebaliknya.
Kehidupan manusia tidak akan berkembang jika tidak menjalin hubungan dengan masyarakat
yang ada di sekililingnya. Dengan adanya komunikasi atau hubungan antar pribadi dengan
masyarakat, maka orang-orang akan membangun kehidupan pribadi mereka dan membangun

6
pengertian yang benar. Dari realitas ini, dapat dimengerti bahwa manusia adalah makhluk
sosial. Artinya bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya manusia lain.
Alkitab pun turut memberi kesaksian tentang hal ini. Ketika Allah telah selesai
menciptakan manusia pertama, yaitu Adam, Dia berfirman, “Tidak baik manusia hidup
sendirian. Aku akan membuat teman yang cocok untuk membantunya” (Kejadian 2:18 BIS).
Ayat ini dengan jelas mengemukakan bahwa dari semula Allah telah menciptalan manusia itu
untuk berinteraksi dan untuk hidup bersama manusia lainnya. Manusia berkomunikasi dengan
sesamanya dan bersama-sama mereka mengusakan bumi yang dipercayakan kepadanya.
Manusia adalah makhluk sosial, artinya bahwa manusia selalu membutuhkan manusia lainnya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Arti Gambar dan Rupa Allah
Dalam naskah asli Perjanjian Lama kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai gambar
adalah tselem dan yang diterjemahkan sebagai rupa adalah demuth. Kata tselem dapat
dipahami sebagai peta yang ada bentuk atau patronnya, sementara demuth dapat dipahami
sebagai suatu model yang harus seperti bentuk aslinya. Kata tselem juga dapat berarti sia-sia
(vain), empty (kosong), image (gambar, patung, kesan, bayang-bayang), likeness (persamaan)
dimana pengertian dasarnya adalah to shade (melindungi, membayangi, menaungi).
“Di dalam bahasa Ibrani tidak ada kata sambung di antara kedua ungkapan tersebut;
teks Ibrani hanya berbunyi “marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar rupa Kita.”
Baik Septuaginta maupun Vulgata memasukkan kata dan sehingga memberi kesan bahwa
“gambar” dan “rupa” mengacu kepada dua hal yang berbeda. Tidak seharusnya kata
penghubung “dan” menjadi faktor esensi pembeda kedua kata tselem dan demuth. Kata tselem
dan demuth sejatinya memiliki pengertian yang sama; keduanya saling melengkapi satu sama
lain.
Anthony A. Hoekema menjelaskan bahwa kata tselem (gambar), diturunkan dari akar
kata yang berarti “mengukir” atau “memotong,” dimana kata ini bisa dipakai untuk
mendeskripsikan ukiran berbentuk binatang atau manusia. Sementara kata demuth dalam
Kejadian 1 bermakna “menyerupai. Ketika pengertian kata tselem dan demuth ini
diaplikasikan pada penciptaan manusia dalam Kejadian 1, maka kata tselem dan demuth
menyatakan bahwa manusia menggambarkan Allah, artinya representasi Allah dimana
gambar tersebut juga merupakan keserupaan. Kedua kata itu memberi tahu kita bahwa
manusia merepresentasikan Allah dan menyerupai Dia dalam hal-hal tertentu.
Gambar menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa
bentuk luar manusia mengambil bagian dari penggambaran Allah. Rupa
menitikberatkan kepada kesamaan daripada tiruan, sesuatu yang mirip

7
dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui pancaindera. Dalam hal ini,
manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan bertindak
sebagai wakil penguasa. Dengan demikian, kekuasaan manusia
mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan
kreativitas dan tanggung jawab manusia.
Gambar Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang
berkepribadian dan bertanggung jawab di hadapan Allah, yang pantas
mencerminkan Penciptanya dalam pekerjaan yang ia lakukan, serta
mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan mereka. Tubuh
manusia dianggap sebagai sarana yang tepat untuk kehidupan rohani.
Allah menciptakan manusia dan mengenalnya (Mzr. 139:13-16),
memeliharanya (Ayub 10:12), dan menuntunnya menuju akhir hidupnya.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Dalam kenyataannya sebagai gambar dan rupa Allah itulah manusia dilihat sebagai makhluk
mulia, makhluk yang memiliki rasio, makhluk yang sosial, makhluk yang berkebudayaan,
makhluk yang istimewa di hadapan Tuhan.
Stephen Tong secara lebih dalam menjelaskan makna “manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa/peta dan teladan Allah” sebagai berikut.
1. Allah adalah Sumber
Manusia mempunyai satu induk atau satu asal dari suatu peta dan teladan (gambar dan
rupa) Allah. Manusia dicipta seperti Dia. Ada suatu sumber bagi manusia, dan Allah itulah
sumbernya. Segala kesulitan yang timbul dalam pertikaian dan perselisihan hidup manusia,
harus dihentikan dan masing-masing kembali kepada Induk, mencari kekuatan baru dari-Nya.
Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, Dia mencipta dengan mudah, Ia berkata,
“jadilah terang!” maka terang itu jadi. Ketika Ia mengatakan, “tegaklah!” maka tegaklah.
“Lenyap!” maka lenyaplah. Hanya dengan satu kalimat keluar dari mulut Allah, segala
sesuatu menjadi ada dan menjadi tidak ada, karena Allah demikian berkuasa. Tetapi waktu Ia
menciptakan manusia, bukan demikian. Ia memakai peta dan teladan (gambar dan rupa) Allah
di dalam diri manusia, sehingga manusia berbeda dengan segala makhluk. Manusia sudah
dicipta dengan mempunyai peta dan teladan Allah. Sehingga pada momen-momen tertentu
masih dapat dilihat sisa-sisa cahaya peta
yang masih berada dalam diri manusia, yang mempunyai pengaruh yang bisa
mengesankan orang, mempesona orang. Mengapa manusia bisa kecewa, senang, tertarik,
terdorong oleh karena orang lain yang begitu mempengaruhinya? Karena ia mempunyai peta

8
dan teladan Allah. Manusia mempunyai peta dan teladan Allah, mempunyai potensi-potensi
besar yang hampir tidak terbatas. Manusia mempunyai teladan Allah juga mempunyai krisis
yang begitu besar hampir tak terbatas. Itu sebabnya menjadi orang besar resikonya.
Allah itu induk sumber manusia. Manusia tidak hanya berpusat pada diri sendiri, tetapi
harus kembali kepada Allah, harus menyelesaikan segala kesulitan di sana dan manusia
seperti Allah menunjukkan betapa terhormatnya manusia.
2. Allah adalah tujuan hidup manusia
Manusia seperti Allah mengajarkan bahwa hidup manusia seharusnya mempunyai
tujuan. Manusia seperti Allah berarti manusia harus terus memperbaiki hidup sehingga seperti
Allah penciptanya. Seperti Tuhanku berarti Ia bukan hanya sumber tetapi juga tujuan
manusia. Allah itu sumber manusia dan Allah adalah tujuan manusia. Allah itu titik
permulaan dan titik akhir dari manusia. Sehingga dari permulaan manusia berasal dari Dia
dan berlangsung proses hidup untuk menyenangkan hati Tuhan.
Orang yang mengerti arti peta dan teladan (gambar dan rupa) Allah, harus menjadikan
Allah tujuan yang menetukan segala gerak-geriknya. Saya mengerjakan ini, menyenangkan
Allah atau tidak? Saya mengerjakan itu, diperbolehkan Allah atau tidak? Saya mengerjakan
ini, mempermuliakan Allah atau tidak? No matter what are you going to do, you should
glorify God. Whatever you want to do, glorify God. Manusia harus mempermuliakan Allah,
menjadi pendorong, penentu, dan penghakim dalam tindak tanduk yang manusia lakukan.
Seharusnya Allah menjadi tujuan, karena manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah,
menurut gambar dan rupa Allah.

3. Manusia harus meneladani Allah sendiri


Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, mengandung arti bahwa manusia
seharusnya melihat dengan jelas dan meneladani Allah sendiri. Untuk memungkinkan
terjadinya poin ketiga ini, Yesus datang ke dalam dunia, menjadi teladan yang paling
sempurna, sehingga segala bangsa, jaman, dan setiap orang boleh memanggil-Nya sebagai
teladan, sehingga hidup manusia menjadi sempurna.
Manusia diamanatkan untuk mengikuti peta dan teladan Allah (gambar dan rupa
Allah) yang menjelma menjadi manusia. Di dalam diri Kristus dapat dilihat kesempurnaan
yang utuh. Di dalam diri Kristus dapat dilihat keadilan yang mutlak. Di dalam diri Kristus
dapat dilihat sukacita yang sungguh berkemenangan. Di dalam Kristus, dapat dilihat
ketabahan menghadapi segala macam kesulitan dan penganiayaan, Ia tetap tekun dengan tidak
mengeluarkan kalimat yang mencela atau mencaci maki. Di dalam Kristus dapat dilihat
kerendahan hati yang sungguh-sungguh. Di dalam Kristus, dapat dilihat segala yang paling

9
tinggi mutunya, yang disebut moral, kesucian, segala sesuatu hanya berada dalam diri-Nya.
Manusia diciptakan menurut peta dan teladan (gambar dan rupa) Allah berarti manusia
bersumber, bukan orang yang tidak ada sumber dan tanggung jawab. Ini berarti manusia
diciptakan sebagai orang yang bertujuan, bukan berkeliaran seperti anak terhilang. Manusia
diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah, berarti manusia harus kembali kepada teladannya,
Allah yang pernah menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus. “Ikutlah Aku, pikullah
kuk dan belajarlah dari-Ku dan terimalah teladan-Ku” (Matius 11:28-29).
4. Manusia seperti Allah tetapi bukan Allah
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah berarti manusia seperti Allah
tetapi manusia bukan Allah. Oleh sebab itu manusia jangan berperan seperti Allah. Ada begitu
banyak manusia yang ateis dan menganggap bahwa manusia itulah Allah yang sesungguhnya.
Sehingga segala aspek hidupnya semata-mata dipusatkan pada diri sendiri. Mungkin
moralitas, etika dan hukum tetap dijumpai pada manusia-mausia yang ateis. Tapi itu semua
didasarkan pada standarnya, bukan pada standar Allah. Manusia yang menganggap diri Allah
hanya akan menemukan kegagalan.

Manusia sebagai gambar dan rupa Allah juga dapat berarti bahwa manusia memiliki
potensi/kemampuan untuk berhubungan atau merespons Allah, dan dalam arti ini manusia
adalah makhluk religius.16 “Manusia diciptakan sebagai gambar Allah berarti manusia
diciptakan sedemikian rupa untuk menjadi pihak lain yang diajak komunikasi oleh Allah.
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, gambar dan rupa Allah yang ada pada manusia menjadi
rusak. Artinya bahwa relasi antara Allah dan manusia menjadi rusak. Manusia tidak dapat
memperbaiki relasi yang rusak ini. Hanya Allah saja yang mampu. Untuk itulah Dia datang ke
dalam dunia untuk mencari mengadakan pendamaian antara diri-Nya dan manusia.
“Penciptaan manusia menurut gambar Allah, secara negatif menyangkal manusia sama
dengan Allah. Gambar Allah bukanlah Allah. Semulia-mulia manusia, ia tetap bukan Allah
hanya gambar-Nya saja, yang ternyata hanya berasal dari debu tanah (Kej. 2:7) dan kembali
kepada debu (Kej. 3:7). Jika ia memanipulasi untuk dirinya berbagai bentuk ketaatan dan
dedikasi orang lain yang seharusnya untuk Tuhan, maka ia mencuri kemuliaan Allah.

10
C. Kesimpulan

Sungguh luar biasa Allah menjadikan manusia. Tidak mengherankan ketika pemazmur
mengatakan, “Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib” (Mazmur
139:14). Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, sehingga manusia itu
istimewa adanya. Manusia adalah makhluk yang istimewa, melebihi segala makhluk yang
lain.
Sebagai gambar dan rupa Allah manusia itu diberikan mandat oleh Allah untuk
menjaga, memelihara dan mengusahakan bumi. Sebagai gambar dan rupa Allah manusia
harus memandang kepada Allah yang adalah sumber kehidupannya. Manusia tidak boleh
mendasarkan hidupnya pada dirinya sendiri karena dia bukanlah Allah. Tujuan hidup manusia

11
adalah untuk kemuliaan Allah. Allah sendiri, melalui Yesus Kristus menjadi teladan hidup
manusia.

12

Anda mungkin juga menyukai