Anda di halaman 1dari 4

TEMA BULANAN :

4 – 10 “Gereja Sehat Mengabarkan Injil”


Juni
TEMA MINGGUAN :
2023 “Lestarikan Alam dan Makhluk Ciptaan
Demi Masa Depan”

Kejadian 8:1-22

ALASAN PEMILIHAN TEMA


Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 5 Juni. Peringatan
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran untuk melestarikan alam. Gerakan
pelestarian lingkungan hidup baik dalam hal pemahaman maupun aksi nyata berlangsung terus
menerus. Namun pada saat yang sama kerusakan lingkungan dan bencana alam terjadi di mana-
mana. Sepertinya paradoks! Gereja-gereja global melalui World Council of Churches (WCC)
memberi perhatian serius terhadap topik “Integrity of Creation” (Keutuhan Ciptaan). Materi
khotbah, pengajaran atau katekisasi gereja penting memberi perhatian pada hehidupan moral dan
etik jemaat yang berpadanan dengan Injil Yesus Kristus secara rohani dan jasmani. Artinya iman
dan perbuatan nyata jemaat menghadirkan keadilan, perdamaian dan kelestarian lingkungan
hidup harus berlangsung secara terintegritas.
Firman dalam Alkitab berbicara tentang kehidupan di mana Tuhan Allah mencipta dan
memelihara alam ciptaan-Nya agar menjadi rumah yang “aman, nyaman dan lestari” bagi
makhluk ciptaan-Nya. Kepada manusia diberi amanat menjaga dan memelihara alam ciptaan-Nya.
Untuk maksud itu, maka perenungan sepanjang minggu ini akan dituntun oleh tema “Lestarikan
Alam dan Makhluk Ciptaan Demi Masa Depan”.

PEMBAHASAN TEMATIS
 Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Kejadian memiliki keunikan menggambarkan tentang Tuhan Allah. Tuhan Allah
digambarkan bukan seperti raja yang sedang duduk di singasana dalam istana megah berlapis
emas dengan segala keagungan. Tetapi dalam “sebuah taman” yang diciptakan, ditata dan diatur
secara harmonis dan indah. Tuhan Allah bekerja mengubah sesuatu yang kacau dan gelap menjadi
sesuatu yang teratur dan indah agar manusia dapat hidup dengan baik (Kej.1). Di taman itu, Tuhan
Allah menciptakan manusia untuk berkembang dan membangun peradaban. Kepadanya diberikan
pilihan moral untuk jangan makan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Kej. 2:16-17).
Kita memahami bahwa Tuhan Allah adalah sumber pengetahuan yang baik. Namun yang
terjadi adalah manusia ingin menentukan standar yang baik atau jahat. Ini berarti manusia
terkadang melampaui kewenangan-Nya. Manusia cenderung ingin menjadi tuhan bagi dirinya.
Oleh godaan Iblis, kecenderungan itu terpenuhi dengan menggunakan kebebasannya memilih
mengikuti kehendak Iblis daripada patuh pada perintah Tuhan Allah. “Tetapi ular itu berkata
kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu
tentang yang baik dan yang jahat.” (Kej. 3:4-5).
Perhatikanlah, setelah jatuh ke dalam dosa, manusia diusir dari taman Eden sehingga
semakin menjauh dari Tuhan Allah. Akibatnya perbuatan dosa makin menjadi-jadi (Kej.4). Dengan
menjauh dari Tuhan Allah maka kehendak, hasrat dan nafsu manusia mendatangkan kejahatan
(Kej. 6:5).
Semakin menjauh dari Tuhan Allah maka semakin besar dan buruk kejahatan manusia
sehingga Tuhan Allah mendatangkan air bah. Walaupun demikian, di antara manusia yang buruk
itu masih ada Nuh yang mendapatkan kasih karunia di mata TUHAN Allah (Kej.6:8). Air yang
menjadi sumber kehidupan, dalam kisah ini, menjadi suatu kekuatan besar yang merusak dan
membawa kematian. Bumi kembali menjadi seperti ungkapan Kejadian 1:2. “Bumi belum
berbentuk (wht tohuw) dan kosong (whb bohuw); gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh
Allah melayang-layang di atas permukaan air.”
Memahami kisah air bah, maka kita perlu menyadari dan memperhatikan beberapa hal:
Pertama, Kisah air bah merupakan kisah sedih dan duka Tuhan Allah atas pemberontakan
manusia ciptaan-Nya. “menyesallah TUHAN” dan “memilukan hati-Nya” (Kej. 6:6). Air Bah yang
dipandang sebagai bentuk “hukuman” jangan hanya disoroti dari sisi kemarahan Tuhan Allah saja,
namun harus dipahami dalam konteks perasaan Tuhan Allah yang bersedih dan berduka.
Perhatikanlah apa yang tertulis dalam pasal 1. Di setiap mengakhiri karya ciptaan-Nya, Alkitab
selalu mencatat: “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”. Namun yang baik ini menjadi rusak
karena dosa manusia. Rusaknya dunia yang diciptakan Tuhan Allah bukanlah rencana-Nya.
Mari kita bayangkan hal ini: Bagaimanakah perasaan kita, jika karya yang kita buat sebaik
mungkin dirusak? Tentu hati kita sedih dan terluka. Sehingga kisah ini jangan hanya disoroti dari
bentuk kemarahan Tuhan Allah saja tapi pada “Allah yang terluka dan bersedih”. Seperti orang
tua yang marah kepada anaknya yang melakukan pelanggaran moral dan etik. Pelanggaran yang
diperbuat akan membuat hati orang tua sedih, kecewa dan sakit. Seorang anak yang baik dan
dewasa akan meresponnya bukan dengan kembali memberontak atau marah. Tapi sebaliknya
sang anak seharusnya merenung dan melakukan refleksi diri sehingga memiliki kesadaran yang
membawanya pada perubahan hidup. Inilah yang diharapkan Tuhan Allah bagi umat-Nya, yaitu
kedewasaan iman untuk menjadikan hukuman sebagai jalan menuju pertobatan.
Kedua, Kisah air bah tidak hanya berisi tentang berita pembinasaan, namun juga penyelamatan.
Diceritakan Nuh dan keluarganya serta binatang yang berpasang-pasangan ikut
diselamatkan melalui bahtera. Ada misi penyelamatan di dalamnya. Seratus lima puluh hari
lamanya Nuh beserta penghuni bahtera terapung-apung di atas permukaan air.
Sebelum peristiwa air bah, Tuhan Allah dikatakan “menyesal” dan sepertinya “melupakan”
manusia karena begitu jahat dan buruknya kejahatan. Pilihan manusia untuk mengikuti hasratnya
telah membawa kerusakan yang mendalam atas ciptaan-Nya. Maka sekarang Tuhan Allah
menaruh perhatian lagi kepada manusia, yang dibahasakan dalam ayat 1 “Maka Allah mengingat
Nuh...”.
Inilah sebuah awal dari kehidupan yang baru. Tuhan Allah bertindak dengan membuat air
itu surut dan akhirnya bahtera itu terkandas. Walaupun puncak-puncak gunung telah kelihatan
namun Nuh belum turun dari bahtera. Ia mencari petunjuk dengan melepaskan burung gagak
(sekali dilakukan) dan burung merpati (3 kali dilakukan). Setelah burung merpati tidak kembali, ini
memberi tanda bahwa bumi telah kering dan tanaman telah tumbuh ditandai dengan ‘sehelai daun
Zaitun segar’ yang dibawa oleh burung Merpati.
Walaupun demikian, Nuh yang saleh dan taat itu tetap berada di dalam bahtera karena
belum ada perintah dari Tuhan Allah untuk keluar. Setelah perintah datang (ayat 15-17), Nuh dan
seisi keluarga beserta binatang yang ada di dalam bahtera itu turun.
Keselamatan yang dialami Nuh dan keluarganya adalah anugerah Tuhan Allah dan untuk
mensyukurinya Nuh membuat mezbah dan memberikan persembahan syukur. Ini adalah respon
iman Nuh atas pemeliharaan dan penyelamatan Tuhan Allah serta untuk permulaan yang hidup
yang baru. Persembahan syukur itu berkenan di hadapan Tuhan Allah.
Ketiga, Tentang pemulihan.
Apakah Tuhan Allah membiarkan ciptaan-Nya rusak? Tentu tidak! Tuhan Allah
digambarkan seperti “tukang kebun/taman”, kini menjanjikan suatu permulaan baru. Tuhan Allah
menjanjikan pemeliharaan dan takkan berhenti musim menabur dan menuai (ayat 21-22).
Kini kisah kehidupan manusia berlanjut melalui keluarga Nuh. Tugas membangun suatu
tatanan hidup baru dimulai. Seperti perintah kepada manusia pertama di taman Eden agar
kehidupan terus berlanjut maka demikian juga perjanjian yang dibangun Tuhan Allah dengan Nuh
(Kej. 9). Kepada Nuh diberi amanat untuk memulai sesuatu yang baru dalam rangka mengisi dan
membentuk bumi yang baru, suatu masa depan yang lebih baik.

Makna dan Implikasi Firman


1. Ada sebuah ungkapan “mulailah sekarang tanam pohon, agar generasi selanjutnya tidak akan
tanam manusia.” Ungkapan ini tentu memiliki pesan mendalam bahwa manusia dan alam
selalu memiliki hubungan. Bencana alam yang sering terjadi merupakan tanda zaman yang
harus cepat disikapi, sebab bumi hanya satu. Walaupun kita mendengar ada upaya penelitian
untuk mencari apakah di planet yang lain bisa di huni oleh manusia, namun itu suatu cita-cita
belum bisa dengan pasti dan cepat terjadi. Bumi yang kita diami menghadapi ancaman
kerusakan ekologis yang serius yang dapat mendatangkan kematian. Setiap bencana yang
terjadi merupakan dampak dari ulah manusia sendiri. Kejahatan manusia terhadap alam
adalah juga bentuk perlawanan dan kejahatan pada Sang Pencipta.
Kita tentu paham, jika suatu karya seseorang dirusak maka secara tidak langsung itu adalah
bentuk penghinaan bagi si pembuat. Tuhan Allah menciptakan bumi dan segala isinya diberi
tanggung jawab kepada manusia untuk mengelola, menata dan memeliharanya. Tapi
kenyataannya tanggung jawab ini tidak dilaksanakan oleh manusia secara baik. Bukannya
menata dan memelihara, tapi yang terjadi malahan mengeksploitasi dan merusak.
Hanya orang yang bodoh yang akan merusak rumah di mana ia tinggal. Tapi kebodohan
inilah yang sementara dipertontonkan oleh manusia. Ada kecenderungan sebagian besar
manusia tidak pernah mau belajar dari setiap pengalaman sebab kecenderungan hatinya selalu
ingin mencari keuntungan pribadi. Keserakahan manusia adalah salah satu yang memegang
peranan penting dalam krisis iklim dan kerusakan bumi yang sedang terjadi. Memang,
walaupun bumi begitu luas, namun tidak akan pernah cukup memenuhi hasrat dari orang yang
serakah.
2. GMIM adalah gereja yang besar dan telah menjadi gereja global. Inilah kekuatan yang jika
dimobilisasi dapat menjadi gerakan bersama dan memiliki signifikansi dalam mengarahkan
agenda dan kebijakan yang berpihak pada lingkungan. Coba kita cermati warga GMIM yang
berada di pedesaan, perkotaan, pegunungan dan pesisir pantai. Sebagian besar warga jemaat
memiliki pekerjaan sebagai petani dan juga nelayan. Suatu pekerjaan yang semuanya hidup
dekat dengan alam. Kesadaran inilah yang harus kita bangun bahwa ancaman ekologi bisa
menjadi ancaman atas keberadaan gereja.
Dengan potensi sebesar ini, GMIM dapat membangun jaringan dengan lembaga-lembaga
keagamaan lainnya dan pemerintah baik ditingkat lokal, nasional dan global untuk bersama-
sama mengadvokasi penyelamatan lingkungan hidup. Kita tak bisa kerja sendiri, tapi kita butuh
kerja bersama. Kita kuat karena bersama, kita lemah karena sendiri. Sebagaimana dalam
menghadapi Air Bah, Nuh tak sendiri. Di dalam bahtera itu ada keluarga dan hewan yang
berpasang-pasangan. Demikian juga bahwa setiap problematika hidup akan terasa ringan jika
dihadapi bersama.
Sebagai satu keluarga gereja Tuhan, marilah kita bergandengan tangan menghadapi
ancaman krisis iklim dan bumi ini. Sebab dengan bersama itulah kekuatan kita. Sudah
seharusnya kita bersyukur atas bumi dan makhluk ciptaan lain yang Tuhan Allah ciptakan bagi
kita. Di bumi inilah kita berpijak, untuk hidup. Bumi ini rumah kita, rumah yang harus kita jaga
dan lestarikan.

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:


1. Apa yang anda pahami tentang Lestarikan Alam dan Makhluk Ciptaan Demi Masa Depan
menurut Kejadian 8:1 – 22?
2. Jelaskan, alam merupakan sumber berkat tetapi dapat menjadi sumber malapetaka? Menurut
anda apakah setiap bencana alam yang terjadi merupakan bentuk penghukuman Tuhan Allah?
3. Apa dan bagaimana sikap serta tindakan kita sebagai Gereja untuk melestarikan alam ciptaan
Tuhan Allah agar manusia dapat hidup aman dan layak?

NAS PEMBIMBING: Mazmur 29:10-11

POKOK-POKOK DOA:
1. Warga gereja dapat merawat dan melestarikan alam sekitar.
2. Warga gereja yang terdampak bencana mendapatkan pertolongan, kecukupan kebutuhan
hidup, dan tetap beriman dalam menghadapi peristiwa yang sulit sekalipun.
3. Gereja - individu maupun institusi - dapat bekerja sama dalam menjadi alat Tuhan Allah untuk
menyuarakan dan bertindak menyelamatkan bumi dari kerusakan.
4. Gereja patut menopang kebijakan pemerintah yang melindungi dan mendukung kelestarian
alam.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK I

NYANYIAN YANG DIUSULKAN:


Panggilan Beribadah: KJ. No. 60 Hai Makluk Alam Semesta
Nas Pembimbing: NKB. No. 42 Fajar Menyingsing
Pengakuan Dosa: Di Tengah Ombak Dan Arus Pencobaan
Pemberitaan Anugerah Allah: NKB No. 19 Dalam Lautan Yang Kelam
Ses Hukum Tuhan: NKB No 197 Besarlah Untungku
Ses. Baca Alkitab: NNBT No. 37 Tuhan Yesus Adalah Penabur
Persembahan: PKJ. No 55 Hai, Puji Nama-Nya
Nyanyian Penutup: PKJ. 56 Lihatlah Pohon Pohon

ATRIBUT

Warna Dasar Hijau dengan Simbol Salib dan Perahu di atas Gelombang.

Anda mungkin juga menyukai