Anda di halaman 1dari 10

BAB X MELINDUNGI DAN MELESTARIKAN

LINGKUNGAN HIDUP

SEGI-SEGI ALKITABIAH
451. Pengalaman hidup tentang kehadiran yang ilahi di tengah sejarah merupakan fondasi
iman umat Allah: “Kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi Tuhan membawa kita
keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat” (Ul 6:21). Mencermati sejarah memungkinkan
seseorang untuk meninjau masa lampau dan menemukan Allah yang berkarya sejak saat
paling awal: “Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara” (Ul 26:5); tentang umat-
Nya, Allah dapat berkata: “Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai
Efrat” (Yos 24:3). Refleksi ini memungkinkan kita untuk memandang ke masa depan dengan
harapan, yang ditopang oleh ikrar serta perjanjian yang senantiasa dibarui Allah.
Iman Israel dilakoni dalam ruang dan waktu di tengah dunia ini, yang tidak dianggap sebagai
sebuah lingkup yang bermusuhan, bukan pula sebagai si jahat darinya orang mesti
dibebaskan, melainkan sebaliknya sebagai karunia dari Allah sendiri, sebagai tempat dan
rencana yang Ia percayakan kepada pengelolaan serta kegiatan yang bertanggung jawab
manusia. Alam, yakni buah kerja tindakan kreatif Allah, bukanlah seteru yang berbahaya.
Allah sendirilah yang telah menciptakan segala sesuatu, dan berkenaan dengan masing-
masing realitas tercipta “Allah melihat bahwa semuanya itu baik” (bdk. Kej
1:4,10,12,18,21,25). Pada puncak ciptaan ini, yang adalah “sungguh amat baik” (Kej 1:31),
Allah menempatkan manusia. Hanya kedua manusia itulah, di antara semua makhluk ciptaan
lainnya, yang diciptakan Allah “menurut gambar-Nya” (Kej 1:2 ). Tuhan mempercayakan
segenap ciptaan kepada tanggung jawab keduanya, dengan memberi mereka kewenangan
untuk memperhatikan keselarasan serta perkembangannya (bdk. Kej 1:26-30). Ikatan yang
khusus ini dengan Allah menjelaskan posisi istimewa dari pasangan manusia pertama dalam
tatanan ciptaan.
452. Relasi manusia dengan dunia merupakan bagian konstitutif dari jati diri manusia.
Relasi ini pada gilirannya merupakan hasil dari sebuah relasi lain yang jauh lebih dalam lagi
antara manusia dan Allah. Tuhan telah menjadikan pribadi manusia sebagai seorang mitra
bersama Dia di dalam dialog. Hanya di dalam dialog itulah manusia bisa menemukan

1
kebenaran tentang dirinya, dan darinya pula ia menimba ilham serta berbagai kaidah untuk
merancangkan rencana bagi masa depan dunia, yang merupakan taman yang telah diberikan
Allah kepadanya untuk diusahakan dan dipelihara (bdk. Kej 1:15). Bahkan dosa sekalipun
tidak dapat membatalkan kewajiban ini, walaupun dosa memelorotkan kerja yang agung ini
dengan jerih lelah dan penderitaan (bdk. Kej 3:17-19).
Ciptaan selalu menjadi objek pujian doa Israel: “Betapa banyak perbuatan-Mu, ya Tuhan,
sekaliannya Kau jadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu” (Mzm
104:24). Keselamatan dilihat dan dipahami sebagai satu ciptaan baru yang menegakkan
kembali keselarasan serta potensi pertumbuhan yang telah dicederai dosa: “Aku menciptakan
langit yang baru dan bumi yang baru” (Yes 65:17) – firman Tuhan di mana “padang gurun
akan menjadi kebun buah-buahan … di kebun buah-buahan akan tetap ada kebenaran ….
Bangsaku akan diam di tempat yang damai” (Yes 32:15-18).
453. Keselamatan definitif yang Allah tawarkan kepada semua umat manusia melalui Putra-
Nya tidak terlaksana di luar dunia ini. Walaupun dicederai oleh dosa, dunia telah
ditetapkan untuk mengalami sebuah pemurnian radikal (bdk. 2Ptr 3:10), yang membuatnya
menjadi sebuah dunia yang dibarui (bdk. Yes 65:1 ; 66:22; Why 21:1), dan akhirnya
menjadi tempat di mana “terdapat kebenaran” (2Ptr 3:13).
Dalam pelayanan-Nya di depan umum, Yesus memakai unsur-unsur alam. Ia tidak saja
seorang penafsir alam yang cerdas, yang berbicara tentangnya dalam berbagai gambar dan
perumpamaan, tetapi Ia juga berkuasa atasnya (bdk. episode diredahkannya angin ribut dalam
Mat 14:22-23; Mrk 6:45-52; Luk 8:22-25; Yoh 6:16-21). Tuhan menempatkan alam untuk
melayani rencana penebusan-Nya. Ia meminta para murid-Nya untuk mencermati hal, musim
dan orang dengan kepercayaan seperti yang dipunyai anak- anak yang mengetahui bahwa
mereka tidak akan ditelantarkan oleh seorang Bapa yang mahabaik (bdk. Luk 11:11-13).
Alih-alih diperbudak oleh barang-barang, seorang murid Yesus mesti mengetahui bagaimana
mempergunakan barang-barang itu agar menghasilkan kesediaan untuk berbagi dan
persaudaraan (bdk. Luk 16:9-13).
454. Masuknya Yesus Kristus ke dalam sejarah dunia ini mencapai puncaknya pada Rahasia
Paskah, di mana alam itu sendiri ambil bagian di dalam drama penolakan terhadap Putra
Allah dan dalam kemenangan Kebangkitan-Nya (bdk. Mat 2 :45,51; 28:2). Dengan melewati
kematian dan mencangkokkan ke dalamnya semarak baru Kebangkitan, Yesus meresmikan
sebuah dunia baru di mana segala-galanya ditaklukkan kepada-Nya (bdk. 1Kor 15:20-28),
dan Ia menciptakan secara baru relasi ketertiban dan relasi keselarasan yang telah dirusakkan
dosa. Pengetahuan tentang ketidakseimbangan antara manusia dan alam hendaknya disertai
2
dengan suatu kesadaran bahwa di dalam Yesus telah terlaksana pendamaian di antara manusia
dan dunia dengan Allah – sedemikian rupa sehingga setiap manusia, sadar akan cinta kasih
ilahi, dapat menemukan secara baru kedamaian yang dahulunya hilang. “Jadi siapa yang ada
di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru
sudah datang” (2Kor 5:1 ). Alam, yang diciptakan di dalam Firman, oleh Firman yang sama
yang telah menjadi manusia, diperdamaikan dengan Allah dan diberi kesentosaan yang baru
(bdk. Kol 1:15-20).
455. Tidak saja manusia batiniah yang sekali lagi dijadikan utuh, tetapi juga seluruh
kodratnya sebagai makhluk jasmaniah dijamah oleh kuasa penebusan Kristus. Seluruh
ciptaan turut serta dalam pembaruan yang mengalir dari Rahasia Paskah Tuhan, walaupun
ia masih menantikan pembebasan sepenuhnya dari kebinasaan, seraya mengeluh merasa
sakit bersalin (bdk. Rm 8:19-23) dalam harapan akan melahirkan “langit yang baru dan bumi
yang baru” (Why 21:1) yang merupakan karunia pada akhir zaman, kegenapan keselamatan.
Dalam pada itu, tidak ada sesuatu pun yang berdiri di luar keselamatan. Apa pun kondisi
hidupnya, seorang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus untuk hidup sesuai dengan Roh-
Nya, sang prinsip kehidupan baru yang membawa dunia dan manusia kembali ke tujuannya
yang asli: “baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan
datang. Semuanya kamu punya. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik
Allah” (1Kor 3:22-23).

Pertanyaan dari DOCAT: Cathechism of What to do.


256. Apa yang bisa dilakukan orang Kristen demi terciptanya lingkungan hidup yang
manusiawi?
Orang Kristen bukan pemerhati lingkungan jika komitmen mereka terbatas pada seruan moral
yang dibuat kepada orang lain. Tidak membantu pula jika ia hanya terus-menerus berbicara
tentang permasalahan global, tetapi tidak tertarik pada lingkungannya sendiri dan berbagai
kemungkinan yang ada di dalamnya. Maka, etika lingkungan kristen tidak dibangun di atas
rasa puas diri. Sebaliknya, etika ini memberikan perhatian, baik pada konflik pribadi maupun
konflik sosial yang perlu diselesaikan. Demi tujuan ini, pertama-tama harus ada analisis yang
tepat tentang hubungan sebab akibat, resiko dan harapan di masa depan. Setelah analisis
tersebut dilakukan, didapatkanlah panduan dasar yang efektif. Orang Kristen dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pelestarian ekosistem ketika mereka “sungguh
peduli pada keutuhan ciptaan, bukan melampiaskan frustrasi terhadap lingkungan”.
Keberanian untuk berharap harus dikombinasikan dengan semangat untuk memperdalam
3
pengetahuan dan kesiapsediaan untuk bertindak. “Jika tren (perusakan alam) ini terus
berlanjut, abad ini akan menyaksikan perubahan iklim yang luar biasa dan perusakan
ekosistem yang belum pernah terjadi, dengan konsekuensi serius bagi kita semua.” (Paus
Fransiskus, LS 24).

257. Apa artinya “pemelihara keutuhan ciptaan”?


Menjadi pemelihara keutuhan ciptaan tidak berarti orang Kristen diharapkan menjaga
keseluruhan alam ciptaan sebagai objek yang harus kita perhatikan. Alam lingkungan itu
terbuka, memiliki sistem yang terus-menerus berkembang, tidak berhenti dalam susunan
tertentu. Dan ketika banyak telaah dari ahli teologi, ekologi, ekonomi, estetika, atau deskripsi
budaya tentang aspek-aspek alam yang layak dilestarikan, refleksi tentang cara melindungi
dan merawat alam, serta pertanyaan selanjutnya terkait kapan, mengapa, dan bagaimana hal
itu dilakukan, semakin berarti.

258. Bukankah ekologi tak lebih dari sebuah tantangan teknis bagi para ahli?
Bukan. Paus Yohanes Paulus II dalam konferensi tingkat dunia untuk pengembangan
berkelanjutan di Johannesburg pada tahun 2002, menekankan bahwa setiap orang kristen
mempunyai “panggilan ekologis” yang lebih mendesak dalam zaman kita. Gagasan dasar
Paus adalah “ekologi manusiawi”. Pusat dari semuanya adalah keluhuran hidup umat
manusia. Pemahaman ini menyangkut pula gagasan tentang “sikap hormat terhadap
kehidupan”, “kerja”, tanggung jawab yang mengacu pada Allah, Sang pencipta dunia yang
dalan Diri-Nya sendiri baik adanya. “Damai bersama Allah Pencipta” berarti “damai bersama
seluruh ciptaan.” (Paus St. Yohanes Paulus II, pesan Hari Perdamaian Dunia). Orang Kristen
harus memahami bahwa “merosotnya rasa hormat kepada alam” dan penjarahan sumber-
sumber alam” akan mengancam perdamaian dunia.

259. Apa sumbangan Gereja dalam tema ekologi?


Gereja tidak memiliki kompetensi khusus soal ekologi. Dalam ensiklik Laudato Si, Paus
Fransiskus mengatakan bahwa bumi adalah “rumah bersama” seluruh umat manusia. Ia
memuji usaha semua orang untuk turut bertanggung jawab merawat rumah mereka, dan
meminta umat Kristiani untuk melakukan pertobatan ekologis yang radikal. “Tantangan yang
mendesak untuk melindungi rumah kita bersama mencakup upaya menyatukan seluruh
keluarga manusia guna mencari bentuk pembangunan berkelanjutan dan integral, karena kita
tahu bahwa perubahan itu dimungkinkan. Sang Pencipta tidak meninggalkan kita. Ia tidak
4
pernah meninggalkan rencana kasih-Nya atau menyesal telah menciptakan kita. Umat
manusia masih memiliki kemampuan bekerjasama dalam membangun rumah kita bersama.
Di sini saya ingin mengakui, memberi dorongan, dan berterima kasih kepada semua orang
yang dalam pelbagai bidang aktivitas manusia yang sangat beraneka ragam, berjuang untuk
menjamin perlindungan rumah yang kita bagikan.” (LS13).

260. Apa itu perkembangan ekologis integral?


Paus Fransiskus mengatakan, “Tidak ada dua krisis terpisah, yang satu menyangkut
lingkungan dan yang lain sosial, tetapi satu krisis sosial-lingkungan yang kompleks. Solusi
hanya mungkin melalui pendekatan komprehensif untuk memerangi kemiskinan,
memulihkan martabat orang yang dikucilkan, dan pada saat yang sama melestarikan alam
(LS 139). Dan, di tempat lain, ia berkata, “Oleh karena itu, tidak cukup kita berbicara hanya
tentang keutuhan ekosistem. Kita harus berani berbicara tentang keutuhan kehidupan
manusia, tentang perlunya mendorong dan menggabungkan semua nilai yang besar” (LS
224).

261. Di mana kita mendapatkan ajaran etika lingkungan hidup dalam Gereja?
Pusat tulisan Gereja tentang ekologi adalah ensiklik LAUDATO SI dari Paus Fransiskus
(2015). Ensiklik ini menyediakan analisis komprehensif tentang ancaman ekologis yang
didasarkan pada banyak penelitian para ahli. Ensiklik ini juga memaparkan penyebab-
penyebab terjadinya krisis yang tidak hanya karena kelumpuhan politik (“subjek politik pada
teknologi dan keuangan”) dan eksploitasi ekonomi yang tidak mempertimbangkan kerusakan
bumi. Alasan mendasar persoalan ini harus dicari dalam diri manusia sendiri, di dalam
kekacauan yang terjadi terkait hubungannya dengan ciptaan (“... hubunganku dengan diriku
sendiri, dengan sesama, dengan Allah dan dengan bumi”). Pertobatan memulihkan manusia,
yang harus belajar bahwa “semuanya terhubung dan perlindungan autentik demi hidup kita
sendiri dan hubungan kita dengan alam tidak dapat dilepaskan dari persaudaraan, keadilan,
dan kesetiaan kepada pihak lain.” (LS 70). Dengan demikian, ekologi sejati ialah melindungi
lingkungan, ekologi manusia, ekologi sosial dan ekologi budaya pada waktu yang sama.
Manusia memiliki kebebasan, kata Paus Fransiskus, yang mampu membatasi teknologi dan
mengarahkannya; menggunakannya demi kemajuan lainnya, yang lebih sehat, lebih
manusiawi, lebih sosial, lebih utuh (LS 112). Sebagai tambahan Laudato si, ensiklik
Populorum Progressio (1967) dan Caritas in Veritate (2009) juga sangat penting untuk
melihat hubungan antara pertanggungjawaban sosial dan pemeliharaan lingkungan.
5
262. Tidakkah generasi ini merampas apa yang dibutuhkan bagi hidup generasi mendatang?
Ya, dalam beberapa hal. Dan, hanya gerakan solidaritas yang dapat mengubahnya. Seperti
yang dikatakan Paus Fransiskus, “Ketika kita memikirkan keadaan dunia yang kita tinggalkan
untuk generasi mendatang, kita mulai berpikir dengan cara yang berbeda, sadar bahwa dunia
adalah hadiah yang telah kita terima secara gratis dan yang kita bagi dengan yang lain. Jika
bumi diberikan kepada kita, kita tidak lagi dapat berpikir hanya menurut ukuran manfaat,
efisiensi dan produktivitas untuk kepentingan pribadi.” (LS 159).

263. Keberlanjutan–prinsip sosial yang baru?


Dengan bantuan prinsip sosial dasar PRIBADI SOLIDARITAS dan SUBSIDIARITAS
seseorang dapat memahami struktur-struktur sosial dan menyesuaikannya dengan kriteria-
kriteria etis. Dengan semakin maraknya tantangan-tantangan khusus pada zaman ini, kiranya
layak jika satu prinsip lain ditambahkan: Prinsip keberlanjutan. Prinsip ini terkait dan
diletakkan dalam praksis prinsip-prinsip etis tradisional yang menaruh hormat pada kondisi
hidup manusia dan kelangsungan bumi itu sendiri. Ketika orang-orang berdiskusi tentang
prinsip keberlanjutan, mereka sedang berbicara tentang menjaga stabilitas dan ekosistem
bumi dan kemampuan alamiahnya memperbaharui sumber-sumber alam.

264. Mengapa keberlanjutan membutuhkan “pribadi”?


Perhatian kita tidak berhenti pada ekosistem bumi. Akhirnya, kita harus mengupayakan
keluhuran manusia tanpa syarat. Manusia adalah pusat dunia, bukan alam atau hewan.
Bahkan, kita tahu bahwa manusia akan mendapatkan keuntungan ketika perhatian diberikan
untuk memelihara keutuhan alam dan ketika hewan memiliki habitat yang tepat bagi masing-
masing jenisnya. Menjaga alam dan melindungi umat manusia adalah dua sisi mata uang
dalam etika Kristiani.

265. Mengapa keberlanjutan membutuhkan “solidaritas”?


Keberlanjutan adalah tantangan yang hanya dapat dicapai melalui usaha bersama. Tanpa
dukungan praksis solidaritas secara langsung, keberlanjutan hanya akan tinggal sebagai topik
yang membuat frustrasi karena miskinnya idealisme, sementara yang lain tanpa rasa malu
menggunakan sumber-sumber alam yang ada (Nach mir die Sintflut! “Setelah aku, banjir.”
Tanpa lembaga-lembaga yang didirikan untuk memberantas kemiskinan atau untuk menjaga
kelestarian alam, keberlanjutan akan menjadi omong kosong, politik tanpa komitmen. Dalam
6
program internasional, Gereja mempunyai tradisi besar tentang solidaritas yang bisa
dikembangkan di masa depan.

266. Mengapa keberlanjutan membutuhkan “subsidiaritas”?


Tanpa prinsip subsidiaritas, keberlanjutan akan lemah pada inti organisasinya; apa yang dapat
dicapai oleh organisasi yang lebih kecil harus dilakukan sendiri. Tidak perlu ada aturan atau
organisasi dari atas. Ekologi gampang disalahgunakan untuk menuntut tindakan lebih dari
negara, misalnya dengan menuntut lebih banyak peraturan dan sentralisasi alih-alih
mendorong struktur yang bebas dan adaptasi dengan lingkungan sosial-budaya dan
lingkungan alam dalam kasus-kasus tertentu.

267. Dapatkah iman memberikan sumbangan dalam diskusi tentang “keberlanjutan”?


“Keberlanjutan juga bisa menjadi ideologi, teapi jarang muncul sebagai sesuatu yang mudah
dikerjakan, baik secara sosial maupun teknis, seperti rencana politik yang bisa diwujudkan
dengan kekuasaan yang besar. Iman Kristen adalah ideologi yang penting karena tidak
percaya pada suatu solusi yang tidak sempurna. Iman Kristen menggerakkan semua kekuatan
yang ada untuk mencapai keberlanjutan, hidup yang layak, dan meluhurkan derajat hidup
manusia. Akan tetapi, semuanya itu pada akhirnya digerakkan oleh pengharapan bahwa Allah
akan menyempurnakan segala sesuatu yang tidak dapat dicapai manusia. Allah memberikan
yang terbaik, yakni firdaus yang secara aktual terlaksana. Keberlanjutan berfokus pada masa
depan yang penuh motivasi, bukan karena optimisme terhadap kemajuan, tetapi lebih karena
visi akan kehidupan yang lebih baik di alam yang terbatas ini.

268. Bagaimana orang Kristen hidup baik di tengah keterbatasan alam?


Keberlanjutan ( seperti menjaga ekologi, sosial, dan stabilitas ekonomi) tidak dapat secara
sederhana diartikan sebagai selalu lebih cepat dan semakin banyak barang. Jika demikian,
hanya orang kaya yang akan hidup, bahkan semakin tidak punya malu ketika mengorbankan
mereka yang tidak dapat bersaing dalam perlombaan. Kemakmuran dengan menggunakan
sumber-sumber alam secara hemat dan penuh pertimbangan–dengan kata lain tidak melahap
semua sumber alam yang terbatas–menjadi satu-satunya konsep kemakmuran yang bisa
ditawarkan karena membuka kesempatan bagi banyak pihak untuk berbagi. Hanya ini konsep
tentang kemakmuran yang dianjurkan bagi orang Kristen sebab konsep ini adil. Cara pandang
ini memberikan arti baru untuk “melakukan tanpa” melakukan tanpa selalu mengambil dari
orang lain!
7
269. Di mana Allah ketika krisis ekologi terjadi?
Krisis ekologi terjadi bukan di meja para teolog atau sosiolog, melainkan dalam hidup nyata
para petani yang menderita karena iklim ekstrem yang terjadi dan dalam hidup para pekerja
migran di perkampungan yang miskin dan kotor bersama jutaan penghuni lain. Di mana Allah
ketika situasi itu terjadi? Allah menjadi yang pertama berbagi, bahkan secara sistematis.
Dalam Yesus Kristus, Allah yang penuh belaskasih itu berkenan merendahkan diri dan
mengambil hidup sebagai manusia. Dalam berbagai upaya, Allah memulihkan semua
kerusakan yang terjadi, mengembalikannya sebagai ciptaan, serta memperbarui keadaan
lingkungan. Kacamata iman Kristen tidak menetapkan nilai kemanusiaan dengan banyaknya
barang yang dikonsumsi atau diproduksi, dan dengan demikian dapat menumbuhkan sikap
moderat, adil, dan bertanggung jawab dalam penggunaannya. Gereja, lebih dari itu, adalah
“pemain global” paling tua. Gereja mampu bertanggung jawab dalam kancah dunia. Hanya
tanggung jawab yang bisa mengurangi kondisi krisis ekologi sekarang ini.
DOKUMEN-DOKUMEN PENTING GEREJA DALAM KAITAN DENGAN
LINGKUNGAN HIDUP
Evangelium Vitae Tanggung jawab atas ciptaan
Sebagai yang dipanggil untuk memelihara taman dunia (kej 2:15) , manusia memiliki
tanggung jawab khusus terhadap lingkungan tempat ia tinggal, terhadap seluruh ciptaan yang
telah ditempatkan Allah untuk meluhurkan martabatnya, hidupnya; tidak hanya untuk saat ini,
melainkan untuk generasi yang akan datang. Persoalan ekologis—mulai dari pelestarian
habitat alami berbagai jenis hewan, ragam bentuk kehidupan lain, sampai pada “ekologi
manusia” yang pantas–yang ditemukan dalam Alkitab ini jelas dan memiliki tujuan etis,
membawa pemecahan yang menghormati seluruh kehidupan. Faktanya, “kekuasaan yang
diberikan kepada manusia oleh Sang Pencipta bukanlah kekuasaan mutlak. Orang juga tidak
bisa berkata bahwa kebebasan berarti bebas untuk ‘menggunakan dan menyalahgunakan’ atau
untuk mendapatkan hal-hal yang menyenangkan. Sejak awal, keterbatasan ditetapkan oleh
Sang Pencipta sendiri dan dinyatakan secara simbolis dalam larangan untuk tidak “memakan
buah dari pohon” (Kej 2:16-17). Hal itu secara jelas menunjukkan bahwa ketika datang ke
dunia ini, kita tunduk tidak hanya kepada hukum biologis, tetapi juga kepada hukum moral
yang tidak bisa dilanggar. Kita tidak bisa kebal hukum terhadap keduanya.
Paus St. Yohanes Paulus II, Ensiklik Evangelium Vitae (1995), 42.
Evangelium Vitae Rekan Kerja Sang Pencipta

8
Asal-usul manusia digoreskan sangat kuat dalam generasi biologis. Sebagai peneguhan
pasangan, sebagai orang tua, bekerjasama dengan Allah pencipta dalam proses kehamilan
sampai lahirnya manusia baru. Dalam hal ini, kita tidak berbicara hanya mengacu pada
hukum biologi. Sebaliknya, kita ingin menekankan bahwa kehadiran Diri Allah dalam diri
ayah dan ibu manusia berbeda dengan cara Ia hadir dalam bentuk kelahiran-kelahiran lain “di
bumi”. Memang, Allah sendiri adalah sumber, “gambar dan rupa” yang tepat untuk manusia,
seperti yang tertulis dalam kisah penciptaan. Kelahiran adalah kelanjutan dari penciptaan. 43

Hari Perdamaian Dunia 2010 Mencari Strategi Bersama


Yang pasti, di antara persoalan dasar yang harus diatasi masyarakat internasional adalah
tentang sumber-sumber energi dan pengembangan strategi bersama dan berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan energi untuk saat ini dan bagi generasi di masa depan. Ini berarti bahwa
masyarakat berteknologi maju harus bersiap untuk lebih sadar dalam gaya hidup, mengurangi
konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi. Pada saat yang sama ada kebutuhan untuk
mendorong riset dan pemanfaatan energi yang tidak terlalu berdampak pada lingkungan serta
“redistribusi seluruh sumber energi di dunia sehingga negara-negara yang kekurangan sumber
energi memiliki akses bagi mereka”. Paus Benediktus XVI, pesan hari perdamaian dunia,
Januari 2010, 9.

Konferensi Uskup Jerman Tidak dapat terus acuh tak acuh


Yang menjadi isu energi saat ini adalah bagaimana perubahan iklim masuk dalam fokus
perhatian keadilan antargenerasi, global dan ekologi. Untuk mengambil tanggung jawab
terhadap diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungan, dibutuhkan gaya hidup dan perilaku
yang ditandai dengan kesederhanaan dan solidaritas. Perekonomian dan gaya hidup harus
diperhatikan dengan serius. Individu, juga masyarakat dan negara, tidak dapat terus acuh tak
acuh terhadap kerusakan yang mereka sebabkan. Hal ini membutuhkan peraturan dan bentuk
baru demi keberlanjutan lingkungan dan energi. Rujukan bahasa Jerman. Konferensi Uskup
Jerman, kata pengantar dalam “Der Schöpfung verpflichtet. Anregungen für einen
nachhaltigen Umgang mit Energie” (Kewajiban Ciptaan. Anjuran untuk Penggunaan Energi
Terbarukan), 16 Mei 2011.
Paus Fransiskus-Manusia Terancam Punah
Apa arti mengolah dan memelihara bumi? ... Kata kerja “mengolah” mengingatkan saya pada
perhatian petani terhadap tanah garapannya. Petani harus memastikan bahwa tanahnya
produktif dan menghasilkan, sungguh diperlukan perhatian, semangat dan dedikasi yang
9
besar! Mengolah dan melestarikan ciptaan berarti menumbuhkan dunia dengan penuh
tanggung jawab, mengubahnya sehingga bisa menjadi taman yang indah untuk kita tinggali.
Pada zaman ini, kita semakin sering dicekoki dengan kebanggaan karena mampu
mendominasi, memiliki, memanipulasi dan mengeksploitasi; kita tidak “melestarikan” bumi,
kita tidak menghormatinya, kita tidak sadar bahwa itu adalah angugerah cuma-cuma yang
harus kita jaga. Namun, “mengolah dan memelihara” tidak hanya membutuhkan hubungan
antara kita dan lingkungan, antara manusia dan ciptaan. Hal ini menyangkut juga hubungan
antarmanusia. Paus Fransiskus, audiensi umum, 5 Juni 2013.
Korban Perubahan Iklim
Banyak orang miskin tinggal di wilayah-wilayah yang paling dipengaruhi oleh berbagai
gejala yang terkait dengan pemanasan bumi, sementara penghidupan mereka sangat
tergantung pada cadangan alam dan jasa ekosistem seperti pertanian, perikanan, dan
kehutanan. Mereka tidak memiliki sumber keuangan atau sumber daya lain yang
memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan iklim atau menghadapi bencana
alam, dan akses mereka memperoleh perlindungan dan pelayanan sosial sangat terbatas.
Misalnya, hewan dan tumbuhan yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, akan
terdorong untuk bermigrasi; ini pada gilirannya memengaruhi kehidupan orang miskin, yang
kemudian terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan ketidakpastian yang besar bagi
masa depan mereka dan anak-anak mereka. Paus Fransiskus, ensiklik Laudato Si (2015), 25

10

Anda mungkin juga menyukai